tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-tingkat...

66
UNIVERSITAS INDONESIA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI TERAPEUTIK DI UNIT RAWAT INAP UMUM RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR SKRIPSI FAIRUS ALI ABDAD 1006823261 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA DEPOK JULI 2012 Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Upload: dinhkhanh

Post on 12-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

UNIVERSITAS INDONESIA

TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI

TERAPEUTIK DI UNIT RAWAT INAP UMUM

RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

SKRIPSI

FAIRUS ALI ABDAD

1006823261

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM SARJANA

DEPOK

JULI 2012

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 2: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

UNIVERSITAS INDONESIA

TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DI UNIT RAWAT INAP UMUM

RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan

FAIRUS ALI ABDAD

1006823261

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM SARJANA EKSTENSI

DEPOK

JULI 2012

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 3: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 4: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 5: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

iv Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya

sesuai jadwal yang telah ditentukan. Tugas akhir ini dibuat dalam bentuk laporan

penelitian dengan judul “Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi

Terapeutik Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”.

Selama proses penelitian dan penulisan laporan ini begitu banyak pihak yang

memberikan dukungan baik secara moril maupun spirituil. Oleh karena itu,

melalui tulisan ini saya bermaksud menghaturkan ucapan rasa terima kasih

kepada:

1) Ibu Kuntarti, SKp., M.Biomed selaku dosen koordinator mata ajar Tugas

Akhir di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

2) Ibu Yossie Susanti Eka Putri, SKp., MN selaku dosen pembimbing dalam

penyusunan tugas skripsi ini yang telah memberikan banyak masukan dan

arahan mulai dari proses penyusunan proposal hingga rampungnya laporan

penelitian ini.

3) Ibu Ns. Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

penguji pada sidang skripsi ini yang telah memberikan banyak masukan

dan arahan demi perbaikan laporan penelitian ini.

4) dr. Erie Dharma Irawan., Sp.KJ selaku direktur utama beserta seluruh staff

dan jajarannya yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan

penelitian di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

5) Suami saya (Heral Syarif), dan anak-anak saya (Sultan Azka Athaya

Alfalisya dan Darin Fatin Atsilah Alfalisya), serta seluruh keluarga besar

saya yang selalu memberikan dukungan baik dalam bentuk moril maupun

spirituil sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar

dan sukses.

6) Seluruh teman-teman mahasiswa FIK-UI kelas Ekstensi 2010 yang selalu

kompak dan senantiasa berbagi ilmu sehingga pengetahuan kita semakin

hari semakin bertambah.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 6: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

v Universitas Indonesia

7) Seluruh responden, yaitu teman-teman perawat yang bertugas di Unit

Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang telah bersedia

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

8) Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala

dukungan dan bantuannya.

Saya menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna dan

masih memerlukan banyak perbaikan. Untuk itu saya senantiasa terbuka atas

segala saran dan masukan demi perbaikan laporan penelitian ini agar menjadi

lebih baik dan sempurna. Akhir kata saya berharap semoga Allah SWT senantiasa

membimbing saya dan kita semua menuju perkembangan dan kemajuan dimasa

yang akan datang.

Depok, Juni 2012

Penulis

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 7: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 8: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

vii Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Skripsi, Juli 2012

Fairus Ali Abdad

Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

ix + 48 hal + 4 lampiran

ABSTRAK

Komunikasi terapeutik merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan perawat setiap kali berinteraksi dengan klien. Untuk dapat melakukan komunikasi terapeutik dengan baik setiap perawat perlu memiliki pengetahuan yang baik. Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif sederhana. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 91,5% responden termasuk kedalam kategori tingkat pengetahuan tinggi. Hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa karakteristik dan tingkat pengetahuan perawat yang tinggi merupakan beberapa hal yang dapat menjadi modal dasar bagi pelayanan keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap klien.

Kata Kunci:

Pengetahuan, karakteristik, komunikasi, terapeutik.

ABSTRACT

Therapeutic communication is an activity that should be practiced every interaction between nurse and clients. To perform a good therapeutic communication every nurses have appropriate knowledge. This research used descriptive design methode. The main purpose of this study is to identify the level of nurses knowledge about therapeutic communication in non-psychiatric ward atRS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Data were collected by questionnaire. This study shows that 91,5% of respondent are an high category level. As the result, nurses characteristics and knowledge are some fundamental points to improve nursing care quality.

Key words:

Knowledge, characteristics, communication, therapeutic.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 9: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

viii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ iLEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS................................................. iiLEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iii KATA PENGANTAR......................................................................................LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH........................

ivvi

ABSTRAK....................................................................................................... viiDAFTAR ISI....................................................................................................DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

viiix

1. PENDAHULUAN..................................................................................... 11.1 Latar Belakang..................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah................................................................................ 51.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 51.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 6

2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 72.1 Pengetahuan Perawat............................................................................ 72.2 Komunikasi Terapeutik........................................................................ 9

2.2.1 Komunikasi Verbal...................................................................... 92.2.2 Komunikasi Non-verbal.............................................................. 112.2.3 Hubungan Terapeutik.................................................................. 12

3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL................ 223.1 Kerangka Konsep................................................................................. 223.2 Definisi Operasional............................................................................. 23

4. METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 254.1 Desain Penelitian.................................................................................. 254.2 Tempat Penelitian................................................................................. 254.3 Populasi danSampel............................................................................. 25

4.3.1 Populasi....................................................................................... 254.3.2 Sampel......................................................................................... 25

4.4 Etika Penelitian..................................................................................... 274.5 Alat Pengumpul Data........................................................................... 294.6 Validitas dan Reliabilitas...................................................................... 294.7 Prosedur Pengumpulan Data................................................................ 304.8 Pengolahan dan Analisa data................................................................ 304.9 Sarana Penelitian ................................................................................. 30

5. HASIL PENELITIAN.............................................................................. 315.1 Karakteristik Perawat........................................................................... 325.2 Tingkat Pengetahuan Perawat.............................................................. 33

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 10: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

ix Universitas Indonesia

6. PEMBAHASAN...................................................................................... 346.1 Interpretasi Hasil dan Diskusi.............................................................. 356.2 Keterbatasan Penelitian........................................................................ 426.3 Implikasi Keperawatan......................................................................... 42

7. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 437.1 Kesimpulan........................................................................................... 437.2 Saran..................................................................................................... 44

Daftar Pustaka.................................................................................................. 46Lampiran-lampiran

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 11: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

ix Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Penjelasan PenelitianLampiran 2 : Inform ConsentLampiran 3 : Instrumen PenelitianLampiran 4 : Surat Izin Penelitian

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 12: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Sepanjang

perjalanan hidupnya manusia selalu melakukan komunikasi baik secara disadari

ataupun tidak. Kegiatan ini telah dilakukan manusia sejak masih berada didalam

kandungan dan akan terus berlangsung sampai datang hari kematian. Komunikasi

dilakukan individu untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menjalin kontak

dengan orang yang berada diluar dirinya sendiri. Hal ini dapat dilakukan karena

komunikasi merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan

seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan

orang lain (Potter & Perry, 2005).

Komunikasi merupakan cara yang dapat dilakukan individu untuk menyampaikan

suatu informasi kepada individu lain atau kepada lingkungan yang ada

disekitarnya. Secara disadari ataupun tidak manusia selalu melakukan proses

komunikasi meskipun tidak selalu dilakukan melalui ucapan kata-kata. Diam pada

dasarnya merupakan cara berkomunikasi juga, karena komunikasi mengacu tidak

hanya kepada isi pembicaraan tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana

individu menyampaikan suatu hubungan (Potter & Perry, 2005). Selain diam,

lirikan mata, dan sedikit gerakan tubuh juga merupakan bentuk dari komunikasi

non verbal, hal ini dapat menyiratkan suatu kesan yang dapat mempengaruhi

hubungan antar individu selama berkomunikasi. Komunikasi verbal dan non-

verbal diperlukan dalam menjalin hubungan dengan orang lain dalam segala

konteks dan situasi.

Pelayanan asuhan keperawatan berfokus kepada pelaksanaan sikap caring dan

upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia secara menyeluruh. Untuk mencapai

kedua hal tersebut diperlukan hubungan profesional yang bersifat saling

membantu atau helping relationship diantara perawat dan kliennya. Dengan

hubungan ini diharapkan asuhan keperawatan dapat dijalankan secara dinamis dan

harmonis. Perawat perlu memiliki keahlian khusus dalam menjalin hubungan

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 13: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

2

Universitas indonesia

profesional dengan kliennya. Hal ini tidak hanya berupa keterampilan dalam

memberikan asuhan yang bersifat prosedural saja tapi juga harus memiliki

keterampilan dalam melakukan kegiatan berkomunikasi. Komunikasi merupakan

salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengembangkan hubungan terapeutik

antara perawat dan klien (Stuart & Laraia, 2005). Perawat yang mengabaikan

komunikasi dalam memberikan asuhan terhadap kliennya kerap kali dianggap

kurang hangat, tidak peduli, dan tidak professional.

Komunikasi yang dilakukan oleh perawat profesional haruslah komunikasi yang

memiliki teknik, terencana dan memiliki tujuan yang spesifik. Komunikasi yang

seperti ini disebut komunikasi terapeutik. Keltner, Schwecke, dan Bostrom,

dalam Potter & Perry (2005) menyebutkan bahwa komunikasi terapeutik adalah

proses dimana perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari

kliennya. Fokus utama dari komunikasi adalah klien, namun prosesnya

direncanakan dan dipimpin oleh seorang professional yaitu perawat itu sendiri.

Videbeck (2008) menyebutkan bahwa komunikasi terapeutik ialah suatu interaksi

interpersonal antara perawat dan klien yang selama interaksi berlangsung perawat

berfokus pada kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan pertukaran informasi

yang efektif. Dalam menjalankan tugasnya perawat perlu memiliki keterampilan

khusus dalam melakukan komunikasi terapeutik agar tujuan yang diharapkan

dapat dicapai dengan lebih optimal.

Komunikasi terapeutik perlu dilakukan oleh perawat professional di setiap area

keperawatan dan bukan hanya di area psikiatri saja. Hal ini disebabkan karena

pada dasarnya setiap klien merupakan makhluk holistik yang terdiri dari unsur

bio-psiko-sosial-spiritual. Pada saat seseorang mengalami suatu masalah fisik,

maka secara otomatis hal ini dapat berpengaruh juga terhadap kondisi psikologi,

sosial, dan spiritualnya. Reighley (1998) dalam Dedah (2001) menyebutkan

beberapa masalah psikososial yang dapat terjadi pada pasien yang sedang sakit

fisik meliputi kecemasan, gangguan konsep diri, rasa tidak berdaya,

ketidakmampuan, dan kurangnya pengetahuan. Untuk menangani masalah-

masalah tersebut diperlukan kepekaan dan keterampilan khusus dari perawat

professional agar masalah-masalah ini dapat teratasi dengan baik, karena sentuhan

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 14: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

3

Universitas indonesia

secara psikologis pada dasarnya juga merupakan faktor penentu kesembuhan dan

pemulihan kondisi klien.

Kemampuan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik berbeda-beda

pada setiap individu perawat. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor

internal dan eksternal. Edyana (2008) menyebutkan bahwa faktor dominan yang

paling berhubungan dengan kemampuan perawat pelaksana dalam melaksanakan

komunikasi terapeutik di RS. Jiwa Bandung dan Cimahi adalah faktor motivasi

dan usia perawat. Manurung (2003) menyebutkan bahwa diperoleh hubungan

yang bermakna antara beberapa faktor diantaranya umur, status perkawinan, lama

kerja, pengalaman mengikuti pelatihan, supervisi, disain pekerjaan, dan sistem

penghargaan terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik di RS. Persahabatan

Jakarta. Sementara itu, Dedah (2001) menyebutkan bahwa masa kerja perawat

merupakan faktor yang paling dominan dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik

di RSUD Karawang.

Pelaksanaan komunikasi terapeutik di setiap area keperawatan dapat memberikan

pengaruh yang besar bagi mutu pelayanan secara keseluruhan. Masyarakat pada

era globalisasi seperti sekarang ini telah menjadi semakin cerdas dan kritis. Saat

ini pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat kerap kali dijadikan tolak

akur terhadap penilaian kualitas pelayanan. Supranto (2006) dalam Florida dan

Panjaitan (2009) menyebutkan bahwa kepuasan merupakan tingkat perasaan

seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan

harapan yang dimilikinya. Beberapa penelitian terkait pelaksanaan komunikasi

terapeutik dan hubungannya dengan kepuasan klien telah banyak dilakukan.

Doloksaribu dan Budi (2008) melakukan penelitian di RS. Internasional Bintaro

Tangerang, sebanyak 76,7% responden merasa puas. Hal ini disebutkan karena

pelaksanaan komunikasi terapeutik dari perawat kepada klien dan keluarga dinilai

telah dilakukan dengan baik. Florida dan Panjaitan (2009) dengan penelitian

sejenis di RS. PGI Cikini menyatakan bahwa 79% responden menyatakan sangat

puas terhadap pelayanan perawat, karena penerapan teknik komunikasi terapeutik

disana pun dinilai sangat memuaskan.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 15: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

4

Universitas indonesia

Menghadapi tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap mutu pelayanan

keperawatan kiranya keterampilan dalam melakukan komunikasi terapeutik perlu

untuk selalu ditingkatkan. Keterampilan ini tentu saja perlu didukung dengan

peningkatan pengetahuan. Hal ini merujuk kepada Notoatmodjo (1997) dalam

Dedah (2001) yang menyebutkan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila

suatu tindakan dilakukan dengan dasar pengetahuan yang baik maka perilaku

tersebut akan bersifat lebih langgeng. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang teknik

komunikasi terapeutik kiranya perlu dimiliki setiap perawat agar dalam

melaksanakan suatu prosedur perawat tidak mengabaikan pelaksanaan komunikasi

terapeutik.

