tinjauan fiqh mu’amalah tentang kewajiban pelaku …etheses.uinmataram.ac.id/1575/1/safwatil qirom...
TRANSCRIPT
i
TINJAUAN FIQH MU’AMALAH TENTANG KEWAJIBAN PELAKU USAHA MEMBERIKAN INFORMASI PRODUK PADA KONSUMEN
DALAM JUAL BELI PARFUM ISI ULANG DI TOKO PARFUM KECAMATAN MATARAM KOTA MATARAM
Oleh
SAFWATIL QIROM NIM. 152141060
JURUSAN MU’AMALAH
FAKULTAS SYARIAH
UINVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM
2018
ii
TINJAUAN FIQH MU’AMALAH TENTANG KEWAJIBAN PELAKU USAHA MEMBERIKAN INFORMASI PRODUK PADA KONSUMEN
DALAM JUAL BELI PARFUM ISI ULANG DI TOKO PARFUM KECAMATAN MATARAM KOTA MATARAM
Skripsi
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Mataram Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh
SAFWATIL QIROM NIM. 152141060
JURUSAN MU’AMALAH
FAKULTAS SYARIAH
UINVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2018
iii
PERSETUJUAN
Skripsi Safwatil Qirom, NIM. 152141060, dengan judul “Tinjauan Fikih
Muamalah tentang Kewajiban Pelaku Usaha Memberikan Informasi Produk pada
Konsumen dalam Jual beli Parfum Isi Ulang di Toko Parfum Kecamatan Mataram
Kota Mataram” telah memenuhi syarat dan disetejui untuk dimunaqasyahkan. Di
setujui pada tanggal: 15 Mei 2018.
Di bawah bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hj. Teti Indarwati P, M, Hum GAZALI M.H NIP: 197508201999032003 NIP:19760812200911012
iv
NOTA DINAS PEMBIMBING
Hal : Munaqasyah
Mataram, 15 Mei 2018
Kepada
Yth. Rektor UIN Mataram
di-
Mataram
Assalamu‟alaikum Wr. Wb.
Setelah diperiksa dan diadakan perbaikan sesuai masukan pembimbing
dan pedoman penulisan skripsi, kami berpendapat bahwa skripsi Safwatil
Qirom, NIM. 152141060 yang berjudul “Tinjauan Fikih Muamalah tentang
Kewajiban Pelaku Usaha Memberikan Informasi Produk pada Konsumen
dalam Jual beli Parfum Isi Ulang di Toko Parfum Kecamatan Mataram Kota
Mataram” telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam sidang munaqasyah
skripsi Fakultas Syariah UIN Mataram.
Demikian, atas perhatian Bapak Rektor disampaikan terima kasih.
Wassalamu‟alaikum, Wr. Wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hj. Teti Indarwati P, M, Hum GAZALI M.H NIP: 197508201999032003 NIP:19760812200911012
vi
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Tinjauan Fikih Muamalah Tentang Kewajiban
Pelaku Usaha Memberikan Informasi Produk pada Konsumen dalam Jual
beli Parfum Isi Ulang di Toko Parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram”
yang diajukan oleh Safwatil Qirom, NIM. 152141060, Jurusan Muamalah,
Fakultas Syariah UIN Mataram telah dimunaqasyahkan pada hari senin,
tanggal 2 juli 2018 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Hukum.
Dewan Munaqasyah
1.Ketua Sidang/ : Dr. Hj.Teti Indrawati,P,M.Hum ( ) Pem.1 NIP:197508201999032003
2.Sekretaris Sidang/ : Gazali, MH ( ) Pem.2 NIP: 19760812200911012
3.Penguji 1 : Dr. Khairul Hamim, MA ( ) NIP: 197703222005011003
4.Penguji 2 : Heru Sunardi, MH ( ) NIP: 197409042000031002
Mengetahui
Dekan Fakultas Syariah
Dr. H. Musawar, M.Ag NIP.196912311998031008
vii
MOTTO
Artinya: “Dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah
mereka mengucapkan Perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya
syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”.
viii
Persembahan:
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
1. Bunda tercinta yang dengan penuh perjuangan dan pengorbanan telah
diberikan kepada penulis, baik dari segi moril dan materil, serta sabar
dan semangat dari beliau terus diberikan kepada penulis, sehingga bisa
menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak tersayang, yang telah mendukung serta mendokan segala yag
terbaik untuk penulis supaya terus belajar dan berjuang.
3. Kepada kakakku tersayang Wardiana dan Husnul Wa‟di, beserta
keluarga besar lainnya yang selalu ada dan banyak membantu serta
memberikan motivasi untuk selalu menjadi lebih baik dan semangat
dalam belajar.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabb al-„Alamiin. Segala puja dan puji syukur penulis
panjatkan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala atas segala karunia dan
petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan Salam
semoga senantiasa tercurah kepada junjangan alam Nabi Muahammad saw.
Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN)
Mataram. Dengan berbagai upaya dan kerja keras selama ini untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tinjauan Fikih Muamalah tentang
Kewajiban Pelaku Usaha Memberikan Informasi Produk pada Konsumen dalam
Jual beli Parfum Isi Ulang di Toko Parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram”
akan selalu penulis kenang. Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang
telah membantu dan memberikan saran, tidak lupa penulis mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:
1. Pembimbing I Ibu Dr. Hj. Teti Indrawati P, M, Hum dan Pembimbing II
Bapak Gazali, M.H atas waktu, masukan dan sarannya selama ini yang
tanpa henti diberikan kepada penulis hingga skripsi ini selesai. Dan para
dosen penguji pada saat proposal ataupun skripsi.
2. Bapak Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram yang telah
membantu menyediakan sarana dan prasarana bagi penulis dalam
menuntut ilmu dan menyelesaikan skripsi ini.
x
3. Bapak Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram
dan selaku jajaran karyawan Fakultas Syariah yang telah bersedia
membantu dalam kemudahan membuat surat izin penelitian untuk penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah UIN Mataram yang telah
membekali ilmu kepada penulis.
5. Seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namanya, sahabat
saya khususnya, dan para pelaku usaha, konsumen di toko parfum
Kecamaran Mataram Kota Mataram yang telah membantu penulis dalam
kemudahan untuk memperoleh data-data dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang penulis ajukan.
Atas segala bantuan dari semua pihak baik moril dan materil, penulis
berdoa semoga Allah swt memberi balasan yang berlipat. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
Mataram, 15 Mei 2018
Penulis
Safwatil Qirom 152141060
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii
PERSETUJUAN ................................................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v
HALAMAN MOTTO ........................................................................................ vii
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................ viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
ASBSTRAK ........................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Konteks penelitian ..................................................................................... 1 B. Fokus Penelitian ........................................................................................ 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 5 D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ...................................................... 6 E. Telaah Pustaka .......................................................................................... 6 F. Kerangka Teoretik .................................................................................... 10 G. Metode Penelitian ................................................................................... 34 H. Sistematika Pembahasan .......................................................................... 39
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN .................................................... 41
A. Gambaran Umum Penelitian .................................................................... 41 1. Sejarah Toko Parfum di Kecamatan Mataram Kota Mataram ............ 41 2. Letak Geografis ................................................................................... 42 3. Keadaan Sarana dan Prasarana ............................................................ 43 4. Jenis barang (produk) .......................................................................... 44
B. Praktik Pelaku Usaha Memberikan Informasi Produk pada Konsumen dalam Jual beli Parfum Isi Ulang di Toko Parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram........................................................................................... 46
xii
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................. 56
A. Analisis Tinjauan Fikih Muamalah terhadap Praktik Pelaku Usaha Memberikan Informasi Produk pada Konsumen dalam Jual beli Parfum Isi Ulang di Toko Parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram ............... 56
B. Tinjauan Fikih Muamalah terhadap Akibat Hukum tidak Memberikan Informasi Produk pada Konsumen dalam Jual beli Parfum Isi Ulang di Toko Parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram ................................... 63
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 66
A. Kesimpulan ............................................................................................... 66 B. Saran-saran ................................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
ABSTRAK
Tinjauan fikih muamalah tentang kewajiban pelaku usaha memberikan informasi pada konsumen dalam jual beli parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram ini merupakan tema penelitian yang diangkat dalam skripsi ini, dimana fokus penelitiannya adalah bagaimana praktik pelaku usaha memberikan informasi produk pada konsumen dan tinjauan fiqih muamalah terhadap akibat hukum tidak memberikan informasi pada konsumen dalam jual beli parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram.
Kemudian metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, selain itu sumber data yang digunakan adalah primer dan sekunder. Sedangkan dalam pengumpulan datanya peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan, yang diantaranya teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan analisis data yang digunakan dengan analisis kualitatif induktif, dengan penambahan sumber data dan triangulasi pada validitas datanya.
Adapun hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kewajiban pelaku usaha dalam memberikan informasi kepada konsumen dalam jual beli parfum isi ulang sebagian diberikan informasi secara lisan, dan tidak ada informasi secara tertulis pada kemasan produk parfum isi ulangnya, secara konsep fikih muamalah prinsip kerelaan pada jual beli parfum isi ulang secara sepunuhnya tidak praktikkan dalam memberikan informasi produk dan adanya akibat hukum yang mengikat.
Kata kunci: Informasi produk, parfum isi ulang.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Memulai bisnis bagi seseorang yang ingin berdagang, terlebih dahulu
ia harus mengetahui dengan baik hukum agama yang mengatur perdagangan
agar ia tidak melakukan aktivitas yang haram dan merugikan masyarakat.
Imam Ali pernah mengatakan “hukum dahulu, baru berbisnis” karena Islam
memiliki kekuatan hukum, peraturan, perundang-undangan dan tata karma.1
Misalnya saja dalam jual beli parfum isi ulang saat ini, sejumlah ketentuan
tentang praktik bisnis yang dibolehkan dan tidak diperbolehkan telah
dijelaskan dalam al-Quran, salah satu intruksinya yang paling penting dalam
masalah ini ialah soal pemenuhan akad dan janji serta pelarangan terhadap
transaksi ribawi.2 Allah swt., berfirman:
3
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Akad menurut Ibnu Abbas adalah janji-janji Allah terhadap para
hamba-Nya, artinya apa-apa yang dihalalkan dan yang diharamkan, apa yang
diwajibkan dan apa yang telah ditentukan seluruh hukumnya dalam al-Quran,
maka janganlah kamu melanggarnya.4 Berkaitan dengan hal ini dalam hadis
1 A.Kadir, Hukum Bisnis Syariah dalam Al-Quran (Jakarta: Amzah, 2013), h. 1. 2 Ibid.,h. 24. 3 QS.al-Maidah (5): 1 4 A.Kadir, Hukum Bisnis Syariah dalam Al-Quran, h. 25.
2
juga menjelaskan secara teoritis dan praktik bisnis yang sesuai dengan prinsip
syariah, seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah saw., di dalam sabdanya:
. . حد شنا عم بن عل حي بن سعيد عن شعب نا . حد حد شنا محمد بن اثن. قال: حد شنا شعب عن قتادة, عن عبد ال حمن بن مهد حي بن سعيد حد شنا
, عن حكي بن حزام, عن النب صل ه علي أبى الخليل, عن عبد ل بن الحا ك لهما ف بيعهما. بينا. ب قا. فأ صدقا تف . قال )) البيعا با لخيا مال سل
كتما محق ب ك بيعهما. أ ك با
Artinya: Diriwayatkan dari Muhammad Ibn Musanna, diceritakan dari Yahya Ibn Said dari Su‟bah dan diceritakan dari Umur Ibn Ali, diceritakan dari Yahya Ibn Said dan Abdul Rahman bin Mahdi dan keduanya berkata diceritakan dari Su‟bah dari Qotadah, dan diceritakn dari Abi Khalil, diceritakan dari Abdullah ibnu Haris dari Hakim bin Hizam berkata Rasullah saw bersabda, “penjual dan pembeli mempunyai hak untuk memilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Apabila mereka, penjual dan pembeli tersebut, berlaku jujur dan mau menerangkan (barang yang di perjualbelikan), niscaya mereka mendapat berkah dalam jual belinya. Sebaliknya, apabila mereka berbohong dan menutup nutupi (apa-apa yang seharusnya diterangkan mengenai barang yang diperjualbelikan), niscaya berkah dalam jual beli itu akan dihapus (hilang).5
Menurut Mustaq Ahmad, hadis ini berkaitan dengan berkah yang
meliputi perilaku manusia. Ada tidaknya sebuah berkah sangat tergantung
pada benar tidaknya sebuah perilaku atau tindakan seseorang, misalkan
kejujuran dalam berbisnis kemudian sebaliknya, dengan kata lain perilaku
yang baik akan selalu mendapatkan hasil yang baik pula.6
Seiring dengan perkembangan masyarakat, kebutuhan dalam bidang
ekonomi semakin berkembang khususnya dalam jual beli barang pada produk
parfum isi ulang, akan tetapi prinsip-prinsip muamalah seperti tauhid, prinsip
halal, prinsip maslahah, keadilan, dan lain sebagainya harus menjadi
5 Ibid., h. 27. 6 Ibid., h. 27.
3
pegangan dalam menjalankan bisnis atau muamalah.7 Misalnya saja dalam
pengaplikasian prinsip keadilan pada jual beli parfum isi ulang oleh para
pelaku usaha, keadilan ini mengandung makna bahwa hubungan perdata tidak
boleh mengandung unsur-unsur penipuan, penindasan, pengambilan
kesempatan pada waktu pihak lain sedang berada dalam kesempitan.8
Praktik yang terjadi dimasyarakat saat ini khususnya bagi para pelaku
usaha parfum isi ulang tentang kewajibannya memberikan informasi kepada
konsumen atau pembeli yang seharusnya disampaikan dan dijelaskan secara
lengkap tetapi tidak sesuai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yosi selaku
konsumen atau pembeli mengatakan “parfum isi ulang sangat murah, tetapi
mengenai pemberian informasi produk pada kemasan sangatlah penting
karena kami sebagai pembeli membutuhkan penjelasan yang benar dari
produk yang kami pakai”.9 Produk parfum saat ini telah mengalami banyak
perubahan seperti dari bentuk kemasan produk serta banyaknya parfum isi
ulang, ini disebabkan karena keinginan manusia yang selalu berubah, dan
selalu menginginkan yang instan dan mudah.
