tinea nadia.docx

19
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita (jamur yang menyerang kulit). Tinea kruris merupakan infeksi jamur dermatofit didaerah inguinal, bokong, perut bagian bawah, perineum dan perianal. Kelainan ini dapat bersifat akut ataupun menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. 1,3 2.2 Epidemiologi Tinea kruris lebih sering dijumpai pada daerah beriklim tropis/subtropis, dimana Indonesia merupakan Negara tropis yang beriklim panas dengan kelembapan yang tinggi yang mempermudah timbulnya infeksi tinea kruris sehingga infeksi jamur ini banyak ditemukan. 6,7 Tinea kruris lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Biasanya mengenai penderita usia 18-60 tahun, tetapi paling banyak dijumpai pada usia antara 18-25 tahun serta antara 40-50 tahun. Tinea kruris mempunyai angka kekambuhan yang cukup tinggi yaitu 20-25%. 8 2.3 Etiologi

Upload: afifahmuth

Post on 27-Sep-2015

220 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiTinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita (jamur yang menyerang kulit). Tinea kruris merupakan infeksi jamur dermatofit didaerah inguinal, bokong, perut bagian bawah, perineum dan perianal. Kelainan ini dapat bersifat akut ataupun menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup.1,3

2.2 EpidemiologiTinea kruris lebih sering dijumpai pada daerah beriklim tropis/subtropis, dimana Indonesia merupakan Negara tropis yang beriklim panas dengan kelembapan yang tinggi yang mempermudah timbulnya infeksi tinea kruris sehingga infeksi jamur ini banyak ditemukan.6,7Tinea kruris lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Biasanya mengenai penderita usia 18-60 tahun, tetapi paling banyak dijumpai pada usia antara 18-25 tahun serta antara 40-50 tahun. Tinea kruris mempunyai angka kekambuhan yang cukup tinggi yaitu 20-25%.8

2.3 Etiologi Jamur dermatofita yang sering ditemukan pada kasus tinea kruris adalah, E.Floccosum, T. Rubrum, dan T. Mentagrophytes. Pria lebih sering terkena dari pada wanita. Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi. Tinea kruris biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.4,9

2.4 Patofisiologi Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi dermatofit kemanusia dapat melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak memiliki virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum korneum dari kulit.2,10,11Tipe dermatofita berdasarkan transmisi

KategoriTransmisiTampilan klinis

Antropofilik Zoofilik

GeofilikManusia ke manusia Hewan ke manusia

Tanah ke manusia atau hewanRingan, tanpa inflamasi, kronikInflamasi hebat (mungkin pustula dan vesikel), akut.Inflamasi sedang

Lingkungan kulit yang sesuai merupakan faktor penting dalam perkembangan klinis dermatofitosis. Infeksi alami disebabkan oleh deposisi langsung spora atau hifa pada permukaan kulit yang mudah dimasuki dan umumnya tinggal di stratum korneum, dengan bantuan panas, kelembaban dan kondisi lain yang mendukung seperti trauma, keringat yang berlebih dan maserasi juga berpengaruh.5-7Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat sehingga mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam jaringan epidermis dan merusak keratinosit.5-7 Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon jaringan terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang menginvasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi ini akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan bersih. Eliminasi dermatofit dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh (imunitas) seluler. Pada masa inkubasi, dermatofit tumbuh dalam stratum korneum, kadang-kadang disertai tanda klinis yang minimal. Pada carier, dermatofit pada kulit yang normal dapat diketahui dengan pemeriksaan KOH atau kultur.8

2.5 Gejala Pruritus merupakan gejala yang umum, bisa terdapat nyeri jika daerah yang terinfeksi terkena maserasi atau terjadi infeksi skunder. Pada tinea kruris yang klasik memberi wujud kelainan kulit yang bilateral, namun tidak selalu simetris. Lesi berbatas tegas, tepi meninggi yang dapat berupa papulovesikel eritematosa, atau kadang terlihat pustule. Bagian tengah menyembuh berupa daerah coklat kehitaman berskuama. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.10 Dua organisme utama penyebab tinea krusis bisa memberikan gambaran klinis yang berbeda, pada infeksi oleh E floccosum terdapat gambaran lesi jarang melewati region genitokrural dan pada paha atas bagian dalam, sedangkan oleh T. rubrum sering bersatu dan menyebar meliputi daerah yang lebih luas yaitu daerah pubis. 5-7