Istilah komunikasi terapeutik bagi sebagian besar perawat di RS. Dr. H. Marzoeki

Mahdi Bogor sepertinya bukanlah merupakan suatu istilah yang baru dan asing.

Hal ini mungkin disebabkan karena sejak awal berdirinya rumah sakit ini

merupakan rumah sakit jiwa yang banyak memberikan perhatian khusus terhadap

pengembangan komunikasi terapeutik di area keperawatan jiwa. Sejak tahun 2000

rumah sakit ini mulai mengembangkan pelayanan umum non psikiatri dengan

membuka unit rawat inap umum, hal ini bertujuan untuk menunjang pelayanan

kesehatan jiwa dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan sistem pelayanan

kesehatan yang lebih berkualitas.

Hingga saat ini pelayanan umum di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor masih

terus dikembangkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Sub Bagian Rekam

Medis tahun 2007 dalam Ifada (2008) disebutkan bahwa indikator mutu pada area

pelayanan umum menunjukkan bahwa angka BOR adalah 84,85%, LOS 4 hari,

dan TOI 1 hari. Berdasarkan data survey kepuasan klien terhadap pelayanan

keperawatan di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

diketahui bahwa hasil 64% pelanggan menyatakan sangat puas, 35% pelanggan

puas, dan 1% pelanggan menyatakan tidak puas (Laporan Tahunan Bidang

Perawatan, 2011). Kondisi ini mungkin merupakan indikasi yang positif bagi

pengendalian mutu pelayanan keperawatan, namun sayangnya peneliti belum

melihat adanya penelitian-penelitian ilmiah yang mengeksplorasi faktor-faktor

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 16: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

5

Universitas indonesia

yang mempengaruhi indikator mutu pelayanan tersebut, ataupun penelitian-

penelitian terkait pelaksanaan komunikasi terapeutik.

Kondisi ini berbeda dengan area pelayanan psikiatri, dimana penelitian dengan

topik komunikasi terapeutik telah sering dilakukan meskipun hasilnya jarang

dipublikasikan. Juriah (2008) melakukan penelitian tentang komunikasi terapeutik

dan menyatakan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik di ruang MPKP Jiwa

60% lebih efektif dibandingkan dengan ruang non-MPKP jiwa. Dengan tuntutan

masyarakat yang semakin tinggi atas kualitas pelayanan keperawatan, dan

kebutuhan akan tingkat pengetahuan yang memadai bagi setiap perawat agar

mampu melaksanakan komunikasi terapeutik dengan lebih baik, maka peneliti

berminat untuk melakukan penelitian dengan topik komunikasi terapeutik di Unit

Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien dapat

dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya oleh kemampuan perawat dalam

melaksanakan komunikasi terapeutik. Untuk dapat melaksanakan komunikasi

terapeutik dengan baik perawat harus memiliki pengetahuan tentang komunikasi

terapeutik yang baik pula agar hal tersebut dapat menjadi landasan bagi perawat

untuk menerapkan komunikasi terapeutik saat berinteraksi dengan klien.

Pelaksanaan komunikasi yang baik diharapkan dapat mempengaruhi kepuasan

klien terhadap pelayanan keperawatan, Berdasarkan latar belakang diatas maka

peneliti tertarik untuk meneliti “bagaimana tingkat pengetahuan perawat tentang

komunikasi terapeutik di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi

Bogor?” kiranya pengetahuan tersebut dapat menjadi dasar pemikiran perawat

dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik saat memberikan pelayanan

keperawatan yang dilakukan sehari-hari.

1.3 . Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum:

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan perawat

tentang komunikasi terapeutik di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki

Mahdi Bogor.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 17: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

6

Universitas indonesia

1.3.2 Tujuan khusus:

Tujuan khusus yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:

a) Memperoleh data distribusi frekuensi dari tingkat pengetahuan perawat di

Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

b) Memperoleh data distribusi frekuensi perawat berdasarkan karakteristik

perawat yang bertugas di unit rawat inap umum RS. Dr. H. Marzoeki

Mahdi Bogor, meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja,

dan pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak

diantaranya:

1.4.1 Bagi instansi pelayanan keperawatan

Data dari hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan bahan masukan untuk

pengembangan mutu pelayanan sehingga kepuasan klien dan keluarga dapat

tercapai secara lebih optimal. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi

informasi tentang karakteristik perawat dan tingkat pengetahuannya tentang

komunikasi terapeutik di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi

Bogor.

1.4.2 Bagi peneliti

Bagi peneliti kiranya penelitian ini dapat memberikan pengalaman yang berharga

dan menambah pengetahuan tentang sistematika penulisan ilmiah, prosedur

penelitian dan mendapat pengetahuan yang lebih mendalam tentang komunikasi

terapeutik.

1.4.3 Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian ini kiranya dapat dijadikan landasan untuk melakukan penelitian

berikutnya yang berkaitan dengan komunikasi terapeutik dimasa yang akan

datang.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 18: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

7 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan teori dan konsep yang terkait dengan penelitian yang

berjudul “tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di unit

rawat inap umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”. Adapun teori dan konsep

yang hendak diuraikan meliputi pengetahuan perawat, komunikasi terapeutik,

termasuk didalamnya konsep tentang hubungan terapeutik antara perawat dan

klien.

2.1 Pengetahuan Perawat

Pengetahuan erat kaitannya dengan ilmu. Untuk memiliki satu pengetahuan

individu perlu melakukan suatu proses yang disebut belajar. Belajar yang

dimaksud tidak selalu harus dilakukan melalui proses belajar mengajar disekolah

saja, tapi dapat juga dilakukan melalui pengamatan, membaca literatur, atau

melihat pengalaman orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Notoatmodjo (2007)

menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan proses dari tahu yang terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan melalui panca inderanya berupa penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba terhadap suatu objek tertentu. Talbot

(1995) dalam Potter dan Perry (2005) mengungkapkan bahwa pengetahuan adalah

sumber informasi dan penemuan yang merupakan suatu proses yang kreatif untuk

mendapatkan suatu pengetahuan baru. Dari beberapa definisi tersebut dapat

disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang

melalui proses yang melibatkan panca indera terhadap suatu objek tertentu dan

merupakan suatu proses yang melibatkan kreatifitas.

Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan perlu memiliki pengetahuan

agar apa yang dilakukannya memiliki dasar dan dapat dipertanggung jawabkan.

Fulbrook, Albarran, Baktoft, dan Sidebottom (2011) dalam artikelnya

menyebutkan bahwa dalam komunitas keperawatan internasional telah disepakati

bahwa pengetahuan, keterampilan dan kompetensi perawat sangat penting untuk

memastikan kualitas asuhan keperawatan yang dilakukan kepada klien yang

diasuhnya. Penerapan pengetahuan tentang suatu informasi dan tingkat kecerdasan

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 19: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

8

Universitas Indonesia

perawat merupakan ciri dari persiapan perawat profesional dalam pelaksanaan

asuhan di area keperawatan kritis, dimana harus ada kesesuaian antara kebutuhan

klien dengan keterampilan, pengetahuan dan atribut dari kepedulian perawat yang

diberikan kepada klien (World Federation of Critical Care Nurses, 2005, dalam

Fulbrook, Albarran, Baktoft, dan Sidebottom, 2011).

Pengetahuan perawat sebagaimana pengetahuan individu secara umum dapat

dijadikan suatu landasan dalam melakukan suatu perilaku tertentu. Green (1980)

dalam Dedah (2001) menyebutkan bahwa beberapa faktor predisposisi yang

berpengaruh terhadap perilaku individu adalah pengetahuan, sikap, nilai, dan

kondisi sosial demografi. Hal ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2007)

yang menyebutkan bahwa suatu perilaku yang dilakukan dengan landasan

pengetahuan yang baik akan bersifat lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari pengetahuan. Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan dapat mempengaruhi bagaimana perawat berperilaku dan bertindak

dalam kapasitasnya sebagai pemberi asuhan kepada klien. Sebagaimana penelitian

yang dilakukan Abdalrahim, Majali, Stomberg, dan Bergbom (2010) yang

mengungkapkan bahwa meningkatnya pengetahuan perawat dapat mengubah

sikap terhadap suatu permasalahan dan hal ini bermanfaat bagi pengembangan

kesadaran diri perawat dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada

klien. Oleh karena itu, kiranya pengetahuan merupakan suatu hal yang penting

bagi perawat dalam kapasitasnya sebagai pemberi asuhan kepada klien.

Tingkat pengetahuan setiap individu berbeda-beda satu sama lainnya. Hal ini

dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya usia, tingkat pendidikan, sumber

informasi, pengalaman, ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya (Notoatmodjo,

2007). Dalam bidang keperawatan, pengetahuan perawat dapat terus berkembang

dengan variasi yang berbeda-beda tergantung pada pengalaman, pendidikan dan

inisiatif perawat dalam membaca literatur atau sumber-sumber informasi lainnya.

Kedalaman dan keluasan pengetahuan perawat juga dapat mempengaruhi

kemampuan dalam berpikir kritis dan kemampuan dalam menangani masalah

keperawatan yang sedang dihadapi (Potter & Perry, 2010). Untuk mengetahui

tingkat pengetahuan seseorang dapat dilakukan pengukuran dengan menyebarkan

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 20: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

9

Universitas Indonesia

angket atau kuesioner yang menanyakan tentang isi materi tertentu. Khomsan

(2000) dalam Mawaddah dan Hardiansyah (2008) menyebutkan bahwa tingkat

pengetahuan seseorang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu tinggi,

sedang, dan kurang. Kategori tinggi jika skor yang diperoleh responden berada

pada rentang ≥ 80%, kategori sedang jika skor 60- 80%, dan kategori kurang jika

skor ≤ 60 %. Dengan tingkat pengetahuan yang tinggi kiranya kemampuan

perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik dapat dilaksanakan dengan

lebih baik. Oleh sebab itu tingkat pengetahuan perawat merupakan suatu hal yang

harus selalu ditingkatkan agar perawat dapat lebih percaya diri dan mampu

menampilkan sikap professional yang lebih maksimal.

2.2 Komunikasi Terapeutik

Komunikasi lazim dilakukan individu dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini

biasanya dilakukan dengan tujuan untuk bertukar informasi dengan orang lain

yang ada disekitarnya (Videbeck, 2008). Komunikasi dapat dilakukan secara

disadari ataupun tidak dengan melibatkan proses yang kompleks. Komunikasi

merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang

untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain

(Potter & Perry, 2005). Dengan melakukan komunikasi sesungguhnya manusia

memiliki keinginan agar dapat diterima oleh lingkungan dan memelihara

hubungan dengan lingkungan yang ada sekitarnya.

Secara umum komunikasi terdiri dari dua bentuk, yaitu komunikasi verbal dan

komunikasi non verbal. Kedua bentuk ini memiliki pengertian dan karakteristik

yang berbeda satu sama lain.

2.2.1 Komunikasi verbal

Komunikasi verbal terdiri dari kata-kata yang digunakan individu untuk berbicara

kepada satu pendengar atau lebih (Videbeck, 2008). Kata-kata tersebut bervariasi

antar individu sesuai dengan budaya, latar belakang ekonomi, usia dan pendidikan

(Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2004). Komunikasi verbal merupakan bentuk

komunikasi yang paling disadari karena individu harus memilih kata-kata yang

akan mereka gunakan. Beberapa aspek penting dalam komunikasi verbal menurut

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 21: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

10

Universitas Indonesia

Kozier, Erb, Berman, dan Snyder (2004), Potter dan Perry (2010) adalah sebagai

berikut:

1) Perbendaharaan kata

Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim dan penerima pesan tidak

dapat menerjemahkan kata dan frase yang digunakan. Kedua belah pihak

yang saling berhubungan perlu memiliki perbendaharaan kata yang

memadai karena komunikasi ini menggunakan kata-kata sebagai dasar

dalam berkomunikasi.

2) Kecepatan dan Intonasi

Kecepatan dan intonasi merupakan aspek yang penting karena keduanya

dapat mengubah perasaan dan dampak yang ditimbulkan dari pesan yang

disampaikan. Percakapan akan berhasil jika menampilkan kecepatan yang

sesuai yang mengindikasikan adanya minat, ansietas, kebosanan, atau

ketakutan. Intonasi diperlukan untuk mengekspresikan antusiasme,

kesedihan, kemarahan, dan atau kegembiraan. Dari kedua aspek ini

seseorang dapat dinilai bagaimana kondisi psikologisnya yang terjadi saat

mengucapkan kata-kata.

3) Kejelasan, kesederhanaan, dan keringkasan

Komunikasi yang efektif harus bersifat jelas, sederhana, dan ringkas. Kata-

kata yang disampaikan sebaiknya diucapkan dengan artikulasi yang baik,

tidak berbelit-belit dan cukup ringkas sehingga mudah untuk dipahami dan

dimengerti.

4) Waktu dan kesesuaian

Waktu dalam hal ini juga merupakan aspek penting dalam komunikasi.

