telah dilaporkan kasus luksasi patela lateral
TRANSCRIPT
CASE REPORTLateral Patellar Luxation in Three Pomeranian Dogs
Telah dilaporkan kasus luksasi patela lateral (LPL) pada tiga anjing ras Pomeranian yang
terjadi di Rumah Sakit Pengajaran Hewan Kecil, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Chulalongkorn, Thailand. Luksasi patella adalah salah satu gangguan ortopedi yang paling
umum ditemukan pada anjing ras kecil dan pada perkembangannya menjadi penyakit sendi
degeneratif, terjadi nyeri dan kepincangan. Di Thailand, insiden luksasi patella tinggi pada anjing
yang baru lahir dari keturunan ras kecil dan lebih dari 87% adalah luksasi patella medial (MPL).
LPL jarang terjadi pada anjing berukuran kecil. Kasus yag terjadi merupakan kelainan bawaan
yang dihasilkan dari penyakit menular dan berkembang terhadap fungsi anggota gerak. Ketika
dilakukan ekstensi paha luar, terjadi dislokasi pada tendon paha depan lateral, selain itu
meningkatkan torsi internal pada femoralis, gangguan fascia medial, kontraksi fascia lateral,
rotasi eksternal, dan deviasi tibia proksimal. Penyebab dari kelainan ini belum dapat diketahui
Tujuan dari laporan ini adalah untuk menggambarkan hasil dari LPL setelah koreksi.
Tiga Pomeranians dengan LPL bilateral diobservasi di Rumah Sakit Pengajaran Small
Animal, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Chulalongkorn. Observasi terhadap kelainan
sendi dilakukan pada saat anjing tersebut berjalan dan berlari. Kedua sendi yang lumpuh
diperiksa dengan posisi hewan berdiri untuk membandingkan sendi kontralateral dan untuk
menilai kontraksi otot quadriceps. Dalam posisi berdiri dan berbaring lateral, dilakukan
pemeriksaan posisi anatomi dari paha depan, ligamen patella, sulkus troklearis, dan tuberositas
tibialis.
Kasus pertama adalah anjing betina berumur 2 bulan dengan LPL bilateral kelas IV.
Tuberositas tibialis berputar sampai 90 derajat di kanan dan 60 derajat di menghambat kiri.
Kasus kedua adalah anjing jantan berumur 7 bulan dengan LPL bilateral kelas III dan tuberositas
tibialis berputar 30 derajat. Terjadi kelemahan di kedua sendi coxofemoral. Anjing ketiga betina
berumur 1 tahun dengan LPL kiri kelas IV, dan LPL kanan kelas III. Pada semua kasus,
pemeriksaan fisik menunjukkan rasa sakit, atrofi pada otot paha, adduksi pada sendi kaki
mengarah ke lateral, ketidakmampuan untuk menarik sendi yang lumpuh dan menekuk otot kaki
ke belakang.
Radiografi bagian lateral dan ventrodorsal dilakukan untuk melihat sendi coxofemoral,
deformitas tulang dan perubahan degeneratif. Pemeriksaan fisik dan analisis darah dilakukan
sebelum operasi. Acepromazine 0,02 mg/kg dan morfin 0,5 mg/kg diberikan sebagai
premedikasi. Lima belas menit kemudian, anestesi diinduksi dengan propofol dan dipelihara
dengan isoflurane dalam 100% oksigen. Profilaksis cefazolin 25 mg / kg diberikan secara
intravena. Teknik bedah yang dilakukan adalah trochlear block recession (TBR), desmotomy
retinacular lateral, penutupan retinakulum medial, reposisi tube proksimal, derotasi tibialis dan
transposisi tuberositas tibialis medial. Secara singkat TBR dilakukan dengan menggunakan
osteotome untuk memotong blok yang terbentuk dalam troklea femoralis. Tulang subchondral
dihilangkan dengan menggunakan rongeur. Desmotomy retinacular lateral dilakukan dengan
menggores retinakulum lateral sepanjang 3 sampai 5 mm dari dan sejajar dengan patela.
Penutupan dari retinakulum medial dilakukan dengan menjahit retinakulum medial dengan
benang polyglactin dan dengan pola tumpang tindih. Reposisi tube proksimal untuk LPL
dilakukan setelah kapsul sendi ditutup. Subkutan anterior jaringan, lateral, dan medial patela
dibedah untuk memvisualisasikan retinacula medial dan lateral dengan incisi 3 sampai 5 mm dari
dan sejajar dengan patela. Derotation tibialis dilakukan dengan benang jahit nonabsorbable dari
fabella tuberositas tibialis lateral. Transposisi tuberositas tibialis medial dilakukan dengan
bantuan osteotome untuk membersihkan tendon patela dan dilakukan fiksasi untuk agar
tuberositas tidak bergerak dan stabil dalam posisi medial kemudian ikat dengan satu sampai dua
kawat kirschner kecil.
Kombinasi teknik bedah dilakukan, berdasarkan kedalaman troklearis sulcus dan
keselarasan dari patella, ligamen patella, tuberositas tibialis dan titik kaki. TBR dilakukan pada
semua anjing. Teknik tambahan pada anjing pertama dengan LPL kelas IV bilateral adalah
desmotomy retinacular lateralis, dan derotasi tibialis. Pada anjing kedua, reposisi tube proksimal
dilakukan pada LPL kelas III di kiri dan 4 minggu kemudian LPL kelas III di kanan. Pada anjing
ketiga, desmotomy retinacular lateral, transposisi tuberositas tibialis medial dan imbrikasi dari
retinakulum medial dilakukan pada LPL kelas IV kiri dan 15 minggu kemudian LPL kelas III di
sebelah kanan. Prosedur fisioterapi dilakukan satu atau dua minggu sebelum dan setelah operasi.
Setelah operasi, semua anjing dibatasi gerakannya selama 4-6 minggu dan latihan dilakukan
beberapa kali sehari selama diperlukan untuk mempertahankan rentang gerak sendi dan
mempercepat penyembuhan. Pada kasus ketiga dilakukan rangsangan saraf dengan alat untuk
menghilangkan nyeri muskuloskeletal.
Hasil dan Diskusi Anjing pertama bisa berjalan tapi gemetar dalam waktu 2 hari setelah operasi.
Kemampuan menginjakkan kaki membaik dalam waktu 10 hari. Pasien bisa berjalan dengan baik
dan melompat tiga minggu pasca operasi. Pemeriksaan radiografi memperlihatkan posisi patella
yang normal. Anjing kedua mulai menggunakan kaki kiri 1 hari setelah operasi dan kekuatan
menginjak meningkat 10 hari setelah operasi, sementara abnormalitas sendi coxofemoral pra
operasi tidak berubah. Satu bulan setelah operasi, kemampuan kaki kiri sudah normal. Namun,
atrofi otot terlihat di kaki kanan. Tiga bulan setelah operasi, baik patella tetap di sulcus troklearis
dan kemampuan kedua tungkai sudah normal. Setelah koreksi LPL kelas IV di kaki kiri pada
anjing ketiga.
Kesimpulan Tiga kasus LPL mengalami kekakuan dan kelainan gaya berjalan karena otot-otot di sisi
lateral lebih kuat dan lebih tebal dibandingkan pada sisi medial. Jadi tarikan otot pada sisi lateral
lebih besar dari sisi medial. Atrofi otot menyebabkan kelemahan sehingga rehabilitasi perlu
dilakukan untuk meningkatkan massa otot.