fiqh- thaharah
TRANSCRIPT
Thaharah
(Hadats, Najis, dan tata cara membersihkannya, tata cara wudhu dan mandi wajib)
Makalah kajian fiqih ibadah disampaikan dalam diskusi Forum Studi Islam FISIP Universitas
Indonesia
Oleh : MAHMUDIN SUDIN, MA
A. PENDAHULUAN
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan sholat, basuhlah
(cucilah) mukamu, tanganmu sampai ke siku, usaplah kepalamu dan cucilah kakimu sampai
kedua mata kaki. Dan jika kamu berjunub maka bersuci (mandi) lah. Dan jika kamu sakit atau
bepergian atau salah seorang diantara kamu buang air (buang hajat) atau kamu sentuh wanita
(bersetubuh), dan
tidak kamu dapati air maka bertayammumlah kamu dengan debu yang bersih maka usaplah
mukamu dan tanganmu dengan debu itu”. Allah tidak menginginkan kesempitan kepadamu,
tetapi hendak mensucikan kamu dan menyempurnakan ni‟matnya kepadamu, supaya kamu
bersyukur”. ( Qs. Maidah : 6)
Dari Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy‟ari radhiyallaahu „anhu, Dia berkata: Rasulullah
sholallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Bersuci adalah separuh dari keimanan, ucapan
„Alhamdulillah‟ akan memenuhi timbangan, „subhanalloh walhamdulillah‟ akan memenuhi
ruangan langit dan bumi, sholat adalah cahaya, dan sedekah itu merupakan bukti, kesabaran
itu merupakan sinar, dan Al Quran itu merupakan hujjah yang akan membela atau menuntutmu.
Setiap jiwa manusia melakukan amal untuk menjual dirinya, maka sebagian mereka ada yang
membebaskannya (dari siksa Alloh) dan sebagian lain ada yang menjerumuskannya (dalam
siksa-Nya).” (HR Muslim)
Bersuci Adalah Separuh Iman
Ulama berbeda pendapat tentang makna bersuci merupakan separuh iman. Dua pendapat
yang paling masyhur adalah:
1. Bersuci diartikan dengan bersuci dari najis maknawi, yaitu dosa-dosa, baik dosa batin
maupun dosa lahir. Karena iman ada dua bentuk, yaitu meninggalkan dan melakukan, maka
tatkala sudah meninggalkan dosa-dosa berarti sudah memenuhi separuh iman.
2. Bersuci diartikan dengan bersuci dengan air. Bersuci dengan air ada dua macam, yaitu
bersuci dari hadats kecil dan hadats besar. Bila bersuci diartikan dengan suci dari hadats kecil
dan hadats besar maka yang dimaksud dengan iman adalah sholat. Jadi bersuci itu separuh
dari sholat. Sholat dikatakan sebagai iman karena merupakan pokok amalan iman.
Pada masa kehidupan modern, mobilitas masyarakat semakin tinggi dengan wilayah yang luas
muncul persoalan mengenai air yang dapat dipakai untuk bersuci (mandi, wudhu, dan
membersihkan diri dari hadats, najis dan istinja. Apakah sudah dibolehkannya oleh syari‟at
Islam tatkala ummat mengalami kendala air bersih seperti sekarang ini dengan cara
bertayammum?. Permasalahan-permasalahan bersuci dengan air yang memiliki derajat yang
suci lagi mencusikan memang semakin menjadi persoalan yang serius dikalangan umat Islam.
Maka penting untuk dibahas dan dicarikan solusinya agar menjadi jelas dan menghilangkan
keraguan dalam beribadah.
B. PEMBAHASAN
HADATS
Setelah kamu berwudlu dengan cara-cara yang tersebut diatas, maka kamu dalam keadaan
suci, selagi belum ada sesuatu yang keluar dari salah satu dua jalan (27) dan selama kamu
tidak menyentuh wanita (setubuh) (28) dan tidak menyentuh kemaluan (29) dan tidak tidur yang
nyeyak dengan miring (30).
1) . : )
:
.
: . :
.
.
ALASAN (DALIL)
(1) Karena hadits dan Nasa‟i dengan sanad yang baik : “Wudlu-lah kamu dengan membaca
“Bismillah!”. Ibnu Hadjar menyatakan dalam kitab “Takhrij Ahadits al-Adzkar”, bahwa hadits ini
hasan shahih, Imam Nawawi setelah membawakan hadits dari Anas seluruhnya, menyatakan
bahwa hadits itu sanadnya baik. Dan menurut hadits: “segala perkara yang berguna, yang tidak
di mulai dengan Bismillahirrahmanirrahim itu tidak sempurna.” (Diriwayatkan oleh Abdul-Kadir
Arruhawi dari Abu Hurairah ).
a. Keluar sesuatu dari dua pintu
(27) Karena ayat yang tersebut dalam pendahuluan : atau salah satu dari kamu datang
dari kamar kecil. Dan hadist Safwan tersebut No 26 dan pula karena apa yang telah ditetapkan
dalam Bukhari, muslim dan lainnya dari Abu Khurairah, telah berkata: Bersabda Rasulullah
s.a.w.: “Alllah tidak menerima shalat salah seorang dari kamu sekalian, jika ia berhadats kecuali
ia berwudlu”. Dan Abu Khurairah telah menerangkan kepada orang yang telah bertanya
kepadanya:” Apakah Hadats itu?” Jawabnya: “ Ialah kentut yang berbunyi atau yang tidak
berbunyi”. Dan menurut hadits:” apabila salah seorang dari kamu ada dalam masjid maka ia
merasa ada angin diantara pantatnya, maka jangan keluar sehingga mendengar suara atau
mendapat bau (Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi). Dan menurut hadits Ali
pada Bukhari dan Muslim : “Aku adalah orang yang sering mengeluarkan Madzi, maka aku
malu menanyakan pada Rasulullah s.a.w. karena putrinya menjadi istriku, maka aku menyuruh
Miqdad bin Aswad supaya menanyakannya”. Maka bersabda Nabi s.a.w. “ Hendaklah ia
mencuci kemaluannya dan berwudlu".
b. Menyentuh Wanita
28) Menurut arti ayat dalam pendahuluan: atau kamu sentuh wanita, dengan tafsirnya
Ibnu Abbas, bahwa menyentuh itu artinya bersetubuh, menurut pendapat yang terpilih oleh ahli
bahasa. Dan karena hadits Nasa‟i dari Aisyah r.a., berkata: "Sungguh Rasulullah s.a.w.
bershalat dan aku berbaring di mukanya melintang seperti mayat, sehingga ketika beliau akan
witir, beliau menyentuh aku dengan kakinya". (Isnadnya shahih). Dan karena hadits 'Aisyah r.a.
yang berkata:
"Aku kehilangan Rasulullah s.a.w. pada suatu malam dari tempat tidur, maka aku mencari dan
memegang/meletakkan kedua tanganku pada telapak kakinya".... seterusnya hadits.
(Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi dan dishahihkan olehnya).
c. Menyentuh Kemaluan
(29) Karena hadits Busrah binti, Shafwan r.a. bahwa Nabi s.a.w. bersabda: "Barang siapa
menyentuh kemaluannya, maka jangan shalat sebelum berwudlu. (Diriwayatkan oleh Ampat
Imam). Dan karena hadits Thalq bin 'Ali: "Barang siapa menyentuh kemaluanya, maka
berwudlulah". (Diriwayatkan oleh Thabrani dan dishahihkannya). Dan karena hadits 'Amr bin
Syu„aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapa saja orang
laki-laki yang menyentuh kemaluannya maka berwudlulah dan siapa saja orang perempuan
yang menyentuh kemaluannya, maka berwudlulah". (Diriwayatkan oleh Ahmad). Dan karena
hadits Abu Hurairah; "Apabila seorang dari kamu sekalian memegang kemaluannya dengan
tidak pakai tutup (alas), maka wajiblah berwudlu". (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam
Shahihnya dan dishahihkan o1eh Hakim dan Ibnu 'Abdil-Bar). (30) Karena hadits 'Ali r.a.
bersabda Rasulullah s.a.w.: "Kedua mata itu bagaikan tali dubur. Maka siapa telah tidur,
berwudlulah".1) (Diriwayatkan oleh Abu Dawud). Dan karena hadits Ibnu 'Abbas r. a. bahwa ia
melihat Rasulullah s.a.w. tidur sedang beliau bersujud sehingga mendekur, kemudian berdiri
shalat., Maka aku berkata:"Hai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah tertidur". Maka beliau
bersabda: "Sesungguhnya wudlu itu tidak wajib (tidak batal) melainkan bagi orang yang tidur
berbaring: karena jika berbaring lemaslah sendi-sendinya". (Diriwayatkan oleh Imam-lmam yang
mempunyai kitab sunnah)2)
d. Berzima / bersetubuh / mengeluarkan Mani
(31) Karena ayat yang tersebut dalam pendahuluan: dan jika kamu junub, maka bersuci
mandi)-lah kamu. Dan hadits: "Sesungguhnya air itu dari air." (Diriwayatkan oleh Muslim dan
Abu Sa'id Khudri). Dan hadits dari Ali r.a. berkata: "Adalah aku seorang yang sering
mengeluarkan madzi, maka aku bertanya kepada Nabi s.a.w. maka jawabnya:”Keluar madzi
harus wudlu, dan keluar mani harus mandi". (Diriwayatkan oleh Ahmad, lbnu Majah dan
Tirmidzi).
Dan hadits Ummi Salamah tersebut dalam Bukhari dan Muslim, berkata: "Hai Rasulullah s.a.w.,
sesungguhnya Allah tidak malu (sungkan) dari suatu kebenaran, apakah wajib mandi bagi
wanita kalau bermimpi?". Beliau menjawab: "Ya, kalau melihat, cairan”. (32) Menurut hadits:
"Apabila seorang bersetubuh, maka wajiblah mandi”. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan
lain-lainnya dari Abu Hurairah).
MANDI
Apabila kamu berjinabat karena mengeluarkan mani (31) atau bertemunya kedua persunatan
(32) atau kamu hendak menghadiri shalat Jum‟ah (33) atau kamu baru selesai dari Haid (34)
atau Nifas (35), maka hendaklah kamu mandi dan mulailah dengan membasuh (mencuci)
kedua tanganmu (36) dengan ikhlas niatmu karena Allah (37) lalu basuhlah (cucilah)
kemaluanmu dengan tangan kirimu dan gosoklah tanganmu dengan tanah atau apa yang
menjadi gantinya (38) lalu berwudlulah seperti yang diatas; kemudian ambillah air dan
masukkanlah jari-jarimu pada pangkal rambut dengan sedikit wangi-wangian (39), sesudah
dilepaskan rambut-nya (40). Dan mulalilah dengan yang kanan (41), lalu tuangkan air ke atas
kepalamu tiga kali, lalu ratakanlah atas badanmu semuanya (42), serta di gosok (43), kemudian
basuhlah (cucilah) kedua kakimu dengan mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri (44),
dan jangan berlebih-lebihan dalam menggunakan air (45).
ALASAN (DALIL)
(33) Karena hadits Ibnu 'Umar pada riwayat Muslim, Rasulullahs.a.w.bersabda: "Apabila salah
seorang dari kamu sekalian akan menghadiri shalat Jum‟ah, maka hendaklah mandi".
(34-35) Yang menunjukkan wajib mandi dalam keduanya, ialah nas dari Quran, surat Baqarah
ayat 222: Dan janganlah kamu mendekati Isteri (yang sedang haid) sehigga bersuci, dan
apabila sudah bersuci (mandi)….. Dan hadist dari 'Aisyah r.a. bahwa Fathimah binti Abi
Hubaisy istihadlah, lalu menanyakan kepada Nabi s.a.w., lalu beliau bersabda: "Itulah darah
penyakit, bukan haidl maka kalau kamu berhaidl maka tinggalkanlah shalat dan kalau sudah
selesai maka mandilah, lalu shalatlah.” (Diriwayatkan oleh Bukhari).
RUKUN MANDI WAJIB :
1. Membasuh Kedua Tangan
(36) Karena hadits 'Aisyah r.a.bahwa Nabi saw. itu apabila mandi karena junub, ia mulai
membasuh kedua tangannya, kemudian menuangkan dengan kanannya pada kirinya, lalu
mencuci kemaluannya, lalu berwudlu sebagaimana beliau wudlu untuk shalat; kemudian
mengambil air dan memasukkan jari-jarinya di pangkal rambutnya sehingga apabila ia merasa
bahwa sudah merata, ia siramkan air untuk kepalanya tiga tuangan, lalu meratakan seluruh
badannya; kemudian membasuh kedua kakinya. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).53
2. Niat Ikhlas Karena Allah
3. Membasuh Kemaluannya dengan tangan kiri
4. Berwudhu
(37) Karena hadits: “Sesungguhnya semua pekerjaan itu dengan niyat, tercantum pada No 2
diatas. (38) Karena menurut hadits Maimunah pada Bukhari dan Muslim: "Kemudian
menuangkan air pada kemaluannya dan membasuhnya dengan tangan kirinya, lalu digosokkan
tangannya pada tanah". Dan dalam riwayat lain: “maka ia mengusap tangannya dengan tanah.