Pesan yang disampaikan pada waktu yang tidak tepat dapat menimbulkan

kerancuan bahkan dapat menimbulkan konflik diantara pengirim dengan

penerima pesan.

2.2.2 Komunikasi non verbal

Komunikasi non verbal adalah perilaku yang menyertai isi komunikasi verbal.

Komunikasi non verbal dapat menunjukkan pikiran, perasaan, kebutuhan, dan

nilai yang dianut pembicara, yang lebih sering ditunjukkan secara tidak sadar

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 22: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

11

Universitas Indonesia

(Videbeck, 2008). Gesture, gerak tubuh, penggunaan sentuhan, penampilan fisik

termasuk perhiasan, merupakan bagian dari komunikasi non verbal (Kozier, Erb,

Berman, & Snyder, 2004). Beberapa hal yang merupakan aspek pentin yang

dalam komunikasi non verbal, meliputi (Potter & Perry, 2010, Kozier, Erb,

Berman, & Snyder, 2004):

1) Penampilan pribadi

Penampilan pribadi meliputi karakteristik fisik, ekspresi wajah, gaya

berpakaian serta berdandan yang ditampilkan individu saat berkomunikasi.

Hal-hal tersebut dapat menjadi aspek penting yang mudah untuk dinilai

karena sangat mudah untuk diobservasi oleh lawan bicara.

2) Postur dan gaya berjalan

Postur dan gaya berjalan kerap kali menjadi indikator yang reliabel untuk

menilai konsep diri, alam perasaan dan kesehatan yang sedang dialami

seseorang.

3) Ekspresi wajah

Wajah merupakan bagian tubuh yang paling ekspresif. Segala bentuk

perasaan dapat terlihat melalui ekspresi wajah yang ditampilkan individu.

Perasaan terkejut, takut, marah, sedih dan gembira memiliki cirri dan

karakteristik yang spesifik sehingga mudah untuk diidentifikasi.

4) Kontak mata

Kontak mata merupakan sinyal yang menunjukkan bahwa seseorang siap

untuk berkomunikasi. Mempertahankan kontak mata merupakan cerminan

sikap menghargai dan kesediaan untuk mendengarkan lawan bicara.

5) Gerakan tubuh (gesture)

Gerakan tubuh memiliki suatu makna tertentu yang dapat menekankan dan

memperjelas kata yang diucapkan. Dalam beberapa situasi gerakan tubuh

dapat menjadi suatu hal yang penting dan kerap kali ditampilkan secara

tidak disadari.

6) Suara

Suara dapat membantu pengiriman pesan dan berguna dalam

mengkomunikasikan perasaan dan pikiran. Suara juga dapat menimbulkan

berbagai interpretasi terhadap pesan yang disampaikan. Bagaimana suara

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 23: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

12

Universitas Indonesia

iitu terdengar oleh lawan bicara kiranya dapat berpengaruh terhadap

penerimaan dan interpretasi dari pesan yang disampaikan.

7) Teritorialitas dan ruang pribadi

Teritorialitas adalah kebutuhan untuk memperoleh, mempertahankan, dan

membela hak seseorang akan ruang tertentu. Area teritorial merupakan hal

yang penting karena memberikan identitas, kenyamanan, dan kendali bagi

seseorang. Ruang pribadi adalah jarak yang lebih disukai individu dalam

interaksinya dengan orang lain. Zona ruang pribadi menurut Potter dan

Perry (2010), Videbeck (2008), adalah:

Zona intim : 0 - 46 cm atau 0 – 18 inci

Zona pribadi : 46 cm – 1,2 meter atau 18 – 36 inci

Zona social : 1,2 – 3,6 meter atau 4 – 12 kaki

Zona publik : 3,6 meter atau 12 – 15 kaki

2.2.3 Hubungan Terapeutik Perawat - klien

Perawat dalam melakukan tugasnya perlu menjalin suatu hubungan yang

professional dengan klien, teman sejawat, dan tim kesehatan lainnya dalam

konteks hubungan professional dengan klien, hubungan ini merupakan hal yang

penting dan sifatnya berbeda dengan hubungan sosial biasa karena hubungan ini

selain bersifat professional juga memiliki suatu tujuan yang berfokus pada

kesejahteraan klien. Hubungan perawat - klien adalah suatu proses yang dinamis

meliputi usaha kolaborasi diantara perawat dan klien untuk mengatasi masalah

dan meningkatkan kesehatan dan kemampuan klien dalam beradaptasi (Potter &

Perry, 2005). Hubungan yang dimaksud adalah hubungan terapeutik, dimana

hubungan ini bertujuan untuk membantu mengarahkan tercapai pertumbuhan

klien yang lebih baik dan optimal.

Hubungan terapeutik perawat-klien sebagaimana disebutkan dalam Stuart dan

Laraia (2005), Potter dan Perry (2005), dan Kozier, Erb, Berman, dan Snyder

(2004) terdiri dari empat fase yang masing-masing fase memiliki karakteristik

dan tujuan yang berbeda. Adapun fase-fase hubungan terapeutik tersebut terdiri

dari:

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 24: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

13

Universitas Indonesia

1) Fase Pra-interaksi

Fase ini dimulai sebelum perawat bertemu dengan klien untuk pertama

kalinya dan merupakan fase dimana perawat merencanakan pendekatan

terhadap klien. Pada fase ini perawat dapat melihat kembali catatan medik

klien, mengantisipasi masalah kesehatan yang mungkin timbul pada

interaksi pertama, mempersiapkan lingkungan yang nyaman dan

merencanakan waktu yang cukup untuk interaksi. Perawat pada fase ini

juga perlu mengeksplorasi perasaan, fantasi dan juga ketakutan yang ada

didalam dirinya serta menganalisis kekuatan dan keterbatasan yang

dimiliki sebelum melakukan interaksi dengan klien. Pearwat yang berhasil

melalui fase ini dengan baik akan menampilkan sikap yang lebih percaya

diri dan lebih siap menghadapi segala macam kemungkinan.

2) Fase Orientasi atau perkenalan

Fase ini dimulai saat pertama kali perawat bertemu dengan klien dan

saling mengenal satu sama lainnya. Perawat perlu menampilkan sikap

yang hangat, empati, menerima, dan bersikap penuh perhatian terhadap

klien. Hubungan pada fase ini masih bersifat superficial, tidak pasti, dan

masih tentatif. Klien biasanya akan menguji kemampuan dan komitmen

perawat dalam memberikan asuhan sesuai dengan harapan yang

dimilikinya. Pada fase ini perawat dapat mulai memperkenalkan diri,

dengan menyebutkan nama dan mengklarifikasi peran perawat dalam

proses interaksi. Selanjutnya perawat dapat menggali kondisi dan keadaan

klien melalui observasi dan wawancara, mengeksplorasi perasaan, pikiran

dan perbuatan klien, dan memprioritaskan masalah yang perlu diintervensi

pada fase berikutnya. Langkah berikutnya adalah membuat kontrak waktu

dan merencanakan tujuan dari suatu tindakan keperawatan yang akan

dilakukan. Hal ini perlu dilakukan dengan mengembangkan sikap saling

percaya dan terbuka diantara kedua belah pihak.

3) Fase Kerja

Fase kerja merupakan fase dimana perawat dan klien bekerja sama untuk

memecahkan suatu masalah dan mencapai tujuan bersama. Perawat perlu

memotivasi klien untuk berekspresi, mengeksplorasi dan menetapkan

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 25: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

14

Universitas Indonesia

tujuan yang hendak dicapai. Pada fase ini perawat dapat menunjukkan

sikap caring dengan memberikan informasi yang dibutuhkan klien,

melakukan tindakan yang sesuai, dan menggunakan teknik komunikasi

terapeutik. Perawat juga dapat membantu klien dalam menggali pikiran

dan perasaannya, mengeksplorasi stressor, mendorong perkembangan

kesadaran diri klien, mendukung pemakaian mekanisme koping yang

adaptif, dan merencanakan program selanjutnya yang sesuai dengan

kemampuan klien. Perawat juga perlu mengatasi penolakan klien terhadap

perilaku adaptif yang hendak diajarkan oleh perawat dengan teknik dan

pendekatan yang sesuai

4) Fase Terminasi

Fase terminasi merupakan fase untuk mengakhiri hubungan. Perawat

bersama klien dapat saling mengeksplorasi perasaan yang muncul akibat

dari perpisahan yang akan dijalani. Pada fase ini baik perawat maupun

klien dapat merasakan perasaan puas, senang, marah, sedih, jengkel dan

perasaan lainnya yang mungkin menimbulkan ketidaknyamanan. Perawat

perlu menghadirkan realitas perpisahan kepada klien dan melakukan

evaluasi dari pencapaian tujuan setelah interaksi dilakukan. Pada fase ini

perawat juga perlu menetapkan rencana tindak lanjut yang perlu

dilakukan klien terkait intervensi yang baru saja dilakukan pada fase

kerja, dan menetapkan kontrak untuk interaksi yang berikutnya.

Dalam menjalin hubungan terapeutik, perawat perlu mengunakan strategi khusus

agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik. Komunikasi

terapeutik merupakan salah satu jembatan yang dapat mendorong terciptanya

hubungan terapeutik dimana komunikasi ini dimanfaatkan untuk membina dan

mempertahankan hubungan yang sehat. Komunikasi terapeutik merupakan suatu

interaksi interpersonal antara perawat dan klien yang selama interaksi berlangsung

perawat berfokus kepada kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan pertukaran

informasi yang efektif antara perawat dan klien (Videbeck, 2008). Komunikasi

terapeutik juga merupakan proses dimana perawat menggunakan pendekatan

terencana dalam mempelajari klien yang diasuhnya (Potter & Perry, 2005).

Dengan komunikasi terapeutik diharapkan hubungan interpersonal antara perawat

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 26: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

15

Universitas Indonesia

dan klien dapat dikembangkan. Kozier, Erb, Berman, dan Snyder (2004)

menyebutkan bahwa komunikasi terapeutik dapat meningkatkan hubungan yang

konstruktif antara perawat dan klien yang berada dibawah tanggung jawab

asuhannya. Oleh karena itu, agar dapat membina hubungan yang terapeutik

perawat perlu mengembangkan kemampuan berkomunikasi terapeutik selama

berinteraksi dengan klien.

Kemampuan perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik merupakan suatu

hal yang penting dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Beberapa studi telah

dilakukan untuk mengetahui pandangan klien terhadap kemampuan perawat

dalam berkomunikasi pada saat melakukan asuhan keperawatan. Selama ini telah

menjadi rahasia umum bahwa sikap perawat yang tidak komunikatif merupakan

salah satu penyebab utama atas kesalahpahaman dan memicu terjadinya konflik

di setiap hubungan perawat-klien. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh

McCabe (2004) dalam Jasmine (2009) disebutkan bahwa sebagian besar klien

berpendapat bahwa banyak perawat di rumah sakit yang tidak memiliki sikap

yang menjadikan klien sebagai fokus dalam asuhannya dan berkomunikasi hanya

dalam orientasi tugas semata. Paxton., et al (1996) dalam Jasmine (2009) juga

menyebutkan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik sesungguhnya akan

berdampak pada peningkatan kepuasan klien terhadap pelayanan kesehatan.

Beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia juga berpendapat bahwa

pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat kepada klien dan keluarganya dapat

meningkatkan kepuasaan klien terhadap pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

Dolaksaribu dan Budi (2008) menyebutkan bahwa hasil penelitian di RS.

Internasional Bintaro Tangerang 76,7% responden merasa puas atas pelaksanaan

komunikasi terapeutik dari perawat kepada klien dan keluarga. Sementara itu

Florida dan Panjaitan (2009) dengan penelitian sejenis di RS. PGI Cikini

menyatakan bahwa 79% responden menyatakan sangat puas terhadap pelayanan

perawat, karena penerapan teknik komunikasi terapeutik oleh perawat yang

bertugas disana juga telah dilakukan dengan sangat baik.

Beberapa teknik komunikasi terapeutik yang dapat dilakukan perawat saat

berinterkasi dengan klien adalah sebagai berikut:

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 27: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

16

Universitas Indonesia

1) Mendengar (Listening)

Mendengar berarti perawat hadir untuk pasien. Stuart dan Laraia (2005)

menyebutkan bahwa mendengar merupakan suatu proses aktif dalam

menerima informasi dan mengetahui reaksi terhadap pesan yang diterima.

Teknik mendengar dapat ditunjukkan dengan memandang klien dan

menjaga kontak mata ketika berinteraksi, melakukan anggukan saat klien

membicarakan hal penting dan menerima setiap gagasan baru yang

disampaikan oleh klien. Nilai yang terdapat pada sikap ini adalah perawat

melakukan komunikasi non verbal yang menunjukkan rasa ketertarikan

dan sikap menerima. Hal ini sejalan dengan Jasmine (2009) yang

menekankan bahwa teknik mendengar harus melibatkan postur tubuh,

ekspresi wajah dan kontak mata yang baik yang menunjukkan bahwa

perawat memiliki minat yang sungguh-sungguh terhadap klien. Perawat

harus menghindari gerakan tubuh yang tidak perlu, menyilangkan tangan

dan kaki, dan memalingkan wajah kearah yang lain.

