the new of ispa vancouver

Upload: brandymocca

Post on 07-Jul-2015

426 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) meliputi beberapa kegiatan yang

salah satunya adalah Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) yang ditujukan pada kelompok usia balita dalam bentuk upaya penanggulangan pneumonia. Pemilihan kelompok ini sebagai target populasi program didasarkan pada kenyataan bahwa angka morbiditas dan mortalitas ISPA pada kelompok ini masih tinggi di Indonesia. Di samping itu, keberhasilan upaya program P2 ISPA dapat mempunyai andil yang cukup besar dalam penurunan angka kematian balita Indonesia. 1 Penyakit infeksi saluran pernafasan akut selanjutnya disebut ISPA saat ini masih merupakan masalah kesehatan utama. Episode penyakit batuk pilek pada anak usia dibawah lima tahun (balita) di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali setiap tahun. Pada banyak negara berkembang, lebih dari 50% kematian pada umur anak-anak balita disebabkan karena infeksi saluran pernafasan akut pneumonia, yakni infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada akhir tahun 2000, diperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama infeksi saluran pernafasan akut di Indonesia mencapai 6 kasus di antara 1000 bayi dan balita.1 Penyakit ISPA merupakan padanan istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (selaput paru). Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli).2 World Health Organitation (WHO) tahun 2005 menyatakan Propotional Mortality Ratio (PMR) balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6 - 2,2 juta dan sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang, terutama di Afrika dan Asia Tenggara.3 Pada tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat ke-6 di dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai enam juta jiwa.4 Hasil kajian terhadap bidang kesehatan menunjukkan bahwa Angka Harapan Hidup (AHH) Kota Depok cukup tinggi (73,06 tahun pada tahun 2007) , namun Kota Depok masih menghadapi berbagai permasalahan di Bidang Kesehatan pada tahun 2006, diantaranya: angka kesakitan seperti penyakit ISPA sebanyak 5,92 kasus/1000 orang.51

Menurut hasil survey Puskesmas Sukmajaya Depok, ISPA adalah peringkat pertama dari 10 besar penyakit yang ada di wilayah tersebut. Pada bulan Desember 2010, jumlah kasus ISPA sebanyak 1873 kasus. 6 Melihat tingginya angka kejadian ISPA, maka diperlukan upaya-upaya kesehatan masyarakat dalam mencegah terjadinya ISPA. Upaya kesehatan yang oleh petugas Puskesmas Sukmajaya berupa upaya promotif dan preventif seperti penyuluhan kesehatan tentang ISPA, gizi, imunisasi, lingkungan, dan perilaku hidup sehat. Selain itu dilakukan upaya pengobatan untuk balita yang sudah mengalami ISPA. Hal ini sejalan dengan pandangan bahwa salah satu kendala dalam pembangunan kesehatan adalah pengetahuan, sikap, perilaku dan kebiasaan masyarakat untuk hidup sehat. Salah satu strategi penting dalam upaya penyelenggaraan ISPA adalah terlibatnya secara aktif anggota keluarga dalam upaya diri khusus terhadap ISPA pada balita. Hal ini mengindikasikan bahwa keterlibatan ibu memegang peranan yang sangat spesifik karena ibulah yang pertamakali mengetahui anaknya menderita penyakit ini. Pengetahuan ibu yang benar tentang ISPA dan lebih dalam lagi pengetahuan yang cukup untuk membedakan ISPA ringan, sedang dan berat akan sangat membantu. Oleh karena itu, untuk mengetahui pemahaman pada ibu-ibu, maka perlu diketahui bagaimana pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap segala sesuatu yang ada kaitannya dengan penyakit ISPA ini ISPA hingga saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di Puskesmas Sukamajaya karena masih tingginya angka kesakitan akibat ISPA. P2ISPA DitJen PPM-PLP menitikberatkan program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA 1 , namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas. 1.2 Perumusan Masalah Tidak adanya evaluasi tahunan untuk melihat tingkatan cakupan pelayanan, kualitas dan pencapaian program pengobatan ISPA di wilayah kerja Puskesmas Sukmajaya. 1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum: Mendapatkan gambaran program pengobatan ISPA di Puskesmas Sukmajaya. 1.3.2. Tujuan Khusus: a. Diketahuinya pelaksanaan program pengobatan ISPA di Puskesmas Sukmajaya.2

b. Diketahuinya masalah dan penyebab masalah pelaksanaan program pengobatan ISPA di Puskesmas Sukmajaya. c. Dirumuskan solusi yang tepat dalam pemecahan masalah program ISPA di puskesmas Sukmajaya sehingga tingkat keberhasilan program yang ada semakin mencapai hasil yang diharapkan. 1.4. Manfaat 1.4.1. Manfaat bagi Puskesmas a. Memberikan informasi faktor yang mempengaruhi suatu program ISPA dan saran dalam pemecahan masalahnya. b. Sebagai bahan kajian bagi penentu kebijakan dalam program penanganan ISPA di Puskesmas Sukmajaya, dalam upaya peningkatan kualitas kerja. 1.4.2. Manfaat bagi perguruan tinggi a. Mengamalkan tridarma perguruan tinggi. b. Meningkatkan kerjasama dengan saling pengertian antar mahasiswa dan staf pengajar dan Puskesmas. c. Menjadi masukan bagi penelitian evaluasi program puskesmas selanjutnya. 1.4.3. Manfaat bagi penulis Melakukan evaluasi program Puskesmas dan mampu menetukan prioritas terhadap masalah yang ditemukan dalam melakukan evaluasi program.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

ISPA

2.1.1 Definisi Infeksi Saluran Pernafasan Akut selanjutnya disingkat dengan ISPA, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan

berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ

adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil

untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.2 Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian 8.

4

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya 8 Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan fibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik 9 Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.92.1.2 ETIOLOGI ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, PnemococcusHemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.10

2.1.3 GEJALA dan TANDA ISPA Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.11 Tanda-tanda klinis 11

5

Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak,

napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac

arrest. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak. Tanda-tanda laboratoris 11 hypoxemia, hypercapnia dan acydosis (metabolik dan atau respiratorik)

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: 11

Tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor gizi buruk, kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, Demam dingin .

Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: 11

2.1.4

FAKTOR RESIKO ISPA Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak , serta faktor perilaku. 1. Faktor lingkungan6

a. Pencemaran udara dalam rumah Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 10 tahun b. Ventilasi rumah Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut : Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal. Mendisfungsikan suhu udara secara merata. c. Kepadatan hunian rumah Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi,7

tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini 2. Faktor individu anak a. Umur anak Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 12 bulan. b. Berat badan lahir Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulanbulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya c. Status gizi Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri8

akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan kengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama. d. Vitamin A Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol. Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anal prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan erlindungan terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya e. Status Imunisasi Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah 3. Faktor perilaku9

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya. Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit. Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat. Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita; tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita; pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.

2.1.5 PENATALAKSANAAN KASUS ISPA Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) . Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus10

batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA 11. Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut : 2.1.4.1. Pemeriksaan Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak . Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklasifikasi 11.2.1.4.2. Klasifikasi ISPA 1,11

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut: Pneumonia berat: Ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing). Pneumonia: Ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat. Bukan pneumonia: Ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia . Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. 2.1.4.2.1. Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu : Pneumonia berada: Tarikan kuat pada dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih. Bukan pneumonia:11

Batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.2.1.4.2.2. Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit

yaitu: Pneumonia berat: Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta). Pneumonia: Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih. Bukan pneumonia: Batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. 2.1.4.3. Pengobatan ISPA Pneumonia berat : Dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya. Pneumonia: Diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain. Bukan pneumonia: Tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap12

zat

yang

merugikan

seperti

kodein,dekstrometorfan

dan,

sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. 2.1.4.4. Perawatan dirumah Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA. 2.1.4.4.1. Mengatasi panas (demam) Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es). 2.1.4.4.2. Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh, diberikan tiga kali sehari. 2.1.4.4.3. Pemberian makanan Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. 2.1.4.4.4. Pemberian minuman Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. 2.1.4.4.5. Lain-lain Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat13

antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang 1,11 .

2.1.4.5. Pencegahan dan Pemberantasan 2.1.4.5.1 Pencegahan dapat dilakukan dengan : Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. Immunisasi. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. 2.1.4.5.2

Pemberantasan yang dilakukan adalah :

Penyuluhan kesehatan yang terutama di tunjukan pada para ibu. Pengelolaan kasus yang disempurnakan. Immunisasi . 2.1.4.6. Pelaksana pemberantasan Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya. Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader akan sangat'membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlu segera dirujuk ke rumah sakit .2.1.4.6.1 Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut : 8 Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau

sarana dan tenaga yang tersedia. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.

14

Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit. Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di rumah, Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang mengobati penderita penyakit ISPA, Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA, Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.2.1.4.6.2 Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu 7 Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang

ada Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA

tertentu seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor. Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader. Untuk memberi

penyuluhan terutama kepada ibu-ibu. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas

sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.2.1.4.6.3 Kader kesehatan 1,7 Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan

pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa

(bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan

pneumonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih. Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.

15

Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut) dapat diberi wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat) dengan antibiotik kontrimoksasol. Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk .

