ca cerviks

36
BAB I REKAM MEDIK I. IDENTIFIKASI Nama : Ny. AW Umur : 41 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Blok A Dusun Suka Rame RT 01 RW 01 Desa Sumber Sari Nibung Musi Rawas Agama : Islam Status : Menikah Bangsa : Indonesia MRS : 29 Oktober 2012 No. RM : 662282 II. ANAMNESIS (autoanamnesis) Anamnesis Umum A. Riwayat perkawinan Kawin 1 kali, lamanya 24 tahun. Menikah pada usia 17 tahun. B. Riwayat Obstetri P 3 A 0 1. Laki-laki, usia 22 tahun 1

Upload: bimaindra9535

Post on 06-Aug-2015

101 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: CA Cerviks

BAB I

REKAM MEDIK

I. IDENTIFIKASI

Nama : Ny. AW

Umur : 41 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Blok A Dusun Suka Rame RT 01 RW 01

Desa Sumber Sari Nibung Musi Rawas

Agama : Islam

Status : Menikah

Bangsa : Indonesia

MRS : 29 Oktober 2012

No. RM : 662282

II. ANAMNESIS (autoanamnesis)

Anamnesis Umum

A. Riwayat perkawinan

Kawin 1 kali, lamanya 24 tahun.

Menikah pada usia 17 tahun.

B. Riwayat Obstetri

P3A0

1. Laki-laki, usia 22 tahun

2..Perempuan, usia 20 tahun

3. Perempuan, usia 13 tahun

1

Page 2: CA Cerviks

C. Riwayat haid

Menarche umur 13 tahun.

Haid teratur 28 hari, lamanya 7 hari, darah haid biasa, sakit waktu haid

tidak ada.

Haid terakhir lupa.

D. Nafsu makan : Biasa

Miksi : Biasa

Defekasi : Biasa

E. Riwayat penyakit yang pernah diderita

DM disangkal

Penyakit jantung disangkal

Hipertensi disangkal

F. Keterangan Singkat Perawatan Dulu

Anamnesis Khusus

Keluhan utama : Perdarahan dari kemaluan

RPP :

+ Sejak 1 tahun yang lalu os mengeluh keluar cairan bercampur darah dan

berbau busuk kadang-kadang dengan disertai darah berwarna merah segar. Os

berobat ke RSUD, kemudian os dirujuk ke RSMH.

III. PEMERIKSAAN FISIK

2

Page 3: CA Cerviks

A. Status present

Berat badan : 54 kg

Tinggi badan : 151 cm

Tipe badan : Atletikus

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,7 ºC

Keadaan gizi : Sedang

Mata : Pucat / Ikterus (-/-)

Payudara : Hiperpigmentasi (-/-)

Jantung : HR 86 x/menit. Murmur (-). Gallop (-)

Paru-paru : Vesikuler (+) normal. Ronkhi (-/-). Wheezing (-/-)

Hati dan limpa : Tidak teraba

Ekstremitas : Edema (-/-)

Refleks fisiologis (+/+)

Refleks patologis (-/-)

B. Status ginekologis

Pemeriksaan Luar

Abdomen datar, lemas, simetris. Fundus uteri tak teraba, massa (-),

nyeri tekan (-). Tanda cairan bebas (-).

Inspekulo

3

Page 4: CA Cerviks

Portio berdungkul - dungkul, rapuh, mudah berdarah, massa eksofitik,

ukuran 5x5x4 cm. Infiltrasi vagina (-)

Pemeriksaan Dalam

Vulva / vagina licin. Portio berdungkul-dungkul, rapuh, mudah

berdarah, massa eksofitik, ukuran 4x5x5 cm. Infiltrasi vagina (-).

Corpus Uteri ~ Normal. Adneksa Parametrium kanan - kiri tegang.

Cavum douglasi tidak menonjol.

Rectal Toucher

Tonus sphincter ani baik. Mukosa licin. Ampula recti kosong, massa

intra lumen (-). CUT ~normal. Adneksa parametrium kanan - kiri

tegang. Cavum douglasi tak menonjol. Cancer Free Space (CFS)

kanan 100% dan CFS kiri 75%.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Darah (Tanggal 30 Oktober 2012)

Hematologi

Hb : 10,4 g/dL

Leukosit : 8.900 mm3

V. DIAGNOSIS KERJA

Karsinoma serviks stadium II B pro kemoterapi neoadjuvant seri ke III

weekly.

