tentang sagu 2011

59
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sagu (Metroxylon sago Rottb.) merupakan tanaman asli Indonesia dan diyakini berasal dari Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua dan tersebar di kepulauan Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi (Lokakarya Sagu, 2007). Luas perkebunan sagu diperkirakan 1,2 juta ha dan di Riau berkisar antara 69.916 ha (Azaly, 2008). Sagu memiliki beberapa potensi, yakni sebagai sumber pangan dan bahan industri (Lokakarya Sagu, 2007). Sebagai sumber pangan sagu dapat diolah menjadi berbagai macam makanan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Sedangkan sebagai sumber bahan industri sagu dapat diolah menjadi tepung. Dari tepung sagu dapat dibuat bahan perekat dan plastik karena mudah terurai secara alami (biodegradable). Peningkatan jumlah produksi sagu berbanding lurus dengan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah yang berasal dari pengolahan sagu terbagi menjadi limbah padat, cair, dan gas. Limbah berbentuk padat dan cair belum diolah secara maksimal dan masih menggunakan sistem sederhana yang langsung dialirkan ke dalam sungai yang mengalir di sekitar kawasan kilang sagu. Hal ini dapat 1

Upload: zarul-zahari

Post on 18-Jan-2016

71 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

sagu

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sagu (Metroxylon sago Rottb.) merupakan tanaman asli Indonesia dan

diyakini berasal dari Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua dan tersebar di

kepulauan Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi (Lokakarya Sagu, 2007). Luas

perkebunan sagu diperkirakan 1,2 juta ha dan di Riau berkisar antara 69.916 ha

(Azaly, 2008). Sagu memiliki beberapa potensi, yakni sebagai sumber pangan dan

bahan industri (Lokakarya Sagu, 2007). Sebagai sumber pangan sagu dapat diolah

menjadi berbagai macam makanan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat.

Sedangkan sebagai sumber bahan industri sagu dapat diolah menjadi tepung. Dari

tepung sagu dapat dibuat bahan perekat dan plastik karena mudah terurai secara alami

(biodegradable).

Peningkatan jumlah produksi sagu berbanding lurus dengan peningkatan

jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah yang berasal dari pengolahan sagu terbagi

menjadi limbah padat, cair, dan gas. Limbah berbentuk padat dan cair belum diolah

secara maksimal dan masih menggunakan sistem sederhana yang langsung dialirkan

ke dalam sungai yang mengalir di sekitar kawasan kilang sagu. Hal ini dapat

menyebabkan pencemaran disekitar sungai tersebut bahkan mengakibatkan

kedangkalan sungai. Limbah yang berbentuk gas berasal dari cerobong asap yang

sangat berpotensi menyebabkan pencemaran udara, karena mengandung gas CO, NOx

,CO2 dan lainnya.

Dewasa ini penanganan limbah padat berupa ampas sagu belum dimanfaatkan

secara optimal. Ampas sagu diyakini masih memiliki komposisi senyawa kimia

karbon berupa senyawa selulosa (Flach, 1997). Sehingga sangat mungkin untuk

dijadikan keperluan lain yang lebih bermanfaat. Salah satu upaya yang dilakukan

adalah pengomposan ampas sagu tersebut menjadi pupuk organik.

1

Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik seperti

sisa tumbuhan (ampas sagu) dan hewan yang dibuat melalui proses fermentasi.

Kualitas dari pupuk juga ditentukan dari variasi bahan dan ketersediaan unsur hara

yang diperlukan bagi tanah dan tanaman. Tapi kendala yang dihadapi pada proses

pengomposan yakni lama pengomposan atau waktu yang diperlukan untuk

pengomposan. .

Sistem pengomposan alami memerlukan waktu relatif lebih lama. Tiga bulan

kadang lebih merupakan waktu yang biasanya diperlukan untuk pengomposan bahan-

bahan organik tersebut. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk mempercepat proses

pengomposan tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan

mikroorganisme seperti penggunaan teknologi EM (Effective Microorganism) yang

ditemukan seorang ahli mikrobiologi bernama Prof. Teruo Higa di Jepang tahun

1980-an. Mikroorganisme efektif adalah suatu kultur campuran berbagai

mikroorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri asam laktat,bakteri fotosintesis,

actinomycetes, dan jamur peragian) yang dapat digunakan untuk merubah senyawa

kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana (Myint, 2003) sehingga dapat

mempertinggi kualitas tanah, peningkatan unsur hara dan pertumbuhan serta

peningkatan hasil tanaman pangan dalam sistem pertanian (Higa, 1994). Dengan

bantuan teknologi EM ini, pengomposan akan berjalan lebih cepat.

Kultur EM yang dipasarkan di Indonesia adalah EM-4 dengan komposisi

mikroba berdasarkan kondisi iklim, yang mendapatkan sinar matahari 12 jam perhari

sepanjang tahun. Sedangkan EM-5 adalah turunan dari larutan EM-4 yang digunakan

untuk biokontrol tanaman (Kato dkk, 2004).

Karmiani (2007) dari kelompok Bokashi UR juga telah membuktikan bahwa

ketersedian unsur-unsur hara (N, P, K dan rasio C/N) pada pupuk organik yang

difermentasikan dengan teknologi EM memberikan hasil yang tinggi dan mendekati

rasio C/N tanah. Hal ini menandakan bahwa penggunaan teknologi EM untuk

pengomposan bahan-bahan organik dapat mencukupi unsur hara bagi peremajaan

tanah dan tanaman.

2

Pada penelitian ini akan diuji pengaruh penambahan EM-4 (efektif

mikroorganisme) pada pembuatan kompos dari ampas sagu yang dikombinasikan

dengan bahan-bahan organik lain melalui tersedianya unsur-unsur hara N, P, K serta

menguraikan senyawa organik, melalui analisis C/N.

1.2 Perumusan Masalah

Penanganan limbah padat sagu dewasa ini belum dimanfaatkan secara optimal

dan masih dalam skala sederhana. Biasanya limbah dialirkan ke dalam sungai yang

berakibat pada pencemaran dan kedangkalan sungai yang berada di sekitar kilang.

Dilihat dari komposisi kimianya, ampas sagu yang merupakan limbah padat masih

mengandung senyawa karbon asam fenolik dan selulosa yang sangat mungkin

dijadikan sumber karbon untuk pembuatan kompos, sehingga dapat meningkatkan

nilai ekonomis dari limbah tersebut.

Pada penelitian limbah ampas sagu akan diolah menjadi kompos yang

dicampur dengan kotoran ayam serta serbuk kayu yang difermentasikan dengan

EM-4 dan EM-5 sebagai starternya. Kualitas dari kompos akan di uji mulai hari 0, 5,

10, 15, dan 20 hari hasil fermentasi terhadap parameter N, P, K dan rasio C/N.

Pengukuran kadar Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Rasio C/N dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer sedangkan Kalium (K) dengan flame fotometer.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menentukan kandungan unsur N, P, K dan rasio C/N pada pupuk organik

yang berasal dari pengomposan limbah ampas sagu dengan bahan-bahan

organik.

2. Menentukan waktu optimal fermentasi terhadap kualitas pupuk yang

dihasilkan.

3

1.4 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksankan dengan pembuatan kompos di saung (area

perkebunan Komppos UR), dan analisis ketersediaan unsur hara di Laboratorium

Analitik dan Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Riau. Penelitian ini dilakukan lebih kurang 6 bulan.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sagu

Sagu sebagai bahan makanan sudah lama dikenal oleh sebagian besar

masayrakat Indonesia, Semula penduduk Maluku mengkonsumsi sagu sebagai

makanan pokok. Pada tahun 1978 hanya sekitar 59% penduduk Maluku yang

makanan pokoknya sagu (Haryanto dan Pangloli,1991). Selain Maluku penduduk

Indonesia yang makanan pokoknya sagu adalah Sulawesi Tenggara, Sulawesi

Selatan, Mentawai, Kepulauan Riau dan penduduk dipulau kecil.

Sagu (Metroxylon spp) yang sebagian besar tumbuh secara alami memiliki

multifungsi bagi kehidupan manusia. Pati yang dikandung dalam batang sagu dapat

digunakan sebagai bahan pangan yang potensial dan dapat juga dimanfaatkan untuk

bahan baku agroindustri. Selain itu tumbuhan sagu dapat berperan sebagai pengaman

lingkungan karena dapat mengabsorbsi emisi gas CO2 yang ditransmisikan dari lahan

rawa dan gambut ke udara. Emisi gas CO2 dan NH4 yang ditransmisikan ke udara

bervariasi dari 25-200mg /m2/jam. (Boss dan Plassche,2003). Adanya tegakan hutan

sagu gas yang ditransmisikan ke udara akan sangat berkurang karena gas CO2

digunakan untuk fotosintesis.

