teori hukum 2

31
“TWO KINDS OF RETRIBUTIVISM” OLEH: Brigita P. Manohara – 1406509901 Rr. Kusumaningayu M.W. - 1406585570

Upload: brigita-manohara

Post on 10-Aug-2015

67 views

Category:

Law


4 download

TRANSCRIPT

“TWO KINDS OF RETRIBUTIVISM”

OLEH:Brigita P. Manohara – 1406509901 Rr. Kusumaningayu M.W. - 1406585570

PENDAHULUANPENDAHULUANBahasan utama dari bab ini adalah

mengenai klasifikasi teori pemidanaan yang dominan

Dibedakan kedalam dua golongan yakni:1.konsekuensialis (nantinya dinamakan teori

instrumentalis) : menganggap hukuman adalah benar karena membawa dampak baik

2.pembenaran retribusi (pembalasan) sebagai hukuman : melihat hukuman sebagai acuan (referensi, petunjuk, rujukan) penderitaan setimpal yang bagaimana yang pantas diberikan kepada pelaku kesalahan

sub sistem dari hukuman konsekuensialis:

1.“konsekuensi pembalasan” 2.“konsekuensi diluar pembalasan”

sebagai suatu altermatif

Dua jenis retribusi yakni :1.consequentialist retributivist (nama

lain dari retributivist consequentialism)

2.non-consequentialist retributivism

E PLURIBUS DUOE PLURIBUS DUOteori mengenai pemidanaan,

diantaranya : 1.deterrence (pencegahan) yang

disampaikan Bentham dan Beccaria2. reform (perbaikan) oleh Plato3.retribution(pembalasan) oleh Kant4.annulment(pembatalan) oleh Hegel5. denunciation(dakwaan terbuka)

oleh Durkheim.

teori pemidanaan yang berkembang dikelompokkan menjadi dua tradisi yang dominan:

1.tradisi konsekualis yang diusung Beccaria dan Bentham

2.tradisi retribusi yang diakui sebagai karya Kant.

Namun seiring dengan berkembangnya ilmu, pembedaan kedua teori besar pemidanaan ini menjadi tidak jelas

John Cottingham, ada Sembilan teori berbeda yang ida kemukakan mengenai retribusi (pembalasan), antara lain :

Pelaku pantas dihukumMelalui hukuman yang diberikan, pelaku

tindak pidana membayar kesalahannya pada masyarakat

Hukuman membatalkan kejahatanHukuman memperbaiki kondisi yang tidak

seimbang antara pelaku dan korbanHukuman membebaskan rasa bersalah

yang mendalam pada masyarakatHukuman memenuhi kebutuhan korban

dan public atas keadilan dan balas dendam.

“penganut ajaran retribusi kontemporer memperlakukan gagasan “setimpal (desert)” sebagai pokok bahasan dalam teori retribusi, dimana hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pidana mesti setimpal”

Larry Alexander : ‘para penganut ajaran retribusi berpendapat hukuman yang diberikan harus diakui mampu menderitakan orang yang dipidana”. Kalimat ini kemudian disebut sebagai inti retribusi “the desert claim” (ukuran setimpal) : hukuman dibenarkan bagi pelaku pidana”.

Joel Feinberg yang menganalisis mengenai “setimpal” (layak) ke dalam hubungan dari tiga basis:

1.pelaku sebagai agen,2.apa yang patut diterima, 3.alasan mengapa agen patut

menerimanya.

“hukuman dibenarkan karena orang pantas mendapatkannya”

“seluruh teori pembalasan menegaskan pelaku tindak pidana pantas menderita”

Lawrence Davis dalam essay yang ia buat “they deserve to suffer” , pembalasan mengesampingkan sejumlah keberatan bila apa yang disebut setimpal adalah menderitakan bukan menghukum. Sehingga bisa dibuat sebuah konstruksi bahwa pelaku pidana pantas menderita sesuai dengan perhitungan mengenai kesalahannya dan proporsi dari tingkat kesalahan yang sudah dilakukannya

the desert claim disebut sebagai the desert-s claim.