VI. PROGNOSIS

4

Page 5: CA Cerviks

Five years Survival Rate : 26-42 %

VII. PENATALAKSANAAN

MRS

Perbaiki keadaan umum

IVFD RL dan NaCl = 1 : 1 gtt xv

R/ kemoradiasi (flatosin weekly)

BAB II

PERMASALAHAN

5

Page 6: CA Cerviks

1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?

2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?

3. Apakah faktor predisposisi karsinoma serviks pada pasien ini?

4. Apakah prognosis pada pasien ini?

BAB III

ANALISIS KASUS

6

Page 7: CA Cerviks

Diagnosis

Kasus ini di diagnosis sebagai karsinoma cervix berdasarkan hasil anamnesis

dan pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis yang dilakukan pada 29 Oktober 2012, diketahui bahwa

penderita mempunyai keluhan keluar cairan dari kemaluan sejak 1 tahun yang lalu,

cairan keluar bercampur darah dan berbau busuk yang kadang-kadang disertai darah

berwarna merah segar.

Dari hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 29 Oktober 2012, dari status

ginekologis penderita didapatkan Pemeriksaan luar : abdomen datar, lemas, simetris,

fundus uteri tidak teraba, massa tidak ada, nyeri tekan tidak ada, dan tidak ada tanda

cairan bebas. Inspekulo : Portio berdungkul- dungkul, rapuh, mudah berdarah,

endofitik, ukuran 2x2x1 cm, fluksus (-). Pemeriksaan dalam : serviks : portio

berdungkul-dungkul, endofitik, ukuran 2x2x1 cm, rapuh, mudah berdarah, CUT:

~normal, adnexa parametrium kanan-kiri tegang, cavum douglasi tak menonjol,

infiltrasi 1/3 proksimal vagina.

Rectal toucher : tonus sphingter ani baik, mukosa licin, ampula kosong, massa

intra lumen (-), CUT: ~normal. Cancer Free Space (CFS) kanan 0 % dan Cancer Free

Space kiri 0 %.

Pemeriksaan hemoglobin 10,4 gr/dl dan leukosit 32.000/mm3

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, maka diagnosis pasien ini telah

ditegakkan dengan tepat yaitu Ca cervix grade II B.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang diberikan bagi penderita karsinoma serviks stadium IIIB

seharusnya adalah dengan melakukan radiasi pada target primer yaitu uterus dan

tumor, sedangkan pada target sekunder pada KGB pelvis dan KGB iliaka kommunis.

7

Page 8: CA Cerviks

Yang diberikan pada target primer adalah pemberian radiasi eksternal 50 gray/

5-6 minggu + booster intrakaviter – LDR 30-35 gray, titik A (35-40 gray). Radiasi

eksterna ditujukan pada kelenjar getah bening dan penjalaran parametrium dinding

panggul. Untuk mengurangi efek samping, digunakan sinar energi megavolt,

misalnya Co 60 dengan dosis fraksinasi 200cGy/ hr. Sedangkan target sekunder

diberikan radiasi eksternal 50 gray/5 minggu.Konkruen kemoradiasi yang

dilaksanakan berupa sisplastin dengan dosis 40 mg / m2 selama pemberian radiasi

eksterna.

Faktor Predisposisi

Kejadian karsinoma serviks berhubungan erat dengan sejumlah faktor

ekstrinsik, berupa usia koitus yang sangat muda (kurang dari 16 tahun). Insidennya

meningkat dengan tingginya paritas, sosioekonomi rendah, higiene seksual jelek,

aktifitas seksual yang sering berganti pasangan dan kebiasaan merokok.

Pada kasus ini faktor faktor predisposisi yang mungkin antara lain adalah

1) Multiparitas, pada pasien ini telah mengalami kehamilan sebanyak 3 kali

2) Usia koitus pertama kali 17 tahun yang merupakan faktor predisposisi

terjadinya Ca cervix.

