terapi paliatif ca cerviks (2)
DESCRIPTION
OnkologyTRANSCRIPT
-
1
REFERAT
SMF / BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RUPTUR UTERI
Septriati Mesarina Haning, S.Ked
1008012005
PEMBIMBING :
dr. Unedo H.M. Sihombing, SpOG (K.Onk)
SMF/BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES KUPANG
APRIL 2015
-
2
HALAMAN PENGESAHAN
Referat ini diajukan oleh:
Nama : Septriati M. Haning
Fakultas : Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
Bagian : Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Referat ini telah disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan
Klinik di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
PEMBIMBING KLINIK
1. dr. Unedo H. M. Sihombing, Sp. OG (K.Onk)
Ditetapkan di : Kupang
Tanggal : April 2015
-
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) saat persalinan di Indonesia tergolong tinggi. Indonesia
menduduki nomor 3 tertinggi di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara untuk jumlah AKI.
Berdasarkan data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia ( SDKI ) tahun 2007,
banyaknya AKI berjumlah 228 orang dari 100.000 kelahiran. Angka ini 20 30 kali lebih lipat
dibanding dengan AKI di Malaysia dan Singapura.(1)
Angka kematian ibu bersalin tertinggi dikarenakan perdarahan (28%). Salah satu
penyebab perdarahan ibu hamil maupun saat persalinan kadalah rupture uteri. Ruptur uteri
adalah keadaan darurat yang memerlukan intervensi cepat dan tegas.(2) Menurut WHO, kejadian
rata-rata ruptur uteri diperkirakan 5,3 per 10.000 kelahiran. Namun, di negara-negara
berkembang, ada delapan kali lipat lebih berisiko terhadap ruptur uterus. Ruptur uteri membawa
kematian ibu sebesar 5% dan kematian janin 50%. Sedangkan 13% kejadian ruptur uteri terjadi
di luar Rumah Sakit.(3)
Ruptur uteri dapat terjadi pada uterus normal (tanpa scar) maupun uterus dengan scar
sebelumnya.(3) Risiko ruptur uterus untuk wanita dengan uterus normal (tanpa scar) adalah
sekitar 1 dari 7440 kehamilan. (2)(4)
Tanda dan gejala ruptur uteri awal biasanya tidak spesifik, yang membuat diagnosis sulit
dan kadang-kadang menunda terapi definitif. Namun ruptur uteri yang terdiagnosis dalam waktu
10-37 menit menyebabkan morbiditas janin yang signifikan menjadi tak terelakkan.(5) Morbiditas
janin terjadi akibat perdarahan, anoksia janin, atau keduanya. Tanda dan gejala ruptur uteri yang
tidak spesifik, dan waktu yang singkat untuk melakukan terapi definitif membuat ruptur uteri
-
4
pada kehamilan banyak ditakuti oleh praktisi medis. Oleh sebab itu, dalam referat ini akan
dibahas etiologi, diagnosis dan tatalaksana serta prognosis dari ruptur uteri.(5)
1.1 Tujuan
1.1.1 Untuk menambah pengetahuan tentang ruptur uteri, tanda dan gejala rupture uteri serta
kehamilan dengan risiko tinggi terjadinya ruptur uteri.
1.1.2 Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan ruptur uteri.
1.1.3 Sebagai salah satu syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik dokter muda di stase
Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes dan Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana Kupang.
1.2 Manfaat
1.2.1 Memberikan informasi bagi pembaca tentang rupture uteri
1.2.2 Menjadi salah satu bahan acuan untuk membuat penelitian ataupun karya tulis
selanjutnya.