HAL BAIK YANG HAL BAIK YANG TERKANDUNG DALAM TERKANDUNG DALAM RETIBUSIRETIBUSI

“the language of intrinsic goodness” Tahun 1993 , Michael Moore, tokoh

retribusi kontemporer terkemuka, setuju dengan adanya nilai positif yang terkandung dari retribusi

Jika instrument hukuman guna memperoleh keadilan adalah kelas, keragaman nilai, maka kemudian mereka secara langsung mencakup nilai kebaikan dari pembalasan

Moore membantah bahwa retribusi butuh diasimilasikan pada teori instrumentalis karena pada pandangannya ada bentuk paham instrumental dan non-instrumental dimana keduanya sama-sama dikenal

Dolinko membantah teori retribusi dapat diasimilasikan ke teori instrumentalis karena dalam pandangannya teori retribusi tidak dapat dipisahkan pada aturan terkait model hukuman intrumentalis.

APAKAH INSTRUMEN RETRIBUSI APAKAH INSTRUMEN RETRIBUSI MERUPAKAN BENTUK MERUPAKAN BENTUK PEMBALASAN ?PEMBALASAN ?

Dolinko menggunakan sejumlah artikel yang menyarankan bahwa sebuah pembalasan dipercaya sebagai hal yang memiliki nilai positif dan dia menekankan harus ada alasan yang rasional atau pembenaran secara moral.

dua jenis instrumentalis yaitu retribusi dan non retribusi

dua jenis perbedaan dari pembenaran :1.“all things considered”(segala sesuatu yang

dianggap) dan ‘tailor”(sengaja dibuat)o semua Tindakan atau percobaan yang

secara moral dibenarkan atau diijinkan, dan jelas dalam semua pertimbangan

2. Sebaliknya ‘tailor” , merupakan tindakan atau percobaan yang pada prakteknya diperbolehkan karena alasan tertentu yang kemudian didefinisikan sebagai “demand base” (dasar permintaan).

Moore “ kekhasan dari retribusi (pembalasan)ndapat dilihat dari pandangan bahwa “yang bersalah menerima hukuman yang setimpal dengan sebuah nilai positif didalamnya” tanpa meninggalkan intuisi bahwa semestinya terkandung suatu hal penting dan sangat berbeda terkait nilai retribusi dan instrumentalis dari pembenaran suatu hukuman.”

NON-INSTRUMENTALIST NON-INSTRUMENTALIST RETRIBUTIVISMRETRIBUTIVISM hukuman kadang tidak adil jika menimbulkan

penderitaan tidak layak meskipun dia adalah pelaku kejahatan mempercayai bahwa hukuman itu layak atau bahwa praktek hukumannya adalah tidak adil jika hasil dari hukuman itu tidak layak.

Kondisi kebutuhan hanya mempertahankan bahwa tidak adil untuk menjatuhkan hukuman pada seseorang yang diketahui tidak melakukan kejahatan atau tidak layak dikenakan penderitaan. bahkan dengan demikian dampak dari retribusivis bahwa kejahtan yang layak adalah suatu kondisi kebutuhan dari hukuman yang adil yang meletakan retribusivism pada peluang kompotensi dengan dasar keadilan instrumentalis pada hukuman sebagai kondisi retribusivism yang tidak kecukupan.

Retribusivis non-instrumentalis tidak perlu menyangkal mengenai hal:

(1). Bahwa instrumentalis tentang hukuman berbeda dengan pertanyaan apakah pelaku kejahatan yang melukai korban adalah suatu instrinsik yang baik.

(2). Atau bahwa mereka memberikan sesuatu yang penting yang sama dengan orang-orang yang menjawab pertanyaan dalam afirmatif; melainkan bahwa mereka hanya perlu bersikeras

(3). Bahwa mereka memanfaatkan klaim bahwa pelaku kejahatan layak untuk menderita atau dihukum.

