terapi transfusi darah isi agus bhakti

55
BAB I PENDAHULUAN Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari seseorang (donor) ke orang lain (resipien). Transfusi darah sering dilakukan baik dalam bidang pembedahan maupun non pembedahan. Dalam bidang pembedahan, tindakan transfusi bisa dilakukan pada periode prabedah, pada saat pembedahan, dan pasca bedah. Pada kasus non bedah pemberian transfusi darah dapat dilakukan setiap saat tergantung indikasi. Penggunaan darah untuk transfusi harus selalu dilakukan secara rasional dan efisien yaitu dengan memberikan komponen darah yang diperlukan. 1,2 Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup. Dalam keadaan fisiologi darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai pembawa oksigen, mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi, dan mekanisme hemostasis. Darah terdiri dari dua komponen yaitu plasma darah dan butir- butir darah. Seiring berkembangnya kemajuan teknologi yang semakin pesat memberikan kemudahan dalam memberikan transfusi yang sesuai dengan defisit komponen yang dialami pasien. Beberapa jenis transfusi yang dapat dilakukan yaitu : darah lengkap (whole blood), sel darah merah (packed red cell), sediaan trombosit (platelet concentrates), transfusi faktor hemolitik 1

Upload: agusbhakti

Post on 15-Jan-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

TRANSCRIPT

Page 1: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

BAB I

PENDAHULUAN

Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah

dari seseorang (donor) ke orang lain (resipien). Transfusi darah sering dilakukan

baik dalam bidang pembedahan maupun non pembedahan. Dalam bidang

pembedahan, tindakan transfusi bisa dilakukan pada periode prabedah, pada saat

pembedahan, dan pasca bedah. Pada kasus non bedah pemberian transfusi darah

dapat dilakukan setiap saat tergantung indikasi. Penggunaan darah untuk transfusi

harus selalu dilakukan secara rasional dan efisien yaitu dengan memberikan

komponen darah yang diperlukan.1,2

Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup. Dalam keadaan

fisiologi darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan

fungsinya sebagai pembawa oksigen, mekanisme pertahanan tubuh terhadap

infeksi, dan mekanisme hemostasis. Darah terdiri dari dua komponen yaitu plasma

darah dan butir-butir darah. Seiring berkembangnya kemajuan teknologi yang

semakin pesat memberikan kemudahan dalam memberikan transfusi yang sesuai

dengan defisit komponen yang dialami pasien. Beberapa jenis transfusi yang dapat

dilakukan yaitu : darah lengkap (whole blood), sel darah merah (packed red cell),

sediaan trombosit (platelet concentrates), transfusi faktor hemolitik

(cryoprecipitate), transfusi plasma segar beku (fresh frozen plasma), dan transfusi

plasma.3

Data pembanding berikut berasal dari India, didapat dari 1.585 bank darah

yang telah mendapat lisensi, 45% adalah milik pemerintah dan 23% milik swasta.

Struktur manajemennya berbeda dan tidak ada koordinasi yang efektif. Sebagian

besar bank darah tersebut mengumpulkan kurang dari 1.000 kantong darah tiap

tahun. Data menunjukkan bahwa 74% transfusi pada pasien dewasa adalah tidak

tepat.4

WHO Global Database on Blood Safety melaporkan bahwa 20% populasi

dunia berada di negara maju dan sebanyak 80% telah memakai darah donor yang

aman, sedangkan 80% populasi dunia yang berada di negara berkembang hanya

20% memakai darah donor yang aman.4 Transfusi harus dilakukan dengan

1

Page 2: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

indikasi yang jelas dan tepat sehingga diperoleh manfaat yang lebih besar

dibandingkan resiko yang mungkin terjadi. Berdasarkan permasalahan tersebut

maka dalam referat ini akan dibahas mengenai proses terbentuknya darah, jenis

transfusi dan penggunaannya, serta komplikasi yang dapat terjadi akibat transfusi

darah.1,2,3

2

Page 3: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Transfusi Darah

Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah

dari donor ke sistem sirkulasi penerima melalui pembuluh darah vena.

Berdasarkan sumber darah atau komponen darah, transfusi darah dapat

dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:5,6

- Homologous atau allogenic transfusion, yaitu transfusi menggunakan

darah dari orang lain.

- Autologous transfusion, yaitu transfusi dengan menggunakan darah

resipien itu sendiri yang diambil sebelum transfusi dilakukan.

2.2 Komponen Darah

Normalnya, 7-8% dari berat tubuh manusia adalah darah. Darah

mempunyai fungsi mengangkut oksigen dan nutrisi ke seluruh sel tubuh kita dan

membersihkan tubuh dari karbondioksida, amonia, dan produk sisa lainnya. Selain

itu darah mempunyai peranan penting dalam sistem imun kita dan

mempertahankan suhu tubuh agar tetap konstan. Darah adalah jaringan

terspesialisasi yang terdiri dari berbagai macam komponen. Empat komponen

darah yang penting yaitu sel darah merah, sel darah putih, trombosit, dan plasma.

Setiap manusia memproduksi komponen darah ini dan tidak ada perbedaan secara

populasi maupun regional.7

2.2.1 Sel Darah Merah

Sel darah merah atau eritrosit adalah sel mikroskopik yang cukup besar

tanpa nukleus. Belakangan ini diketahui bahwa sel darah merah serupa

dengan sel prokariotik primitif dari bakteri. Sel darah merah normalnya

menempati 40-50% dari total volume darah. Sel tersebut membawa oksigen

dari paru-paru ke seluruh jaringan hidup di tubuh dan membuang zat

karbondioksida. Sel darah merah diproduksi secara terus menerus di

sumsum tulang manusia dari stem cell dengan kecepatan 2-3 juta per

detiknya. Hemoglobin adalah molekul protein pembawa gas yang

3

Page 4: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

merupakan 95% sel darah merah. Setiap sel darah merah memiliki sekitar

270.000.000 molekul hemoglobin kaya besi. Seseorang yang mengidap

anemia umumnya memiliki defisiensi sel darah merah. Warna merah dari

sel darah merah terutama dikarenakan sel darah merah yang teroksigenasi.

Molekul hemoglobin fetal manusia berbeda dengan yang ada pada manusia

dewasa dalam jumlah rantai asam aminonya. Hemoglobin fetal memiliki

tiga rantai ikatan sementara dewasa memiliki dua rantai ikatan. Karenanya,

molekul hemoglobin fetal menarik dan membawa oksigen lebih banyak ke

dalam tubuh.8

2.2.2 Sel Darah Putih

Sel darah putih atau yang disebut dengan leukosit ini, terdiri dari sejumlah

variasi dan jenis tetapi hanya merupakan bagian kecil dalam darah.

Keberadaan leukosit tidak terbatas di dalam darah. Leukosit juga berada di

tempat lain di dalam tubuh, bahkan juga ada di limpa, liver, dan kelenjar

limfe. Sel darah putik paling banyak di produksi di sumsum tulang yang

berasal dari suatu stem cell yang juga memproduksi sel darah merah dan

juga di produksi di kelenjar thymus yang terletak di dasar leher. Beberapa

sel darah putih (di sebut juga limfosit) yang merupakan sistem lini

pertahanan pertama sebagai respon dari sistem imun tubuh. Limfosit

menemukan, mengidentifikasi, dan berikatan dengan protein asing pada

bakteri, virus, dan jamur dan hal ini dapat dihilangkan. Jenis Sel darah putih

lainnya (disebut granulosit dan makrofag) kemudian bergerak mengelilingi

dan menghancurkan sel asing. Sel darah putih juga memfunyai fungsi

membuang sel darah yang telah mati, sama halnya pada benda asing seperti

debu dan asbestos. Sel-sel darah bertahan hidup selama kurang lebih empat

bulan sebelum hilang dari darah dan komponen darah tersebut di daur ulang

di limpa.8

2.2.3 Trombosit

Keping darah atau trombosit adalah fragmen sel tanpa nukleus yang bekerja

dengan unsur-unsur kimia pembekuan darah pada tempat terjadi luka.

Trombosit melakukannya dengan bergabung ke dinding pembuluh darah

sehingga menambal ruptur yang terjadi di dinding vaskular. Trombosit juga

4

Page 5: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

dapat melepaskan zat koagulasi yang membentuk bekuan darah yang

menyumbat pembuluh darah yang menyempit. Terdapat lebih dari dua belas

faktor pembekuan ditambah trombosit yang dibutuhkan untuk melengkapi

suatu proses pembekuan. Penelitian terakhir menyatakan bahwa trombosit

juga mengeluarkan protein yang dapat melawan bakteri yang menginvasi

dan mikroorganisme lainnya. Trombosit juga menstimulasi sistem imun.

Trombosit berukuran 1/3 dari sel darah merah dengan masa hidup 9-10 hari.

