terapi paliatif ca cerviks (2)

20
1 REFERAT SMF / BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA RUPTUR UTERI Septriati Mesarina Haning, S.Ked 1008012005 PEMBIMBING : dr. Unedo H.M. Sihombing, SpOG (K.Onk) SMF/BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES KUPANG APRIL 2015

Upload: billy-chandra

Post on 17-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Onkology

TRANSCRIPT

  • 1

    REFERAT

    SMF / BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS NUSA CENDANA

    RUPTUR UTERI

    Septriati Mesarina Haning, S.Ked

    1008012005

    PEMBIMBING :

    dr. Unedo H.M. Sihombing, SpOG (K.Onk)

    SMF/BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

    RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES KUPANG

    APRIL 2015

  • 2

    HALAMAN PENGESAHAN

    Referat ini diajukan oleh:

    Nama : Septriati M. Haning

    Fakultas : Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

    Bagian : Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

    Referat ini telah disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan

    Klinik di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

    PEMBIMBING KLINIK

    1. dr. Unedo H. M. Sihombing, Sp. OG (K.Onk)

    Ditetapkan di : Kupang

    Tanggal : April 2015

  • 3

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    Angka Kematian Ibu (AKI) saat persalinan di Indonesia tergolong tinggi. Indonesia

    menduduki nomor 3 tertinggi di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara untuk jumlah AKI.

    Berdasarkan data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia ( SDKI ) tahun 2007,

    banyaknya AKI berjumlah 228 orang dari 100.000 kelahiran. Angka ini 20 30 kali lebih lipat

    dibanding dengan AKI di Malaysia dan Singapura.(1)

    Angka kematian ibu bersalin tertinggi dikarenakan perdarahan (28%). Salah satu

    penyebab perdarahan ibu hamil maupun saat persalinan kadalah rupture uteri. Ruptur uteri

    adalah keadaan darurat yang memerlukan intervensi cepat dan tegas.(2) Menurut WHO, kejadian

    rata-rata ruptur uteri diperkirakan 5,3 per 10.000 kelahiran. Namun, di negara-negara

    berkembang, ada delapan kali lipat lebih berisiko terhadap ruptur uterus. Ruptur uteri membawa

    kematian ibu sebesar 5% dan kematian janin 50%. Sedangkan 13% kejadian ruptur uteri terjadi

    di luar Rumah Sakit.(3)

    Ruptur uteri dapat terjadi pada uterus normal (tanpa scar) maupun uterus dengan scar

    sebelumnya.(3) Risiko ruptur uterus untuk wanita dengan uterus normal (tanpa scar) adalah

    sekitar 1 dari 7440 kehamilan. (2)(4)

    Tanda dan gejala ruptur uteri awal biasanya tidak spesifik, yang membuat diagnosis sulit

    dan kadang-kadang menunda terapi definitif. Namun ruptur uteri yang terdiagnosis dalam waktu

    10-37 menit menyebabkan morbiditas janin yang signifikan menjadi tak terelakkan.(5) Morbiditas

    janin terjadi akibat perdarahan, anoksia janin, atau keduanya. Tanda dan gejala ruptur uteri yang

    tidak spesifik, dan waktu yang singkat untuk melakukan terapi definitif membuat ruptur uteri

  • 4

    pada kehamilan banyak ditakuti oleh praktisi medis. Oleh sebab itu, dalam referat ini akan

    dibahas etiologi, diagnosis dan tatalaksana serta prognosis dari ruptur uteri.(5)

    1.1 Tujuan

    1.1.1 Untuk menambah pengetahuan tentang ruptur uteri, tanda dan gejala rupture uteri serta

    kehamilan dengan risiko tinggi terjadinya ruptur uteri.

    1.1.2 Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan ruptur uteri.

    1.1.3 Sebagai salah satu syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik dokter muda di stase

    Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes dan Fakultas Kedokteran

    Universitas Nusa Cendana Kupang.

    1.2 Manfaat

    1.2.1 Memberikan informasi bagi pembaca tentang rupture uteri

    1.2.2 Menjadi salah satu bahan acuan untuk membuat penelitian ataupun karya tulis

    selanjutnya.

