tbc pada kehamilan

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB ketiga tertinggi di dunia setelah Cina dan India dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Indonesia masih belum mempunyai data prevalensi TB pada perempuan hamil. Di poliklinik Tuberkulosis Persatuan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) tahun 2006 dan 2007 terdapat 0,2% perempuan hamil yang mengidap TB. Angka tersebut sebanding dengan prevalensi TB pada masyarakat umum. Untuk itu diasumsikan bahwa penyebaran TB pada perempuan hamil minimal tidak berbeda dengan sebaran di kalangan masyarakat. 1,2,3,4 Pengaruh TB paru pada wanita yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada perempuan hamil, TB memberi pengaruh pada kehamilan dan janin terkait dengan keterlambatan pengobatan. Pada janin jarang dijumpai TB kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya. 5

Upload: derrick-harding

Post on 19-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB ketiga tertinggi di dunia setelah Cina dan India dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia.

TRANSCRIPT

Page 1: TBC Pada Kehamilan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Indonesia

merupakan negara dengan prevalensi TB ketiga tertinggi di dunia setelah Cina dan India

dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Indonesia masih

belum mempunyai data prevalensi TB pada perempuan hamil. Di poliklinik Tuberkulosis

Persatuan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) tahun 2006 dan 2007 terdapat 0,2%

perempuan hamil yang mengidap TB. Angka tersebut sebanding dengan prevalensi TB pada

masyarakat umum. Untuk itu diasumsikan bahwa penyebaran TB pada perempuan hamil

minimal tidak berbeda dengan sebaran di kalangan masyarakat.1,2,3,4

Pengaruh TB paru pada wanita yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak

berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada perempuan hamil, TB memberi pengaruh pada

kehamilan dan janin terkait dengan keterlambatan pengobatan. Pada janin jarang dijumpai

TB kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh

ibunya.5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 2: TBC Pada Kehamilan

2.1 Definisi

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil

Mycobacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian

bawah karena sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui

airbone infection.6

2.2 Etiologi dan Mikrobiologi Tuberkulosis

Penyebab dari penyakit tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, yang

mempunyai karakteristik mikrobiologi yaitu bersifat aerobic, non-spore-forming, nonmotile

bacillus, merupakan salah satu dari lima anggota Mycobacterium tuberculosis complex, di

mana yang lain adalah: M. bovis, M. ulcerans, M. Africanum, and M. microti, akan tetapi M.

tuberculosis adalah yang bersifat pathogen pada manusia. Golongan mycobacterium lain

yang juga dapat menginfeksi manusia adalah Mycobacterium leprae, M. avium, M.

Intracellulare, and M. scrofulaceum.7

2.3 Patofisiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis dapat menyerang hampir semua organ tubuh, tetapi yang biasa diserang

adalah paru (lebih kurang 80%). Pada pasien pengidap HIV, pola dari infeksi TBC ini agak

berbeda, yang mana cenderung terjadi TBC extrapulmonal. Hampir semua infeksi TBC

disebabkan oleh penularan melalui inhalasi dari partikel-partikel yang infeksius yang

dikeluarkan oleh pasien pengidap TBC lewat batuk, bersin, berbicara, atau menggunakan

tissue yang mengandung kuman TBC. Penderita TB yang menular adalah penderita dengan

basil TB di dalam dahaknya, dan bila mengadakan ekspirasi paksa berupa batuk atau bersin

akan menghembus keluar percikan dahak halus (droplet nuclei) yang berukuran kurang dari 5

mikron dan yang akan melayang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB yang

akan melayang-layang di udara, jika droplet nuclei ini hinggap di saluran penapasan yang

besar, misalnya trakea dan bronkus, droplet nuclei akan segera dikeluarkan oleh gerakan silia

selaput lendir saluran pernapasan, tetapi bila droplet nuclei ini berhasil masuk sampai ke

dalam alveolus ataupun menempel pada mukosa bronkiolus, droplet nuclei akan menetap dan

basil TB akan mendapat kesempatan untuk berkembang biak. Setelah sampai di paru, maka

terjadi reaksi dari tubuh, terjadi proses fagositosis oleh makrofag paru, terjadi reaksi

granulomatous, yang mana kemudian menimbulkan pembentukan Ghon’s focus. Proses

Page 3: TBC Pada Kehamilan

peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe

disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara

terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer selama 4 – 8 minggu. Basil