2) Menggunakan pertanyaan terbuka (Broad opening)

Pertanyaan terbuka diajukan untuk menunjukkan sikap menerima dan

merangsang klien mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya. Dengan

teknik ini perawat dapat memberikan kesempatan kepada klien untuk

mengajukan suatu topik tertentu sesuai dengan minat yang dimiliki klien

saat berinteraksi dengan perawat (Videbeck, 2008). Hal ini sejalan dengan

pernyataan Stein dan Parbury (2005) dalam Jasmine (2009) yang

menyebutkan bahwa penggunaan kalimat tertutup dapat membatasi

kesempatan klien dalam mengungkapkan perasaannya, sehingga perawat

hanya akan mendapatkan informasi yang terbatas. Dengan pertanyaan

terbuka diharapkan perawat memperoleh informasi yang lebih banyak dari

klien dan memberi kesempatan kepada klien untuk mengeksplorasi

perasaannya. Contoh pertanyaan terbuka yang dapat diajukan adalah "Apa

yang sedang Anda pikirkan?” atau “Bagaimana perasaan Anda hari ini?”

3) Memperjelas informasi

Saat berinteraksi dengan klien, perawat dapat mengalami kesulitan untuk

memahami maksud dari kata-kata yang disampaikan oleh kliennya. Hal ini

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 28: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

17

Universitas Indonesia

mungkin terjadi saat klien mengucapkan kalimat secara tidak jelas,

berbelit-belit, menggunakan istilah-istilah kiasan, membatasi informasi

yang disampaikan, dan menampilkan bahasa tubuh yang tidak sesuai

dengan kalimat yang diucapkan. Untuk menghadapi kondisi-kondisi

tersebut perawat dapat melakukan beberapa teknik komunikasi terapeutik

berikut ini:

Pengulangan (Restating)

Stuart dan Laraia (2005), Videbeck (2008) menyebutkan bahwa

teknik pengulangan merupakan teknik yang digunakan dengan

mengulangi pikiran atau ide utama yang dinyatakan oleh klien.

Potter dan Perry (2006) menyebutkan istilah parafase atau

pengulangan pesan dapat dilakukan perawat dengan mengulang

pesan yang disampaikan klien menggunakan bahasa perawat

sendiri, hal ini dilakukan agar kedua belah pihak memiliki

pemahaman yang sama terhadap suatu ide atau topik.

Klarifikasi (Clarification)

Klarifikasi bertujuan untuk memperjelas kata-kata, ide, atau pikiran

yang sifatnya masih samar dan meminta penjelasan klien atas

sesuatu informasi yang belum jelas. Videbeck (2008) menyebutkan

bahwa klarifikasi dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan

yang lebih spesifik sampai informasi yang didapatkan benar-benar

dimengerti. Contoh pertanyaan: “Saya tidak yakin dengan apa

yang Anda katakan tadi, bisakah Anda mengulanginya kembali?”

Refleksi (reflection)

Merupakan teknik mengulang kembali ide, perasaan, pernyataan,

dan pertanyaan yang diajukan oleh klien. Teknik ini bertujuan

untuk memastikan bahwa perawat telah memahami apa yang klien

sampaikan dan menunjukkan rasa empati, ketertarikan, dan respek

terhadap klien.

Berbagi persepsi (Sharing Perception)

Teknik ini dapat dilakukan perawat dengan cara menanyakan

kembali hal-hal yang dirasakan belum cukup jelas tentang pikiran

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 29: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

18

Universitas Indonesia

dan perasaan yang klien sampaikan. Contoh kalimat yang dapat

digunakan “Anda tersenyum, tetapi Saya merasakan bahwa

sebenarnya Anda sedang marah.” Tujuan dari teknik ini adalah

untuk menyampaikan pemahaman perawat terhadap klien dan

bertujuan untuk menjernihkan kebingungan komunikasi misalnya

ketika terdapat kerancuan antara komunikasi verbal dengan

komunikasi nonverbal yang disampaikan klien.

Identifkasi Tema (Theme Identification)

Klien mungkin berulang kali menyebutkan suatu kondisi, perasaan

atau pikiran-pikiran tertentu namun perawat menilai bahwa klien

belum menyadari jika hal-hal tersebut telah menjadi masalah atau

bahkan akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Perawat

perlu mengidentifikasi tema-tema seperti ini untuk meningkatkan

eksplorasi dan pemahamanan klien terhadap masalah-masalah

penting yang sedang klien dihadapi. Pada teknik ini hindari

pemberian nasihat, menduga-duga, dan penolakan (Stuart &

Laraia, 2005). Contoh kalimat yang dapat digunakan: “Anda

tersenyum, tetapi suster merasakan bahwa sebenarnya Anda sedang

cemas”.

4) Humor

Pada saat-saat tertentu perawat boleh mengajukan humor jika memang

diperlukan. Tetapi perawat harus berhati-hati jangan sampai humor yang

disampaikannya malah menyinggung perasaan klien sehingga hubungan

terapeutik antara perawat dan klien menjadi terganggu. Videbeck (2008)

menyebutkan bahwa humor dalam komunikasi terapeutik bermanfaat

untuk mengurangi kecemasan, menghadirkan kegembiraan, dan

mengurangi kesenjangan sosial antara klien dan perawat. Stuart dan Laraia

(2005) menyebutkan bahwa humor dapat dilakukan untuk berbagi energi

dan kebahagiaan, namun harus diperhatikan jangan sampai perasaan klien

tersakiti oleh humor tersebut dengan cara menghindari diskriminasi, dan

sikap meremehkan.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 30: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

19

Universitas Indonesia

5) Memberitahukan (Informing) dan Sugesti

Stuart dan Laraia (2005) mengatakan bahwa perawat harus memiliki

kemampuan yang baik dalam menyampaikan suatu informasi. Hal ini

dapat digunakan pada saat memberikan pendididkan kesehatan yang sesuai

dengan kebutuhan klien terkait status kesehatannya. Namun, dalam

melakukan teknik ini perlu dihindari memberikan nasihat yang dapat

menurunkan harga diri klien. Sugesti dapat dilberikan dengan cara

menunjukkan ide-ide alternatif kepada klien yang mungkin dapat dijadikan

bahan pertimbangan terhadap pemecahan masalah. Hal ini juga bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran dan memberi alternatif pilihan kepada

klien. (Stuart & Laraia, 2005). Sejalan dengan hal itu, Jones (2009)

mengatakan bahwa pada saat klien membutuhkan saran atau bimbingan,

perawat dapat bertindak sebagai mentor. Dalam keadaan seperti ini

perawat dapat mendukung klien dengan memberikan informasi atau

membimbing mereka ke arah yang lebih baik atau dengan mengarahkan

klien untuk mencari sumber informasi yang lebih tepat.

6) Memfokuskan (Focusing)

Ada kalanya pembicaraan klien berganti dari satu topik ke topik yang lain.

Teknik memfokuskan adalah mengarahkan pembicaraan klien pada satu

poin penting saja (Videbeck, 2008). Teknik ini dapat dilakukan dengan

mengajukan suatu pertanyaan atau pernyataan yang membantu klien untuk

memperluas topik yang penting (Stuart & Laraia, 2005). Dari teknik ini

diharapkan dapat membawa klien kepada inti permasalahan dan

mempertahankan tujuan dari proses komunikasi. Teknik ini juga berguna

untuk menghindari terjadinya kebingungan, generalisasi, dan perubahan

dari topik pembicaraan. Contoh kalimat yang dapat digunakan: “Saya

mengerti bahwa Anda juga ingin membicarakan tentang masalah pacar dan

kantor, tapi sesuai dengan kontrak awal kita bahwa pembicaraan kita saat

ini hanya akan membicarakan tentang masalah keluarga Anda saja, betul

bukan? Bagaimana? coba lanjutkan cerita tentang masalah keluarga Anda

tadi?”

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 31: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

20

Universitas Indonesia

7) Diam (Silence)

Pada kondisi-kondisi tertentu komunikasi non verbal seperti diam sangat

dianjurkan untuk alasan terapeutik. Teknik ini dapat dilakukan dengan

duduk bersama klien tanpa mengucapkan sepatah kata pun yang

menunjukkan keterlibatan dan ketertarikan perawat terhadap sikap klien.

Pada teknik ini hindari mengajukan pertanyaan kepada klien tentang

respon yang ditunjukkannya atau bersikap memecahkan kediaman secara

tidak terapeutik (Stuart & Laraia, 2005). Diam dalam komunikasi

terapeutik pada dasarnya bertujuan untuk memberi waktu kepada klien

untuk menuangkan tindakan, pikiran, atau perasaan kedalam kata-kata dan

menurunkan kecepatan interaksi (Videbeck, 2008).

8) Sentuhan

Sentuhan merupakan salah satu bentuk komunikasi perawat. Ini

merupakan hak istimewa bagi perawat yang tidak dimiliki oleh profesi

lain. Sentuhan dilakukan untuk menyampaikan pesan akan suatu perhatian,

dukungan emosional, dorongan, kelembutan dan perhatian pribadi (Potter

& Perry, 2010)

9) Empati

Empati merupakan kemampuan untuk memahami dan menerima realita

seseorang, merasakan perasaan dengan tepat dan mengkomunikasikan

pengertian kepada pihak lain (Potter & Perry, 2010). Sikap empati juga

bertujuan untuk menunjukkan perhatian, minat, dan kehangatan seorang

perawat kepada klien.

10) Menghadirkan diri secara fisik

Beberapa tindakan perawat untuk menunjukkan kehadiran fisik, dapat

ditunjukkan melalui beberapa cara berikut ini (Kozier, Erb, Berman, &

Snyder, 2004):

Duduk berhadapan dengan klien yang menyatakan “Saya siap

untuk berbicara dengan Anda”

Tunjukkan sikap terbuka dengan menghindari melipat tangan dan

kaki

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 32: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

21

Universitas Indonesia

Condongkan tubuh ke arah klien untuk memberi isyarat bahwa

perawat tertarik untuk komunikasi dengan klien.

Bersikap rileks dan menghindari ketegangan selama berinterakasi

dengan klien.

Pertahankan kontak mata terutama pada level yang sejajar untuk

menunjukkan penghargaan terhadap klien dan bertujuan untuk

menunjukkan keinginan untuk melanjutkan komunikasi.

Penggunaan teknik-teknik diatas disesuaikan dengan kebutuhan

klien pada saat interaksi berlangsung.

11) Bersikap menerima

Sikap yang dapat dilakukan untuk menunjukkan bahwa perawat menerima

klien adalah dengan menunjukkan sikap mendengarkan klien tanpa

memutus pembicaraan, tidak memberikan bantahan meskipun perawat

berada pada pendapat yang berbeda, menghindari perdebatan dan

memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian.

Dari sekian banyak teknik komunikasi terapeutik yang dipaparkan para ahli, hal

yang terpenting adalah penerapannya dalam kegiatan sehari-hari. Masyarakat

lebih menyukai perawat yang komunikatif, daripada perawat yang terampil namun

terkesan tidak ramah karena mengabaikan komunikasi saat berinteraksi dengan

klien. Oleh karena itu, pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat merupakan

suatu hal yang sangat penting. Meskipun pada kenyataannnya pelaksanaan teknik-

teknik komunikasi terapeutik terkadang masih menemui sejumlah hambatan. Hal

ini dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah karakteristik perawat yang

meliputi usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, dan pengalaman

mendapatkan pelatihan, dan lain lain. Selain karakteristik perawat, karaktersitik

atasan, karakteristik organisasi, sistem penghargaan, dan faktor eksternal lainnya

juga dianggap mempengaruhi pelaksanaan komunikasi terapeutik pearwat. Namun

terlepas dari itu semua, pelaksanaan komunikasi terapeutik pada perawat

merupakan suatu hal yang harus terus dikembangkan, agar klien merasa puas dan

perawat lebih percaya diri.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 33: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

22 Universitas Indonesia

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep sangat penting dalam suatu penelitian. Hal ini bermanfaat untuk

membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan konsep dan teori yang

telah ada. Kerangka konsep adalah sesuatu yang abstrak yang menuntun suatu

objek untuk menemukan identitas atau pengertian (Burns & Grove, 2001).

Kerangka konsep merupakan rangkuman dari kerangka teori yang dibuat dalam

bentuk diagram yang menghubungkan antar variabel yang diteliti dan variabel lain

yang terkait (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Pada penelitian ini kerangka konsep

yang hendak dibangun dituangkan dalam skema 3.1 berikut ini:

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan perawat tentang komunikasi

terapeutik

Tingkat pengetahuan perawat (Khomsan, 2000):

- Kurang - Sedang- Tinggi

Karakteristik perawat:- Usia- Jenis kelamin- Masa kerja- Tingkat pendidikan- Pelatihan Komunikasi

Terapeutik

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 34: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

23

Universitas Indonesia

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang dibentuk berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan (Nursalam, 2008). Definisi operasional

adalah mendefinisikan variabel secara operasional dan berdasarkan karakteristik

yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena tertentu (Hidayat,

2007). Adapun definisi operasional, alat, cara, hasil, dan skala ukur dari masing-

masing variabel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini:

VARIABEL DEFINISIOPERASIONAL

ALAT DAN

CARA UKUR

HASIL UKUR

SKALA

Pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik

Pemahanan responden tentang komunikasi terapeutik, meliputi fase-fase hubungan terapeutik, danteknik-teknik komunikasi terapeutik.

Menggunakan kuesioneryang dimodifikasi dari Hasan (2002), berisi 25 pernyataan dengan alternatif jawaban benar atau salah.

Tingkat pengetahuan(Khomsan, 2000):- Tinggi, jika

responden memiliki skor 20-25.

- Sedang, jikaresponden memiliki skor 15-19.

