terapi paliatif suportif

19
REFERAT TERAPI PALIATIF DAN TERAPI SUPORTIF Oleh : Miradz Hudaya Pembimbing : dr. Maman Abdurahman, SpB(K)Onk SUB BAGIAN BEDAH ONKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG 2013

Upload: demmon

Post on 26-Dec-2015

202 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

terapi paliatif suportif

TRANSCRIPT

Page 1: Terapi Paliatif Suportif

REFERAT

TERAPI PALIATIF DAN

TERAPI SUPORTIF

Oleh :

Miradz Hudaya

Pembimbing :

dr. Maman Abdurahman, SpB(K)Onk

SUB BAGIAN BEDAH ONKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN

BANDUNG

2013

Page 2: Terapi Paliatif Suportif

1

Referat Sub Bagian Bedah Onkologi

Bagian/SMF Ilmu bedah FKUP/RSHS Bandung

Oleh : Miradz Hudaya

TERAPI PALIATIF DAN TERAPI SUPORTIF

PENDAHULUAN

Tuhan telah menganugerahkan kepada kita naluri untuk menolong

atau membantu meringankan penderitaan sesama. Naluri ini sudah nampak

sejak awal kehidupan di dunia. Kemudian manusia berupaya mencari masalah-

masalah dan penyakit-penyakit yang menyebabkan penderitaan itu. Upaya ini

masih diteruskan untuk mencari cara pengobatan penyakit itu, baik dengan

pemberian obat-obatan ataupun dengan cara pembedahan di masa itu.

Kita masih ingat nama Hippocrates, seorang Yunani yang hidup pada abad

ke lima sebelum Masehi (460-360BC). Beliau dikenal sebagai penyembuh

yang pandai pada zamannya. Beliau pula yang menganjurkan pengobatan

empiema dengan menusukkan sebilah pisau diantara dua tulang rusuk. Beliau

telah diakui sebagai model dokter yang ideal dan sebagai “Father of

Medicine”. Sumpah Hipocrates masih menjadi dasardari lafal sumpah/janji

jabatan dokter di Indonesia.

Upaya manusia untuk mencari cara pengobatan penyakit ini terus menerus

dilanjutkan, bahkan makin hari makin dipergunakan metode-metode penelitian

yang lebih sahih dengan mempergunakan teknologi yang makin maju. Banyak

sekali penelitian-penelitian yang telah dilakukan dan tidak sedikit penemuan-

penemuan yang diperoleh, sehingga terjadilah kemajuan-kemajuan di bidang

diagnostik maupun terapi. Akhirnya terjadilah perkembangan ilmu kedokteran

sedemikian rupa sehingga tidak mungkin lagi dapat dikuasai oleh seseorang.

Maka lahirlah spesialisasi-spesialisasi bahkan subspesialisasi yang mendalami

ilmu kedokteran dalam bidang yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.

Namun demikian sampai sekarang kita masih dihadapkan kepada suatu

kenyataan bahwa masih belum semua penyakit dapat disembuhkan. Katena itu

Page 3: Terapi Paliatif Suportif

2

benarlah kiranya dalam penanganan suatu penyakit dikatakan “To cure

sometimes, to relief often, to comfort always”.

DEFINISI TERAPI PALIATIF

Definisi terapi paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan

meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan

lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa

ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang

kehilangan/berduka.

Fase paliatif terminal biasanya dimulai dengan berita buruk, jika tidak ada

lagi kemungkinan untuk pemberian terapi lain. Seringkali berita buruk ini sulit

untuk diterima oleh keluarga dibandingkan pemberitahuan sebelumnya tentang

penyakit kanker yag diderita pasien. Saat itu masih ada gambaran untuk menjalani

berbagai terapi tetapi saat ini sudah tidak ada lagi dan yang dihadapi adalah

kematian.

Tujuan terapi paliatif adalah :

1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian adalah proses

yang normal

2. Tidak mempercepat atau menunda kematian

3. Menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain yang mengganggu

4. Menjaga keseimbangan dalam aspek psikologis dan aspek spiritual

5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya

6. Berusaha memberikan dukungan kepada keluarga yang berduka

Bantuan rohani (dukungan moril) dapat memberikan arti kepada

kehidupan sehari-hari. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu, rasa

keterasingan dari lingkungannya, kecemasan, rasa berdosa atau kehilangan

harapan.