TBC ini tetap berada dalam kondisi dorman dalam Ghon’s focus ini untuk waktu yang lama,

yang mana suatu saat dapat berubah menjadi reaktif terutama bilamana seseorang mengalami

kondisi immunocompromised atau mengidap penyakit lain yang melemahkan sistem

imunnya.8

2.4 Tuberkulosis pada Kehamilan

2.4.1 Efek Kehamilan pada Tuberkulosis

Peneliti dari zaman Hippocrates telah menyatakan kekhawatiran mereka tentang efek

tak diinginkan yang mungkin ada pada kehamilan dengan TB paru. Terjadinya TB diyakini

sebagai akibat dari peningkatan tekanan intraabdomen terkait dengan kehamilan. Peneliti

seperti Hedvall dan Schaefer menunjukkan tidak adanya keuntungan maupun efek samping

dari kehamilan terhadap progresi TB. Namun, kehamilan yang berurutan dapat memberikan

efek negatif yaitu menimbulkan reaktivasi tuberkulosis laten.9,10

Diagnosis tuberkulosis pada kehamilan mungkin lebih sulit dilakukan, karena gejala

awalnya mungkin dianggap berasal dari kehamilan. Penurunan berat badan yang

berhubungan dengan penyakit juga mungkin tertutupi oleh kenaikan berat badan normal pada

kehamilan.9,10

2.4.2 Efek Tuberkulosis terhadap Kehamilan

Efek TB terhadap kehamilan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tipe, letak dan

keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan OAT dan di diagnose TB,

status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, kemudahan

mendapatkan fasilitas diagnosis dan OAT, adanya penyebaran ekstrapulmoner, dan koinfeksi

HIV. Prognosis paling buruk terjadi pada wanita dengan diagnosis penyakit yang sudah

lanjut pada masa nifas, begitu juga pada wanita dengan koinfeksi HIV. Kegagalan

pengobatan juga memperburuk prognosis.9,10

Beberapa penelitian mengatakan bahwa dengan pengobatan yang tepat dalam jangka

waktu yang benar, infeksi TB tidak memberikan efek negatif terhadap kehamilan. Dari suatu

penelitian prospektif di India, tidak ada perbedaan pada komplikasi kehamilan pada wanita

Page 4: TBC Pada Kehamilan

yang di diagnosis TB dan diterapi dengan wanita hamil yang tidak terkena TB. Namun,

terdapat suatu pengecualian pada wanita hamil yang terlambat memulai terapi TB, terjadi

peningkatan mortalitas neonatus dan tingginya angka prematur. Dalam penelitian, diagnosis

dan terapi TB dimulai pada umur gestasi antara 13 dan 24 minggu (67%). Hasil dari terapi

seperti konversi sputum, stabilisasi penyakit dan angka terjadinya relaps hampir sama dengan

penderita TB yang tidak hamil.9,10

Berlawanan dengan penelitian di atas, sebuah review retrospektif di Taiwan, ibu

hamil yang didiagnosis TB mengalami peningkatan risiko terjadinya kelainan pada

kehamilan dibandingkan dengan ibu yang tidak terinfeksi TB. Pada ibu hamil dengan TB

mempunyai angka persentase berat lahir rendah dan bayi yang lebih kecil daripada usia

gestasi yang tinggi, namun tidak ada perbedaan mengenai kelahiran prematur pada dua

kelompok tersebut. Meskipun demikian, diagnosis dan terapi TB yang cepat merupakan suatu

hal yang penting.TB masih menjadi penyebab morbiditas dan mortilitas maternal yang

signifikan, terutama dalam konteks ko-infeksi HIV.9,10

Komplikasi obstetrik lainnya yang dilaporkan adalah abortus spontan, uterus yang

kecil, peningkatan berat badan hamil yang tidak optimal. Lainnya adalah lahir prematur,

berat badan lahir rendah, dan meningkatnya mortalitas neonatus, seperti yang sudah

disebutkan diatas. Diagnosis dan terapi TB yang cepat merupakan suatu hal yang penting.