Sagu (metroxylon spp) merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat

yang paling potensial di Indonesia yang dapat digunakan untuk penganekaragaman

pangan sesuai INPRES No. 20 tahun 1979 (Haryanto dan Pangloli, 1992). Sagu

merupakan alternatif pada saat krisis pangan dan dapat didayagunakan bagi

pengelolaan, pengendalian, dan pelestarian lingkungan (Bintoro, 1999). Pati sagu

mengandung 84,7% karbohidrat yang terdiri atas 73% amilopektin dan 27% amilosa

(Wiyono dan Silitonga,1989). Menurut (Flach, 1997) manfaat sagu adalah daun dapat

dijadikan atap rumah sedangkan batang untuk diambil patinya dan pakan ternak dan

agroindustri lainnya.

5

2.2 Limbah Pabrik Sagu

Proses pengolahan sagu menjadi bahan baku siap pakai menghasilkan produk

sampingan berupa limbah cair, padat dan gas yang berasal dari unit pengolahan,

sterilisasi, dan klarifikasi. Limbah cair dari sagu ini berwarna putih kekuningan yang

dihasilkan langsung dari proses pemisahan pati dan kulit ampas yang dialiri ke dalam

wadah tampungan. Lalu dari wadah tampungan langsung difilter dan terbuang ke

sungai. Walaupun sudah disaring dalam beberapa kali, limbah cairan membuat air

sungai tercemar. Berdasarkan pantauan pada tahun 2010 lalu, air sungai sudah

menjadi berwarna lebih gelap daripada biasanya.

Limbah padat terbagi atas dua yakni limbah yang tertinggal di perkebunan dan

limbah hasil produksi yang berada di pabrik sagu. Limbah yang tertinggal di

perkebunan terdiri dari daun-daun sisa dan tunggul. Daun-daun sisa tebangan itu

tidak menjadi masalah karena biasanya jauh dari pemukiman penduduk dan seiring

dengan waktu akan mengalami penguraian. Namun yang menjadi limbah yang

berbahaya yang dapat mencemari sungai adalah ampas sagu yang berasal dari

pengolahan sagu. Ampas sagu ini biasanya langsung dibuang ke sungai tanpa ada

penyaringan lebih lanjut. Dan untuk mengurangi limbah yang terbuang ke sungai

perlu adanya penelitian tentang ampas sagu ini..

Limbah gas berasal dari pembakaran yang berasal dari pabrik sagu. Limbah

ini langsung menyatu dengan udara. Contoh limbah gas yang berasal dari pengolahan

sagu ini adalah gas karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Gas ini akan

membuat kita merasa sesak napas ataupun batuk ketika berada di dekat pabrik sagu.

Dampak dari limbah gas yang terlalu lama akan membuat udara sekitar lingkungan

pabrik akan tercemar. Namun dewasa ini pencemaran akibat limbah gas masih bisa

teratasi karena adanya tanaman sagu yang terus ditanam warga atau meregenerisasi

kebun mereka.

6

2.3 Ampas Sagu

Ampas sagu adalah limbah padat yang berasal dari pengolahan sagu. Ampas

sagu ini biasanya dibuang ke dalam sungai tanpa mengalami proses lebih lanjut.

Ampas ini berasal dari sagu yang telah diambil ekstraknya. Penanganan limbah

ampas sagu ini pada kilang Sagu Harapan belum cukup efektif. Mereka hanya

menjemur untuk makanan ternak dan belum ada penelitian tentang ampas sagu ini

dilingkungan kilang tersebut.

Ampas sagu yang tentunya masih mengandung pati dimanfaatkan sebagai

pakan ternak (Horigome et al. 1990). Dan juga dapat meningkatkan bobot daun

tanaman bayam pada saat panen (Bintoro, 1996). Di samping itu juga pati yang masih

tertinggal bersama ampas juga dapat dimanfaatkan dan dijadikan alternatif

penggunaan pupuk kandang khususnya kotoran kambing untuk tanaman palawija dan

perkebunan yakni bibit cengkeh dan kelapa sawit. (Bintoro dan Sudarman ,1996).

Tabel 1. Pengaruh Berbagai Media terhadap Pertumbuhan Bibit Cengkeh Umur 8

Bulan (Bintoro dan Sudirma, 1996)

VariabelJenis Media

M0 M1 M2 M3

Tinggi (cm) 31.8 a 53.1 b 51.8 b 53.9 b

Jumlah daun 23.5 a 50.9 b 52.8 b 51.9 b

Luas daun(cm2) 14.0 a 18.2 b 18.0 b 17.6 b

Bobot kering tajuk

(g)4.0 a 8.9 b 9.6 b 9.6 b

Bobot kering akar

(g)0.9 a 2.3 b 2.5 b 2.5 b

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji BNJ 5%:M0 : 100% tanah, M1 : tanah : ampas

sagu= 2:1, M2 : tanah : kotoran kambing = 2:1M3 : tanah : ampas sagu :

kotoran ayam = 4:1:1 (sumber Bintoro1996)

7

Dari tabel dapat dilihat bahwa bibit cengkeh yang ditanam di media yang

diberi ampas sagu, kotoran kambing maupun campuran kotoran kambing dengan

ampas sagu akan memberikan hasil yang lebih baik daripada bibit cengkeh yang

ditanam pada media tanah saja. Hal ini diperkuat bahwa kandungan organik bahan –

bahan yang dikombinasikan dengan ampas sagu memberikan unsur hara yang sangat

baik bagi tanaman (Bintoro dan Sudirman, 1996). Bibit cengkeh yang tumbuh di

media yang diberi perlakuan yang tersebut diatas perbedaanya tidak nyata pada

(p<0.05).

Bintoro dan Sudirman 1996 juga melihat waktu dekomposisi ampas sagu yang

dilakukan dengan penambahan kotoran sapi dapat menambah diameter batang.

Tabel 2. Interaksi Waktu Dekomposisi dengan Penambahan Kotoran Sapi terhadap

Diameter Batang Kelapa Sawit pada Minggu ke 12 (Bintoro dan

Sudarman,1996)

Dosis kotoran sapi Waktu dekomposis

0 4 6

……………………….cm………………………..

0 % 7.8 ab 10.9 ab 10.9 ab

15 % 11.1 ab 10.7 ab 11.9 ab

20 % 10.0 ab 9.6 ab 13.8 b

25 % 11.9 ab 8.3 a 9.8 ab

Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama

tidak berbeda nyata menurut uji BNI 5%

8

Tabel 3. Pengaruh waktu Dekomposisi (Bintoro dan Sudarman ,1996)

Waktu

dekomposisi

ampas sagu

Bobot tajuk Bobot akar Jumlah daun

Segar Kering Segar Kering Saat 4 bulan

(minggu) ………g.……… ………...g……….. …helai……

0 10.5 2.7 3.2 1.0 6.5

4 11.4 2.9 4.2 1.1 6.2

6 14.2 3.8 5.1 1.4 6.7

Ampas sagu yang di dekomposisi 6 minggu tampaknya sudah dapat

digunakan untuk memupuk bibit kelapa sawit. Semakin lama waktu dekomposisi

akan lebih baik bagi bibit kelapa sawit. Hal ini terlihat pada diameter batang, bobot

tajuk dan akar serta jumlah daun. Namun demikian perlu penelitian lebih jauh karena

waktu dekomposisi ampas sagu sangat dipengaruhi oleh mikroorganisme yang

tumbuh di dalamnya.

2.4. Efektif Mikroorganisme (EM)

Efektif Mikroorganisme (EM-4) merupakan suatu kultur campuran berbagai

mikroorganisme yang bermanfaat dan dapat hidup secara sinergis-mutualisme dalam

suatu kultur campuran dan secara biologis dapat menyatu dengan baik. Bila kultur ini

dimasukkan ke dalam lingkungan alami, maka pengaruh dari masing-masing akan

lebih berlipat ganda secara sinergik. EM-4 tidak mengandung mikroorganisme yang

secara genetik telah dimodifikasi, melainkan terbuat dari kultur campuran berbagai

spesies mikroba yang telah diisolasi dari alam (Kato dkk., 2004). Efektif

mikroorganisme (EM-4) dapat menigkatkan fermentasi limbah sampah organik dan

meningkatkan ketersediaan unsur hara tanaman. Selain itu, EM-4 dapat menekan

aktivitas serangga, hama dan mikroorganisme patogen lainnya (Djuarnani, 2005).

9

Mikroorganisme yang terdapat dalam EM terdiri dari 5 golongan besar yaitu:

1. Bakteri fotosintetik (bakteri fototrofik) Bakteri fotosintetik merupakan mikroorganisme yang mandiri dan swasembada,

Bakteri fotosintetik dapat mengubah CO2 dari udara dan hidrogen sulfida (H2S)

menjadi zat-zat seperti asam-asam amino, asam nukleat, dan gula dengan

menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi. Hasil metabolisme dari bakteri

fotosintetik tersebut dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan sekaligus

berfungsi sebagai substrat bagi bakteri atau mikroorganisme lainnya (Apnan, 2003).