Prosedur kerja terapi paliatif sama dengan terapi kuratif yaitu dengan

operasi, radioterapi dan kemoterapi ditambah dengan hormon terapi hanya saja

prosedurnya jauh lebih sederhana dan lebih kecil serta proporsi penggunaannya

Page 4: Terapi Paliatif Suportif

3

yang berbeda. Pada terapi kuratif lebih kearah tindakan operasi, sedangkan terapi

paliatif lebih kearah radioterapi dan kemoterapi.1,2

Inti dari perawatan paliatif difokuskan pada perawatan dan rasa solidaritas.

Ada beberapa titik perhatian dalam melaksanakan terapi. Dalam hal ini harus

dinilai seberapa penting dialog memenuhi kebutuhan hidup penderita dan

dilaksanakan secara dua arah.

Perawatan paliatif dapat dilangsungkan di rumah penderita sendiri, di

rumah penampungan atau di rumah sakit tergantung pada kemauan penderita dan

keluarganya. Biasanya yang terbaik adalah perawatan dirumah karena pada

umumnya penderita merasa tenang di dekat keluarganya. Dalam fase akhir

kehidupan ini harus diberikan kesempatan kepada penderita untuk bersama

dengan keluarga sampai akhir hayatnya.

TERAPI BEDAH PALIATIF

Tindakan bedah yang dilakukan untuk mengurangi nyeri atau abnormalitas

fungsi antara lain adalah reseksi. Pembedahan pada keadaan ini dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien kanker. Operasi paliatif meliputi eksisi tumor

paliatif dan reseksi simtomatolitik. Reseksi tumor paliatif adalah reseksi yang

tidak tuntas (secara visual tidak bersih atau secara patologis masih ada tumor)

namun tidak dapat dilakukan operasi radikal terhadap lesi primer ataupun

metastasisnya. Reseksi simtomatolitik sama sekali tidak mereseksi lesi tetapi

hanya melakukan operasi untuk membebaskan gejala terkait tumor. Tujuan

operasi paliatif adalah untuk dipadukan dengan radioterapi, kemoterapi, dan terapi

kombinasi lainnya atau hanya untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas

hidup, misalnya mengurangi nyeri, perdarahan, mengatasi sesak napas, dan lain-

lain. Operasi paliatif yang sering digunakan: 3

1. Eksisi seluruh atau sebagian organ

Misalnya operasi debulking pada kanker ovarium, sisa dari tumor

dilakukan dengan metode terapi lain untuk mengendalikan sel kanker

residif.

Page 5: Terapi Paliatif Suportif

4

2. Anastomosis drainase

Misalnya pada tumor gastrointestinal yang menyebabkan obstruksi,

dilakukan gastrojejunostomi, koledokosistojejunostomi, jejunokolostomi,

dan lain-lain.

3. Fistulasi

Misalnya fistulasi gaster, jejunum, kolon, vesica fellea, vesica urinaria,

dan lain-lain

4. Ligasi vaskular

Bila tumor mengalami perdarahan massif yang sulit dikendalikan, sering

perlu dilakukan ligasi arteri yang memasok lokasi lesi untuk hemostasis.

NYERI

Definisi dari nyeri adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sedang atau

potensial akan terjadi (International Association for Study of Pain). Karena nyeri

adalah keluhan subyektif, maka tidak terdapat cara definitif untuk membedakan

nyeri yang terjadi akibat kerusakan jaringan dan yang terjadi tanpa kerusakan

jaringan. Nyeri sebagai delusi somatik atau depresi terselubung jarang terjadi pada

pasien kanker; adanya nyeri biasanya menunjukkan adanya proses patologis.2,4

1. Penyebab Nyeri Viseral, Somatik, Neuropatik, dan Psikogenik1,2

Nyeri viseral

Awalnya nyeri viseral ditimbulkan dari stimulasi langsung pada saraf

aferen yang disebabkan karena infiltrasi tumor pada jaringan ikat atau viseral.