Diagnosis yang telat merupakan faktor independen dimana akan meningkatkan morbiditas

sebanyak empat kali lipat, dan kelahiran premature meningkat sebanyak sembilan kali

lipat.9,10

2.5 Tuberkulosis pada Neonatus

Transmisi TB ibu ke anak dapat terjadi di dalam uterus dengan penyebaran

hematogen melalui vena umbilikus dan aspirasi atau menelan cairan amnion yang terinfeksi

dan juga selama proses kelahiran melalui kontak dengan cairan amnion yang terinfeksi atau

sekresi genital. Infeksi post-partum dapat terjadi melalui penyebaran di udara atau melalui

cairan susu yang terinfeksi dari lesi tuberkulosis aktif di payudara. Walaupun transmisi

melalui ASI dapat diabaikan, bayi dari ibu dengan TB aktif masih dapat terinfeksi melalui

penyebaran lewat udara. Jika ibu baru saja di diagnosa, belum di terapi, dan TB aktif, maka

ibu harus dipisahkan dari anaknya untuk mencegah penularan. Diagnosis TB pada neonatus

bukan hal yang mudah, kecurigaan klinis terhadap gejala non spesifik dan sulit dibedakan

Page 5: TBC Pada Kehamilan

dengan gejala kongenital lainnya merupakan hal penting. Pada TB kongenital, gejala terlihat

pada umur 2 dan 3 minggu, dengan gejala berupa hepatosplenomegaly, repiratory distress,

demam, distensi perut, iritabel dan limfadenopati. Abnormalitas radiografi dapat terlihat

namun secara umum terlihat belakangan. Diagnosis definitif yaitu dengan kultur

M.tuberkulosis dari jaringan atau cairan. Gambaran radiologi dada yang abnormal sering

ditemukan, setengahnya memberikan gambaran pola miliar. Jika terdiagnosa TB aktif, harus

diberikan terapi penuh. Jika tidak terdiagnosis TB aktif, maka diberikan profilkasis

isoniazid.11,12

Tuberkulosis kongenital merupakan komplikasi di dalam uterus yang jarang terjadi

sementara itu risiko transmisi setelah kelahiran tinggi. Tuberkulosis kongenital merupakan

hasil penyebaran hematogen melalui vena umbilkal ke hati janin atau melalui penelanan atau

aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Fokus primer terbentuk di hati dengan adanya

keterlibatan nodus limfe periportal. Basil tuberkel menginfeksi paru secara sekunder, berbeda

pada dewasa yang 80% infeksi primer terjadi di paru.11

Diagnosis tuberkulosis neonates ditegakkan dengan kriteria diagnosis Cantwell et al,

yaitu adanya kompleks primer hepar atau granuloma kaseseosa pada biopsy hepar

perkutaneus saat kelahiran, plasenta yang terinfeksi, atau tuberkulosis traktus genital

maternal, dan lesi saat minggu pertama kehidupan. Kemungkinan transmisi setelah kelahiran

harus disingkirkan dengan menelaah semua riawayat kontak termasuk kontak dengan tenaga

medis dan penjenguk.11

2.6 Diagnosis Tuberkulosis pada Kehamilan

Untuk mendiagnosis kondisi tersebut, riwayat paparan terhadap individu dengan

batuk kronis atau berkunjung ke daerah endemik tuberkulosis harus diperoleh. Riwayat

gejala, mirip dengan gejala yang dialami oleh wanita tidak hamil. Perhatian harus

ditingkatkan mengingat gejala pada ibu hamil tidak spesifik, yaitu keringat di malam hari,

demam di malam hari, batuk darah, penurunan berat badan yang progresif, dan batuk kronis

selama lebih dari tiga minggu. Tahap penting dalam membuat diagnosis pada kehamilan

yaitu untuk mengidentifikasi faktor risiko untuk infeksi TB dan gejala-gejala infeksi.1,3,7

Alat diagnositik yang biasa digunakan adalah pemeriksaan mikroskopik sputum atau

spesimen lain untuk bakteri tahan asam yang menjadi dasar diagnosis untuk TB dalam

kehamilan. Tiga contoh sputum harus diperiksa untuk smear, kultur, dan uji kerentanan obat.

Page 6: TBC Pada Kehamilan

Pewarnaan bakteri tahan asam dapat menggunakan Ziehl-Neelsen, Auramine-

Rhodamine, teknik Kinyoun dan pemeriksaan mikroskop floresen Light Emitting Diode

(LED) yang baru-baru ini diperkenalkan dapat meningkatkan kepastian diagnosis.