Seperti sel darah merah dan sel darah putih, trombosit diproduksi di

sumsum tulang dari sel stem.8

2.2.4 Plasma

Plasma adalah gabungan air berwarna kekuningan relatif jernih dengan gula,

lemak, protein, dan garam. Normalnya, 55% dari volume darah manusia

disusun oleh plasma. Sekitar 95% darinya disusun air. Saat jantung

memompa darah ke sel melalui seluruh tubuh, plasma membawa nutrisi dan

membuang produk buangan metabolisme. Plasma juga mengandung faktor

pembekuan darah, gula, lemak, vitamin, mineral, hormon, enzim, antibodi,

dan protein lainnya. Plasma mengandung hampir seluruh protein yang ada

di tubuh manusia, sekitar 500 telah teridentifikasi di plasma.8

2.3 Proses Terbentuknya Darah

Hemopoesis atau hematopoesis adalah proses pembentukan darah. Tempat

hemopoesis pada manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur yaitu pada umur

0-3 bulan terjadi di yolk sac, umur 3-6 bulan terjadi di hati dan lien, serta umur 4

bulan sampai dewasa terjadi di sumsum tulang. Pada orang dewasa dalam keadaan

fisiologi semua hemopoesis terjadadi pada sumsum tulang. Pada keadaan patologi

misalnya mielofibrosis, hemopoesis terjadi di luar sumsum tulang terutama di lien

yang disebut hemopoesis ekstrameduler. Dalam proses hemopoesis

diperlukan :9,10,11

2.3.1 Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)

Sel induk hemopoetik adalah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-

sel darah termasuk sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit),

butir pembeku (trombosit), dan beberapa sel dalamm sumsum tulang

5

Page 6: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

seperti fibroblast. Sel induk yang paling primitive disebut sebagai

pluripotent (totipotent) stem cell. Sel induk pluripotent mempunyai sifat

sebagai berikut :9,10,11

a. Self renewal yaitu kemampuan memperbaharui diri sendiri sehingga

tidak akan pernah habis meskipun terus membelah.

b. Proliferatif yaitu kemampuan membelah atau memperbanyak diri.

c. Diferensiatif yaitu kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-

sel dengan fungsi tertentu.

Berdasarkan sifat kemampuan diferensiasinya maka sel induk hemopoetik

dapat dibagi menjadi :

a. Pluripotent (totipotent) stem cell yaitu sel induk yang mempunyai

kemampuan untuk menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.

b. Committed stem cell yaitu sel induk yang mempunyai komitmen untuk

berdiferensiasi melalui salah satu garis turunan sel (cell line). Sel

induk yang termasuk golongan ini adalah sel induk myeloid dan sel

induk limfoid.

c. Oligopotent stem cell adalah sel induk yang dapat berdiferensiasi

menjadi hanya beberapa jenis sel. Misalnya : CFU-GM (Colony

Forming Unit- Granulocyte/Monocyte) yang dapat berkembang hanya

menjadi sel-sel granulosit dan sel-sel monosit.

d. Unipotent stem cell adalah sel induk yang hanya mampu berkembang

satu jenis sel saja. Misalnya : CFU-E (Colony Forming Unit-

Erythrocyte) hanya dapat menjadi eritrosit, CFU-G (Colony Forming

Unit-Granulocyte) hanya mampu berkembang menjadi sel-sel

granulosit.

2.3.2 Lingkungan mikro (microenvironment) sumsum tulang

Lingkungan mikro sumsum tulang adalah substansi yang memungkinkan

sel induk tumbuh secara kondusif. Komponen lingkungan mikro ini

meliputi :9,10

a. Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang

b. Sel-sel stroma meliputi sel endotil, sel lemak, fibroblast, makrofag,

dan sel retikulum (blanket cell).

6

Page 7: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

c. Matriks ekstraseluler meliputi fibronektin, haemonektin, laminin,

kolagen, dan proteoglikan.

Lingkungan mikro sangat berperan dalam proses hemopoesis karena

berfungsi sebagai berikut :

a. Menyediakan nutrisi dan bahan hemopoesis yang dibawa oleh

peredaran darah mikro dalam sumsum tulang.

b. Komunikasi antar sel terutama ditentukan oleh adanya adhesion

molecule.

c. Menghasilkan zat yang mengatur hemopoesis yaitu hematopoietic

growth factor, cytokine, dan lain-lain.

2.3.3 Bahan-bahan pembentuk darah

Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan darah adalah :12,13

a. Asam folat dan vitamin B12 yang merupakan bahan pokok pembentuk

inti sel.

b. Besi sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.

c. Cobalt, magnesium, Cu, dan Zn.

d. Asam amino

e. Vitamin seperti vitamin C, vitamin B kompleks, dan lainnya.

Sumsum tulang yang normal merupakan bagian esensial dari hemopoesis.

Apabila struktur atau fungsi sumsum tulang terganggu maka dapat

menimbulkan kelainan. Gangguan pada sumsung tulang dapat terjadi oleh

karena kegagalan produksi sel, kegagalan maturasi sel, dan produksi sel-

sel yang tidak normal.

2.3.4 Mekanisme regulasi

Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas

pertumbuhan sel dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsung

tulang ke darah tepi sehingga sumsum tulang dapat merespon kebutuhan

tubuh dengan tepat. Produksi komponen darah yang berlebihan ataupun

kekurangan sama-sama menimbulkan penyakit. Zat-zat yang berpengaruh

dalam mekanisme regulasi adalah : 12,13,14

a. Faktor pertumbuhan hemopoesis (hematopoietic growth factors)

meliputi GM-CSF (Granulocyte-macrophage colony stimulating

7

Page 8: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

factor), G-CSF (Granulocyte colony stimulating factor), M-CSF

(Macrophage colony stimulating factor), thrombopoietin, BPA (Burst

Promoting Activity), serta faktor stem sel.

b. Sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, IL7, IL-8, IL-9, IL-10, dan IL-11.

Growth factor dan sitokin sebagian besar dibentuk oleh sel-sel darah

sendiri seperti limfosit, monosit atau makrofag serta sebagian oleh sel-

sel penunjang seperti fobroblast dan endotil. Sitokin ada yang

merangsang pertumbuhan sel induk dan sebagian menekan

pertumbuhan sel induk. Keseimbangan kedua jenis sitokin ini sangat

menentukan proses hemopoesis normal.

c. Hormon hemopoetik spesifik

Erythropoietin merupakan hormone yang dibentuk di ginjal khusus

untuk merangsang pertumbuhan precursor eritroid.

d. Hormon non spesifik

Beberapa jenis hormone diperlukan dalam jumlah kecil untuk

hemopoesis seperti androgen yang berfungsi menstimulasi

eritropoesis, estrogen yang menimbulkan inhibisi eritropoesis,

glukokortikoid, growth hormon, dan hormon tiroid.

Dalam proses regulasi hemopoesis normal terdapat feed back mechanism

yaitu suatu mekanisme umpan balik yang dapat merangsang hemopoesis

jika tubuh kekurangan komponen darah (positive loop) atau menekan

hemopoesis jika tubuh kelebihan komponen darah tertentu (negative loop).

2.4 Produk Darah

Seiring berkembangnya teknologi, darah yang berasal dari donor dapat

dipisahkan menjadi komponen-komponen yang dikandungnya. Hal ini

memberikan kemudahan dalam memberikan transfusi yang sesuai dengan defisit

komponen yang dialami pasien. Beberapa jenis transfusi dalam penggunaannya

dalam klinik sebagai berikut :

2.4.1 Darah lengkap (Whole Blood)

Darah lengkap ini berisi sel darah merah, leukosit, trombosit, dan plasma.

Satu unit kantong darah lengkap berisi 450mL darah dan 63 mL

8

Page 9: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

antikoagulan. Darah lengkap diberikan pada pasien yang mengalami

perdarahan akut. Dosis tergantung keadaan klinis pasien. Pada orang

dewasa, 1 unit darah lengkap akan meningkatkan Hb sekitar 1g/dl atau

hematokrit 3-4%. Pada anak-anak darah lengkap 8mL/kg akan

meningkatkan Hb sekitar 1g/dl. Pemberian darah lengkap sebaiknya

melalui filter darah dengan kecepatan tetesan tergantung keadaan klinis

pasien, namun setiap unitnya sebaiknya diberikan dalam 4 jam. Pada orang

dewasa diberikan apabila kehilangan darah lebih dari 15-20% volume

darahnya, sedangkan pada bayi lebih dari 10% volume darahnya. 15,16

Transfusi satu unit darah lengkap (whole blood) atau sel darah merah pada

pasien dewasa berat badan 70 kg yang tidak mengalami perdarahan dapat

meningkatkan hematokrit kira-kira 3% atau kadar Hb sebanyak 1 g/dl.

Tetapi, kadar Hb bukan satu-satunya faktor penentu untuk transfusi sel

darah merah. Faktor lain yang harus menjadi pertimbangan adalah kondisi

pasien, tanda dan gejala hipoksia, kehilangan darah, risiko anemia karena

penyakit yang diderita oleh pasien dan risiko transfusi.2 Banyak transfusi

sel darah merah dilakukan pada kehilangan darah ringan atau sedang,

padahal kehilangan darah itu sendiri tidak menyebabkan peningkatan

morbiditas dan mortalitas perioperatif. Meniadakan transfusi tidak

menyebabkan keluaran (outcome) perioperatif yang lebih buruk. 17

Beberapa faktor spesifik yang perlu menjadi pertimbangan transfusi

adalah: 7

- Pasien dengan riwayat menderita penyakit kardiopulmonal perlu

transfusi pada batas kadar Hb yang lebih tinggi.