Berdasarkan ketentuan di atas, setelah peneliti melakukan observasi
pertama di beberapa toko parfum seperti, Raja Parfum (RJ), Central Parfum
(CP), Zuma Parfum Refil (ZPR), dan Athar Parfum (AT) Kecamatan Mataram
Kota Mataram, ditemukan bahwa parfum isi ulang yang dilakukan pelaku
usaha kepada konsumen sebagian besar tidak memberikan informasi secara
7 Djazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh (Jakarta: Kencana Penada Media Grup 2006), h.130.
8 Ahmad Wardi Muslich. Fiqh muamalat (Jakarta: Amzah, 2015), h.9.
9 Yosi, Wawancara, Konsumen di toko parfum AP, 23 November 2017.
4
jelas disampaikan pada kemasan produk.10 Oleh karena itu apabila dikaitkan
dengan keharusan pelaku usaha memberikan informasi secara benar dan jujur
kepada konsumen terhadap bahan parfum seperti kadar alkoholnya, isi atau
beratnya, nama produknya harus dijelaskan, tetapi pelaku usaha tidak
menjelaskan secara utuh.
Bagi konsumen yang penting untuk diperhatikan bukan hanya masalah
halal dan haram, tetapi penyampaian informasi produk haruslah jelas dan baik.
Agar hak dan kewajiban tersampaikan dengan cara yang benar diantara dua
belah pihak yang melakukan jual beli, karena menurut pandangan fikih hak
dan kewajiban merupakan sesuatu yang timbul dari kesepakatan antara para
pihak yang melakukan ijab dan kabul hak dan kewajiban ini bisa berlaku
apabila tidak bertentangan dengan syarat-syarat yang ditetapkan syara.11
Ketentuan hukum Islam dan hukum perdata mengenai jual beli apabila
pelaku usaha menjual barang kepada konsumen atau pembeli harus
mengandung kemaslahatan di dalamnya, misalkan saja dalam penjualan
parfum isi ulang kadar alkohol harus jelaskan, berapa takaran yang digunakan,
jenis alkohol apa yang digunakan, karena dalam Islam alkohol dibagi menjadi
dua ada yang mengandung kemudaratan dan ini yang dilarang dan yang tidak
mengandung kemudaratan. Kemudian ini menjadi barometer bagi peneliti
untuk menjelaskan menurut tinjauan fikih muamalah sehingga peneliti tertarik
melakukan penelitian dengan judul, “tinjauan fikih muamalah tentang
10Observasi, di beberapa toko parfum diantaranya: RP, CP, ZPR, dan AP Kecamatan
Mataram Kota Mataram, 30 Oktober 2017. 11 Burhanuddin S, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen dan Sertifikat Halal
(Malang: UIN-Maliki Press, 2011), h. 8.
5
kewajiban pelaku usaha memberikan informasi produk pada konsumen dalam
Jual beli parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan Mataram Kota
Mataram”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka yang menjadi fokus
penelitian dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana praktik pelaku usaha memberikan informasi produk pada
konsumen dalam jual beli parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan
Mataram Kota Mataram?
2. Bagaimana tinjauan fikih muamalah terhadap akibat hukum tidak
memberikan informasi produk pada konsumen dalam jual beli parfum isi
ulang di toko parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
a. Untuk mengetahui praktik pelaku usaha dalam memberikan informasi
produk pada konsumen dalam jual beli parfum isi ulang di toko parfum
Kecamatan Mataram Kota Mataram dengan tinjaun fikih muamalah.
b. Untuk mengetahui tinjauan fikih muamalah terhadap akibat hukum
tidak memberikan informasi produk pada konsumen dalam jual beli
parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram.
6
2. Manfaat Penelitian
Secara teoritik, penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan
disiplin fikih muamalah dengan pembahasan tentang kewajiban pelaku
usaha dan pemberian informasi secara jelas jujur serta jual beli dan
prinsip-prinsipnya.
Sedangkan secara praktis, penelitian ini memiliki manfaat sebagai
berikut:
a. Untuk pembeli
Hasil penelitian ini diharapkan supaya lebih teliti dalam membeli
produk yang diinginkan supaya hak dan kewajiban pelaku usaha dan
konsumen tetap terlindungi, sesuai dengan jual beli dalam Islam.
b. Untuk pelaku usaha atau penjual
Hasil penelitian diharapkan supaya dapat dijadikan sebagai bahan
rujukan akan pentingnya kewajibaan bagi pelaku usaha dalam mengikuti
prosedur memberikan informasi produk, yang sesuai dengan analisis fikih
muamalah.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
Dalam penelitian ini ruang lingkup yang akan dikaji adalah praktik
kewajiban pelaku usaha memberikan informasi produk pada konsumen dalam
jual beli parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram
dan tinjauan fikih muamalah terhadap akibat hukum tidak memberikan
informasi produk pada konsumen dalam jual beli parfum isi ulang di toko
parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram.
7
Sedangkan, setting penelitian ini bertempat di beberapa toko parfum
Kecamatan Mataram, Kota Mataram, seperti di toko RP, CP, ZPR, dan AP di
Kecamatan Mataram, tetapi peneliti mengambil hanya 4 (empat) toko parfum
dari 10 toko parfum yang ada di Kecamatan Mataram selain karena telah
memiliki izin usaha dan sebagian besar di Kota Mataram parfum isi ulang
diperjualbelikan oleh para pelaku usaha (penjual) saat ini disertai dengan
keinginan para konsumen atau pembeli, dan pada ke empat toko parfum
tersebut tingkat pembelian sangatlah banyak.
E. Telaah Pustaka
Telaah pustaka merupakan kegiatan penelusuran terhadap penelitian
terdahulu yang memiliki kesamaan dan relevansi dengan penelitian ini,
dengan tujuan untuk menjelaskan posisi penelitian yang sedang dilaksanakan
dengan hasil penelitian berupa skripsi, tesis, jurnal, artikel dan buku-buku
yang sudah ada.
Terkait dengan tema penelitian ini telah ditemukan sejumlah karya
terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, sebagai berikut:
1. Muhibbah, dengan judul skripsi, “Perlindungan Konsumen Terhadap
Bahan-bahan Kimia Berbahaya pada Kosmetik (Studi Komparatif Hukum
Islam dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen)”. IAIN Mataram,
2015.
Dalam fokus penelitian pada perlidungan konsumen terhadap
penggunaan bahan kimia berbahaya pada kosmetik menurut hukum Islam
dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999,
8
perbedaan dan persamaan perlidungan konsumen terhadap penggunaan
bahan kimia berbahaya pada kosmetik menurut hukum Islam dan Undang-
Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999.12 Dengan hasil
kesimpulan bahwa perlindungan konsumen terhadap bahan kimia
berbahaya pada kosmetik menurut hukum Islam adalah konsumen berhak
untuk mendapatkan barang dan/jasa yang aman dan tidak membahayakan
keselamatan konsumen agar tercipta kemaslahatan yang menjadi tujuan
pokok syariah yaitu maqasid as-syariah. Sedangkan pada Undang-Undang
Perlindungan Konsumen konsumen berhak dilindungi dari barang/jasa
yang berbahaya. Hal ini tercantum pada pasal 4 ayat 1 yang berbunyi “
bahwa konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan/jasa.
Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan oleh peneliti
terdahulu, peneliti menemukan perbedaan dan persamaan. Dari segi
perbedaannya pada topik kajian utamanya yakni peneliti terdahulu
mengkaji tentang bahaya bahan-bahan kimia terhadap kosmetik dan
metode yang digunakan menggunakan komparatif sedangkan peneliti yang
sekarang topik kajian pada kewajiban memberikan informasi produk pada
jual beli parfum isi ulang dengan metode kualitatif. Sedangkan dari segi
persamaan sama-sama mengkaji perlindungan terhadap konsumen.
12Muhibbah, Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-bahan Kimia Berbahaya pada Kosmetik (Studi Komparatif Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen), (Skripsi, IAIN Mataram, 2015), h. 7.
9
2. Lalu Farhan, dengan judul skripsi “Tinjauan Hukum Islam terhadap
Perlindungan Konsumen pada Praktik Jual beli Produk Curah di Desa
Beraim Kecamatan Praya Tengah”. UIN Mataram, 2017.13
Persamaan penelitian Lalu Farhan dengan penelitian ini adalah
membahas tentang kewajiban pelaku usaha memberikan informasi produk,
akan tetapi lebih difokuskan pada jual beli produk curah oleh peneliti
terdahulu dan letak perbedaannya dapat diketahui dari fokus penelitian, di
mana penelitian terdahulu membahas bagaimana bentuk perlindungan
konsumen terhadap jual beli produk curah di desa Beraim kecamatan
Praya Tengah dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap perlindungan
konsumen pada praktik jual beli produk curah di desa Braim Kecamatan
Praya Tengah, dan untuk lokasi penelitiannya berada di desa Braim
Kecamatan Praya Tengah pada Tahun 2017 sedangkan peneliti di
Kecamatan Mataram Kota Mataram 2018. Dengan hasil penelitian yaitu
dalam Islam memperhatikan perlindungan konsumen dengan mengajarkan
untuk selalu menjaga lima dasar yaitu maqasid as-syariah supaya
terhindar dari kemudharatan, dan jual beli produk curah diperbolehkan
selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.
3. Saupi Hidayah, dengan judul Skripsi “Perspektif Fikih Muamalah
Terhadap Sistem Pengawasan Makanan Sehat Untuk Perlindungan
13
Lalu Farhan, Tinjauan Hukum Islam terhadap Perlindungan Konsumen pada Praktik Jual beli Produk Curah di Desa Braim Kecamatan Praya Tengah (UIN Mataram, 2017), hal. 2.
10
Konsumen (Studi Kasus di Balai Besar POM Mataram)”, IAIN Mataram,
2015.14
Dengan fokus penelitian yang digunakan oleh peneliti terdahulu
yaitu bagaimana sistem pengawasan makanan sehat di Balai Besar POM
Mataram, kendala dan hambatan di Balai Besar Pom Mataram dalam
menjalankan sistem pengawasan makanan sehat, dan bagaiman perspektif
fikih muamalah terhadap makanan sehat. Dengan hasil kesimpulannya
bahwa sistem pengawasan yang ada di Balai Besar Pom Mataram meliputi
tiga sub sistem diantara pengawasan untuk produsen, pengawasan untuk
pemerintah dan pengawasan untuk konsumen, dan untuk kendala dan
hambatan yang ditemukkan di Balai Besar POM masih rendahnya
kesadaran dari pelaku usaha tentang peraturan dan Undang-Undang
tentang pangan, dan pelaku usaha lebih berorientasi pada keuntungan
tanpa melihat produk yang akan dihasilkan, sedangkan untuk analisis
perspektif hukum Islamnya terhadap makanan sehat, bahwa makanan yang
halal dan baik diwajibkan oleh agama dan segi kesehatan.
Perbedaan penelitian Saupi Hidayah dengan penelitian yang akan
diadakan terletak pada fokus penelitian dan objek yang akan dikaji, yakni
peneliti terdahulu pada sistem pengawasan makanan sedangkan sedangkan
penulis pada kewajiban memberikan informasi pada produk parfum isi
ulang dan dari segi persamaannya adalah untuk perlindungan konsumen
atau pembeli.
14 Saupi Hidayah, Perspektif Fikih Muamalah Terhadap Sistem Pengawasan Makanan
Sehat Untuk Perlindungan Konsumen (Studi Kasus di Balai Besar POM Mataram), IAIN Mataram, 2015.
11
F. Kerangka Teoritik
1. Konsepsi Umum Tentang Fikih Muamalah
a. Pengertian Fikih Muamalah
Fikih muamalah terdiri dari dua kata, yaitu fikih dan muamalah,
pengertian fikih menurut bahasa artinya mengerti atau memahami.15
Sedangkan menurut istilah fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum
syar‟i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil –dalil
tafsili.16
Muamalah secara bahasa yang bermakna saling bertindak, saling
berbuat, saling mengamalkan dan pergaulan, untuk beri, hal melakukan.