5. Memulai dari sisi sebelah kanan tiga tuangan
(39) Lihat hadits 'Aisyah r.a.: jika Nabi s.a.w. mandi karena janabah, beliau minta suatu wadah,
(seperti ember) lalu mengambil air dengan telapak tangannya dan memulai dari sisi kepalanya
yang sebelah kanan lalu yang sebelah kiri, lalu mengambil air dengan kedua telapak
tangannya, maka ia, membasuh kepalanya dengan keduanya.(Diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim).
Dan dari hadist 'Aisyah r.a "Sesungguhnya Asma menanyakan kepada Nabi s.a.w. tentang
mandinya orang haidl, maka bersabda s.a.w.: "Ambillah seorang dari kamu sekalian air dan
daun bidara, lalu mandilah dengan sebaikbaiknya, lalu curahkan air lagi dari atas kepalanya
dan gosok dengan sebaik-baiknya, sehingga sampai ke dasar kepalanya, lalu curahkan air lagi
dari atasnya, kemudian ambil sepotong kapas (kain yang diberi minyak kesturi), lalu usaplah
dengan kain itu…….seterusnya hadits. (Diriwayatkan oleh Muslim).
(40) Karena hadits 'Aisyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda kepadanya padahal dia sedang
haidl: "Lepaskanlah rambutmu dan mandilah.”(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan isnad atau
rangkaian yang shahih).
6. Menyiramkan air ke seluruh badan
(41) Lihatlah hadits „ Aisyah r.a. tersebut nomor 15, yang menerangkan tentang mendahulukan
yang kanan. (42) Menurut hadits „Aisyah r.a tersebut nomor 36: menyiram. Untuk kepalanya
tiga tuangan, lalu menyiramkan air pada semua badannya.
7. Tertib
(43) Karena arti kata "tathahhur" dalam surat Maidah ayat 6, menegaskan arti lebih dari pada
mandi biasa, ialah dengan "gosokan". (44) Lihatlah hadits 'Aisyah r.a tersebut nomor 36:
(kemudian membasuh kedua kakinya), dan haditsnya tentang mendahulukan bagian kanan.
(45) Dan haditsnya tentang mendahulukan yang kanan. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh
Anas:” Adalah Nabi s.a.w. mandi dengan satu sha‟ sampai lima mud dan wudlu dengan satu
mud3 ( Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
TAYAMMUM
Dan jika kamu berhalangan menggunakan air atau sakit atau khawatir mendapat madlarat (46),
atau kamu di dalam bepergian, kemudian tidak mendapat air, maka tayammumlah dengan debu
yang baik, untuk mengganti wudlu dan mandi (47), maka letakkanlah kedua tanganmu ke tanah
kemudian tiuplah keduanya (48) dengan ikhlas niatmu karena Allah (49) dan bacalah
:Bismillahirrahmanirrahim (50) kemudian usaplah kedua tanganmu pada mukamu dan kedua
telapak tanganmu (51). Dan apabila kamu dapat menggunakan air maka bersucilah dengan air
itu (52).
ALASAN (DALIL)
(36) Menurut hadits „Amr bin Ash bahwa sesungguhnya ia diutus ke medan perang Dza-
tussalasil, ia berkata: "Aku mimpi (mengeluarkan air mani) pada suatu malam yang amat dingin,
maka aku takut jika aku mandi akan berbahaya, lalu aku tayammum; kemudian aku shalat
Shubuh bersama
shahabat-shahabatku. Tatkala kami datang pada Nabi s.a.w. mereka menceritakan hal itu,
kepadanya; maka beliau bersabda padanya: "Hai 'Amr, engkau shalat bersama sahahabat-
sahabatmu sedang engkau junub?" Maka aku menyahut: "Saya ingat akan firman Tuhan Allah
s.w.t.: dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah itu maha belas kasih
kepadamu, maka aku bertayammum dan lalu shalat". Maka tertawalah Rasulullah s.a.w., dan
tidak bersabda apa-apa (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Daruqutni)
(37) Menurut ayat tersebut dalam pendahuluan: (sedang kamu tidak mendapatkan air, maka
bertayammumlah kamu dengan debu yang suci). Dan menurut hadits Jabir ia berkata: "Kami
sedang dalam bepergian (musafir) lalu seorang dari kami terkena batu sehingga melukai
kepalanya; kemudian ia bermimpi (mengeluarkan air mani), maka ia bertanya kepada teman-
temannya: Apakah kamu berpendapat bahwa aku mendapat kemudahan bertayammum?.
Dijawab oleh mereka: "Kami tidak berpendapat bahwa kamu mendapat kemudahan, sedang
kamu kuasa memakai air". Maka mandilah ia lalu meninggal dunia. Tatkala kami datang kepada
Nabi s.a.w., kami khabarkan yang demikian itu, maka Nabi s.a.w. bersabda: ”mereka
membunuh dia, mereka dikutuk oleh Allah". Mengapa mereka tidak bertanya sedang mereka
tidak mengerti? Obat 56
untuk kebodohan adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya bertayammum".
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Daraquthni).
(48) Menurut hadits 'Ammar r.a. berkata: "Aku Pernah berjanabat dan tidak mendapatkan air,
kemudian aku berguling-guling di tanah dan shalat. Makaaku ceritakan hal tersebut kepada
Nabi s.a.w., lalu beliau bersabda:“Sesungguhn-ya cukup bagimu begini : lalu beliau meletakkan
kedua tangannyadi tanah dan meniupnya, kemudian mengusap muka dan kedua
telapaktangannya”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
MENGHILANGKAN NAJIS
Apabila sebagian dari badanmu, pakaianmu dan tempatmu sholat terkena najis hendaklah
dibasuh (dengan menggosok dan menghilangkannya kalau itu darah haid) (53), sehingga
hilanglah sifat-sifatnya, bau dan rasanya, dengan air yang suci (54), dan tidak mengapa
tertinggal bekas salah satu sifat najis tadi (55). Dan untuk menghilangkan najis kencing anak
laki-laki yang belum makan41 makanan, percikkan dengan air sampai basah (56). Dan apa
yang terkena oleh liur anjing cucilah tujuh kali, salah satunya dengan debu yang bersih (57).
ALASAN (DALIL)
a. DARAH HAID
(53) Dengan alasan hadits Asma' puteri Abu Bakar r.a. berkata: "Datang kepada Nabi s.a.w.
seorang wanita, lalu berkata: seorang dari kami pakaiannya terkena darah haidl, bagaimana
seharusnya dilakukan? Maka bersabda Nabi s.a.w.: "Supaya dia 'menghilangkan dan mencuci
pakaian itu dengan air, kemudian disiramnya lalu dipakai shalat." (Diriwayatkan oleh Imam
Enam Ahli hadist) (54) Karena firman Tuhan Allah dalam Al Quran surat Anfal ayat 11: "Dan
Tuhan menurunkan air dari langit kepada kamu, agar membersihkan kamu dengannya.”