-
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ruptur uteri komplit adalah keadaan robekan pada rahim di mana telah terjadi
hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan
kantong ketuban keduanya ikut ruptur dengan demikian janin sebagian atau seluruh tubuhnya
telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam cavum peritonei atau rongga
abdomen. Pada ruptur uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi oleh
peritoneum viserale. Pada keadaan ini, janin belum masuk ke rongga peritoneum.(6)
Selain itu, perlu dibedakan antara ruptur parut bedah caesar dan dehisens parut
bekas bedah caesar. Ruptur parut adalah terpisahnya bekas insisi uterus keseluruhan dengan
kulit ketuban pecah, sehingga ada hubungan langsung antara rongga uterus dengan rongga
peritoneum. Dengan demikian seluruh bagian janin biasanya keluar ke dalam rongga
peritoneum dan perdarahan yang terjadi umumnya massif berasal dari tepi robekan jaringan
parut atau dari perluasan luka pada jaringan uterus yang sehat. Sedangkan dehisens parut
adalah apabila kulit ketuban masih utuh sehingga janin tidak keluar ke dalam rongga
peritoneum. Pada dehisens ini biasanya luka yang terbuka tidak meliputi keseluruhan
jaringan parut dan perdarahan hanya sedikit atau tidak ada serta terjadi perlahan-lahan.
Dengan timbulnya persalinan atau manipulasi ke dalam rongga uterus maka suatu dehisens
dapat menjadi ruptur uteri.(4)
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi ruptur uteri menurut sebabnya, sebagai berikut:
Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil
-
6
- Pembedahan pada myometrium: seksio sesarea atau histerotomi, histerorafia,
miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada
kornua uterus atau bagian interstisial.
- Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sendok kuret atau sonde pada penanganan
abortus, trauma tumpul atau tajam seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gejala pada
kehamilan sebelumnya (silent rupture in previous pregnancy).
- Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim yang tidak berkembang.
Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan
- Sebelum kelahiran anak: His spontan yang kuat dan terus menerus, pemakaian
oksitosin atau prostaglandin untuk merangsang persalinan, instilasi cairan ke dalam
kantong gestasi atau ruang amnion seperti larutan garam fisiologik atau
prostaglandin, perforasi dengan kateter pengukur tekanan intrauterine, trauma luar
tumpul atau tajam, versi luar, pembesaran rahim yang berlebihan misalnya
hidramnion dan kehamilan ganda.
- Dalam periode intrapartum: versi ekstraksi, ekstraksi cunam yang sukar, ekstraksi
bokong, anomaly janin yang menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah
rahim, tekanan kuat pada uterus dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan manual
plasenta.
- Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau perkreta, neoplasia trofoblas
gestasional, adenomiosis, retroversio uterus gravidus inkarserata.(6)
2.3 Etiologi
Ruptur uteri dapat disebabkan oleh anomaly atau kerusakan yang telah ada
sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang masih utuh.
-
7
Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada persalinan sebelumnya.
Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan
dirangsang dengan oksitosin, misoprostol atau sejenis.(6)(7)
2.4 Faktor risiko
Risiko ruptur uteri meningkat dengan adanya malformasi uterus; multiparitas (empat
atau lebih sebelumnya); malpresentasi janin; trauma; dan operasi rahim seperti operasi
Caesar dan miomektomi.(2)(5) Sedangkan persalinan spontan pervaginam sebelumnya dan
jarak kehamilan yang jauh setelah persalinan cesar sebelumnya mungkin memberikan
perlindungan relatif.(5)
Selain itu terdapat faktor risiko lain yang meningkatkan kejadian ruptur uteri: (5)
Grand multiparitas
usia ibu
Plasenta (akreta, percreta, increta, previa, abruption)
Overdistensi uterus (kehamilan multiple, polihidramnion)
Distosia (makrosomia janin, panggul sempit)
Kehamilan lebih dari 40 minggu
Invasi trofoblas miometrium (mola hidatidosa, koriokarsinoma)
Manajemen kebidanan yang meningkatkan risiko ruptur uteri adalah sebagai berikut:(5)
Instrumentasi (forceps digunakan)
Manipulasi Intrauterine (versi cephalic eksternal, versi podalic internal, ekstraksi
sungsang, distosia bahu, ekstraksi manual plasenta)
-
8
Trauma uterus meliputi:(5)
Trauma rahim langsung (misalnya, kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh)
Kekerasan (misalnya, luka tembak, pukulan tumpul ke perut)
2.5 Patofisiologi
Pada waktu his, korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan demikian,
dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume corpus uteri
menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah
ke dalam segmen bawah rahim. Segmen bawah rahim menjadi lebih lebar dan karenanya
dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik ke atas oleh kontraksi segmen atas rahim yang
kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin
bertambah tinggi.(6)
Apabila bagian terbawah janin dapat terdorong turun tanpa halangan dan jika
kapasitas segmen bawah rahim telah penuh terpakai untuk ditempati oleh tubuh janin, maka
pada gilirannya bagian terbawah janin terdorong masuk ke dalam jalan lahir melalui pintu
atas panggul ke dalam vagina melalui pembukaan jika serviks bisa mengalah. Sebaliknya,
apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena sesuatu sebab yang menahannya
(misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus yang tambah
mengecil pada waktu ada his harus diimbangi oleh perluasan segmen bawah rahim ke atas.
Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologik (physiologic retraction ring) semakin
meninggi ke arah pusat melewati batas fisiologik menjadi patologik (pathologic retraction
ring). Lingkaran patologik ini disebut lingkaran Bandl (ring van Bandl). Ini tejadi karena
segmen bawah Rahim terus-menerus tertarik ke proksimal, tetapi tertahan di bagian distalnya
oleh karena serviks yang terpegang pada tempatnya oleh ligamentum sakrouterina di bagian
-
9
belakang, ligamentum kardinal pada kedua belah sisi kanan dan kiri dan ligamentum
vesikouterina pada dasar kandung kemih. Jika his berlangsung kuat terus menerus tetapi
bagian terbawah tubuh janin tidak kunjung turun lebih ke bawah melalui jalan lahir,
lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi (ring van Bandl berpindah mendekati
pusat) dan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas sehingga dindingnya menjadi sangat
tipis. Ini menandakan telah terjadi tanda-tanda ruptur uteri iminens dan rahim terancam
robek.
Gambar 1.
A. physiologic retraction ring ; B. pathologic retraction ring
Pada saatnya dinding segmen bawah rahim itu akan robek spontan pada tempat yang
tertipis ketika his berikut datang dan terjadilah perdarahan yang banyak bergantung kepada
luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus. Umumnya robekan terjadi pada
dinding depan segmen bawah rahim, luka robekan bisa meluas secara melintang atau miring.
Bila mengenai daerah yang ditutupi ligamentum latum, terjadi luka robekan yang meluas ke
samping. Robekan bisa juga meluas ke korpus atau ke serviks atau terus ke vagina
(kolpaporeksis) dan bahkan kadang kala bisa mencederai kandung kemih. Pertumpahan
darah sebagian besar mengalir ke dalam rongga peritoneum, sebagian yang lain mengalir
melalui pembukaan serviks ke vagina. Peristiwa robekan pada segmen bawah rahim yang
-
10
sudah menipis itu (dalam status ruptura uteri iminens) dipercepat jika ada manipulasi dari
luar misalnya, dorongan pada perut sekalipun tidak terlalu kuat sudah cukup untuk
menyebabkan robekan. Demikian juga apabila fundus uteri didorong-dorong seperti yang
banyak dilakukan pada upaya mempercepat persalinan atau oleh dorongan dari bawah seperti
pada pemasangan cunam yang sulit dan sebagainya. Oleh karena itu, jika terlihat lingkaran
Bandl penolong haruslah sangat berhati-hati. Ketika terjadi robekan, pasien merasa amat
nyeri seperti teriris dalam perutnya, dan his terakhir yang masih kuat itu sekaligus
mendorong sebagian atau seluruh tubuh janin keluar rongga rahim ke dalam rongga
peritoneum. Melalui robekan tersebut usus dan omentum mendapat jalan masuk sehingga
bisa mencapai vagina dan bisa diraba pada saat periksa dalam.(6)
Gambar 2. Ring van Bandl (https://biechan.wordpress.com/ruptur-uteri/)
2.6 Gejala klinik
Secara umum, tanda dan gejala ruptur uteri yang dijumpai berupa terpisahnya parut
uterus yang diikuti gawat janin akut dan berlanjut dengan hilangnya tanda kehidupan janin,
-
11
kemudian berturut-turut perdarahan pervaginam, nyeri perut bawah, bagian janin teraba di
bawah kulit, pre syok dan syok, nyeri segmen bawah uterus dan hematuria.(4)
Bila telah terjadi ruptur uteri komplit, sudah pasti ada perdarahan yang bisa dipantau
pada Hb dan tekanan darah yang menurun, nadi yang cepat, dan kelihatan anemis dan tanda-
tanda lain dari hipovolemia serta pernapasan yang sulit berhubung nyeri abdomen akibat
robekan rahim yang mengikutsertakan peritoneum viserale robek dan merangsang ujung
saraf sensori.(6)
Pada palpasi, ibu merasa sangat nyeri dan bagian tubuh janin mudah teraba di bawah
dinding abdomen dan kekuatan his yang sudah sangat menurun seolah dirasakan his telah