  • 5

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Ruptur uteri komplit adalah keadaan robekan pada rahim di mana telah terjadi

    hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan

    kantong ketuban keduanya ikut ruptur dengan demikian janin sebagian atau seluruh tubuhnya

    telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam cavum peritonei atau rongga

    abdomen. Pada ruptur uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi oleh

    peritoneum viserale. Pada keadaan ini, janin belum masuk ke rongga peritoneum.(6)

    Selain itu, perlu dibedakan antara ruptur parut bedah caesar dan dehisens parut

    bekas bedah caesar. Ruptur parut adalah terpisahnya bekas insisi uterus keseluruhan dengan

    kulit ketuban pecah, sehingga ada hubungan langsung antara rongga uterus dengan rongga

    peritoneum. Dengan demikian seluruh bagian janin biasanya keluar ke dalam rongga

    peritoneum dan perdarahan yang terjadi umumnya massif berasal dari tepi robekan jaringan

    parut atau dari perluasan luka pada jaringan uterus yang sehat. Sedangkan dehisens parut

    adalah apabila kulit ketuban masih utuh sehingga janin tidak keluar ke dalam rongga

    peritoneum. Pada dehisens ini biasanya luka yang terbuka tidak meliputi keseluruhan

    jaringan parut dan perdarahan hanya sedikit atau tidak ada serta terjadi perlahan-lahan.

    Dengan timbulnya persalinan atau manipulasi ke dalam rongga uterus maka suatu dehisens

    dapat menjadi ruptur uteri.(4)

    2.2 Klasifikasi

    Klasifikasi ruptur uteri menurut sebabnya, sebagai berikut:

    Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil

  • 6

    - Pembedahan pada myometrium: seksio sesarea atau histerotomi, histerorafia,

    miomektomi yang sampai menembus seluruh ketebalan otot uterus, reseksi pada

    kornua uterus atau bagian interstisial.

    - Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sendok kuret atau sonde pada penanganan

    abortus, trauma tumpul atau tajam seperti pisau atau peluru, ruptur tanpa gejala pada

    kehamilan sebelumnya (silent rupture in previous pregnancy).

    - Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim yang tidak berkembang.

    Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan

    - Sebelum kelahiran anak: His spontan yang kuat dan terus menerus, pemakaian

    oksitosin atau prostaglandin untuk merangsang persalinan, instilasi cairan ke dalam

    kantong gestasi atau ruang amnion seperti larutan garam fisiologik atau

    prostaglandin, perforasi dengan kateter pengukur tekanan intrauterine, trauma luar

    tumpul atau tajam, versi luar, pembesaran rahim yang berlebihan misalnya

    hidramnion dan kehamilan ganda.

    - Dalam periode intrapartum: versi ekstraksi, ekstraksi cunam yang sukar, ekstraksi

    bokong, anomaly janin yang menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah

    rahim, tekanan kuat pada uterus dalam persalinan, kesulitan dalam melakukan manual

    plasenta.

    - Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau perkreta, neoplasia trofoblas

    gestasional, adenomiosis, retroversio uterus gravidus inkarserata.(6)

    2.3 Etiologi

    Ruptur uteri dapat disebabkan oleh anomaly atau kerusakan yang telah ada

    sebelumnya, karena trauma, atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang masih utuh.

  • 7

    Paling sering terjadi pada rahim yang telah diseksio sesarea pada persalinan sebelumnya.

    Lebih lagi jika pada uterus yang demikian dilakukan partus percobaan atau persalinan

    dirangsang dengan oksitosin, misoprostol atau sejenis.(6)(7)

    2.4 Faktor risiko

    Risiko ruptur uteri meningkat dengan adanya malformasi uterus; multiparitas (empat

    atau lebih sebelumnya); malpresentasi janin; trauma; dan operasi rahim seperti operasi

    Caesar dan miomektomi.(2)(5) Sedangkan persalinan spontan pervaginam sebelumnya dan

    jarak kehamilan yang jauh setelah persalinan cesar sebelumnya mungkin memberikan

    perlindungan relatif.(5)

    Selain itu terdapat faktor risiko lain yang meningkatkan kejadian ruptur uteri: (5)

    Grand multiparitas

    usia ibu

    Plasenta (akreta, percreta, increta, previa, abruption)

    Overdistensi uterus (kehamilan multiple, polihidramnion)

    Distosia (makrosomia janin, panggul sempit)

    Kehamilan lebih dari 40 minggu

    Invasi trofoblas miometrium (mola hidatidosa, koriokarsinoma)

    Manajemen kebidanan yang meningkatkan risiko ruptur uteri adalah sebagai berikut:(5)

    Instrumentasi (forceps digunakan)

    Manipulasi Intrauterine (versi cephalic eksternal, versi podalic internal, ekstraksi

    sungsang, distosia bahu, ekstraksi manual plasenta)