Persamaan reaksi umum fotosintesis:

CO2 + H2O S⃗inarmatahari O2 + (CH2O)n

Persamaan reaksi oleh fotosintetik bakteria

CO2 + H2S S⃗inarmatahari

O2 + (CH2O)n + S

2. Bakteri asam laktat

Bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dan glukosa, selain itu bakteri

asam laktat mempunyai kemampuan untuk menekan pertumbuhan fusarium yang

merupakan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dan mematikan

tanaman. Dengan meningkatnya serangan penyakit oleh fusarium mengakibatkan

bertambah banyaknya jumlah cacing yang merugikan secara tiba-tiba. Cacing

tersebut akan hilang secara berangsur-angsur dengan kehadiran asam laktat (Apnan,

1997). Contoh bakteri asam laktat adalah Laktobasillus bulgaricus dan Streptococcus

lactis (Apnan, 2003).

Reaksi perubahan dari glukosa menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat

C6H12O6 b⃗akteriasamlaktat 2C 3H6O3

3. Ragi

Ragi dapat menghasilkan zat anti bakteri dan bermanfaat bagi pertumbuhan

tanaman. Ragi yang terdapat dalam EM-4 terdiri dari Aspergillus, Saccharomyces,

Candida, dan Hansenula yang berperan menyederhanakan amilum dan menguraikan

glukosa menjadi alkohol serta bermacam-macam zat organik lainnya. Selain itu

10

bakteri Acetobacter yang berperan mengubah alkohol menjadi asam cuka. Zat-zat

bioaktif seperti hormon dan enzim yang dihasilkan oleh ragi dapat meningkatkan

jumlah sel aktif dan perkembangan akar (Apnan, 2003).

Reaksi perubahan dari glukosa menjadi etanol

C6H12O6 r⃗agi C2H5OH + CO2

4. Bakteri Actinomycetes

Bakteri Actinomycetes merupakan mikroba heterotropik yang mampu

mendekomposisi bahan organik didalam tanah maupun didalam bahan kompos.

Actinomycetes mampu menembuskan tanah untuk mencari jaringan tanaman yang

telah terdekomposisi. Selain itu, Actinomycetes berperan penting karena mampu

mengurai beberapa jenis senyawa yang tahan terhadap dekomposisi bakteri, seperti

selulosa, hemiselulosa, keratin, kitin, dan asam oksalat (Semangun, 2007).

5. Jamur fermentasi (peragian)

Jamur fermentasi seperti Aspergillus dan Penicillium dapat menguraikan bahan-

bahan organik untuk menghasilkan alkohol, ester, dan zat-zat antimikroba. Zat-zat

inilah yang berfungsi untuk menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga serta

ulat tanah maupun daun yang sifatnya merugikan (Apnan, 1997).

Beberapa pengaruh efektif mikroorganisme yang menguntungkan antara lain:

a. Memperbaiki perkecambahan bunga, buah, dan kematangan hasil tanaman.

b. Memperbaiki lingkungan fisik, kimia, dan biologis tanah serta menekan

pertumbuhan hama dan penyakit tanah.

c. Meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman.

d. Mempercepat perkecambahan dan pertumbuhan tanaman.

e. Mempercepat dekomposisi atau penguraian bahan organik menjadi pupuk.

2.5 Efektif Mikroorganisme-5 (EM-5)

Efektif mikroorganisme (EM-5) merupakan penangkal serangga yang sifatnya

non-kimia dan tidak beracun. EM-5 mampu menggantikan 50-70% dosis pupuk

dalam menghasilkan panjang dan berat segar tongkol jagung (Simanihuruk, 2002).

EM-5 terdiri dari alkohol, asam asetat, gula merah, dan EM-4. Untuk membuat EM-5

11

yang efektif terhadap hama dan penyakit yang terus menerus ada, maka perlu

ditambahkan lebih banyak bahan organik yang mengandung obat-obatan, misalnya

bahan organik yang mengandung antioksidan seperti bawang putih, sebelum

digunakan bahan tersebut terlebih dahulu diblender (Hasibuan, 2007). Perawatan

tanaman dengan menggunakan pupuk bokashi dan EM-5 sebagai biokontrol

memperlihatkan kadar fenolik (92,69%) dan flavonoid (85,71%) pada tanaman

bangun-bangun (Suryanti, 2010).

2.6 Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium(K), Karbon(C), dan Rasio C/N

2.6.1 Nitrogen

Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro utama yang sangat penting untuk

pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap dalam bentuk ion NO3- atau NH4

+ dari tanah.

Kadar nitrogen rata-rata dalam jaringan tanaman berkisar 2-4 % berat kering. Dalam

tanah kadar nitrogen sangat bervariasi tergantung pada keadaan lingkungan seperti

iklim, variasi vegetasi,topografi dan pengolahan tanah (Rosmarkan,2002). Nitrogen

dalam tanah sebagian besar ditemukan dalam bentuk organik. Sedangkan bentuk yang

tersedia bagi tanaman seperti ammonium dan nitrat relative kecil. Unsur Nitrogen

mudah hilang dari tanah yang disebabkan oleh penyerapan tanaman,erosi dan hilang

dalam proses denitrifikasi.

Sumber utama nitrogen berasal dari gas N2 di atmosfir. Kadar gas nitrogen di

atmosfir bumi sekitar 79%. Walaupun jumlahnya sangat besar tetapi nitrogen belum

dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan tingkat tinggi secara langsung, kecuali dalam

bentuk yang tersedia seperti ammonium dan nitrat (Foth,1994). Nitrogen diikat oleh

tanaman dengan berbagai cara seperti yang ditunjukkan oleh gambar:

12

Gambar 1. Siklus nitrogen di udara (sumber: chemistry.org)

Fikasasi nitrogen dari udara dapat dilakukan oleh mikroorganisme prokariotik seperti Acetobacter dan Rhizobium atau dengan bantuan kilat yang terjadi di atmosfer. Di dalam tanah persenyawaan nitrogen akan mengalami beberapa proses kimia diantaranya (Wiliams,2001) :

1. Aminisasi

Pada proses ini protein akan mengalami perubahan melalui proses enzimatik

yang dilkukan oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana

seperti asam amino.

Protein mikroorgnisme asam amino + CO2 + energy

2. Amonifikasi

Pada proses ini asam-asam amino akan dimanfaatkan oleh bakteri

heterotrop dan dirubah menjadi ammonium

R – NH2 + H2O hidrogenase R-OH + NH2 + energi

13

3. Nitrifikasi

Nitrifikasi merupakan proses oksidasi ammonium yang dilakukan oleh

bakteri tertentu dalam dua tahap reaksi. Tahap pertama terjadi pembentukan

nitrit dan pada tahap kedua terjadi oksidasi nitrit menjadi nitrat.

NH3 + O2 Nitrosomonas NO2 + H2O + H+

NO2 + O2 nitrobacter NO

4. Denitrifikasi

Jika dalam tanah kaya senyawa nitrat namun lingkungan miskin

dengan oksigen akan hidup dan berkembang bakteri anaerob. Bakteri ini akan

mereduksi nitrat menjadi gas nitrogen yang dibebaskan ke atmosfer:

NO3 + (CH2O)n + H+ thlobacillusdenirtrificans N2 + CO2 + H2O

Nitrogen dibutuhkan oleh tanaman untuk mensintesis asam amino yang

selanjutnya akan membentuk protein. Apabila tanaman kekurangan unsur nitrogen

akan gejala sebagai berikut : (Poerwowidodo,1992):

Warna daun menjadi hijau muda,apabila keadaan ini terus berlanjut

maka warna daun akan menjadi kuning dan akhirnya layu.

Tanaman menjadi kerdil dan perkembangan perkaranya terbatas

Pematangan buah tidak sempurna (buah masak sebelum waktunya)

2.6.2 Fosfor (P)

Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah yang cukup besar oleh

tanaman. Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan

kalium. Tetapi fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (Key of life). Tanaman

menyerap fosfor dalm bentuk ion ortofosfat (H2PO4-HPO2

-.PO4). Jumlah masing-

masing bentuk tergantung pada pH tanah, jika pH rendah (asam) akan hanya akan

ditemukan ion H2PO4-, tetapi jika pH dinaikkan maka bentuk HPO4 yang dominan.

14

Apabila pH dinaikkan lebih tinggi lagi maka bentuk PO2= yang akan dominan dalam

tanah (Rosmarkan,2002).

Siklus fosfor di alam ditunjukkan pada gambar 2. Fosfor dalam tanah dapat

digolongkan menjadi P organik dan P anorganik. P organik berasal dari humus atau

bahan organik lain yang mengalami dekomposisi dan melepaskan P ke tanah.

Sedangkan P anorganik terdapat dalam berbagai ikatan dengan Al, Fe, Ca, dan Mn.

Pada umumnya konsentrasi P anorganik lebih tinggi dari pada P organik.