2.1.6 Macam ISPA menurut dinas kesehatan13 2.1.5.1 Nasofaringis akuta (common cold)

Definisi Virus Gejala

Peradangan virus pada mukosa

hidung yang sering menjalar ke tenggorokan Penyebab

KlinisDemam, lesu, nyeri kepala,

sakit menelan, pilek dengan ingus encer jernih, hidumg tersumbat, nyeri otot-otot Pemeriksaan penunjang Diagnosis Penatalaksanaan

Tidak ada Sesuai dengan gejala klinis 1. Istirahat dan banyak minum 2. Antipiretik, analgetik Contoh : parasetamol 3x 500mg atau antalgin 3x3000500 mg atau ibuprofen 3 x 400 mg atau asam mefenamat 3 x 500 mg Untuk anak, dosis parasetamol diberikan setiap 6 jam, adalah : Usia < 1 tahun : 60 mg/kali Usia 1- 3 tahun : 60 120 mg/kali Usia 3- 6 tahun 120 170 mg/ kali Usia 6 12 tahun 170 300 mg/ kali 3. Antihistamin ( CTM 3 x 2- 4 mg) 4. Efedrin 3 x 10 mg 5. Roborantia

Tindakan

Tidak ada16

2.1.5.2 Sinusitis akuta Definisi Peradangan pada mukosa sinus paranasal yang terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu atau bila masih ada tanda infeksi akut Penyebab Bakteri, virus, jamur, berenang pada saat rhinitis, trauma pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena Gejala klinis Demam, lesu, hidung tersumbat, ingus kental kadang berbau yang mengalir ke nasofaring ( postnasal drip ). Halitosis, sakit kepala lebih berat di pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena

Pemeriksaan penunjang

1. Transluminasi di kamar gelap 2. Foto rotgen sinus yang terkena posisi waters, PA dan lateral Diagnosis Sesuai dengan gejala klinis dan

atau pemeriksaan penunjang

Penatalaksanaan

1. Istirahat dan banyak minum air 2 .Beri antibiotic : eritromisin 3 x 500 mg/hari atau amoksisilin 3 x 500 mg/ hari selama 10-14 hari 3. Analgetik dan antipiretik Contoh : parasetamol 3 x 500 mg atau antalgin 3 x 500 mg atau ibuprofen 3 x 400 mg atau asam mefenamat 3 x 500 mg Untuk anak dosis parasetamol, diberikan setiap 6 jam, adalah

Usia < 1 tahun 60 mg/ kali Usia 1-3 tahun 60 120 mg/kali Usia 3-6 tahun tahun 120 170 mg/ kali Usia 6 12 tahun 170 300 mg/ kali 4. Efedrin 3 x 100 mg

TindakanRujuk jika tidak ada perbaikan dengan antibiotic ke dokter spesialis THT

2.1.5.3 Faringitis Akuta

Definisi

Peradangan pada mukosa faring Penyebab Virus, bakteri

17

Gejala klinis

Demam, nyeri tenggorok dan

sakit menelan, nyeri ini kadang sampai ke telinga karena adanya nyeri alih. Hyperemia pada dinding belakang faring

Pemeriksaan penunjang resistensi jika perlu Diagnosis klinis

Kultur

atau uji

Sesuai dengan gejala dan tanda 1. Istirahat dan banyak

Penatalaksanaan minum air 2.

Analgetik dan antipiretik Contoh : parasetamol 3 x 500 mg atau antalgin 3 x 500 mg atau ibuprofen 3 x 400 mg atau asam mefenamat 3 x 500 mg Untuk anak dosis parasetamol, diberikan setiap 6 jam, adalah Usia < 1 tahun 60 mg/ kali Usia 1-3 tahun 60 120 mg/kali Usia 3-6 tahun tahun 120 170 mg/ kali Usia 6 12 tahun 170 300 mg/ kali 3. Penggunaan antibiotic isap dan antiseptic local tidak di anjurkan sedangkan dekongestan dan antihistamin belum terbukti khasiatnya4. Bila terdapat infeksi sekunder beri antibiotik :

Beri antibiotic : eritromisin 4 x200 mg/hari atau amoksisilin 3 x 500 mg/ hari. Penisilin V 3 x 500 mg selama 5- 7 hari

Tindakan

Tidak ada Definisi Peradangan pada mukosa tonsil Penyebab Virus, bakteri

2.1.5.4 Tonsilitis Akuta

18

Gejala Klinis Demam, nyeri tenggorokan dan sakit menelan, lesu seluruh tubuh mencapai 40 derajat celcius. Tonsil tampak bengkak, merah dengan dedritus berupa folikel. Pada anak membrane dan tonsil mungkin juga di sebabkan oleh Tonsilitis difteri Pemeriksaan penunjang lekosit ( leukositosis) Diagnosis Pemeriksaan darah

Sesuai dengan gejala dan tanda

klinis dan atau pemeriksaan penunjang

Penatalaksaan 1. Istirahat dan banyak minum air 2. Beri antibiotic : eritromisin 3 x 500 mg/hari atau amoksisilin 3 x 500 mg/ hari selama 1014 hari 3. Analgetik dan antipiretik Contoh : parasetamol 3 x 500 mg atau antalgin 3 x 500 mg atau ibuprofen 3 x 400 mg atau asam mefenamat 3 x 500 mg Untuk anak dosis parasetamol, diberikan setiap 6 jam, adalah Usia < 1 tahun 60 mg/ kali Usia 1-3 tahun 60 120 mg/kali Usia 3-6 tahun tahun 120 170 mg/ kali Usia 6 12 tahun 170 300 mg/ kali Tindakan Rujuk ke rumah sakit bila di curigai adanya tonsillitis difteri Tonsilektomi ( di rumah sakit ) di anjurkan jika serangan akut sering berulang, tonsil sangat membesar dan ada kecurigaan terjadi di tempat lain

2.1.5.5 Laryngitis Akuta

19

DefinisiPeradangan pada laring yang merupakan kelanjutan dari rino faringitis Penyebab Gejala klinis Virus, bakteri Demam, malaise, lesu, nyeri

kepala, sakit ketika menelan dan berbicara, suara parau sampai afoni, rasa kering di tenggorokan, batuk kering yang kelamaan disertai dahak kental, gejala sumbatan laring sampai sianosis Tampak mukosa laring hiperemis pada pemeriksaan Pada anak menimbulkan sumbatan jalan nafas dengan cepat karena rima glotisnya lebih sempit

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan apus

dari laring untuk kultur dan uji resistensi pada khasus lama atau sering residif ( kambuhan )

Diagnosis hari

Sesuai dengan gejala klinis Istirahat bicara selama 2-3

Penatalaksaan 1.

2. Menghirup udara lembab 3 Menghindari iritasi pada laring dan faring. Misalnya rokok, makanan pedas atau minum es 4. Beri antibiotic : penisiliin anak 3 x 50 mg. kg BB. Dewasa 3 x 500 mg/ hari: eritromisin 3 x 500 mg/hari 5. Jika edema diberi kortikosteroid (deksametason, prednisone) 6. antipiretik Contoh : parasetamol 3 x 500 mg atau antalgin 3 x 500 mg atau ibuprofen 3 x 400 mg atau asam mefenamat 3 x 500 mg Untuk anak dosis parasetamol, diberikan setiap 6 jam, adalah20

Tindakan2.1.5.6

Usia < 1 tahun 60 mg/ kali Usia 1-3 tahun 60 120 mg/kali Usia 3-6 tahun tahun 120 170 mg/ kali Usia 6 12 tahun 170 300 mg/ kali Tidak ada

Laryngitis dengan trakheitis akuta Definisi trachea laryngitis Penyebab Peradangan pada laring sampai yang merupakan kelanjutan dari

Virus, bakteri malaise, lesu, nyeri

Gejala klinis Demam,

kepala, sakit ketika menelan dan berbicara, suara parau sampai afoni, rasa kering di tenggorokan, batuk kering yang kelamaan disertai dahak kental, gejala sumbatan laring sampai sianosis. Tampak mukosa laring hiperemis pada pemeriksaan Pada anak menimbulkan sumbatan jalan nafas dengan cepat karena rima glotisnya lebih sempit

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan apus

dari laring untuk kultur dan uji resistensi pada khasus lama atau sering residif ( kambuhan )

Diagnosis hari

Sesuai dengan gejala klinis

Penatalaksaan1. Istirahat bicara selama 2-3 2. Menghirup udara lembab 3. Menghindari iritasi pada laring dan faring. Misalnya rokok, makanan pedas atau minum es

21

4. Beri antibiotic : penisiliin anak 3 x 50 mg. kg BB. Dewasa 3 x 500 mg/ hari: eritromisin 3 x 500 mg/hari 5. Jika edema diberi kortikosteroid ( deksametason, prednisone ) 6. Analgetik dan antipiretik Contoh : parasetamol 3 x 500 mg atau antalgin 3 x 500 mg atau ibuprofen 3 x 400 mg atau asam mefenamat 3 x 500 mg Untuk anak dosis parasetamol, diberikan setiap 6 jam, adalah

Usia < 1 tahun 60 mg/ kali Usia 1-3 tahun 60 120 mg/kali Usia 3-6 tahun tahun 120 170 mg/ kali Usia 6 12 tahun 170 300 mg/ kali Tindakan Tidak ada

2.1.5.7 Penyakit infeksi saluran pernafasan atas akut tidak spesifik

Definisi

Peradangan yang terjadi karena

saluran pernafasan atas terjadi mendadak atau akut dan bukan karena penyakit salah satu diatas

Penyebab

Bakteri atau tidak di ketahui malaise, lesu, nyeri

sebabnya ( alergi, setelah tersedak, dll)

Gejala klinis Demam,

kepala, sakit ketika menelan, dan berbicara, suara parau, rasa kering di tenggorokan, batuk kering yang kelamaan di sertai dahak yg kental