Pemeriksaan dengan pewarnaan mungkin tidak kuat untuk diagnosis, karena hasil yang

negatif mungkin dapat luput. Individu dengan basil yang sedikit, pemeriksaan mikroskopis

tidak cukup untuk menegakkan diagnosis.

Kultur tradisional dengan menggunakan media Lowenstein-Jensen memakan waktu

sekitar 4-6 minggu. Namun, mungkin dapat berguna untuk kasus yang meragukan dan terapi

tuberkulosis yang diduga resisten. Saat ini terdapat alat diagnostik baru yang didukung oleh

WHO, yaitu kultur dengan media cairan Bactec. Molecular Line Probe Assay (LPA) dan

polymerase chain reaction (PCR) digunakan untuk mengidentifikasi tuberkel basil.

Radiografi dada dan penilaian suara napas merupakan alat bantu penting untuk

membuat diagnosis dari pemeriksaan mikroskop TB yang negatif. Namun, gambaran

radiografi dada dapat normal pada 14% pasien dengan kultur TB positif. TB ekstrapulmonar

juga jarang terjadi pada kehamilan, dan klinisi harus segera mencurigai apabila terdapat

gejala atipikal. Pemeriksaan radiologi dada dengan penutup di bagian perut dapat dilakukan

setelah tes kulit tuberkulin, walaupun pemeriksaan radiografi dada tertunda karena

kekhawatiran akan efek radiasi terhadap janin.3,5,7

Pada wanita hamil dengan gejala dan tanda TB, harus dilakukan tes tuberkulin. Tes

tersebut sudah dinyatakan aman untuk dilakukan pada ibu hamil. Namun, masih

diperdebatkan mengenai sensitivitas tuberkulin saat kehamilan. Tes tuberkulin mempunyai

nilai diagnosis pada infeksi laten TB, kecuali di daerah dengan prevalensi dan insiden TB

yang tinggi.1,3,10

Dua tipe tes kulit tuberkulin yang dibahas yaitu : 4,7,8

- Tes Tine

Tes ini menggunakan beberapa jarum yang sudah dicelupkan pada bakteri TB yang

sudah dimurnikan, disebut dengan old tuberculin (OT). Kulit ditusuk dengan jarum tersebut

dan reaksi dianalisa 48-72 jam kemudian. Namun tes ini tidak lagi popular kecuali untuk uji

penyaring pada populasi yang besar.

Page 7: TBC Pada Kehamilan

- Tes Mantouk

Injeksi intradermal derivat protein yang sudah dimurnikan sebanyak 0.1 mL (5 unit

tuberculin), dan reaksi kulit dianalisis 48-72 jam kemudian berdasarkan diameter indurasi

terbesar yang terbentuk. Tes ini lebih akurat daripada tes tine.

Positif palsu dapat terjadi pada pasien yang sudah mendapatkan vaksin BCG, yang sudah

mendapatkan pengobatan untuk tuberkulosis, ataupun pasien yang sudah terinfeksi dengan

spesies mycobacterium lainnya. Negatif palsu dapat terjadi karena sistem imun yang

menurun dan kesalahan teknis.

Diagnosis pasti TB dapat ditegakkan dengan ditemukannya Basil Tahan Asam

(BTA) pada pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif jika sedikitnya dua

dari tiga spesimen sputum Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS) hasilnya positif. Jika hanya satu

spesimen yang positif perlu dilakukan pemeriksaan rontgen toraks atau pemeriksaan sputum

ulang. Jika hasil rontgen toraks mendukung kearah TB, maka penderita didiagnosis sebagai

penderita TB BTA positif. Jika rontgen toraks tidak mendukung kearah TB maka

pemeriksaan sputum harus diulang.13

Jika gejala klinis mengarah TB tetapi hasil pemeriksaan ketiga sputum SPS negatif,

maka diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksazol atau amoksisilin) selama 1-

2 minggu. Bila tidak terdapat perubahan, namun secara klinis masih mencurigakan TB, perlu

dilakukan pemeriksaan sputum SPS ulang. Jika hasil SPS positif, maka didiagnosis sebagai

penderita TB BTA positif. Jika hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan rontgen toraks

untuk mendukung diagnosis TB. Jika hasil rontgen toraks mendukung TB, maka didiagnosis

sebagai TB BTA negatif rontgen positif. Jika rontgen tidak mendukung TB, maka penderita

tersebut bukan TB.13

2.7 Tatalaksana TB pada Kehamilan

Penatalaksanaan pasien TBC pada kehamilan tidak berbeda dengan TBC tanpa

kehamilan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pemberian OAT yang bisa menimbulkan

efek teratogenik terhadap janin. Penatalaksanaan secara umum terbagi atas penderita dengan

TBC aktif dan TBC laten.14

Wanita hamil dengan TBC aktif biasanya diterapi dengan tidak mempertimbangkan

trisemester kehamilan. OAT yang digunakan tidak berbeda dengan wanita yang tidak hamil.