(55) Karena hadits Abu Hurairah, bahwa Khaulah binti Yasar telah berkata: "Hai Rasulullah,
saya tidak mempunyai pakaian kecuali selembar yang kupakai sedangkan saya berhaidl". maka
Jawab Nabi s.a.w.: "Jika kamu telah bersih (dari haidl), maka cucilah tempat yang kena darah,
lalu shalatlah dengan pakaian itu. Kemudian Khaulah bertanya lagi: "'Hai Rasulullah,
bagaimana jika
bekas darah tadi tidak hilang? Jawab Nabi saw.: "Cukup bagi kamu dengan memakai air, dan
tidak mengapa (tidak masalah) dengan bekas darah tadi.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu
Dawud dan Tirmidzi).
b. AIR KENCING LAKI-LAKI
(56) Karena hadits Ummu Qais binti Muhshan r.a.: "bahwa ia bersama anaknya laki-laki yang
masih kecil dan belum pernah makan makanan, telah datang kepada Rasulullah s.a.w. Lalu
Nabi Mendudukkan anak tadi diatas pangkuannya: tiba-tiba anak itu kencing pada pakaian
beliau: kemudian beliau meminta Air, lalu dipercikkan dan tidak dicucinya. (Diriwayatkan oleh
Jama'ah
Ahli hadits). 4. Bukhari, Muslim, ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah.
c. AIR LIUR ANJING
(57) Karena menurut hadits, Abu Hurairah: "Sucinya bejana salah seorang dari kamu sekalian,
apabila digunakan minum (dijilat) oleh anjing, supaya dicuci tujuh kali, permulaannya dengan
debu, (Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad). Dan Tirmidzi meriwayatkannya dengan
tambahan: "Permulaannya atau pengbabisannya dengan debu”.
d. KELUARNYA KOTORAN DARI DUA PINTU
(58) Karena menurut hadits Anas r.a. berkata: "Rasulullah s.a.w. masuk ke jamban, maka aku
bersama anak yang sebaya dengan aku membawa tempat air dan tongkat, maka beliau
beristinja' dengan air". (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
(59) Karena hadits 'Aisyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: "Apabila salah seorang dari kamu
sekalian pergi ke jamban, maka bersucilah dengan tiga batu. Sesungguhnya tiga batu itu telah
mencukupi". (Diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai dan lainnya). Dan karena hadits Salman,
berkata: "Rasulullah s.a.w. melarang kami menghadapkan qiblat waktu buang air (besar atau
kecil ) atau
istinja‟ dengan batu yang kurang dari tiga butir, atau istinja‟dengan kotoran atau dengan tulang".
(Diriwayatkan oleh Muslim)
(60) Menurut hadits yang tersebut No 59; dan mengingat hadits Salman, katanya: "Kami
diperintah oleh Rasulullah s.a.w. agar jangan mencukupkan batu yang kurang dari tiga buah,
tidak termasuk kotoran dan tulang. (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah dan Muslim). Sebab
andaikan Nabi s.a.w. dalam sabdanya mengenai batu-batu itu, tidak dimaksudkan memasukkan
benda-benda lainnya pula yang sama dapat membersihkan, maka dalam membedakan "tulang
dan kotoran" tidak ada artinya.
Wudhu
Wudhu (Arab: ض al-wuḍū', Persian: ت ب ābdast, Turkish: abdest, Urdu: ض wazū')
dalah salah satu cara mensucikan anggota tubuh dengan air. Seorang muslim dwajibkan
bersuci setiap akan melaksanakan salat. Berwudhu bisa pula menggunakan debu yang disebut
dengan tayammum.
Rukun berwudhu ada 6 (enam);
1. Berniat ikhlas karena Allah
2. Membasuh muka (dengan merata)
3. Membasuh tangan hingga sampai dengan kedua siku (dengan merata)
4. Membasuh kepala sampai kedua daun telinga
5. Membasuh kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (dengan merata)
6. Tertib (berurutan)
Dalam mencapai kesempurnaan wudhu, Rasulullah SAW telah memberikan contoh yang
selayaknya kita ikuti, sebagaimana kutipan hadits berikut:
Selesai salat Subuh, Rasulullah SAW bertanya kepada Bilal: "Wahai Bilal! Ceritakan kepadaku
tentang perbuatan yang paling bermanfaat yang telah kamu lakukan setelah memeluk Islam.
Karena semalam aku mendengar suara langkah sandalmu di depanku dalam surga". Bilal
berkata: "Aku tidak pernah melakukan suatu amalan yang paling bermanfaat setelah memeluk
Islam selain aku selalu berwudu dengan sempurna pada setiap waktu malam dan siang
kemudian melakukan salat sunat dengan wudhuku itu sebanyak yang Allah kehendaki". (H.R.
Abu Hurairah ra).
Berikut ini adalah cara menyempurnakan wudhu, yang mana termasuk hal-hal yang
disunnahkan:
Berniat Niat Ikhlas karena Allah
عنهما عن جابر بن ع للاه رض ه وسلهم -بد للاه عل صلهى للاه ب به )قال صلى للا عله وسلم -ف صفة حج النه ( ابدؤوا بما بدأ للاه
هكذا بلفظ المر وهو عند مسلم بل سائ فظ الخبر أخرجه النه
“ Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu tentang cara haji Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Mulailah dengan apa yang telah
dimulai oleh Allah." Diriwayatkan oleh Nasa'i dengan kalimat perintah sedang Muslim
meriwayatkannya dengan kalimat berita.”
Memulai dengan yang kanan
رة رض للا عنه قال صلى للا عله وسلم : عن أب هر امنكم )قال رسول للاه أتم فابدأوا بم حه ابن أخرجه الربعة (إذا توضه وصحه
مة خز
“ Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Apabila kamu sekalian berwudlu maka mulailah dengan bagian-bagian anggotamu
yang kanan." Dikeluarkan oleh Imam Empat dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah. “
Membasuh telapak tangan sampai pergelangan hingga 3 kali
ات ثمه تمضمض واستنشق واستن ه ثلث مره ات ثمه وعن حمران أنه عثمان دعا بوضوء فغسل كفه ده ثر ثمه غسل وجهه ثلث مره غسل
سرى مثل ذلك ثمه مسح برأسه ثمه غسل رجله ال ات ثمه ال منى إلى المرفق ثلث مره سرى مثل ذلك ال ات ثمه ال ن ثلث مره منى إلى الكعب
ص : ثمه قال ت رسول للاه هرأ فق عل أ نحو وضوئ هذا مته ه وسلهم توضه عل لهى للاه
“Dari Humran bahwa Utsman meminta air wudlu. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga
kali lalu berkumur dan menghisap air dengan hidung dan menghembuskannya keluar kemudian
membasuh wajahnya tiga kali. Lalu membasuh tangan kanannya hingga siku-siku tiga kali dan
tangan kirinya pun begitu pula. Kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kaki kanannya
hingga kedua mata kaki tiga kali dan kaki kirinya pun begitu pula. Kemudian ia berkata: Saya
melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berwudlu seperti wudlu-ku ini. Muttafaq
Alaihi.”