- Kurang, jika responden memiliki skor ≤ 14.

Ordinal

Usia Jumlah tahun sejak responden lahir hingga ulang tahun terakhirnya.

Kuesioner bagian karakteristik responden.

Usia dalam tahun

Interval

Jenis kelamin Kondisi yang membedakan responden berdasarkan ciri-ciri fisik tertentu.

Kuesioner bagian karakteristik responden.

-Pria-Wanita

Nominal

Masa kerja Sejumlah waktu yang dihitung dalam rentang tahun yang menunjukkan lamanya responden

Kuesioner bagian karakteristik responden.

1- 5 tahun> 5 tahun

Ordinal

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 35: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

24

Universitas Indonesia

bekerja di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

Tingkat pendidikan

Jenjang pendidikan formal terakhir di bidang keperawatan yang telah dijalani responden.

Kuesioner bagian karakteristik responden.

- D III - S-I

Ordinal

Pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik

Pengalaman responden dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang komunikasi terapeutik dari pendidikan informal.

Kuesioner bagian karakteristik responden.

- Pernah- Belum

pernah

Nominal

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 36: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

25 Universitas Indonesia

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif sederhana.

Sastroasmoro dan Ismael (2011) menyebutkan bahwa penelitian deskriptif adalah

penelitian dimana peneliti hanya melakukan deskripsi mengenai fenomena yang

ditemukan, dimana hasil pengukuran disajikan apa adanya tanpa dilakukan

analisis mengapa fenomena itu terjadi. Dengan menggunakan desain ini peneliti

ingin mendapatkan informasi tentang data demografi perawat dan tingkat

pengetahuan perawat tentang teknik komunikasi terapeutik pada perawat yang

bertugas di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.

4.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki

Mahdi Bogor, meliputi tujuh ruang rawat inap umum, yaitu Ruang Arjuna, Bisma,

Antasena, Gayatri, Perinatologi, ICU, dan Parikesit.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah sekelompok subyek dengan karakteristik tertentu

(Sastroasmoro & Ismael, 2011). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh

perawat yang bertugas di unit rawat inap umum yang berjumlah 125 orang (data

diperoleh dari bagian SDM RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor per tanggal 10

Maret 2012).

4.3.2 Sampel

Sampel adalah subset atau bagian dari populasi yang akan diteliti (Sastroasmoro

& Ismael, 2011). Teknik penetapan sampel yang digunakan pada penelitian ini

adalah Purposive Sampling Methods (PSM), yaitu suatu teknik penetapan sampel

dengan cara memilih sampel diantara populasi yang sesuai dengan kebutuhan

penelitian sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang

telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini sebelum

melakukan pengambilan sampel terlebih dahulu peneliti menentukan kriteria

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 37: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

26

Universitas Indonesia

inklusi yang akan dipakai dalam penetapan sampel penelitian. Adapun beberapa

kriteria inklusi yang ditetapkan pada penelitian ini adalah:

Perawat yang bertugas di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi

Bogor, meliputi Ruang Arjuna, Bisma, Parikesit, Perinatologi, Antasena, ICU,

dan Gayatri.

Usia 20 - 55 tahun

Masa kerja > 1 tahun

Pendidikan minimal D-III keperawatan

Bersedia dan mampu berpartisipasi dalam penelitian yang dibuktikan dengan

mengisi informed consent.

Untuk menentukan jumlah sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini peneliti

menggunakan rumus populasi terbatas, yaitu :

= 1 + .Keterangan rumus:

n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = Derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditoleransi

(nilai d = 0,05)

Selain menggunakan rumus diatas, jumlah sampel yang diteliti juga ditambah

sebanyak 10% untuk mengantisipasi adanya sampel yang drop out (Sastroasmoro

& Ismael, 2011), oleh karena itu besar sampel yang diteliti pada penelitian ini

menjadi:

= 1251 + 125 (0,05)

= 1251,3 = 96, 1 96

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 38: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

27

Universitas Indonesia

Jika ditambahkan 10 % untuk mengantisipasi responden yang drop out, maka

besar responden menjadi:

= 96 10% = 9,6 10

Dengan demikian maka besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah

96 ditambah 10, maka jumlahnya menjadi sebanyak 106 orang.

4.4 Etika Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk melaksanakan dan menjungjung

tinggi prinsip-prinsip etika penelitian guna menghargai hak asasi manusia (respect

human dignity) dan prinsip-prinsip keadilan (right to justice) terhadap setiap

subjek penelitian. Merujuk kepada Polit dan Beck (2004) beberapa hal yang

dilakukan peneliti berdasarkan prinsip-prinsip etika penelitian adalah sebagai

berikut:

4.4.1 Prinsip manfaat (Beneficence)

Beneficence merupakan prinsip yang sangat mendasar dalam suatu penelitian.

Berdasarkan prinsip ini suatu penelitian harus memberikan manfaat dan menjamin

setiap responden terhindar dari hal-hal atau resiko negatif yang dapat ditimbulkan.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti berusaha mempertimbangkan

terlebih dahulu manfaat dari penelitian yang akan dilakukan dan meyakinkan

bahwa penelitian ini tidak akan mendatangkan resiko negatif terhadap pihak

manapun terutama bagi responden yang terlibat. Peneliti juga menyatakan

bersedia menghentikan proses penelitian ini jika diketahui bahwa penelitian ini

dapat mendatangkan hal-hal negatif bagi pihak-pihak yang terlibat. Pernyataan ini

terutang dalam penjelasan penelitian yang disampaikan kepada setiap responden.

4.4.2 Prinsip menghargai martabat manusia

Prinsip menghargai martabat manusia memberi jaminan kepada setiap calon

responden untuk mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan derajat dan martabat

manusia. Dengan prinsip ini setiap responden berhak mendapat informasi,

mengajukan pertanyaan, menentukan sikap secara mandiri untuk menerima atau

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 39: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

28

Universitas Indonesia

menolak menjadi responden dan setiap responden juga diperkenankan mengakhiri

partisipasinya jika ada hal-hal yang dianggap kurang berkenan terkait penelitian

yang akan dilakukan. Untuk memenuhi prinsip ini, sebelum membagikan

kuesioner terlebih dahulu peneliti memberikan penjelasan singkat tentang

penelitian, memberi kesempatan bagi calon responden untuk melakukan

klarifikasi, dan setelah calon responden menyatakan bersedia untuk menjadi

responden maka peneliti memberikan lembar informed consent untuk

ditandatangani. Hal ini sejalan dengan pendapat Sastroasmoro dan Ismael (2011)

yang menyatakan bahwa informed consent atau lembar persetujuan setelah

mendapat penjelasan merupakan aspek yang sangat penting dalam penelitian. Dari

106 lembar informed consent yang disebar, keseluruhannya diisi lengkap oleh

responden dan dikumpulkan oleh peneliti sebagai aspek legal dalam penelitian ini.

4.4.3 Prinsip keadilan (Justice)

Prinsip keadilan menjamin setiap responden untuk mendapatkan perlakuan yang

sama dengan responden yang lain. Dalam suatu penelitian tidak boleh ada

diskriminasi. Oleh karena itu peneliti berusaha memenuhi prinsip ini dengan

memberikan perlakuan yang sama dan berusaha tidak melakukan diskriminasi

terhadap responden tertentu mulai dari proses awal penelitian hingga penyusunan

laporan penelitian ini. Setiap calon responden memiliki kesempatan yang sama

untuk menjadi responden, berhak mendapatkan informasi yang sama, tidak

dibeda-bedakan berdasarkan suku, agama, maupun tingkat social ekonomi, dan

setiap responden memiliki kesempatan yang sama untuk mengetahui sejauh mana

proses penelitian ini dijalankan.

4.4.4 Anonimity & confidentiality

Peneliti memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan atas setiap informasi yang

disampaikan oleh responden. Dalam penelitian ini prinsip Anonimity dan

confidentiality dilakukan dengan cara menghindari penulisan nama atau inisial

dalam kuesioner yang dibagikan. Peneliti hanya menggunakan kode-kode tertentu

untuk hal-hal yang diperlukan saja. Selanjutnya setelah data yang diharapkan

berhasil diperoleh peneliti mendokumentasikan semua data kedalam dokumen

pribadi milik peneliti untuk menghindari resiko terjadinya kebocoran informasi.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 40: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

29

Universitas Indonesia

4.5 Alat Pengumpul Data

Instrument yang digunakan dalam proses pengumpulan data pada penelitian ini

adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang dimodifikasi

dari Hasan (2002) disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Kuesioner ini terdiri

dari dua bagian yaitu karakteristik perawat dan pengetahuan perawat. Pada

bagian karakteristik perawat terdapat data demografi yang meliputi usia, jenis

kelamin, lama bekerja, pendidikan terakhir, dan pengalaman mendapatkan

pelatihan tentang komunikasi terapeutik. Pada bagian pengetahuan perawat

terdapat 25 pernyataan yang disertai dua alternatif jawaban yaitu benar dan salah.

Untuk setiap pilihan jawaban yang benar diberi nilai satu dan untuk pilihan

jawaban yang salah diberi nilai nol.

4.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Sutanto (2007) menyebutkan bahwa validitas mempunyai arti sejauh mana

ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Untuk mengetahui validitas

suatu instrumen dapat dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor

masing-masing varibel dengan skor totalnya dari semua variabel. Suatu variabel

dinyatakan valid jika skor dari variabel tersebut berkorelasi secara signifikan

dengan skor totalnya. Sementara itu, reliabilitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan

pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan alat ukur yang

sama. Suatu pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban seorang responden

terhadap pertanyaan tersebut konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengujian

reliabilitas dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu. Jika terdapat

pertanyaan yang tidak valid, maka pertanyaan tersebut dapat direvisi atau bahkan

dihapus, sementara pertanyaan yang sudah valid selanjutnya secara bersama-sama

dapat diukur reliabilitasnya. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas suatu

pertanyaaan dapat dilakukan uji crombach alpha. Nilai crombach alpha ≥ 0,6

berarti reliabel, dan crombach alpha < 0,6 berarti tidak reliabel.

Pada tahun 2002, Hasan telah melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap

kuesionernya dengan nilai crombach alpha 0,9397. Karena pada penelitian ini

kuesioner Hasan telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian,

maka peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas kembali terhadap 20 orang

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 41: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

30

Universitas Indonesia

responden, yaitu perawat yang berdinas di Ruang Rawat Inap Subadra RS. Dr. H.

Marzoeki Mahdi Bogor. Hasil uji validitas dan reliabilitas ini menunjukkan bahwa

nilai r hitung ≥ r tabel (dimana nilai r tabel yaitu 0,4438) dan nilai chrombach

alpha 0,858. Dengan demikian kuesioner ini dinyatakan valid dan reliabel

sehingga layak untuk digunakan dalam penelitian ini.

4.7 Prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini dimulai setelah proposal penelitian

disetujui oleh pembimbing akademik di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Indonesia. Selanjutnya peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian ke

bagian Diklit RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tempat penelitian ini akan

dilakukan. Setelah mendapat surat izin penelitian dari pihak rumah sakit peneliti

menemui setiap kepala ruangan untuk melakukan pendekatan sambil

menyampaikan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Pada

proses pengumpuan data, peneliti semaksimal mungkin berusaha mendampingi

responden dalam pengisian kuesioner, namun untuk saat-saat tertentu dimana

peneliti berhalangan untuk hadir dihadapan responden, maka peneliti

mendelegasikan tugas pendampingan tersebut kepada pihak-pihak yang

berkompeten, misalnya kepala ruangan, ketua tim, atau teman perawat lain yang

bersedia membantu.

4.8 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah terkumpul dianalisis dalam bentuk statistik deskriptif. Analisis

data ini meliputi distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel

(Notoatmodjo, 2010). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis

data univariat yang bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Data yang sudah lengkap selanjutnya

diberi skoring untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk

dianalisa.

4.9 Sarana Penelitian

Sarana yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat tulis, kalkulator, lembar

kuesioner dan perangkat komputer.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 42: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

31 Universitas Indonesia

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini variabel yang diteliti meliputi karakteristik perawat dan tingkat

pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik. Untuk variabel karakteristik

perawat sub variabel yang diteliti meliputi usia, jenis kelamin, lama bekerja,

tingkat pendidikan, dan pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik.

Pada sub variabel tingkat pengetahuan, distribusi data yang diteliti meliputi

tingkat pengetahuan dalam rentang kurang, sedang, dan tinggi.

5.1 Karakteristik Perawat

Dalam instrumen yang digunakan pada penelitian ini karakteristik responden yang

diteliti terdiri dari usia, jenis kelamin, lama bekerja, tingkat pendidikan, dan

pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik. Distribusi dari tiap-tiap

sub variabel diatas tertuang dalam tabel berikut ini:

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Perawat Berdasarkan Usia Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Bulan Juni 2012 (n = 106)

Mean Median SD Minimal Maksimal

31,48 30 6,189 23 50

Usia responden dalam penelitian ini berada dalam rentang usia dewasa. Usia

termuda adalah 23 tahun, dan usia tertua 50 tahun. Adapun usia rata-rata dari

seluruh responden adalah 31 tahun.