Pemeriksaan penunjang Diagnosis simptomatis Penatalaksanaan Tindakan

Tidak ada pengobatan

Sesuai gejala klinis Diberikan

Tidak ada22

2.1.5.8 Pneumonia

Definisi Penyebab

Infeksi akut pada parenkim paru Bakteri, virus, parasit

Gejala klinis 1. Demam tinggi disertai menggigil, batu-batuk beriak, dapat di sertai darah berwarna seperti karat besi, sesak nafas, nyeri dada2. Pada anak balita didapat nafas cepat ( hitung

nafas cepat 2- 12 bulan > 50 kali, 12 bulan 5 tahun > 40 kali 3. Pada pneumoni berat : batuk disertai dengan tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada atau stridor Pemeriksaan penunjang 1. Foto thoraks 2. Pemeriksaan darah rutin : leukositosis, sel PMN meninggi 3. Sputum untuk pulasan garam 4. Pemeriksaan khusus menentukan kuman penyebab : aspirasi transtorakal 5. Bronkoskopi

Diagnosis

Sesuai dengan gejala klinis

Penatalaksanaan 1. Oksigen, hidrasi yang cukup, pengisapan lender 2. Diberi antibiotic Dewasa : ampisilin 4 x 500 mg atau amoksisilin 3 x 500 mg atau kotrimoksazol adult 2 x 2 tablet selama 3 5 hari bebas panas Anak > 5 tahun amoksisilin 50 mg/kgBB/hr ( 3 hari) Anak < 5 tahun kotrimoksazol :23

4- < 6 kg 2x 120 mg ; 6 - < 10 kg 2x 240 mg. 10 - < 5 tahun 2x 360 mg selama 3 hari Atau pilihan kedua Amoksisilin 125 mg : 4 - < 6 kg 3 x sendok obat 6 - < 10 kg 3 x 1 sendok obat 10 - < 19 kg 3 x 2 sendok obat selama 5 hari 3. Penyuluhan

Tindakan

Bila dengan pemberian obat tidak

ada perbaikan segera rujuk. Pada pneumoni berat harus segera rujuk 2.2 Sistem 2.2.1 Pengertian sistem Terdapat beberapa macam pengertian dari sistem yang dikemukakan, antara lain:10 1. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan. (Ryans). 2. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai satu unit organik untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif dan efisien. (John McManama). 3. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing bagian bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran kesatuan dalam suatu situasi yang majemuk pula. 4. Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen yang berhubungan serta saling memepengaruhi yang dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sesuatu disebut sebagai sistem apabila ia memiliki beberapa ciri pokok sistem. Ciriciri pokok yang dinaksud banyak macamnya, jika disederhanakan dapat dibedakan atas empat macam, yaitu:12 1. Dalam sistem terdapat bagian atau elemen yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi yang kesemuanya membentuk satu kesatuan, dalam arti semuanya berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama yang telah ditetapkan.24

2.

Fungsi yang diperankan oleh masing-masing bagian atau elemen yang membentuk satu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.

3.

Dalam melaksanakan fungsi tersebut, semuanya bekerja sama secara bebas namun terkait, dalam arti terdapat mekanisme pengendalian yang mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan.

4.

Sekalipun sistem merupakan satu kesatuan yang terpadu, bukan berarti ia tertutup terhadap lingkungan.

2.2.2 Unsur Sistem Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen tersebut adalah sesuatu yang mutlak harus ditemukan, yang jika tidak demikian, maka tidak ada yang disebut dengan sistem tersebut. Bagian atau elemen tersebut banyak macamnya yang jika disederhanakan dapat dikelompokan ke dalam enam unsur, yaitu:121. Masukan (input)

Masukan adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut.2. Proses (process)

Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.3. Keluaran (output)

Keluaran adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem.4. Umpan balik (feed back)

Umpan balik adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.5. Dampak (impact)

Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem.6. Lingkungan (environment)

Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang tidak dikelola olah sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. Gambar . 1 Bagan Hubungan Unsur-unsur Sistem

LINGKUNGAN

25

MASUKAN

PROSES

KELUARAN

DAMPAK

UMPAN BALIK

2.2.3

Pendekatan Sistem Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu

yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem (system approach) Pada sistem ini batasan tentang pendekatan sistem banyak macamnya, beberapa yang terpenting adalah : 1. Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan mencapai tujuan yang telah ditetapkan (L.James Harvey). 2. Pendekatan telah ditetapkan secara efektif dan efisien.3.

sistem

adalah

suatu

strategi

yang

menggunakan metode analisis, desain dan manajemen untuk mencapai tujuan yang Pendekatan sistem adalah penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan yang dihadapi. 12 2.3. Evaluasi program Menurut The American Public Association definisi evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu program26

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan menurut The International Clearing House on Adolescent Fertility Control For Population Options, evaluasi adalah suatu yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur dan kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan serta penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program. 12 Menurut Riecken, evaluasi adalah pengukuran terhadap akibat yang ditimbulkan dari dilaksanakannya program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap program tergantung tujuannya, yakni: 1. Evaluasi formatif (dilakukan pada tahap perencanaan program) Tujuannya adalah meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan sehingga nantinya dapat menyelesaikan masalah tersebut. 2. Evaluasi promotif (pada tahap pelaksanaan program) Tujuannya untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak dan apakah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan tujuan program. 3. Evaluasi sumatif (dilakukan pada tahap akhir program) Tujuannya untuk mengukur keluaran atau dampak bila memungkinkan. Atau dengan kata lain untuk dapat melaksanakan pekerjaan penilaian ditempuh langkahlangkah sebagai berikut : a. Memahami program yang akan diniai, meliputi : latar belakang, tujuan, kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan, organisasi, dan tenaga pelaksana, suber-sumber yang dipergunakan, waktu pelaksanaan, tolak ukur, kriteria keberhasilan dan perencanaan penilaian program. b. Menentukan macam dan ruang lingkup penilaian yang akan dilakukan, meliputi : masukan, proses, keluaran, lingkungan, dampak dan umpan balik. c. Menyusun rencana penilaian, meliputi : tujuan penilaian, macam data, sumber data, cara mendapatkan data, dan cara menarik kesimpulan. d. Melaksanakan rencana penilaian e. Menarik kesimpulan, meliputi : kesimpulan tentang keberhasilan program dan kesimpulan tentang nilai program.27

f. Menyusun saran-saran12

BAB III BAHAN & METODE EVALUASI3.1 3.1.1 BAHAN EVALUASI a. Profil kesehatan Puskesmas Sukmajaya Tahun 2009 b. Perencanaan Program Puskesmas Sukmajaya tahun 2009 c. Wawancara dengan koordinator ISPA Puskesmas Sukmajaya d. Buku pedoman pengobatan dasar di puskesmas 2007. DEPKES RI 3.1.2 Pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dengan koordinator pelaksana ISPA Puskesmas Sukmajaya Depok.28

Sumber rujukan diperoleh dari:

b. Sumber data sekunder diperoleh dengan mempelajari dokumen Puskesmas, yaitu: 1. Laporan tahunan pengobatan ISPA di kedua Kelurahan ruang lingkup Puskesmas Sukmajaya tahun 2010. 2. Laporan tahunan identifikasi masalah kesehatan dan kecenderungannya di wilayah Puskesmas Sukmajaya tahun 2010. 3.2 METODE EVALUASI Kegiatan evaluasi program pengobatan ISPA, metode yang digunakan ialah analisis sistem. Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisasi yang menggunakan sifat-sifat dasar sebagai pusat analisis. Cara penilaian dan evaluasi dilakukan dengan pendekatan sistem sebagai berikut: a. b. c. Menetapkan tolak ukur dari masukan, proses, keluaran, dampak, umpan balik, dan lingkungan berdasarkan nilai standar dari Puskesmas. Membandingkan keluaran dengan tolak ukur untuk mencari adanya kesenjangan yang kemudian ditetapkan sebagai masalah. Membandingkan masukan, proses, dampak, umpan balik, dan lingkungan dengan tolak ukur untuk mencari adanya kesenjangan yang kemudian ditetapkan sebagai penyebab masalah. d. e. 3.2.1 Menetapkan prioritas masalah Memberi saran-saran untuk pemecahan masalah Penetapan indikator dan tolak ukur Langkah awal untuk menentukan adanya masalah dan pencapaian output adalah

dengan mengetahui/ menetapkan tolak ukur atau standar yang ingin dicapai. Indikator merupakan alat yang paling efektif untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Indikator adalah variabel yang menunjukkan atau menggambarkan keadaan dan dapat digunakan untuk mengukur terjadinya perubahan. Evaluasi program ISPA di Puskesmas Sukmajaya dilakukan selama periode 2010. Sumber rujukan indikator dan tolak ukur evaluasi diperoleh dari : a. Profil kesehatan Puskesmas Sukmajaya tahun 2009. b. Stratifikasi puskesmas tahun 2000 c. Perencanaan program Puskesmas Sukmajaya tahun 2009. d. Wawancara dengan koordinator program pengobatan ISPA Puskesmas Sukmajaya. e. Laporan tahunan pengobatan ISPA di kedua kelurahan ruang lingkup Puskesmas Sukmajaya tahun 2010.29

f. Laporan tahunan identifikasi masalah kesehatan dan kecenderungannya wilayah Puskesmas Sukmajaya tahun 2010. g. Keputusan 3.2.2 Menteri Kesehatan 1216/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Penetapan Masalah Masalah adalah kesenjangan antara apa yang telah ditemukan (observed) dengan apa

yang diharapkan atau semestinya terjadi (expected). Tolak ukur merupakan harapan sedangkan keluaran program dan keadaan yang sebenarnya merupakan pencapaian di lapangan. Masalah terjadi apabila pencapaian indikator keluaran memperlihatkan hasil yang lebih buruk atau lebih rendah dari tolak ukur yang ingin dicapai. Masalah dapat lebih dari satu tergantung banyaknya indikator yang dipakai untuk mengukur keluaran program. 3.2.3 Penentuan Prioritas Masalah Prioritas masalah perlu ditetapkan karena keterbasan Puskesmas. Selain itu, terkadang

dengan menyelesaikan masalah yang dianggap prioritas, masalah lain pun ikut terselesaikan karena adanya keterkaitan antara satu masalah dengan masalah yang lain. Penetapan prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan teknik kriteria matriks (criteria matrix technique). Pada teknik ini terdapat beberapa variabel yaitu: a. Pentingnya masalah (Importancy/I) Ditentukan berdasarkan besarnya masalah (Prevalence/P), akibat yang ditimbulkan masalah (Severity/S), kenaikan besarnya masalah (Rate of Increase/RI), derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (Degree of Unmeet Need/Du), keuntungan sosial karena selesainya masalah (Social Benefit/SB), keprihatinan (Public Concern/PB) dan suasana politik (Political Climate/PC). b. Kelayakan teknologi (Technical Feasibility/TF) Makin layak teknologi yang dapat tersedia yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah maka makin diprioritaskan masalah tersebut. c. Sumber Daya yang Tersedia (Resources Availability/R) Makin tersedia sumber daya yang tesedia untuk menyelesaikan masalah maka semakin diprioritaskan masalah tersebut. Diberikan nilai 1 (tidak penting) sampai 5 (sangat penting). Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah yang memiliki nilai IxRxT tertinggi.3.2.4 Menyusun Kerangka Konsep