Sedangkan muamalah secara istilah dapat diartikan sebagai aturan-
aturan Allah yang mengatur kehidupan manusia dalam urusan duniawi
dan social kemasyarakatan. Menurut arti sempitnya fikih muamalah
yaitu sikap patuh pada aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan
berkaitan dengan intraksi dan prilaku manusia lainnya dalam upaya
memperoleh, mengatur, mengelola dan mengembangkan harta benda
(al-mal).17
b. Ruang Lingkup Fikih Muamalah
Ruang lingkup fikih muamalah ini menurut Hendi Suhendi dalam
bukunya fikih muamalah memberikan ruang lingkup fikih muamalah
15 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Mahmud Yunus Wa Zurriyyah,
2007), h. 321. 16 Mardani, Fiqh ekonomi Syariah Fiqh Muamalah (Jakarta: kencana prenadamedia
Utama. 2013), h.1. 17Muhammad Harfin Zuhdi, Muqaranah Mazahib Fii Muamalah (Mataram: Sanabil,
2015), h. 4.
12
dengan mengklasifikasikan menjadi dua, bersifat adabiyah yaitu ijab
dan Kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu
pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan,
penimbunan dan lain sebagainya. Selanjutnya yang bersifat madiyah
yaitu jual beli, gadai, jaminan dan tanggungan, pemindahan utang,
barang titipan, barang temuan, upah, sewa menyewa dan lain
sebagainya.18
Objek kajian muamalah adalah hubungan antara manusia dengan
manusia lainnya yang berkaitan dengan benda (mal). Hakikat dari
hubungan tersebut adalah berkaitan dengan hak dan kewajiban antara
manusia yang satu dengan manusia yang lain.19
c. Prinsip-Prinsip Fikih Muamalah
Ada beberapa prinsip yang menjadi acuan dan pedoman secara
umum untuk kegiatan muamalah ini. Prinsip-prinsip itu adalah:
1. Prinsip tauhid (unity)
Prinsip tauhid ini adalah dasar utama dari setiap bentuk
bangunan yang ada dalam syariat Islam. Setiap bangunan dan
aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai
tauhid, artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan
hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan, dalam firman
Allah swt., yang berbunyi:
18 Hendi suhendi, Fiqh Mu‟amalah (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 5. 19
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat (Jakarta: Amzah, 2015), h.2.
13
20
Artinya: ……. dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada, dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Dalam muamalah yang harus diperhatikan adalah
bagaimana seharusnya menciptakan kondisi bermuamalah yang
tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan. Kalau pemahaman semacam
terbentuk dalam setiap perilaku muamalah, maka akan menjadi
muamalah yang jujur, amanah, sesuai dengan tuntutan syariah.21
2. Kebebasan dan kerelaan
Prinsip kebebasan ini mengandung makna bahwa setiap
hubungan perdata harus dilakukan secara bebas dan sukarela.
Kebebasan kehendak para pihak yang melahirkan kesukarelaan
dalam persetujuan harus selalu diperhatikan.22 Dalam al-Quran
surah an-Nisa ayat 29 Allah swt., berfirman:
23
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimuSesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
20 QS. al-Hadid (57): 4. 21 Mardani, Fiqh Muamalah, h. 7-8. 22
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, h. 9. 23QS. an-Nisa (4): 29.
14
3. Keadilan
Hubungan perdata tidak boleh mengandung unsur-unsur
penipuan, penindasan, pengambilan kesempatan pada waktu pihak
lain sedang berada dalam kesempitan.24 Dalam surah al-Hadid ayat
25 Allah swt., berfirman:
25
Artinya; Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.
4. Persamaan dan Kesetaraan
Manusia dalam melakukan mu‟amalah selalu bertransaksi
dengan orang lain, dan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan melandaskan pada persamaan dan kesetaraan seperti dalam
surah an-Nahl ayat 71 Allah swt., berfirman:
26
24
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, h. 9. 25
QS. al-Hadid (57):25. 26
QS. an-Nisa (4): 29.
15
Artinya: Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.
5. Kejujuran dan Kebenaran
Asas kejujuran dan kebenaran, pada asas ini kejujuran
merupakan hal yang harus dilakukan oleh manusia dalam segala
bidang kehidupan, termasuk dalam melaksanakan muamalat. Jika
kejujuran tidak diterapkan dalam perikatan, akan menimbulkan
perselisihan di antara pihak. Dalam al-Quran surat al-Ahzab ayat
70 Allah swt., berfirman:
27
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.
6. Tertulis dan Kesaksian
Hubungan jual beli selayaknya dituangkan dalam perjanjian
tertulis di hadapan para saksi.28 Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam surah al-Baqarah ayat 282:
27QS. al-Ahzab (33): 70. 28
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, h. 12.
16
29
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya.
7. Perlindungan Hak
Perlindunag hak mengandung arti bahwa semua hak yang
diperoleh seseorang dengan jalan yang halal dan sah harus
dilindungi. Apabila hak itu dilanggar oleh salah satu pihak dalam
hubungan jual beli, maka pihak yang dirugikan berhak untuk
menuntut pengembalian hak itu atau menuntut kerugian kepada
pihak yang merugikannya.30
8. Larangan Merugikan Diri Sendiri dan Orang Lain.
Para pihak yang mengadakan hubungan perdata tidak boleh
merugikan diri sendiri dan orang lain dalam hubungan perdatanya.
29 QS. Al-Baqarah (2): 282. 30
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, h. 10.
17
Merusak harta, meskipun tidak merugikan diri sendiri, tetapi
merugikan orang lain, tidak dibenarkan dalam hukum Islam. Ini
berarti bahwa menghancurkan atau memusnahkan barang untuk
mencapai kemantapan harga atau keseimbangan pasar, tidak
benarkan oleh hukum Islam.31
9. Mengatur dan Memberi Petunjuk.
Islam berlaku untuk menyatakan bahwa ketentuan-
ketentuan hukum jual beli, kecuali yang bersifat ijbari, karena
ketentuan telah qath‟i, hanyalah bersifat mengatur dan memberi
petunjuk kepada orang-orang yang akan memanfaatkannya dalam
mengadakan hubungan perdata. Para pihak dapat memilih ketentuan
lain berdasarkan kesukarelaan, asal ketentuan itu tidak bertentangan
dengan ketentuan yang ada dalam hukum Islam.32
2. Konsepsi Umum Tentang Al-Ba‟i (Jual Beli)
a. Pengertian jual beli
Jual beli Menurut ulama syafi‟iyah adalah “suatu akad yang
mengandung tukar menukar harta dengan harta dengan syarat yang
akan diuraikan nanti untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau
manfaat untuk waktu selamanya”.33
Perlindungan konsumen merupakan hal yang sangat penting
dalam hukum Islam, disebabkan Islam melihat bahwa perlindungan
konsumen bukan sebagai hubungan keperdataan saja, tetapi mengenai
31 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, h. 9. 32 Ibid., h. 12. 33Ibid., h.176.
18
publik secara luas. Jual beli merupakan akad yang dibolehkan
berdasarkan al-Quran, sunnah dan ijma para ulama, apabila dilihat dari
aspek hukum, jual beli hukumnya mubah kecuali jual beli yang dilarang
oleh syara. Adapun dasar hukum dari al-Quran:
1) Surah al-Baqarah (2) ayat 275:
34 Artinya:……padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
2) Surah al-Isra‟ ayat 53
35
Artinya: Dan katakanlah kepada hamba-hambaku,hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar) sungguh setan itu (selalu) menimbulkan perselishan diantara mereka. Sungguh setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.
3) Hadis
عن م بن ج شن القشير . كشير بن هشام. كلث حد شنا أحمد بن سنا . سل س ل ل صل ه علي ؟ قال: قال افع, عن ابن عم ب, عن أ
ق اسل مع الشهداء مي الصد ((.))التا ج م القيام
Artinya: Diceritakan oleh Ahmad Ibn Sinan, diiceritakan lagi oleh Hisyam Kulsum ibn Jausin Qusyair dari Ayub, dari Nafi‟dari ibnu Umar ia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: Pedagang yang benar (jujur), dapat dipercaya dan muslim, beserta para syuhada pada hari kiamat. (HR. Ibnu Majah)36
34 QS. al-Baqarah (2): 275. 35 QS. al-Isra‟ (17): 53. 36 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, juz 2, Nomor Hadis 2139, CD Room, Maktabah Kutub
Al-MUTUN, silsilah Al-„Ilm An-Nafi‟ Seri 4, Al- Ishdar Al-Awwal, 1426 H, h. 724.
19
Dari ayat-ayat al-Quran dan hadis yang dikemukakan di atas dapat
dipahami bahwa jual beli merupakan pekerjaan yang halal dan mulia,
apabila pelakunya jujur dalam memberikan informasi atas produk yang
dijualnya, maka kedudukannya di akhirat nanti setara dengan para nabi,
syuhada, dan shiddiqin.37
b. Rukun dan Syarat Akad Jual Beli
Rukun adalah unsur-unsur yang membentuk suatu, sehingga
sesuatu itu terwujud karena adanya unsur-unsur tersebut
membentuknya. Dalam konsepsi hukum Islam, unsur-unsur yang
membentuk sesuatu itu disebut rukun. Akad terbentuk karena adanya
unsur-unsur atau rukun-rukun yang membentuknya. Menurut ahli-ahli
hukum Islam kontemporer, rukun yang membentuk akad itu ada empat
dianataranya: para pihak yang membuat akad, pernyataan kehendak
para pihak, objek akad dan tujuan akad. Keempat rukun tersebut harus
ada, apabila tidak ada pihak yang membuat akad, atau tidak ada
pernyataan kehendak untuk berakad, atau tidak ada objek, dan tidak ada
tujuan akad, maka tidak disebut rukun akad.38
Masing-masing rukun (unsur) yang membentuk akad di atas
memerlukan syarat-syarat agar unsur itu dapat berfungsi membentuk
akad. Tanpa adanya syarat-syarat, rukun akad tidak dapat membentuk
akad. Dalam Islam, syarat-syarat dinamakan syarat-syarat terbentuknya
akad. Rukun pertama, yaitu para pihak, harus memenuhi dua syarat
37Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, h. 179. 38 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalat (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), h. 96.
20
untuk terbentuknya akad yaitu (1) tamyiz, dan (2) berbilang. Rukun
kedua, yaitu pernyataan kehendak, harus memenuhi dua syarat yaitu (1)
adanya persetujuan ijab dan kabul dengan kata lain tercapainya kata
sepakat, dan (2) kesatuan majelis akad. Rukun ketiga, yaitu objek akad,
harus memenuhi tiga syarat yaitu (1) objek itu dapat diserahkan, (2)
tertentu atau dapat ditentukan, dan (3) objek itu dapat ditransaksikan.
Rukun keempat yaitu tujuan akad memerlukan satu syarat yaitu tidak
bertentangan dengan syara.39
Rukun dan syarat terbentuknya akad dikategorikan sah apabila
memerlukan unsur-unsur penyempurna yang disebut syarat keabsahan
akad. Syarat keabsahan ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu syarat-