2.6 Pemeriksaan Penunjang Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan pada kulit sehingga atas dasar kelainan kulit inilah kita dapat membangun diagnosis. Akan tetapi kadang temuan efloresensi tidak khas atau tidak jelas, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang. Sehingga diagnosis menjadi lebih tepat.1-4Pemeriksaan mikroskopik langsung terhadap bahan pemeriksaan merupakan pemeriksaan yang cukup cepat, berguna dan efektif untuk mendiagnosis infeksi jamur. Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan tunggal yang paling penting untuk mendiagnosis infeksi dermatofit secara langsung dibawah mikroskop dimana terlihat hifa diantara material keratin.11-12Pada tinea kruris, bahan untuk pemeriksaan jamur sebaiknya diambil dengan mengerok tepi lesi yang meninggi atau aktif. Khusus untuk lesi yang berbentuk lenting-lenting, seluruh atapnya harus diambil untuk bahan pemeriksaan. Pemeriksaan mikroskopik (dengan menggunakan mikroskop) secara langsung menunjukkan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas pada infeksi dermatofita.13

2.7 DiagnosisDiagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya atau pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 20%, untuk melihat elemen jamur dermatofit. Biakan jamur diperlukan untuk identifikasi spesies jamur penyebab yang lebih akurat.3,6,8Diagnosis pasti digunakan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop untuk mengidentifikasi adanya hifa dan spora untuk mengetahui infeksi dermatofit. Infeksi dapat dikonfirmasi atau beberapa dari keadaan ini diidentifikasi dari hasil positif kerokan oleh kultur jamur.10

2.8 Diagnosis BandingTinea kruris dapat didiagnosis banding dengan kandidiasis inguinalis, eritrasma, psoriasis, dan dermatitis seboroik. Pada kandidiasis inguinalis terdapat lesi berwarna merah terang, papul dan pustule satelit pada pinggirnya dan skrotum sering terkena. Eritrasma terdapat lesi berupa macula eritema dan skuama halus,asimetris. Pada pemeriksaan lampu wood menunjukkan efloresensi merah bata, sedang pada pemeriksan KOH negative tidak ditemukan elemen jamur spora atau hifa. Psoriasis terdapat lesi berupa plakat eritema dengan skuama tebal berlapis-lapis dan berwarna seperti mika.3,6,8 Pada pemeriksan KOH tidak ditemukan elemen jamur, spora atau hifa. Dermatitis seboroik terdapat lesi berupa eritema dengan skuama kekuningan berminyak, tidak berbatas tegas, dapat terlihat pada tempat-tempat predileksinya, misalnya di kulit kepala, lipatan-lipatan kulit serta pemeriksaan KOH negative. 7

2.9 PenatalaksanaanMenghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat.11-12a. Terapi topikal Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia dalam berbagai formulasi dan semuanya memberikan keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi. Berikut obat yang sering digunakan :1) Topical azol terdiri atas : a) Econazol 1 %b) Ketoconazol 2 %c) Clotrinazol 1%d) Miconazol 2% dll.Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur. 1) Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3 epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol membran sel jamur.(10) yaitu aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut. 2) Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.3) Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi. b. Terapi sistemikPedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ topikal.

1) Griseofulvin Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap baku emas pada pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton. Berkerja pada inti sel, menghambat mitosis pada stadium metafase.2) Ketokonazol Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik, termasuk golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam.3) Flukonazol Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.4) Itrakonazol Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama dengan makanan.5) Amfosterin B Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol.