Kerangka konsep berguna untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan. Tujuannya adalah untuk menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang30

berasal dari komponen sistem yang lain, yaitu komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik. Dengan menggunakan kerangka konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal. 3.2.5 Identifikasi Faktor Penyebab Masalah Langkah-langkah untuk mengidentifikasi penyebab masalah : a. Mengelompokkan faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap masalah prioritas ke dalam kelompok input, proses, output, umpan balik dan lingkungan. b. Menentukan tolok ukur dari faktor-faktor tersebut. c. Membandingkan kesenjangan antara tolok ukur dan pencapaian dari tiap faktor yang mempengaruhi.Mengkonfirmasi Penyebab Masalah

Tahapan setelah melakukan identifikasi penyebab masalah adalah mengkonfirmasi penyebab masalah baik secara langsung dengan melakukan wawancara pada petugas pelaksana program, kepala Puskesmas maupun observasi, sedangkan konfirmasi tidak langsung dilakukan dengan menelaah data sekunder hasil pencapaian program.

3.2.7

Daftar Penyebab Masalah

Setelah dilakukan konfirmasi akan ditentukan beberapa penyebab masalah kemudian dibuat daftar penyebab masalah.3.2.8 Menetapkan Prioritas Penyebab Masalah

Dari daftar penyebab masalah yang telah dibuat, dilakukan penetapan prioritas penyebab masalah dengan kriteria matriks P = CxTxR (Contribution, Technical Feasibility, Resource). Nilai tertinggi ditetapkan sebagai prioritas yang akan dicari alternatif pemecahannya.3.2.9 Membuat Alternatif Pemecahan Masalah

Setelah menetapkan prioritas masalah, tahapan selanjutnya adalah membuat alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi penyebab-penyebab masalah tersebut. Alternatif pemecahan masalah ini dibuat dengan memperhatikan kemampuan, situasi dan kondisi puskesmas.3.2.10 Membuat Prioritas Pemecahan Masalah

Tahapan selanjutnya adalah membuat prioritas pemecahan masalah dengan kriteria matriks. Terdapat 2 kriteria yang biasa digunakan :31

a.

Efektivitas Jalan Keluar Prioritas jalan keluar adalah yang nilai efektivitasnya paling tinggi. Untuk setiap masalah diberi angka 1 (paling tidak efektif) sampai 5 (paling efektif). Kriteria tambahan yang digunakan adalah besarnya masalah yang dapat diselesaikan (magnitude,M), semakin besar masalah yang dapat diatasi, semakin tinggi prioritas jalan keluar tersebut. Pentingnya jalan keluar (importancy, I), makin baik dan sejalan terselesaikan suatu masalah, makin penting jalan keluar tersebut. Sensitivitas jalan keluar (vulnerability, V), sensitivitas dikaitkan dengan kecepatan jalan keluar mengatasi masalah, makin cepat masalah teratasi, makin sensitif jalan keluar tersebut.

b.

Efisiensi Jalan Keluar Nilainya dikaitkan dengan biaya (cost, C) untuk melaksanakan jalan keluar. Diberikan nilai 1 (biaya paling sedikit) sampai 5 (biaya paling besar). Makin besar biaya yang diperlukan maka makin tidak efisien jalan keluar tersebut. Selanjutnya dilakukan penghitungan nilai prioritas (P) untuk setiap masalah, dengan membagi hasil perkalian nilai M x I x V dengan C (Rumus Pahocendes). Masalah dengan nilai P tertinggi adalah menjadi prioritas.

3.3 CARA EVALUASI 3.3.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dengan koordinator pelaksana ISPA Puskesmas Sukmajaya Depok. b. Sumber data sekunder diperoleh dengan mempelajari dokumen Puskesmas, sebagai berikut : 1. Laporan tahunan pengobatan ISPA di kedua Kelurahan ruang lingkup Puskesmas Sukmajaya tahun 2010. 2. Laporan tahunan identifikasi masalah kesehatan dan kecenderungannya di wilayah Puskesmas Sukmajaya tahun 2010. 3.3.2 Pengolahan Data Data diolah dengan menyusun data sedemikian rupa sehingga jelas sifat-sifat yang dimilkinya. Cara pengolahan data dapat secara manual, mekanikal dan elektrikal.32

3.3.3 Penyajian Data Data yang telah diolah disajikan secara tekstural, tabular ataupun secara grafikal. 3.4 TAHAPAN KERJA 3.4.1 Persiapan dan Perencanaan Persiapan yang dilakukan adalah membuat proposal rencana evaluasi program pengobatan ISPA, kemudian dikonsultasikan kepada pembimbing dan diserahkan kepada pembimbing bila telah disetujui. Berkoordinasi dengan pihak Puskesmas untuk mendapatkan data baik primer maupun sekunder. 3.4.2 Pelaksanaan Pelaksanaan dilakukan pada waktu dan tempat yang telah disepakati dengan mengkonsultasikannya kepada pembimbing secara intensif guna mendapatkan hasil evaluasi yang diharapkan. Data-data yang didapatkan akurat dan sumber-sumber yang terpercaya kemudian dilakukan evaluasi dengan membandingkan pencapaian indikator keluaran dengan tolak ukur keluaran. 3.4.3 Pelaporan Pelaporan hasil evaluasi secara tertulis setelah memperoleh persetujuan pembimbing. 3.4.4 Waktu Evaluasi Waktu evaluasi program pada awal tahun dalam rangka membantu evaluasi pelaksanaan subprogram pada laporan tahunan Puskesmas. 3.4.5 Lokasi Evaluasi Puskesmas Sukmajaya Depok 3.4.6 Pelaksana Pelaksana evaluasi program adalah mahasiswa yang sedang melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat dibantu oleh satu dosen pembimbing dan juga Kepala Puskesmas serta staf Puskesmas dalam pengumpulan data.

33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL 4.1.1 DATA UMUM PUSKESMAS SUKMAJAYA 4.1.1.1 Kondisi Geografi 14 Puskesmas Sukmajaya berdiri sejak tahun 1981, Puskesmas Sukmajaya memiliki wilayah kerja seluas sekitar 55.14 Km atau 27.53% dari luas Kota Depok. Wilayah kerja Puskesmas berbatasan dengan: -

Sebelah Utara : Kelurahan Pondok Cina, Sebelah Selatan : Kelurahan Kalimulya, Cilodong dan Sukmajaya. Sebelah Barat : Kelurahan Kemiri Muka dan Depok, Sebelah Timur : Kelurahan Abadijaya dan Baktijaya.

-

34

Wilayah kerja Puskesmas Sukmajaya meliputi dua Kelurahan, yaitu kelurahan Mekarjaya dan kelurahan Tirtajaya, dimana kelurahan terdekat berjarak 1 Km dan jarak terjauh 5 Km. Adapun keadaan setiap kelurahan dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut iniTabel 1. Wilayah kerja Puskesmas Sukmajaya No Kelurahan Luas Wilayah (km) Jumlah RW Jumlah Posyandu 1 Mekarjaya 26,60 31 28 2 Tirtajaya 28,54 8 9 Jumlah 55,14 39 37 (Sumber: Kel. Mekarjaya dan Tirtajaya, Depok 2010)

4.1.1.2 Kondisi Demografi 1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Berdasarkan data Kecamatan Sukmajaya, pada tahun 2009 penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Sukmajaya berjumlah 52.858 jiwa. Mengalami penurunan sebesar 0.35% dari tahun sebelumnya. Jika diklasifikasikan menurut jenis kelamin, dari total 52.858 jiwa penduduk di Wilayah Puskesmas Sukmajaya terdapat 25.400 jiwa atau 48.05% penduduk laki-laki dan 27.458 jiwa atau 51.95% penduduk perempuan.14

Tabel 2. Jumlah penduduk menurut kelompok umur di kota depok tahun 2007 s/d 2009Tahun 2007 L P Total 1 0-1 513 485 998 2 1-4 1.486 1.408 2.894 3 5-14 4.699 4.296 8.995 4 15-44 13.48 13.31 26.79 2 1 3 5 45-64 4.713 4.851 9.564 6 > 65 1.120 1.232 2.352 Jumlah 26.01 25.57 51.58 3 6 9 (Sumber : Kota Depok dalam angka 2009,2008,2007) No Golongan Umur Tahun 2008 L P 507 521 1.468 1.503 4.612 4.623 13.23 14.32 1 4 4.614 5.220 1.094 1.330 25.52 27.52 6 1 Total 1.028 2.971 9.235 27.55 5 9.834 2.424 53.04 7 Tahun 2009 L P 507 516 1.456 1.513 4.484 4.559 13.22 14.32 8 3 4.624 5.221 1.101 1.326 25.40 27.45 0 8 Total 1.023 2.969 9.093 27.55 1 9.845 2.427 52.85 8