Peregangan, distensi atau iskemia dari viseral dapat menyebabkan nyeri dan

cenderung sulit untuk dilokalisir. Nyeri dirasakan dalam, sangat hebat atau dapat

pula berupa nyeri kolik. Pada pasien kanker, nyeri viseral tidak hanya bisa

disebabkan infiltrasi tumor langsung, namun juga oleh bermacam kondisi seperti

konstipasi, radiasi, atau kemoterapi.

Page 6: Terapi Paliatif Suportif

5

Nyeri somatik

Pada pasien kanker umumnya disebabkan karena peradangan jaringan

lunak atau metastase ke tulang. Nyeri tulang diperkirakan akibat stimulasi

langsung pada nosiseptor di periosteum, pelepasan mediator inflamasi atau

peningkatan tekanan interoseal. Tipe nyeri ini biasanya dapat dilokalisir dengan

baik dan digambarkan nyerinya tajam. Pasien biasanya dapat menunjuk langsung

pada lesi metastase.

Nyeri neuropatik

Secara umum digambarkan sebagai rasa panas atau terbakar. Tipe nyeri ini

disebabkan karena cedera pada saraf baik itu karena pengobatan atau invasi

tumor. Sebagai contoh, cisplatin, vincristine dan procarbazine dapat menimbulkan

kerusakan pada saraf. Nyeri neuropatik tidak selalu responsif terhadap terapi

opioid. Pasien dengan nyeri neuropatik sering mengeluhkan rasa tidak enak yang

disebabkan karena stimulus yang secara normal tidak menyebabkan nyeri, seperti

sentuhan ringan.

Nyeri psikogenik

Merupakan nyeri kejiwaan akibat adanya stress, depresi, marah, atau

cemas.

Pada kanker nyeri ini dapat disebabkan oleh :

- Kehilangan pekerjaan, kedudukan, peran dalam masyarakat

- Tidak mempunyai harapan

- Ketidakpastian

- Perubahan penampilan fisik

Etiologi Nyeri

Respon nyeri pada penderita kanker antara lain dapat disebabkan oleh :

1. Kanker itu sendiri

Nyeri karena kanker itu sendiri diperkirakan sebanyak 70 %. Nyeri itu

dapat karena :

a. kanker, terutama pada saraf otak, saraf atau tulang

b. infiltrasi kanker ke saraf, tulang atau kanker lanjut

c. metastase kanker, antara lain di tulang, organ, otak

Page 7: Terapi Paliatif Suportif

6

d. Komplikasi kanker :

Fisik : Obstruksi, Fraktur, Nekrose

Psikis : Depresi,Cemas.

2. Komplikasi pengobatan kanker

Nyeri karena komplikasi pengobatan kanker diperkirakan sebanyak 10-

20% karena :

a. Komplikasi bedah :

- Infeksi

- Fibrosis

- Hematom

- Oedema

b. Komplikasi radioterapi :

- Radio-nekrosis

- Fibrosis

- Dermatitis

c. Komplikasi kemoterapi :

- Neuritis

- Mukositis

- Myositis

Nyeri dapat dibagi menjadi 3 intensitas, yaitu :

a. Ringan

Nyeri yang tidak mengganggu penderita bekerja

b. Sedang

Nyeri yang menganggu bekerja, tetapi masih dapat ditahan

c. Berat

Nyeri yang menyebabkan penderita tidak dapat bekerja dan atau nyeri itu

tidak dapat ditahan oleh penderita.

Page 8: Terapi Paliatif Suportif

7

Intensitas nyeri dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti :

a. Beratnya penyakit

Pada umumnya kanker stadium dini tidak nyeri. Nyeri timbul pada kanker

stadium lanjut. Sering juga terjadi tidak ada korelasi antara beratnya penyakit dan

rasa nyeri yang timbul.

b. Kepribadian

seperti emosi, kecemasan, keadaan lingkungan.

Klasifikasi Pasien dengan Nyeri Kanker :2

Grup I : Nyeri Kanker Akut

Grup IA : Nyeri yang berhubungan dengan tumor

Grup IB : Nyeri yang berhubungan dengan terapi kanker

Grup II : Nyeri Kanker Kronik

Grup IIA : Nyeri kronis disebabkan progresivitas tumor

Grup IIB : Nyeri kronis yang berhubungan dengan terapi kanker

Grup III : Nyeri kronis yang sudah ada sebelumnya dan terdapat nyeri kanker

Grup IV : Pasien dengan riwayat adiksi zat dan riwayat nyeri.