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasiena. Nama : M.Iqbalb. Kelamin : Laki-laki c. Umur : 13 tahund. Pekerjaan / pendidikan : Pelajar / SMPe. Alamat : Pasir nan tigo

2. Latar belakang sosial ekonomi-demografi-lingkungan keluargaa. Status perkawinan : belum menikahb. Jumlah saudara : 3 orangc. Status ekonomi keluarga : status ekonomi rendah, penghasilan per bulan orang tua Rp 700.000.d. Kondisi Rumah : Rumah semi permanen, 1 lantai, lantai dilapisi semen, terdari dari satu kamar. Tidak ada dapur kan kamar mandi dalam rumah. Jumlah penghuni rumah 5 orang. Ventilasi udara dan sirkulasi Kurang. Listrik ada. Sumber air (mandi,mencuci): sumur, sumber air minum : sumur Sampah dibakar di halaman rumahKesan : higine dan sanitasi kurang baik.e. Kondisi lingkungan rumah : Pasien tinggal di pinggir pantai yang lingkungan kepadatan penduduknya kurang padat. Jumlah penghuni rumah 5 orang yaitu : pasien, ayah, ibu dan 2 orang saudaranya Lingkungan sekitar kurang bersih dan kurang tertata dengan rapi3. Aspek psikologis di keluarga: a. Hubungan dengan anggota keluarga baikb. Faktor stress dalam keluarga tidak adaKeluhan utama : Bercak merah pada wajah semakin gatal sejak 1 bulan yang lalu.4. Riwayat penyakit sekarang :a. Bercak merah pada wajah semakin gatal sejak 1 bulan yang lalu.b. Awalnya bercak kemerahan yang terasa gatal timbul di kedua selangkangan sejak 3 bulan yang lalu, kemudian bercak mulai bertambah besar dan meluas hingga kebokong dan pinggang serta perut bagian bawah pasien dan terasa semakin gatal. Timbul bercak kemerahan baru 1 bulan yang lalu di wajah. Sejak 3 minggu ini bercak semakin luas, mulai menghitam dan semakin terasa gatal. c. Bercak dirasakan bertambah gatal jika pasien berkeringat. d. Keluhan kuku dan rambut tidak ada.e. Riwayat suka menggunakan celana ketat tidak ada.f. Riwayat menggunakan tanah tidak ada.g. Riwayat pemakaian steroid jangka panjang tidak ada, riwayat meminum jamu-jamuan tidak ada.h. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada.

5. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluargaa. Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.b. Anggota keluarga lain tidak ada yang menderita keluhan yang samac. Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi makanan.d. Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi serbuk sari.e. Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi benda logam dan plastik.f. Pasien dan keluarga tidak ada riwayat bersin-bersin di pagi hari dan saat cuaca dingin.g. Pasien dan keluarga tidak ada riwayat nafas menciut.h. Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi obat sebelumnya.i. Riwayat hidung sering berair tidak ada.j. Riwayat galigato tidak ada.

6. Riwayat Kebiasaana. Pasien biasanya mandi teratur 2x sehari, pagi dan sore hari dengan menggunakan sabun mandi dan menggunakan handuk 1 bersama serumah.b. Pasien buang air besar ditepi pantai.c. Pasien mempunyai hewan peliharaan berupa anjing dan kucing.d. Pasien mengganti pakaian hanya sekali sehari.e. Pakaian yang dicuci di sumur dijemur di jemuran, setelah kering dilipat dan dimasukkan lemari tanpa disetrika dahulu.f. Pasien jarang mengganti pakaian jika berkeringat.g. Pasien sering menggantung pakaian didinding rumah.h. Riwayat sering tertukar pakaian dalam dengan bapak pasien ada.i. Riwayat kebiasaan keluar rumah tanpa menggunakan alas kaki tidak ada.