syarat keabsahan umum yang berlaku terhadap semua akad atau paling
tidak berlaku tehadap kebanyakan akad, dan syarat-syarat keabsahan
khusus yang berlaku bagi masing-masing aneka akad khusus.40
Rukun pertama, yaitu para pihak, dengan dua syarat
terbentuknya, yaitu tamyiz dan berbilang pihak, tidak memerlukan sifat
penyempurna. Rukun kedua, yaitu, pernyataan kehendak, dengan kedua
syaratnya tidak memerlukan penyempurna. Namun menurut jumhur ahli
hukum Islam syarat kedua dari rukun kedua ini memerlukan
penyempurna, yaitu persetujuan ijab dan kabul itu harus dicapai secara
bebas tanpa paksaan. Bilamana terjadi dengan paksaan, maka akadnya
fasid. Rukun ketiga, yaitu objek akad, dengan ketiga syaratnya
39 Ibid., h. 98. 40 Ibid., h. 99.
21
memerlukan sifat-sifat sebagai unsur penyempurna, yaitu bahwa
penyerahan itu tidak menimbulkan kerugian (dharar) dan apabila
menimbulkan kerugian maka akadnya fasid. Objek harus tertentu tidak
boleh mengandung gharar, dan apabila mengandung unsur gharar
akadnya menjadi fasid. Begitu pula syarat objek yang dapat
ditransaksikan harus bebas dari riba. Dengan demikian secara
keseluruahan ada empat sebab yang menjadikan fasid suatu akad
meskipun telah memenuhi rukun dan syarat terbentuknya, yaitu (1)
penyerahan yang menimbulkan kerugian, (2) gharar, (3) syarat-syarat
fasid , dan (4) riba. Bebas dari keempat faktor ini merupakan syarat
keabsahan akad.41
Pemenuhan akad-akad di atas apabila telah memenuhi rukun dan
syarat terbentuknya, dan syarat keabsahannya, maka suatu akad
dinyatakan sah. Akan tetapi, meskipun sudah sah ada kemungkinan
bahwa akibat-akibat hukum akad tersebut belum dapat dilaksanakandan
ini dinamakan akad maukuf (terhenti). Akad maukuf adalah akad yang
sah, tetapi belum dapat dilaksanakan akibat hukumnya karena belum
memenuhi syarat berlaku akibat hukum. Sedangkan untuk akad nafiz
adalah akad yang sah dan dapat dilaksanakan akibat hukumnya karena
telah memenuhi syarat berlaku akibat hukum. 42
Untuk dapat dilakasankan akibat hukumnya, akad yang yan
sudah sah ini harus memenuh dua syarat berlakunya akibat hukum,
41
Ibid., h. 101. 42
Ibid., h. 104
22
yaitu (1) adanya kewenangan sempurna atas objek akad para pihak
harus mempunyai kepemilikan atas objek bersangkutan serta tidak
bersangkutan hak orang lain, dan (2) adanya kewenangan atas tindakan
hukum yang dilakukan, para pihak telah mencapai tingkat kecakapan
bertindak hukum. Tindakan hukum yang memerlukan kecakapan
bertindak hukum minimal, yaitu tamyiz. Sedangkan untuk kecakapan
bertindak hukum sempurna, yaitu kedewasaan, dan apabila telah
dipenuhi kedua tindakan hukum tersebut maka sah dan akibat
hukumnya dapat dilaksanakan, namun apabila tindakan hukum tidak
terpenuhi tetap sah, tetapi akibat hukumnya tidak dapat dilaksanakan
harus memenuhi persetujuan wali.43
Akad yang telah memenuhi rukunnya, syaratnya, serta syarat
terbentuknya, syarat keabsahannya dan syarat berlaku akibat hukum
yang karena itu akad tersebut sah dan dapat dilaksanakan akibat
hukumnya adalah mengingat para pihak dan tidak boleh salah satu
pihak menarik kembali persetujuan secara sepihak tanpa kesepakatan
pihak lain. Namun ada beberapa akad yang menyimpang dari asas ini
tidak serta merta mengikat, meskipun rukun dan syaratnya telah
dipenuhi seperti adanya hak khiyar (hak memilih untuk meneruskan
atau membatalkan perjanjian secara sepihak).44
43 Ibid., h. 103. 44 Ibid., h. 104.
23
3. Konsepsi Umum Tentang Pelaku Usaha dan Konsumen Dalam Perspektif
Islam
a. Pengertian Pelaku Usaha dan Konsumen dalam Islam
Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika
dan moral termasuk dalam kegiatan ekonomi. Islam mengatur perilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhannya, Islam mengatur bagaimana
manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan dalam bisnis sesuai dengan
peran dan fungsi masing-masing pihak yang melakukan bisnis yaitu
sebagai pihak pelaku usaha dan konsumen sehingga membawa manusia
pada kemaslahan.45
Konsepsi umum tentang pengertian pelaku usaha dalam Islam
menurut Muhammad Al-Amin dalam bukunya etika perlindungan
konsumen ekonomi Islam, pelaku usaha adalah sebagai pembisnis yang
mengkhususkan diri dalam proses membuat produksi atau yang mencakup
orang-perorangan maupun badan usaha. Sedangkan konsumen diartikan
sebagai objek yang dituju dalam proses produksi. Menurut para ahli
hukum Islam terdahulu tidak pernah mendefinisikan konsumen dan
menjadikannya objek kajian khusus. Namun jika dikembalikan pada
prinsip-prinsip umum bisnis dalam Islam, maka konsumen diartikan
“setiap orang, kelompok atau badan hukum pemakai suatu harta benda
atau jasa karena adanya hak yang sah, baik pakai untuk akhir ataupun
untuk proses produksi selanjutnya, karena dalam Islam tidak membedakan
45 M. Yusri, “Kajian Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam Perspektif Hukum Islam”, Journal Ulumudin- Vol. V, tahun III (2009), 10, diambil pada tanggal 20 Juli 2018, pukul 06:20 WITA.
24
antara pemakai akhir dengan pemakai medium atau konsumen sementara.
Konsumen dalam Islam tidak terbatas pada perorangan saja, tetapi
mencakup suatu badan hukum seperti yayasan wakaf atau perusahaan dan
lembaga tertentu.46
b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha dalam Islam
Pemakaian istilah hak apabila ditinjau dari hukum Islam
sebenarnya dalam bahasa arab menempati banyak arti seperti ketetapan,
yang pasti, penjelasan, kebenaran, jatah atau bagian, hakikat dan
kewajiban. Istilah hak oleh para ahli hukum Islam sebagaimana yang
dikemukakan oleh wahhab zuhaily yaitu “suatu sifat kekhususan dimana
dengannya syara menetapkan suatu kekuasaan bagi pemiliknya atau
kewajiban atas objeknya”. Definisi tersebut sudah mencakup hak,
termasuk di dalamnya hak konsumen dan pelaku usaha. Pengertian ini
juga menunjukkan bahwa sumber kepemilikan terhadap hak itu berasal
dari syara, karena hak dalam pandangan Islam adalah pemberian Allah
swt., oleh karena itu suatu hak harus ditentukan oleh hukum syara yang
mengaturnya. Dengan demikian hak dalam Islam tidaklah bersifat mutlak
dan tanpa batas, namun bersifat terikat dengan harus berada dalam
ketentuan syara.47
Persoalan hak konsumen dan pelaku usaha oleh para ulama
dimasukkan dalam bagian hak publik dan hak manusia, misalnya dalam
keadaan terjadi pelanggaran umum seperti perilaku monopoli dalam
46 Ibid., h. 12. 47 Ibid., h. 367.
25
dagang oleh pelaku usaha, hak perlindungan bagi manusia untuk
kemaslahatan pribadinya, seperti menjaga terhadap harta, hak pembeli
terhadap barang, hak penjual terhadap alat pembayar. Dalam hukum
ekonomi Islam kemungkinan pelanggaran akan hak konsumen bisa terjadi
ketika sebelum transaksi jual beli berlangsung, yakni pada saat iklan dan
promosi. Dalam kajian fikih Islam kebenaran dan keakuratan informasi
ketika pelaku usaha mempromosikan barang dagangannya menempati
kajian yang signifikan. Islam tidak mengenal bahwa konsumen yang
berhati-hati atau sebaliknya pelaku usahalah yang berhati-hati, karena
dalam Islam yang berlaku adalah prinsip keseimbangan, akan tetapi pihak
konsumen dan pelaku usaha harus sama-sama berhati-hati.48
Dalam kajian fikih hak-hak konsumen diantaranya:
a) Hak untuk mendapatkan informasi dan pelayanan yang benar,
jujur, adil, mendidik dan terhindar dari pemalsuan
b) Tersedianya hak pilih dan nilai tukar yang wajar
c) Hak untuk mendapatkan keamanan produk dan lingkungan sehat
d) Hak untuk mendapatkan advokasi dan penyelesaian sengketa
e) Hak untuk mendapatkan perlindungan dari penyalahgunaan
keadaan
f) Hak untuk mendapatkan ganti rugi akibat negatif dari suatu
produk.
48
Ibid., h. 367.
26
Konsepsi hukum Islam memahami hubungan kontraktual kedua
belah pihak dapat dianggap baik, jujur, adil dan seimbang jika mengetahui
hakikat dan kondisi persetujuan yang disepakati pada awal proses transaksi
atau promosi. Karena tidak terdapat pengkhususan pada perjanjian awal
untuk memberlakukan produk dengan batas tertentu. Disamping itu, di
dalam Islam informasi produk yang diberikan kepada konsumen tidak
hanya berhubungan dengan kuantitas dan kualitas barang akan tetapi juga
berkaitan dengan efek samping atau bahaya pemakaian, kepercayaan
terhadap agama tertentu, seperti informasi halal atau haramnya suatu
produk, resiko pemakaian barang dikenakan pada pelaku usaha sebagai
penyebab kerugian karena melanggar prinsip hati-hati atau sewenang-
wewenang dalan penggunaan hak.49
Persoalan pemenuhan hak konsumen terhadap harga yang tidak
normal di pasar, fikih Islam telah menawarkan banyak solusi yaitu dengan
pelanggaran ribawi, pelanggaran monopoli dan persaingan tidak sehat.
Hal-hal yang berhubungan dengan hak dan kewajiban bagi
konsumen dan pelaku usaha terdapat beberapa kesamaan dan perbedaan
diantaranya:
a) Hak konsumen maupun pelaku usaha tidak bersifat mutlak dan
ditentukan oleh syara
49
Ibid., h. 364.
27
b) Hak informasi yang diterima konsumen selain menyangkut
kualitas dan kuantitas juga termasuk informasi kehalalan suatu
produk
c) Hak konsumen dalam kebebasan memilih barang, selain diukur
dengan nilai tukar juga mempertimbangkan hak orang lain yang
terlebih dahulu melakukan penawaran terhadap suatu produk
d) Kewajiban pelaku usaha dalam beriktikad baik dimulai sejak
barang dirancang sampai pada tahap awal penjualan
e) Kewajiban bagi konsumen dalam beriktikad baik dimulai
sebelum transaksi maupun saat transaksi dan membayar sesuai
harga yang telah disepakati dan dilandasi rasa saling rela, yang
terealisasi dengan adanya ijab dan kabul.50
G. Metode Penelitian.
1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif, karena sesuai dengan masalah
yang dikaji dalam penelitian ini yaitu tentang praktik kewajiban pelaku
usaha memberikan informasi produk pada konsumen dalam jual beli
parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram.
Maka jenis penelitiannya kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari
perilaku yang diamati.51
50
Ibid., h. 364. 51 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1993), h. 3.
28
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan yang
bersifat kualitatif dengan karakteristik deskriptif, karena pada pendekatan
ini sesuai dengan fakta yang terjadi dimasyarakat atau empirik.
Adapun alasan lain peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif adalah karena penelitiaan ini terkait dengan praktik yang terjadi
dimasyarakat, terutama dikalangan pelaku usaha parfum isi ulang di
daerah Kota Mataram sehingga memudahkan peneliti mendapatkan data-
data yang valid tentang kewajiban pelaku usaha memberikan informasi
produk pada konsumen dalam jual beli parfum isi ulang di toko parfum
Kecamatan Mataram Kota Mataram.
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiaran peneliti adalah peran dan upaya peneliti dalam
memperoleh data atau informasi. Dalam penelitian ini peneliti secara
langsung ke lapangan untuk mendapatkan data atau informasi dari
responden, yaitu pelaku usaha di toko parfum Kecamatan Mataram Kota
Mataram dan konsumen dengan metode wawancara, dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan objek yang diteliti. Selain itu,
peneliti menggunakan metode observasi untuk mengetahuai proses parfum
isi ulang tanpa memberikan informasi produk terhadap konsumen. Begitu
juga peneliti menggunakan metode dokumentasi untuk mendapatkan data
profil, nama produk parfum di toko parfum, seperti RP, CP, ZPR dan AP
Kecamatan Mataram Kota Mataram.
29
3. Sumber data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat di
kelompokkan sebagai berikut:
a. Sumber primer, adalah data yang akan diperoleh langsung dari sumber
pertama.52 Diantaranya pihak-pihak yang terlibat dalam permasalahan
yang diteliti, yakni: pelaku usaha (parfum isi ulang) dan konsumen
parfum isi ulang.
b. Sumber sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi,
buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan
sebagainya.53 Seperti al-Quran, hadis, buku-buku fikih muamalah dan
karya ilmiah yang terkait dengan tema peneliti.
4. Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini,
maka peneliti menggunakan beberapa metode dalam proses pengumpulan
data ini, sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data di mana peneliti
mengadakan pengamatan secara langsung yang diselidiki baik
pengamatan itu dilakukan di dalam situasi sebenarnya maupun
dilakukan dalam situasi buatan, yang khusus diadakan.54
52Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 30. 53Ibid, h. 30.
54Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), h. 26.
30
Peneliti melakukan observasi secara lansung tentang praktik
dan kewajiban pelaku usaha memberikan informasi produk pada
konsumen dalam jual beli parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan
Mataram Kota Mataram, seperti cara penjualan, pengisian botol
kosong yang diisi alkohol dan bibit parfum di toko parfum
diantaranya: RP, CP, ZPR dan AP Kecamatan Mataram Kota
Mataram, serta jawaban atau tanggapan konsumen dalam melakukan
transaksi jual beli parfum isi ulang.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh
keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu, dan tujuan ini
dapat bermacam-macam, antara lain untuk diagnose dan treatment.55
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara tidak terstruktur, yaitu suatu wawancara yang disertai
dengan suatu daftar pertanyaan yang sudah disiapkan atau sudah
disusun sebelumnya tetapi tidak tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan data-data. Pihak-pihak yang diwawancara antara
lain: pelaku usaha (pemilik parfum isi ulang dan karyawan),
diantaranya toko RP, CP, ZPR, AP dan para konsumen atau pembeli.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data terhadap
berkas-berkas atau dokumen berupa catatan, transkrip, surat kabar dan
55Ibid, h. 95.
31
sebagainya.56 Sedangkan dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian
ini antara lain profil toko isi ulang parfum Kecamatan Mataram Kota
Mataram, di antaranya RP, CP, ZPR dan AP, nama-nama produk dari
parfum isi ulang dan lain sebagainya.
5. Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode
ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna
yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.57
Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan peneliti adalah
pendekatan kualitatif dengan induktif, yang dimaksud dengan induktif
adalah merumuskan fakta-fakta, selanjutnya sebab akibat, dan kemudian
mereka-reka probabilitas.58 Sesuai dengan analisis data yang akan
digunakan peneliti dari yang bersifat khusus ke yang bersifat umum, oleh
karena itu akan dipaparkan dari data yang khusus tentang praktik
kewajiban pelaku usaha dan akibat hukum tidak memberikan informasi
produk di toko parfum Kecamatan Matarama Kota Mataram, sedangkan
yang bersifat umumnya akan dijelaskan tentang kewajiban pelaku usaha
memberikan informasi produk parfum isi ulang dengan tinjauan konsep
jual beli dalam fikih muamalah.
6. Validitas data
Guna mendapatkan data atau informasi yang benar-benar akurat,
tentuanya data tersebut perlu diuji kebenarannya. Upaya-upaya untuk
56 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 89. 57Moh.Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Graha Indonesia, 1988), h. 63. 58Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum…,h. 16.
32
menguji keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan cara
yakni antara lain:
a. Menambah Sumber data, selain para pelaku usaha parfum isi ulang dan
para konsumen, peneliti sumber data yang berasal dari observasi,
wawancara, dokumentasi, al-Quran, hadis dan referensi dari buku-
buku, Undang-Undang, karya ilmiah dan profil toko parfum
Kecamatan Mataram Kota Mataram.
b. Triangulasi merupakan teknik pemerikasaan data yang memanfaatkan
sesuatu di luar data itu, untuk keperluan pengecekan atau
perbandingan. Hal ini untuk memadukan apa yang dialami, dilihat, apa
yang didengar oleh peneliti, sehingga nantinya penelitian tidak
bertolak belakang dengan fakta dan realita yang ada. Dalam hal ini
peneliti membandingkan data dari hasil wawancara dengan observasi,
yang berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha dalam memberikan
informasi produk pada konsumen dalam jual beli parfum isi ulang dan
akibat hukum tidak memberikan informasi produk pada konsumen
dalam jual beli parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan Mataram
Kota Mataram.
H. Sistematika Pembahasan
Dalam skirpsi ini terdiri dari IV (empat) bab, yaitu Bab I adalah
pendahuluan yang meliputi konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan dan
manfaat penelitian, lokasi dan setting penelitian, telaah pustaka, kerangka
teoretik, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
33
Adapun bab II terdiri dari paparan data dan temuan hasil penelitian,
yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian dan praktik tentang
kewajiban pelaku usaha memberikan informasi produk pada konsumen dalam
jual beli parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram.
Selanjutnya bab III berkaitan dengan pembahasan dari hasil penelitian,
tentang analisis tinjauan fikih muamalah terhadap praktik kewajiban pelaku
usaha memberikan informasi produk pada konsumen dalam jual beli parfum
isi ulang di toko parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram dan tinjauan fikih
muaamalah terhadap akibat hukum tidak memberikan informasi produk pada
konsumen dalam jual beli parfumisi ulang pada konsumen di toko parfum
Kecamatan Mataram Kota Mataram.
Sedangkan bab IV adalah penutup yang meliputi kesimpulan dan
saran. Kesimpulan ini dimaksud sebagai akhir dari sebuah penelitian, hal ini
sangat penting untuk penegasan terhadap bab I, II, III. Sedangkan saran
merupakan harapan dari peneliti agar karya tulis yang dibuatnya memberikan
kontribusi yang bagus, sehingga membutuhkan pihak lain yang berkompeten
dalam hal ini.
34
BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. 1. Sejarah Toko Parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram
Dalam penelitian ini toko parfum isi ulang yang peneliti jadikan
sebagai objek penelitian di Kecamatan Mataram Kota Mataram dengan
beberapa jumlah toko Parfum isi ulang, akan tetapi peneliti mengambil 4
(empat) toko parfum isi ulang, dengan sejarah pendirian tokonya sebagai
berikut:
a. RP dan CP
RP merupakan toko parfum yang khusus menjual berbagai jenis
parfum isi ulang yang didirikan pada tanggal 5 Mei 2016, oleh HS, di jalan
Airlangga nomor 86, Punia Kecamatan Mataram, Kota Mataram. RP
memiliki cabang baru yang dinamakan CP yang didirikan pada tanggal 8
Agustus 2017, di jalan Pendidikan nomor 11A Gomong Mataram. Tujuan
didirikannya kedua toko parfum tersebut adalah keinginan dari saudara HS
serta banyaknya peminat dari para konsumen pada parfum khususnya
parfum isi ulang. Jumlah karyawan kedua toko parfum ini ada empat orang.
Dua orang di RJ dan dua orang di CP.59
b. ZPR
ZPR adalah toko parfum yang menjual berbagai jenis parfum isi
ulang, yang didirikan oleh ZH pada tanggal 21 Mei 2012 di jalan Pendidikan
59HS, Pelaku Usaha Toko RJ dan CP. Wawancara Jumat tanggal 5 Januari 2018.
35
No.1A Gomong Mataram. Dengan jumlah karyawan hanya satu orang yang
bernama RM.60
c. AP
AP adalah sebuah toko parfum biasa yang menjual berbagai jenis
parfum isi ulang, yang didirikan oleh AM pada tanggal 25 januari 2015
dijalan pemuda nomor 11 Mataram. Tujuan didirikannya usaha parfum isi
ulang ini adalah keinginan dari AM yang ingin berdagang.61
2. Letak Geografis
Toko parfum diantaranya: RP, CP, ZRP dan AP yang berada
dikecamatan Mataram ini tempatnya cukup strategis dan dipusat keramaian
sehingga para konsumen dengan mudah dapat melakukan transaksi jual beli
parfum isi ulang sesuai dengan yang dibutuhkan dengan batas-batas sebagai
berikut:
a. RP dan CP
a) RP
(a) Batas Utara : Pertokoan jalan Airlangga
(b) Batas Selatan : Pertokoan
(c) Batas Timur : Rumah penduduk Punia
(d) Batas Barat : Taman Budaya
b) CP
(a) Batas Utara : Rumah penduduk
(b) Batas Selatan : Kantor Dinas Pendidikan
60ZH, pelaku usaha toko ZPR. Wawancara Senin tanggal 1 Januari 2018. 61 AM, pelaku usaha toko AP. Wawancara, Senin tanggal 1 Januari 2018.
36
(c) Batas Timur : Kantor DPD Golkar
(d) Batas Barat : Sekolah Muhammadiyah62
b. ZPR
a) Batas Utara : Kantor DPD Golkar
b) Batas Selatan : Rumah Warga Gomong
c) Batas Timur : STIE AMM Mataram
d) Batas Barat : Pertokoan di jalan pendidikan Kota Mataram63
c. AP
a) Batas Utara : Rumah Makan Upey
b) Batas Selatan : Rumah Warga Gomong Sakura
c) Batas Timur : Toko Service Laptop jln Pemuda Gomong
d) Batas Barat : Konter Moro Cell64
3. Keadaan sarana dan prasarana
Toko parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram ini yang peneliti
temukan ada empat toko parfum isi ulang yang diantaranya: RP, CP, ZPR , dan
AP, memiliki masing-masing gedung pertokoan yang cukup sederhana dan
tidak luas, yang di dalam tokonya terdapat beberapa lemari untuk berbagai
jenis produk parfum, dan botol-botol kosong dengan berbagai ukuran serta
terdapat alat yang digunakan dalam meracik parfum isi ulang seperti alat
suntik, alkohol dan cairan pembersih botol.65
62Observasi, RP dan CP. Jumat tanggal 5 Januari 2018. 63Observasi, ZPR. Rabu tanggal 3 Januari 2018. 64Observasi, AP. Senin tanggal 1 Januari 2018.
65Observasi, Toko Parfum (RJ, CP, ZPR dan AP), Senin s/d Jumat 1 s/d 5 Januari 2018.
37
4. Jenis barang (produk)
Nama–nama produk parfum isi ulang di toko parfum raja parfum,
central parfum, zuma parfum refill dan athar parfum Kecamatan Mataram Kota
Mataram.66
NO NAMA-NAMA PRODUK PARFUM ISI ULANG
1. Bvlgary Aqua Pour Homme
2. Dunhill Desire Blue
3. Chinique Happy Man
4. Soft Alrehab
5. Choco Musk/ coklat
6. Vanilla Bodies Shop
7. Aigner Black Man
8. Ariel Impulse
9. Kenzo Batang
10 Bvlgary Ceo
11 Amor
12 Lovely Alrehab
13 Victoria
14 Apple
15. Cinderella by Ninan Ricci
16. Selena Gomez
17. Paris Hilton Passport
18. Nagita Slavina
19. Anna Sui Dream
20. Miu-Miu by Prada
66Dokumen, Best Seller Parfume for Male and Famale, Toko Parfum (RJ, CP, ZPR dan
AP) Senin s/d Jumat 1 s/d 5 Januari 2018.
38
B. Praktik Pelaku Usaha Memberikan Informasi Produk pada Konsumen
dalam Jual beli Parfum Isi Ulang di Toko Parfum Kecamatan Mataram
Kota Mataram
Praktik pemberian Informasi produk parfum isi ulang di empat toko
parfum seperti RJ, CP, AP dan ZPR di Kecamatan Mataram Kota Mataram
dengan hasil wawancara sebagai berikut:
1. Bentuk Perjanjian Jual Beli Parfum Isi Ulang
Berdasarkan hasil wawancara, peneliti menemukan bahwa bentuk
perjanjian jual beli parfum isi ulang antara pelaku usaha dan konsumen
dilakukan dalam dua bentuk perjanjian yaitu lisan, informasi secara lisan
memberikan kemudahan dan tidak akan menaikkan harga parfum yang
dijualnya, bagi salah seorang pelaku usaha ini seperti yang diungkapkan
AM tentang kewajibannya memberikan informasi kepada konsumen
mengatakan “Tidak ada secara tertulis lebih baik memberikan informasi
secara lisan karena lebih jelas, dibandingkan dengan memberikan informasi
secara tertulis dan itu akan bisa menaikan harga parfum isi ulang jika ada
pemberian informasi pada kemasan botol parfum”.67 Hal tersebut didukung
dengan observasi peneliti pada toko parfum tersebut pada saat melakukan
transaksi jual beli dengan konsumen.68 Sedangkan pelaku usaha yang
lainnya memberikan tanggapan seperti yang diungkapkan HS yang
mengatakan “Karena tanpa diberitahu konsumen sudah tahu jika parfum
67 AM, pelaku usaha toko AP. Wawancara, Senin tanggal 1 Januari 2018. 68
Observasi, toko parfum (AP), Senin tanggal 1 Januari 2018.
39
yang murni tidak seperti itu botol kemasannya”.69 Serta tanggapan yang
berbeda pula dari salah satu pelaku usaha yang berkaitan dengan pemberian
informasi secara lisan, seperti yang diungkapkan RM, mengatakan
“Pemberian informasi secara lisan sudah menjadi kebiasaan dari toko
karena sebagian besar informasi tentang parfum ini tidak ada secara tertulis
dari pemiliknya”.70
2. Mekanisme atau Prosedur Perjanjian Jual beli Parfum Isi Ulang
a. Bertemunya Penjual dan Pembeli dalam Satu Tempat
Berdasarkan hasil wawanacara peneliti dengan penjual dan pembeli
berkaitan denga bertemunya penjual dan pembeli satu tempat menurut HS
“pembeli datang ke toko dan kami bertemu di toko karena kami disini
menjual parfum isi ulang yang diinginkan pembeli dilihat dari pamplet
yang kami pajang di depan toko”.71 Sedangkan menurut salah satu pembeli
ini mengatakan “saya datang ke tokonya kami bertemu disini karena
sebelumnya saya sudah terbiasa beli parfum di toko ini, saya tau toko ini
jual parfum isi ulang karena saya lihat pamplet yang dipajang”.72
b. Penawaran Harga Parfum Isi Ulang
Penawaran harga pada produk parfum isi ulang oleh konsumen ini
tidak ada seperti yang diungkapkan RM, mengatakan, “Tergantung yang
dinginkan konsumen, kisaran harganya dari Rp 5000 (lima ribu rupiah)
sampai harga Rp. 100.000 (seratus ribu) berbeda botol atau ukuran
69 HS, pelaku usaha toko RP dan CP. Wawancara, Jumat tanggal 5 Januari 2018. 70 RM, pelayan toko ZPR. Wawancara, Rabu tanggal 3 Januari 2018. 71
Hs, pelaku usaha toko RJ. Wawancara, Sabtu tanggal 21 Juli 2018. 72 Pembeli, di toko Parfum AP. Wawancara, Sabtu tanggal 21 Juli 2018.