  • 8

    Trauma uterus meliputi:(5)

    Trauma rahim langsung (misalnya, kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh)

    Kekerasan (misalnya, luka tembak, pukulan tumpul ke perut)

    2.5 Patofisiologi

    Pada waktu his, korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan demikian,

    dinding korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume corpus uteri

    menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah

    ke dalam segmen bawah rahim. Segmen bawah rahim menjadi lebih lebar dan karenanya

    dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik ke atas oleh kontraksi segmen atas rahim yang

    kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin

    bertambah tinggi.(6)

    Apabila bagian terbawah janin dapat terdorong turun tanpa halangan dan jika

    kapasitas segmen bawah rahim telah penuh terpakai untuk ditempati oleh tubuh janin, maka

    pada gilirannya bagian terbawah janin terdorong masuk ke dalam jalan lahir melalui pintu

    atas panggul ke dalam vagina melalui pembukaan jika serviks bisa mengalah. Sebaliknya,

    apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena sesuatu sebab yang menahannya

    (misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus yang tambah

    mengecil pada waktu ada his harus diimbangi oleh perluasan segmen bawah rahim ke atas.

    Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologik (physiologic retraction ring) semakin

    meninggi ke arah pusat melewati batas fisiologik menjadi patologik (pathologic retraction

    ring). Lingkaran patologik ini disebut lingkaran Bandl (ring van Bandl). Ini tejadi karena

    segmen bawah Rahim terus-menerus tertarik ke proksimal, tetapi tertahan di bagian distalnya

    oleh karena serviks yang terpegang pada tempatnya oleh ligamentum sakrouterina di bagian

  • 9

    belakang, ligamentum kardinal pada kedua belah sisi kanan dan kiri dan ligamentum

    vesikouterina pada dasar kandung kemih. Jika his berlangsung kuat terus menerus tetapi

    bagian terbawah tubuh janin tidak kunjung turun lebih ke bawah melalui jalan lahir,

    lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi (ring van Bandl berpindah mendekati

    pusat) dan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas sehingga dindingnya menjadi sangat

    tipis. Ini menandakan telah terjadi tanda-tanda ruptur uteri iminens dan rahim terancam

    robek.

    Gambar 1.

    A. physiologic retraction ring ; B. pathologic retraction ring

    Pada saatnya dinding segmen bawah rahim itu akan robek spontan pada tempat yang

    tertipis ketika his berikut datang dan terjadilah perdarahan yang banyak bergantung kepada

    luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus. Umumnya robekan terjadi pada

    dinding depan segmen bawah rahim, luka robekan bisa meluas secara melintang atau miring.

    Bila mengenai daerah yang ditutupi ligamentum latum, terjadi luka robekan yang meluas ke

    samping. Robekan bisa juga meluas ke korpus atau ke serviks atau terus ke vagina

    (kolpaporeksis) dan bahkan kadang kala bisa mencederai kandung kemih. Pertumpahan

    darah sebagian besar mengalir ke dalam rongga peritoneum, sebagian yang lain mengalir

    melalui pembukaan serviks ke vagina. Peristiwa robekan pada segmen bawah rahim yang

  • 10

    sudah menipis itu (dalam status ruptura uteri iminens) dipercepat jika ada manipulasi dari

    luar misalnya, dorongan pada perut sekalipun tidak terlalu kuat sudah cukup untuk

    menyebabkan robekan. Demikian juga apabila fundus uteri didorong-dorong seperti yang

    banyak dilakukan pada upaya mempercepat persalinan atau oleh dorongan dari bawah seperti

    pada pemasangan cunam yang sulit dan sebagainya. Oleh karena itu, jika terlihat lingkaran

    Bandl penolong haruslah sangat berhati-hati. Ketika terjadi robekan, pasien merasa amat

    nyeri seperti teriris dalam perutnya, dan his terakhir yang masih kuat itu sekaligus

    mendorong sebagian atau seluruh tubuh janin keluar rongga rahim ke dalam rongga

    peritoneum. Melalui robekan tersebut usus dan omentum mendapat jalan masuk sehingga

    bisa mencapai vagina dan bisa diraba pada saat periksa dalam.(6)

    Gambar 2. Ring van Bandl (https://biechan.wordpress.com/ruptur-uteri/)