hilang.(6) Hemoperitoneum yang terbentuk bisa merangsang diafragma dan menimbulkan
nyeri memancar ke dada menyerupai nyeri pada emboli paru atau emboli air ketuban.(6) Nyeri
perut ibu adalah tanda yang diandalkan, dan terjadi hanya sekitar 22% dari ruptur uteri.(2)
Terdapat juga pasien yang tidak merasakan nyeri abdomen yang kuat terlebih jika ada
pemberian obat penenang atau obat untuk mengurangi rasa nyeri dalam persalinan.(6)
Pada auskultasi, sering tidak terdengar denyut jantung janin tetapi jika janin belum
meninggal bisa terdeteksi deselerasi patologik (deselerasi variabel yang berat) pada
pemantauan dengan KTG.(6)
Pada pemeriksaan dalam, teraba bagian terbawah janin berpindah atau naik kembali
ke luar pintu atas panggul dan jari-jari pemeriksa bisa menemui robekan yang berhubungan
dengan rongga peritoneum dan terkadang dapat meraba usus. Namun bila jari-jari tidak
meraba robekan belum berarti bahwa ruptur uteri tidak ada.(6) Perdarahan vagina hadir dalam
11-67% dari ruptur uteri, dan syok hipovolemik ibu terjadi pada 29-46%.(2)
-
12
2.7 Diagnosis
Ruptura uteri iminens mudah dikenal pada ring van Bandl yang semakin tinggi dan
segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang gelisah takut karena nyeri abdomen
atau his kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin. Untuk menentukan apakah
ruptur komplit maka perlu dilanjutkan dengan periksa dalam. Pada ruptur uteri komplit jari-
jari tangan pemeriksa dapat melakukan beberapa hal (1) jari-jari tangan dalam bisa meraba
permukaan rahim dan dinding perut yang licin ;(2) dapat meraba pinggir robekan, biasanya
terdapat pada bagian depan di segmen bawah rahim.; (3) dapat memegang usus halus atau
omentum melalui robekan; (4) dinding perut ibu dapat ditekan menonjol ke atas oleh ujung
jari-jari tangan dalam sehingga ujung jari-jari tangan luar saling mudah meraba ujung jari-jari
tangan dalam.(6)
Selain dengan tanda-tanda klinis, diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
penunjang yaitu USG transvaginal untuk melihat adanya ruptur uteri. Selain mendiagnosis
adanya suatu ruptur uteri, USG dapat melihat adanya suatu ancaman terjadinya ruptur uteri
yaitu dengan melihat adanya penipisan myometrium pada scar uterus bekas operasi caesar
sebelumnya.(8)
2.8 Penanganan
Penanganan yang utama adalah pencegahan terjadinya ruptur uteri. Pasien risiko
tinggi haruslah dirujuk agar persalinannya berlangsung dalam rumah sakit yang mempunyai
fasilitas yang cukup dan diawasi oleh petugas yang berpengalaman.(6)
Bila telah terjadi ruptur uteri maka tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan
resusitasi serta antibiotik yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfusi darah
yang banyak, tindakan anti syok. Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia (penjahitan
-
13
kembali uterus yang robek) kecuali bila luka robekan masih bersih dan rapih serta pasien
belum memiliki anak hidup.(6) Histerektomi harus dipertimbangkan menjadi pilihan
pengobatan ketika perdarahan uterus terjadi atau ketika robekan pada banyak sisi,
longitudinal, atau letak rendah.(5)
Jenis perawatan bedah untuk ibu harus tergantung pada faktor-faktor berikut:(5)
- Jenis ruptur uterus
- Tingkat ruptur uterus
- Tingkat perdarahan
- Kondisi umum ibu
- Keinginan ibu untuk melahirkan di masa depan
Manajemen bedah konservatif yang melibatkan perbaikan rahim harus disediakan
bagi wanita yang memiliki temuan sebagai berikut:(5)
- Keinginan untuk melahirkan masa depan
- Ruptur uterus melintang rendah
- Tidak ada perpanjangan robekan yang luas ke ligamen, leher rahim, atau
paracolpos
- Perdarahan uterus mudah dikontrol
- Kondisi umum yang baik
- Tidak ada bukti klinis atau laboratorium dari adanya koagulopati.