Grup V : Pasien yang sekarat dengan nyeri

PENATALAKSANAAN NYERI PADA KANKER

Terapi ini dapat berupa :

1. Terapi Spesifik terhadap kanker

Pada umumnya nyeri itu akan hilang setelah diberikan terapi spesifik

untuk kanker tersebut seperti misalnya :

- Eksisi tumor-ulkus-nekrose

- Radioterapi

- Kemoterapi

- Hormon terapi

Perlu diperhatikan juga bahwa komplikasi pengobatan kanker juga dapat

menimbulkan nyeri. Dengan cara pengobatan yang baik nyeri karena komplikasi

pengobatan dapat ditekan sampai minimum. Untuk itu salah satu faktor yang perlu

Page 9: Terapi Paliatif Suportif

8

diperhatikan ialah komunikasi dengan penderita sehingga ia mengerti persoalan

yang dihadapinya dengan baik.

2. Terapi Spesifik terhadap Nyeri

Strategi farmakologis untuk pengobatan nyeri kanker berdasarkan pada

penggunaan bertahap nonopioid, opioid, atau terapi adjuvant. Obat diberikan

tunggal atau kombinasi berdasarkan tipe dan intensitas nyeri lebih diutamakan

dari pada prognosa pasien.

Teknik medikamentosa

Terapi medikamentosa masih merupakan terapi yang terpenting untuk

menangani nyeri, karena terapi ini masih dapat diterapkan oleh semua dokter,

sifatnya reversibel dan dapat ditoleransi oleh penderita.

Dianjurkan untuk permulaan pemberian tidak memberikan dosis yang

terlau rendah. Dengan ini akan diperoleh kepercayaan dari penderita terhadap

pengobatan yang diberikan. Pengobatan yang diberikan harus juga diberikan pada

waktu-waktu yang tetap berdasarkan anamnesis nyeri dan sifat farmako kimia dari

obat. Dengan cara ini dapat diatur kadar obat didalam darah yang cukup dan

mengindarkan penderita dari keterlambatan efek karena analgesinya.

Page 10: Terapi Paliatif Suportif

9

Tabel 1. Dosis analgetik.

WHO merekomendasikan bahwa untuk meredakan nyeri kanker,

pengobatan diberikan sesuai dengan pola sebagai berikut :

By mouth : pemberian oral merupakan metoda efektif dan tidak mahal untuk

mengobati pasien dan harus diberikan jika memungkinkan. Pengobatan ini mudah

dititrasi dan merupakan metoda pemberian obat terpilih.

Page 11: Terapi Paliatif Suportif

10

By the Clock : Pasien mendapatkan obat nyeri secara rutin dan teratur setiap

harinya atau dengan sediaan sustained release. Hal ini membuat nyeri reda secara

berkesinambungan dan memperkecil episode nyeri pasien yang biasa mengeluh

nyeri selama 24 jam. Tujuannya yaitu mencegah nyeri lebih baik daripada

bereaksi terhadap nyeri.

By the Ladder : Tipe pengobatan nyeri harus berubah tergantung parahnya nyeri.

Tahap pertama yang diberikan adalah yang non opioid, jika hal ini tidak

meredakan rasa nyerinya, harus ditambahkan opioid untuk nyeri ringan sampai

sedang, kemudian nyeri masih tidak dapat diredakan maka diganti dengan opioid

untuk sedang sampai berat.hanya satu obat yang boleh digunakan pada saat yang

sama pada masing-masing kelompok. Jika suatu obat tidak manjur, jangan diganti

dengan obat yang sama kemanjurannya (misalnya dari kodein ke

dektiopropoksifen). Tetapi berikanlah obat yang betul-betul lebih kuat, contoh

morfin.

On an Individual Basis : Setiap pasien harus diobati secara individual. Setiap

pasien membutuhkan dosis dan / atau intervensi yang berbeda untuk meredakan

nyerinya.