    2.6 Gejala klinik

    Secara umum, tanda dan gejala ruptur uteri yang dijumpai berupa terpisahnya parut

    uterus yang diikuti gawat janin akut dan berlanjut dengan hilangnya tanda kehidupan janin,

  • 11

    kemudian berturut-turut perdarahan pervaginam, nyeri perut bawah, bagian janin teraba di

    bawah kulit, pre syok dan syok, nyeri segmen bawah uterus dan hematuria.(4)

    Bila telah terjadi ruptur uteri komplit, sudah pasti ada perdarahan yang bisa dipantau

    pada Hb dan tekanan darah yang menurun, nadi yang cepat, dan kelihatan anemis dan tanda-

    tanda lain dari hipovolemia serta pernapasan yang sulit berhubung nyeri abdomen akibat

    robekan rahim yang mengikutsertakan peritoneum viserale robek dan merangsang ujung

    saraf sensori.(6)

    Pada palpasi, ibu merasa sangat nyeri dan bagian tubuh janin mudah teraba di bawah

    dinding abdomen dan kekuatan his yang sudah sangat menurun seolah dirasakan his telah

    hilang.(6) Hemoperitoneum yang terbentuk bisa merangsang diafragma dan menimbulkan

    nyeri memancar ke dada menyerupai nyeri pada emboli paru atau emboli air ketuban.(6) Nyeri

    perut ibu adalah tanda yang diandalkan, dan terjadi hanya sekitar 22% dari ruptur uteri.(2)

    Terdapat juga pasien yang tidak merasakan nyeri abdomen yang kuat terlebih jika ada

    pemberian obat penenang atau obat untuk mengurangi rasa nyeri dalam persalinan.(6)

    Pada auskultasi, sering tidak terdengar denyut jantung janin tetapi jika janin belum

    meninggal bisa terdeteksi deselerasi patologik (deselerasi variabel yang berat) pada

    pemantauan dengan KTG.(6)

    Pada pemeriksaan dalam, teraba bagian terbawah janin berpindah atau naik kembali

    ke luar pintu atas panggul dan jari-jari pemeriksa bisa menemui robekan yang berhubungan

    dengan rongga peritoneum dan terkadang dapat meraba usus. Namun bila jari-jari tidak

    meraba robekan belum berarti bahwa ruptur uteri tidak ada.(6) Perdarahan vagina hadir dalam

    11-67% dari ruptur uteri, dan syok hipovolemik ibu terjadi pada 29-46%.(2)

  • 12

    2.7 Diagnosis

    Ruptura uteri iminens mudah dikenal pada ring van Bandl yang semakin tinggi dan

    segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang gelisah takut karena nyeri abdomen

    atau his kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin. Untuk menentukan apakah

    ruptur komplit maka perlu dilanjutkan dengan periksa dalam. Pada ruptur uteri komplit jari-

    jari tangan pemeriksa dapat melakukan beberapa hal (1) jari-jari tangan dalam bisa meraba

    permukaan rahim dan dinding perut yang licin ;(2) dapat meraba pinggir robekan, biasanya

    terdapat pada bagian depan di segmen bawah rahim.; (3) dapat memegang usus halus atau

    omentum melalui robekan; (4) dinding perut ibu dapat ditekan menonjol ke atas oleh ujung

    jari-jari tangan dalam sehingga ujung jari-jari tangan luar saling mudah meraba ujung jari-jari

    tangan dalam.(6)

    Selain dengan tanda-tanda klinis, diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan

    penunjang yaitu USG transvaginal untuk melihat adanya ruptur uteri. Selain mendiagnosis

    adanya suatu ruptur uteri, USG dapat melihat adanya suatu ancaman terjadinya ruptur uteri

    yaitu dengan melihat adanya penipisan myometrium pada scar uterus bekas operasi caesar

    sebelumnya.(8)

    2.8 Penanganan

    Penanganan yang utama adalah pencegahan terjadinya ruptur uteri. Pasien risiko

    tinggi haruslah dirujuk agar persalinannya berlangsung dalam rumah sakit yang mempunyai

    fasilitas yang cukup dan diawasi oleh petugas yang berpengalaman.(6)

    Bila telah terjadi ruptur uteri maka tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan

    resusitasi serta antibiotik yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfusi darah

    yang banyak, tindakan anti syok. Jarang sekali bisa dilakukan histerorafia (penjahitan

  • 13

    kembali uterus yang robek) kecuali bila luka robekan masih bersih dan rapih serta pasien

    belum memiliki anak hidup.(6) Histerektomi harus dipertimbangkan menjadi pilihan

    pengobatan ketika perdarahan uterus terjadi atau ketika robekan pada banyak sisi,

    longitudinal, atau letak rendah.(5)