Tabel 5.2 Distribusi Perawat Berdasarkan Jenis Kelamin Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Bulan Juni 2012 (n = 106)

KARAKTERISTIK JUMLAH PERSENTASE (%)

Laki-lakiPerempuan

2680

24,575,5

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 75,5% responden berjenis

kelamin perempuan.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 43: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

32

Universitas Indonesia

Tabel 5.3 Distribusi Perawat Berdasarkan Masa kerja Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Bulan Juni 2012 (n = 106)

KARAKTERISTIK JUMLAH PERSENTASE (%)

1 – 5 tahun> 5 tahun

6145

57,542,5

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 57,5% perawat memiliki masa

kerja antara 1-5 tahun dan sebanyak 42,5% memiliki masa kerja > 5 tahun.

Tabel 5.4 Distribusi Perawat Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Bulan Juni 2012 (n = 106)

KARAKTERISTIK JUMLAH PERSENTASE (%)

D-III KeperawatanS-1 Keperawatan

1015

95,34,7

Untuk variabel tingkat pendidikan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 95,3%

responden merupakan lulusan D-III keperawatan, dan sebagian kecilnya

merupakan lulusan S-1 keperawatan.

Tabel 5.5 Distribusi Perawat Berdasarkan Pengalaman Mengikuti Pelatihan Komunikasi Terapeutik Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi

Bogor Bulan Juni 2012 (n = 106)

KARAKTERISTIK JUMLAH PERSENTASE (%)

Belum PernahPernah

6145

57,542,5

Untuk variabel pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa 57,5 % responden belum pernah mengikuti

pelatihan dan hanya 42,5% pernah mengikuti pelatihan.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 44: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

33

Universitas Indonesia

5.2 Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan responden pada penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga

kategori yaitu kurang, sedang, dan tinggi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa

sebanyak 91,5% responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Adapun

distribusi data tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik

dituangkan pada tabel berikut ini:

Tabel 5.6 Distribusi Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H Marzoeki Mahdi Bogor bulan

Juni 2012 (n=106)

TINGKAT PENGETAHUAN JUMLAH PERSENTASE (%)

Tinggi (skor 20-25) 97 91,5

Kurang (skor ≤ 14) 9 8,5

Total 106 100

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 45: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

34 Universitas Indonesia

BAB 6

PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan mencoba melakukan interpretasi terhadap hasil yang

telah diperoleh dari penelitian yang berjudul “Tingkat Pengetahuan Perawat

Tentang Komunikasi Terapeutik Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki

Mahdi Bogor”. Interpretasi terhadap hasil penelitian ini dibagi ke dalam dua

pokok bahasan, meliputi karakteristik perawat dan tingkat pengetahuan perawat

tentang komunikasi terapeutik. Selain dua pokok bahasan tersebut, peneliti juga

akan memaparkan tentang keterbatasan penelitian dan implikasi hasil penelitian

untuk bidang keperawatan.

6.1 Interpretasi Hasil dan Diskusi

6.1.1 Karakteristik Perawat

Karakteristik perawat yang berhasil diidentifikasi dari penelitian ini meliputi usia,

jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, dan pengalaman perawat dalam

mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik.

6.1.1.1 Usia Perawat

Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa responden memiliki usia rata-rata

31 tahun, usia termuda 23 tahun, dan usia tertua 50 tahun. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Dedah (2001), Hasan (2002), dan Edyana (2008) yang

menyatakan bahwa pada karakteristik perawat rentang usia perawat berada pada

rentang usia dewasa muda dan pertengahan. Rentang usia tersebut dapat

dikategorikan kedalam rentang usia produktif, dimana pada rentang ini seseorang

biasanya dianggap telah cukup matang, bijaksana, dan secara psikososial kerap

kali dianggap lebih mampu menyelesaikan tugas-tugas sosial dan lebih

bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Siagian (2001) dalam Edyana (2008)

menyatakan bahwa usia berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas

seseorang, hal ini dapat diartikan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang

maka akan meningkat pula kedewasaan atau kematangan jiwanya baik secara

teknis maupun psikologis. Namun pada kenyataannya dari beberapa penelitian

seperti yang dilakukan oleh Dedah (2001) disebutkan bahwa usia tidak dapat

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 46: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

35

Universitas Indonesia

dibuktikan pengaruhnya terhadap kemampuan perawat dalam melakukan

komunikasi terapeutik. Begitu juga dengan Hasan (2002) yang menyatakan bahwa

usia perawat tidak mempengaruhi persepsinya terhadap pelaksanaan komunikasi

terapeutik.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini kiranya perawat di Unit

Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dapat diberdayakan secara

maksimal guna mendukung program-program pelayanan yang hendak dilakukan

di rumah sakit. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Potter dan Perry (2005)

bahwa karakteristik individu pada masa dewasa muda dan pertengahan (usia 21-

65 tahun) diantaranya yaitu memiliki peningkatan kebiasaan dalam berpikir

rasional, memiliki pengalaman hidup dan pendidikan yang memadai serta secara

psikososial dianggap lebih mampu dalam memecahkan tugas pribadi dan sosial.

Pada rentang usia ini individu juga cenderung lebih perhatian dan fokus terhadap

pekerjaannya untuk membuktikan bahwa status sosial ekonomi yang dimilikinya

telah mencapai tingkat yang memuaskan. Sementara itu Erikson dalam Craven

dan Hirnle (2000) yang dikutip Bhakti (2002) juga menyebutkan bahwa tugas

perkembangan yang terjadi pada masa dewasa muda dan pertengahan adalah

membangun hubungan personal dan professional, mengembangkan kreatifitas

serta prod uktifitas dalam pekerjaan baik dalam hubungan personal maupun

professional. Oleh karena itu, kiranya perawat di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr.

H. Marzoeki Mahdi Bogor juga perlu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya

untuk mengembangkan diri sesuai dengan tingkat usia masing-masing agar lebih

mampu dan lebih termotivasi dalam bekerja sehingga dapat mendukung kemajuan

dan kesuksesan pelayanan secara keseluruhan.

6.1.1.2 Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa distribusi perawat perempuan lebih

banyak dibandingkan perawat laki-laki. Hal ini senada dengan banyak penelitian

lain yang mengkaji karakteristik perawat. Sebagaimana dalam penelitian Dedah

(2001), Hasan (2002), dan Edyana (2008) ketiga penelitian ini pada variabel jenis

kelamin juga menunjukkan bahwa jumlah perawat perempuan lebih dominan

daripada perawat laki-laki.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 47: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

36

Universitas Indonesia

Pada dasarnya karakteristik perempuan dan laki-laki memang berbeda, bukan

hanya dari segi fisik saja, tapi juga dalam hal cara berpikir dan bertindak. Fern

Johnson dalam Bastable (2002) yang dikutip oleh Edyana (2008) menyebutkan

bahwa perempuan cenderung lebih mampu menjadi pendengar yang baik,

langsung menangkap fokus diskusi, dan tidak selalu berfokus terhadap diri

sendiri, sementara laki-laki dianggap tidak demikian, namun biasanya dianggap

lebih mampu dalam memimpin suatu diskusi. Dengan perbedaan karakteristik ini,

kiranya perempuan dan laki-laki dapat saling melengkapi dalam kehidupan sehari-

hari, begitu juga hal nya dalam profesi keperawatan. Apalagi dari beberapa

penelitian yang dilakukan oleh Dedah (2001), Hasan (2002) dan Edyana (2008)

ketiganya sama-sama menyebutkan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap persepsi, kemampuan, motivasi, dan juga pelaksanaan

komunikasi terapeutik di area penelitian mereka. Sehingga kiranya perawat laki-

laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam upaya pengembangan

kualitas pelayanan tanpa memandang karakteristik yang dimilikinya berdasarkan

jenis kelamin. Namun, kiranya dimasa yang akan datang perlu dilakukan kajian

yang lebih mendalam terkait perbedaan gender pada perawat untuk memperkaya

bahan kajian dan pendalaman teori sehingga dapat bermanfaat bagi

pengembangan pelayanan keperawatan di masa yang akan datang.

6.1.1.3 Masa Kerja

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 57,5% responden memiliki

masa kerja antara 1-5 tahun dan sebagian lagi memiliki masa kerja > 5 tahun.

Dedah (2001) membagi kategori masa kerja menjadi dua kategori yaitu < 10 tahun

dan > 10 tahun, Hasan (2002) membagi kategori masa kerja menjadi < 8 tahun

dan > 8 tahun. Sementara Bhakti (2002) dan Edyana (2008) menetapkan kategori

masa kerja perawat dengan menggunakan kategori rendah dan tinggi berdasarkan

hasil analisis statistik dari proses pengolahan data yang diperolehnya. Penetapan

kategori masa kerja pada penelitian ini ditetapkan dengan merujuk kepada kriteria

inklusi yang telah ditetapkan sebelumnya. Dimana hal ini dikaitkan dengan

kemungkinan seseorang merasakan kejenuhan dalam pekerjaan yang dapat

mempengaruhi motivasi dan prestasi kerjanya. Leide (1997) dalam Hasan (2002)

menyatakan bahwa penurunan kualitas bekerja dapat terjadi pada para pekerja

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 48: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

37

Universitas Indonesia

yang telah bekerja lebih dari lima tahun. Berdasarkan pernyataan tersebut peneliti

tertarik untuk membagi kriteria masa kerja kedalam kedua kategori tersebut, yaitu

rentang 1-5 tahun dan > 5 tahun. Hal ini diharapkan dapat memberi gambaran

tentang resiko perawat mengalami kejenuhan dalam pekerjaannya sehingga dapat

dilakukan antisipasi terhadap permasalahan tersebut.

Dengan dominasi masa kerja perawat antara 1-5 tahun, kiranya perawat di Unit

Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dianggap masih memiliki

resiko yang rendah terhadap kejenuhan sehingga mampu memberi peluang bagi

perawat untuk melakukan pelayanan dengan lebih baik, dan memiliki kesempatan

untuk mengembangkan diri dengan lebih maksimal. Namun kiranya, apresiasi

terhadap perawat yang memiliki masa kerja > 5 tahun pun tetap harus diberikan

karena sebagaimana diungkapkan Kreitner dan Kinski (2003) dan Robbins (2003)

dalam Edyana (2008) bahwa semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin

terampil dan semakin berpengalaman pula dalam melaksanakan pekerjaannya.

Dengan peningkatan pengalaman dan keterampilan ini diharapkan kepercayaan

diri perawat dapat meningkat sehingga motivasi dan performa kerja yang

ditampilkan dapat lebih baik. Adapun untuk menghindari kejenuhan, pihak-pihak

yang berwenang dapat mengambil kebijakan dengan melakukan usaha-usaha

seperti sistem rotasi berkala, modifikasi lingkungan, sistem penghargaan yang adil

dan kesempatan pengembangan diri perawat dengan mempertimbangan masa

kerja di unit-unit terkait.

6.1.1.4 Tingkat Pendidikan

Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa sebagian besar perawat yang

bertugas di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

merupakan perawat lulusan D-III. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa

seluruh responden memiliki pengalaman mengecap pendidikan tinggi dengan

asumsi bahwa pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya akan tinggi pula.

Hal ini sebagaimana telah diungkapkan Siagian (2001) dalam Edyana (2008) yang

menyebutkan bahwa proses pendidikan merupakan suatu pengalaman yang

berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas kepribadian seseorang,

dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin besar motivasinya

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 49: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

38

Universitas Indonesia

untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya. Hal ini diperkuat oleh

Kounenou, Aikaterini, dan Georgia (2011) yang menyatakan bahwa perawat

dengan tingkat pendidikan tinggi (studi pascasarjana, seminar, dan lain-lain) akan

menunjukkan aspek kemampuan konseling yang lebih baik dalam berkomunikasi

selama berinteraksi dengan klien. Namun pada kenyataannya, beberapa penelitian

mengungkapkan kondisi yang berbeda, seperti Hasan (2002) yang menemukan

bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan terhadap persepsi perawat

tentang komunikasi terapeutik, Edyana (2008) juga menemukan bahwa tingkat

pendidikan tidak ada hubungannya dengan penerapan komunikasi terapeutik.

Beberapa penelitian yang sejalan dengan pernyataan Kounenou, Aikaterini, dan

Georgia adalah penelitian Dedah (2001) yang menyatakan bahwa tingkat

pendidikan perawat memiliki hubungan yang bermakna terhadap pelaksanaan

komunikasi terapeutik.

Berdasarkan karakteristik perawat yang tergambar dari penelitian ini kiranya

kondisi ini juga dapat dijadikan salah satu faktor pendukung bagi rumah sakit

untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan memanfaatkan sumber daya manusia

(SDM) yang handal dari segi pendidikan dasar keperawatan. Pendidikan

berkelanjutan juga kiranya perlu didorong bagi setiap perawat agar memiliki

kemampuan yang lebih baik karena proses pendidikan berkelanjutan dapat

menunjang peningkatkan pengetahuan seseorang sehingga mampu memiliki

pemahaman yang lebih baik terhadap suatu permasalahan. Hal ini sebagaimana

diungkapkan Papadatou dan Anagnostopoulos (1999) dalam Kounenou,

Aikaterini, dan Georgia (2011) yang menyebutkan bahwa pendidikan perawat

melalui studi pasca sarjana, seminar dan pelatihan, membuat perawat memperoleh

pengetahuan khusus yang pada gilirannya membantu mereka untuk memahami

perilaku pasien sehingga menghasilkan kemampuan perawat yang lebih baik

dalam berkomunikasi dengan pasiennya.

