ca cerviks
TRANSCRIPT
BAB I
REKAM MEDIK
I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. AW
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Blok A Dusun Suka Rame RT 01 RW 01
Desa Sumber Sari Nibung Musi Rawas
Agama : Islam
Status : Menikah
Bangsa : Indonesia
MRS : 29 Oktober 2012
No. RM : 662282
II. ANAMNESIS (autoanamnesis)
Anamnesis Umum
A. Riwayat perkawinan
Kawin 1 kali, lamanya 24 tahun.
Menikah pada usia 17 tahun.
B. Riwayat Obstetri
P3A0
1. Laki-laki, usia 22 tahun
2..Perempuan, usia 20 tahun
3. Perempuan, usia 13 tahun
1
C. Riwayat haid
Menarche umur 13 tahun.
Haid teratur 28 hari, lamanya 7 hari, darah haid biasa, sakit waktu haid
tidak ada.
Haid terakhir lupa.
D. Nafsu makan : Biasa
Miksi : Biasa
Defekasi : Biasa
E. Riwayat penyakit yang pernah diderita
DM disangkal
Penyakit jantung disangkal
Hipertensi disangkal
F. Keterangan Singkat Perawatan Dulu
Anamnesis Khusus
Keluhan utama : Perdarahan dari kemaluan
RPP :
+ Sejak 1 tahun yang lalu os mengeluh keluar cairan bercampur darah dan
berbau busuk kadang-kadang dengan disertai darah berwarna merah segar. Os
berobat ke RSUD, kemudian os dirujuk ke RSMH.
III. PEMERIKSAAN FISIK
2
A. Status present
Berat badan : 54 kg
Tinggi badan : 151 cm
Tipe badan : Atletikus
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7 ºC
Keadaan gizi : Sedang
Mata : Pucat / Ikterus (-/-)
Payudara : Hiperpigmentasi (-/-)
Jantung : HR 86 x/menit. Murmur (-). Gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+) normal. Ronkhi (-/-). Wheezing (-/-)
Hati dan limpa : Tidak teraba
Ekstremitas : Edema (-/-)
Refleks fisiologis (+/+)
Refleks patologis (-/-)
B. Status ginekologis
Pemeriksaan Luar
Abdomen datar, lemas, simetris. Fundus uteri tak teraba, massa (-),
nyeri tekan (-). Tanda cairan bebas (-).
Inspekulo
3
Portio berdungkul - dungkul, rapuh, mudah berdarah, massa eksofitik,
ukuran 5x5x4 cm. Infiltrasi vagina (-)
Pemeriksaan Dalam
Vulva / vagina licin. Portio berdungkul-dungkul, rapuh, mudah
berdarah, massa eksofitik, ukuran 4x5x5 cm. Infiltrasi vagina (-).
Corpus Uteri ~ Normal. Adneksa Parametrium kanan - kiri tegang.
Cavum douglasi tidak menonjol.
Rectal Toucher
Tonus sphincter ani baik. Mukosa licin. Ampula recti kosong, massa
intra lumen (-). CUT ~normal. Adneksa parametrium kanan - kiri
tegang. Cavum douglasi tak menonjol. Cancer Free Space (CFS)
kanan 100% dan CFS kiri 75%.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah (Tanggal 30 Oktober 2012)
Hematologi
Hb : 10,4 g/dL
Leukosit : 8.900 mm3
V. DIAGNOSIS KERJA
Karsinoma serviks stadium II B pro kemoterapi neoadjuvant seri ke III
weekly.
VI. PROGNOSIS
4
Five years Survival Rate : 26-42 %
VII. PENATALAKSANAAN
MRS
Perbaiki keadaan umum
IVFD RL dan NaCl = 1 : 1 gtt xv
R/ kemoradiasi (flatosin weekly)
BAB II
PERMASALAHAN
5
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat?
3. Apakah faktor predisposisi karsinoma serviks pada pasien ini?
4. Apakah prognosis pada pasien ini?
BAB III
ANALISIS KASUS
6
Diagnosis
Kasus ini di diagnosis sebagai karsinoma cervix berdasarkan hasil anamnesis
dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis yang dilakukan pada 29 Oktober 2012, diketahui bahwa
penderita mempunyai keluhan keluar cairan dari kemaluan sejak 1 tahun yang lalu,
cairan keluar bercampur darah dan berbau busuk yang kadang-kadang disertai darah
berwarna merah segar.