Page 8: TBC Pada Kehamilan

Golongan utama OAT seperti Isoniazid, Rifampisin, Etambutol digunakan secara luas pada

wanita hamil. Obat-obat tersebut dapat melalui plasenta dalam dosis rendah dan tidak

menimbulkan efek teratogenik pada janin. Pada pemberian Isoniazid sebaiknya diberikan

Piridoksin 50 mg/hari untuk mencegah terjadinya neuropati perifer. Pemeriksaan fungsi hati

sebaiknya dilakukan saat pemberian Isonizid dan Rifampisin. Pemberian vitamin K

dilakukan pada akhir trismester ketiga kehamilan dan bayi yang baru lahir.5,14

Resistensi terhadap obat-obat TBC pertama kali terjadi di United States pada awal

tahun 1990 yang mana diikuti terjadinya epidemic dari tahun 1985 sampai tahun 1992.

(Centers for Disease Control and Prevention, 2007b). Oleh karena itu Centers for Disease

Control and Prevention (2003a) merekomendasikan pemakaian 4 jenis obat untuk inisiasi

pengobatan pada pasien dengan tuberkulosis yang simptomatik, yaitu Isoniazid, Rifampin,

Pyrazinamide, dan Ethambutol. Pada kasus kehamilan dengan multidrug resistant (MDR)

digunakan Pirazinamid, akan tetapi Pirazinamid tidak digunakan secara rutin pada wanita

hamil karena terdapat efek teratogenik. Paraaminosalisilat (PAS) telah digunakan secara

aman pada wanita hamil akan tetapi obat tersebut ditoleransi tubuh secara buruk. Bilamana

diperlukan dapat diberikan obat TBC lini kedua.12

Tuberkulosis laten adalah pasien dengan uji tuberkulin positif dan secara klinis tidak

ada tanda-tanda terjadi tuberkulosis aktif. Terapi pada TBC laten tergantung faktor risiko dan

hasil konversi uji tuberkulin. Pemberian terapi pada TBC laten biasanya ditunda sampai 2-3

bulan setelah kelahiran. Pada pasien yang mempunyai risiko kontak dengan individu BTA

positif dan infeksi HIV, terapi diberikan setelah trisemester pertama pada kehamilan dengan

konversi uji tuberkulin positif dalam 2 tahun terakhir. Sedangkan pada wanita hamil dengan

TBC laten yang sebelumnya telah diterapi secara adekuat tidak memerlukan terapi profilaksis

Isoniazid. Akan tetapi pada kondisi atau lingkungan yang berisiko TBC laten dapat diberikan

terapi yang aman dengan INH (Isoniazid) 300 mg sekali sehari atau 2 kali dalam seminggu

selama selama 6-12 bulan (kurang lebih 9 bulan), sebaiknya disertai pemberian vitamin B6

(Pyridoxine).5,14

2.7.1 Obat Antituberkulosis selama Kehamilan7,14

OAT yang diberikan dibagi atas 2 golongan yaitu obat lini pertama (first line) dan

obat lini kedua (second line). Yang merupakan OAT lini pertama adalah Rifampisin,

Isoniazid (INH), Etambutol (EMB), dan Pirazinamid (PZA), sedangkan yang termasuk OAT

Page 9: TBC Pada Kehamilan

lini kedua adalah Streptomisin, Kanamisin, Fluoroquinolones, Amoxycillin / Clavulanic

Acid, Ethionamide, Kapreomisin, Cycloserine, Para-Aminosalicylic Acid (PAS), dan

Amikacin.

Rifampisin merupakan obat lini pertama yang terutama bekerja pada sel yang sedang

tumbuh, tetapi juga memperlihatkan efek pada sel yang sedang tidak aktif (resting cell).