Berkumur dan menghirup air ke hidung dan menghembuskannya kembali keluar
رض للا عنه عن أخذ ) -ف صفة الوضوء -عل نثر من الكف الهذي مضمض و ثمه تمضمض صلى للا عله وسلم واستنثر ثلثا
(منه الماء سائ أخرجه أبو داود والنه
“ Dari Thalhah Ibnu Musharrif dari ayahnya dari kakeknya dia berkata: Aku melihat Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memisahkan antara berkumur dan hirup air melalui hidung.
Riwayat Abu Dawud dengan sanad yang lemah. “
رض للا عنه أخذ ثمه تم ) -ف صفة الوضوء -عن عل نثر من الكف الهذي مضمض و ضمض صلى للا عله وسلم واستنثر ثلثا
(منه الماء سائ أخرجه أبو داود والنه
“ Dari Ali Radliyallaahu 'anhu tentang cara wudlu: Kemudian Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam berkumur dan menghisap air melalui hidung dengan telapak tangan yang digunakan
untuk mengambil air. Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i.”
د رض للا عنه بن ز ده فمضمض واستنشق من كف واحدة ثمه أدخل صلى للا عله ) -ف صفة الوضوء -عن عبد للاه وسلم
فعل ذلك ثلثا ه ( فق عل . مته
“ Dari Abdullah Ibnu Zaid Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu: Kemudian beliau
memasukkan tangannya lalu berkumur dan menghisap air melalui hidung satu tangan.
Beliau melakukannya tiga kali. Muttafaq Alaihi.”
Membasuh muka (dengan merata) 3 kali
Membasuh tangan hingga sampai dengan kedua siku (dengan merata)
Membasuh kepala hingga kedua telinga
عنه للاه رض ه وسلهم -وعن عل عل صلهى للاه ب أخرجه أبو داود ومسح برأسه واحدة : قال -ف صفة وضوء النه
سائ رمذي والنه رمذي . بإسناد صحح وأخرجه الت ء ف الباب: بل قال الت ه أصح ش إنه
“Dari Ali Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dia
berkata: Beliau mengusap kepalanya satu kali. Dikeluarkan oleh Abu Dawud. Tirmidzi dan
Nasa'i juga meriwayatkannya dengan sanad yang shahih bahkan Tirmidzi menyatakan bahwa
ini adalah hadits yang paling shahih pada bab tersebut.”
عنهما وعن عبد للاه د بن عاصم رض بن ز ه : ف صفة الوضوء قال -للاه د ه وسلهم برأسه فأقبل ب عل صلهى للاه ومسح رسول للاه
ه.وأدبر فق عل مته
“ Dari Abdullah Ibnu Zain Ibnu Ashim Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu dia berkata:
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengusap kepalanya dengan kedua tangannya dari
muka ke belakang dan dari belakang ke muka. (Muttafaq Alaihi) “
هما إلى المكان الهذي بدأ منه : وف لفظ لهما م رأسه حتهى ذهب بهما إلى قفاه ثمه رده بدأ بمقده
&am p;nb sp;
عنهما للاه بن عمرو رض ه ومسح ثمه مسح برأس : قال -ف صفة الوضوء -وعن عبد للاه ن ف أذن احت به ه السه ه وأدخل إصبع
سائ ه أخرجه أبو داود والنه ه ظاهر أذن مة. بإبهام حه ابن خز وصحه
“ Dari Abdullah Ibnu Amr Radliyallaahu 'anhu tentang cara berwudlu ia berkata: Kemudian
beliau mengusap kepalanya dan memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua
telinganya dan mengusap bagian luar kedua telinganya dengan ibu jarinya. Diriwayatkan oleh
Abu Dawud dan Nasa'i. Ibnu Khuzaimah menggolongkannya hadits shahih.”
Membasuh kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (dengan merata)
Membaca doa sesudah berwudhu.
صلى للا عله وسلم : عن عمر رض للا عنه قال قول ) قال رسول للاه سبغ الوضوء ثمه أ ف توضه ل أشهد أن : ما منكم من أحد
دا عبده ورسوله إله فتحت له أبو وحده ل شرك له وأشهد أنه محمه ة إله إله للاه رمذي وزاد (اب الجنه اللههمه ) أخرجه مسلم والت
ابن واجعلن م وه رن اجعلن من الته ن المتطه
Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Tiada seorang pun di antara kamu yang berwudlu dengan sempurna kemudian berdo'a:
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Esa tiada sekutu bagiNya dan aku
bersaksi bahwa Muhammad itu hambaNya dan utusanNya-kecuali telah dibukakan baginya
pintu syurga yang delapan ia dapat masuk melalui pintu manapun yang ia kehendaki."
Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi dengan tambahan (doa): "Ya Allah jadikanlah aku
termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku pula termasuk orang-orang yang
selalu mensucikan diri."
"Asyhadu an laa ilaaha illalaahu wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa Rasuuluh,
Allahummaj'alnii minat tawwaa biinaa waj'alnii minal mutathahhiriin.", artinya: "Aku bersaksi
bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad itu
adalah hamba-Nya dan rasul-Nya. Ya allah, masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang
yang bertaubat, dan masukkanlah ke dalam golongan orang-orang yang suci."
Tertib (berurutan)
Berikut ini kami akan membawakan beberapa permasalahan yang dianggap sebagai pembatal
wudhu padahal tidak demikian, diantaranya.
Tidak Membatalkan Wudhu
Maha Suci Allah yang telah menyempurnakan agama-Nya sebagaimana Allah telah berfirman
dalam Al Qur‟an (yang artinya), “Pada hari ini Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian” (QS
Al Maidah:3)
Maka dipahami dari ayat tersebut bahwasanya Islam itu agama yang sempurna, tidak ada
perkara yang bisa mendekatkan kepada Allah melainkan sudah ada keterangannya. Dan
diantara permasalahan-permasalahan yang telah Allah jelaskan adalah permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan pembatal-pembatal wudhu, maka tidak boleh seseorang
menetapkan sesuatu hal sebagai pembatal wudhu kecuali harus berdasarkan dengan dalil dari
Al Qur‟an ataupun As Sunnah.