Ketersediaan P tanah untuk tanaman dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri.

P menjadi tidak tersedia dan tidak larut disebabkan adanya fiksasi dari mineral-

mineral liat dan ion Al, Fe, Mg, ataupun Ca yang banyak larut, membentuk kompleks

yang tidak larut (Lingga,2003).

Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan P dalam tanah (Nyakpa,1998) adalah :

Tekstur tanah

pH tanah

Waktu reaksi

Suhu

Kandungan bahan organik

Tanaman membutuhkan fosfor untuk:

Penyusunan inti sel, pembelahan sel serta perkembangan jaringan

meristem.

Penyimpanan dan pemindahan energi

Transportasi electron

Pengangkutan ion hara

15

Gambar 2. Siklus fosfor di alam (Wiliams,2001)

2.6.3 Kalium (K)

Kalium (K) diserap tumbuhan dalam bentuk ion K+. Kalium tergolong unsur

yang mobil dalam tanaman baik dalam sel dan dalam jaringan xylem dan floem.

Kalium banyak terdapat sitoplasma yang berperan untuk pengaturan tekanan osmosis

dalam sel. Dalam sitoplasma kisaran konsentrasi K relative besar 100-200 mM dan

dalam kloroplas 20-200 mM.

Kalium dalam tanah tidak selalu dalam keadaan tersedia, tapi berubah dari

bentuk yang lambat tersedia menjadi K yang relatif tidak tersedia dan kemudian

menjadi K yang tersedia. (Gambar 3).

16

K relative tidak tersedia (feldspat,mika) 90% – 98%

K Lambat tersedia (K tidak dapat tertukar (difraksi) 1-10%

K mudah tersedia (dapat K tertukar dan K dalam larutan tanah )1-2%

Gambar 3. Bagan Pertukaran Bentuk K dalam tanah

(Nyakpa,1998)

Hal ini disebabkan K tersedia mengadakan keseimbangan dengan bentuk-

bentuk lainnya dalam tanah. Keseimbangan K dan unsure lain dalam tanah

mempengaruhi kesuburan tanah, karena sifat fisiologis tanaman sering memerlukan K

yang seimbang dengan unsur lain. Misalnya, tekanan turgor tanaman dipengaruhi

oleh kalium dan kalsium (Ca). Disamping itu K sering memiliki sifat berlawanan

dengan unsur lain. Ketidakseimbangan K dengan unsur lain pada tanaman dapat

menyebabkan kekurangan salah satu unsure lain dalam tanaman. (Rosmarkam,2002).

Peranan kalium pada tanaman antara lain:

Membentuk dan mengangkut karbohidrat

Katalisator dalam pembentukan protein

Menaikkan pertumbuhan jaringan meristem

Mengatur pergerakan stomata

Meningkatkan kualitas buah karena bentuk dan wrna yang lebihmenarik

Mengatur tekanan turgor tanaman.

2.6.4 Karbon (C)

Tanaman memerlukan karbon, oksigen dan hidrogen yang didapat dari udara

berupa CO2 dan O2 serta dari tanah yang mengandung H2O dan unsur-unsur lainnya

untuk pembentukan protein dan fungsi fisiologis tanaman itu sendiri

(Dwidjoseputro,1980).

Unsur karbon di tanah sebagian besar berupa karbon organic yang berasal dari

sisa-sisa makhluk hidup baik tanaman dan hewan yang telah mati. Sisa dari bagian

makhluk hidup itu akan mengalami proses dekomposisi oleh berbagai

mikroorganisme tanah sehinggs menghasilkan senyawa anorganik atau mineral

seperti gas karbondioksida, air dan berbagai macam garam yang dapat diserap oleh

tanaman (Sutedjo 1991).

Fotosintesis yang dilakukan oleh tanaman merupakan proses penyerapan

karbondioksida (CO2) dari udara secara difusi melalui permukaan mulut daun

17

(stomata) yang berfungsi membentuk glukosa dan oksigen yang diperlukan oleh

makhluk hidup.

2.6.5 Ratio C/N

Pencampuran bahan-bahan organik yang mempunyai perbandingan C/N

rendah dan tinggi dianjurkan dalam pembuatan fermentasi kali ini. Untuk

peningkatan keragaman mikroba sangat dianjurkan untuk menggunakan 3 macam

bahan organik. Bahan-bahan tersebut merupakan tempat tumbuh dan berkembang

bagi mikroorganisme efektif yang akan memperbaiki ketersediaan unsur hara dan

senyawa-senyawa bioaktif bagi tanaman (Anonimous,2002)

Apabila perbandingan C/N tinggi maka perombakan mikroba berjalan lambat

sedangkan perbandingan C/N rendah, perombakan mikroba akan berjalan cepat

karena unsur nitrogen tinggi dimana nitrogen adalah penguraian senyawa-senyawa

organik yang lebih sederhana yang merupakan suatu keharusan bagi biosintesis asam

amino yang merupakan unit pembangun protein dan asam nuklet bernitrogen.

Unsur hara ini berasal dari penguraian senyawa organic didalam tanah yang

dapat diserap oleh tanaman. Perubahan bahan organik selama proses pengomposan

mengakibatkan kadar karbohidarat akan berkurang bahkan hilang, sedangkan unsur N

yang terlarut (amonia) meningkat, oleh karena itu perbandingan C/N akan semakin

semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah (Prihmantoro,2002).

2.7 Teori Analisis

2.7.1 Nitrogen (N)

Pada penelitian ini nitrogen tersedia dianalisis dalam bentuk nitrat, Nitrat

diekstraksi dengan air suling karena nitrat sangat mudah larut dalam air, kemudian

penentuan nitrat dengan mereaksiakan dengan asam fenol disulfonat menghasilkan

kompleks berwarna kuning gelap dari senyawa 6 nitro 1,2,4-phenoldisulfonat

(Elfiyenty,2002). Senyawa kompleks yang berwarna kuning gelap ditentukan dengan

spektrofotometer yang diukur pada panjang gelombang 405 nm.

18

2.7.2 Fosfor (P)

Fosfor tersedia dalam bentuk ortofosfat. Ortofosfat diekstraksi dengan metode

Olsen dimana zat pengekstraknya adalah NaHCO3 0,5 N pH 8,5. Fosfat dalam

suasana netral atau sedikit asam terikat dengan Al-FePO4 . Pengekstrak natrium

bikarbonat akan mengendapkan bereaksi dengan Al dan Fe menjadi Al-Fe hidroksida

sehingga ion ortofosfat dibebaskan dalam larutan . Selanjutnya ortofosfat ditentukan

dengan metode asam askorbat. Amonium molibdat dan kalium antimronil tartarat

bereaksi dalam suasana asam dengan ortofosfat hingga membentuk asam

fofsfomolibdat. Asam fosfomolibdat tersebut kemudian direduksi oleh asam askorbat

menjadi molybdenum biru (Asnawati,1994).

Reaksi lengkap:

2H3PO4 + 24 (NH4)2 MoO4 + 6K(SbO)C4H4O6.1/2H2O +21 H2SO4

Fosfat Ammonium Molibdat Kalium Antimonil tartarat

2(K)3PO4 12MnO3 + 3NH3(SbO)C4H4O6.1/2H2O + 21(NH4)2SO4 + 24 H2O +

Kalium fosfomolibdat

(K)3PO412MoO3 + 12C6H8O6 (K)3PO4.12MoO2 +12 H2O + 12 C6H6O6

Askorbat

Konsentrasi ortofosfat ditentukan dengan alat spektrofotometer yang diukur

pada panjang gelombang 695 nm.

2.7.3 Kalium (K)

Kalium tersedia dalam bentuk K+. Kalium diekstrak dengan menggunakan

ekstraksi Olsen dengan pelarut NaHCO3 (0,5 N pada pH 8,5 dimana ion Na+ dan H+

akan bertukar dengan ion K+ yang berada dalam kompleks koloid dari tanah sehingga

ion K+ terlepas dari kompleks koloid. Pengukuran kadar kalium yang diekstrak

menggunakan alat flame fotometer nyala berdasarkan banyaknya emisi yang

dipancarkan oleh sampel pupuk yang diekstrak yang dihubungkan dengan kurva

larutan standar K (Sudjadi,1971).

19

2.7.4 Karbon ( C )

Kadar karbon ditentukan dalam bentuk karbon organik yang digunakan untuk

menentukan nilai ratio C/N pada pupuk organik dari ampas sagu tersebut. Peranan

karbon organik pada penelitian ini ditentukan berdasarkan metode spektrofotometer

sinar tampak, metode spektrofotometer sinar tampak inilah didasarkan pada

penyerapan energi radiasi oleh zat tersebut. Jumlah foton yang diserap sebanding

dengan konsentrasi atau jumlah atom, ion atau molekul dan tebal larutan yang

menyerap (hukum Lambert-Beer).