3) Usia 41 tahun dalam evidence base termasuk dalam golongan yang paling

sering terkena kanker serviks;

4) Sosial ekonomi yang rendah (pasien dan keluarga berprofesi sebagai

petani/berkebun) sedikit banyak berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat

tentang penyakit menular seksual; dan

5) Higiene daerah maupun aktivitas seksual.

Prognosis

Five years survival rates pada penderita Ca.Cervix stadium IIIB adalah

berkisar antara 26-42% dimana telah terjadi komplikasi ke organ lainnya, dan pada

8

Page 9: CA Cerviks

pasien komplikasi yang terjadi adalah hidronefrosis grade II pada ginjal kanan dan

hydronefosis grade I ginjal kiri.

9

Page 10: CA Cerviks

BAB IV

KESIMPULAN

1.

10

Page 11: CA Cerviks

BAB V

TINJAUAN PUSTAKA

A. EPIDEMIOLOGI

Kanker cerviks uteri merupakan kanker pada wanita nomor dua tersering

diseluruh dunia, yaitu 15% dari semua kanker pada wanita. Dinegara berkembang

merupakan kanker yang terbanyak yaitu 20-39% dari semua kanker pada wanita.

Dinegara maju frekeunsinya hanya berkisar antara 4-6%. Di Indonesia, diantara

tumor ganas ginekologik, kanker serviks masih menduduki tingkat pertama.

Prevalensi umur penderita berkisar antara 30-60 tahun, terbanyak umur 45-50 tahun.

Periode laten pada fase prainvasive menjadi invasive sekitar 10 tahun, hanya 9% dari

penderita berumur 35 tahun yang menunjukan keganasan serviks uteri pada saat

terdiagnosis, sedangkan 53% dari karsinoma insitu terdapat pada wanita dibawah

umur 35 tahun.

B. ETIOLOGI

Kejadiannya berhubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diataranya :

jarang ditemukan pada perawan, coitarche diusia sangat muda (16 tahun), multi

paritas dengan jarak persalinan terlalu dekat, sosek rendah, higien seksual jelek,

merokok, promiskuitas serta jarang ditemukan pada wanita yang suaminya

disirkumsisi.

Seiring dengan berkembangan biomolekuler, tampak bahwa HPV anogenital

beperan penting dalam patogenesis kanker serviks. Pada 90-95 % kanker serviks telah

dibuktikan adanya hubungan dengan HPV resiko tinggi. Pada saat ini diketahui

11

Page 12: CA Cerviks

terdapat 70 macam tipe HPV. Yang dimaksud dengan HPV tipe “high risk” adalah

HPV tipe 16,18,31, 33, 39, 45, 51, 52, 56 dan 58. Tipe 16 dan 18 merupakan tipe

HPV onkogen yang dapat menyebabkan instabilitas kromosomal, terjadinya mutasi

dalam DNA dan gangguan regulasi pertumbuhan. Sedangkan HPV tipe 6, 11, 42, 43

dan 44 disebut “low risk” yang merupakan tipe non-onkogen.

C. PATOLOGI

Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi ektoserviks

(portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo kolumnar junction

(SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang pada wanita diatas 35

tahun, didalam kanalis serviks.

Tumor dapat tumbuh :

1. Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang

mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.

2 Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung

infitratif membentuk ulkus

2. Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis dengan

melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks normal

secara alami mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua jenis epitel

yang melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang errosif (metaplasia

skuamos) yang semula faali berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik)

melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma

invasive. Sekali menjadi mikroinvasive. Proses keganasan akan berjalan terus.

D.PENYEBARAN

Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum

ke dalam vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara

limfogen terjadi terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun stasiun

12

Page 13: CA Cerviks

kelenjar di pelvis minor, baru kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan

baru terjadi penyebaran hematogen (hepar, tulang).

Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah :

1. fornices dan dinding vagina

2. korpus uteri

3. parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum

rektovagina dan kandung kemih.

Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe

regional melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika,

parasakral, paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia

di kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta otak.

E. DIAGNOSA

Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut.

Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah

kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi

prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan

kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka

kematian akibat kanker serviks.

a. Keputihan.

Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk akibat

infeksi dan nekrosis jaringan.

b. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan

timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering terjadi

diluar senggama.

b. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrsi sel tumor keserabut saraf.

c. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.