Pada tahun 2009 jumlah penduduk berdasarkan struktur usia yang paling dominan adalah kelompok usia 15 44 tahun sejumlah 27.551 atau sebesar 52.12%. Diikuti oleh kelompok umur 45 64 sejumlah 9.845 jiwa atau sebesar 18.62%. Selain itu terdapat 13.035 jiwa atau 24.66% penduduk yang termasuk kelompok usia belum produktif secara ekonomi (0 14 tahun). Untuk penduduk usia produktif (15 64 ) pada tahun 2009 adalah sebesar 37.396 jiwa atau 70.75% dari total penduduk di wilayah Puskesmas Sukmajaya. Persentase ini tidak jauh berbeda dengan data tahun 2008 yaitu 70.48%. Artinya jumlah penduduk usia produktif lebih dari setengah jumlah penduduk di wilayah Puskesmas Sukmajaya dan masih mendominasi jumlah penduduk pada umumnya,35

sedangkan jumlah penduduk usia lanjut ( >65 tahun) tahun 2008 sebesar 2.427 jiwa atau 4.59%.14Tabel 3. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per - kelurahan di kota Depok tahun 2009 JUMLAH No KELURAHAN L P Jumlah 1 Mekarjaya 21.72 23.98 45.705 0 5 2 Tirtajaya 3.680 3.473 7.153 Puskesmas Sukmajaya 25.40 27.45 52.858 0 8 (Sumber : Profil Puskesmas Sukmajaya tahun 2009)

Kelurahan Mekarjaya merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk terbanyak di wilayah Puskesmas Sukmajaya yaitu 45.705 jiwa (86.47%) dan Kelurahan Tirtajaya 7.153 jiwa (13.53%).14 2. Kepadatan Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di kelurahan Mekarjaya yaitu 1.718 jiwa/km dan Kelurahan Tirtajaya yaitu 251 jiwa/km. Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sukmajaya yaitu dalam tiap kilometer persegi rata-rata dihuni 959 jiwa. seperti terlihat pada Tabel 4 berikut ini.14Tabel 4. Kepadatan penduduk di kecamatan Kota Depok tahun 2009 KEPADATAN LUAS WILAYAH JUMLAH No KELURAHAN PENDUDUK (km) PENDUDUK Ikm 1 2 3 4 5 1 Mekarjaya 26.60 45.705 1.718 2 Tirtajaya 28.54 7.153 251 Puskesmas Sukmajaya 55.14 52.858 959 (Sumber : Profil Puskesmas Sukmajaya tahun 2009)

3.

Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Berdasarkan data pada tahun 2009, penduduk di Wilayah Puskesmas Sukmajaya

usia 10 tahun ke atas yang tidak mempunyai ijazah adalah sebanyak 7.726 orang atau 17,39%, tamat SD/MI/Sederajat sebanyak 7.106 orang atau 15,99%, tamat SLTP/Mts/Sederajat sebanyak 9.349 orang atau 21,05%, tamat SMU/MA/Sederajat sebanyak 14.124 orang atau 31,80% dan tamat diploma I sampai dengan Universitas sebanyak 6.109 orang atau 13.75%.14 Tingginya tingkat pendidikan yang ditamatkan di suatu wilayah dapat menggambarkan tingkat intelektualitas penduduk wilayah tersebut. Sementara angka melek huruf mencerminkan kemampuan minimal masyarakat untuk dapat menerima informasi sekaligus dapat berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data tersebut, dapat36

diasumsikan bahwa saat ini wilayah Puskesmas Sukamajaya sebagai daerah yang sedang berkembang secara relatif masih kurang tingkat pendidikannya. Secara keseluruhan tingkat pendidikan dan kemampuan baca tulis penduduk di Wilayah Puskesmas Sukmajaya saat ini relatif masih perlu mendapatkan perhatian, karena tingkat pendidikan dan kemampuan baca tulis amat mempengaruhi perilaku hidup sehat masyarakat.14 4. Jumlah Penduduk Kelompok RentanTabel 5. Jumlah penduduk kelompok rentan per kecamatan di kota depok tahun 2009 Anak Sekolah Kelurahan Bumil Bulin Bayi Balita Usila SD SMP SMA Mekarjaya 2.00 1.78 6.51 1.49 1.61 2.098 4.556 3.438 3 3 4 6 5 Tirtajaya 371 354 334 1.065 1.99 513 PKM S. Jaya 2.35 2.11 7.71 1.49 1.61 2.469 5.621 3.951 7 7 3 6 5 (Sumber : Puskesmas Sukmajaya dalam angka 2009)

Proporsi penduduk rentan tertinggi terdapat pada anak SD sebesar 7.713 dari jumlah seluruh penduduk rentan anak sekolah SD sampai SMA, artinya upaya peningkatan Gizi anak SD. Selain usia sekolah, bayi dan balita menjadi target sasaran utama dalam pelayanan kesehatan untuk menunjang pembangunan sumber daya manusia di wilayah Puskesmas Sukmajaya.14 5. Jumlah Penduduk Miskin Wilayah Puskesmas Sukmajaya merupakan wilayah dengan perkembangan

pembangunan yang sangat pesat juga tidak lepas dari masalah kemiskinan. Pemberantasan kemiskinan merupakan prioritas dalam pembangunan masyarakat di wilayah Puskesmas Sukmajaya. Jumlah penduduk miskin di wilayah Puskesmas Sukmajaya masih relatif tinggi yaitu sebesar 5.970 jiwa dan yang dicakup kedalam program JPKMM sebesar 4.571 jiwa atau sebesar 76.57%, namun dengan demikian masih sedikit penduduk miskin yang menggunakan pelayanan kesehatan di puskesmas yaitu sebesar 32.45%.14 4.1.1.3 Struktur Organisasi dan Tata Kerja a. Struktur Organisasi Puskesmas Sukmajaya terletak di Depok II Tengah Jl. Arjuna Raya No. 1 Kelurahan Mekarjaya Kecamatan Sukmajaya, berdiri di atas tanah seluas 2066 m dengan luas bangunan 216 m dan berstatus Hak guna pakai.13 Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Puskesmas Sukmajaya saat ini sebagaimana di dalam Pedoman Kerja Puskesmas yang dikeluarkan oleh37

Departemen Kesehatan RI tahun 1990, sebagai acuan yang dipergunakan pola struktur organisasi Puskesmas, terdiri dari:14 1. 2. 3. Unsur Pimpinan Unsur Pembantu Pimpinan Unsur Pelaksana a. b. c. Unit yang terdiri dari tenaga/pegawai dalam jabatan fungsional Jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas daerah masing-masing. Unit-unit terdiri dari : b. Unit 1 Unit 2 Unit 3 Unit 4 Unit 5 Unit 6 Unit 7 : Pemberantasan Penyakit Menular : Kesehatan Keluarga : Pemulihan Kesehatan dan Rujukan : Kesehatan Lingkungan : Perawatan : Penunjang : Pelayanan Khusus : Kepala Puskesmas : Urusan Tata Usaha

Tata Kerja koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan Puskesmas maupun dengan satuan organisasi di luar Puskesmas sesuai dengan tugasnya masing-masing.14

1. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Puskesmas wajib menetapkan prinsip

2. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Puskesmas wajib mengikuti dan memenuhi petunjuk-petunjuk atasan serta mengikuti bimbingan teknis pelaksanaan yang di tetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.13 3. Kepala puskesmas bertanggung jawab memimpin, mengkoordinasikan semua unsur dalam lingkungan puskesmas, memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksana tugas masing-masing.13 4. Setiap unsur di lingkungan puskesmas wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dari dan bertanggung jawab kepada Kepala Puskesmas.14

38

Gambar 2. Bagan struktur organisasi Puskesmas Sukmajaya Kota Depok.

