terapi untuk gangguan somatoform

3
Terapi untuk Gangguan Somatoform Kebijakan klinis menyarankan pendekatan halus dan suportif seraya memberikan penghargaan kepada pasien atas setiap perbaikan kondisi sekecil apa pun yang berhasil dicapai (Simon, 1998). Orang-orang yang menderita gangguan somatoform jauh lebih sering datang ke dokter dibanding ke psikiater atau psikolog karena mereka menganggap masalah berkait dengan kondisi fisik. Para pasien tersebut menganggap rujukan dokter ke psikolog atau psikiater sebagai tanda bahwa dokter menganggap penyakit mereka “terletak di kepala”; sehingga mereka tidak merasa senang dirujuk ke “ahli jiwa”. Mereka menguji kesabaran dokter mereka, yang sering kali meresepkan berbagai macam obat atau penanganan medis dengan harapan akan menyembuhkan keluhan somatik tersebut. Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi oleh asumsi bahwa suatu represif masif telah memaksa energi psikis diubah menjadi anestesia atau kelumpuhan yang membingungkan. Namun demikian, psikoanalisis tradisional dengan terapi jangka panjang dan psikoterapi yang berorientasi psikoanalisis tidak menunjukkan hasil yang bermanfaat bagi gangguan konversi, kecuali mungkin mengurangi kekhawatiran pasien atas penyakitnya. Penanganan psikodinamika jangka pendek dapat menjadi efektif untuk menghilangkan simtom-simtom gangguan somatoform (Junkert-Tress, 2001). Pasien somatoform sering menderita kecemasan dan depresi. Dengan menangani kecemasan dan depresi sering kali mengurangi kekhawatiran somatoform. Pada kasus komorbiditas antara ganguan obsesif kompulsif dan gangguan somatoform tertentu, seperti hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh memiliki penanganan pilihan untuk ganguan kompulsif-pemaparan dan pencegahan respons-dapat menjadi efektif untuk gangguan somatoform tersebut. Terapis perlu memperhitungkan untuk memastikan pasien tidak kehilangan muka ketika gangguan tersebut tidak lagi dialaminya. Terapis harus mempertimbangkan kemungkinan pasien merasa dipermalukan ketika

Upload: christine-yana

Post on 30-Jun-2015

696 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Terapi untuk Gangguan Somatoform

Terapi untuk Gangguan Somatoform

Kebijakan klinis menyarankan pendekatan halus dan suportif seraya memberikan penghargaan kepada pasien atas setiap perbaikan kondisi sekecil apa pun yang berhasil dicapai (Simon, 1998).

Orang-orang yang menderita gangguan somatoform jauh lebih sering datang ke dokter dibanding ke psikiater atau psikolog karena mereka menganggap masalah berkait dengan kondisi fisik. Para pasien tersebut menganggap rujukan dokter ke psikolog atau psikiater sebagai tanda bahwa dokter menganggap penyakit mereka “terletak di kepala”; sehingga mereka tidak merasa senang dirujuk ke “ahli jiwa”. Mereka menguji kesabaran dokter mereka, yang sering kali meresepkan berbagai macam obat atau penanganan medis dengan harapan akan menyembuhkan keluhan somatik tersebut.

Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi oleh asumsi bahwa suatu represif masif telah memaksa energi psikis diubah menjadi anestesia atau kelumpuhan yang membingungkan. Namun demikian, psikoanalisis tradisional dengan terapi jangka panjang dan psikoterapi yang berorientasi psikoanalisis tidak menunjukkan hasil yang bermanfaat bagi gangguan konversi, kecuali mungkin mengurangi kekhawatiran pasien atas penyakitnya. Penanganan psikodinamika jangka pendek dapat menjadi efektif untuk menghilangkan simtom-simtom gangguan somatoform (Junkert-Tress, 2001).

Pasien somatoform sering menderita kecemasan dan depresi. Dengan menangani kecemasan dan depresi sering kali mengurangi kekhawatiran somatoform.