- Volume darah yang hilang selama masa perioperatif baik pada operasi

darurat maupun elektif, dapat dinilai secara klinis dan dapat dikoreksi

dengan penggantian volume yang tepat.

- Konsumsi oksigen, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab

antara lain adalah demam, anestesia dan menggigil. Jika kebutuhan

oksigen meningkat maka kebutuhan untuk transfusi sel darah merah

juga meningkat.

9

Page 10: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

Pertimbangan untuk transfusi darah pada kadar Hb 7-10 g/dl adalah bila

pasien akan menjalani operasi yang menyebabkan banyak kehilangan

darah serta adanya gejala dan tanda klinis dari gangguan transportasi

oksigen yang dapat diperberat oleh anemia.2 Kehilangan darah akut

sebanyak <25% volume darah total harus diatasi dengan penggantian

volume darah yang hilang. Hal ini lebih penting daripada menaikkan kadar

Hb. Pemberian cairan pengganti plasma (plasma subtitute) atau cairan

pengembang plasma (plasma expander) dapat mengembalikan volume

sirkulasi sehingga mengurangi kebutuhan transfusi, terutama bila

perdarahan dapat diatasi.7

Pada perdarahan akut dan syok hipovolemik, kadar Hb bukan satu-satunya

pertimbangan dalam menentukan kebutuhan transfusi sel darah merah.

Setelah pasien mendapat koloid atau cairan pengganti lainnya, kadar Hb

atau hematokrit dapat digunakan sebagai indikator apakah transfusi sel

darah merah dibutuhkan atau tidak.2 Sel darah merah diperlukan bila

terjadi ketidakseimbangan transportasi oksigen, terutama bila volume

darah yang hilang >25% dan perdarahan belum dapat diatasi. Kehilangan

volume darah >40% dapat menyebabkan kematian. Sebaiknya hindari

transfusi darah menggunakan darah simpan lebih dari sepuluh hari karena

tingginya potensi efek samping akibat penyimpanan.2 Darah yang

disimpan lebih dari 7 hari memiliki kadar kalium yang tinggi, pH rendah,

debris sel tinggi, usia eritrosit pendek dan kadar 2,3-diphosphoglycerate

rendah.4

Pertimbangan dalam memutuskan jumlah unit transfusi sel darah merah:7

- Menghitung berdasarkan rumus umum sampai target Hb yang

disesuaikan dengan penilaian kasus per kasus.

- Menilai hasil/efek transfusi yang sudah diberikan kemudian

menentukan kebutuhan selanjutnya.

Pasien yang menjalani operasi dapat mengalami berbagai masalah yang

menyebabkan 1) peningkatan kebutuhan oksigen, seperti kenaikan

katekolamin, kondisi yang tidak stabil, nyeri; 2) penurunan penyediaan

oksigen, seperti hipovolemia dan hipoksia. Tanda dan gejala klasik anemia

10

Page 11: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

berat (dispnea, nyeri dada, letargi, hipotensi, pucat, takikardia, penurunan

kesadaran) sering timbul ketika Hb sangat rendah. Tanda dan gejala

anemia serta pengukuran transportasi oksigen ke jaringan merupakan

alasan transfusi yang lebih rasional. 18 Konsensus yang dibuat oleh Royal

College of Physicians of Edinburgh menyimpulkan bahwa transfusi sel

darah merah hanya dilakukan untuk meningkatkan kapasitas transportasi

oksigen. Keputusan untuk melaksanakan transfusi seharusnya dibuat oleh

praktisi yang kompeten sebagai bagian penatalaksanaan penyakit secara

menyeluruh. Pasien harus diberi informasi tentang transfusi sel darah

merah dan alternatif yang ada. Selain itu indikasi transfusi harus dicatat

dalam rekam medis.17

Kelompok kerja ASA pada tahun 1996 menyimpulkan bahwa transfusi

sangat jarang diindikasikan bila kadar Hb >10 g/dl dan hampir selalu

diindikasikan bila kadar Hb <6 g/dl, terutama pada anemia akut. Penentuan

apakah kadar Hb 6-9 g/dl membutuhkan transfusi sel darah merah atau

tidak harus berdasarkan pada risiko terjadinya komplikasi karena

oksigenasi yang tidak adekuat. Penggunaan satu nilai Hb tertentu tanpa

mempertimbangkan kepentingan fisiologis dan faktor lain yang mungkin

mempengaruhi oksigenasi tidak direkomendasikan.17

NHMRC-ASBT pada tahun 2001 merekomendasikan bahwa keputusan

untuk melakukan transfusi sel darah merah harus berdasarkan pada

penilaian klinis pasien, respons pasien terhadap transfusi sebelumnya dan

kadar Hb. Transfusi sel darah merah tidak dilakukan bila kadar Hb >10

g/dl, kecuali jika ada indikasi tertentu. Jika transfusi dilakukan pada kadar

Hb ini maka alasan melakukan transfusi harus dicatat. NHMRC-ASBT

juga menyatakan bahwa transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada

Hb 7-10 g/dl untuk menghilangkan gejala dan tanda klinis serta untuk

mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Transfusi

diperlukan bila kadar Hb <7 g/dl, kecuali pada pasien asimptomatik

dan/atau penyakit yang memiliki terapi spesifik maka batas kadar Hb yang

lebih rendah dapat diterima.7

11

Page 12: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

National Blood Users Group (Irlandia) pada tahun 1999 berdasarkan bukti

ilmiah yang ada menyimpulkan bahwa pasien yang menderita penyakit

kardiovaskular dengan Hb <8 g/dl memiliki risiko lebih tinggi morbiditas

dan mortalitas perioperatif, sedangkan pada pasien yang stabil tidak ada

bukti ilmiah yang menyatakan bahwa mempertahankan Hb >9 g/dl dengan

transfusi darah dapat menurunkan morbiditas.19 Wu dkk melakukan

penelitian kohort retrospektif pada 78.974 pasien usia ≥ 65 tahun yang

dirawat karena infark miokard akut. Pasien dikelompokkan berdasarkan

kadar hematokrit pada saat masuk rumah sakit (5-24,0%, 24,1-27,0%,

27,1-30,0%, 30,1-33%, 33,1-36,0%, 36,3-39,0%, 39,1-48,0%) dan

dilakukan analisis data untuk menentukan apakah ada hubungan antara

transfusi darah dengan mortalitas dalam 30 hari. Didapatkan hasil bahwa

pasien dengan kadar hematokrit yang lebih rendah mempunyai angka

mortalitas 30 hari yang lebih tinggi. Transfusi darah berhubungan dengan

pengurangan mortalitas 30 hari pada pasien yang kadar hematokrit pada

waktu masuk rumah sakit adalah 5,0-24,0% sampai 30,1-33,0% sedangkan

pada pasien dengan kadar hematokrit yang lebih tinggi tidak didapatkan

pengurangan angka mortalitas 30 hari. Dari penelitian ini disimpulkan

bahwa transfusi darah berhubungan dengan angka mortalitas yang lebih

rendah pada pasien usia lanjut dengan infark miokardium akut jika

hematokrit pada saat masuk adalah 30,0% atau lebih rendah dan mungkin

efektif pada pasien dengan kadar hematokrit 33,0%.20

Perdarahan antepartum dan postpartum merupakan penyebab utama

kematian maternal di Inggris. Angka lain menunjukkan bahwa perdarahan

yang dapat mengancam nyawa terjadi pada 1 di antara 1.000 persalinan.21

Selama kehamilan, konsentrasi Hb turun disebabkan kenaikan volume

plasma dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah

sel darah merah.21 Perdarahan akut adalah penyebab utama kematian ibu.

Perdarahan masif dapat berasal dari plasenta, trauma saluran genital, atau

keduanya, dan banyaknya paritas juga meningkatkan insidens perdarahan

obstetrik.4 Perdarahan obstetrik didefinisikan sebagai hilangnya darah yang

terjadi pada masa peripartum, yang dapat membahayakan nyawa. Pada

12

Page 13: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

usia kehamilan cukup bulan, aliran darah ke plasenta mencapai ±700

ml/menit. Seluruh volume darah pasien dapat berkurang dalam 5-10 menit,

kecuali bila miometrium pada tempat implantasi plasenta berkontraksi.

