proposal tentang sagu 2011

38
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sagu ( Metroxylon sago Rottb.) merupakan tanaman asli Indonesia dan diyakini berasal dari Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua dan t kepulauan Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi (Lokakarya Sagu, 2007).Luas perkebunan sagu diperkirakan 1,2 juta ha dan di Riau berkisar antar (Azaly, 2008). Sagu memiliki beberapa potensi, yakni sebagai sumber bahan industri (Lokakarya Sagu, 2007). Sebagai sumber pangan sagu d menjadi berbagai macam makanan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Sedangkan sebagai sumber bahan industri sagu dapat diolah menjadi te tepung sagu dapat dibuat bahan perekat dan plastik karena mudah terurai secar (biodegradable). Peningkatan jumlahproduksi sagu berbanding lurus dengan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah yang berasal dari pengolahan sagu ter menjadi limbah padat, cair, dan gas. Limbah berbentuk padat dan cair belum di secara maksimal dan masih menggunakan sistem sederhana yang langsung dialirka ke dalam sungai yang mengalir di sekitar kawasan kilang sagu. Hal inidapat menyebabkan pencemaran disekitar sungai tersebut bahkan mengakibatkan kedangkalan sungai. Limbah yang berbentuk gas berasal dari cerobong sangat berpotensi menyebabkan pencemaran udara, karena mengandung gas CO, NO x , CO 2 dan lainnya. Dewasa ini penanganan limbah padat berupa ampas sagu belum dimanfaatkan secara optimal. Ampas sagu diyakini masih memiliki komposisi senyawa karbon berupa senyawa selulosa (Flach, 1997). Sehingga sangat mungkin dijadikan keperluan lain yang lebih bermanfaat. Salah satu upaya yan adalah pengomposan ampas sagu tersebut menjadi pupuk organik.

Upload: rahmat-adi-putra

Post on 21-Jul-2015

1.984 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Sagu (Metroxylon sago Rottb.) merupakan tanaman asli Indonesia dan

diyakini berasal dari Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua dan tersebar di kepulauan Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi (Lokakarya Sagu, 2007). Luas perkebunan sagu diperkirakan 1,2 juta ha dan di Riau berkisar antara 69.916 ha (Azaly, 2008). Sagu memiliki beberapa potensi, yakni sebagai sumber pangan dan bahan industri (Lokakarya Sagu, 2007). Sebagai sumber pangan sagu dapat diolah menjadi berbagai macam makanan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Sedangkan sebagai sumber bahan industri sagu dapat diolah menjadi tepung. Dari tepung sagu dapat dibuat bahan perekat dan plastik karena mudah terurai secara alami (biodegradable). Peningkatan jumlah produksi sagu berbanding lurus dengan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah yang berasal dari pengolahan sagu terbagi menjadi limbah padat, cair, dan gas. Limbah berbentuk padat dan cair belum diolah secara maksimal dan masih menggunakan sistem sederhana yang langsung dialirkan ke dalam sungai yang mengalir di sekitar kawasan kilang sagu. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran disekitar sungai tersebut bahkan mengakibatkan kedangkalan sungai. Limbah yang berbentuk gas berasal dari cerobong asap yang sangat berpotensi menyebabkan pencemaran udara, karena mengandung gas CO, NOx,CO2

dan lainnya. Dewasa ini penanganan limbah padat berupa ampas sagu belum dimanfaatkan

secara optimal. Ampas sagu diyakini masih memiliki komposisi senyawa kimia karbon berupa senyawa selulosa (Flach, 1997). Sehingga sangat mungkin untuk dijadikan keperluan lain yang lebih bermanfaat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pengomposan ampas sagu tersebut menjadi pupuk organik.

1

Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik seperti sisa tumbuhan (ampas sagu) dan hewan yang dibuat melalui proses fermentasi. Kualitas dari pupuk juga ditentukan dari variasi bahan dan ketersediaan unsur hara yang diperlukan bagi tanah dan tanaman. Tapi kendala yang dihadapi pada proses pengomposan yakni lama pengomposan atau waktu yang diperlukan untuk pengomposan. . Sistem pengomposan alami memerlukan waktu relatif lebih lama. Tiga bulan kadang lebih merupakan waktu yang biasanya diperlukan untuk pengomposan bahanbahan organik tersebut. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk mempercepat proses pengomposan tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan mikroorganisme seperti penggunaan teknologi EM (Effective Microorganism) yang ditemukan seorang ahli mikrobiologi bernama Prof. Teruo Higa di Jepang tahun 1980-an. Mikroorganisme efektif adalah suatu kultur campuran berbagai

mikroorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri asam laktat,bakteri fotosintesis, actinomycetes, dan jamur peragian) yang dapat digunakan untuk merubah senyawa kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana (Myint, 2003) sehingga dapat mempertinggi kualitas tanah, peningkatan unsur hara dan pertumbuhan serta peningkatan hasil tanaman pangan dalam sistem pertanian (Higa, 1994). Dengan bantuan teknologi EM ini, pengomposan akan berjalan lebih cepat. Kultur EM yang dipasarkan di Indonesia adalah EM-4 dengan komposisi mikroba berdasarkan kondisi iklim, yang mendapatkan sinar matahari 12 jam perhari sepanjang tahun. Sedangkan EM-5 adalah turunan dari larutan EM-4 yang digunakan untuk biokontrol tanaman (Kato dkk, 2004). Karmiani (2007) dari kelompok Bokashi UR juga telah membuktikan bahwa ketersedian unsur-unsur hara (N, P, K dan rasio C/N) pada pupuk organik yang difermentasikan dengan teknologi EM memberikan hasil yang tinggi dan mendekati rasio C/N tanah. Hal ini menandakan bahwa penggunaan teknologi EM untuk pengomposan bahan-bahan organik dapat mencukupi unsur hara bagi peremajaan tanah dan tanaman.

2

Pada penelitian ini akan diuji pengaruh penambahan EM-4 (efektif mikroorganisme) pada pembuatan kompos dari ampas sagu yang dikombinasikan dengan bahan-bahan organik lain melalui tersedianya unsur-unsur hara N, P, K serta menguraikan senyawa organik, melalui analisis C/N.

1.2

Perumusan Masalah Penanganan limbah padat sagu dewasa ini belum dimanfaatkan secara optimal

dan masih dalam skala sederhana. Biasanya limbah dialirkan ke dalam sungai yang berakibat pada pencemaran dan kedangkalan sungai yang berada di sekitar kilang. Dilihat dari komposisi kimianya, ampas sagu yang merupakan limbah padat masih mengandung senyawa karbon asam fenolik dan selulosa yang sangat mungkin dijadikan sumber karbon untuk pembuatan kompos, sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari limbah tersebut. Pada penelitian limbah ampas sagu akan diolah menjadi kompos yang dicampur dengan kotoran ayam serta serbuk kayu yang difermentasikan dengan EM-4 dan EM-5 sebagai starternya. Kualitas dari kompos akan di uji mulai hari 0, 5, 10, 15, dan 20 hari hasil fermentasi terhadap parameter N, P, K dan rasio C/N. Pengukuran kadar Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Rasio C/N dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer sedangkan Kalium (K) dengan flame fotometer. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Menentukan kandungan unsur N, P, K dan rasio C/N pada pupuk organik yang berasal dari pengomposan limbah ampas sagu dengan bahan-bahan organik. 2. Menentukan waktu optimal fermentasi terhadap kualitas pupuk yang dihasilkan.

3

1.4

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksankan dengan pembuatan kompos di saung (area

perkebunan Komppos UR), dan analisis ketersediaan unsur hara di Laboratorium Analitik dan Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. Penelitian ini dilakukan lebih kurang 6 bulan.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sagu Sagu sebagai bahan makanan sudah lama dikenal oleh sebagian besar

masayrakat Indonesia, Semula penduduk Maluku mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok. Pada tahun 1978 hanya sekitar 59% penduduk Maluku yang makanan pokoknya sagu (Haryanto dan Pangloli,1991). Selain Maluku penduduk Indonesia yang makanan pokoknya sagu adalah Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Mentawai, Kepulauan Riau dan penduduk dipulau kecil. Sagu (Metroxylon spp) yang sebagian besar tumbuh secara alami memiliki multifungsi bagi kehidupan manusia. Pati yang dikandung dalam batang sagu dapat digunakan sebagai bahan pangan yang potensial dan dapat juga dimanfaatkan untuk bahan baku agroindustri. Selain itu tumbuhan sagu dapat berperan sebagai pengaman lingkungan karena dapat mengabsorbsi emisi gas CO2 yang ditransmisikan dari lahan rawa dan gambut ke udara. Emisi gas CO2 dan NH4 yang ditransmisikan ke udara bervariasi dari 25-200mg /m2/jam. (Boss dan Plassche,2003). Adanya tegakan hutan sagu gas yang ditransmisikan ke udara akan sangat berkurang karena gas CO 2 digunakan untuk fotosintesis. Sagu (metroxylon spp) merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang paling potensial di Indonesia yang dapat digunakan untuk penganekaragaman pangan sesuai INPRES No. 20 tahun 1979 (Haryanto dan Pangloli, 1992). Sagu merupakan alternatif pada saat krisis pangan dan dapat didayagunakan bagi pengelolaan, pengendalian, dan pelestarian lingkungan (Bintoro, 1999). Pati sagu mengandung 84,7% karbohidrat yang terdiri atas 73% amilopektin dan 27% amilosa (Wiyono dan Silitonga,1989). Menurut (Flach, 1997) manfaat sagu adalah daun dapat dijadikan atap rumah sedangkan batang untuk diambil patinya dan pakan ternak dan agroindustri lainnya.