39

(Sumber : Profil Puskesmas Sukmajaya 2009)

4.1.1.4

Sumber Daya Kesehatan a. Sumber Daya Manusia (Ketenagaan)40

Tabel 6 menggambarkan tentang keadaan tenaga di Dinas Kesehatan Kota Depok berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2009, yaitu:14Tabel 6. Keadaan tenaga di Puskesmas Sukmajaya kota Depok berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009 No Jenjang Pendidikan Jumlah % 1 Medis - Dokter Umum 5 15.15 - Dokter Gigi 3 9.09 2 Keperawatan D3 Keperawatan 1 3.03 D3 Kebidanan 5 15.15 D3 Kesehatan Gigi 1 3.03 SPK Perawat Kesehatan 5 15.15 D1 Kebidanan 2 6.06 SPRG 0 0 3 Kefarmasian - Apoteker 0 0 - SMF/SAA 1 3.03 4 Kesehatan Masyarakat S1 Kesehatan Masyarakat 2 6.06 D3 Sanitarian 0 0 D3 Gizi 0 0 D1 Sanitarian 0 0 D1 Gizi 0 0 5 Analis Kesehatan 1 3.03 6 Tenaga Non Kesehatan - Sarjana Non Kesehatan 1 3.03 - SLTA 5 15.15 - SLTP 1 3.03 - SD Kebawah 0 0 Jumlah Seluruhnya 33 100 % Tenaga Kesehatan 26 78.79 % Tenaga Non Kesehatan 7 21.21 (Sumber : Data kepegawaian Puskesmas Sukmajaya)

Secara keseluruhan tenaga di Dinas Kesehatan sebagian besar adalah tenaga berlatar belakang kesehatan sebanyak 26 orang atau sebesar 78.58% sedangkan tenaga yang berlatar belakang non kesehatan hanya sebanyak 7 orang atau 21.21%.14 b. Sarana Kesehatan dan Prasarana Penunjang Tabel 7 menggambarkan tentang fasilitas dan sarana kesehatan yang ada di Puskesmas Sukmajaya

Tabel 7. Fasilitas dan Sarana Kesehatan Di Kota Depok Tahun 2009 No Jenis Sarana Pemilik Kelurahan Total Mekarjaya Tirtajaya

41

1

2 3 4 5 6

Praktek Perorangan - Dr. Spesialis Swasta 2 0 - Dr Umum Swasta 8 1 - Dr Gigi Swasta 4 1 - Bidan Swasta 8 1 RB Swasta 4 3 Laboratorium Swasta 3 0 Optik Swasta 1 0 Apotek Swasta 10 3 Batra Swasta 15 1 (Sumber : Puskesmas Sukmajaya dalam angka 2009)

2 9 6 9 7 3 1 10 16

4.1.2 DATA KHUSUS Dibawah ini merupakan data yang diperoleh dari laporan bulanan penanggung jawab program ISPA di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2009 dan 2010Tabel . 8 Data laporan bulanan penanggung jawab program ISPA bukan PNEUMONI di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2009 Nama penyakit Nasofaringitis (common cold) Sinusitis akut Faringitis akut Tonsilitis akut Laringitis akut Jumlah Jumlah kasus baru menurut golongan umur < 1 tahun 1-4 tahun > 5 tahun 202 533 6796 0 2 92 1760 5412 3963 27 301 748 0 6 76 1983 5721 4879 Kasus baru 7531 94 11135 1076 82 19918 Kasus lama 45 0 257 0 0 302 Total kasus 7541 94 11392 1076 82 20220

(Sumber : laporan bulanan program ISPA pneumoni Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2009)

Tabel. 9 Data laporan bulanan penanggung jawab program ISPA PNEUMONI di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2009 Nama penyakit Jumlah kasus baru menurut golongan umur Kasus baru Kasus lama Total kasus Pneumonia < 1 tahun 16 1-4 tahun 64 > 5 tahun 9 83 25 108

(Sumber : laporan bulanan program ISPA pneumoni Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2009)

Tabel . 10 Data laporan bulanan kematian ISPA PNEUMONI di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2009 NO 1 2 3 KELURAHAN MEKAR JAYA TIRTA JAYA LUAR WILAYAH MORTALITI BALITA PNEUMONIA < 1Th 1-4 Th JML 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

JUMLAH

(Sumber : laporan bulanan program ISPA pneumoni Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2009)

Tabel . 11 Data laporan bulanan penanggung jawab program ISPA bukan PNEUMONI di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2010 Nama penyakit Jumlah kasus baru menurut golongan Kasus Kasus Total

42

Nasofaringitis cold) Sinusitis akut Faringitis akut Tonsilitis akut Laringitis akut Jumlah

(common

< 1 tahun 259 1 1482 127 1 1870

umur 1-4 tahun 472 3 4909 282 1 5667

baru > 5 tahun 7146 130 4859 363 8 12106 7913 134 11249 772 10 20679

lama 60 0 296 0 0 356

kasus 7973 134 11545 772 10 20434

(Sumber : laporan bulanan program ISPA bukan pneumoni Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2010

Tabel . 12 Data laporan bulanan penanggung jawab program ISPA PNEUMONI di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2010 Nama penyakit Pneumonia Jumlah kasus baru menurut golongan umur < 1 tahun 22 1-4 tahun 44 > 5 tahun 3 Kasus baru 69 Kasus lama 23 Total kasus 92

(Sumber : laporan bulanan program ISPA pneumoni Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2010

Tabel. 13 Data laporan bulanan kematian ISPA PNEUMONI di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2010 NO KELURAHAN MORTALITI BALITA PNEUMONIA < 1Th 1-4 Th JML 1 MEKAR JAYA 0 0 0 2 TIRTA JAYA 0 0 0 3 LUAR WILAYAH JUMLAH 0 0 0 0 0 0

(Sumber : laporan bulanan program ISPA pneumoni Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2010

Tabel 14. Data jumlah penduduk berdasarkan umur pada kelurahan Tirtajaya Puskesmas Sukmajaya tahun 2010 N Keterang Jumla o an h 1 1 439 Tahun 2 1-4 tahun 1.099 3 5-14 2.322 tahun 4 15-65 9.551 tahun 5 351 65 tahun Jumlah 13.76 penduduk 2 Tabel 15. Data jumlah penduduk berdasarkan umur pada keluarahan Mekarjaya Puskesmas Sukmajaya Tahun 2010 N o 1 2 3 4 Keterang an 1 Tahun 1-4 tahun 5-14 tahun 15-65 Jumla h 965 2.883 6.716 29.44

43

5

tahun 65 tahun Jumlah penduduk

8 2.504 42.51 6

(Sumber : laporan bulanan program ISPA pneumoni Kecamatan Sukmajaya Periode Januari Desember tahun 2010

4.2 PEMBAHASAN 4.2.1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah yang ada pada program pengobatan ISPA di Puskesmas Kecamatan Sukmajaya periode Januari hingga Desember 2010 dilakukan dengan membandingkan pencapaian keluaran dengan tolok ukur.Tabel . 16 Identifikasi masalah program P2ISPA Puskesmas Kecamatan Sukmajaya Variable Definis Tolok ukur Pencap i aian Operas ional 1 Target penemuan penderita ISPA Jumlah 10 % dari jumlah penduduk Hanya . pneumonia penemu 10 % x 10 % x jumlah penduduk di Insiden pneumoni balita x % balita x an 12 temuka penduduk pneum n5 46 balita / bulan Angka insiden pneumoni balita = 10 oni balita % Persen balita = 10 % Jumlah penduduk wilayah kerja N o 2 Case fatality rate ISPA pneumonia . 1. < 1 tahun 2. 1-4 tahun Menggambarkan jumlah kematian karena penyakit tertentu ( pneumoni) kasus meninggal x 100 % seluruh penderita penyakit jumlah kematia n karena penyaki t tertentu (pneum oni) Jumlah penemu an non pneum oni 0 % dari 1000 balita Tidak ada kasus kematia n Ma sala h (-)

(-)

3 Target penemuan penderita ISPA non pneumonia 1. < 1 tahun 2. 1- 4 tahun Kasus non pneumoni baru x 100 % seluruh penderita yang di periksa

Menurun < 50 % dari tahun sebelumnya Jumlah penderita ISPA non pneumoni < 1 tahun ada 3591 orang, jumlah suspek ISPA pneumoni dan non pneumoni 3613 orang 3591x 100 % = 99 % 3613 Jumlah penderita ISPA non pneumoni 1- 4 tahun ada8937

Tidak ada penuru nan jumlah kasus dari tahun 2009

(+)

44

orang, jumlah suspek ISPA pneumoni dan non pneumoni 8981 orang 8937x 100 % = 99 % 8981 4 Case fatality rate ISPA non pneumonia 1. < 1 tahun 2. 1-4 tahun Menggambarkan jumlah kematian karena penyakit tertentu (non pneumoni) kasus meninggal x 100 % seluruh penderita penyakit 5 Morbiditas Angka kesakitan ISPA semua umur yang sakit x 100 % Populasi jumlah kematia n karena penyaki t tertentu ( non pneum oni) jumlah kasus penderi ta ISPA semua umur 0 % dari 1000 balita Tidak ada kasus kematia n (-)

Turun 50 sebelumnya

%

dari

tahun

Mening kat 198 kasus dari 2009

(+)

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Sukmajaya, wawancara dengan petugas kesehatan yang bertindak sebagai koordinator pelaksana program ISPA

4.2.2. Menetapkan Daftar Masalah Masalah yang ditemukan dari data dalam program pengobatan ISPA di Puskesmas Sukmajaya Depok tahun 2010 adalah :

Target penemuan penderita ISPA non pneumonia tidak ada penurunan kasus dari tahun sebelumnya Angka kesakitan ISPA baru semua umur meningkat dari tahun sebelumnya

4.2.3. Penetapan Prioritas Masalah Penetapan prioritas penyebab masalah dilakukan dengan menggunakan teknik kriteria matriks ( matrix criteria technique ) serupa dengan penetapan prioritas masalah.Tabel . 17 penetapan prioritas masalah Masalah P Target penemuan penderita pneumonia < 5 tahun ISPA non 4 4 S 3 4 R I 2 3 I DU SB 1 5 4 5 T PB 3 4 PC 2 2 3 3 2 3 11 4 24 3 R P

Angka kesakitan ISPA semua umur Keterangan :