40
berbeda harga”.73 Sedangkan menurut AM, mengatakan, “Informasi
harga kepada konsumen ini bervariasi, tergantung ukuran botol yang
diinginkan oleh konsumen, karena setiap ukuran botol memiliki harga
yang berbeda-beda”.74 Dan terkait dengan ukuran ml dalam satu botol
parfum isi ulang terdapat beberapa ukuran mulai dari ukuran yang
minimal sampai maksimal. Menurut HS “Terdapat ukuran dari yang 4
ml sampai dengan ukuran 100 ml, dan itu untuk jenis parfum isi ulang
yang bentuk roll dan spray, harga tergantung ukuran botol dan
jenisnya”.75 Sehingga berdasarkan hasil penelitian peneliti bahwasanya
penawaran harga antara penjul parfum dengan pembeli tidak ada
disebabkan harga sudah ditetapkan oleh penjual pada setiap ukuran batol
dan jenisnya.
c. Penjelasan Produk Parfum isi Ulang
Sebagai pihak yang menjelaskan dan memberikan informasi
produk parfum isi ulang dilakukan dengan cara tertulis dan lisan.
a. Tertulis
Pemberian informasi secara tertulis menurut HS dengan cara
memberikan paket penjualan yang disediakan di toko supaya konsumen
lebih gampang memilih sesaui dengan harga yang diinginkan, seperti
yang diungkapkannya “Apabila konsumen membeli parfum isi ulang
biasanya kami berikan paket penjualan kepada konsumen yang sudah
kami sediakan di toko, dijelaskan harga parfum setiap botol
73 RM, pelayan toko ZPR. Wawancara, Rabu tanggal 3 Januari 2018.
74 AM, pelaku usaha toko AP. Wawancara, Senin tanggal 1 Januari 2018.
75 HS, pelaku usaha toko RP dan CP. Wawancara, Jumat tanggal 5 Januari 2018.
41
perukurannya dan keterangan cara penggunaan”.76 Penyedian paket yang
disediakan pada toko tersebut didukung dengan dokumentasi yang
dilakukan peneliti selama penelitian”.77 Sedangkan menurut toko parfum
yang lainnya memberikan tanggapan tentang pemberian informasi secara
tertulis hanya pada bagian harga parfumnya saja, seperti yang
diungkapkan oleh ZH mengatakan “Pemberian informasi secara tertulis
pada harga parfum tertentu yang kisaran ukurannya di atas 10 ml, baru
kami printkan harga setiap ml nya”.78 Pemberian informasi secara
tertulis oleh pelaku usaha ini hanya pada bagian tentang informasi harga,
sedangkan untuk informasi yang lainnya tidak ada.
b. Lisan
Penyampain inforamsi secara lisan pada kemasan produk parfum
isi ulang, menurut RM, mengatakan “Tidak tahu, karena saya tidak
pernah diberikan informasi atau alasan dari pemilik toko parfum ini”.79
Sedangkan HS sebagai pemberi informasi kepada konsumen
mengatakan “Karena tanpa diberitahu konsumen sudah tahu jika parfum
yang murni tidak seperti itu botol kemasannya”.80 Tanggapan yang
berbeda dari salah satu pelaku usaha yang memberikan informasi
kepada konsumen, mengatakan “Informasi dari pabriknya ada, tapi
kalau kami yang disini tidak ada pemberian informasi secara tertulis
76 HS, pelaku usaha toko RP dan CP. Wawancara, Jumat tanggal 5 Januari 2018. 77
Dokumen, paket penjualan dan ND, toko parfum (RJ dan CP) Jumat tanggal 5 Januari 2018.
78 ZH, pelaku usaha toko ZPR. Wawancara, Rabu tanggal 3 Januari 2018. 79 RM, pelayan toko ZPR. Wawancara, Rabu tanggal 3 Januari 2018.
80
HS, pelaku usaha toko RP dan CP. Wawancara, Jumat tanggal 5 Januari 2018.
42
karena kami tidak menjual barang jadi”.81 Hal tersebut didukung
dengan observasi yang di lakukan peneliti dibeberapa toko parfum
tersebut”.82 Dan penjelasan produk parfum isi ulang ini secara
sepenuhnya tidak disampaikan secara lengkap tergantung pada
pertanyaan konsumen.
d. Transaksi Jual beli Parfum Isi Ulang
Berdasarkan hasil wawancara dengan para pelaku usaha, yang
berkaitan dengan transaksi jual beli parfum isi ulang antara pelaku usaha
dan konsumen, seperti yang diungkapan oleh RM mengatakan “transaksi
yang kami lakukan dengan pembeli berawal dari pembeli datang toko
dan menginginkan parfum yang disuka setelah dapat baru dibayar”.83
Sedangkan menurut salah satu pelaku usaha ini seperti yang
diungkapkan oleh ZH mengatakan “Biasanya kami memberikan
informasi sebelum membeli dan informasi tersebut berkaitan dengan
aroma dan perbandingan pada parfum setelah pembeli setuju baru
transaksi dilakukan”.84 Sedangkan menurut HS mengatakan “Biasanya
konsumen bertanya dulu sebelum membeli aroma apa yang bagus dan
bertanya harga dari parfum isi ulang, dan kita sebagai penjual mengikuti
keinginan konsumen”.85
e. Penggunaan Parfum oleh Konsumen
81
ZH, pelaku usaha toko ZPR. Wawancara, Rabu tanggal 3 Januari 2018. 82
Observasi, toko parfum (RP, ZPR), Jumat tanggal 5 Januari 2018. 83
RM, pelayan toko ZPR. Wawancara, Rabu tanggal 3 Januari 2018. 84 ZH, pelaku usaha toko ZPR. Wawancara, Rabu tanggal 3 Januari 2018. 85
HS, pelaku usaha toko RP dan CP. Wawancara, Jumat tanggal 5 Januari 2018.
43
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pelaku usaha dan
konsumen penggunaan parfum isi ulang ini biasanya digunakan untuk
kepentingan pribadi seperti yang diungkapkan oleh selaku konsumen
Muzayana menyatakan bahwa: “Selama saya membeli parfum isi ulang
saya selalu gunakan untuk pakai dan pengharum badan saya dan
biasanya saya gunakan setelah mandi atau ingin bepergian”.86
Sedangkan sebagai pihak penjual tidak pernah menanyakan penggunaan
untuk apa setiap parfum yang dibeli oleh konsumen seperti yang
diungkapkan saudara ZH mengatakan “saya tidak pernah menanyakan
kepada pembeli untuk penggunaan parfum isi ulang yang dibeli di toko
saya karena sepengetahuan saya juga pembeli beli parfum untuk
kepentingan pribadi untuk mengharumkan badannya”.87 Sedangkan
tanggapan yang berbeda dari pelaku usaha toko lainnya, seperti yang
diungkapkan oleh saudara
3. Isi Informasi Produk Parfum Isi Ulang
Berdasarkan hasil wawancara dengan pelaku usaha parfum isi
ulang, terkait dengan isi informasi produk parfum yang disediakan untuk
konsumen jenis-jenis, bahan-bahan, dan status alkohol parfum isi ulang
dengan tanggapan sebagai berikut:
a. Jenis-jenis parfum isi ulang
Menurut ZH selaku pemilik toko parfum ZPR ini menjelaskan
bahwa: “Jenis parfum yang dijual ada yang campuran dan hanya bibit
86 Azmiayati Muzayana, konsumen. Wawancara, Jumat tanggal 12 Januari 2018. 87
ZH, pelaku usaha toko ZPR. Wawancara, Rabu tanggal 3 Januari 2018.
44
parfum saja, kalau yang campuran yang jenisnya spray ditambahkan
alkohol dan bibit parfum, sedangkan untuk yang bibit parfum saja itu
untuk jenis roll dengan perbandingan 60:40 atau 70:30”.88 Keterangan
yang sama diberikan oleh salah satu pelaku usaha, HS mengatakan
“Jenis parfum yang saya jual disini parfum baju (laudry) dan parfum isi
ulang yang berbentuk roll dan spray”.89 Sedangkan untuk toko parfum
lainya jenis parfum yang di jual sama, tetapi dari segi perbandingan yang
berbeda seperti yang diungkapkan oleh RM mengatakan “Jenisnya ada
yang campuran dan hanya bibit, kalau yang bibit botolnya berbentuk roll
sedangkan untuk yang campuran alkohol tergantung dari keinginan
pembeli”.90 Penjelasan dari para pelaku usaha yang berhubungan dengan
jenis-jenis parfum isi ulang tersebut didukung dengan observasi peneliti
dibeberapa toko parfum tersebut.91
b. Bahan-bahan parfum isi ulang
Bahan-bahan yang terkandung dalam produk parfum isi ulang ini,
menurut ZH mengatakan, “Dari bahan-bahan sentetis alami yang di
sentesiskan”.92 Sedangkan menurut pelaku usaha lainnya, seperti yang
diungkapkan HS mengatakan “Bahan-bahan parfum tersebut dari jenis-
jenis tumbuhan”.93 dan untuk asal bahan-bahan parfum isi ulang menurut
AM tidak diketahuinya sebagai pelaku, dengan tanggapan “Tidak
88 ZH, pelaku usaha toko ZPR. Wawancara, Rabu tanggal 3 Januari 2018. 89
HS, pelaku usaha toko RP dan CP. Wawancara, Jumat tanggal 5 Januari 2018. 90
RM, pelayan toko ZPR. Wawancara, Rabu tanggal 3 Januari 2018. 91
Observasi, toko parfum (RP, ZPR), Rabu tanggal 3 Januari 2018. 92 ZH, pelaku usaha toko ZPR. Wawancara, Rabu tanggal 3 Januari 2018. 93 HS, pelaku usaha toko RP dan CP. Wawancara, Jumat tanggal 5 Januari 2018.
45
diketahuinya, karena informasi yang diberikan dari agennya tidak ada
pemberitahuan”.94
c. Status Alkohol dalam Parfum Isi Ulang
Status alkohol pada produk parfum ini, menurut salah satu pelaku
usaha mengatakan “Status parfum yang dijual terdapat campur bahan
alkohol dan tidak, jika konsumen memilih parfum yang bentuknya spray
maka terdapat campuran alkohol, jika memilih parfum yang roll maka
tidak ada campuran alkohol, dan menurut penjual status alkohol yang
dipakai halal, kerana tidak memabukkan”.95 Tentang status alkohol dan
bahan asal parfum isi ulang menurut ZH mengatakan bahwa “Status
alkoholnya halal karena alkohol jenis denature dan asal bahan
parfumnya kurang tahu secara jelas”.96 Sedangkan menurut AM sebagai
pelaku usaha yang mengetahui kualitas parfum isi ulang yang dijualnya
halal karena terdapat dari alkohol murni, dengan mengatakan “ Kualitas
parfum yang saya jual bagus karena karena terdapat alkohol murni 96%
dan statusnya halal”.97
94
AM, pelaku usaha toko AP. Wawancara, Senin tanggal 1 Januari 2018. 95 ZH, pelaku usaha toko ZPR. Wawancara, Rabu tanggal 3 Januari 2018. 96Ibid, Rabu 3 Januari 2018. 97AM, pelaku usaha toko AP. Wawancara, Senin tanggal 1 Januari 2018.
46
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis Tinjauan Fikih Muamalah terhadap Praktik Pelaku Usaha
Memberikan Informasi Produk pada Konsumen dalam Jual beli Parfum
Isi Ulang di Toko Parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram
Kewajiban pelaku usaha memberikan informasi kepada konsumen
merupakan suatu keharusan untuk memenuhi kewajibannya sebagai pelaku
usaha (penjual). Apabila ditinjau dari segi aturan hukum Islam, khususnya
dalam jual beli, pedagang atau pelaku usaha ini memiliki kewajiban kepada
konsumen serta terpenuhinya syarat dan rukun jual beli. Dalam kaidahnya
mengatakan semua jenis jual beli diperbolehkan terkecuali ada dalil yang
mengharamkannya. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyyah:
يمها ح دل دليل عل . صل في اعاما لباح إا أ
Artinya: Hukum asal dalam semua bentuk mu‟amalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.98 1. Bentuk Perjanjian Jual Beli Parfum Isi Ulang
Berdasarkan hasil wawancara, peneliti menemukan bahwa bentuk
perjanjian jual beli parfum isi ulang antara pelaku usaha dan konsumen
dilakukan dalam dua bentuk perjanjian yaitu lisan dan tertulis. Pada setiap
toko tersebut memiliki alasan-alasan yang berbeda dalam bentuk perjanjian
yang digunakan dan disampaikan kepada konsumen di lihat dari tingkat
keuntungan yang dihasilkan seperti Pada beberapa toko yang peneliti
jadikan objek penelitian, yang berhubungan dengan kewajiban memberikan
98 Djazuli, Kaidah-kaidah Fiqh (Jakarta: Kencana Penada Media Grup 2006), h. 130
47
informasi kepada konsumen antara toko parfum RJ,CP,AP dan ZPR
Kecamatan Kota Mataram Kota Mataram berbeda-beda cara memberikan
informasi, toko parfum RJ,CP dan ZPR menggunakan informasi secara
tertulis sedangkan toko parfum AP lebih baik memberikan secara lisan.
Perbedaan cara memberikan informasi pada toko parfum tersebut
berdasarkan pemahaman serta keinginan dan mencari keuntungan. Toko
AP menggunakan cara lisan karena alasan supaya jelas dan tidak menaikan
harga parfum isi ulangnya, sedangkan toko parfum RJ, CP dan ZPR
menggunakan tertulis dalam bentuk informasi paket penjualan. Kedua
perbedaan dan alasan tersebut menjadi tolak ukur terkait dengan tata cara
jual beli yang sah menurut hukum Islam.