Pada kasus komorbiditas antara ganguan obsesif kompulsif dan gangguan somatoform tertentu, seperti hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh memiliki penanganan pilihan untuk ganguan kompulsif-pemaparan dan pencegahan respons-dapat menjadi efektif untuk gangguan somatoform tersebut.

Terapis perlu memperhitungkan untuk memastikan pasien tidak kehilangan muka ketika gangguan tersebut tidak lagi dialaminya. Terapis harus mempertimbangkan kemungkinan pasien merasa dipermalukan ketika kondisinya menjadi lebih baik melalui penanganan yang tidak berkaitan dengan masalah medis (fisik).

Terapi untuk gangguan somatisasi

- Pemaparan atau terapi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi ketakutan, berkurangnya rasa takut dapat membantu mengurangi berbagai keluhan somatik.

- Terapi keluarga, membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan hubungan yang bertujuan untuk membantu usahanya menjadi lebih mandiri.

- Training asersi dan keterampilan sosial, bermanfaat untuk membantunya manguasai atau menguasai kembali, berbagai cara untuk berhubungan dengan orang lain dan mengatasi berbagai tantangan tanpa harus mengatakan “Saya seorang yang malang, lemah, dan sakit.”

Page 2: Terapi untuk Gangguan Somatoform

- Dokter tidak menghindari validitas keluhan-keluhan fisik, namun meminimalkan penggunaan berbagai tes diagnostik dan pemberian obat, mempertahankan kontak dengan pasien. Teknik-teknik seperti training relaksasi dan berbagai bentuk terapi kognitif juga terbukti bermanfaat. Biofeedback, yang mencangkup pengendalian atas proses-proses fisiologis telah terbukti efektif dalam mengurangi berbagai pikiran yang merusak pada para pasien yang menderita gangguan somatoform-bahkan lebih efektif dibanding teknik relaksasi.

Terapi utuk hipokondriasis

- Pendekatan kognitif behavioral. Penelitian menunjukkan bahwa para pasien hipokondrial menunjukkan penyimpanan kognitif dengan menganggap masalah kesehatan yang muncul sebagai suatu ancaman. Terapi kognitif-behavioral dapat ditujukan untuk merestrukturisasi pemikiran pesimistik semacam itu.

- Penanganan dapat mencangkup beberapa strategi seperti mengarahkan perhatian selektif pasien ke simtom-simtom fisik dan tidak mendorong pasien mencari kepastian medis bahwa ia tidak sakit.

Terapi untuk rasa nyeri

- Nyeri mengandung dua komponen, yaitu nyeri psikogenik dan nyeri yang benar-benar disebabkan factor medis, seperti cedera jaringan otot. Penanganan yang efektif cenderung terdiri dari hal-hal berikut:

o Melakukan validasi bahwa rasa nyeri memang nyata, dan tidak hanya dalam pikiran pasien.

o Pelatihan relaksasi.

o Menghadiahi pasien karena berperilaku yang tidak sejalan dengan rasa nyeri (menahan rasa nyeri).

- Varian terapi psikodinamika jangka pendek, yang disebut terapi tubuh psikodinamika, efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan mempertahankannya dalam jangka waktu lama.

- Dosis rendah obat antidepresan, terutama imipramine, lebih tinggi manfaatnya dibandingkan placebo untuk mengurangi rasa nyeri dan distress kronis. Obat-obatan tersebut tidak menghilangkan depresi terkait.

- Secara umum tampaknya perlu disarankan untuk mengalihkan focus dari hal-hal yang tidak dapat dilakukan pasien karena penyakitnya dan bahkan mengajarkan pada pasien bagaimana cara mengatasi stres, mendorong aktivitas yang lebih banyak, dan meningkatkan kontrol diri, terlepas dari keterbatasan fisik atau rasa tidak nyaman yang dialami pasien.