Berikut ini kami akan membawakan beberapa permasalahan yang dianggap sebagai pembatal
wudhu padahal tidak demikian, diantaranya:
1. Al Istihadhah
Berkata Al Imam An Nawawi Rahimahullah , “Al Istihadhah adalah keluarnya darah dari
kemaluan wanita bukan pada waktunya (bukan pada waktu menstruasi dan bukan pada saat
melahirkan) yang darah tersebut keluar dari urat yang bernama adzil, berbeda dengan haidh,
karena haid keluar dari dalam rahim” Lihat Syarh Shahih Muslim (4-16)
Dalam kesempatan yang ringkas ini kita akan membawakan 2 hukum yang berkaitan dengan
istihadhah.
Masalah pertama adalah tidak diwajibkannya bagi wanita yang terkena istihadhah untuk mandi
setiap hendak shalat, kecuali pada saat berhenti haidnya maka diwajibkan untuk mandi sekali
saja. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama bahwa seorang wanita yang terkena istihadhah
tidak wajib baginya untuk mandi setiap shalat sebagaimana hadits „Aisyah Radhiyallahu „Anha
(yang artinya), “Telah berkata Fatimah bintu Abi Ubaisy, “Wahai Rasulullah Aku terkena
Istihadhah dan tidak suci darinya apakah aku boleh meninggalkan sholat?” Berkata Rasulullah
Sholallahu „Alaihi Wasallam, “Tidak, itu adalah darah yang keluar dari urat (bukan darah dari
rahim, darah haidh atau nifas) akan tetapi engkau boleh meninggalkan shalat di hari-hari
haidmu kemudian mandilah dan shalatlah (setelah haidmu selesai)” “. Lihat Shahih Al Bukhary
(325).
Dan kita lihat bahwasanya Rasulullah Sholallahu „Alaihi Wasallam tidak memerintahkan untuk
mandi setiap shalat. Berkata Imam Asy Syaukani Rahimahullah, “Pendapat kebanyakan ulama
adalah pendapat yang benar, bahwasanya tidak wajib untuk mandi (setiap shalat) kecuali ketika
haidnya selesai dikarenakan tidak ada dalil yang shahih (yang mewajibkan harus mandi setiap
shalat)“. Lihat Nail Al Authar (jilid 1 hal:261).
Demikian juga telah berkata Al Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah, “Adapun riwayat yang disitu
Rasulullah Sholallahu „Alaihi Wasallam memerintahkan untuk mandi setiap shalat maka
periwayatan tersebut telah diingkari oleh ulama‟ ahlul hadits“.
Adapun riwayat yang shahih adalah Ummu Habibah binti Jahsy Radhiyallahu „Anha sendirilah
yang mandi setiap hendak shalat.
Maka telah berkata Al Imam Asy Syafi‟i Rahimahullah, “Rasulullah Sholallahu „Alaihi Wasallam
hanya memerintahkan untuk mandi dan sholat dan tidaklah Rasulullah Sholallahu „Alaihi
Wasallam memerintahkan padanya untuk mandi setiap sholat“. Demikian juga dinukil perkataan
yang sama dari Sufyan Bin Uyainah juga Laits Bin Sa‟d. Lihat Fath Al Baari (jilid 1 halaman 535)
dan Syarh Shahih Muslim (jilid 4 halaman 18)
Pendapat ini pendapat yang benar, yang diriwayatkan dari Ali Bin Mas‟ud, Ibnu „Abbas, „Aisyah,
Urwah Bin Zubair, Abi Salamah, Malik, Abi Hanifah, Asy Syafi‟i, dan Ahmad. Pendapat ini juga
dikatakan oleh Al Imam An Nawawi, Al Hafidz Ibnu Hajar, Al Imam Asy Syaukani, Asy Syaikh
Muhammad Bin Ibrahim Alu Asy Syaikh. Lihat Jami‟ Ahkam Al Qur‟an (jilid 2 no 77), Al Ihkam
(No 192), Ainul Ma‟bud (Jilid 1 No 333), Subul As Salaam (Jilid 1 no 160).
Tidak juga diwajibkan bagi wanita yang terkena istihadhah untuk wudhu setiap kali hendak
sholat, maka bila telah berwudhu boleh baginya untuk untuk sholat dengan wudhu tersebut
lebih dari satu kali sholat selama tidak berhadats selain darah istihadhah (semisal buang air
besar, jima‟, atau buang angin). Adapun darah istihadhah tidak membatalkan wudhu.
Ini adalah pendapat yang lebih kuat daripada yang mewajibkan untuk wudhu setiap kali sholat.
Karena tidak ada dalil shahih yang mewajibkan untuk berwudhu setiap kali sholat.
Adapun hadits yang memerintahkan untuk berwudhu setiap kali hendak sholat adalah hadits
lemah yangtelah diingkari oleh imam-imam ahli hadits, diantaranya Al Imam Muslim
Rahimahullah dalam Shahih-nya, tatkala berkata, “Di periwayatan Hammad Bin Zaid ada
tambahan (perintah berwudhu setiap kali sholat) sengaja kami tidak sebutkan“. Syarah Shahih
Muslim (4/19). Perkataan Imam Muslim Rahimahullah tersebut merupakan isyarat dari beliau
bahwa periwayatan tersebut tidak shahih atau lemah. Hal ini perkara-perkara yang dipahami
oleh orang-orang yang memperhatikan kebiasaan Imam Muslim Rahimahullah dalam Shahih-
nya.
Mengingat kesempatan yang sedikit mungkin ada baiknya kalau kita bawakan bukti-bukti yang
menguatkan hal itu di kesempatan yang lain. Dan hal ini juga dipahami oleh Al Hafidz Ibnu
Hajar bahwasanya hadits ini dianggap lemah oleh Al Imam Muslim, walaupun Al Hafidz tidak
sependapat dengan Al Imam Muslim dalam hal ini. Lihat Al Fathu AL Baari (1/512)
Demikian juga Al Imam An Nasa‟i Rahimahullah mengatakan bahwa periwayatan yang
memerintahkan untuk berwudhu setiap hendak sholat tidaklah shahih. Demikian juga Abu Daud
dalam Sunan-nya, “Hadits „Adi Bin Tsabit dan al A‟masy dan Habib dan Ayub Abi Al „Ala
semuanya lemah tidak shahih”. Kemudian Beliau berkata, “Telah meriwayatkan Ibnu Abi Daud
dari Al A‟masy marfu‟ awalnya kemudian ia ingkari hadits yang mewajibkan wudhu setiap
sholat“. Lihat Ainul Ma‟bud (1/337)
Kesimpulan: Tidak wajib bagi perempuan yang terkena istihadhah untuk berwudhu setiap kali
hendak sholat dan darah istihadhahnya bukanlah pembatal wudhu. Pendapat ini adalah
pendapat Imam Rabiah, Imam Malik, Dawud, dan merupakan pendapat yang dipilih oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, sebagaimana yang tersebut dalam Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyah (hal.