Pada penentuan kadar karbon sebelum melakukan pengukuran, terlebih

dahulu diseleksi panjang gelombang optimumnya. Kadar karbon yang ditentukan

dalam pupuk ini adalah untuk menetukan nilai rasio C/N nya.

Sampel dioksidasi menggunakan kalium bikromat 1 N dengan katalis asam

sulfat pekat yang selanjutnya direaksikan dengan barium klorida 0,5 % reaksi ini akan

menghasilkan Cr3+ dari CrCl3 yang berwarna hijau. Jumlah kalium bikarbonat yang

tereduksi diukur berdasarkan serapan energi sinar oleh Cr+3 menggunakan

spektrofotometer. Jumlah kalium bikromat yang tereduksi sebanding dengan jumlah

karbon organik yang teroksidasi dalam sampel. Dengan demikian kadar karbon energi

dapat ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi standard karbon :

Corganik + 2K2Cr2O7 + 8H2SO4 2Cr2(SO4)3 + 2K2SO4 + 8H2O+ 3CO2

Cr2(SO4)3 + BaCl2 2CrCl3 + 3BeSO4

2.7.5 Nitrogen total dengan metode Kjedahl

Prinsip penetuan nitrogen dengan metode Kjedahl adalah merubah senyawa

yang mengandung nitrogen menjadi amoniak dengan cara mendetruksi sampel

dengan asam sulfat pekat. Amoniak yang dibebaskan dirubah menjadi ammonium

sulfat dengan penambahan asam berlebih. Penambahan natrium hidroksida pada

larutan sampel akan merubah ammonium sulfat menjadi natrium sulfat, amoniak ,dan

air. Amoniak dipisahkan dari larutan dengan cara mendestilasi sampel. Destilat

20

ditampung dengan erlenmeyer yang berisi asam borat sehingga akan terbentuk

ammonium borat. Ammonium borat dengan penambahan indikator campuran metilen

red-bromocresol green dititrasi dengan asam sulfat yang terpakai (Menon,1979).

Secara kimia:

Sampel 2(NH3) + H2SO4 (NH4)2SO4

(NH4)SO4 + 2 NaOH Na2SO4 + 2NH3 + 2H2O

3NH3 + H3BO3 (NH4)3BO3

2(NH4)3BO3 + 3H2SO4 3(NH4)2SO4 + 2H3BO3

2.8 Analisis Spektrofotometer Sinar Tampak

2.8.1 Teori dan Prinsip dasar

Spektrofotometer sinar tampak merupakan suatu cara analisis kimia kualitatif

dan kuantitatif yang berdasarkan penyerapan energy radiasi sinar oleh larutan

berwarna. Dengan mengukur intensitas warna yang diserap sampel dan

membandingkannya dengan absorbansi larutan standar maka konsentrasi sampel

dapat ditentukan (Day dan Underwood,1990).

Hubungan antara energy yang diserap dan panjang gelombang sesuai dengan

persamaan berikut:

E = h µ = hc / λ

Keterangan :

E = Energi foton (erg)\

h = Konstanta Plank

µ = Frekuensi (detik-1 atau Hz)

c = Kecepatan Cahaya (3x1010 cm/det)

λ = Panjang gelombang (nm)

21

C

b

Senyawa yang diukur akan menyerap sinar pada panjang gelombang tertentu/

Banyaknya sinar yang diserao sebanding dengan konsentrasi larutan yang dilalui. Hal

ini merupakan hokum Lambert-Beer yang dapat dilihat pada gambar berikut. :

Gambar 4. Pengurangan kekuatan sinar oleh larutan pengadsorbsi

Gambar diatas memperlihatkan intensitas sinar sebelum (Po) dan sesudah (P)

melewati larutan dengan ketebalan b cm dan konsentrasi zat penyerap (pengabsorbsi)

yaitu kurangnya intensitas sinar dari Po ke P. Transmitan (T) merupakan bagian dari

sinar yang diteruskan melalui larutan sehingga didapat hubungan :

T= P/P0

Transmitan sering dinyatakan sebagai persentase (%T), sehingga hubungan antara

Absorbansi (A) dengan Trasmitan (T) suatu larutan dinyatakan dengan persamaan:

A= -log T = log P0/P

Absorbansi larutan bertambah dengan pengurangan intensitas sinar yang

diserap oleh detektor. Jika ketebalan benda atau konsentrasi materi yang dilewati

cahaya bertambah maka cahaya akan lebih banyak diserap (Tim Kimia

Analitik,2004). Jadi absrobansi A berbanding lurus dengan ketebalan b dan

konsentrasi c , persamaannya adalah:

A = a.b.c = c.b a Dimana : A = Absorbansi

a = Absorpsivitas jika c =g/Lb = Ketebalan atau panjang jalan sinar dalam posisi atom (cm)c = konsentrasi atom-atom (mol.L)ε = Absorpsitas molar jika c= mol/L

22

Po P

2.8.2 Sistem Instrumen Spektrofotometer

Diagram peralatan spektrofotometer dapat digambarkan sebagai berikut;

Gambar 5. Diagram spektrofotometer

Sumber radiasi

Sumber radiasi yang baik untuk mengukur serapan adalah sumber yang

memancarkan sinar dan menghasilkan spektrum yang kontinyu dengan intensitas

tinggi dan merata pada daerah panjang gelombang optimum. Sumber radiasi untuk

daerah sinar tampak yang digunakan adalah lampu tungsten atau wolfram. Kelebihan

lampu wolfram ini adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada

berbagai panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan yang stabil dapat

digunakan stabilizer. Jika tegangan tidak stabil maka akan didapatkan energi yang

bervariasi. Untuk mengkompensasikan hal ini maka dilakukan pengukuran transmitan

larutan sampel yang disertai dengan larutan standar (Sastrohamidjojdo, 2001).

Monokromator

Monokromator berfungsi untuk menguraikan radiasi polikromatik menjadi

monokromatik. Alat yang biasa digunakan dapat berupa prisma atau grating. Untuk

mengarahkan sinar monokromatik yang diinginkan dari hasil pengukuran ini dapat

digunakan celah atau dapat dilakukan dengan cara memutar prisma dan grating

sehingga sinar yang diteruskan hanya pada warna dan panjang gelombang tertentu.

23

Sumber radiasi

Monokromator Kuvet Detektor

Amplifier

Pembacaan

Kuvet

Kuvet merupakan tempat sampel yang akan dianalisa. Pada spektrofotometer

UV biasanya digunakan kuvet yang terbuat kuarsa, sedangkan untuk

spektrofotometer sinar tampak digunakan sel gelas, silika atau plastik. Sel absorbsi

(kuvet) yang digunakan biasanya berukuran 1 cm dengan bentuk persegi atau silinder.

Sel yang baik adalah kuarsa yang seragam.

Detektor

Peranan detektor adalah dapat memberikan respon terhadap sinar pada

berbagai panjang gelombang tertentu, dengan mengubah energi sinar menajadi isyarat

listrik.

Syarat-syarat detektor yang baik adalah:

• Detektor harus memiliki sensitifitas tinggi

• Waktu respon pendek

• Stabilitas dalam jangka waktu yang panjang untuk menjamin respon secara

kuantitatif

• Sinyal elektronik yang dihasilkan mudah diperkuat pada amplifier.

Detektor yang digunakan pada spektrofotometer UV dan sinar tampak disebut

detektor fotolistrik (Sastrohamidjojdo, 2001). Namun untuk mendapatkan sensitifitas

yang lebih tinggi dapat digunakan detektor tabung pengganda foton (photomultiplier

tube). Detektor ini memiliki sederetan elektroda-elektroda yang potensial positifnya

semakin meningkat. Prinsip kerja detektor ini yaitu dengan adanya penembakan

elektron pada suatu elektroda maka akan membebaskan elektron yang selanjutnya

dipercepat untuk melakukan penembakan pada elektroda kedua. Dengan demikian

pada elektroda kedua ini akan dilepaskan elektron lebih banyak dari pada elektroda

pertama. Kejadian ini terus berlanjut sampai pada elektroda terakhir, sehingga

didapatkan sinyal yang cukup besar untuk selanjutnya diteruskan ke unit penguat

(Day dan Underwood, 1990).

Amplifier

Sinyal listrik yang dihasilkan pada detektor harus diperkuat dengan amplifier

agar dapat memudahkan pembacaan. Agar dihasilkan sinyal yang kuat biasanya

24

sebuah voltmeter dipasang paralel dengan sebuah resistor yang memiliki resistansi

besar. Dengan demikian hambatan menjadi kecil, dan arus yang dialirkan juga

meningkat. Adanya peningkatan arus ini maka dapat menggerakkan jarum pada

sistem analog atau menampilkan angka pada sistem digital (Day dan Underwood,

1990).

Pembacaan

Sinyal yang telah diperkuat oleh amplifier untuk memudahkan pembacaan

masuk kedalam rekorder sehingga mampu menggerakkan jarum pada sistem analog

atau digital Liquid Crystal Display (LCD), sehingga nilai absorbansi dapat di baca.