Justifikasi non instrumental memperhitungkan terhadap hal yang lebih pas dideskripsikannya, contohnya sebagai sesuatu yang ekspresif dan areatik tidak akan sesuai dengan biaya.

klaim retribusi non instrumetal yang dibagi dalam:

1. Menghalangi hukuman dari orang yang tidak bersalah

2. Memahami hukuman sebagai landasan keadilan.3. Kita mempunyai kewajiban untuk menghukum

para pelaku kejahatan yang tidak hanya bahwa hukuman tersebut diperbolehkan/dibenarkan

4. Menolak bahwa kebenaran dari hukuman direduksi menjadi klaim tentang yang baik atau berharga.

NEGATIVE RETRIBUTIVENEGATIVE RETRIBUTIVE Instrumentalis yang lebih signifikan lagi

tentang hukuman tidak selalu membutuhkan konsekuensialis murni, tentu saja merupakan sangat menunjuk dari penamaan ulang sebagai instrumentalis yang telah diselewengkan sebagai justifikasi “konsekuensialis” untuk pemberian hukuman. Karena instrumentalis hukuman membutuhkan tidak sebagai konsekuensialis tentang etika, mereka melawan bukan kontradiksi dalam pembelaan hukuman yg dijustifikasi oleh sesuatu yang diproduksi praktik (termasuk untuk instrumentalis retribusif, keuntungan dalam menemukan fakta layak menderita) tapi memang agak lama kita tidak menghukum seseorang yang dipercaya kurang memiliki “ill-desert” personal.

KEADILAN RETRIBUTIFKEADILAN RETRIBUTIF non instrumentalis retributivism dimulai dengan

pengamatan bahwa retribusivism secara rutin digambarkan sebagai teori keadilan. Ia mempetahankan bahwa tuntutan keadilan pelaku diberikan pesakitan yang setimpal. Mengutip pernyataan yang diberikan oleh Michael Moore, bahwa pelaku kejahatan yang layak:

“memberikan masyarakat yang lebih dari sekedar hak untuk menghukum pelanggar yang bersalah.. untuk sebuah retributivis, tanggungjawab moral dari pelanggar juga memberikan masyarakat kewajiban untuk menghukum. Retribusivism adalah benar-benar sebuah teori keadilan sehingga jika itu benar kita memiliki kewajiban untuk mendirikan lembaga sehingga retribusi dapat tercapai.”

hukuman haruslah dilakukan jika adanya keadaan dimana pelaku menderita karena dalam proporsi untuk kesalahan trecelanya adalah mengandung sesuatu yang baik bahwa negara memilki alasan moral untuk menghukum.

KEWAJIBAN UNTUK KEWAJIBAN UNTUK MENGHUKUMMENGHUKUM Retribusifis yang percaya bahwa mereka

mempunyai tugas untuk menghukum mungkin percaya ada beberapa tipe alasan, seberat apapun, adalah tipe kesalahan yang secara sederhana dapat dimasukkan ke dalam kalulus moral sebagai alasan melawan penegakan hukum.

Tugas yang diberikan untuk menghukum dapat berrefleksi kepada “alasan melindungi” untuk menghukum pelanggar, yang dapat juga dikatakan sebagai pertimbangan bahwa kedua belah pihak bekerja atas dasar lasan utama untuk menjatuhkan hukuman (nyatanya, alasan utama dari beban substansional) dan fungsi tingkat dua dari pengecualian beberapa pertimbangan (tapi bukan semua) atas apa yang harusnya tidak dihukum atas alasan utama.

KEBENARAN DALAM KEBENARAN DALAM MEMBERIKAN HUKUMMEMBERIKAN HUKUM Retribusifisme non instrumentalis bisa dikatakan sebagai

kosntitusi terbaik dalam artian tugas negara untuk menghukum dibanding kebenaran untuk memberikan hukuman, dimana “kebenaran” dapat dipahami negara sebagai alasan “keharusan” dan saat ini sangat umum digunakan.

Retribusifisme non instrumentalis diharapkan untuk memberikan pertimbangan bahwa hukuman telah dijustifikasi karena dalam melakukannya saja sudah benar (sesuatu yang ada alasannya dan harus dilakukan) dan dimana kebenarannya tidak berlaku derivatif dari nilainya.

Retribusifis instrumentalis dapat juga menjustifikasi hak hukuman. Meraka dapat mengatakannya hal tersebut benar karean (sejauh ini adalah) mengutamakan kebenaran.

Retribusifisme non instrumentalis bergantung tidak atas kebenaran seharusnya dari hukuman, tapi lebih kepada klaim bahwa kebenaran tersebut tidak diturunkan dari nilainya.