13

Page 14: CA Cerviks

Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa

kanker serviks adalah :

1. Sitologi.

Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat

bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus

mengandung komponen ektoserviks dan endoserviks.

2. Kolposkopi.

Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu

alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya didalamya.

Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standart bila ditemukan pap

smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkop, merupakan

pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel sevik, pembuluh

darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya

terbatas paada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina. Tujuan

pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa histologik, tetapi

untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan.

3. Biopsi.

Biopsi dilakukan didaerah abnormal di bagian yang telah dilakukan

kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara

konisasi.

F. PENATALAKSANAAN

1. Karsinoma serviks mikroinvasive

Histerektomi totalis

2. Stadium IA1

TAH/TVH. Bila disertai VAIN dilakukan pengangkatan vaginal cuff.

3. Stadium IA2

Histerektomi radikal tipe 2 dan limfe adenektomi pelvis

14

Page 15: CA Cerviks

4. Ca invasive

Biopsi untuk konfirmasi diagnosis

5. Stadium IB1 – IIA < 4cm

Jika mempunyai prognosis baik dapat dikontrol dengan operasi dan radio

terapi

6. Stadium IB2 – IIA >4cm

Kemoradiasi primer

Histerektomi radikal primer + limfadenektomi + radiasi neoadjuvan

Kemoterapi neo adjuvan

7. Ca serviks stadium lanjut meliputi stadium IIB, III, IV A

Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna

dilanjutkan intrakaviter radioterapi. Terapi variasi yang sering diberikan

khemoradiasi, khemoterapi yang sering diberikan antara lain cisplatinum,

pachitaxel, docetaxel, fluorourasil, gemcitabine

8. Stadium IV B

Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi paliatif yang diberikan

Radioterapi, Kemoterapi, dan Radikal Histerektomi

Adapun alasan untuk memilih salah satu terapi diatas adalah berdasarkan

keuntungan dan kerugian masing-masing terapi.

KEMOTERAPI

Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika

yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker.

Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker :

Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja

terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel

kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut

Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat proliferasinya maka kepekaannya

semakin rendah. Hal ini disebut Kemoresisten.

15

Page 16: CA Cerviks

Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :

1)     Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik

Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti

sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.

2)      Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel,

yang berakibat menghambat sintesis DNA.

3)      Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja

pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.

4)      Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat

sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari

sel-sel kanker tersebut.

Pola pemberian kemoterapi :

1)      Kemoterapi Induksi

Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel

kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau

pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan

pengobatan penyelamatan.

2)      Kemoterapi Adjuvan

Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau

radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau

metastase kecil yang ada (micro metastasis).

3)      Kemoterapi Primer

Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada

kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan

yang lain misalnya bedah atau radiasi.

4)      Kemoterapi Neo-Adjuvan

Diberikan mendahului/sebelum pengobatan/tindakan yang lain seperti

pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi.

16

Page 17: CA Cerviks

Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau

radiasi akan lebih berhasil guna.

Cara pemberian obat kemoterapi

1)      Intra vena (IV)

Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV

pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau

dengan continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat

tetesannya.

2)      Intra tekal (IT)

Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor

dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C.

3)      Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi,

tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain

Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.

4)      Oral

Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®,

Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.

5)      Subkutan dan intramuskular

Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-

Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per

IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.

6)      Topikal

7)      Intra arterial

8)      Intracavity

9)      Intraperitoneal/Intrapleural

Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak

pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu

diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan

17

Page 18: CA Cerviks

pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak ,

contohnya Bleocin

Tujuan pemberian kemoterapi.

1)      Pengobatan.

2)      Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.

3)      Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.

4)      Mengurangi komplikasi akibat metastase.

 Efek samping kemoterapi.

Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :

1.      Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24

jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.

2.      Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam

beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan

stomatitis.

3.      Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul

dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer,

neuropati.

4.      Efek samping yang terjadi kemudian ( Late Side Effects) yang timbul dalam

beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.

Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap

pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap

penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan

psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna.

Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi

sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah

mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan

muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab

berlangsung tidak melebihi 24 jam.