Perdarahan obstetrik mungkin tidak terduga dan masif. Adanya perdarahan

obstetrik dapat dilihat dengan adanya gejala syok hipovolemik tetapi

karena adanya perubahan fisiologis yang ditimbulkan oleh kehamilan,

maka hanya ada beberapa tanda hipovolemia yang mungkin mengarah

pada perdarahan. Tanda hipovolemia antara lain takipnea, haus, hipotensi,

takikardia, waktu pengisian kapiler meningkat, berkurangnya urin dan

penurunan kesadaran. Karena itu penting untuk memantau pasien dengan

perdarahan obstetrik, walaupun tidak ada tanda syok hipovolemik.4

Keputusan melakukan transfusi pada pasien obstetrik tidak hanya

berdasarkan kadar Hb, tetapi juga bergantung pada kebutuhan klinis

pasien. Faktor yang menjadi pertimbangan adalah usia kehamilan, riwayat

gagal jantung, adanya infeksi seperti pneumonia dan malaria, riwayat

obstetrik, cara persalinan dan tentu saja kadar Hb.4 Penyebab perdarahan

akut pada pasien obstetrik antara lain adalah abortus (abortus inkomplit,

abortus septik), kehamilan ektopik (tuba atau abdominal), perdarahan

antepartum (plasenta previa, plasenta abrupsi, ruptur uteri, vasa previa,

perdarahan serviks atau vagina) dan lesi traumatik (perdarahan postpartum

primer, perdarahan postpartum sekunder, koagulasi intravaskular

diseminata (disseminated intravascular coagulation -DIC).4

Pada tahun 2001 CREST menyatakan bahwa penyediaan darah sebaiknya

dilakukan pada perdarahan antepartum, intrapartum, atau postpartum yang

cukup bermakna, plasenta previa, preeklampsia dan eklampsia berat,

kelainan koagulasi yang bermakna, anemia sebelum operasi seksio (Hb

<10 g/dl) dan kelainan obstetrik bermakna yang ada sebelum operasi

(seperti fibroid uteri, riwayat seksio atau riwayat plasenta akreta). Bila

keadaan di atas tidak ada, golongan darah dan status antibodi diketahui,

maka pemberian darah dapat ditunda pada keadaan seksio elektif atau

darurat, plasenta manual tanpa adanya komplikasi perdarahan postpartum,

13

Page 14: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

operasi elektif pada missed abortion, anemia sebelum persalinan normal

(Hb <10 g/dl).21

Neonatus yang dirawat di ICU merupakan salah satu kelompok pasien

yang paling sering mendapat transfusi. Namun kelompok ini juga rentan

terhadap efek samping jangka panjang akibat transfusi darah. Akan tetapi

jika diperlukan transfusi, maka transfusi itu harus diberikan dalam jumlah

adekuat untuk mengurangi transfusi berulang dan paparan terhadap banyak

donor. Namun hanya terdapat sedikit data klinis yang berkualitas tentang

transfusi pada neonatus. Transfusi sel darah merah hanya diberikan untuk

meningkatkan oksigenasi, mencegah hipoksia jaringan atau mengganti

kelihangan darah akut. Direkomendasikan batas dasar kadar Hb untuk

melakukan transfusi pada neonatus adalah kadar Hb=10,5 g/dl dengan

gejala atau Hb=13 g/dl jika terdapat penyakit jantung atau paru atau jika

diberikan terapi suplementasi O2. Pada anemia prematuritas dapat

digunakan batas kadar Hb yang lebih rendah yaitu Hb=7,0 g/dl. Indikasi

transfusi pada neonatus sangat bervariasi disebabkan adanya imaturitas

fisiologis, volume darah yang kecil dan ketidakmampuan untuk

mentoleransi stress minimal. Keputusan untuk melakukan transfusi

biasanya berdasarkan berbagai parameter, termasuk volume darah yang

hilang, kadar hemoglobin yang diinginkan dan status klinis (dispnea,

apnea, distress pernapasan).21

Indikasi transfusi dengan whole blood :5,6

- Perdarahan akut dan profuse menyebabkan hipovolemik syok

- Exchange transfusion : haemolitik diseases of the new born Intoxicaci.

Keuntungan : mudah didapat dan tekniknya lebih mudah.

Kerugian : lebih sering kemungkinan terjadinya reaksi tranfuse

2.4.2 Sel darah merah (Packed Red Cell/PRC)

Sel darah merah pekat berisi eritrosit, trombosit, leukosit, dan sedikit

plasma. Sel darah merah ini didapat dengan memisahkan sebagian besar

plasma dari darah lengkap sehingga diperoleh sel darah merah dengan nilai

hematokrit 60-70%. Sel darah merah ini disimpan pada suhu 1-60 celcius.

Diberikan pada pasien yang menderita anemia kronik dan anemia yang

14

Page 15: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

disertai dengan penyakit jantung, hati dan ginjal. Keuntungannya bisa

meningkatkan daya angkut oksigen tanpa menambah beban volume darah.

Packet red blood cells mengandung hemoglobin yang sama dengan whole

blood, bedanya adalah pada jumlah plasma, dimana packet red blood cells

lebih sedikit mengandung plasma. Hal ini menyebabkan kadar hematokrit

PRC lebih tinggi dibanding dengan whole blood, yaitu 70% dibandingkan

40%. PRC biasa diberikan pada pasien dengan perdarahan lambat, pasien

anemia atau pada kelainan jantung. Saat hendak digunakan, PRC perlu

dihangatkan terlebih dahulu hingga sama dengan suhu tubuh (37ºC). bila

tidak dihangatkan, akan menyulitkan terjadinya perpindahan oksigen dari

darah ke organ tubuh.18

Untuk menentukan jumlah darah yang dibutuhkan agar hemoglobin pasien

meningkat dapat dipergunakan formula :

Volume darah yang diberikan =

vol darah pasien x kenaikan Hb yang diinginkan

Hb darah yang diberikan

Catatan : Hb darah normal (donor) = 12g%

Hb darah PRC = 24g%

Dalam kaitannya dengan transfusi PRC, pada kasus-kasus transplantansi

organ diberikan PRC yang telah dicuci.22,23

Dosis: pada dewasa tergantung kadar hemoglobin sekarang dan yang akan

dicapai. Satu kantong akan menaikkan kadar hemoglobin resipien sekitar 1

g/dL. Pada neonatus, dosisnya 10-15 mL/kgBB akan meningkatkan kadar

hemoglobin 3 g/dL. Kadar hemoglobin akhir dapat diperkirakan dengan

rumus = volume darah x hematokrit x 0,91. Indikasi: hanya pada pasien

dengan gejala klinis gangguan hemodinamik seperti hipoksia, transfusi

pengganti misal pada bayi dengan penyakit hemolitik, thalasemia.

Biasanya bila kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dL dengan target akhir 10

g/dL.

Keuntungan transfusi dengan PRC :4,5,6

15

Page 16: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

- Dapat diberikan SDM dalam jumlah yang banyak pada satu kali

transfusi.

- Penambahan volume darah lebih sedikit, sehingga bahaya decom

cordis menurun.

- Kadar Na, K, NH4, dan penderita lain.

- Plasma dapat digunakan pada penderita lain.

- Kadar anti A dan anti B dalam PRC rendah, sehingga dapat dilakukan

substitusi bila diperlukan.

- Kemungkinan terjadinya reaksi transfusi juga lebih kecil.

Kerugian transfusi dengan PRC :

- PRC yg terbentuk harus dipakai dalam waktu < 4jam/21 hari.

- PRC tidak mengandung faktor pembekuan darah, sehingga tidak dapat

memperbaiki perdarahan bila diperlukan.

Indikasi transfusi dengan PRC :

- Anemia tanpa penurunan volume darh, misal : perdarahan kronis,

defisiensi Fe.

- Penderita dengan decom, cordis (vol penambahan sedikit).

- Penderita sirosis hepatic (kadar NH4 sedikit).

2.4.3 Sediaan Trombosit (Platelet Concentrates)

Berisi trombosit, beberapa leukosit dan sel darah serta plasma. Sediaan

trombosit ini diperoleh dengan sentrifugasi. Satu kantong trombosit yang

berasal dari 450mL darah lengkap dari seorang donor berisi kira-kira

5,5x1010 trombosit dengan volume sekitar 50mL. Trombosit ini dapat

disimpan pada suhu 200-240 celcius dan dapat disimpan selama 3 hari.

Diberikan pada pasien yang menderita trombositopenia (trombosit

<50.000/µL) berat disertai kegagalan pembentukan trombosit misalnya

pada penyakit leukemia dan tumor ganas, pasien yang mendapatkan

pengobatan sitostatika dan radioterapi serta pasien yang menderita depresi

sistem hemopoitik yang tidak diketahui sebabnya. Dosis yang digunakan

pada perdarahan yang disebabkan karena trombositopenia adalah 1

unit/10kg BB, biasanya diperlukan 5-7 unit pada orang dewasa. Satu

kantong trombosit yang berasal dari 450mL darah lengkap diperkirakan

16

Page 17: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

dapat menaikkan jumlah trombosit sebanyak 9000-11.000/µl/m2 luas

permukaan tubuh. Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg

diperkirakan dapat menaikkan 5000-10.000/µl. 22,23,24

Kelompok kerja ASA pada tahun 1996 menyatakan bahwa transfusi

trombosit profilaksis tidak efektif dan tidak diindikasikan untuk

trombositopenia yang disebabkan karena meningkatnya perusakan platelet

(misalnya purpura trombositopenia idiopatik = ITP). Transfusi trombosit

jarang diindikasikan pada pasien trombositopenia yang akan menjalani

operasi dengan penurunan produksi trombosit jika hitung trombosit

mencapai 100.000/uL, dan biasanya baru diindikasikan bila hitung

trombosit <50.000/uL. Penentuan apakah pasien yang memiliki jumlah

trombosit 50.000-100.000/uL membutuhkan transfusi, harus berdasarkan

pada risiko terjadinya perdarahan. Pasien obstetrik dengan perdarahan

mikrovaskular yang akan menjalani prosedur operasi atau persalinan

biasanya membutuhkan transfusi trombosit bila hitung trombosit

<50.000/uL dan jarang memerlukan bila hitung trombosit >100.000/uL.