5

2.2

Limbah Pabrik Sagu Proses pengolahan sagu menjadi bahan baku siap pakai menghasilkan produk

sampingan berupa limbah cair, padat dan gas yang berasal dari unit pengolahan, sterilisasi, dan klarifikasi. Limbah cair dari sagu ini berwarna putih kekuningan yang dihasilkan langsung dari proses pemisahan pati dan kulit ampas yang dialiri ke dalam wadah tampungan. Lalu dari wadah tampungan langsung difilter dan terbuang ke sungai. Walaupun sudah disaring dalam beberapa kali, limbah cairan membuat air sungai tercemar. Berdasarkan pantauan pada tahun 2010 lalu, air sungai sudah menjadi berwarna lebih gelap daripada biasanya. Limbah padat terbagi atas dua yakni limbah yang tertinggal di perkebunan dan limbah hasil produksi yang berada di pabrik sagu. Limbah yang tertinggal di perkebunan terdiri dari daun-daun sisa dan tunggul. Daun-daun sisa tebangan itu tidak menjadi masalah karena biasanya jauh dari pemukiman penduduk dan seiring dengan waktu akan mengalami penguraian. Namun yang menjadi limbah yang berbahaya yang dapat mencemari sungai adalah ampas sagu yang berasal dari pengolahan sagu. Ampas sagu ini biasanya langsung dibuang ke sungai tanpa ada penyaringan lebih lanjut. Dan untuk mengurangi limbah yang terbuang ke sungai perlu adanya penelitian tentang ampas sagu ini.. Limbah gas berasal dari pembakaran yang berasal dari pabrik sagu. Limbah ini langsung menyatu dengan udara. Contoh limbah gas yang berasal dari pengolahan sagu ini adalah gas karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Gas ini akan membuat kita merasa sesak napas ataupun batuk ketika berada di dekat pabrik sagu. Dampak dari limbah gas yang terlalu lama akan membuat udara sekitar lingkungan pabrik akan tercemar. Namun dewasa ini pencemaran akibat limbah gas masih bisa teratasi karena adanya tanaman sagu yang terus ditanam warga atau meregenerisasi kebun mereka.

6

2.3

Ampas Sagu Ampas sagu adalah limbah padat yang berasal dari pengolahan sagu. Ampas

sagu ini biasanya dibuang ke dalam sungai tanpa mengalami proses lebih lanjut. Ampas ini berasal dari sagu yang telah diambil ekstraknya. Penanganan limbah ampas sagu ini pada kilang Sagu Harapan belum cukup efektif. Mereka hanya menjemur untuk makanan ternak dan belum ada penelitian tentang ampas sagu ini dilingkungan kilang tersebut. Ampas sagu yang tentunya masih mengandung pati dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Horigome et al. 1990). Dan juga dapat meningkatkan bobot daun tanaman bayam pada saat panen (Bintoro, 1996). Di samping itu juga pati yang masih tertinggal bersama ampas juga dapat dimanfaatkan dan dijadikan alternatif penggunaan pupuk kandang khususnya kotoran kambing untuk tanaman palawija dan perkebunan yakni bibit cengkeh dan kelapa sawit. (Bintoro dan Sudarman ,1996). Tabel 1. Pengaruh Berbagai Media terhadap Pertumbuhan Bibit Cengkeh Umur 8 Bulan (Bintoro dan Sudirma, 1996) Jenis Media M0 31.8 a 23.5 a 14.0 a 4.0 a M1 53.1 b 50.9 b 18.2 b 8.9 b M2 51.8 b 52.8 b 18.0 b 9.6 b M3 53.9 b 51.9 b 17.6 b 9.6 b

Variabel Tinggi (cm) Jumlah daun Luas daun(cm2) Bobot kering tajuk (g) Bobot kering akar (g)Keterangan:

0.9 a

2.3 b

2.5 b

2.5 b

Angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ 5%:M0 : 100% tanah, M1 : tanah : ampas sagu= 2:1, M2 : tanah : kotoran kambing = 2:1M3 : tanah : ampas sagu : kotoran ayam = 4:1:1 (sumber Bintoro1996)

7

Dari tabel dapat dilihat bahwa bibit cengkeh yang ditanam di media yang diberi ampas sagu, kotoran kambing maupun campuran kotoran kambing dengan ampas sagu akan memberikan hasil yang lebih baik daripada bibit cengkeh yang ditanam pada media tanah saja. Hal ini diperkuat bahwa kandungan organik bahan bahan yang dikombinasikan dengan ampas sagu memberikan unsur hara yang sangat baik bagi tanaman (Bintoro dan Sudirman, 1996). Bibit cengkeh yang tumbuh di media yang diberi perlakuan yang tersebut diatas perbedaanya tidak nyata pada (p