With Attention to Detail : Pasien perlu dimonitor ketat untuk efektifitas intervensi

dan timbulnya efek samping selama terapi. Pola pemberian obat harus dituliskan

secara lengkap untuk digunakan oleh penderita dan keluarganya, termasuk nama

obat, alasan penggunaan,dosis dan berapa kali seharinya.5

Page 12: Terapi Paliatif Suportif

11

Gambar 1. Tangga analgetika berjenjang tiga.

Metode pemberian analgetik

Berbagai cara pengelolaan nyeri kanker dengan pemberian analgetik antara

lain :

1. Berupa analgetika non opioid

Misalnya adalah salisilat, mengurangi sensitifitas nosireseptor dengan

menghambat sintesa prostaglandin. NSAID dapat juga meringankan efek

nyeri pada kanker.

2. Analgetik non opioid dikombinasikan dengan dengan kodein

Cara kerja kedua obat ini harus dapat menguatkan efek. Contohnya adalah

Tramadol, yang merupakan opioid lemah dengan efek adrenergik

3. Pemberian analgetika opioid dalam bentuk pemberian oral

Contohnya adalah pemberian morfin dan metadon tablet. Karena kedua

obat ini memiliki waktu paruh yang panjang, maka dalam pelaksanaanya

harus berhati-hati. Disini juga harus diwaspadai kemungkinan adanya

akumulasi.

Page 13: Terapi Paliatif Suportif

12

Untuk penambahan nyeri jangka pendek yang timbul secara periodik dapat

dipergunakan opiat yang bekerja singkat disamping pengobatan rumatan.

Contohnya Thalmonal. (droperidol + fentanil)

4. Pemberian morfin yang secara epidural atau spinal

Dapat juga dengan pemberian ko analgetik

Merupakan obat-obatan yang bukan analgetik tetapi kombinasinya dengan

analgetik mempunyai efek aditif

Untuk menghilangkan nyeri invasif dapat dicapai dengan berbagai jalur :

1. Pemberian analgetika secara sistemik

Jalur pemberian analgetika dapat melalui subkutan maupun intravena.

Daerah yang cocok ada pada daerah infraklavikular dan hipokondrium.

Jarum melalui pipa plastik perpanjangan dihubungkan dengan pompa infus

(portabel). Jarum dapat tinggal selama 1 minggu yang kemudian dapat

dipindahkan ke sisi lainnya

Dapat pula diberikan secara spinal (epidural atau intratekal).

Indikasinya diberikan pada pemberantasan nyeri yang tidak memadai

dengan pemberian obat oral yang tidak memadai. Pada infus spinal ini

pemberian obat diberikan langsung kepada medulla spinalisnya sehingga

efek analgesiknya akan lebih baik. Efek sampingnya adalah terjadinya

fibrosis pada ruangan epidural

2. Tindakan blokade saraf

Pada blokade saraf neurolitik dibuat lesi seefektif mungkin pada

sisterna afektif nosireceptif. Dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan

suntikan zat neurolitik seperti fenol dan alkohol atau melalui pembuatan lesi

panas dengan arus bolak balik frekuensi tinggi (lesi RF atau lesi

radiofrekuen)

Page 14: Terapi Paliatif Suportif

13

Tabel 2. Daftar ko analgetik.

Page 15: Terapi Paliatif Suportif

14

Pendekatan Psikologis

Kurang lebih sepertiga pasien dengan kanker dilaporkan menderita

anxietas atau depresi yang membutuhkan penatalaksanaan psikiatrik.

Depresi jelas merupakan gejala psikiatri yang paling sering pada pasien

kanker. Depresi pada pasien kanker disebabkan oleh :

1. Stres yang berhubungan dengan diagnosis dan penatalaksanaan.

2. Pengobatan

3. Keadaan umum pasien

4. Berulangnya depresi.

Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi dalam hal ini adalah

glukokortikoid, narkotik, barbiturat dan antikonvulsan lain, beberapa zat

kemoterapi seperti vincristine, vinblastine, procabazine dan L-Asparaginase.

Terapi yang sering digunakan untuk depresi dapat berupa antidepresan,

psikostimulan, mood stabilizer, terapi elektrokonvulsif.