Dari hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 29 Oktober 2012, dari status
ginekologis penderita didapatkan Pemeriksaan luar : abdomen datar, lemas, simetris,
fundus uteri tidak teraba, massa tidak ada, nyeri tekan tidak ada, dan tidak ada tanda
cairan bebas. Inspekulo : Portio berdungkul- dungkul, rapuh, mudah berdarah,
endofitik, ukuran 2x2x1 cm, fluksus (-). Pemeriksaan dalam : serviks : portio
berdungkul-dungkul, endofitik, ukuran 2x2x1 cm, rapuh, mudah berdarah, CUT:
~normal, adnexa parametrium kanan-kiri tegang, cavum douglasi tak menonjol,
infiltrasi 1/3 proksimal vagina.
Rectal toucher : tonus sphingter ani baik, mukosa licin, ampula kosong, massa
intra lumen (-), CUT: ~normal. Cancer Free Space (CFS) kanan 0 % dan Cancer Free
Space kiri 0 %.
Pemeriksaan hemoglobin 10,4 gr/dl dan leukosit 32.000/mm3
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, maka diagnosis pasien ini telah
ditegakkan dengan tepat yaitu Ca cervix grade II B.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan bagi penderita karsinoma serviks stadium IIIB
seharusnya adalah dengan melakukan radiasi pada target primer yaitu uterus dan
tumor, sedangkan pada target sekunder pada KGB pelvis dan KGB iliaka kommunis.
7
Yang diberikan pada target primer adalah pemberian radiasi eksternal 50 gray/
5-6 minggu + booster intrakaviter – LDR 30-35 gray, titik A (35-40 gray). Radiasi
eksterna ditujukan pada kelenjar getah bening dan penjalaran parametrium dinding
panggul. Untuk mengurangi efek samping, digunakan sinar energi megavolt,
misalnya Co 60 dengan dosis fraksinasi 200cGy/ hr. Sedangkan target sekunder
diberikan radiasi eksternal 50 gray/5 minggu.Konkruen kemoradiasi yang
dilaksanakan berupa sisplastin dengan dosis 40 mg / m2 selama pemberian radiasi
eksterna.
Faktor Predisposisi
Kejadian karsinoma serviks berhubungan erat dengan sejumlah faktor
ekstrinsik, berupa usia koitus yang sangat muda (kurang dari 16 tahun). Insidennya
meningkat dengan tingginya paritas, sosioekonomi rendah, higiene seksual jelek,
aktifitas seksual yang sering berganti pasangan dan kebiasaan merokok.
Pada kasus ini faktor faktor predisposisi yang mungkin antara lain adalah
1) Multiparitas, pada pasien ini telah mengalami kehamilan sebanyak 3 kali
2) Usia koitus pertama kali 17 tahun yang merupakan faktor predisposisi
terjadinya Ca cervix.
3) Usia 41 tahun dalam evidence base termasuk dalam golongan yang paling
sering terkena kanker serviks;
4) Sosial ekonomi yang rendah (pasien dan keluarga berprofesi sebagai
petani/berkebun) sedikit banyak berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat
tentang penyakit menular seksual; dan
5) Higiene daerah maupun aktivitas seksual.
Prognosis
Five years survival rates pada penderita Ca.Cervix stadium IIIB adalah
berkisar antara 26-42% dimana telah terjadi komplikasi ke organ lainnya, dan pada
8
pasien komplikasi yang terjadi adalah hidronefrosis grade II pada ginjal kanan dan
hydronefosis grade I ginjal kiri.
9
BAB IV
KESIMPULAN
1.
10
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
A. EPIDEMIOLOGI
Kanker cerviks uteri merupakan kanker pada wanita nomor dua tersering
diseluruh dunia, yaitu 15% dari semua kanker pada wanita. Dinegara berkembang
merupakan kanker yang terbanyak yaitu 20-39% dari semua kanker pada wanita.
Dinegara maju frekeunsinya hanya berkisar antara 4-6%. Di Indonesia, diantara
tumor ganas ginekologik, kanker serviks masih menduduki tingkat pertama.
Prevalensi umur penderita berkisar antara 30-60 tahun, terbanyak umur 45-50 tahun.
Periode laten pada fase prainvasive menjadi invasive sekitar 10 tahun, hanya 9% dari
penderita berumur 35 tahun yang menunjukan keganasan serviks uteri pada saat
terdiagnosis, sedangkan 53% dari karsinoma insitu terdapat pada wanita dibawah
umur 35 tahun.
B. ETIOLOGI
Kejadiannya berhubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diataranya :
jarang ditemukan pada perawan, coitarche diusia sangat muda (16 tahun), multi
paritas dengan jarak persalinan terlalu dekat, sosek rendah, higien seksual jelek,
merokok, promiskuitas serta jarang ditemukan pada wanita yang suaminya
disirkumsisi.