45

P S R I DU SB

= Prevalence = Severity

PB PC

= Public concern = Political climate

= Rate of increase = Degree of unmeet need = Social benefit

T R

= Technical feasiability = Resources availability

Diberikan nilai 1 (tidak penting) sampai 5 (sangat penting). Masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah yang memiliki nilai IxRxT tertinggi. Pada prevalence (P) target penemuan penderita ISPA non pneumonia < 5 tahun diberikan angka skor 4 karena angka pencapaian sama dengan tahun lalu yaitu tahun 2009 pada balita < 1 tahun sebesar 99 % ; 1- 4 tahun 99 % dan 2010 pada balita < 1 tahun 99% ; 1-4 tahun 99 % ini berarti tidak terjadi penurunan jumlah pasien ISPA non pneumonia < 5 tahun. Untuk angka kesakitan ISPA semua umur diberikan skor 4 karena angka pencapaian melebihi tolak ukur. Hal ini menunjukkan kasus ISPA di wilayah Puskesmas Sukmajaya masih banyak. Untuk severity (S) pada target penemuan penderita ISPA non pneumonia < 5 tahun di berikan nilai skor 3, di karenakan hal ini lebih terkait pada kinerja petugas ISPA. Di berikan nilai tertinggi pada angka kesakitan ISPA semua umur karena terjadi peningkatan pada angka kesakitan di Puskesmas Sukmajaya Tahun 2010. Sehingga dapat menyebabkan angka kematian akibat kasus ISPA. Pada rate of increase (RI) target penemuan penderita ISPA non pneumonia < 5 tahun diberikan skor 2, karena tidak terjadi pengurangan dibanding tahun lalu, berarti tidak ada perubahan sama sekali. Pada angka kesakitan ISPA semua diberikan angka 3 karena terjadi peningkatan di banding tahun lalu berarti semakin memburuk Untuk derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (degre of unment need) pada masalah angka kesakitan ISPA semua umur diberikan skor 5 karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang ISPA padahal masyarakat menginginkan kesehatan pada jasmaninya supaya dapat berproduktifitas untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan pada target penemuan penderita ISPA non pneumonia < 5 tahun diberikan angka 1 karena bukan merupakan bagian dari kepentingan masyarakat. Pada sosial benefit (SB) target penemuan penderita ISPA non pneumonia < 5 tahun prioritas tertinggi diberikan skor 4 karena masyarakat memperoleh informasi yang lengkap dan akurat tentang ISPA non pneumonia maka akan mempermudah penanganan ISPA non46

pneumonia < 5 tahun di lingkungan. Sedangkan pada angka kesakitan ISPA semua umur diberikan skor 5 karena pada peningkatan angka kesakitan akibat ISPA pada periode tahun 2010 karena peningkatan kasus ISPA di Puskesmas Sukmajaya karena apabila masalah ini terselesaikan, derajat kesehatan masyarakat meningkat dan secara langsung mempengaruhi produktifitas masyarakat sehingga visi dan misi Indonesia Sehat 2015 tercapai. Perhatian masyarakat (public concern) terhadap ISPA non pneumonia untuk target penemuan penderita ISPA non pneumonia < 5 tahun dan angka kesakitan ISPA semua umur diberikan skor 3 hal ini karena kurangnya kepedulian masyarakat untuk segera memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan bila terdapat gejala-gejala ISPA. Untuk political climate ,pelaksanaan pengobatan ISPA diberikan prioritas dengan skor 2 karena pengobatan ISPA non pneumoni tidak termasuk program pemerintah. Karena menurut Depkes R.I., 2002, Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut, Dirjen PPM & PLP pada Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) meliputi beberapa kegiatan yang salah satunya adalah Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) yang ditujukan pada kelompok usia balita dalam bentuk upaya penanggulangan pneumonia. Untuk penilaian teknis (technical feasibility) diberikan skor 3 karena secara teknis untuk pemeriksaan ISPA mudah dilakukan dan untuk memantau penemuan target ISPA non pneumonia dan menekan angka kesakitan sangat di perlukan kelayakan dari teknologi. Untuk ketersediaan sumber daya (resources availability) pada angka kesakitan ISPA semua umur diberikan skor 3 karena di perlukan tenaga kesehatan untuk menjalankan program pengobatan ISPA. Sedangkan pada target penderita ISPA non pneumonia < 5 tahun di berikan skor 2 karena tidak diperlukan sumber daya khusus untuk program P2 ISPA non pneumonia. 4.2.4. Kesimpulan Prioritas Masalah Dari perhitungan matriks di atas, nilai P yang tertinggi yang merupakan prioritas masalah terletak pada variabel angka morbiditas penderita ISPA semua umur pada periode tahun 2010. Perhitungan matriks prioritas masalah seperti berikut Rumus P = I x T x R ( 4+4+3+5+5+4+2)x3x3 = 243 4.2.5. Kerangka Konsep Masalah Sesuai dengan pendekatan sistem, kasus morbiditas akibat ISPA pada tahun 2010 di wilayah Puskesmas Sukmajaya pada pelaksanaan program pengobatan ISPA di Puskesmas47

Sukmajaya merupakan suatu keluaran yang tidak sesuai dengan target. Untuk menanganinya dengan pendekatan sistem, harus dilihat kemungkinan adanya masalah pada unsur sistem yang merupakan penyebab tidak terintegrasinya keluaran sebagaimana mestinya, mengingat suatu sistem merupakan keadaan yang berkesinambungan dan saling mempengaruhi. Untuk mempermudah mengidentifikasi penyebab masalah maka diperlihatkan kerangka konsep sebagai alur pikir penyebab masalah dengan menggunakan diagram tulang ikan sebagai berikut:

48

Gambar 3. Bagan Kerangka Konsep Pengingkatan angka morbiditas ISPA semua umur di Puskesmas Sumajaya Tahun 2010 Angka morbiditas, mortalitasSupervisi kepala puskesmas Peengawasan dan pencatatan Kelengkapan dan penyimpanan

DampakTingkat sosial ekonomi Tingkat pendidika n

LaporanPencatatan dan pelaporan kasus ISPA

Lingkunga nSubsidi pemerintah Dan aStrategi Penyuluhan

Perencan aan

Pelaksanaa n Penyuluhan

ISPA Meto de Diagram alur SDM Kualitas& kuantitas SDM Non medis &medis

Dokumen perencaan tertulis

Organisas i

Proses

Pelaksan program

Pembagian tugas Pencatatan dan pelaporantahun sebelumnya

Masukan

Saran a

Umpan Balik

(Sumber : Pengobatan ISPA Puskesmas Sukmajaya, 2010)

4.2.6. Estimasi Penyebab Masalah49

Dari bagan tulang ikan di atas perkiraan penyebab masalah terletak pada input, proses, umpan balik dan lingkungan. Ditandai dengan tulisan berwarna merah dan garis bawah pada bagan tulang ikan. . 4.2.7. Konfirmasi Penyebab Masalah Berdasarkan kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan, maka perlu dilakukan identifikasi penyebab masalah yang dapat dilihat pada Tabel dibawah ini berdasarkan input, proses, umpan balik dan lingkungan dari program pengobatan ISPA di Puskesmas Sukmajaya.Tabel 18. Tolak ukur masukan (input) Variabel dan Tolok Ukur Pencapaian Tenaga Tenaga pelaksana minimal terdiri dari 1 orang Terdapat 1 orang penanggung jawab penanggung jawab program, 2 orang dokter, 2 orang program, 1 orang dokter, 1 orang perawat/tenaga kesehatan, 1 orang petugas apotik, 1 perawat/tenaga kesehatan, 2 orang petugas tenaga laboratorium dan 2 orang tenaga non-kesehatan apotik 1 tenaga laboratorium, tapi tidak misalnya kader. ada kader Kader telah mendapatkan penyuluhan dan latihan Kader tidak mendapatkan penyuluhan tentang pelaksanaan pengobatan ISPA dan edukasi dan latihan tentang pelaksanaan penyakitnya pengobatan ISPA dan edukasi penyakitnya sarana Tersedia sarana medis (stetoskop, senter, spatel Tidak tersedianya Sarana medis yang tounge, timbangan, termometer) lengkap. Tersedia sarana penyuluhan yakni poster dan leaflet mengenai ISPA Tersedia tempat pelayanan pengobatan ISPA Puskesmas Sukmajaya Obat ISPA tersedia dalam jumlah yang cukup Metode Pelaksanaan strategi penyuluhan ISPA Penggunaan diagram alur penanganan ISPA Dana Tersedia sumber dana berupa subsidi penuh dari Pasien tidak dibebani untuk biaya Tidak pemerintah sehingga tidak diperlukan pendanaan dari pengobatan. ada masyarakat untuk membeli obat. Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Sukmajya, wawancara dengan petugas kesehatan yang bertindak sebagai koordinator pelaksana program ISPA Tidak terlaksana strategi penyuluhan ISPA Telah terlaksana penanganan pasien ISPA sesuai alur Ada Tidak ada di Tidak tersedia poster dan leaflet ISPA yang ditempelkan di papan pengumuman puskesmas. Tempat pelayanan pengobatan ISPA di Puskesmas Sukmajaya tersedia. Obat ISPA tersedia dalam jumlah cukup

Masalah Ada

Ada

Ada Ada Tidak ada Tidak ada

50

Tabel 19. Tolak Ukur Proses Variabel dan Tolok Ukur Pencapaian Perencanaan Adanya dokumen perencanaan yang tertulis Terdapat perencaan operasional yang tertulis yang telah di setujui kepala puskesmas Pengorganisasian Terdapat struktur organisasi pelaksana program Terdapat struktur organisasi pelaksana program. Terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab Terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. yang jelas Pelaksanaan Pencatatan dan pelaporan kasus ISPA secara teratur, sistematis, dan akurat dalam periode waktu tertentu penyuluhan untuk kelompok mengenai ISPA minimal 1 kali/ Tahun. Pengawasan dan pencatatan Pengawasan oleh kepala puskesmas dalam bentuk pertemuan pertemuan di dalam puskesmas. Penilaian kegiatan dalam bentuk laporan tertulis secara periodic (bulanan, tahunan) Pengawasan oleh kepala puskesmas dalam bentuk pertemuan telah dilaksanakan Pencatatan dan pelaporan kasus ISPA secara teratur, sistematis, dan akurat dalam periode waktu tertentu kurangnya penyuluhan untuk kelompok mengenai ISPA minimal 1 kali / tahun

Masalah Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tidak ada Ada

Tidak ada

Penilaian kegiatan dalam bentuk laporan Tidak tertulis secara periodic setiap bulanan,dan ada tahunan Membuat laporan pengobatan secara tertulis. Terdapat hasil pengisisan laporan tertulis Tidak lengkap ada Penyimpanan laporan tertulis yang benar Laporan tertulis disimpan ke dalam tempat Tidak khusus. Hard copy maupun soft copy ada Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Sukmajya, wawancara dengan petugas kesehatan yang bertindak sebagai koordinator pelaksana program ISPA Tabel 20. Tolak Ukur Umpan Balik dan Lingkungan Pencapaian Secara rutin terdapat pencatatan dan pelaporan tahunan namun tidak ada hasil evaluasi tertulis sebagai dasar dari perencanaan program selanjutnya.