27)
2. Menyentuh Wanita
Telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini menjadi lima pendapat
sebagaimana yang telah disebutkan oleh Al Imam Qurtubi dalam Jami Li Ahkamil Qur‟an (3-
199). Akan tetapi bisa dikatakan pendapat yang mahsyur ada 3 pendapat. Lihat Majmu‟ Al
Fatawa (21-230)
Pendapat pertama: Menyentuh perempuan membatalkan wudhu secara mutlak (terangsang
ataupun tidak terangsang) dengan syahwat atau tidak dengan syahwat. Mereka berdalil dengan
ayat dalam Al Qur‟an (yang artinya), “Atau bila kalian menyentuh perempuan dan kalian tidak
mendapatkan air maka bertayamumlah” (QS An Nisaa‟:43). Lihat Nailul Authar (1-213). Ayat
tersebut sepintas menunjukkan apabila menyentuh perempuan dapat membatalkan wudhu.
Pendapat kedua: Menyentuh wanita dapat membatalkan wudhu apabila disertai dengan
syahwat. Mereka juga berdalil dengan ayat di atas sebagaimana perkataan Ibnu Al Arabi dalam
Ahkamul Qur‟an (1-223) sebagaimana yang dinukil oleh Al Imam Al Qurtubi dalam Jami‟ Ahkam
Al Qur‟an (3-200) bahwasanya perkataan Allah “Atau bila kalian menyentuh perempuan”
bermakna menyentuh dan mencium.
Pendapat ketiga: Menyentuh wanita tidaklah membatalkan wudhu baik dengan syahwat
maupun tidak, selama tidak keluar sesuatu dari kemaluannya (mani atau madzi). Pendapat
inilah yang diperkuat oleh Ali, Ibnu Abbas, Atha‟, Thawus, Abu Hanifah, Sufyan Ats Tsauriy, dan
lainnya. Lihat Ainul Ma‟bud (1-2)
Berkata Al Imam Ibnu Jarir Ath Thabari sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir, “Pendapat yang
paling benar dalam permasalahan ini adalah pendapat yang mengatakan bahwasanya yang
dikehendaki Allah Ta‟ala dari perkataan-Nya, “Atau apabila kalian menyentuh perempuan”
maksudnya adalah jima‟ (hubungan suami istri -red) bukan yang lain dari makna tersebut
karena telah ada hadits dari Rasulullah Sholallahu „Alaihi Wasallam mencium istri kemudian
sholat dan tidak mengulangi wudhunya“. Lihat Tafsir Ibnu Katsir (1-516).
Berkata Asy Syaikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah, “Pendapat yang benar
adalah menyentuh perempuan tidaklah membatalkan wudhu secara mutlak kecuali jika keluar
dari kemaluannya sesuatu. Dalilnya bahwa telah ada hadits dari Rasulullah Sholallahu „Alaihi
Wasallam bahwasanya beliau mencium istrinya kemudian Sholat tanpa mengulangi wudhunya.
Selain itu tidaklah sesuatu itu bisa dianggap sebagai pembatal wudhu kecuali ada dalil yang
shahih yang menunjukkan dengan jelas bahwa hal tersebut pembatal wudhu, dikarenakan
seseorang yang yang telah berwudhu dengan mengikuti dalil syar‟i maka tidak ada yang
membatalkannya kecuali dengan keterangan dalil syar‟i yang lain. Adapun firman Allah Ta‟ala,
“Atau apabila kalian menyentuh perempuan” maksudnya adalah jima‟ (melakukan hubungan
suami istri) sebagaiman ditafsirkan oleh Ibnu Abbas, kemudian yang lebih memperkuat
pendapat ini adalah ayat tersebut menjelaskan tentang pembagian (yang serasi) dari ayat Al
Qur‟an yaitu pembagian bersuci dengan thaharah yang asli (wudhu) dan thaharah pengganti
(tayammum) kemudian pembagian yang serasi tentang bersuci dari hadats besar dan sebab-
sebab untuk bersuci dari hadats kecil“. Lihat Fatawa Al Mar‟ah Al Muslimah (59)
Kesimpulan: Pendapat yang benar dalam hal ini adalah pendapat yang mengatakan
“menyentuh perempuan tidaklah membatalkan wudhu dengan syahwat ataupun tidak dengan
syahwat kecuali kalau keluar sesuatu dari kemaluannya (mani atau madzi)“
Hal tersebut dikarenakan tidak adanya dalil yang mengharuskan untuk bersuci setelah
menyentuh perempuan. Adapun ayat pada surat An Nisaa‟ maknanya adalah “melakukan
hubungan suami istri” sebagaimana yang ditafsirkan oleh Ibnu Abbas yang telah didoakan oleh
Rasulullah Sholallahu „Alaihi Wasallam agar Allah memberikan kepada Ibnu Abbas pemahaman
tentang ilmu tafsir Al Qur‟an. Dan diperkuat lagi oleh hadits Shahih Muslim dari Aisyah
Radhiyallahu „Anha bahwasanya dia berkata, “Aku letakkan tanganku di telapak kaki Rasulullah
Sholallahu „Alaihi Wasallam (yang sedang sholat)“
Berkata Imam Asy Syaukani, “Hadits ini menunjukkan bahwa menyentuh perempuan tidaklah
membatalkan wudhu“. Lihat Nail Authar (1-25). Pendapat ini juga diambil oleh Syaikhul Islam
pada kesempatannya yang terakhir sebagaimana tertera dalam Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah (hal:
28)
3. Mimisan
Adapun dua pendapat dikalangan ulama yang mempermasalahkan ini: Ada yang mengatakan
“Mimisan merupakan salah satu pembatal wudhu.” Mereka berdalil dengan hadits Aisyah yang
dikeluarkan oleh Ibnu Majah (bab 137 hadits 1222) dan dikeluarkan oleh Al Imam Ad
Daruquthni dan Al Imam Ahmad (yang artinya), “Barangsiapa yang muntah atau mimisan atau
keluar sisa makanan dari kerongkongan atau madzi maka hendaklah ia berwudhu.”
Adapun sebagian ulama yang lain berpendapat “mimisan tidak membatalkan wudhu.” Pendapat
ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Malik As Syarif, Ibnu Abi Aufa, Abu Hurairah, Jabir bin Zaid,
Ibnu Al Musayyab, Makhul dan Rabi‟ah. Lihat Nail Authar (1/206).