2.8.3 Spektroskopi Emisi (Fotometri nyala )

Fotometri nyala merupakan suatu metoda analisis untuk menentukan beberapa

logam alkali dan alkali tanah seperti natrium, kalium, litium, dan kalsium. Apabila

suatu larutan mengandung logam alkali atau logam alkali tanah dan dikenai dengan

nyala maka akan tcreksitasi dan kembali lagi kekeadaan dasar (groundstate) sambil

mengelurkan energi radiasi. Spektrofotometri emisi mempunyai beberapa proses

yaitu proses pengkabutan, proses atomisasi, dan proses eksitasi (Day dan Underwood,

1990).

Proses pengkabutan terjadi sewaktu aliran gas memasuki suatu ruangan

pembauran, karena adanya tekanan yang mendorong gas-gas dalam ruangan

pembauran, maka sampel akan terhisap ke dalam ruangan ini melalui sebuah kapiler.

Sebagian sampel akan berbentuk kabut didalam ruangan tersebut dan bercampur

dengan campuran gas pembakar dan oksida. Campuran gas ini dengan larutan contoh

akan terbawa ke nyala api sehingga zat yang berada di dalam larutan contoh akan

teratomisasi dan kemudian tereksitasi. Keadaan eksitasi ini tidak stabil dan atom akan

kembali ketingkat energi dasar dengan memancarkan radiasi dengan panjang

gelombang tertentu yang sebanding dengan konsentrasi zat yang berada dalam nyala.

Panjang gelombang sinar yang dipancarkan dapat dipisahkan dari nyala yang

lainnya dengan suatu filter optik yang intensitasnya dideteksi dengan fotodetektor.

25

Intensitas yang dipancarkan sebanding lurus dengan konsentrasi larutan sehingga

didapat persamaan :

I = kc

Dimana k adalah konstanta, c adalah konsentrasi dan I adalah intensitas ;uhaya

yang dipancarkan.

Komponen-komponen utama yang terpenting dalam fotometer nyala adalah:

• Nebulizer• Ruang Pembakar• Filter• Fotodetektor• Penguat (Amplifier)• Read Out

Pengatur Tekanan (Oksidan)

Nyala ditimbulkan oleh pembakaran campuran gas bahan bakar dan dari udara

(oksigen). Untuk memperoleh sifat nyala yang diperlukan, kedua gas tersebut harus

dicampurkan dalam perbandingan yang tetap, juga harus diatur agar gas mengalir

pada kecepatan tertentu dan konstan. Pengaturan ini dilakukan dengan bantuan alat

pengatur tekanan.

Bahan Bakar

Pada fotometer nyala bahan bakar yang biasa digunakan adalah Liquified

Petroleum Gas (LPG). Gas ini biasanya dicampur dengan oksigen yang diserap dari

udara untuk menghasilkan nyala dengan temperatur 1800 °C. Karena keterbatasan

temperatur nyala tersebut maka penggunaan alat ini hanya terbatas untuk unsur-unsur

yang mudah tereksitasi seperti dari golongan alkali dan alkali tanah.

Ruang Pengkabutan

Proses pengkabutan terjadi sewaktu aliran gas elpiji, udara dan sampel memasuki

ruangan pengkabutan, karena adanya tekanan yang mendorong gas-gas ke dalam

ruangan ini melalui suatu kapiler. Pada bagian ini larutan sampel diubah menjadi

aerosol yang tercampur dengan gas dan terbawa ke nyala.

26

Nyala

Sampel dalam bentuk aerosol yang terbawa gas ke nyala akan menyerap

energi sehingga elektron terluar dari atom tersebut akan mengalami eksitasi ke

tingkat energi lebih tinggi. Keadaan ini merupakan keadaan tidak stabil, sehingga

untuk mencapai kestabilan maka elektron tersebut harus kembali ke keadaan dasar

(ground state) dengan cara memancarkan energi dalam bentuk radiasi sinar yang

dihasilkan akan menuju filter.

Filter Optik

Radiasi (emisi) sinar yang dipancarkan oleh setiap atom memilki panjang λ

tertentu. Maka untuk memisahkan radiasi sinar antara suatu atom dan yang lainnya

digunakan filter khusus untuk atom tertentu. Dengan adanya filter tersebut maka

radiasi sinar yang diteruskan ke detektor hanya radiasi sinar yang dihasilkan dari satu

jenis atom tertentu saja.

Fotodetektor

Detektor yang dapat dignnakan adalah vakum photo tube. Detektor berfungsi

merubah sinyal elektromagnetik menjadi sinyal listrik. Pada fotometer nyala biasanya

digunakan foto detektor. Namun untuk memperoleh sensitifitas yang lebih tinggi

dapat digunakan detektor pengganda ion (photomultiplier tube).

Penguat (Ampilifier)

Sinyal listrik yang dihasilkan dari detektor diperkuat pada amplifier untuk

memudahkan pembacaan. Dengan adanya peningkatan intensitas sinyal tersebut maka

dapat menggerakkan jarum pada sistem analog atau menampilkan angka pada sistem

digital atau digital Liquid Crystal Display (LCD).

Recorder (Read-Out)

Sinyal yang telah diperkuat oleh amplifier diteruskan kedalam rekorder

sehingga mampu menggerakkan jarum pada sistem analog atau digital Liquid Display

(LCD), sehingga nilai emisi dari pancaran radiasi sinar suatu atom dapat dibaca.

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat yang Digunakan

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : Spektrofotometer

20 D (Militon dan Roy Co, England), Flame Fotometer Courning 400, Neraca

Analitik (Mettler tipe AE200), Oven Gallenkamp, Furnace (Gallenkamp muffle

furnace), pH meter Orion 210 A, seperangkat alat destilasi, penangas air dan

peralatan gelas lainnya (Pyrex Company) yang biasa digunakan di laboratorium

Kimia Analitik dan Laboratorium Biokima.

3.1.2 Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas sagu (limbah

padat Kilang Harapan, Desa Tanjung Kepulauan Meranti), gula merah, air suling,

serbuk gergaji, dedak padi, kotoran ayam, EM 4 (produk PT Songgo Langit, Jakarta),

asam sulfat pekat (H2SO4), asam sulfat berasap (furning H2SO4), natrium hidroksida

(NaOH), kalium nitrat (KNO3), ammonium hidroksida (NH4OH), asam askorbat,

ammonia pekat, ammonium molibdat (NH4)6Mo7O24.4H2O), kalium sulfat (K2SO4),

selenium (Se), asam boraks (HBO3), natrium boraks (Na2B4O7), asam nitrat (HNO3),

indikator campuran metilen red-bromocresol green, kalium klorida (KCl), natrium

bikarbonat (NaHCO3), kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4), kalium bikromat

(K2Cr2O7), sukrosa (C12H22O11), barium klorida (BaCl2), kalium antimoni tartarat

(KSbOC4H4O6. 1/2H2O), dan kristal fenol.

28

3.2 Rancangan Tahapan Kerja

3.2.1 Persiapan Bahan Dasar Pupuk

Sampel ampas sagu yang telah kering kemudian dipersiapkan dengan bahan-

bahan organik seperti dedak padi, kotoran ayam dan serbuk gergaji yang diambil di

areal lahan percontohan dari kelompok mahasiswa penelitian dan pengembangan

Bokashi-EM (KOMPPOS - EM).

3.2.2 Peremajaan EM-4 Aktif

Larutan gula merah (20 mL), larutan EM-4 (20 mL), dan air sebanyak

(2000mL) disiapkan. Air dituangkan ke dalam botol yang bersih lebih kurang

1000mL. Setelah itu, larutan gula merah (20 mL) ditambahkan ke dalam air yang ada

di botol tadi. Dan terakhir larutan EM-4 (20 mL) juga ditambahkan ke dalam botol

yang telah berisi campuran air dan gula merah tadi. Lalu cukupkan air hingga

mencapai 2000ml. Botol ditutup dengan rapat dan dihindarkan dari sinar cahaya

matahari selama proses fermentasi. Selama proses fermentasi berlangsung, gas yang

terbentuk dikeluarkan secara berkala selama lebih kurang 1-2 minggu dan digunakan

apabila gasnya sudah tidak ada dan memberikan aroma yang khas.

3.2.3 Pembuatan EM-5

Larutan gula merah (100 mL), larutan asam cuka 5% (100 mL), larutan

alkohol 35% (100 mL), larutan EM-4 (100 mL), dan air sebanyak 600 mL

dipersiakan. Campuran larutan tersebut dituangkan satu persatu ke dalam botol

plastik dan dihindarkan dari cahaya matahari selama fermentasi. Selama proses

fermentasi berlangsung gas yang terbentuk dikeluarkan secara berkala selama lebih

kurang 1-2 minggu dan siap digunakan apabila gasnya sudah tidak ada dan

memberikan aroma yang khas.