Maka secara teori muamalah berkaitan dengan shigat ijab dan
kabul yang berhubungan dengan bentuk perjanjian jual beli parfum isi
ulang dalam memberikan informasi produk. Pada dasarnya, ijab kabul
dilakukan dengan lisan, tetapi kalau tidak memungkinkan misalnya
pembelinya bisu atau hal yang lainnya, boleh dengan sesuatu yang
mengandung ijab kabul, adapun cara-cara dalam ijab kabul adalah sebagai
berikut:
a. Ucapan, artinya pernyataan kehendak yang paling penting melalui
pengetahuan kita terhadap kehendak sejati dari ucapan seseorang karena
inilah yang paling banyak terjadi. Ucapan dapat terjadi dalam akad
antara pihak-pihak yang saling berhadapan langsung, seperti orang
berjual beli dalam toko, dan dapat pula terjadi antara pihak yang tidak
48
berhadapan langsung (berjauhan) dengan menggunakan sarana
telekomunikasi seperti telepon.
b. Tertulis, artinya para pihak yang melakukan perundingan untuk
membuat perjanjian (akad) tidak mesti selalu berada di tempat yang
sama, mungkin mereka berada di tempat yang berjauhan sehingga tidak
mungkin dilakukan komunikasi secara tatap muka. Untuk menanyakan
kehendak dalam keadaan berjauhan ini dapat dilakukan dengan
mengirim utusan atau mengirim surat.
c. Isyarat, artinya isyarat dapat dipahami dalam arti jelas maksudnya dan
tegas menunjukkan kehendak untuk membuat perjanjian.
d. Perbuatan, artinya perikatan yang dapat dilakukan dengan perbuatan saja
tanpa lisan, tulisan maupun isyarat. Adanya perbuatan memberi dan
menerima dari para pihak yang saling memahami perbuatan perikatan
tersebut dan segala akibat hukumnya.99
2. Mekanisme atau Prosedur Perjanjian Jual beli Parfum Isi Ulang
Tata cara perjanjian jual beli parfum isi ulang di toko parfum
Kecamatan Mataram Kota Mataram berdasarkan hasil wawancara dan
observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dapat menganalisis
menggunakan fikih muamalah diantaranya:
a. Bertemunya Penjual dan Pembeli dalam Satu Tempat
Bertemunya penjual dan pembeli pada satu tempat berdasarkan
hasil penelitian yang dikemukan pada bab sebelumnya bahwa penjual
99
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, h. 133-140.
49
dan pembeli bertemu di toko parfum dimana kedua belah pihak
melakukan transaksi jual beli yang diinginkan, maka secara teori fikih
muamalah telah memenuhi rukun dari akad jual beli yaitu adanya kedua
belah pihak yang berakad pada satu tempat yang telah diinginkan oleh
penjual dan pembeli parfum isi ulang, karena rukun akad dalam jual beli
ada empat diantaranya: para pihak yang membuat akad, pernyataan
kehendak para pihak, objek akad dan tujuan akad. Maka apabila keempat
rukun akad tersebut terpenuhi secara hukum Islam jual belinya dikatakan
sah.
b. Penawaran Harga Parfum Isi Ulang
Penawaran harga yang dilakukan oleh pembeli dalam transaksi jual
beli parfum isi ulang ini tidak ada disebabkan ketentuan harga yang telah
ditentukan oleh pihak penjual pada setiap permili botol parfum yang
dipatok mulai harga Rp.10.000 (sepuluh ribu rupiah), hingga Rp.
100.000 (seratus ribu rupiah). Perjanjian yang seperti ini dalam fikih
muamalahnya disebut perjanjian sepihak yang dibuat oleh penjual,
sehingga dalam Islam perjanjian sepihak yang dibuat oleh penjual tidak
dibenarkan karena tidak berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
dalam menyepakati harga yang diinginkan, maka secara teori fikih
muamalahnya berkaitan dengan konsepsi hukum Islam memahami
hubungan kontraktual kedua belah pihak dapat dianggap baik, jujur, adil
dan seimbang jika mengetahui hakikat dan kondisi persetujuan yang
disepakati pada awal proses transaksi atau promosi. Karena tidak
50
terdapat pengkhususan pada perjanjian awal untuk memberlakukan
produk dengan batas tertentu.
Persoalan pemenuhan hak konsumen terhadap harga yang tidak
normal di pasar, fikih Islam telah menawarkan banyak solusi yaitu
dengan pelanggaran ribawi, pelanggaran monopoli dan persaingan tidak
sehat. Sehingga peneliti dapat menganalisis bahwa konsumen memiliki
hak berdasarkan prinsip-prinsip dalam fikih muamalah yaitu salah
satunya keadilan dan kebenaran, karena hubungan perdata tidak boleh
mengandung unsur-unsur penipuan, penindasan, pengambilan
kesempatan pada waktu pihak lain sedang berada dalam kesempitan.
c. Penjelasan Produk Parfum isi Ulang
Penjelasan produk parfum isi ulang yang disampaikan penjual
kepada pembeli seperti tidak ada penyampaian informasi secara jelas
tentang isi berat parfum, komposisi atau bahan parfum, aturan pakai,
label halal dalam produk, nama barang, alamat penjual parfum isi ulang.
secara jelas dan rinci tidak disampaikan secara benar baik penjelasan
secara lisan atau tertulis tidak ada, sehingga penjelasan atas barang yang
dijual merupakan suatu keharusan bagi penjual khususnya penjelasan
informasi secara tertulis yang disampaikan pada produk parfum isi
ulang, karena barang yang dijadikan sebagai objek transaksi harus sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah, karena apabila sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah, keberadaan objek yang dijadikan perikatan akan
memberikan kemaslahatan bagi manusia karena syarat keabsahan akad
51
untuk objek akad apabila penyerahan itu tidak menimbulkan kerugian
(dharar) dan apabila menimbulkan kerugian maka akadnya fasid,
sehingga diperlukan penyampaian informasi secara jelas baik secara
lisan atau tertulis bagi penjual agar terhindar dari transaksi yang
menimbulkan kerugian dan ketidak relaan bagi pembeli.
d. Transaksi Jual beli Parfum Isi Ulang
Transaksi jual beli parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan
Mataram Kota Mataram yang dilakukan oleh penjual dan pembeli
dimulai saat pembeli datang ke toko kemudian bertanya kepada pembeli
aroma seperti apa yang diinginkan setelah sesuai dengan keinginan maka
pembeli membayar kemudian pergi meninggalkan toko. Sedangkan
transaksi objek akad harus dapat ditransaksikan dan bebas dari syarat
fasid dan bagi akad atas beban harus bebas dari riba, objek transaksi
menjadi fasid apabila penyerahan itu menimbulkan keraguan, gharar,
terdapat syarat fasid dan riba, maka diperlukan ketanggapan dan
kecerdasan bagi pihak penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi
agar informasi diciptakan dan yang dipertanyakan sejelaskan mungkin
agar terhindar dari objek transaksi akad yang fasid, sehingga menurut
peneliti transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak pada jual beli
parfum isi ulang ini belum memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang
telah dipersyaratkan bagi kedua belah pihak yaitu informasi atas produk
barang yang dijual dan dibeli. Transaksi jual beli yang seperti ini
52
biasanya terjadi di pasar atau pun ditempat lainnya, dalam fikih
muamalah jenis jual beli ini disebut ba‟i al-mu‟athah.
e. Penggunaan Parfum oleh Konsumen
Penggunaan parfum isi ulang oleh pembeli berdasarkan wawancara
dan observasi di toko parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram yang
dilakukan peneliti bahwasanya penggunaan parfum isi ulang digunakan
berdasarakan kepentingan pribadi dari masing-masing pembeli seperti
untuk mengharumkan badan, maka secara rukun akad dalam jual beli
yang keempat yaitu tujuan akad dan syarat dari tujuan akad jual beli ini
tidak bertentangan dengan syara, sedangkan pada jual beli parfum isi
ulang untuk penggunaan yang dilakukan oleh pembeli untuk
mengharumkan badan yang tidak bertentangan dengan syara.
3. Isi Informasi Produk Parfum Isi Ulang
Isi informasi produk parfum isi ulang yang dapat peneliti analisis
menggunakan fikih muamalah diantaranya jenis-jenis parfum isi ulang,
bahan-bahan parfum isi ulang dan status alkohol parfum isi ulang. Dari
hasil penelitian diantara beberapa toko parfum yang telah dijelaskan pada
bab sebelumnya, isi informasi yang disampaikan penjual berbeda-beda,
untuk jenis-jenis parfum isi ulang yang dijual antara toko yang satu
dengan yang lainnya sama yaitu parfum isi ulang jenis roll dan spray,
yang menjadi perbedaan diantara para penjual parfum isi ulang ini adalah
pengetahuan tentang bahan-bahan parfum isi ulang. Toko parfum ZPR
dan RJ mengetahui bahan-bahan parfum isi ulangnya sedangkan toko
53
parfum AP tidak mengetahui bahan-bahan parfum isi ulangnya, untuk
status parfum isi ulang yang dijual menurut para penjual parfum isi ulang
di toko parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram berpendapat bahwa
status parfum yang mereka jual halal dan bebas dari alkohol, sedangkan
menurut peneliti berdasarkan hasil obervasi di lapangan yang menjamin
adanya label yang menyatakan halal dalam produk parfum isi ulang tidak
ada. Maka dalam hukum Islam kebeneran dan kejujuran dalam
menyampaikan informasi harus berdasarkan prinsip-prinsip kejujuran
yang sesuai dengan aturan dalam syara, yang dimaksud dengan prinsip
kejujuran disini adalah hal yang harus dilakukan oleh manusia dalam
segala bidang kehidupan, termasuk dalam melaksanakan muamalat. Jika
kejujuran tidak diterapkan dalam perikatan, akan menimbulkan
perselisihan di antara pihak. Dalam al-Quran surat al-Ahzab ayat 70
Allah swt., berfirman:
100
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.
Tanggapan yang diberikan oleh pelaku usaha dari hasil wawancara,
obeservasi dan dokumentasi tentang kewajiban pelaku usaha memberikan
informasi produk parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan Mataram
Kota Mataram, yang berkaitan dengan isi informasi produk parfum isi
ulang di keempat toko parfum (RJ,CP,AP dan ZPR), pengetahuan tentang
100QS. al-Ahzab (33): 70.
54
isi produk parfum isi ulang seperti bahan-bahan, jenis-jenis parfum isi,
status parfum isi ulang berbeda-berbeda, artinya bahwa tingkat
pengetahuan penjual pada produk parfum isi ulang yang dijualnya tidak
sesuai pernyataan yang diungkapkan pada pembeli, sehingga kejujuran
yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
B. Tinjauan Fikih Muamalah Terhadap Akibat Hukum tidak Memberikan
Informasi Produk Pada Konsumen dalam Jual beli Parfum Isi Ulang di
Toko Parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram
Jual beli dalam Islam memiliki ketentuan yang berdasarkan akad atau
perjanjian, sehingga apabila pada praktik jual beli parfum isi ulang yang tidak
memberikan informasi secara tertulis dan tidak benar pada konsumen, maka
mengakibatkan akibat hukum yang mengikat. Akibat hukum dari praktik
pelaku usaha yang tidak memberikan informasi kepada konsumen dalam jual
beli parfum isi ulang ini berakibat pada dua pihak yaitu penjual dan pembeli.
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa, kewajiban pelaku usaha
dalam memberikan informasi produk parfum isi ulang secara sepenuhnya
belum terealisasikan, artinya bahwa pemenuhan hak-hak pembeli untuk
mendapatkan informasi secara benar dan menyeluruh tidak didapatkan akibat
tidak adanya informasi secara tertulis pada kemasan produk parfum isi ulang
secara lengkap disertai dengan tanggapan dari pembeli yang merasa dirugikan
akibat penyampain informasi tentang produk parfum isi ulang yang secara
lengkap tidak didapatkan, penyampaian informasi ini hanya pada bagian
tertentu saja seperti hanya informasi harga saja, sedangkan pihak pembeli
55
tidak hanya membutuhkan sebatas informasi saja melain pada informasi
komposisi parfum, kadalwarsa parfum, efek sampingan parfum, berat atau
netto parfum, namun menurut peneliti berdasarkan hasil wawancara dan
observasi, penyampain informasi tersebut tidak dapatkan oleh pembeli dan
pihak penjual tidak menyampaikannya. Sehingga pemenuhan hak akad dan
hukum akad tidak terpenuhi akibat tidak adanya hak dan kewajiban secara
timbal balik antara pembeli dan penjual dalam pemberian informasi secara
jelas, sehingga menyebabkan kerelaan dari pihak pembeli tidak ada dan
terkadang merasa di rugikan. Dalam surat An-Nisa‟ ayat 29 Allah swt
berfirman:
101
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Hukum Islam telah menentukan berbagai macam aturan yang
mengikat kedua orang yang melakukan jual beli supaya mengandung jual
beli yang berdasarkan aturan-atuaran syara. Pada jual beli parfum isi ulang
ini tidak ada dalil atau hukum yang mengharamkannya artinya boleh
dilakukan hanya saja apakah cara atau metode praktik yang dilakukan
secara benar atau tidak. Dalam fikih muamalah jual beli dikatakan sah
apabila telah memenuhi rukun dan syarat dari jual beli yang disebut
101 QS. An-Nisa (4): 29.
56
dengan syarat terbentuknya akad kemudian membentuk syarat keabsahan
akad yang apabila keabsahan akadnya terpenuhi maka adanya syarat untuk
berlakunya akibata hukum dan yang terakhir syarat yang mengikat akad
tersebut sehingga jual belinya dikatakan sempurna.