Seiring dengan berkembangan biomolekuler, tampak bahwa HPV anogenital
beperan penting dalam patogenesis kanker serviks. Pada 90-95 % kanker serviks telah
dibuktikan adanya hubungan dengan HPV resiko tinggi. Pada saat ini diketahui
11
terdapat 70 macam tipe HPV. Yang dimaksud dengan HPV tipe “high risk” adalah
HPV tipe 16,18,31, 33, 39, 45, 51, 52, 56 dan 58. Tipe 16 dan 18 merupakan tipe
HPV onkogen yang dapat menyebabkan instabilitas kromosomal, terjadinya mutasi
dalam DNA dan gangguan regulasi pertumbuhan. Sedangkan HPV tipe 6, 11, 42, 43
dan 44 disebut “low risk” yang merupakan tipe non-onkogen.
C. PATOLOGI
Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi ektoserviks
(portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo kolumnar junction
(SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang pada wanita diatas 35
tahun, didalam kanalis serviks.
Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
2 Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung
infitratif membentuk ulkus
2. Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis dengan
melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks normal
secara alami mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua jenis epitel
yang melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang errosif (metaplasia
skuamos) yang semula faali berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik)
melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma
invasive. Sekali menjadi mikroinvasive. Proses keganasan akan berjalan terus.
D.PENYEBARAN
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum
ke dalam vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara
limfogen terjadi terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun stasiun
12
kelenjar di pelvis minor, baru kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan
baru terjadi penyebaran hematogen (hepar, tulang).
Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah :
1. fornices dan dinding vagina
2. korpus uteri
3. parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum
rektovagina dan kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe
regional melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika,
parasakral, paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia
di kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta otak.
E. DIAGNOSA
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut.
Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah
kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi
prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan
kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka
kematian akibat kanker serviks.
a. Keputihan.
Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk akibat
infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan
timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering terjadi
diluar senggama.
b. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrsi sel tumor keserabut saraf.
c. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
13
Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa
kanker serviks adalah :
1. Sitologi.
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat
bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus
mengandung komponen ektoserviks dan endoserviks.
2. Kolposkopi.
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu
alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya didalamya.
Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standart bila ditemukan pap
smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkop, merupakan
pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel sevik, pembuluh
darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya
terbatas paada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina. Tujuan
pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa histologik, tetapi
untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan.
3. Biopsi.
Biopsi dilakukan didaerah abnormal di bagian yang telah dilakukan
kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara
konisasi.
F. PENATALAKSANAAN
1. Karsinoma serviks mikroinvasive
Histerektomi totalis
2. Stadium IA1
TAH/TVH. Bila disertai VAIN dilakukan pengangkatan vaginal cuff.
3. Stadium IA2
Histerektomi radikal tipe 2 dan limfe adenektomi pelvis
14
4. Ca invasive
Biopsi untuk konfirmasi diagnosis
5. Stadium IB1 – IIA < 4cm
Jika mempunyai prognosis baik dapat dikontrol dengan operasi dan radio
terapi
6. Stadium IB2 – IIA >4cm
Kemoradiasi primer
Histerektomi radikal primer + limfadenektomi + radiasi neoadjuvan
Kemoterapi neo adjuvan
7. Ca serviks stadium lanjut meliputi stadium IIB, III, IV A
Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna
dilanjutkan intrakaviter radioterapi. Terapi variasi yang sering diberikan
khemoradiasi, khemoterapi yang sering diberikan antara lain cisplatinum,
pachitaxel, docetaxel, fluorourasil, gemcitabine
8. Stadium IV B
Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi paliatif yang diberikan
Radioterapi, Kemoterapi, dan Radikal Histerektomi
Adapun alasan untuk memilih salah satu terapi diatas adalah berdasarkan
keuntungan dan kerugian masing-masing terapi.
KEMOTERAPI
Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika
yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker.
Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker :
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja
terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel
kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut
Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat proliferasinya maka kepekaannya
semakin rendah. Hal ini disebut Kemoresisten.
15
Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :
1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik
Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti
sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel,
yang berakibat menghambat sintesis DNA.
3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja
pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
4) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat
sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari
sel-sel kanker tersebut.
Pola pemberian kemoterapi :
1) Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel
kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau
pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan
pengobatan penyelamatan.
2) Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau
radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau
metastase kecil yang ada (micro metastasis).
3) Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada
kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan
yang lain misalnya bedah atau radiasi.
4) Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan mendahului/sebelum pengobatan/tindakan yang lain seperti
pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi.