Variabel dan Tolok Ukur Umpan Balik

Masalah Ada

Pencatatan dan pelaporan tahun sebelumnya digunakan sebagai masukan dalam upaya perbaikan program selanjutnya (evaluasi program).

Lingkungan Tingkat sosial ekonomi yang baik menunjang Tidak didapatkan data sosial ekonomi dari Ada keberhasilan pengobatan ISPA. penduduk yang ikut serta dalam pengobatan ISPA Tingkat pendidikan menengah atau tinggi Tidak didapatkan data tingkat pendidikan dari Ada menunjang keberhasilan pengobatan ISPA penduduk yang ikut serta dalam pengobatan ISPA Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Sukmajya, wawancara dengan petugas kesehatan yang bertindak sebagai koordinator pelaksana program ISPA

Tabel 21. Tolak Ukur Dampak Variabel dan Tolok Ukur Pencapaian Angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA di Angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA di

Masalah Tidak

51

wilayah kerja Puskesmas menurun wilayah kerja Puskesmas menurun. ada Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Sukmajya, wawancara dengan petugas kesehatan yang bertindak sebagai koordinator pelaksana program ISPA

4.2.8. Daftar Penyebab Masalah

Dari data di atas didapatkan beberapa masalah dalam pengobatan ISPA non pneumoni < 5 tahun di Puskesmas Sukmajaya tahun 2010, yaitu :4.2.8.1 Komponen masukan (input)

Tenaga kesehatan non medis (kader) Kurangnya tenaga medis dan tidak adanya tenaga non medis atau kader yang di berikan pelatihan dan penyuluhan tentang pelaksanaan pengobatan ISPA dan edukasi penyakitnya Sarana Sarana medis yang tidak lengkap.seperti tidak adanya spatel tounge Tidak tersedia poster dan leaflet ISPA yang ditempelkan di sekitaran dalam

gedung puskesmas Metode Tidak terlaksana strategi penyuluhan ISPA4.2.8.2 Komponen Proses

Pelaksanaan Kurangnya penyuluhan untuk kelompok mengenai ISPA minimal 1 kali / tahun4.2.8.3

Komponen Umpan Balik dan lingkungan Umpan balik Secara rutin terdapat pencatatan dan pelaporan tahunan namun tidak ada hasil evaluasi tertulis sebagai dasar dari perencanaan program selanjutnya. Lingkungan Tidak didapatkan data sosial ekonomi dari penduduk yang ikut serta dalam

pengobatan ISPA Tidak didapatkan data tingkat pendidikan dari penduduk yang ikut serta dalam

pengobatan ISPA

4.2.9. Menetapkan Prioritas Penyebab Masalah52

Berdasarkan data ditemukan beberapa penyebab dari masalah yang terjadi. Namun penyebab masalah yang timbul tidak dapat diselesaikan semuanya secara langsung karena mungkin ada masalah yang saling berkaitan dan karena adanya keterbatasan kemampuan dalam menyelesaikan semua masalah. Oleh karena itu harus ditentukan prioritas penyebab masalah dan mencari alternatif penyelesaian masalah yang telah diprioritaskan. Penetapan prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan teknik kriteria matriks. Tabel 22 .Prioritas Penyebab MasalahNo Masalah Penentu Prioritas Penyebab C T R 5 4 5 3 3 3 2 4 4 4 3 4 5 5 5 Total CxTxR 45 32 100 60 60

1 2 3 4 5

Petugas kesehatan kurang memadai Penyediaan sarana medis yang tidak lengkap di puskesmas Kurangnya penyuluhan kepada masyarakat Pencatatan dan pelaporan kurang lengkap Tidak adanya evaluasi tertulis sebagai dasar perencanaan program selanjutnya

Pada poin Contribution/C pada pembinaan petugas kesehatan dan kader dan penyuluhan kepada kader dan masyarakat diberikan skor 5 karena sangat berpengaruh besar terhadap pelayanan ISPA yang belum memadai, dimana kurangnya penyuluhan membuat minimnya pengetahuan masyarakat mengenai penanganan ISPA . Sedangkan pada butir 2 diberi poin 4 karena penyediaan sarana medis dan non medis juga berpengaruh terhadap penanganan ISPA tersebut. Pada butir 4 dan 5 diberikan poin 3 karena tidak secara langsung mempengaruhi program pengobatan ISPA. Evaluasi, pencatatan dan pelaporan nantinya akan digunakan untuk strategi lanjut dalam perbaikan kinerja untuk mencapai hasil yang diharapkan. Pada poin Technical Feasibility/T pada butir 3,4 dan 5 diberikan masing-masing skor 4 pada semua poin dikarenakan timbulnya masalah yang terjadi kemungkinan kurangnya pemanfaatan teknologi yang ada, seperti dalam pembuatan evaluasi program, evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat elektronik (komputer) yang telah tersedia sedangakan pada butir 1 diberikan skor 3 karena kurangnya petugas keehatan yang memadai, pada butir 2 diberikan skor 2 karena ketidaklengkapan sarana medis yang ada di Puskesmas yang dapat menunjang program pengobatan ISPA ini. Pada Resources/R diberikan nilai tinggi pada butir 1, 3,4 dan 5 karena karena sumber daya yang ada mempunyai pengaruh besar terhadap timbulnya masalah. Kurangnya jumlah sumber daya yang ada membuat program ini belum berjalan dengan baik. Pemanfaatan53

sumber daya dalam pembuatan evaluasi program, pemberian informasi untuk masyarakat masih kurang. Sedangkan pada butir 2 diberikan skor 4 karena mendukung masalah. Berdasarkan tabel teknik kriteria matriks di atas maka urutan prioritas penyebab masalah adalah kurangnya petugas kesehatan yang memadai dan masyarakat.4.2.10.

timbulnya

penyuluhan kepada

Alternatif Pemecahan Masalah Berdasarkan penetapan prioritas penyebab masalah, didapatkan alternatif

pemecahan masalah adalah: Pembinaan petugas kesehatan dan kader a. Tujuan : pembinaan tenaga yang ada di Puskesmas dan melatih tenaga kesehatan dan kader kader b. Sasaran: tenaga kesehatan dan kader c. Bentuk kegiatan: pembinaan petugas puskesmas dan kader mengenai program pengobatan ISPA . d. Waktu dan tempat: dilaksanakan pada Aula kantor kelurahanMekar Jaya danTirta Jaya, paling tidak dua kali dalam setahun e. Pelaksana: tenaga kesehatan terpilih yang telah mendapatkan pelatihan tentang program pengobatan ISPA . f. Alat dan Bahan: Ruang pertemuan di aula kelurahan, komputer dan proyektor sebagai alat untuk presentasi, leaflet tentang ISPA dan cara pengobatan ISPA g. Dana: dana APBD atau dana Pemda

Pemberian penyuluhan kepada masyarakat a. Tujuan: Memberikan wawasan dan pengetahuan kepada penduduk mengenai ISPA b. Sasaran: Penduduk di Kelurahan Mekar Jaya dan Tirta Jaya wilayah kerja Puskesmas Sukmajaya Depok. c. Bentuk kegiatan : Penyuluhan mengenai penyakit ISPA, angka kejadian dan diskusi tanya jawab yang dibawakan oleh dokter. Semua mengenai ISPA dijelaskan termasuk penyebab, penularan, gejala, komplikasi, penatalaksanaan d. Waktu dan tempat: Aula kantor kelurahan Mekar Jaya dan Tirta Jaya, paling tidak dua kali dalam setahun.54

e. Pelaksana: Dokter dan penanggung jawab program pencegahan dan penanggulangan ISPA Puskesmas Sukmajaya serta perwakilan dari Dinkes kota Depok. f. Alat dan bahan: Ruang pertemuan di aula kelurahan, komputer dan proyektor sebagai alat untuk presentasi, leaflet tentang ISPA dan cara pencegahan dan penanggulangan ISPA, lembar quesioner dan pulpen. g. Dana: Dana APBD atau dana Pemda. Penyediaan sarana medis di puskesmas a. Tujuan: menyediakan sarana medis yang memadai untuk program pengobatan ISPA Sasaran: Puskesmas Sukmajaya Alat dan bahan : alat medis seperti spatel tounge d. Dana: Swadana Puskesmas.

4.2.11. Prioritas Pemecahan Masalah

Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat, dipilih satu cara pemecahan masalah yang dianggap paling baik dan memungkinkan. Pemilihan prioritas cara dari pemecahan masalah ini dengan menggunakan teknik kriteria matriks, yaitu dengan menentukan: 4.2.11.1. Efektifitas Jalan Keluar Menetapkan nilai efektifitas (effectiveness) untuk setiap alternatif jalan keluar, yaitu dengan memberikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai angka 5 (paling efektif). Prioritas jalan keluar adalah yang nilai efektifitasnya paling tinggi. Untu