Pada pasien dengan hitung trombosit 50.000-100.000/uL, pemberian

transfusi trombosit berdasarkan risiko perdarahan. Transfusi trombosit

juga diindikasikan pada pasien dengan hitung trombosit normal tetapi

terdapat gangguan fungsi trombosit dan perdarahan mikrovaskular.17

BCSH pada tahun 2003 merekomendasikan bahwa pada pasien dengan

trombositopenia kronik, hitung trombosit 10.000/uL merupakan batas

dasar untuk melakukan transfusi trombosit bila tidak ada risiko lainnya,

seperti sepsis, penggunaan antibiotik berulang atau kelainan hemostasis

lainnya. Sedangkan pasien tanpa faktor risiko maka batas hitung trombosit

untuk melakukan transfusi trombosit adalah 5.000/uL mungkin sesuai bila

dianggap transfusi trombosit dapat menyebabkan refrakter terhadap

trombosit. BCSH juga menyatakan bahwa pada pasien dengan

trombopatia, transfusi trombosit dilakukan bila ternyata penatalaksanaan

dengan menggunakan desmopresin tidak efektif lagi. Pada pasien dengan

perdarahan akut hitung trombosit tidak boleh turun sampai <50.000/uL,

dan untuk pasien dengan trauma multipel dan cedera kepala, hitung

17

Page 18: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

trombosit harus dipertahankan >100.000/uL. Pada pasien dengan DIC,

transfusi trombosit diberikan untuk mempertahankan hitung trombosit

pada >50.000/uL seperti halnya pada pasien yang mengalami perdarahan

masif.25

Merupakan derivat dari whole blood dengan kandungan >5,5 x 1010

platelet per kantong, dan 50 mL plasma. Dosis: pada kasus

trombositopenia cukup 1 kantong, atau sesuai target kadar platelet

biasanya 40.000-50.000/mm3. 1 kantong dapat meningkatkan platelet

sekitar 50-100.000/mm. Indikasi: untuk mengatasi perdarahan karena

kurangnya jumlah platelet, dan fungsi platelet resipien yang tidak normal

dengan kadar platelet kurang dari 40.000 pada dewasa, dan kurang dari

100.000/mm3 pada neonatus. Kontraindikasi: autoimun trombositopenia,

trombotik trombositopeniapurpura.

Indikasi pemberian transfusi dengan trombosit adalah bila terjadi

trombositopeni yang berat, sehingga dikhawatirkan terjadi perdarahan.

Terdapat 2 macam trombositopeni yang dapat ditransfusikan :

- PRP (Plathellet Rich Plasma)

- PC (Platellet Concetrate)

Cara mendapatkan PRP dan PC adalah : darah disentrifuse selam 3 menit

dengan kecepatan 2300 rpm, maka supernatan nya adalah PRP. Bila PRP

tersebut disentrifuse lagi selama 3 menit dengan kecepatan 2300 rpm,

maka endapan yang terjadi adalah PC. Untuk melakukan transfusi dengan

trombosit ini tidak perlu dilakukan reaksi silang terhadap gol.darah ABO,

sedangkan terhadap Rhesus masih tetap dilakukan. Pemberian 1 unit PC

dapt meningkatkan sekitar 15.000/mm3 trombosit. Setelah suatu transfusi

dengan trombosit, maka umur trombosit hanya sekitar 1-3 hari, sehingga

dapat dilakukan transfusi sebanyak 2-3 kali dalam seminggu.4,5,6

2.4.4 Transfusi faktor anti hemolitik (Cryoprecipitate)

Kriopresipitat adalah konsentrat plasma protein tertentu yang dibuat

dengan mencairkan plasma segar beku pada suhu 40 celcius selama 12-14

jam atau pada circulating waterbath 40 celcius selama 75 menit kemudian

memisahkan komponen yang masih berpresipitasi pada suhu tersebut

18

Page 19: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

dengan cara pemutaran. Komponen yang masih berpresipitasi tersebut

adalah kriopresipitat. Suhu simpan adalah minus 180 celcius. Kriopresipitat

ini berisi faktor VIII 80-120 unit, 150-250 fibrinogen, sekitar 40-70%

faktor Von Willebrand, dan 20-30% faktor XIII. Kriopresipitat diberikan

pada pasien yang menderita hemophilia sebagai profilaksis dan terapi

perdarahan. Kriopresipitat sebelum dipakai harus dicairkan terlebih dahulu

dengan menempatkannya dalam waterbath bersuhu 30-370 celcius.

Komponen ini harus diberikan pada pasien dalam waktu 6 jam setelah

pencairan atau 4 jam setelah pooling. Dosis untuk hipofibrinogenemia

adalah 10 kantong pada orang dewasa dengan berat badan 70kg,

sedangkan dosis pada anak-anak adalah 1 kantong/10kg dapat

meningkatkan fibrinogen 60-100mg/dl.24,26

Pada tahun 1994 CAP merekomendasikan transfusi kriopresipitat pada

pasien dengan hipofibrinogenemia, penyakit von Willebrand dan pasien

hemofilia A (ketika konsentrat faktor VIII tidak tersedia).7,21 Rekomendasi

yang sama juga dibuat oleh ACOG.17 BCSH merekomendasikan

pemberian transfusi kriopresipitat pada pasien yang mendapat transfusi

masif dengan perdarahan mikrovasular bila kadar fibrinogen <80 mg/dl.27

Kelompok kerja ASA pada tahun 1996 merekomendasikan pertimbangan

memberikan kriopresipitat sebagai profilaksis pada pasien dengan

defisiensi fibrinogen kongenital atau penyakit von Willebrand yang tidak

responsif terhadap pemberian desmopresin asetat yang akan menjalani

operasi tetapi tidak mengalami perdarahan, pasien dengan penyakit von

Willebrand yang mengalami perdarahan, koreksi pada pasien dengan

perdarahan mikrovaskular karena transfusi masif dengan konsentrasi

fibrinogen <80-100 mg/dl.17 NHMRC-ASBT pada tahun 2001 menyatakan

bahwa penggunaan kriopresipitat mungkin tepat pada pasien dengan

defisiensi fibrinogen bila terdapat manifestasi perdarahan, prosedur

invasif, trauma atau DIC. Penggunaan kriopresipitat umumnya tidak tepat

pada terapi hemofilia, penyakit von Willebrand, atau defisiensi faktor XIII

atau fibrinektin, kecuali tidak ada terapi alternatif lainnya.7

2.4.5 Transfusi plasma segar beku (Fresh Frozen Plasma)

19

Page 20: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

Plasma digunakan untuk mengganti kekurangan faktor koagulasi. Plasma

ini dipisahkan dari darah lengkap yang kemudian dibekukan dalam waktu

8 jam, setelah pengambilan darah dari donor dan disimpan pada suhu 180

celcius. Volume berkisar 200-250mL. Diberikan pada pasien yang

menderita defisit faktor pembekuan, misalnya pada pasien yang

mengalami perdarahan massif dan telah menerima transfusi darah massif.

Produk ini diberikan dalam 6 jam setelah pencairan dengan memakai

saringan atau filter standar. Apabila plasma diberikan sebagai pengganti

faktor koagulasi maka dosisnya adalah 10-20ml/kg (4-6 unit untuk orang

dewasa) dapat meningkatkan faktor koagulasi 20-30%, dan dapat

meningkatkan faktor VIII 2% (1 unit/kg).28,29

Beberapa penelitian dilakukan untuk menentukan apakah pemberian FFP

perioperatif dapat meningkatkan keluaran klinis. Spector dkk melaporkan

bahwa 600-1.800 ml FFP diperlukan untuk mengurangi masa protrombin

(prothrombin time = PT) sebanyak 3 detik dari nilai kontrol pada pasien

dengan penyakit hati dan responsnya hanya sementara (temuan yang

berhubungan dengan kelainan fungsi hati tetapi tidak dengan kondisi

operasi yang normal). Pada tinjauan retrospektif terhadap 100 pasien yang

menjalani opersi pintasan arteri koroner yang diberi albumin atau FFP

rata-rata 6 unit tidak memperlihatkan adanya perbedaan dalam hal

kehilangan darah atau transfusi. Murray dkk pada penelitian yang

dilakukan terhadap 17 pasien yang mengalami perdarahan intraoperatif

karena kelainan koagulasi menyatakan bahwa hemostasis membaik setelah

pemberian FFP pada 14 pasien.17

NHMRC-ASBT pada tahun 2001 merekomendasikan bahwa transfusi

FFP dilakukan untuk mengganti defisiensi faktor tunggal bila konsentrat

faktor spesifik atau kombinasi tidak tersedia; untuk neutralisasi hemostasis

segera setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang mungkin

mengancam nyawa sebagai tambahan terhadap vitamin K dan bila

mungkin konsentrat faktor IX; untuk defisiensi faktor koagulasi multipel

yang berhubungan dengan DIC; untuk terapi purpura trombositopenia

trombotik; untuk terapi defisiensi faktor inhibitor koagulasi bawaan pada

20

Page 21: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

pasien yang akan menjalani prosedur risiko tinggi bila konsentrat faktor

spesifik tidak tersedia, adanya perdarahan dan parameter koagulasi yang

abnormal setelah transfusi masif atau operasi pintasan jantung atau pada

pasien dengan penyakit hati.7

FFP diperlukan hanya bila tidak tersedia konsentrat faktor koagulasi

kombinasi atau spesifik. Pasien yang mengkonsumsi antikoagulan oral

mengalami defisiensi protein yang bergantung pada vitamin K, yang

secara normal dapat dikoreksi dengan pemberian vitamin K parenteral.