6.1.1.5 Pelatihan Komunikasi Terapeutik

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa perawat yang pernah mengikuti pelatihan

komunikasi terapeutik hanya berjumlah 42,5%. Hal ini berarti sebagian besar

responden belum pernah mengikuti pelatihan. Namun seperti telah disebutkan

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 50: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

39

Universitas Indonesia

pada bab sebelumnya, tingkat pengetahuan perawat termasuk dalam kategori

tinggi, hal ini tampaknya untuk sementara dapat diasumsikan bahwa tingginya

tingkat pengetahuan perawat lebih disebabkan karena perawat memiliki tingkat

pendidikan rata-rata D-III dan beberapa orang sudah S-1 sehingga pernah

mendapatkan kurikulum pendidikan tentang komunikasi terapeutik. Faktor yang

lain mungkin disebabkan karena kebiasaan membaca literatur dan sumber-sumber

ilmiah atau dapat juga disebabkan oleh adanya kesempatan berdiskusi antar

sesama perawat disela-sela waktu bekerja. Namun, tentu saja hal ini

membutuhkan kajian lebih lanjut agar diketahui dengan lebih jelas tentang

pengaruh pelatihan komunikasi terapeutik terhadap tingkat pengetahuan perawat.

Pelatihan tentang komunikasi terapeutik dalam beberapa penelitian kerap kali

disebutkan dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan

komunikasi terapeutiki. Dalam penelitian Bhakti (2001) disebutkan bahwa

pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik memiliki hubungan yang

cukup signifikan terhadap pelaksanaan hubungan terapeutik antara perawat

dengan klien. Dedah (2001) juga berpendapat bahwa pengetahuan seseorang dapat

menurun setelah beberapa waktu jika tidak dilakukan pengulangan atau

dipraktekkan secara berkesinambungan. Dedah juga menambahkan bahwa

pelatihan perlu dilakukan agar terjadi pengulangan dan penyegaran terhadap

pengetahuan yang sudah lama berlalu. Dengan alasan tersebut, kiranya

pelaksanaan pelatihan komunikasi terapeutik perlu dirancang kembali bagi

perawat di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor agar

pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dapat ditingkatkan. Hal ini

sebagaimana Papadatou dan Anagnostopoulos (1999) dalam Kounenou,

Aikaterini, dan Georgia (2011) menyebutkan bahwa pendidikan perawat melalui

studi pasca sarjana, seminar dan pelatihan, membuat perawat memperoleh

pengetahuan khusus yang pada gilirannya membantu mereka untuk memahami

perilaku pasien sehingga menghasilkan kemampuan komunikasi yang lebih

efektif. Selain itu, pendidikan perawat tentang kemampuan komunikasi tidak

hanya berakibat kepada kepentingan klien semata tetapi juga meningkatkan

kepuasan kerja bagi perawat itu sendiri (Arranz et al., 2005) dalam Kounenou,

Aikaterini, dan Georgia (2011). Pernyataan ini diperkuat oleh Pendleton,

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 51: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

40

Universitas Indonesia

Schofield, Tate, dan Havelock (2003) dalam Kounenou, Aikaterini, dan Georgia

(2011) yang juga menyebutkan bahwa pelatihan tentang keterampilan komunikasi

wajib diberikan kepada perawat dan seharusnya sudah termasuk dalam kurikulum

pada semua tingkat pendidikan yang berkelanjutan.

6.1.2 Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa secara umum tingkat pengetahuan

perawat tentang komunikasi terapeutik termasuk kedalam kategori tinggi.

Abdalrahim, Majali, Stomberg, dan Bergbom (2010) mengungkapkan bahwa

meningkatnya pengetahuan perawat dapat mengubah sikap terhadap suatu

permasalahan tertentu dan hal ini bermanfaat bagi pengembangan kesadaran diri

perawat dalam memberikan pelayanan yang lebih baik. Selain itu, dengan tingkat

pengetahuan yang tinggi perawat juga diharapkan dapat mengembangkan

kemampuan berpikir kritis, sebagaimana Potter dan Perry (2010) menyebutkan

bahwa kedalaman dan keluasan pengetahuan perawat dapat mempengaruhi

kemampuan dalam berpikir kritis dan meningkatkan kemampuan dalam

menangani masalah keperawatan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu

kiranya pengetahuan dapat menjadi suatu hal yang penting bagi perawat dalam

kapasitasnya sebagai pemberi asuhan kepada klien. Dengan pengetahuan yang

baik diharapkan sikap dan performa yang ditampilkan perawat dapat menjadi

lebih berkualitas dan memberikan kepuasan tersendiri bagi klien dan keluarga.

Dari beberapa sumber referensi yang telah dipelajari, peneliti akhirnya meyakini

bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam praktek keperawatan memiliki

kedudukan yang lebih penting daripada sekedar mengetahui atau tidak tentang

teori komunikasi terapeutik itu sendiri. Apalah gunanya penguasaan terhadap

suatu teori tanpa adanya sikap dan kesadaran individu untuk mengaplikasikan

teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa penelitian telah

membuktikan bahwa tingginya tingkat pengetahuan perawat ternyata tidak

mempengaruhi persepsi perawat terhadap komunikasi terapeutik dan hal ini

berdampak pada kurangnya pelaksanaan praktek komunikasi terapeutik (Hasan,

2002). Oleh karena itu kiranya aplikasi dari teori yang telah dikuasai memiliki

kedudukan yang lebih penting, karena melalui aplikasi teori kiranya pelaksanaan

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 52: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

41

Universitas Indonesia

asuhan yang berkualitas dapat dikembangkan. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan

pendapat umum yang menyatakan bahwa perawat yang komunikatif akan lebih

disukai daripada perawat yang terampil namun mengabaikan aspek komunikasi.

Paxton., et al (1996) dalam Jasmine (2009) menyebutkan bahwa pelaksanaan

komunikasi terapeutik sesungguhnya akan berdampak pada peningkatan kepuasan

klien terhadap pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Meskipun penelitian

Jasmine dilakukan diluar negeri, namun kondisi ini tentu saja dapat berlaku juga

di negara kita, karena pada dasarnya setiap individu selalu berharap untuk

mendapatkan perlakuan yang hangat dan ramah terutama ketika berada dalam

keadaan lemah akibat kondisi sakit.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Selama proses penelitian berlangsung peneliti sempat menemukan beberapa

hambatan yang kiranya mempengaruhi proses penelitian ini. Namun, dengan

segala kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki peneliti tetap berusaha untuk

menghadapi hambatan-hambatan tersebut sehingga pada akhirnya hambatan-

hambatan ini dapat dilalui dengan baik dan proses penelitian dapat tetap berjalan

dengan lancar. Beberapa hambatan yang peneliti maksudkan adalah sebagai

berikut:

Jumlah sampel yang relatif banyak mempengaruhi jumlah waktu, biaya,

dan tenaga yang dibutuhkan dalam proses penelitian ini.

Responden penelitian merupakan perawat yang memiliki tanggung jawab

dan mobilitas tinggi sehingga waktu luang yang dimiliki untuk mengisi

kuesioner menjadi sangat sempit, akibatnya waktu pengumpulan data

menjadi lebih lama dari perkiraan waktu yang telah direncanakan.

Sehubungan saat ini peneliti juga memiliki tanggung jawab dan menjalani

banyak peran, sebagai mahasiswa, ibu rumah tangga, dan sebagai pegawai

yang tetap berkewajiban menjalani tugas kedinasan di rumah sakit, hal ini

memberikan stressor tersendiri yang membutuhkan perhatian khusus dan

manajemen waktu yang baik agar proses penelitian ini dapat berjalan

dengan lancar disela-sela waktu bekerja, kuliah, dan melakukan tugas-

tugas rumah tangga.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 53: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

42

Universitas Indonesia

Namun kiranya dari semua hambatan yang dihadapi selama proses penelitian ini,

pada akhirnya penelitian dapat dilakukan dengan sukses dan lancar atas bantuan

dan dukungan dari orang-orang disekitar peneliti yang tidak dapat disebutkan satu

per satu.

6.3 Implikasi Bagi Keperawatan

Beberapa implikasi yang dapat diambil dari penelitian ini bagi keperawatan

diantaranya adalah sebagai berikut:

6.3.1 Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya

khususnya untuk penelitian dengan topik sejenis yaitu komunikasi terapeutik

dalam keperawatan.

6.3.2 Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan untuk pengembangan

pelayanan keperawatan dimasa yang akan datang agar mutu pelayanan

keperawatan dapat ditingkatkan dan kepuasan pada klien dapat dioptimalkan.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 54: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

43 Universitas Indonesia

BAB 7

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan beberapa kesimpulan terkait hasil

penelitian dan pembahasan yang mencakup hal-hal penting dan menarik dari

uraian-uraian sebelumnya. Peneliti juga akan menyampaikan beberapa saran yang

kiranya dapat bermanfaat bagi kemajuan dan pengembangan dunia keperawatan

dimasa yang akan datang.

7.1 Simpulan

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa karakteristik yang tergambar pada

perawat di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor adalah

didominasi oleh perawat perempuan, usia rata-rata 31 tahun, tingkat pendidikan

terbanyak adalah D-III keperawatan, masa kerja terbanyak berada pada rentang 1-

5 tahun, dan sebagian besar responden belum pernah mengikuti pelatihan

komunikasi terapeutik. Untuk variabel tingkat pengetahuan hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik secara

umum termasuk kedalam kategori tinggi.

Dengan karakteristik perawat yang digambarkan pada hasil penelitian ini kiranya

perawat di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dapat

didorong dalam pengembangan diri secara lebih baik sehingga pelayanan

keperawatan terhadap masyarakat pada akhirnya dapat terus ditingkatkan.

Pengembangan SDM dengan mempertimbangkan karakteristik perawat yang

produktif, berpendidikan tinggi, resiko mengalami kejenuhan relatif rendah, dan

memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi kiranya dapat memberikan kemudahan

tersendiri dalam proses pengembangan program-program pelayanan yang relevan

dengan kemampuan yang dimiliki oleh perawat.

Memiliki karakteristik yang baik dan tingkat pengetahuan yang tinggi saja tidak

menjamin bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik akan berjalan sesuai dengan

harapan. Padahal pada kenyataannya pelaksanaan komunikasi terapeutik sendiri

kerap kali dijadikan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penilaian klien

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 55: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

44

Universitas Indonesia

terhadap mutu pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, dimasa yang akan datang

kiranya diperlukan kajian lebih lanjut dan mendalam tentang komunikasi

terapeutik dilingkungan yang sama agar pihak-pihak yang terkait dapat

mengambil langkah yang tepat dalam menanggapi tuntunan masyarakat yang

semakin tinggi terhadap mutu pelayanan keperawatan.

Beberapa hal penting yang berhasil dipelajari oleh peneliti dari proses penelitian

ini adalah pentingnya pendidikan berkelanjutan dalam bentuk pendidikan formal,

seminar, dan pelatihan keperawatan untuk menunjang kemampuan perawat dalam

mengembangkan diri secara berkesinambungan. Selain bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan perawat, hal tersebut juga diperlukan untuk

menunjang kepercayaan diri perawat dan memberikan kesempatan untuk

mengembangnkan diri secara maksimal, sehingga pada akhirnya kepuasan klien

terhadap mutu pelayanan keperawatan dapat ditingkatkan.

7.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat oleh peneliti, berikut ini akan

disampaikan beberapa saran yang kiranya dapat memberikan stimulus yang positif

dan membangun bagi kemajuan dunia keperawatan dimasa yang akan datang.

7.2.1 Bidang Perawatan

Bidang perawatan selaku unit yang menjadi atasan langsung dari perawat di RS.

Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

perawat kiranya perlu melakukan upaya-upaya sebagai berikut:

Pemberian kesempatan yang adil dan merata bagi setiap perawat untuk

mengembangkan diri melalui kesempatan melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi, kesempatan dalam mengikuti pelatihan dan

seminar ilmiah tentang komunikasi terapeutik atau dengan melakukan

supervisi berkala terkait pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam

pelayanan keperawatan.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 56: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

45

Universitas Indonesia

7.2.2 Manajemen Rumah Sakit

Untuk mendukung program pelayanan yang optimal, pihak manajemen RS. Dr. H.

Marzoeki Mahdi Bogor dapat mendorong kemajuan dan pengembangan mutu

pelayanan keperawatan melalui

Penerapan sistem reinforcement yang sesuai terkait pelayanan

keperawatan yang berkualitas.

Menyediakan fasilitas belajar yang memadai bagi setiap karyawan seperti

mendirikan perpustakaan mini.

Serta memberikan kesempatan yang adil dan merata bagi setiap perawat

dalam mengikuti pendidikan berkelanjutan, seminar, pelatihan, dan lain

lain sehingga motivasi kerja perawat dapat ditingkatkan dan kualitas

pelayanan keperawatan dapat dioptimalkan.

7.2.3 Bagi Perawat

Kiranya diperlukan niat dan motivasi yang tinggi untuk mengembangkan diri

sesuai dengan minat dan harapannya. Disarankan agar perawat meningkatkan

kebiasaan menbaca literatur dan buku-buku ilmiah serta melakukan diskusi antara

sesame perawat ataupun dengan melibatkan timkesehatan lain agar pengetahuan

perawat dapat terus meningkat dan setiap tindakan yang dilakukan dapat

menghasilkan output yang lebih baik. Hal ini diharapkan dapat memberi dampak

yang positif terhadap peningkatan citra perawat khususnya dimata klien sebagai

penerima asuhan keperawatan.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 57: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

46

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Abdalrahim, M.S., Majali, S.A., Stomberg, M.W., Bergbom, I. (2011). The effect

of postoperative pain management program on improving nurses

knowledge and attitudes toward pain. Nurse Education in Practice 11.