18

Page 19: CA Cerviks

Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah

putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia),

supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau

kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit

mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan

waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada supresi

sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu

pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima.

Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada

minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat

mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada

traktus gastrointestinal.

Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai pada

kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah

kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati,

sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan

perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru.

Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi,

sebagian besar penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru umumnya

irreversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika

selanjutnya karena banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping

pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi.

RADIOTERAPI

Dalam menentukan teknik dan dosis radiasi pada pengobatan karsinoma serviks uteri

perlu dipertimbangkan faktor daya toleransi dari jaringan-jaringan di dalam rongga

pelvis.

Teknik radiasi

19

Page 20: CA Cerviks

Kombinasi antara radiasi lokal dan radiasi eksternal merupakan oilihan yang

umumnya diberikan dengan maksud:

Radiasi lokal (intrakaviter) dapat memberikan dosis tinggi pada serviks dan

korpus uteri tetapi dosis cepat menurun pada jaringan di sekitarnya, sehingga

dosis ke rektum, sigmoid, kandung kencing dan ureter dapat dibatasi sampai

batas-batas toleransi.

Kemungkinan timbulnya metastase limfogen pada karsinoma serviks uteri

cukup tinggi. Oleh karena itu kelenjar-kelenjar dalam panggul kecil harus

mendapat penyinaran juga. Dosis radiasi lokal cepat menurun diluar uterus,

sehingga dosis yang sampai pada kelenjar limfe sangat rendah. Untuk

mencapai dosis yang dapat mengamankan metastasis kelenjar limfe ini

diperlukan penyinaran luar yang dapat memberikan distribusi dosis yang

merata pada daerah yang lebih luas.

Komplikasi-komplikasi sesudah terapi radiologik antara lain;

a. Komplikasi umum

Gejala umum yang sering timbul adalah nafsu makan menurun, rasa mual,

lesu, dan tidak ada gairah kerja. Pada keadaan yang lebih berat terdapat

muntah-muntah, tidak bisa makan, lemah, sampai tidak bisa bangun dari

tempat tidur. Berat ringannya gejala-gejala sangan dipengaruhi oleh status

fisik dan psikologi penderita.

b. Komplikasi lokal

Gejala-gejala yang timbul ialah gejala-gejala dari alat-alat tubuh yang terkena

radiasi secara langsung, yaitu:

Problema koitus (pengkerutan vagina)

Fistel radiologik

Gejala sistitis

Proktitis hemoragik

20

Page 21: CA Cerviks

Fibrosis daerah pelvis demikian luas terutama pada penyinaran yang luas

dengan dosis yang tinggi sehingga timbul frozen pelvis dengan

kemungkinan penyempitan vagina, rectum, kandung kencing atau ureter.

Atropi mucosa rectum yang disertai teleangiektasi yang sewaktu-waktu

bila defekasi keras dapat menimbulkan perdarahan

Nekrosis pada dinding vagina dengan kemungkinan timbulnya fistula

rectovaginalis atau fistula vesikovaginalis.

HISTEREKTOMI RADIKAL

Operasi radikal yang memerlukan waktu yang cukup lama, tidak mungkin

tanpa terjadi komplikasi. Oleh karena itu, persiapan operasi perlu dilakukan dengan

cermat sehingga dapat mengurangi komplikasi seperti lazimnya komplikasi operasi,

yaitu :

1. Trias pokok komplikasi (perdarahan, infeksi dan trauma tindakan operasi).

2. Komplikasi emboli (kardiovaskular dan paru).

3. Komplikasi lainnya

Emboli dan emboli paru yang berat

Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya emboli paru, yaitu :

1. Operasi yang lama saat mengangkat jaringan lemak di pelvis.

2. Invasi sel karsinoma yang dapat menimbulkan emboli melalui proses “

hiperkoagulasi”

Komplikasi alat perkemihan

Manipulasi yang cukup lama dan bervariasi sekitar pelvis menyebabkan

kemungkinan terjadi komplikasi alat perkemihan pada :

1. Disfungsi vesikouterina

Kejadian ini berkaitan dengan upaya penyisihan dan upaya pemotongan

ligamentum kardinale yang terlalu ke lateral dan pemotongan ligamentum

sakrouterinum terlalu dekat dengan rektum.