    Jenis perawatan bedah untuk ibu harus tergantung pada faktor-faktor berikut:(5)

    - Jenis ruptur uterus

    - Tingkat ruptur uterus

    - Tingkat perdarahan

    - Kondisi umum ibu

    - Keinginan ibu untuk melahirkan di masa depan

    Manajemen bedah konservatif yang melibatkan perbaikan rahim harus disediakan

    bagi wanita yang memiliki temuan sebagai berikut:(5)

    - Keinginan untuk melahirkan masa depan

    - Ruptur uterus melintang rendah

    - Tidak ada perpanjangan robekan yang luas ke ligamen, leher rahim, atau

    paracolpos

    - Perdarahan uterus mudah dikontrol

    - Kondisi umum yang baik

    - Tidak ada bukti klinis atau laboratorium dari adanya koagulopati.

    Histerektomi terbagi atas 4 tipe:

    1. Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahim diangkat, tetapi mulut

    rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker

  • 14

    mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher rahim)

    secara rutin.

    2. Histerektomi total. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara

    keseluruhannya.

    3. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi ini mengangkat uterus,

    mulut rahim, kedua tuba fallopii, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium

    menyebabkan keadaan penderita seperti menopause meskipun usianya masih muda.

    4. Histerektomi radikal. Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan, dan

    kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis

    kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa penderita.(9)(10)

  • 15

    Gambar 3. Jenis-jenis histerektomi (http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Scheme_

    hysterectomy -en.svg)

    2.9 Komplikasi

    Komplikasi ruptur uteri dapat terjadi baik pada ibu maupun janin yang dikandung.

    1. Ibu

    - Kehilangan darah (anemia):

    Cowan et al dalam Nahum, G menemukan bahwa, 3 dari 5 pasien (60%) yang

    mengalami ruptur uteri, kehilangan darah sebesar 1.500 ml. Dalam sebuah studi oleh

  • 16

    Shipp et al, dalam Nahum,G mengemukakan bahwa 25% (7 dari 28 wanita) yang

    memiliki ruptur uterus menerima transfusi darah.(5)

    - Syok hipovolemik : terjadi karena kehilangan darah yang banyak dan tidak tertangani

    dengan pemberian cairan kristaloid atau transfusi darah segera.(6) Dalam sebuah studi

    oleh Golan et al, dari 93 kasus ruptur uteri, 29% didapati tanda-tanda dan gejala syok

    hipovolemik.(5)

    - Cedera kandung kemih ibu: Lydon-Rochelle et al melaporkan cedera kandung kemih

    yang signifikan pada 7 dari 91 pasien (8%) dengan ruptur uteri. Leung et al

    menemukan bahwa 12% (12 dari 99 pasien) yang mengalami ruptur uteri memiliki

    cystotomies insidental di waktu operasi, total cedera urologi gabungan adalah 19%.(5)

    - Infeksi: dapat terjadi jika pasien merupakan pasien kiriman dan ruptur uteri terjadi

    sebelum tiba rumah sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa

    dalam yang berulang. Pemberian antibiotik spektrum luas dalam dosis tinggi biasanya

    untuk mengantisipasi kejadian sepsis.(6)

    - Kematian ibu : Kematian ibu akibat ruptur uteri terjadi pada 0-1% di negara maju

    modern, tetapi tingkat kematian di negara berkembang adalah 5-10%. Ketersediaan

    fasilitas medis modern di negara-negara maju menjadi kemungkinan untuk

    memperhitungkan persentase kematian ibu.(5)

    2. Janin

    - Hipoksia atau anoksia janin: Leung et al dalam Nahum,G menemukan bahwa 5 dari

    99 neonatus (5%) yang lahir dari ibu yang mengalami ruptur uteri menderita asfiksia

    neonatal.(5)

  • 17

    - Asidosis janin: dalam 99 kasus ruptur uteri, Leung et al dalam Nahum,G menemukan

    bahwa 43 bayi yang baru lahir (43%) memiliki tingkat pH pusar-arteri kurang dari 7,

    dan 25 bayi yang baru lahir ini memiliki tingkat pH kurang dari 6,8. Dalam kaitannya

    dengan tingkat pH tersebut, 39 bayi baru lahir (39%) memiliki skor Apgar kurang

    dari 7 dan 12 di antaranya memiliki skor Apgar kurang dari 3. Faktor yang

    menyebabkan asidosis janin adalah ekstrusi lengkap janin dan plasenta ke dalam

    perut ibu.(5)