Histerektomi terbagi atas 4 tipe:
1. Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahim diangkat, tetapi mulut
rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker
-
14
mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher rahim)
secara rutin.
2. Histerektomi total. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara
keseluruhannya.
3. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi ini mengangkat uterus,
mulut rahim, kedua tuba fallopii, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium
menyebabkan keadaan penderita seperti menopause meskipun usianya masih muda.
4. Histerektomi radikal. Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan, dan
kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis
kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa penderita.(9)(10)
-
15
Gambar 3. Jenis-jenis histerektomi (http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Scheme_
hysterectomy -en.svg)
2.9 Komplikasi
Komplikasi ruptur uteri dapat terjadi baik pada ibu maupun janin yang dikandung.
1. Ibu
- Kehilangan darah (anemia):
Cowan et al dalam Nahum, G menemukan bahwa, 3 dari 5 pasien (60%) yang
mengalami ruptur uteri, kehilangan darah sebesar 1.500 ml. Dalam sebuah studi oleh
-
16
Shipp et al, dalam Nahum,G mengemukakan bahwa 25% (7 dari 28 wanita) yang
memiliki ruptur uterus menerima transfusi darah.(5)
- Syok hipovolemik : terjadi karena kehilangan darah yang banyak dan tidak tertangani
dengan pemberian cairan kristaloid atau transfusi darah segera.(6) Dalam sebuah studi
oleh Golan et al, dari 93 kasus ruptur uteri, 29% didapati tanda-tanda dan gejala syok
hipovolemik.(5)
- Cedera kandung kemih ibu: Lydon-Rochelle et al melaporkan cedera kandung kemih
yang signifikan pada 7 dari 91 pasien (8%) dengan ruptur uteri. Leung et al
menemukan bahwa 12% (12 dari 99 pasien) yang mengalami ruptur uteri memiliki
cystotomies insidental di waktu operasi, total cedera urologi gabungan adalah 19%.(5)
- Infeksi: dapat terjadi jika pasien merupakan pasien kiriman dan ruptur uteri terjadi
sebelum tiba rumah sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa
dalam yang berulang. Pemberian antibiotik spektrum luas dalam dosis tinggi biasanya
untuk mengantisipasi kejadian sepsis.(6)
- Kematian ibu : Kematian ibu akibat ruptur uteri terjadi pada 0-1% di negara maju
modern, tetapi tingkat kematian di negara berkembang adalah 5-10%. Ketersediaan
fasilitas medis modern di negara-negara maju menjadi kemungkinan untuk
memperhitungkan persentase kematian ibu.(5)
2. Janin
- Hipoksia atau anoksia janin: Leung et al dalam Nahum,G menemukan bahwa 5 dari
99 neonatus (5%) yang lahir dari ibu yang mengalami ruptur uteri menderita asfiksia
neonatal.(5)
-
17
- Asidosis janin: dalam 99 kasus ruptur uteri, Leung et al dalam Nahum,G menemukan
bahwa 43 bayi yang baru lahir (43%) memiliki tingkat pH pusar-arteri kurang dari 7,
dan 25 bayi yang baru lahir ini memiliki tingkat pH kurang dari 6,8. Dalam kaitannya
dengan tingkat pH tersebut, 39 bayi baru lahir (39%) memiliki skor Apgar kurang
dari 7 dan 12 di antaranya memiliki skor Apgar kurang dari 3. Faktor yang
menyebabkan asidosis janin adalah ekstrusi lengkap janin dan plasenta ke dalam
perut ibu.(5)
- Kematian janin atau bayi baru lahir: dalam review 33 studi oleh Schrinsky dan
Benson, 960 kasus ruptur uteri mengakibatkan 620 kematian bayi (65%). Leung et al
melaporkan bahwa 6 kematian perinatal (6%) terjadi di antara 99 pasien dengan
ruptur uteri. Landon et al melaporkan tingkat kematian perinatal dari pecahnya rahim