16
Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau
radiasi akan lebih berhasil guna.
Cara pemberian obat kemoterapi
1) Intra vena (IV)
Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV
pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau
dengan continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat
tetesannya.
2) Intra tekal (IT)
Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor
dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C.
3) Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi,
tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain
Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.
4) Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®,
Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.
5) Subkutan dan intramuskular
Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-
Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per
IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.
6) Topikal
7) Intra arterial
8) Intracavity
9) Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak
pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu
diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan
17
pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak ,
contohnya Bleocin
Tujuan pemberian kemoterapi.
1) Pengobatan.
2) Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.
3) Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
4) Mengurangi komplikasi akibat metastase.
Efek samping kemoterapi.
Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1. Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24
jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan
stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul
dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer,
neuropati.
4. Efek samping yang terjadi kemudian ( Late Side Effects) yang timbul dalam
beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap
pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap
penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan
psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna.
Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi
sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah
mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan
muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab
berlangsung tidak melebihi 24 jam.
18
Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah
putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia),
supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau
kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit
mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan
waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada supresi
sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu
pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima.
Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada
minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat
mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada
traktus gastrointestinal.
Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai pada
kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah
kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati,
sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan
perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru.
Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi,
sebagian besar penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru umumnya
irreversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika
selanjutnya karena banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping
pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi.
RADIOTERAPI
Dalam menentukan teknik dan dosis radiasi pada pengobatan karsinoma serviks uteri
perlu dipertimbangkan faktor daya toleransi dari jaringan-jaringan di dalam rongga
pelvis.
Teknik radiasi
19
Kombinasi antara radiasi lokal dan radiasi eksternal merupakan oilihan yang
umumnya diberikan dengan maksud:
Radiasi lokal (intrakaviter) dapat memberikan dosis tinggi pada serviks dan
korpus uteri tetapi dosis cepat menurun pada jaringan di sekitarnya, sehingga
dosis ke rektum, sigmoid, kandung kencing dan ureter dapat dibatasi sampai
batas-batas toleransi.
Kemungkinan timbulnya metastase limfogen pada karsinoma serviks uteri
cukup tinggi. Oleh karena itu kelenjar-kelenjar dalam panggul kecil harus
mendapat penyinaran juga. Dosis radiasi lokal cepat menurun diluar uterus,
sehingga dosis yang sampai pada kelenjar limfe sangat rendah. Untuk
mencapai dosis yang dapat mengamankan metastasis kelenjar limfe ini
diperlukan penyinaran luar yang dapat memberikan distribusi dosis yang
merata pada daerah yang lebih luas.
Komplikasi-komplikasi sesudah terapi radiologik antara lain;
a. Komplikasi umum
Gejala umum yang sering timbul adalah nafsu makan menurun, rasa mual,
lesu, dan tidak ada gairah kerja. Pada keadaan yang lebih berat terdapat
muntah-muntah, tidak bisa makan, lemah, sampai tidak bisa bangun dari
tempat tidur. Berat ringannya gejala-gejala sangan dipengaruhi oleh status
fisik dan psikologi penderita.
b. Komplikasi lokal
Gejala-gejala yang timbul ialah gejala-gejala dari alat-alat tubuh yang terkena
radiasi secara langsung, yaitu:
Problema koitus (pengkerutan vagina)
Fistel radiologik
Gejala sistitis
Proktitis hemoragik
20
Fibrosis daerah pelvis demikian luas terutama pada penyinaran yang luas
dengan dosis yang tinggi sehingga timbul frozen pelvis dengan
kemungkinan penyempitan vagina, rectum, kandung kencing atau ureter.
Atropi mucosa rectum yang disertai teleangiektasi yang sewaktu-waktu
bila defekasi keras dapat menimbulkan perdarahan
Nekrosis pada dinding vagina dengan kemungkinan timbulnya fistula
rectovaginalis atau fistula vesikovaginalis.
HISTEREKTOMI RADIKAL
Operasi radikal yang memerlukan waktu yang cukup lama, tidak mungkin
tanpa terjadi komplikasi. Oleh karena itu, persiapan operasi perlu dilakukan dengan
cermat sehingga dapat mengurangi komplikasi seperti lazimnya komplikasi operasi,
yaitu :
1. Trias pokok komplikasi (perdarahan, infeksi dan trauma tindakan operasi).
2. Komplikasi emboli (kardiovaskular dan paru).
3. Komplikasi lainnya
Emboli dan emboli paru yang berat
Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya emboli paru, yaitu :
1. Operasi yang lama saat mengangkat jaringan lemak di pelvis.
2. Invasi sel karsinoma yang dapat menimbulkan emboli melalui proses “
hiperkoagulasi”
Komplikasi alat perkemihan
Manipulasi yang cukup lama dan bervariasi sekitar pelvis menyebabkan
kemungkinan terjadi komplikasi alat perkemihan pada :
1. Disfungsi vesikouterina
Kejadian ini berkaitan dengan upaya penyisihan dan upaya pemotongan
ligamentum kardinale yang terlalu ke lateral dan pemotongan ligamentum
sakrouterinum terlalu dekat dengan rektum.