Pemeriksaan Fisik

STATUS GENERALISKeadaan umum: Tidak tampak sakitKesadaran: Composmentis Nadi: 94 x/menitNafas : 20 x/menitSuhu : 36,8oCBB: 36 kgStatus gizi: Baik

Pemeriksaan thorak : dalam batas normalPemeriksaan abdomen : dalam batas normal

STATUS DERMATOLOGIKUSLokasi: wajah, selangkangan, bokong, pinggang dan perutDistribusi : lokalisataBentuk: Tidak khasSusunan: polisiklik Batas: tegas Ukuran: plakatEfloresensi : Plak hiperpigmentasi, papul eritem, skuama, pinggir aktif

Status Venereologikus Tidak ditemukan kelainan

Kelainan Selaput Tidak Ditemukan Kelainan

Kelainan Kuku Jaringan sekitar kuku tidak ditemukan kelainan

Kelainan Rambut Tidak ditemukan kelainan

Kelainan Kelenjar Limfe Tidak ditemukan pembesaran KGB submandibula, regiocoli, aksila, supraklavikula, infraklavikula, inguinal lateral dan medial.

5. Laboratorium: -

6. Diagnosis Kerja :Tinea korporis et tinea kruris

7. Diagnosis banding : -

8. Manajemen :Preventif : Menjaga kebersihan badan dengan mandi minimal 2x sehari, menggunakan sabun dan air bersih, buang air besar di jamban dan cuci dengan air bersih. Mengganti pakaian setiap kali mandi dengan pakaian yang bersih. Memakain handuk, alat mandi, dan pakaian tidak bergantian dengan anggota keluarga lain. Mengganti pakaian jika lembab dan berkeringat, memakai pakaiann yang menyerap keringat, tidak memakai pakaian yang berlapis-lapis dan ketat. Mengganti sprei secara teratur minimal 1 kali per minggu. Selalu memakai alas kaki tiap keluar rumah. Mengurangi kontak dengan anggota keluarga yang sehat selama masih ada keluhan gatal-gatal dan bercak merah. Mengurangi kontak dengan binatang yang menderita kurap. Memakai alas kaki jika keluar rumah.Promotif : Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakitnya serta upaya-upaya pencegahan yang harus dilakukan terutama pengobatan terhadap penyakitnya. Edukasi pasien terutama mengenai terapi terhadap penyakitnya Kuratif : SistemikLoratadin tablet 10mg 1 x 1 tabletKetokonazol 200mg 1 x 1 tablet Topikal Ketokonazol cream 2% : dioleskan pada lesi 2 kali sehari setelah mandiRehabilitatif :Kontrol kembali ke puskesmas 1 minggu lagi untuk menilai efek pengobatan.Penulisan Resep

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah B, Tinea Kruris dalam: Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah Sakit. Hal 74 762. Budimulja U, Kuswadji, Basuki S, dkk. Tinea Korporis dan Kruris dalam: Diagnosis dan penatalaksanaan Dermatomikosis. FKUI. Jakarta. Hal 47-52.3. Mansjoer, A.dkk. Tinea Kruris dalam: Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Medis Aesculapius. 2005. Hal 99-100.4. Harahap, M. 2008. Tinea Kruris dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Hal 78.5. Siregar, R.S. Tinea kruris dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi 2 Jakarta: EGC: 2004. Hal 29-30.6. Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, dkk. Obat Anti Jamur dalam: Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta. Hal: 108-116.7. Wolff, K. dkk. Tinea Cruris: Fitzpatrickss DERMATOLOGI IN GENERAL MEDICINE. Seventh edition. United state of America: 2008. Page 1845-1857.8. Whelton PK. Epidemiology and the prevention of hypertension. J Clin Hypertens. 2004; 6(11):636-42.9. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et all, editors. Harrisons principle of internal medicine. 16th edition. New York : McGraw Hill; 2005. p. 1463-80.10. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. National Institute of Health : 2004.11. Bickley LS. Bates Guide to physical examination and history taking. 8th edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003.p.75-80.12. Benowitz NL. Antihypertensive agents. In : Katzung, Bertram G, editor. Basic & clinical pharmacology. 9th edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2004.p.160-83.13. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotrans Pathologic Basis of Diesease. 7th edition. Boston: Elsevier B. V.: 2004.