Pada pasien overdosis atau mengalami perdarahan serius yang mengancam

nyawa, segera dapat dikoreksi dengan penggunaan konsentrat faktor yang

bergantung pada vitamin K, dengan atau tanpa kombinasi dengan FFP.

Konsentrat ini diindikasikan untuk manifestasi overdosis warfarin yang

agak berat, yaitu bila volume FFP yang tinggi merupakan indikasi kontra

relatif (seperti kardiomiopati, gagal jantung kiri berat).7

DIC, yang dapat dihubungkan dengan syok, trauma atau sepsis,

menyebabkan defisiensi faktor V dan VIII, fibrinogen, fibrinektin dan

trombosit akibat aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis. Terapi

pengganti, termasuk FFP, diindikasikan pada DIC akut, bila terdapat

perdarahan dan koagulasi yang abnormal. Komponen darah tidak

diindikasikan pada DIC kronik atau tidak adanya perdarahan. FFP juga

telah digunakan sebagai sumber antitrombin, protein C, protein S pada

pasien dengan defisiensi bawaan inhibitor tersebut yang akan menjalani

operasi atau memerlukan heparin untuk terapi trombosis. FFP

diindikasikan hanya bila terdapat perdarahan dan koagulasi abnormal yaitu

pada pasien dengan penyakit hati bila perdarahan mungkin terjadi karena

operasi, dan bagi pasien yang menjalani operasi pintasan jantung dengan

perdarahan yang terbukti disebabkan oleh kelainan koagulasi bukan akibat

pengaruh residu heparin.7

Pada tahun 1985 National Institute of Health Consensus Conference

menyimpulkan bahwa FFP diindikasikan pada beberapa kondisi yang

timbul perioperatif atau peripartum, antara lain defisiensi faktor koagulasi

tertentu, kasus-kasus tertentu yang berhubungan dengan transfusi masif

21

Page 22: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

dan kelainan koagulasi multipel (contoh penyakit hati).17 Pada tahun 1994

CAP merekomendasikan transfusi FFP digunakan pada transfusi darah

masif (lebih dari satu volume darah) dengan adanya perdarahan aktif,

neutralisasi hemostasis segera setelah terapi warfarin dan riwayat atau

gejala klinis yang menyatakan adanya koagulopati bawaan atau didapat

(dengan perdarahan aktif atau sebelum operasi). CAP menyatakan bahwa

penggunaan FFP sebagai pengembang volume atau untuk penyembuhan

luka merupakan indikasi kontra.7,30

Kelompok kerja ASA pada tahun 2001 merekomendasikan bahwa

pemberian FFP dilakukan untuk neutralisasi segera setelah terapi dengan

warfarin; untuk koreksi defisiensi faktor koagulasi bila konsentrat yang

spesifik tidak tersedia; untuk koreksi perdarahan mikrovaskular dengan

adanya peningkatan PT dan activated partial thromboplastin time (APTT)

1,5 x nilai normal; untuk koreksi perdarahan mikrovaskular sekunder

karena kekurangan faktor koagulasi pada pasien yang mendapat transfusi

lebih dari satu volume darah dan jika PT dan APTT tidak dapat dipantau

secara serial. FFP sebaiknya diberikan dengan perhitungan dosis untuk

mencapai jumlah minimum 30% konsentrasi faktor koagulasi dalam

plasma (biasanya dicapai dengan pemberian FFP sebesar 10-15 ml/kg),

kecuali untuk neutralisasi hemostasis setelah terapi dengan warfarin maka

dosis sebesar 5-8 mg/kg sudah cukup. ASA juga menyatakan bahwa 4-5

unit trombosit, satu unit trombosit aferesis, atau satu unit darah lengkap

mempunyai kandungan faktor koagulasi yang sama dengan satu unit FFP.

FFP merupakan indikasi kontra pada pasien untuk terapi hipovolemia atau

meningkatkan kadar albumin.7

2.4.6 Transfusi Plasma

Diberikan pada pasien yang menderita luka bakar.2

2.5 Prosedur Transfusi Darah

Transfusi darah harus melalui proses yang ketat untuk mencegah

efek samping (reaksi transfusi) yang dapat timbul. Prosedur tersebut adalah:31

22

Page 23: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

1. Penentuan golongan darah ABO dan Rh. Baik donor maupun resipien

harus mempunyai golongan darah yang sama.

2. Pemeriksaan untuk donor darah terdiri atas :

a. Penapisan (screening) terhadap antibody dalam serum donor

dengan tes antiglobulin indirek (tes Coombs indirek)

b. Tes serologic untuk hepatitis, HIV, dan sifilis.

3. Pemeriksaan untuk resipien :

a. Major side cross match : serum resipien diinkubasikan dengan

RBC donor untuk mencari antibodi dalam serum resipien.

b. Minor side cross match : mencari antibodi dalam serum donor.

4. Pemeriksaan klerikal (identifikasi) :

Memeriksa dengan teliti dan mencocokkan label darah resipien dan

donor. Reaksi transfusi berat sebagaian besar timbul akibat kesalahan

identifikasi.

5. Prosedur pemberian darah yaitu :

a. Hangatkan darah perlahan-lahan.

b. Catat nadi, tensi, suhu, dan respirasi sebelum transfusi.

c. Pasang infuse dengan infus set darah.

d. Pertama diberikan larutan NaCl

e. Pada 5 menit pertama pemberian darah diberikan tetesan pelan-

pelan, diawasi adanya urtikaria, bronkospasme, dan menggigil.

Selanjutnya awasi tensi, nadi, suhu dan respirasi.

6. Kecepatan transfusi yaitu :

a. Untuk syok hipovolemik diberikan tetesan cepat

b. Normovolemi diberikan 500ml/6jam

c. Pada anemia kronik, penyakit jantung, dan paru diberi tetesan

perlahan-lahan 500ml/24 jam atau diberikan diuretika (furosemid)

sebelum transfusi.

2.6 Zat Pengawet (Antikoagulan)

Darah yang telah diambil diusahakan agar tidak beku oleh karena

itu diperlukan antikoagulan yaitu : Citrate Phosphate Dextrose (CPD) dan

23

Page 24: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

Citrate Phosphate Dextrose Adenine (CPDA). Antikoagulan untuk darah

donor yang bisa bertahan 21-28 hari pada suhu 1-60 celcius. Antikoagulan ini

berisi trisodium sitrat, asam sitrat, dekstrosa, monosodium phospat dan pada

CPDA ditambahkan adenine. Kuantitas asam sitrat dan trisodium sitrat pada

CPD dan CPDA sama sehingga pengeluaran ion K dapat ditekan sehingga

membuat 2,3 DPG eritrosit lebih awet. Pemberian antikoagulan ini sebanyak

1,4ml untuk 10ml darah, 63ml dalam standar plastic bag adalah 450 + 10%

darah (405-495ml). Pada darah lengkap lama simpannya tergantung dari

antikoagulan yang dipakai pada kantong darah, pada pemakaian sitrat fosfat

dekstrose (CPD) lama simpannya 21 hari, sedangkan dengan (CPDA) lama

simpannya 35 hari.

Pada sel darah merah atau packed red cell dengan menggunakan antikoagulan

CPDA maka masa simpannya 35 hari dengan nilai hematokrit 70-80%.

Apabila menggunakan antikoagulan CPD maka masa simpan dari sel darah

merah ini 21 hari. Komponen sel darah merah yang disimpan dalam larutan

tambahan (buffer, dekstrosa, adenine, dan manitol) memiliki nilai hematokrit

52-60% dan masa simpan 42 hari. 2,3

2.7 Komplikasi Transfusi Darah

Komplikasi yang dapat timbul akibat transfusi darah disebut

sebagai reaksi transfusi. Reaksi transfusi dapat berupa : 32,33

2.7.1 Reaksi segera (immediate reactions)

a. Reaksi hemolitik akibat lisis eritrosit donor oleh anibodi dalam

serum resipien.