21
2. Fistula
Manipulasi yang berat di sekitar vesika urinaria
Infeksi pascaoperatif
Infeksi yang berat dapat menimbulkan komplikasi berantai, seperti :
Sepsis meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Memperpanjang hospitalisasi
Terjadi wound dehicense
Pembentukan abses sekitar pelvis.
G. FOLLOW UP
Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama, kemudian tiap 6 bulan, tergantung
keadaan. Jangan lupa meraba kelenjar inguinal dan supraclavikla, abdomen,
abdominal vaginal, dan abdominalrektal, pemeriksan sitologik tunggul vagina, dan
foto rontgen thoraks ( setiap 6 bulan)
Kolposkopi untuk meneliti tunggul vagina, serta bentuk-bentuk praganas.
Rektoskopi, sistoskopi, renogram, IVP, dan CT scan panggul, hanya dilakukan
menurut indikasi.
H. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah: umur, keadaan umum,
tingkat klinik keganasan, ciri histologi sel tumor, kemampuan tim penolong, dan
sarana pengobatan.
Angka ketahanan hidup 5 tahun menurut data internasional
Tingkat AKH-5 Thn
TIS Hampir 100%
22
T1
T2
T3
T4
70-85%
40-60%
30-40%
<10%
DAFTAR PUSTAKA
23
1. Wiknjosastro H. Karsinoma Serviks Uterus. Dalam : Wiknjosastro H. Ilmu
Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta : 1999,380-
388
2. Mansjoer A dkk. Kanker Serviks. Dalam : Mansjoer A dkk. Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta; 2001, 379-381.
3. Moechtar R. Sinopsis Obstetri. EGC : Jakarta; 1998
4. Agustria ZS. Penuntun pelaksanaan praktis kanker ginekologi. Palembang,
2004;20-26
5. Campion M. Preinvsive disease. In: Berek JS,, Hacker NF. Practical ginekologic
oncology. 3rd ed.. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000;271-315
6. Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia
Kedokteran 2001;133;9-14.
7. Wright TC, Kurman RJ, Ferenzy . Precancerous lessins of the cervix. In: Kurman
RJ. Ed. Blaustein’s pthology of the female genil tract. 4ed . New York: Springe-
Verrlg, 1994;229-227.
8. Sulastri H. Patologi neoplsma intraepithelial skuamosa (NIS). Kursus kolposkopi
pra-PIT POGI XII. Palembang, 2001.
9. Kaufman RH. Adam E. Vonka V. Human papilloma virus infection and cervikal
carcinoma. Clin obstet gynecol 2002;43:363-80
10. Sjamsuddin S. Kolposkopi serviks normal. Kursus kolposkopi pra-PIT POGI
XII.Palembang, 2001
11. Nuranna L. Kolposkopi serviks abnormal. Kursus kolposkopi pra-PIT POGI
XII.Palembang, 2001
12. Berek JS, Adashi ES, Hilland PA. Novak’s Gynecology. 20 th ed. USA,
1996;1121-1131.
13. Manuaba IB. Operasi Ginekologi Onkologi. Dalam : Manuaba IB. Dasar-dasar
Teknik Operasi Ginekologi. EGC : Jakarta : 2004;429-430.
14. Bosman FT, Wagener DJ, et al. Tumor alat kelamin wanita. Dalam : Bosman FT,
Wagener DJ, et al. Onkologi. Edisi kelima. Yogyakarta : 1996;494-507.
24
15. Andrijono. Sinopsis Kanker Ginekologi. Jakarta : 2003; 14-35.
16. Ansari MA, Staebler A, Zaino RJ, et al. Distinction of Endocervical and
Endometrial Adonocarcinomas Immunohistochemical p16 Expression Correlated
With Human Papillomavirus (HPV) DNA Detection. Am J Surg Pathol
2004;28:160-167.
17. Wright TC, Kurman RJ, Ferenczy A. Blaustein’s Pathology of the Female Genital
Tract. Fourth Edition. Baltimor:1993; 229-312.
25