Retribusifisme non instrumentalis yang menjustifikasi hukuman sebagai hak bukan atas dasar nilai instrumentalisnya harus menyangkal pelanggar memang layak dihukum.

Retribusifisme non instrumentalis harus menolak spesifikasi atas klaim tak beralasan. Secara terpisah mereka harus mengartikulasi dan membela spesifasi pembelaan pelanggar yang tidak dapat diekspersikan tanpa referensi pada aksi oleh agen responsif

PERWAKILAN DAN PERWAKILAN DAN INSTRUMENTALISME INSTRUMENTALISME KONSEPTUALKONSEPTUAL

Bila hukuman didefinisikan sebagai infliksi penderitaan pelanggaran sebagai respon pembelaannya, maka derita pelanggar adalah konsekuensi intrinsik dari tiap aksi hukuman. Bertolak belakang, bila hukuman diartikan sebagai variasi bentuk perlakuan perlakuan yang didesain atau ditujukan sebagai bentuk opresif, maka setiap aksinya menyebabkan ada keberatan dalam pertanyaan perwakilan. Tentu saja hal ini jauh dari hanya sekedar kemungkinan definisional.

Poin pentingnya, walau akun retribusitif akan menjustifikasi hukuman dengan tendensi untuk mengangkat pernyataan layak dihukum ditujukan pada perwakilan atau konsekuensionalisme intrisik semua bergantung pada bagaimana kita mendefinisikan hukuman itu sendiri. Tapi itu hanya mengarahkan kita kembali kepada debat definitif yang pernah dikemukakan sebagian besar pilsuf hukum kriminal.

Pemahaman terbaik kita atas justifikasi hukuman yang berbeda-beda, baik pertimbangan justifikasi sebagian yang dimiliki perwakilan atau subkonsekuwnsionalis intrinsik, tergantung pada spesifikasi hukuman yang lebih sesuai dan spesifikasi yang bisa ditandingkan. Untuk mereka hal tersebut bergantung pada spesifikasi pembelaan atas apa yang layak pelanggar terima.

Retribusifis non instrumentalisme ditujukan pada yang tertarik untuk melihat perbedaan antara konsekuensi intrisik dan perwakilan, dan memiliki dasar untuk memutarbalik nya.

ANALISISANALISIS Para pilsuf hukum pidana membagi potensial dari pertimbangan

justifikasional atas hukuman kriminal menjadi dua kelas besar: retribusitifis dan konskekuensialis, kelas yang dipilih untuk digambarkan sebagai retribusitifis dan instrumentalis untuk menekankan para pengikutnya dari posisi nantinya tidak harus mendorong konsekuensialisme hanya sebagai teori moral komprehensif.

Secara umum bisa dikatakan, retribusitifis melakukan pembelaan bahwa hukuman dijustifikasi dengan konsekuensi baik yang bersih yang mempraktikan secara praktis, dan secara paradigma tapi bukan sesuatu yang selalu dianggap eksklusif, sebagai pencegahan dari agresi anti sosial.

menurut pertimbangan para retribusitifis para pelanggar mereka layak menerima hukuman karena kesalahannya. Retribusitifis akan menentang instrumentalisme mengisi beberapa pola, termasuk yang menekankan: komitmen terhadap impermisibilitas dari penghukuman dari orang2 yang bukan pelanggar dari status retribusitifisme sebagai bentuk keadilan; dan ketidakbisaan justifikasi instrumentalis yang masuk akal terhadap tujuan kita dalam memberikan hukuman.

Jadi menurut teori ini bahwa memang sudah hak kita untuk menghukum pelanggar, atas pertimbangan itulah seharusnya yang dilakukan, atau memiliki alasan moral untuk melakukannya, dasarnya tidak diturunkan dari nilai menghukum mereka atas sebuah hubungan dari bagaimana kita menghukum mereka.

Teori absolut, atau teori retributif, atau teori pembalasan (vergerldingstheorien). Menurut teori ini, pidana dimaksudkan untuk membalas tindakan pidana yang dilakukan seseorang. Jadi, pidana dalam teori ini hanya untuk pidana itu sendiri.