    - Kematian janin atau bayi baru lahir: dalam review 33 studi oleh Schrinsky dan

    Benson, 960 kasus ruptur uteri mengakibatkan 620 kematian bayi (65%). Leung et al

    melaporkan bahwa 6 kematian perinatal (6%) terjadi di antara 99 pasien dengan

    ruptur uteri. Landon et al melaporkan tingkat kematian perinatal dari pecahnya rahim

    sebesar 2% (2 dari 124) di antara 19 pusat akademik di Amerika Serikat. Studi ini

    menunjukkan bahwa kejadian kematian perinatal yang berhubungan dengan ruptur

    uterus menurun di era modern.(5)

    - Kematian maternal dan atau perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan

    komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.(6)

    2.10 Prognosis

    Prognosis bergantung pada apakah ruptur uteri terjadi pada uterus yang masih utuh

    atau pada bekas seksio sesarea atau suatu dehisens. Bila terjadi pada bekas seksio sesarea

    atau pada dehisens perdarahan yang terjadi minimal sehingga tidak sampai menimbulkan

    kematian maternal dan kematian perinatal. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kecepatan

    pasien menerima tindakan bantuan yang tepat dan cekatan. Ruptur uteri spontan dalam

    persalinan pada rahim yang tadinya masih utuh mengakibatkan robekan yang luas dengan

  • 18

    pinggir luka yang tidak rata dan bisa meluas ke lateral dan mengenai cabang-cabang arteria

    uterina atau ke dalam ligamentum latum atau meluas ke atas atau ke vagina disertai

    perdarahan yang banyak dengan mortalitas maternal yang tinggi dan kematian perinatal yang

    jauh lebih tinggi.(6)

  • 19

    BAB 3

    PENUTUP

    KESIMPULAN

    Ruptur uteri adalah keadaan darurat yang memerlukan intervensi cepat dan tegas. Jika

    tanda-tanda ruptur uteri iminens terlewatkan, maka dapat berlanjut menjadi ruptur uteri yang

    membahayakan baik bagi ibu maupun janin. Komplikasi terburuk adalah kematian ibu dan janin.

    Oleh sebab itu, maka penanganan ruptur uteri yang paling utama dan tepat adalah kenali

    kehamilan dengan risiko tinggi terjadinya ruptur uteri dan segera rujuk ke rumah sakit yang

    memiliki fasilitas dan tenaga kesehatan yang berpengalaman dan terampil. Dengan demikian

    angka kematian ibu dan janin dapat menurun.

  • 20

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Bratakoesoema D. angka kematian ibu di Indonesia. 2013. Available from:

    http://www.unpad.ac.id/2013/04/prof-dinan-s-bratakoesoema-tinggi-angka-kematian-ibu-

    aki-di-indonesia/

    2. Gruenberg B. Birth emergency skill training. 2008. p. 714. Available from: http://www.stillbirthday.com/wp-content/uploads/2013/08/BESTebook3g.pdf

    3. Mavromatidis G, Karavas G, Siarkou C, Petousis S, Kalogiannidis L, Mamopoulos A, et

    al. Spontaneous Postpartum Rupture of an Intact Uterus: A Case Report. J Clin Med Res

    [Internet]. 2015;7(1):568. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4217756/

    4. Hidayat S. Persalinan pasien pasca bedah caesar [Internet]. Diponegoro; Available from:

    http://eprints.undip.ac.id/12924/1/img-427181723.pdf

    5. Nahum G. Uterine Rupture in Pregnancy. Medscape [Internet]. 2015; Available from:

    http://reference.medscape.com/article/275854-overview

    6. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Saifuddin A, Rachimhadhi T, Wiknjosastro G,

    editors. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2012. 514-21 p.

    7. Rydahl E, Clausen J. An Unreported Uterine Rupture in an Unscarred Uterus After

    Induced Labor With 25 g Misoprostol Vaginally. Sciencedrirect. Denmark; 2014.

    8. Ahmadi F, Siahbazi S, Akhbari F. Incomplete Cesarean Scar Rupture. J Reprod Infertil

    [Internet]. 2013;14(1):435. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3719360/

    9. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah

    Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Histerektomi. Jakarta;

    10. Histerektomi [Internet]. Available from:

    http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Scheme_hysterectomy-en.svg