Reaksi hemolisis intravascular akut adalah reaksi yang disebabkan

inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien

akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Reaksi

hemolitik dapat muncul setelah transfusi darah sebanyak 25-50mL.

Pada transfusi inkompatibel sebanyak 200mL akan memberikan

mortalitas 40%. Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO.

Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan identifikasi (klerikal).

b. Reaksi febril karena antibody terhadap leukosit atau trombosit.

24

Page 25: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

Reaksi febris umumnya muncul karena antibody dalam serum

resipien terhadap leukosit donor. Reaksi febris dapat juga terjadi

akibat reaksi terhadap protein plasma oleh karena adanya sitokin

akibat darah disimpan. Reaksi febris memberikan gejala seperti

demam yang timbul segera setelah transfusi berlangsung, sering

disertai mengigil.

c. Reaksi anafilaksis

Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam

plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan

vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu, defisiensi IgA

dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat

disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi

ini terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai

dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan

tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani

dengan cepat dan agresif

d. Endotoksemia akibat ransfusi memakai darah yang terkontaminasi

kuman gram negatif.

Bahan pirogen merupakan produk bakteri yang timbul pada saat

tindakan sterilisasi bahan. Gejala yang timbul berupa suhu tubuh

pasien meningkat secara mendadak disertai sakit kepala dan muka

merah. Penanganannya dapat diberikan aspirasi dan antihistamin.

Kemudian segera diambil contoh darah pasien dan dilakukan kultur

dan uji sensitivitas.

e. Edema paru karena volume overload.

Keadaan ini mudah terjadi pada pasien yang menderita penyakit

jantung, anemia kronik, gagal ginjal, dan pada pasien lanjut usia.

Diagnosis ditegakkan dengan adanya tanda-tanda kegagalan

jantung dan tanda-tanda udem paru. Penanganannya dengan

diberikan oksigen, pasien dengan posisi setengah duduk, dan

berikan diuretika misalnya lasix.

f. Reaksi keracunan sitrat

25

Page 26: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

Keracunan sitrat jarang terjadi, walaupun demikian dapat terjadi

pada pasien yang menderita penyakit hati karena penurunan fungsi

hati untuk memetabolisasi sitrat. Sitrat akan mengikat kalsium

sehingga dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah.

g. Reaksi akibat transfusi darah massif

Transfusi darah massif merupakan penggantian sejumlah darah

yang hilang atau lebih banyak dari total volume darah pasien dalam

waktu <24 jam.

Dapat terjadi hipotermia, keracunan sitrat, hiperkalemia, asidosis, dan

gangguan pembekuan darah.

a. Hipotermia dapat terjadi karena setiap transfusi masif sebanyak 5

unit dalam 30 menit akan dapat menyebabkan penurunan suhu

tubuh pasien. Bila suhu tubuh turun sampai 33oC akan

menimbulkan asidosis metabolik, depresi otot jantung dan depresi

pernafasan.

b. Hiperkalemia dapat terjadi karena semakin lama darah disimpan

semakin tinggi kadar kaliumnya, sehingga bila transfusi diberi

dalam jumlah yang banyak menyebabkan peningkatan kalium

darah. Asidosis timbul bila diberikan darah simpan dalam jumlah

banyak. Semakin lama darah disimpan makin rendah pHnya

c. Gangguan pembekuan darah dapat berupa: perdarahan abnormal

atau dalam bentuk Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) terjadi bila

tromboplastin jaringan masuk ke dalam sirkulasi dan memacu

mekanisme pembekuan secara berlebihan, sehingga terjadi

pembekuan darah dan agregasi trombosit intravaskuer. Keadaan ini

akan menimbulkan perdarahan-perdarahan yang tidak dapat

dihentikan.

d. Komplikasi pada paru – paru : debris yang terdapat pada darah

simpan akan makin banyak dengan makin lamanya umur

penyimpanan darah. Debris ini akan mengikuti sirkulasi darah

sehingga dapat menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah

26

Page 27: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

terutama di paru. Untuk menghindari hal ini infus set darah yang

dipakai harus mempergunakan filter yang berpori-pori sangat kecil.

2.7.2 Reaksi lambat (delayed reactions)

a. Reaksi hemolitik lambat

Reaksi hemolisis terjadi setelah satu hari sampai beberapa minggu.

Reaksi ini timbul karena hemolisis ekstravaskuler dengan

penurunan kadar hemoglobin dan peningkatan bilirubin indirek

dalam serum. Reaksi timbul karena adanya antibody dalam bentuk

IgG yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan pretransfusi. Sering

bersifat silent atau timbul gejala berupa anemia dan ikterus ringan.

Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan

gejala dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria.

Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai

syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan

dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam

plasma pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi

tersebut.4,34

b. Purpura pasca transfusi

Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi

potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau

trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang

melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak

terjadi pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah

perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah

transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL.

Penatalaksanaan penting terutama bila hitung trombosit

≤50.000/uL dan perdarahan yang tidak terlihat dengan hitung

trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan memberikan

trombosit yang kompatibel dengan antibodi pasien.4,19

c. Penyakit graft-versus-host

Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan.

Biasanya terjadi pada pasien imunodefisiensi, terutama pasien

27

Page 28: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

dengan transplantasi sumsum tulang; dan pasien imunokompeten

yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan

kompatibel (HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang

memiliki hubungan darah. Gejala dan tanda, seperti demam, rash

kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya

timbul 10-12 hari setelah transfusi. Tidak ada terapi spesifik, terapi

hanya bersifat suportif.4,19

d. Kelebihan besi

Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka

waktu panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya

(hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal organ (jantung

dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan

kelebihan besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin,

diberikan untuk meminimalkan akumulasi besi dan

mempertahankan kadar serum feritin <2.000 mg/l.4,19

e. Penularan penyakit hepatitis B dan C, sifilis, malaria, dan HIV

Hepatitis pasca transfusi darah merupakan suatu komplikasi yang

serius. Hal ini dapat dicegah dengan pemeriksaan dan seleksi

calon-calon donor secara ketat, sehingga calon donor yang pernah

atau sedang menderita hepatitis yang tidak menunjukkan gejala

dapat diketahui. Sifilis dapat ditularkan melalui transfusi darah

segar. Hati-hati dengan donor bayaran. Apabila darah disimpan

dalam waktu lebih dari 96 jam pada suhu 4oC, dapat

menginaktifkan spirokhaeta. Penularan HIV melalui transfusi

darah pertama kali diketahui pada akhir tahun 1982. Pada tahun

1983 Public Health Service di Amerika Serikat merekomendasikan

orang yang beresiko tinggi terinfeksi virus HIV untuk tidak

menyumbangkan darah. Bank darah juga mulai menanyakan

kepada donor mengenai berbagai prilaku beresiko tinggi bahkan

sebelum dilakukan skrining antibodi HIV.Untuk mencegah

komplikasi ini diperlukan pemeriksaan yang ketat pada calon

donor.32,33

28

Page 29: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

2.7.3 Transfusi Darah Masif

Transfusi masif adalah penggantian sejumlah darah yang hilang atau

lebih banyak dari total volume darah pasien dalam waktu <24 jam

(dewasa: 70 ml/kg, anak/bayi: 80-90 ml/kg). Morbiditas dan mortalitas

cenderung meningkat pada beberapa pasien, bukan disebabkan oleh

banyaknya volume darah yang ditransfusikan, tetapi karena trauma

awal, kerusakan jaringan dan organ akibat perdarahan dan hipovolemia.

Seringkali penyebab dasar dan risiko akibat perdarahan mayor yang

menyebabkan komplikasi, dibandingkan dengan transfusi itu sendiri.