Teori ini dikenal pada akhir abad ke-18 dan mempunyai pengikut-pengikutnya dengan jalan pikirannya masing-masing, seperti: Imanuel Kant, Hegel, Herberet, dan Sthal.

Pada dasarnya aliran teori ini dibedakan atas corak subjektif yang pembalasannya ditujukan pada kesalahan pembuat karena tercela. Dan corak objektif yang pembalasannya dilakukan oleh orang yang bersangkutan

apabila pidana itu dijatuhkan dengan tujuan semata-mata hanya untuk membalas dan menakutkan, maka belum pasti tujuan ini akan tercapai, karena dalam diri si terdakwa belum tentu ditimbulkan rasa bersalah atau menyesal, mungkin pula sebaliknya, bahkan ia menaruh rasa dendam.

seseorang yang dihukum karena kesalahannya dengan cara membalas atau menakutkan si pelaku dengan suatu pidana yang kejam memaksa diluar kehendak rasa keadilan. Jadi pidana tidak didasarkan pada berat ringannya tindak pidana yang dilakukan, melainkan harus didasarkan pada keperluan yang dibutuhkan untuk dapat memperbaiki si pelaku tindak pidana.

Berat ringannya pidana bukan merupakan ukuran untuk menyatakan narapidana sadar atau tidak. Pidana yang berat bukanlah jaminan untuk membuat terdakwa menjadi sadar, mungkin juga akan lebih jahat. Pidana yang ringan pun kadang-kadang dapat merangsang narapidana untuk melakukan tindak pidana kembali. Oleh karena itu usaha untuk menyadarkan narapidana harus dihubungkan dengan berbagai faktor, misalnya apakah pelaku tindak pidana itu mempunyai lapangan kerja atau tidak.

Apabila pelaku tindak pidana itu tidak mempunyai pekerjaan, maka masalahnya akan tetap menjadi lingkaran setan, artinya begitu selesai menjalani pidana ada kecenderungan untuk melakukan tindak pidana kembali.

penjatuhan pidana keada seseorang tidak hanya dilakukan karena menimbulkan efek jera atau balas dendam kepada pelaku kejahatan tetapi seharusnya memberikan suatu pelajaran agar seseorang menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.

tujuan pemidanaan adalah Preventif yaitu pencegahan dalam arti agar mereka tidak melakukan perbuatan pidana. Dan Represif yaitu mengembalikan seseorang yang telah melakukan tindak pidana atau mendidik seseorang yang telah melakukan tindak pidana agar mereka kembali menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat.

IMPLEMENTASI DI IMPLEMENTASI DI INDONESIAINDONESIAMuladi dan Barda Nawawi : Sanksi pidana

bertujuan memberikan penderitaan istimewa kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya. Selain ditujukan pada pengenaan penderitaan pada pelaku, sanksi pidana juga merupakan bentuk pernyataan pencelaan terhadap perbuatan pelaku.

KUHP konsepnya bertolak pada asas legalitas

KUHP yang ada masih dipengaruhi aliran hukum pidana Neo Klasik dimana pembalasan dan menderitakan terpidana menjadi salah satu tujuan dari pemidanaan

RUU KUHP yang ada mulai merubah konsep dari pola pemidanaan, tujuan, dan proses pemidanaan

pasal 51 RUU KUHP:1.pemidanaan bertujuan:a.mencegah dilaukkannya tindak pidana dengan

menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat

b.memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna

c.menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat

d.membebaskan rasa bersalah pada terpidana

2.pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.

Pasal 52 :

1.dalam pemidanaan wajib mempertimbangkan :a.kesalahan pembuat tindak pidanab.motif dan tujuan melakukan tindak pidanac.sikap batin pembuat tindak pidanad.apakah tindak pdana dilakukan dengan berencanae.cara melakukan tindak pidanaf.sikap dan tindakan pembat sesudak melakukan tindak pidanag.riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak

pidamnah.pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak

pidanai.pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korbanj.pemaafan dari korban dan/atau keluarganya dan/atauk.pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilaukan

2.ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat atau keadaaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan memperimbangkan segi keadilan sosial.

SEKIAN DAN TERIMAKASIH