sebesar 2% (2 dari 124) di antara 19 pusat akademik di Amerika Serikat. Studi ini
menunjukkan bahwa kejadian kematian perinatal yang berhubungan dengan ruptur
uterus menurun di era modern.(5)
- Kematian maternal dan atau perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan
komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.(6)
2.10 Prognosis
Prognosis bergantung pada apakah ruptur uteri terjadi pada uterus yang masih utuh
atau pada bekas seksio sesarea atau suatu dehisens. Bila terjadi pada bekas seksio sesarea
atau pada dehisens perdarahan yang terjadi minimal sehingga tidak sampai menimbulkan
kematian maternal dan kematian perinatal. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kecepatan
pasien menerima tindakan bantuan yang tepat dan cekatan. Ruptur uteri spontan dalam
persalinan pada rahim yang tadinya masih utuh mengakibatkan robekan yang luas dengan
-
18
pinggir luka yang tidak rata dan bisa meluas ke lateral dan mengenai cabang-cabang arteria
uterina atau ke dalam ligamentum latum atau meluas ke atas atau ke vagina disertai
perdarahan yang banyak dengan mortalitas maternal yang tinggi dan kematian perinatal yang
jauh lebih tinggi.(6)
-
19
BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Ruptur uteri adalah keadaan darurat yang memerlukan intervensi cepat dan tegas. Jika
tanda-tanda ruptur uteri iminens terlewatkan, maka dapat berlanjut menjadi ruptur uteri yang
membahayakan baik bagi ibu maupun janin. Komplikasi terburuk adalah kematian ibu dan janin.
Oleh sebab itu, maka penanganan ruptur uteri yang paling utama dan tepat adalah kenali
kehamilan dengan risiko tinggi terjadinya ruptur uteri dan segera rujuk ke rumah sakit yang
memiliki fasilitas dan tenaga kesehatan yang berpengalaman dan terampil. Dengan demikian
angka kematian ibu dan janin dapat menurun.
-
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Bratakoesoema D. angka kematian ibu di Indonesia. 2013. Available from:
http://www.unpad.ac.id/2013/04/prof-dinan-s-bratakoesoema-tinggi-angka-kematian-ibu-
aki-di-indonesia/
2. Gruenberg B. Birth emergency skill training. 2008. p. 714. Available from: http://www.stillbirthday.com/wp-content/uploads/2013/08/BESTebook3g.pdf
3. Mavromatidis G, Karavas G, Siarkou C, Petousis S, Kalogiannidis L, Mamopoulos A, et
al. Spontaneous Postpartum Rupture of an Intact Uterus: A Case Report. J Clin Med Res
[Internet]. 2015;7(1):568. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4217756/
4. Hidayat S. Persalinan pasien pasca bedah caesar [Internet]. Diponegoro; Available from:
http://eprints.undip.ac.id/12924/1/img-427181723.pdf
5. Nahum G. Uterine Rupture in Pregnancy. Medscape [Internet]. 2015; Available from:
http://reference.medscape.com/article/275854-overview
6. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Saifuddin A, Rachimhadhi T, Wiknjosastro G,
editors. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2012. 514-21 p.
7. Rydahl E, Clausen J. An Unreported Uterine Rupture in an Unscarred Uterus After
Induced Labor With 25 g Misoprostol Vaginally. Sciencedrirect. Denmark; 2014.
8. Ahmadi F, Siahbazi S, Akhbari F. Incomplete Cesarean Scar Rupture. J Reprod Infertil
[Internet]. 2013;14(1):435. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3719360/
9. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Histerektomi. Jakarta;
10. Histerektomi [Internet]. Available from:
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Scheme_hysterectomy-en.svg