Menurut peneliti rukun akad dalam jual beli parfum isi ulang di
toko parfum Kecamatan Mataram Kota Mataram yang pertama telah
memenuhi yaitu adanya pihak yang membuat akad antara pembeli dan
penjual, pembeli dan penjual ini telah memenuhi syarat keabsahan akad
yaitu tamyiz dan berbilang (at-ta‟adud). Sedangkan untuk rukun yang
kedua yaitu pernyataan para kehendak (ijab dan kabul) kurang memenuhi
karena selama peneliti melakukan observasi pernyatan dari pihak penjual
dan pembeli tidak ada, sedangkan untuk syarat terbentuknya akad pada
rukun yang kedua ini para pihak harus adanya persesuaian ijab dan kabul
dengan adanya kata sepakat yang diucapkan dan kesatuan majelis akad,
maka untuk syarat keabsahan akadnya tidak dapat dilaksanakan karena
kurangnya syarat dari rukun yang kedua. Sedangkan pada rukun akad yang
ketiga yaitu objek akad dalam jual beli parfum isi ulang ini ada yaitu objek
parfum isi ulang, akan tetapi untuk syarat terbentuknya akad pada objek
akad ini harus dapat diserahkan, dapat ditentukan, dapat dtransaksikan.
Pada jual beli parfum isi ulang ini objek akadnya telah memunuhi syarat
terbentuknya akad, yang selanjutnya objek akad dapat memenuhi syarat
keabsahan akad yaitu objek akad harus penyerahan objek akad tidak
menimbulkan kerugian (dharar) apabila menimbulkan kerugian maka
57
akadnya fasid, menurut peneliti syarat keabsahan akad pada objek akad
untuk penyerahannya menimbulkan kerugian disebabkan kurangnya
informasi yang didapatkan pembeli dari penjual sehingga menimbulkan
informasi pada objek akad menjadi gharar.
Dalam jual beli parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan
Mataram Kota Mataram, penyampaian informasi yang tidak lengkap pada
objek akad membuat keabsahan akadnya menjadi fasid disebabkan adanya
unsur gharar. Karena informasi pada objek atau barang yang diperjual
belikan sangat diperlukan untuk menunjak kualitas barang tersebut agar
terhindar dari kerugian. Karena dalam kaidah fikih segala sesuatu yang
menimbulkan kemudharatan diharamkan, baik ditinjau dari keharaman
zatnya maupun selain zatnya atau yang berkaitan dengan cara
pelaksanaannya (haram li ghairihi).102
Haram li ghairihi yang dimaksud di sini adalah sebuah tindakan
atau cara pelaksanaan yang dilarang dalam transaksi menurut fikih, di
dalam jul beli produk parfum isi ulang ini terdapat ketidak jelasan bagi
pembeli akibat kurangnya penyampaian informasi secara jelas
disampaikan, ketidak jelasan atas kualitas dan kuantitas dari produk
parfum isi ulang sehingga mengandung gharar di dalamnya. Gharar
terbagi menjadi beberapa macam diantaranya:
102 Burhanuddin S, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen dan Sertifikat Halal, h.
15.
58
1. Gharar dalam kualitas, ketidak jelasan dalam kualitas barang yang
menjadi objek akad karena penyampaian informasi yang tidak jelas dan
lengkap, seperti penyampain informasi berat isi ulang parfum,
komposisi parfum isi ulang, masa kadalwarsanya karena menurut
pembeli sangat penting untuk mngukur sejauh mana kualitas parfum isi
ulang yang dibeli.
2. Gharar dalam penyerahan, setiap objek barang yang dijadikan objek
akad harus memenuhi rukun akad yang kedua yiatu kesepakatan kedua
belah pihak yang diucapkan tetapi dalam jual beli parfum isi ulang ini
kata sepakat antara kedua belah pihak tidak terucap.
3. Gharar dalam kuantitas, ketidak jelasan dalam memberikan jumlah
barang yang menjadi objek akad, dalam jual beli parfum isi ulang
jumlah permili parfum tidak disampaikan secara jelas dan karena
ukuran permili sangatlah kecil jumlahnya sehingga pembeli haruslah
cerdas dalam bertanya pada penjual parfum isi ulang.
4. Gharar dalam harga, terjadi ketika penjual membuat harga tanpa
kesepakatan dari pembeli artinya pihak penjual yang menentukan harga
tanpa bertanya pada pembeli, namun dalam jual beli parfum isi ulang
ini selama peneliti melakukan observasi pembeli tidak ada yang merasa
keberatan dengan harga yang ditawarkan.
Akad yang telah memenuhi rukunnya, syarat terbentuknya dan
syarat keabsahannya dinyatakan sebagai akad yang sah sehingga syarat
berlakunya akibat hukum dapat dilakukan, akan tetapi menurut peneliti
59
syarat untuk berlakunya akibat hukum tidak dapat dilaksanakan, karena
pada jual beli parfum isi ulang ini penyampaian informasi yang merupakan
kewajiban dari pelaku usaha atau penjual tidak diberikan kepada pembeli
sehingga untuk syarat keabsahan objek akad atas penyampaian informasi
menimbulkan ketidak jelasan pada objek akad dan mengakibatkan
akadnya menjadi fasid, pada fikih akibat hukum yang tidak dapat
dilaksanakan meskipun akadnya sudah sah disebut akad maukuf, yang
dimaksud dengan akad maukuf adalah akad yang sah, tetapi belum dapat
dilaksanakan akibat hukumnya karena belum memenuhi syarat berlakunya
akibat hukum. Syarat dari berlakunya akibat hukum yaitu adanya
kewenangan sempurna atas objek akad, dan adanya kewenagan atas
tindakan hukum yang dilakukan.103
103 Samsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalat, h. 102.
60
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dipaparkan peneliti pada bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bentuk praktik pelaku usaha dalam memberikan informasi pada konsumen
dalam jual beli parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan Mataram
Kota Mataram dilakukan dalam bentuk perjanjian jual beli parfum si ulang
yaitu lisan dan tertulis kemudian dengan menggunakan mekanisme atau
prosedur perjanjian jual beli parfum isi ulang dengan bertemu dengan
pembeli memberikan penjelasan, bertransaksi dengan pembeli dan
kemudian informasi tentang isi parfum isi ulang.
2. Tinjuan fikih muamalah akibat hukum tidak memberikan informasi produk
pada konsumen dalam jual beli parfum isi ulang berakibat bagi penjual dan
pembeli, tetapi akibat hukum terhadap penjual akibat tidak melaksanakan
kewajibannya yang tidak memberikan informasi produk pada atau pembeli
dalam jual beli parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan Mataram Kota
Mataram jual beli parfum isi ulang dibelohkan karena tidak ada dalil yang
mengharamkannya hanya saja praktik atau cara yang dilakukan yang
mengakibat hukum jual beli yang menjadi tolak ukur, praktik yang
dilakukan penjual terhadap pembeli tidak menyampai kata sepakat dalam
transaksi yang diucapkan dan objek akad menimbulkan objek akad gharar
sehingga menjadi fasid. Objek akad yang fasid mengakibatkan syarat
61
untuk berlakunya akibat hukum tidak dapar dilaksanakan, dalam fikih
disebut akad maukuf, akad terhenti.
B. Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat peneliti sampaikan kepada para pihak
yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi para pihak antara penjual dan pembeli apabila
melakukan transaksi jual beli hendaknya dilaksanakan dengan iktikad
baik, sesuai aturan dalam Islam dan peraturan yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dimana pihak penjual
disini adalah para penjual parfum isi ulang di toko parfum Kecamatan
Mataram Kota Mataram.
2. Para pihak hendaknya menyadari akan hak dan kewajibannya, khususnya
bagi para pelaku usaha dalam hal ini berkaitan dengan pemberian
informasi produk pada konsumen dalam jual beli parfum isi ulang, supaya
tidak menimbulkan kerugian diantara para pihak.
3. Diharapkan kepada pemerintah supaya sosialisasi lebih ditingkatkan lagi,
tentang Perlindungan Konsumen terkait dengan tatacara pelaku usaha
memenuhi kewajibannya khusunya dalam jual beli parfum isi ulang
dalam memenuhi hak-hak konsumen, agar tetap tercipta keadilan,
keamanan dan kesejahteraan bagi para pihak.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan. Bandung: Cipta Bakti, 1992.
Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana, 2010. Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2004. Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah, 2015. A.Kadir, Hukum Bisnis Syariah dalam Al-Quran (Jakarta: Amzah, 2013. Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004. As-sa‟di, dkk, Fiqih Jual Beli. Jakarta: Senayan Publishing, 2008.
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004. Burhanuddin S, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen dan Sertifikat Halal.
Malang: UIN-Maliki Press, 2011. Celena Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar
Grafika, 2014. Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001. Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006. Dimyauddin Djuwaini. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007. Depertemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan Juz 1-30. Surabaya: CV
Pustaka Agung Harapan, 2006. Djazuli, Kaidah-kaidah Fiqh Jakarta:Kencana Penada Media Grup 2006. Haerani, “Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai
Lembaga Penyelesaian Sengketa Konsume di Luar Pengadilan (Studi di Kota Mataram)”, Tesis Universitas Mataram, 2012.
Hendi suhendi, Fiqh Mu‟amalah. Jakarta:rajawali Pers, 2011.
63
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, juz 2, Nomor Hadist 2139, CD Room, Maktabah Kutub Al-MUTUN, silsilah Al-„Ilm An-Nafi‟ Seri 4, Al- Ishdar Al-Awwal, 1426 H.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen. Remarkable Indonesia. Lalu Farhan,“Tinjauan Hukum Islam terhadap Perlindungan Konsumen pada
Praktik Jual beli Produk Curah di Desa Braim Kecamatan Praya Tengah”, UIN Mataram, 2017.
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
1993. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia http://jdih.pom.go.id/showpdf.php.
Mardani, Fiqh ekonomi Syariah Fiqh Muamalah, Jakarta:kencana prenadamedia
Utama. 2013. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Mahmud Yunus Wa Zurriyyah,
2007. Moh. Nazir, Metode Penelitian. Jakarta: Graha Indonesia, 1988.
M Chotim, “Evaluasi Penulisan Label Pangan yang tidak Lengkap dan Iklan Pangan Menyesatkan Pada Industri Rumah Tangga Pangan Kabupaten Temanggung Tahun 2013”, Jurnal Riset Manajemen, Vol. 1 No. 1. Mei 2104.
M. Yusri, “Kajian Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam Perspektif
Hukum Islam”, Journal Ulumudin- Vol. V, tahun III (2009), 10, diambil pada tanggal 20 Juli 2018, pukul 06:20 WITA.
Muhammad Harfin Zuhdi, Muqaranah Mazahib Fii Muamalah. Mataram:
Sanabil, 2015. Muhammad Ikhwan Lukmanudin, “Legitimasi Hadis Pelarangan Penggunaan
Alkohol dalam Pengobatan”, Journal Of Quran and Hadith Studies-Vol.4, No. 1. 2015.
Muhibbah,“Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-bahan Kimia Berbahaya
pada Kosmetik (Studi Komparatif Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen)”. Skripsi, IAIN Mataram, 2015.
64
Muslim, Shahih Muslim, Jilid III. Beirut: Dar al-kotob al-ilmiyah, 2008.
Ninik Azizah, “Keharusan pelaku usaha memberikan Informasi yang benar
ditinjau dari Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen”, Irtifaq, Vol 2, No. 1. Maret 2016.
Santoso, “Perspektif Hukum Islam terhadap Kitab Undang-Undang Hukum
(KUH) Perdata pasal 1467 Tentang larangan jual beli anatara Suam Isteri Tahun 2014”, Jurnal Penelitian Vol. 8 No. 2 (Agustus 2014), h.296-297, diambil pada tanggal 26 Maret 2017, pukul 04.11 WITA.
Saupi Hidayah, Perspektif Fikih Muamalah Terhadap Sistem Pengawasan
Makanan Sehat Untuk Perlindungan Konsumen (Studi Kasus di Balai Besar POM Mataram)”, IAIN Mataram, 2015.
Siti Rifaah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemakaian Beralkohol (Analisis
atas Pendapat KH Wahab Khafidz dan Ustad Sulkahan di Pondok Pesanteren Putri Al Irsyad Kauman Kab. Rembang), (Skripsi, IAIN Walisongo, Semarang, 2012).
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Teori Akad dalam
Fikih Muamalat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2014. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012.
65
66