Page 250-255.

Bhakti, W.K. (2002). Hubungan karakteristik perawat dan metode penugasan

asuhan keperawatan dengan pelaksanaan fase-fase hubungan terapeutik

perawat dan klien di RSU Samsudin Sukabumi. Tesis. Jakarta : FIK-UI.

Burn, N & Grove, S.K. (2001). The practice of nursing research: Conduct,

critique, & utilization. (2nd edition) Philadelpia: WB. Saunders Company.

Dedah, T. (2001). Hubungan karakteristik dan tingkat pengetahuan perawat

tentang komunikasi terapeutik dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik

dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Karawang. Tesis.

Depok. FIK-UI.

Doloksaribu., Budi. (2008). Hubungan penerapan komunikasi terapeutik dengan

tingkat kepuasan klien dalam menerima pelayanan keperawatan di RS

Internasional Bintaro Tangerang. Laporan Penelitian. Depok : FIK-UI.

Edyana, A. (2008). Faktor yang berhubungan dengan kemampuan perawat

pelaksana dalam menerapkan teknik komunikasi terapeutik di RSJ

Bandung dan Cimahi. Tesis. Depok : FIK-UI.

Florida., Panjaitan. (2009). Gambaran tingkat kepuasan klien dan keluarga

terhadap kemampuan perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik

di Unit Stroke RS. PGI Cikini Jakarta. Laporan Penelitian. Depok : FIK-

UI.

Fulbrook, P., Albarran, J.W., Baktoft, B., Sidebottom, B. (2011). A survey of

European intensive care nurses’ knowledge levels. International Journal

of Nursing Studies 49. Page 191–200.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 58: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

47

Universitas Indonesia

Hasan, H. (2002). Faktor- faktor yang berhubungan dengan persepsi perawat

terhadap komunikasi terapeutik di RSUD Solok Sumatra Barat. Tesis.

Depok: FIK- UI.

Ifada (2008). Analisis kepuasan pelayanan urusan kepegawaian RS. Dr. H.

Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2008. Tesis. Depok: FKM-UI.

Jasmine, T.J.X. (2009). The use of effective therapeutic communication skills in

nursing practice. Volume 36. Singapore Nursing Journal. Page 35-38.

Jones, L. (2009, September 23). The healing relationship: Understanding the

different methods of therapeutic communication is vital for nurses, writes

Lynn Jones. Nursing Standar. Volume 24. RCN Publishing Company.

Juriah. (2008). Perbandingan penerapan strategi komunikasi terapeutik pada

pasien dengan gangguan jiwa di Ruang MPKP dan bukan MPKP RS. Dr.

H. Marzoeki Mahdi Bogor. Laporan Penelitian. Depok: FIK-UI.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, S.J. (2004 ). Fundamental of nursing:

Concept, process, and practice. (alih bahasa : Esty Wahyuningsih, Devy

Yulianti, Yuyun Yuningsih, dan Ana Lusiana). Edisi 7. New Jersey:

Prentice hall health.

Kounenou, K., Aikaterini, K., & Georgia, K. (2011). Nurses’ communication

skills: Exploring their relationship with demographic variables and job

satisfaction in a Greek sample. Procedia - Social and Behavioral Sciences.

Page 2230-2234.

Manurung. (2003). Hubungan karakteristik individu perawat dan organisasi

dengan penerapan komunikasi terapeutik di Ruang Rawat Inap Perjan RS

Persahabatan Jakarta. Tesis. Depok: FIK-UI.

Mawaddah, N., Hardiansyah. (2008). Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi serta

tingkat konsumsi ibu hamil di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan

Ragunan Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2008 3(1):

hal 30 – 42.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 59: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

48

Universitas Indonesia

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan perilaku. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu

keperawatan: pedoman skripsi, tesis dan instrument penelitian

keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, P.A., Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep,

proses, dan praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Potter, P.A., Perry, A.G. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta:

Penerbit Salemba Medika.

Pollit, D.F., Beck, C.T. (2004). Nursing research: Principles ang methodes.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Sastroasmoro.S., Ismael,S. (2011). Dasar- dasar metodologi penelitian klinis.

Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto.

Stuart., Laraia. (2005). Principles and practice of psyciatric nursing. 8th edition.

St. Louis: Mosby,Inc.

Sutanto. (2007). Analisis data kesehatan. Depok: FKM-UI.

Videbeck , S.L. ( 2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 60: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

Universitas Indonesia

Lampiran 1

PENJELASAN TENTANG PENELITIAN

Nama saya Fairus Ali Abdad (mahasiswi program sarjana ekstensi tahun ajaran

2010 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia) dengan NPM

1006823261, bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Tingkat

Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Di Unit Rawat Inap Umum

RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk

mengetahui tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di unit

rawat inap umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Manfaat dari penelitian ini

diharapan dapat memberi masukan yang positif bagi program pelayanan

keperawatan ditatanan rumah sakit khususnya melalui pelaksanaan komunikasi

terapeutik dari perawat terhadap klien.

Responden penelitian ini adalah perawat yang bertugas di unit rawat inap umum

RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Peneliti menjamin sepenuhnya bahwa

penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi siapapun. Peneliti

akan berusaha menjunjung tinggi hak-hak responden dan bersedia menghentikan

proses penelitian jika diketahui bahwa penelitian ini dapat menimbulkan resiko

negatif bagi pihak-pihak yang terkait.

Bagi calon responden yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini

dipersilahkan untuk menandatangani informed consent dan mengisi kuesioner

yang berisi 25 pernyataan tentang komunikasi terapeutik. Setelah kuesioner

selesai diisi, selanjutnya kuesioner tersebut dikumpukan kembali untuk diproses

dan dianalisa lebih lanjut. Melalui penjelasan ini diharapkan

Bapak/Ibu/Saudara/Saudari bersedia untuk berpartisipasi dan menjadi responden

pada penelitian ini. Atas segala perhatian dan bantuannya Saya ucapkan banyak

terima kasih.

Peneliti,

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 61: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

Universitas Indonesia

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Setelah membaca dan mendapatkan penjelasan singkat tentang penelitian ini saya

mengetahui tujuan serta manfaat dari penelitian ini. Saya percaya bahwa

penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi saya dan pihak manapun. Saya

juga percaya bahwa peneliti akan menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai

responden. Oleh karena itu saya menyatakan bersedia menjadi responden dan

berpartisipasi dalam penelitian ini.

Bogor, ............................2012

Responden,

(.............................................)

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 62: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN

TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI

TERAPEUTIK DI UNIT RAWAT INAP UMUM

RS.DR.H MARZOEKI MAHDI BOGOR

A. Karakteristik Perawat

Isilah data-data dibawah ini dengan memberi tanda check list (√) pada kotak yang sesuai.

1. Umur saat ini : tahun

2. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

3. Lama bekerja : 1 – 5 tahun > 5 tahun

4. Pendidikan :

D III Keperawatan S-1 Keperawatan Lain lain

5. Pernah mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik:

- Sudah Pernah - Belum Pernah

B. PENGETAHUAN

Kuesioner ini terdiri dari 25 pernyataan. Bacalah dengan seksama pernyataan yang ada pada kolom sebelah

kiri. Pilihlah salah satu alternatif jawaban benar atau salah pada kolom

sebelah kanan dengan memberikan tanda check list (√) sesuai dengan pengetahuan anda

No. PernyataanAlternatif Jawaban

Benar Salah 1. Hubungan terapeutik perawat-klien, terdiri dari empat

fase, yaitu: Pra- interaksi, Orientasi, Kerja, dan terminasi.

2. Tugas perawat pada fase pra-interaksi adalah : mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri sendiri; menganalisa kekuatan dan kelemahan diri sendiri; mempelajari data-data klien terlebih dahulu; merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 63: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

“Lanjutan”

Universitas Indonesia

No. PernyataanAlternatif Jawaban

Benar Salah 3. Tugas perawat pada fase orientasi adalah :

mengucapkan salam terapeutik; mengevaluasi dan memvalidasi perasaan klien; merumuskan kontrak waktu; menjelaskan tujuan yang hendak dicapai.

4. Tugas perawat pada fase kerja adalah mengeksplorasi stressor pada diri klien; mendorong perkembangan kesadaran diri klien; mendorong klien dalam pemakaian mekanisme koping yang adaptif; mengatasi penolakan klien terhadap perilaku yang adaptif.

5. Tugas perawat pada fase terminasi adalah : menciptakan perpisahan yang realistis; mengevaluasi pencapaian yang telah diperoleh pada fase kerja; menetapkan rencana tindak lanjut bagi klien; membuat kontrak untuk pertemuan yang akan datang.

6. Upaya perawat untuk mengerti pesan verbal yang dikomunikasikan oleh klien adalah: mendengarkan klien dengan penuh perhatian; menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan ucapan klien; mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri; melakukan klarifikasi.

7. Teknik keterampilan mendengarkan dapat dilakukan dengan: pertahankan kontak mata selama berinteraksi dengan klien; hindari melakukan gerakan yang tidak perlu; anggukan kepala pada saat klien membicarakan hal-hal yang penting; posisi tubuh berhadapan dengan klien.

8. Sikap perawat dalam menerima apa yang dikatakan klien dapat ditunjukkan dengan cara : mendengarkan dengan penuh perhatian; tidak memutus pembicaraan klien; memberikan umpan balik yang sesuai; menghindari berdebat dengan klien.

9. Teknik mendengar dapat dilakukan dengan cara: melibatkan postur tubuh yang tepat; ekspresi wajah yag sesuai; pertahankan kontak mata yang baik; menghindari gerakan tubuh yang tidak perlu.

10. “Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan”, Pernyataan ini merujuk pada teknik komunikasi terapeutik jenis: memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan; menganjurkan klien untuk meneruskan pembicaraan; menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 64: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

“Lanjutan”

Universitas Indonesia

No. PernyataanAlternatif Jawaban

Benar Salah 11. Tujuan terapeutik akan tercapai bila dalam melakukan

hubungan saling membantu (helping relationship) dengan kliennya perawat memiliki karakteristik berikut ini: kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya; kemampuan untuk menganalisa perasaannya sendiri; kemampuan untuk menjadi contoh peran (role model); bersikap altruistik.

12. Sikap untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik, adalah : posisi tubuh berhadapan; mempertahankan kontak mata; membungkuk ke arah klien; mmpertahankan sikap terbuka dan rileks.

13. Berikut ini bukan merupakan sikap terapeutik, yaitu: posisi tubuh membelakangi klien; memotong pembicaraan klien; menggurui klien; kedua tangan dimasukkan kedalam saku celana.

14. Sikap perawat yang menyatakan penerimaan adalah : mendengar tanpa memutuskan pembicaraan klien; memberikan umpan balik yang sesuai; menghindari perdebatan dengan klien; menerima klien apa adanya.

15. Keikhlasan akan tampak melalui sikap perawat sebagai berikut: terbuka ; jujur; tulus; berperan serta aktif dalam berinteraksi dengan klien.

16. Sikap menghargai pasien akan tampak pada saat perawat : menerima klien apa adanya; tidak menghakimi; tidak menghina; tidak mengejek atau melecehkan klien.

17. Fungsi komunikasi non – verbal adalah : memperjelas pesan yang disampaikan; sebagai ungkapan emosi yang menyertai penyampaian pesan; menegaskan isi pesan; melengkapi.

18. Jenis komunikasi non–verbal adalah : bahasa tubuh; nada bicara; sentuhan; ekspresi wajah.

19. Beberapa sikap buruk dari bahasa tubuh yang harus dihindari oleh perawat adalah : tubuh bergoyang ke kiri dan ke kanan; berbicara sambil bergerak mondar - mandir; berdiri malas – malasan; memasukan tangan kedalam saku.

20. Manfaat mengenali diri sendiri bagi perawat adalah : menerima diri sendiri; berfikir positif ; percaya diri; membantu menjalin hubungan interpersonal secara optimal.

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 65: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

“Lanjutan”

Universitas Indonesia

No. PernyataanAlternatif Jawaban

Benar Salah 21. Tujuan dari analisa pengenalan diri perawat dalam

hubungan terapeutik adalah: untuk mengenali kelemahan dan kekuatan diri sendiri; memahami perasaan dan reaksi dari perilaku yang ditampilkan; memahami reaksi orang lain (klien); mengetahui penyebab perasaan dan reaksi diri sendiri selama melakukan hubungan terapeutik.

22. Berikut ini adalah merupakan beberapa teknik komunikasi terapeutik, yaitu: mengajukan pertanyaan terbuka; melakukan refleksi; klarifikasi; memfokuskan pembicaraan klien.

23. Berikut ini merupakan kemampuan perawat untuk masuk ke dalam kehidupan klien agar dia dapat merasakan pikiran dan perasaan kliennya adalah dengan sikap: jujur ; empati ; menghargai; ikhlas.

24. Langkah yang dapat dilakukan perawat pada klien yang membutuhkan bantuan terapeutik adalah dengan cara: tersenyum tulus kepada klien ; menyapa klien dengan hangat; membina hubungan saling percaya ; memberikan penjelasan sesuai kebutuhan klien.

25. Bahasa verbal yang efektif dalam komunikasi adalah : diucapkan secara langsung ; jelas; rileks; disertai bahasa non-verbal yang sesuai.

*sekian dan terima kasih*

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.

Page 66: TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20309053-Tingkat pengetahuan-full... · Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen

Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.