Anxietas atau kecemasan merupakan suatu reaksi normal terhadap stres

secara emosional menghadapi kanker yang diderita seseorang. Kanker dapat

memaksa seseorang berubah dalam peran sosial, mengganggu hubungan

interpersonal, gangguan tubuh dan perubahan penampilan selain itu seseorang

dihadapkan pada kematian atau umur yang terkesan kian memendek.

Benzodiazepin (lorazepam, alprazolam dan clonazepam) merupakan obat pilihan

utuk status anxietas akut.

Delirium biasa diakibatkan oleh keterlibatan tumor pada sistem saraf

pusat, dan efek tidak langsung dari sekuele toksik metabolik dari penyakit dan

pengobatan. Delirium ditandai oleh gangguan kesadaran, seringkali disertai oleh

gangguan kognitif global, abnormalitas mood, tingkah laku dan persepsi.

Prevalensi delirium pada pasien kanker sekitar 5% sampai 25% pada berbagai

penelitian. Beberapa zat antineoplastik dan imunoterapi dapat menyebabkan

delirium dan perubahan pada status mental. Penatalaksanaan delirium termasuk

identifikasi dan koreksi penyebabnya sambil mengobati gejala dan pemberian

terapi suportif.

Page 16: Terapi Paliatif Suportif

15

Haloperidol dapat digunakan, dosis yang relatif rendah (1 - 3 mg/hari)

seringkali efektif untuk mengobati agitasi, halusinasi, paranoia, ketakutan dan

kebanyakan pasien kanker merespon terhadap kurang dari 20 mg dalam dosis

terbagi selama 24 jam.

MALNUTRISI PADA PASIEN KANKER

Pada pasien kanker, malnutrisi merupakan keadaan yang perlu mendapat

perhatian serius. Malnutrisi merupakan penyakit yang dapat menurunkan imunitas

tubuh dan menurunkan toleransi pasien terhadap sitostatika, radiasi, dan bedah.

Sebaliknya, pengobatan dengan sitostatika dan radiasi sering menimbulkan efek

samping anoreksia dan muntah, sehingga bila tidak ditanggulangi dengan baik

akan semakin memperburuk keadaan pasien. Selain mempengaruhi hasil

pengobatan, malnutrisi dan kakeksia tidak jarang menjadi penyebab kematian

pada pasien kanker.5

Penyebab kakeksia pada pasien kanker bersifat multifaktorial. Namun

secara garis besar penyebab kakeksia dibagi 3 kelompok, yaitu :

1. Konsumsi bahan nutrisi oleh kanker

Kanker merupakan parasit yang untuk pertumbuhannya mengambil sebagian

energi dari hospes. Karena karakteristik pertumbuhannya yang cepat dan tak

terkendali, massa tumor mengkonsumsi nutrisi dalam jumlah yang jauh lebih

banyak dari tubuh pasien sendiri.

2. Rendahnya nutrisi yang dikonsumsi

Rendahnya nutrisi yang dikonsumsi terutama berkaitan dengan anoreksia.

Pada pasien kanker sering terjadi gangguan pada saluran pencernaan, fungsi

pengecapan, penciuman, terganggunya pusat pengatur lapar di hipotalamus

karena keadaan demam, infeksi dan keadaan patologis lain termasuk

keganasan. Anoreksia akibat efek pengobatan adakalanya menimbulkan

masalah serius. Banyak obat sitostatika yang menimbulkan mual sampai

muntah, antara lain (dengan urutan potensial emetik) : sisplatin, decarbazin,

dactinomisin, siklofosfamid, carmustin, lomustin, doxorubisin, sitarabin,

Page 17: Terapi Paliatif Suportif

16

procarazin, etoposid, mitomisin, metotrexat, fluorourasil, hidroksiurea,

bleomisin, vinblastin, vinkristin dan clorambusil.

3. Gangguan metabolisme akibat kanker

Berbagai penelitian melaporkan bahwa berbagai sitokin dan polipeptida yang

terbentuk pada tubuh pasien kanker berperan penting terhadap gangguan

metabolisme. Hal ini menyebabkan malnutrisi pada kanker mempunyai

karakter metabolik yang berbeda dengan malnutrisi akibat kelaparan. Knozz

dkk menemukan bahwa penurunan berat badan tetap terjadi walaupun

metabolisme basalnya normal, penelitian ini didukung oleh Fearon dkk yang

melaporkan bahwa metabolisme protein meningkat 50% pada pasien kanker

walaupun tidak ada perubahan pada pemakaian energi basal.