21

Page 22: CA Cerviks

2. Fistula

Manipulasi yang berat di sekitar vesika urinaria

Infeksi pascaoperatif

Infeksi yang berat dapat menimbulkan komplikasi berantai, seperti :

Sepsis meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

Memperpanjang hospitalisasi

Terjadi wound dehicense

Pembentukan abses sekitar pelvis.

G. FOLLOW UP

Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama, kemudian tiap 6 bulan, tergantung

keadaan. Jangan lupa meraba kelenjar inguinal dan supraclavikla, abdomen,

abdominal vaginal, dan abdominalrektal, pemeriksan sitologik tunggul vagina, dan

foto rontgen thoraks ( setiap 6 bulan)

Kolposkopi untuk meneliti tunggul vagina, serta bentuk-bentuk praganas.

Rektoskopi, sistoskopi, renogram, IVP, dan CT scan panggul, hanya dilakukan

menurut indikasi.

H. PROGNOSIS

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah: umur, keadaan umum,

tingkat klinik keganasan, ciri histologi sel tumor, kemampuan tim penolong, dan

sarana pengobatan.

Angka ketahanan hidup 5 tahun menurut data internasional

Tingkat AKH-5 Thn

TIS Hampir 100%

22

Page 23: CA Cerviks

T1

T2

T3

T4

70-85%

40-60%

30-40%

<10%

DAFTAR PUSTAKA

23

Page 24: CA Cerviks

1. Wiknjosastro H. Karsinoma Serviks Uterus. Dalam : Wiknjosastro H. Ilmu

Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta : 1999,380-

388

2. Mansjoer A dkk. Kanker Serviks. Dalam : Mansjoer A dkk. Kapita Selekta

Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta; 2001, 379-381.

3. Moechtar R. Sinopsis Obstetri. EGC : Jakarta; 1998

4. Agustria ZS. Penuntun pelaksanaan praktis kanker ginekologi. Palembang,

2004;20-26

5. Campion M. Preinvsive disease. In: Berek JS,, Hacker NF. Practical ginekologic

oncology. 3rd ed.. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000;271-315

6. Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia

Kedokteran 2001;133;9-14.

7. Wright TC, Kurman RJ, Ferenzy . Precancerous lessins of the cervix. In: Kurman

RJ. Ed. Blaustein’s pthology of the female genil tract. 4ed . New York: Springe-

Verrlg, 1994;229-227.

8. Sulastri H. Patologi neoplsma intraepithelial skuamosa (NIS). Kursus kolposkopi

pra-PIT POGI XII. Palembang, 2001.

9. Kaufman RH. Adam E. Vonka V. Human papilloma virus infection and cervikal

carcinoma. Clin obstet gynecol 2002;43:363-80

10. Sjamsuddin S. Kolposkopi serviks normal. Kursus kolposkopi pra-PIT POGI

XII.Palembang, 2001

11. Nuranna L. Kolposkopi serviks abnormal. Kursus kolposkopi pra-PIT POGI

XII.Palembang, 2001

12. Berek JS, Adashi ES, Hilland PA. Novak’s Gynecology. 20 th ed. USA,

1996;1121-1131.

13. Manuaba IB. Operasi Ginekologi Onkologi. Dalam : Manuaba IB. Dasar-dasar

Teknik Operasi Ginekologi. EGC : Jakarta : 2004;429-430.

14. Bosman FT, Wagener DJ, et al. Tumor alat kelamin wanita. Dalam : Bosman FT,

Wagener DJ, et al. Onkologi. Edisi kelima. Yogyakarta : 1996;494-507.

24

Page 25: CA Cerviks

15. Andrijono. Sinopsis Kanker Ginekologi. Jakarta : 2003; 14-35.

16. Ansari MA, Staebler A, Zaino RJ, et al. Distinction of Endocervical and

Endometrial Adonocarcinomas Immunohistochemical p16 Expression Correlated

With Human Papillomavirus (HPV) DNA Detection. Am J Surg Pathol

2004;28:160-167.

17. Wright TC, Kurman RJ, Ferenczy A. Blaustein’s Pathology of the Female Genital

Tract. Fourth Edition. Baltimor:1993; 229-312.

25