3.2.4 Perlakuan Bahan Dasar Pupuk pada Pengomposan

Ampas sagu yang telah kering dan semua bahan organik (kotoran ayam,

serbuk gergaji, dan dedak) yang telah di persiapkan dibagi 3 bagian perlakuan.

29

Perlakuan 1, bahan dasar difermentasi dengan EM 4. Perlakuan 2, bahan dasar

difermentasi dengan EM 5 dan perlakuan 3 adalah kontrol yang menggunakan air.

3.2.5 Proses Pengomposan

Proses pengomposan dilakukan di kebun KOMPPOS UR dan dibuat dengan

perbandingan 1:1:2 antara ampas sagu, serbuk gergaji, dan kotoran ayam. Ampas

sagu 9 kg, serbuk gergaji 9 kg dan pupuk kandang 18 kg. Bahan-bahan organik dan

kotoran ternak diaduk menjadi satu adonan.

Adonan yang telah diaduk rata dipisahkan ke dalam 3 tempat di atas terpal

berukuran sedang. Adonan 1 ditambahkan dengan EM-4 lalu diaduk rata, adonan 2

ditambahkan dengan EM-5 lalu diaduk rata, dan adonan 3 ditambahkan air sebagai

kontrol. Adonan yang telah ditambahkan dalam 3 perlakuan kemudian dilihat kadar

airnya. Jika sudah mencapai 30-40%, diangsur untuk melakukan penambahan dedak.

Lalu diaduk rata dan kemudian dimasukkan ke dalam 3 polybag berukuran 4 kilo

untuk masing-masing perlakuan. Pada saat proses pengomposan, kondisi adonan

harus dalam kondisi anaerob dan hindari dari cahaya matahari langsung.

Pengomposan berlangsung ditandai dengan naiknya suhu, dan usahakan suhu

dipertahankan sekitar 40-450C. Pengomposan dilakukan pada 0, 5, 10, 15, dan 20

hari.

3.2.6 Pengambilan Sampel

Sampel diambil pada fermentasi pada hari 0, 5, 10, 15, dan 20 hari untuk

dilakukan uji kandungan unsur N, P, K dan rasio C/N. Masing-masing sampel

diambil (300 gram), dimasukkan ke dalam wadah plastik ukuran 250 gram, diikat

dengan karet gelang dan diberi label. Sampel dibawa ke laboratorium kimia analitik,

laboratorium biokimia untuk dianalisis. Gambar lengkapnya dapat dilihat pada

rancangan penelitian dibawah ini:

30

AS + KA + SG + EM 5

Gambar 6. Rancangan penelitian

Keterangan :

AS = Ampas Sagu

KA= Kotoran ayam

SG = Serbuk Gergaji

3.3 Analisis Sampel

3.3.1 Analisis pH (Menon,1979)

Sampel kering (10 gram) dimasukkan kedalam gelas piala ukuran 250 ml.

Sampel tersebut dituangkan 100 ml akuades. Campuran tersebut diaduk selama 30

menit dan diinkubasi semalam. Larutan dalam gelas piala diambil dan diukur nilai pH

dengan menggunakan pH meter yang sudah dikalibrasi.

31

AS + KA + SG + EM 4 AS + KA +SG + AIR SUMUR

FERMENTASI PADA 0, 5, 10, 15, 20 hari

ANALISIS SAMPEL

PENGUKURAN KADAR N,P,K dan RASIO C/N

PERSIAPAN BAHAN DASAR PUPUK dengan PERBANDINGAN 1 :1 : 2

4 Kg 4 Kg 4 Kg 4 Kg 4 Kg 4 Kg 4 Kg 4 Kg 4 Kg

3.3.2 Analsis Kandungan Air (Sudarmadji,1976)

Cawan penguap atau crussible dimasukkan kedalam oven pada temperatur ±

110°C selama 2 jam, setelah itu didinginkan dalam desikator selama 45 menit. Cawan

tersebut ditimbang menggunakan timbangan analitis dengan kepekaan 0,1 mg hingga

konstan dan catat berat cawan kosong (A gram).

Cawan yang sudah diketahui beratnya diisi dengan 10 gram sampel dan

ditempatkan kedalam oven pada temperatur ± 110°C selama 2 jam, setelah

dipanaskan selama 2 jam, cawan didinginkan di dalam desikator selama 45 menit,

dan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitis dengan .kepekaan 0,1 mg,

hingga konstan dan catat berat cawan berisi sampel (B gram). rumus yang dicari:

% kandungan air = ((B-A)/10)) x 100%

3.3.3 Penentuan Nitrogen –Nitrat (Sudjadi,1971)

3.3.3.1 Ekstraksi Sampel

Sampel kering (50 gram) ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala

500ml lalu dituangkan 250 ml akuades dan diaduk selama 15 menit. Jika dalam gelas

terlihat keruh, ditambahkan karbon aktif secukupnya dan diaduk lagi. Ketika larutan

tampak jernih, larutan disaring dan hasil saringan digunakan untuk analisis sampel

nitrat.

3.3.3.2 Penentuan Panjang Gelombang Optimum

Larutan standar N-nitrat 2 ppm dimasukkan kedalam cawan, lalu diuap dan

dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 70 °C. Setelah volume berkurang setengah,

ditambahkan 0,5 mL asam fenol disulfonat sambil digoyang supaya merata. Setelah

itu ditambahkan 5 mL akuades, 1,75 mL NH4OH 25 % lalu dilakukan pengenceran

sebanyak 25 mL dalam labu ukur. Larutan standar N-nitrat 2 ppm hasil pengenceran

dimasukkan kedalam kuvet dan diukur absorbansinya pada gelombang antara 390 -

430 nm dengan alat spektronik 20 D. Absorbansi maksimum yang didapat dianggap

sebagai panjang gelombang optimum.

32

3.3.3.3 Penentuan Kestabilan Warna

Larutan standar N-nitrat (5 mL)dengan konsentrasi 10 ppm diambil untuk

dijadikan larutan standar 2 ppm. Larutan yang telah diencerkan di letakkan pada

cawan sambil diuapkan pada suhu yang tidak lebih dari 70 C. Setelah volume pada

cawan berkurang, dicampurkan 0,5 mL asam fenol disulfonat dan dituangkan

akuades (5 mL), NH4OH 25% (1,75 mL) dan diencerkan dengan akuades sampai

25 mL dalam labu ukur. Larutan standar N-nitrat 2 ppm dituang dalam kuvet dan

dianalisa dengan spektronik pada panjang gelombang 405 nm setiap interval 5 menit

selama 1 jam. Interval kestabilan warna diperoleh berdasarkan nilai absorbansi stabil

yang dihasilkan.

3.3.3.4 Pembuatan Kurva Standar

Larutan standar N-nitrat 10 ppm dipipet sebanyak 0.25 mL, 1.25 mL, 5 mL,

10 mL dan 15ml lalu dimasukkan kedalam cawan, dan diuap keringkan pada suhu

tidak lebih dari 70oC, setelah volumenya tinggal setengah ditambahkan 0,5 ml asam

fenol disulfonat dan digoyang supaya merata, ditambahkan sebanyak 5 ml aquades ,

1,75 ml NH4OH 25 %, lalu diencerkan dengan akuades sampai 25 ml dalam labu dan

dibiarkan selama 15 menit. Setelah itu larutan diukur nilai absorbansinya pada

panjang gelombang 405 nm dengan spektronik 20 D, dan dibuat kurva kalibrasi

standar antara konsentrasi dengan serapannya.

3.3.3.5 Pengukuran Larutan Sampel

Sampel yang telah diekstrak dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan kedalam

cawan porselen, sampel diuap keringkan pada suhu tidak lebih dari 70°C, setelah

volumenya tinggal setengah ditambahkan asam fenol disulfonat sebanyak 15 ml dan

digoyang supaya merata. NH4OH 25 % ditambahkan sebanyak 1,75 ml lalu

diencerkan dengan akuades sampai 25 ml dalam labu ukur, untuk blanko digunakan

akuades, nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang 405 nm menggunakan

spektronik 20D dan dilakukan pengukuran tiga kali.

33

3.3.4 Penentuan P-ortofosfat (Sudjadi,1971)

3.3.4.1 Ekstraksi SampelSampel kering (2,5 gram) dimasukkan kedalam gelas piala berukuran 250 ml,

ditambahkan larutan NaHC03 0,5 N pH 8,5 ditambahkan sebanyak 50 ml, diaduk

selama 30 menit. Sampel lalu disaring dengan kertas saring, ditampung dalam

erlemeyer 100 ml. Apabila larutan berwarna maka perlu ditambahkan karbon aktif

dan setelah itu disaring lagi hingga jernih, dan pengerjaan ekstraksi sampel dilakukan

pengulangan tiga kali.