Bekerja dengan menghambat sintesa RNA M. tuberculosis sehingga menekan proses

awal pembentukan rantai dalam sintesa RNA. Diabsorpsi dengan baik melalui saluran

cerna, absorpsi Rifampisin dapat berkurang bila diberikan bersama makanan dan antasida.

Pemberian antasida akan meningkatkan PH lambung dan akan mengurangi proses dissolution

Rifampisin sehingga akan menghambat absorpsi. Rifampisin didistribusikan ke sebagian

besar organ, jaringan, tulang, cairan serebrospinal dan cairan tubuh lainnya termasuk eksudat

serta kavitas tuberkulosis paru. Obat ini menimbulkan warna orange sampai merah bata pada

urin, saliva, feses, sputum, air mata dan keringat. Dapat melewati barier plasenta dan dapat

dijumpai konsentrasi rendah di ASI. Rifampisin melewati plasenta dengan kadar yang sama

dengan ibu. Efek samping ringan dapat timbul pada pemberian rifampisin antara lain:

sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan, sindrom flu berupa demam, menggigil, nyeri

tulang dan sindrom perut berupa nyeri perut, mual, muntah dan kadang-kadang diare. Efek

samping ringan ini sering terjadi pada saat pemberian berkala dan dapat sembuh sendiri atau

hanya memerlukan pengobatan simtomatik. Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi

adalah sindrom respirasi, purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal.

Efek samping pada bayi baru lahir juga didapatkan hemorrhagic disease of the

newborn sehingga dianjurkan pemberian profilaksis vitamin K.

Isoniazid (INH) menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur

penting dinding sel Mycobacterium. Menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan

jumlah lemak yang terekstraksi oleh metanol dari Mycobacterium. Hanya kuman yang peka

yang menyerap obat ke dalam selnya dan proses ini merupakan proses aktif. INH bersifat

bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.

INH mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kelarutan INH dalam lemak

tinggi, berat molekul rendah dan melalui plasenta serta mudah mencapai janin dengan kadar

hampir sama dengan ibu. Mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antara 75-

95% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan seluruhnya dalam bentuk metabolit.

Page 10: TBC Pada Kehamilan

INH tidak bersifat teratogenik terhadap janin, meskipun konsentrasi yang melewati plasenta

cukup besar.

Efek samping berat berupa hepatitis dapat timbul pada kurang lebih 0,5 % penderita.

Bila terjadi ikterus, hentikan pengobatan sampai ikterus hilang. Efek samping yang ringan

dapat berupa: tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, nyeri otot atau gangguan

kesadaran. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin (dengan dosis 5-10 mg per

hari atau dengan vitamin B kompleks). Pemeriksaan fungsi hati harus dilaksanakan sebelum

mulai pengobatan dan setiap bulannya selama pengobatan.

Efek samping pada bayi baru lahir dilaporkan adanya perdarahan (hemmorrhagic

disease of the newborn) sehingga dianjurkan pemberian profilaksis vitamin K sebelum

kelahiran. (= Rifampisin)

Etambutol (EMB) merupakan inhibitor arabinosyl transferases (I,II,III). Arabinosyl

transferase terlibat dalam reaksi polimerisasi arabinoglycan, yang merupakan unsur esensial

dari dinding sel Mycobacterium. Afinitas terhadap arabinosyl transferase III lebih kuat

dibandingkan lainnya. Arabinosyl transferase digunakan untuk menjadikan EMB-CAB

operon. Hal ini menyebabkan metabolisme sel terhambat dan sel mati. Etambutol ini tetap

menekan pertumbuhan M.tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan

streptomisin. Etambutol dosis 15 mg/kg BB ini hanya aktif terhadap sel yang bertumbuh

dengan khasiat tuberkulostatik, sedangkan pada dosis 25 mg/kg BB bersifat bakterisidal.

Penggunaan etambutol tunggal, ditemukan sputum basil tahan asam (BTA) negatif dalam 3

bulan, tetapi ditemukan resistensi 35% dari kasus dan frekuensi relaps lebih tinggi. Pada

pemberian oral sekitar 75-80% etambutol diserap di saluran cerna. Makanan tidak

mempengaruhi absorpsi obat. Secara teori etambutol menyebabkan kemungkinan toksisitas

pada mata.

Pirazinamid (PZA) adalah suatu produk yang aktif terhadap basil tuberkel

semidorman karena sistem pompa efluks yang lemah dibandingkan dengan basil yang sedang

bertumbuh cepat, di mana pompa efluks lebih aktif. Peradangan akut akan menurunkan pH

akibat produksi asam laktat oleh sel-sel inflamasi, hal ini menguntungkan aktivitas PZA.