Berbagai laporan menunjukkan bahwa berbagai sitokin dan polipeptida

yang terbentuk dalam tubuh pasien kanker berperan penting terhadap gangguan

metabolisme yang terjadi, yaitu :

- anoreksia

- stimulasi metabolisme basal

- stimulasi konsumsi glukosa

- mobilisasi cadangan lemak dan cadangan protein

- penurunan aktivitas enzim adiposite lipoprotein

- peningkatan pelepasan asam amino otot

- peningkatan aktivitas transportasi asam amino hepar.

DUKUNGAN NUTRISI PADA PENDERITA KANKER

Dukungan nutrisi dapat diberikan secara oral, enteral, parenteral atau

kombinasi ketiganya. Cara untuk mengatasi masalah makan peroral bisa diperoleh

dengan memakan makanan sedikit-sedikit tetapi sering, minum-minuman

berkalori tinggi, memakan suplemen kalori dan protein, diet lunak ataupun diet

cair.

Nutrisi parenteral total diberikan pada pasien dengan gangguan saluran

cerna akut atau kronik, dengan kata lain hanya boleh diberikan apabila saluran

Page 18: Terapi Paliatif Suportif

17

cernanya tidak bekerja dengan baik. Cara ini selain mahal juga mempunyai efek

samping yang cukup berisiko (infeksi, trombosis, dll.). 6

Terapi medikamentosa seringkali dilakukan pada beberapa pasien namun

banyak perbedaan pendapat dan beberapa diantaranya justru tidak dianjurkan.

Terapi nutrisi lebih bermanfaat karena efek samping yang jauh lebih kecil.

Tujuan terapi diet pada pasien kanker pada umumnya untuk meningkatkan status

gizi dan untuk mempertahankan berat badan supaya proses penyembuhan lebih

baik. Terdapat beberapa kriteria yang dipakai sebagai landasan pengobatan nutrisi

suportif pada pasien kanker, antara lain :

1. Bila pasien tidak mampu mengkonsumsi 1000 kalori/hari

2. Bila terjadi penurunan berat badan lebih dari 10%

3. Kadar albumin serum kurang dari 3,5 g%

4. Kadar transferin serum menurun

5. Ada tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh.

Penghitungan kebutuhan kalori didapat dengan menggunakan rumus Harris

Benedict, seperti di bawah ini :

Pasien kanker masuk ke dalam kategori sedang, sedangkan pasien kanker

yang menjalani operasi dan radiasi/kemoterapi dalam waktu yang berdekatan

masuk dalam kategori berat. Kebutuhan vitamin, mineral dan trace element

tergantung dari umur, gender, berat atau ringan penyakit dan terapi yang dijalani.

Kebutuhan kalori total sehari = BEE x faktor stress x faktor aktivitas

Faktor stress untuk penyakit kanker : 1,1 - 1,45

Kebutuhan protein 1,2 - 1,5 g/kgbb/hari

Kebutuhan lemak 15 - 20% dari kebutuhan kalori

Page 19: Terapi Paliatif Suportif

18

DAFTAR PUSTAKA

1. R. Sjamsuhidayat & Wim de Jong. edisi revisi. Buku ajar Bedah.1997.p

181 – 203

2. Sukardja IDG. Onkologi klinik. Edisi 2. Airlangga University Press.

Surabaya.2004. hal. 267 - 277.

3. Abrahm JL. Speciallized care of the terminally ill. in De Vita V.T. Jr.

Hellman S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of oncology,

vol 1. 8th

ed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008

4. Foley KM, Abernathy A. Management of cancer pain, in De Vita V.T. Jr.

Hellman S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of oncology,

vol 1. 8th

ed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008

5. WHO.Cancer Pain Relief. 2nd

Edition. Penerbit ITB 1996. p17 – 34

6. Laviano A, Meguid RA, Meguid MM. Nutrition support. in De Vita V.T.

Jr. Hellman S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of

oncology. vol 1. 8th

ed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008