Namun, transfusi masif juga dapat meningkatkan risiko komplikasi.4

- Asidosis

Asidosis lebih disebabkan terapi hipovolemia yang tidak adekuat. Pada

keadaan normal, tubuh dengan mudah mampu menetralisir kelebihan

asam dari transfusi. Pemakaian rutin bikarbonat atau obat alkalinisasi

lain tidak diperlukan.4

- Hiperkalemia

Penyimpanan darah menyebabkan konsentrasi kalium ekstraselular

meningkat, dan akan semakin meningkat bila semakin lama

disimpan.4,34 Keracunan sitrat dan hipokalsemia

Keracunan sitrat jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada transfusi

darah lengkap masif. Hipokalsemia terutama bila disertai dengan

hipotermia dan asidosis dapat menyebabkan penurunan curah jantung

(cardiac output), bradikardia dan disritmia lainnya. Proses metabolisme

sitrat menjadi bikarbonat biasanya berlangsung cepat, oleh karena itu

tidak perlu menetralisir kelebihan asam.4,34

- Kekurangan fibrinogen dan faktor koagulasi

Plasma dapat kehilangan faktor koagulasi secara progresif selama

penyimpanan, terutama faktor V dan VIII, kecuali bila disimpan pada

suhu -25°C atau lebih rendah. Pengenceran (dilusi) faktor koagulasi

dan trombosit terjadi pada transfusi masif.4,34

- Kekurangan trombosit

29

Page 30: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

Fungsi trombosit cepat menurun selama penyimpanan darah lengkap

dan trombosit tidak berfungsi lagi setelah disimpan 24 jam.4

- DIC

DIC dapat terjadi selama transfusi masif, walaupun hal ini lebih

disebabkan alasan dasar dilakukannya transfusi (syok hipovolemik,

trauma, komplikasi obstetrik). Terapi ditujukan untuk penyebab

dasarnya.4

- Hipotermia

Pemberian cepat transfusi masif yang langsung berasal dari pendingin

menyebabkan penurunan suhu tubuh yang bermakna. Bila terjadi

hipotermia, berikan perawatan selama berlangsungnya transfusi.4

- Mikroagregat

Sel darah putih dan trombosit dapat beragregasi dalam darah lengkap

yang disimpan membentuk mikroagregat. Selama transfusi, terutama

transfusi masif, mikroagregat ini menyebabkan embolus paru dan

sindrom distress pernapasan. Penggunaan buffy coat-depleted packed

red cell akan menurunkan kejadian sindrom tersebut.4

30

Page 31: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

BAB III

SIMPULAN

Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah

dari seseorang (donor) ke orang lain (resipien). Penggunaan darah untuk transfusi

harus selalu dilakukan secara rasional dan efisien yaitu dengan memberikan

komponen darah yang diperlukan. Beberapa jenis transfusi yang dapat dilakukan

yaitu : darah lengkap (whole blood), sel darah merah (packed red cell), sediaan

trombosit (platelet concentrates), transfusi faktor hemolitik (cryoprecipitate),

transfusi plasma segar beku (fresh frozen plasma), dan transfusi plasma.

Hemopoesis atau hematopoesis adalah proses pembentukan darah. Tempat

hemopoesis pada manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur yaitu pada umur

0-3 bulan terjadi di yolk sac, umur 3-6 bulan terjadi di hati dan lien, serta umur 4

bulan sampai dewasa terjadi di sumsum tulang. Pada orang dewasa dalam keadaan

fisiologi semua hemopoesis terjadadi pada sumsum tulang. Dalam proses

hemopoesis diperlukan sel induk hemopoetik, lingkungan mikro, bahan-bahan

pembentuk darah, dan mekanisme regulasi.

Adapun prosedur dalam melakukan transfusi darah yaitu penentuan

golongan darah AB dan Rh, pemeriksaan donor, pemeriksaan untuk resipien,

pemeriksaan klerikal (identifikasi), prosedur pemberian darah, dan kecepatan

transfusi. Darah yang telah diambil diusahakan agar tidak beku oleh karena itu

diperlukan antikoagulan yaitu : Citrate Phosphate Dextrose (CPD) dan Citrate

Phosphate Dextrose Adenine (CPDA). Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat

transfusi darah dapat berupa reaksi segera dan reaksi lambat.

31

Page 32: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

DAFTAR PUSTAKA

1. Keren W Eldin dan Jun Teruya. Blood Component s for Hemostasis. Lab

Medicine. Vol 43 hal 237-244. 2012

2. Mangku Gde, Senapathi Cokorda Gde Agung. Buku Ajar Ilmu Anestesia

dan Reanimasi. PT Indeks Permata Puri Media. Jakarta Barat. 2010.

3. Aru W Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, dkk. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Interna Publishing. Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam. Jl Diponegoro Jakarta Pusat. 2009

4. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Didapat dari

URL

: http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/

English/Handbook.pdf.

5. Goodnough L. 2007. Transfusion medicine. In: Goldman L, Ausiello D,

eds. Cecil Medicine. 23rd ed. Philadelphia.

6. Regan F, Taylor C. Blood transfusion medicine. BMJ. 2002 Jul

20;325(7356):143-7.

7. National Health and Medical Research Council, Australasian Society of

Blood Transfusion. Clinical practice guidelines on the use of blood

components (red blood cells, platelets, fresh frozen plasma,

cryoprecipitate). Australia: NHMRC-ASBT, 2002;1-75.

8. American Society of Anesthesiologists. Practice guidelines for blood

component therapy. Anesthesiology 1996;84:732-47.

9. Vamvakas EC, Blajchman MA. Transfusion-related mortality: the ongoing

risks of allogeneic blood transfusion and the available strategies for their

prevention. Blood. 2009;113(15):34063417.

10. Liumbruno GM, Bennardello F, Lattanzio A, Piccoli P, Rossetti G.

Recommendations for the transfusion of plasma and platelets. Blood

Transfus. 2009;7(2):132-150.

11. Jenkins C, Ramírez-Arcos S, Goldman M, Devine DV. Bacterial

contamination in platelets: incremental improvements drive down but do

not eliminate risk. Transfusion. 2011;51(12):2555-2565.

32

Page 33: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

12. Shrivastava M. The platelet storage lesion. Tranfus Apher Sci.

2009;41(2):105-113.

13. Estcourt LJ, Stanworth SJ, Murphy MF. Prophylactic platelet transfusions.

Curr Opin Hematol. 2010;17(5):411-417.

14. Strauss RG. Platelet transfusions in neonates: questions and

answers.Expert Rev Hematol. 2010;3(1):7-9.

15. Slichter SJ. New thoughts on the correct dosing of prophylactic platelet

transfusion to prevent bleeding. Curr Opin Hematol. 2011;18(6):427-435.

16. Scott E, Puca K, Heraly J, Gottschall J, Friedman K. Evaluation and

comparison of coagulation factor activity in fresh-frozen plasma and 24-

hour plasma at thaw and after 120 hours of 1 to 6ºC storage. Transfusion.

2009;49(8):1584-1591.

17. American Society of Anesthesiologists. Practice guidelines for blood

component therapy. Anesthesiology 1996;84:732-47.

18. McFarland JG. Perioperative blood transfusion: indications and options.

Chest 1999;115:113S-21S.

19. National Blood Users Group. A guideline for transfusion of red blood cells

in surgical patients. Irlandia, Januari 2001. Didapat dari

URL: http://www.doh.ie/pdfdocs/blood.pdf .

20. Wu WC, Rathore SS, Wang Y, Radford MJ, Krumholz HM. Blood

transfusion in elderly patients with acute myocardial infarction. N Engl J

Med 2001;17:1230-6.

21. Clinical Resource Efficiency Support Team. Guidelines for blood

transfusion practice. Irlandia 2001. Didapat dari:

URL: http://www.crestni.org.uk/publications/blood_transfusion.pdf

22. Tavares M, DiQuattro P, Nolette N, et al. Reduction in plasma transfusion

after enforcement of transfusion guidelines. Transfusion. 2011;51(4):754-

761.

23. Stanworth SJ, Grant-Casey J, Lowe D, et al. The use of fresh-frozen

plasma in England: high levels of inappropriate use in adults and children.

Transfusion. 2011;51(1):62-70.

33

Page 34: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

24. Puetz J, Witmer C, Huang Y-SV, Raffini L. Widespread use of fresh

frozen plasma in US children’s hospitals despite limited evidence

demonstrating a beneficial effect. J Pediatr. 2012;160(2):210-215.

25. British Society for Haematology. Guidelines for the use of platelet

transfusions. Brit J Haematol 2003;122:10-23.

26. Camire RM. A new look at blood coagulation factor V. Curr Opin

Hematol. 2011;18(5):338-342.

27. British Society for Haematology. Guidelines for the use of platelet

transfusions. Brit J Haematol 2003;122:10-23.

28. Callum JL, Karkouti K, Lin Y. Cryoprecipitate: the current state of

knowledge. Transfus Med Rev. 2009;23(3):177-188.

29. Patanwala AE, Acquisto NM, Erstad BL. Prothrombin complex

concentrate for critical bleeding. Ann Pharmacother. 2011;45(7-8):990-

999.

30. College of American Pathologists. Practice parameter for the use of fresh

frozen plasma, cryopresipitate, and platelets. JAMA 1994;271:777-81.

31. Kozek-Langenecker S. Sørensen B, Hess JR, Spahn DR. Clinical

effectiveness of fresh frozen plasma compared with fibrinogen

concentrate: a systematic review. Crit Care. 2011;15(5):R239. [Epub

ahead of print October 14, 2011.]

32. Logan AC, Yank V, Stafford RS. Off-label use of recombinant factor VIIa

in U.S. hospitals: Analysis of hospital records. Ann Intern Med.

2011;154(8):516-522.

33. Lin Y, Stanworth S, Birchall J, Doree C, Hyde C. Use of recombinant

factor VIIa for the prevention and treatment of bleeding in patients without

hemophilia: a systematic review and meta-analysis. CMAJ.

2011;183(1):E9-E19. Epub November 15, 2010.

34. Panitia Medik Transfusi RSUP Dr. Soetomo. Pedoman pelaksanaan

transfusi darah dan komponen darah. Edisi 3. Surabaya: RSUP Dr.

Soetomo-Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2001. h. 18-31.

34

Page 35: Terapi Transfusi Darah Isi Agus Bhakti

35