Pendapat yang kedua (mimisan tidak membatalkan wudhu) adalah pendapat yang dikuatkan
oleh Syaikhul Islam sebagaimana dalam Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyah (hal 28). Selain itu juga
dikuatkan oleh Al Imam Asy Syaukani. Beliau berkata, “Tidaklah pantas untuk mengatakan
bahwa darah atau muntah sebagai pembatal wudhu kecuali jika ada dalil yang menunjangnya
dan memastikan kewajiban (wajib wudhu dari mimisan atau muntah) sebelum mengetahui
kebenaran dalilnya, sama sepertu memastikan keharaman sebelum mengetahui kebenaran
dalil yang mengharamkan. Semua itu adalah menyandarkan kepada Allah suatu perkataan
padahal Allah tidak mengatakannya“. Lihat Nail Al Authar (1-207)
Berkata Asy Syaikh Abdurrahman As Sa‟di, “Pendapat yang benar adalah darah dan muntah
dan yang semisalnya (sesuatu yang keluar dari tubuh manusia yang bukan dari kemaluan dan
anus) tidak membatalkan wudhu banyak atau sedikit karena tidak ada dalil yang menunjukkan
kalau darah atau muntah membatalkan wudhu, dan hukum asal seseorang yang telah bersuci
adalah tetap dalam keadaan suci (sampai ada dalil yang mengeluarkan dari kesuciannya)“.
Lihat Tawdhih Al Ahkam (1/301).
Berkata Asy Syaikh Ibnu Utsaimin, “Sesuatu yang keluar dari sealin 2 jalan (kemaluan dan
anus) tidaklah membatalkan wudhu sedikit ataupun banyak kecuali kencing atau tinja (atau
madzi atau mani) karena hukum asalnya adalah tidaklah sebagai pembatal wudhu.
Barangsiapa yang mengeluarkan dari hukum asal maka wajib baginya untuk mendatangkan
dalilnya“. Lihat Fatawa Al Mar‟ah Al Muslimah (57).
Kesimpulan: Pendapat yang benar dalam hal ini adalah yang mengatakan bahwa mimisan
bukanlah sebagai pembatal wudhu dikarenakan hukum asal seseorang yang sudah bersuci
tetap dalam keadaan kesuciannya selama tidak ada dalil yang mengeluarkan dari hukum asal
tersebut dan dalam permasalahan ini tidak ada dalil yang kuat untuk mengeluarkan dari hukum
asal. Adapun hadits yang dikeluarkan „Aisyah bahwa mimisan dan muntah sebagai pembatal
wudhu, maka hadits ini adalah hadits yang lemah dikarenakan perawinya yang bernama Ismail
bin Ayyas telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, sementara periwayatannya dari selain orang se-
negrinya sering salah, lihat At Taqrib (48), ditambah lagi dalam hal ini ia menyelisihi perawi-
perawi yang lebih kuat darinya dan mereka meriwayatkannya secara mursal (terputus jalan
haditsnya) dan riwayat yang mursal telah dikuatkan oleh Al Imam Muhammad Bin Yahya Ad
Dzuhli, Ad Daruquthni dan Abu Hatim. Adapun jalan yang lain, dikeluarkan Ad Daruquthni
darinya dari Atha‟ bin Ajlan dan Abbad Bin Katsir dari Ibnu Abi Mulaikah dari „Aisyah.
Berkata Al Imam Baihaqi, “Yang benar irsal dan hadits dirafa‟kan (disambungkan jalannya) oleh
Sulaiman bin Arqam tetapi periwayatannya ditinggalkan oleh ahlul hadits. Selain itu juga ada
periwayatan dari Ibnu Abbas dikeluarkan oleh Ad Daruquthni, Ibnu Adiy dan Ath Thabrani tetapi
di jalannya ada Sulaiman Bin Arqam. Kemudian dari shahabat Abi Said dikeluarkan oleh Ad
Daruquthni di sanadnya ada Abu Bakr Adz Dzahiri, dia juga ditinggalkan periwayatannya“. Lihat
Nail Al Authar (1-206)
4. Muntah
Demikian juga dalam hal ini bahwa pendapat yang benar adalah muntah tidak membatalkan
wudhu. Hal ini dikarenakan tidak ada dalil yang kuat yang mengharuskan wudhu dari muntah.
Sebagaimana kaidah berulang-ulang kali disebutkan, yaitu “hukum asal seseorang yang telah
bersuci maka tidak membatalkan sucinya kecuali perkara-perkara yang datang dengan dalil
yang kuat.” Pendapat ini adalah pendapat Al Imam Malik, Imam Asy Syafii, dan lain-lain dan
diperkuat oleh Syaikhul Islam, Al Imam Asy Syaukani, Asy Syaikh As Sa‟di, Asy Syaikh Ibnu
Utsaimin, dan lain-lain. Lihat Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah (28), Nail Al Authar (1-207), Taudhih
Ahkam (1/301), Fatawa Al Mar‟ah Al Muslimah (57).
Adapun hadits Aisyah yang mewajibkan wudhu dari muntah telah dijelaskan kelemahannya.
Sedangkan hadits Abi Darda‟, “Bahwa Nabi Sholallahu „Alaihi Wasallam muntah kemudian
berwudhu” Hadits riwayat Al Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnul Jarud, Ibnu Hibban, Ad Daruquthni,
Al Baihaqi, Ath Thabrani, Ibnu Majah, dan Al Hakim. Berkata Ibnu Mandah, “Isnadnya shahih
bersambung akan tetapi ditinggalkan oleh Al Bukhari dan Muslim karena ada perselisihan di
jalan haditsnya“.
Berkata At Tirmidzi, “Husein Al Mu‟allim telah membaikkan sanadnya dan ini yang paling shahih
dalam permasalahan ini. Demikian juga berkata Ahmad dan di situ ada perselisihan yang
banyak sebagaimana disebutkan oleh Ath Thabrani dan juga yang lainnya. Berkata Al Baihaqi:
Jalan haditsnya mudhthradib (banyak perselisihan) tidak dapat dipakai sebagai hujjah” Talkhis
Al Habir (2-190)
Kesimpulannya: Hadits ini tidak bisa dipakai hujjah, kalaupun hadits ini dianggap shahih
sebagaimana disebutkan oleh Asy Syaikh Al Albani di dalam Tamamul Minnah (hal 111) hadits
ini tidak tidak menunjukkan wajibnya wudhu dari muntah akan tetapi hanya mustahab saja
(disunnahkan saja), afdhal untuk dilakukan dan tidaklah mengapa jika ditinggalkan karena
hanya berupa fiil saja (perbuatan saja). Sebagimana dinukil oleh Syaikh Al Albani dalam
Tamamul Minnah (112) dari Syaikhul Islam di Majmu‟al Ar Rasail 1 dan sebagaimana
disebutkan oleh Al Imam Asy Syaukani dalam Nail Al Authar (1-205) dan ditekankan juga oleh
Syaikh Ibnu Utsaimin. Fatawa Al Mar‟ah Al Muslimah
DAFTAR PUSTAKA
1. Dani Hidayat, Kitab Bulughul Marram, Pustaka Al Hidayah, th. 2008
2. PP. Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Th. 2010
3. Kitab Hadits Shahih Sembilan imam hadits.
4. AL Qur‟an al-Kariim.