3.3.4.2 Penentuan Waktu Kestabilan Warna

Larutan standar fosfat 10 ppm dipipet sebanyak 12,5 mL untuk memperoleh

standar 5 ppm dimasukkan ke labu ukur 25 ml. Reagen pereaksi campuran fosfat

ditambahkan sebanyak 5 ml, diencerkan hingga tanda batas, diaduk, hal yang sama

dilakukan untnk blanko, kemudian larutan standar fosfat 5ppm dimasukkan kedalam

kuvet, nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang 695 nm setiap interval waktu

5 menit selama satu jam, interval kestabilan warna ditentukan berdasarkan absorbansi

paling stabil.

3.3.4.3 Penentuan Panjang Gelombang Optimum

Penentuan panjang gelombang optimum dilakukan dengan cara memipet

12,5 ml larutan standar fosfat 10 ppm untuk memperoleh larutan standar 5 ppm dan

dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Reagen pereaksi campuran fosfat

ditambahkan sebanyak 5 ml, diencerkan dengan air suling hingga tanda batas, diaduk,

dan dibiarkan proses reaksi berlangsung selama 35 menit. Dilakukan hal yang sama

untuk blanko, nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang antara 665 – 710 nm

dengan menggunakan spektronik 20D, dengan absorbansi maksimum dianggap

sebagai panjang gelombang optimum.

3.3.4.4 Pembuatan Kurva Standar

Pembuatan kurva kalibrasi standar dilakukan dengan cara memipet 1,25ml,

2,5 ml, 5 ml,7,5ml; 10ml; dan 12,5 ml larutan standar fosfat 10 ppm dan dimasukkan

34

dalam labu ukur 25 ml. Reagen pereaksi campuran fosfat ditambahkan sebanyak

5 ml, larutan standar tersebut diencerkan dengan air suling sampai tanda batas, diaduk

dan dibiarkan proses reaksi berlangsung selama 35 menit, hal yang sama dilakukan

untuk blanko, nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang 695 nm, dan dibuat

kurva kalibrasi standar antara konscntrasi dengan absorbansi yang diperoleh.

3.3.4.5 Pengukuran serapan larutan sampel

Sampel vang telah diekstraksi dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan kedalam

labu ukur 25 ml, reagen pereaksi campuran fosfat ditambahkan sebanyak 5 ml,

sampel diencerkan dengan air suling sampai tanda batas, diaduk dan dibiarkan proses

reaksi berlangsung selama 35 menit, nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang

695 nm. Kadar fosfat ditentukan pada larutan sampel tersebut, dan masing- masing

sampel dianalisis dengan tiga kali pengulangan.

3.3.5 Penentuan Kandungan Kalium

3.3.5.1 Ekstraksi SampelSampel ditimbang sebanyak 2,5 gram, dimasukkan kedalam gelas piala

berukuran 250 ml, larutan NaHCO3 0,5 N pH 8,5 ditambahkan sebanyak 50 ml

diaduk selama 30 menit, sampel disaring dengan kertas saring, ditampung dalam

Erlenmeyer 100 ml, apabila berwarna ditambahkan karbon aktif dan setelah itu

disaring lagi hingga jernih. Pengerjaan ekstraksi sampel dilakukan pengulangan tiga

kali.

3.3.5.2 Pembuatan Kurva Standar Kalium

Larutan standar kalium dibuat dengan cara melarutkan 1,9067 gram KCl

dilarutkan dengan NaHC03 0,1 N pH 8,5 kemudian diencerkan hingga 1 liter pada

labu takar (1000 ppm). Kurva kalibrasi standar dibuat dengan cara mengukur emisi

masing-masing larutan standar yang sudah di encerkan secara tepat pada konsentrasi

2,4,6, 8 dan 10 ppm dengan flame fotometer yang menggunakan filter K.

35

3.3.5.3 Pengukuran Emisi Larutan Sampel

5 ml ekstrak sampel dipipet, dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml lalu

ditambahkan 5 ml akuades dan dikocok, nilai emisinya diukur dengan flame

fotometer, kadar kalium dihitung melalui hasil kurva kalibrasi standar, dan dilakukan

pengulangan tiga kali terhadap masing - masing sampel.

3.3.6 Penetuan Kadar Karbon organik

3.3.6.1 Pengukuran Panjang Gelombang OptimumPenentuan panjang gelombang optimum dilakukan dengan cara memipet

15 ml larutan standar karbon (sukrosa 50 mg/ml), lalu diencerkan hingga tanda batas

labu takar 100 ml dengan akuades (konsentrasi 7,5 mg/ml). Larutan standar karbon

7,5 ml/mg dipipet 2 ml dan masukkan ke erlenmeyer 250 ml dan untuk blanko

digunakan akuades. ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 1 N dan 20 ml H2SO4 pekat dengan

hati-hati. Selanjutnya larutan tersebut dikocok dan dibiarkan selama 30 menit.

Larutan BaCl 0,5 % ditambahkan 100 ml untuk mendapatkan larutan yang jernih dan

diinkubasi semalam. Pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang 520-

580 nm dengan interval 5 menit.

3.3.6.2 Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Karbon

Pembuatan kurva kalibrasi standar dilakukan dengan cara memipet 5, 10, 15,

20 dan 25 ml larutan standar karbon 50 mg/ml, lalu diencerkan hingga tanda batas

pada labu takar 100 ml dengan akuades (konsentrasi 2,5; 5,0; 7,5; 10 dan 12,5

mg/ml). Larutan standar karbon masing-masing dipipet 2 ml dan dimasukkan ke

erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 10 ml K2Cr207 1 N dan 20 ml H2S04 pekat dengan

hati-hati. Selanjutnya larutan tersebut dikocok dan biarkan selama 30 menit. Larutan

BaCl2 0,5 % ditambahkan 100 ml untuk mendapatkan larutan yang jernih dan

diinkubasi semalam. Pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang

optimum dan kadar karbon dihitung dengan membandingkan serapan sampel dan

standar menggunakan kurva kalibrasi standar.

36

3.3.6.3 Pengukuran Absorbansi Larutan sampel

Pengukuran serapan larutan sampel dilakukan dengan cara mengoksidasi 0,5

gram sampel yang ditempatkan pada erlenmeyer. Larutan K2Cr207 1N ditambahkan

10 ml dan 20 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati. Selanjutnya larutan tersebut tersebut

dikocok dan biarkan selama 30 menit. Larutan BaCl2 0,5 % ditambahkan 100ml

untuk mendapatkan larutan yang jernih dan biarkan semalam. Pengukuran serapan

dilakukan pada panjang gelombang optimum dan kadar karbon dihitung dengan

membandingkan serapan sampel dan standar menggunakan kurva kalibrasi standar.

3.3.7 Penentuan Kadar Nitrogen (N) total

3.3.7.1 Destruksi Masing-masing sampel yang telah dihaluskan dan kering air diambil 1 gram

dan dimasukkan kedalam labu Kjedahl, untuk mempermudah destruksi sampel maka

ditambahkan 1 gram katalis campuran (campuran serbuk CuSO4, K2SO4 ditambahkan

1 gram katalis campuran (campuran serbuk CuSO4.K2SO4 dan Se) dan 10 ml H2SO4

pekat sambil diaduk perlahan agar larutan homogeny. Kemudian larutan tersebut

dipanaskan dengan pemanasan rendah, dan dilanjutkan dengan panas yang lebih

tinggi hingga warna larutan kebiru-biruan atau jernih.

3.3.7.2 Destilasi

Larutan hasil destruksi yang telah dingin diencerkan dengan 50 ml akuades

dan dipindahkan kelabu destilasi. Untuk mempermudah pemisahan amoniak dari

larutan sampel maka ditambahkan NaOH 40 % hingga larutan bersifat basa.

Penambahan beberapa batu didih dilakukan untuk menghindari terjadinya bumping

pada saat destilasi berlangsung. Destilat ditampung dengan Erlenmeyer yang berisi

5 ml larutan asam borat 4 % dan beberapa tetes indikator campuran (campuran

bromocresol green dan methyl red). Destilat diakhiri jika volume destilat mencapai

50 ml.

3.3.7.3 Titrasi

Destilat selanjutnya dititrasi dengan H2SO4 0,05 N dan dihentikan jika terjadi

perubahan warna dari biru menjadi merah muda, kemudian ditentukan volume H2SO4

37

yang terpakai, sedangkan untuk blanko digunakan akuades. Kadar nitrogen total

dalam sampel ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :

% = (ml H2SO4 sampel – ml H2SO4 blanko) x NH2SO4 x 0,014 x 100%

3.4 Analisis Data

Dari data yang diperoleh dari hasil pengukuran akan dianalisis dengan metode

statistik berupa tabel dan grafik dan dilanjutkan uji ANOVA dengan test Duncan.

Analisia statistik ini berguna untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan

secara signifikan ke empat perlakuan pada kompos setelah fermentasi 0,15,30,45,60

hari.

38

Berat Sampel