Berkurangnya peradangan akan meningkatkan pH lingkungan basil tuberkel yang berakibat

pada peningkatan konsentrasi hambat minimal PZA. Kuman dalam keadaan dorman tidak

dapat dipengaruhi karena pada saat itu ambilan PZA tidak terjadi. Efek bakteriostatik atau

bakterisidal terhadap M. tuberculosis tergantung dosis (konsentrasi PZA), serta lamanya

paparan terhadap makrofag yang terinfeksi M. tuberculosis. Pada berbagai studi dan laporan

Page 11: TBC Pada Kehamilan

tidak ditemukan efek teratogenik yang bermakna pada hewan dan malformasi janin pada

pasien yang telah diterapi. Penggunaan PZA pada wanita hamil telah direkomendasikan oleh

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease secara rutin, namun di Amerika

dilarang karena tidak adanya data yang adekuat mengenai efek teratogeniknya.

Efek samping utama dari penggunaan obat ini adalah hepatitis, juga dapat terjadi

nyeri sendi dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis gout yang

kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Pemberian

intermiten dapat mengurangi kejadian tersebut. Efek samping lain adalah anoreksia, mual,

muntah, disuri, demam dan reaksi hipersensitivitas.

Streptomisin melewati plasenta dengan cepat sampai ke sirkulasi janin dan cairan

amnion serta mencapai kadar kurang dari 50% dibandingkan kadar ibu. Efek samping yang

dilaporkan dari berbagai studi pada hewan yaitu ototoksisiti. Tuli kongenital telah dilaporkan

terjadi pada bayi yang terpajan selama dalam kandungan, walaupun tidak ada hubungan yang

pasti tentang mekanisme ototoksisiti dengan pajanan selama kehamilan. Penelitian lain

menyimpulkan streptomisin dapat menyebabkan kerusakan sistem vestibular dan kerusakan

nervus kranialis ke 8. Pada negara berkembang dianjurkan tidak menggunakan streptomisin

selama kehamilan. Dosis streptomisin 0,75 - 1 g/hari selama 14-21 hari selanjutnya 1g 3 kali

seminggu secara intramuscular.

Kanamisin merupakan obat lini kedua dan merupakan variasi dari aminoglikosida,

mempunyai efek samping yang sama dengan streptomisin dan sebaiknya tidak digunakan

pada kehamilan kecuali pada MDR. Dosis yang diberikan 15 mg/kg, BB diberikan 3-5 kali

seminggu intramuscular.

Fluoroquinolones (Ciprofloxacin, Gatifloxacin, Moxifloxicin and Norfloxacin)

tidak terbukti meningkatkan kejadian kelahiran abnormal dalam penggunaannya. Akan tetapi

pada percobaan menggunakan binatang dengan ciprofloxacin dilaporkan adanya risiko

kerusakan dari articular cartilage dan subsequent juvenile arthritis dengan penggunaan jangka

pendek serta diperkirakan terjadi kerusakan dari sendi pada penggunaan jangka panjang.

Oleh karena itu harus benar-benar dipertimbangkan dalam penggunaannya.

Amoxycillin / Clavulanic Acid, belum terbukti adanya efek teratogenik pada

percobaan binatang. Amoxycillin/clavulanic acid biasa dipakai pada kehamilan trimester

akhir sebagai profilaksis pada wanita dengan prolonged rupture of membranes tanpa adanya

laporan yang merugikan, akan tetapi tidak banyak laporan pada penggunaan trimester

Page 12: TBC Pada Kehamilan

pertama kehamilan. Amoxycillin/clavulanic acid memiliki peran kecil pada pengobatan

wanita hamil dengan MDR-TB dan tidak cukup tersedia alternatifnya.

Etionamid dinyatakan potensial bersifat teratogenik dan sebaiknya dihindari

penggunaan pada kehamilan kecuali jika dibutuhkan pada kasus MDR-TB. Efek samping

lainnya seperti hepatitis, neuritis optic dan neuritis perifer. Dosis 0,5 - 1 gram/hari dalam

dosis terbagi.

Kapreomisin merupakan obat lini kedua yang diberikan secara intramuskular.

Kapreomisin secara umum merupakan kontraindikasi untuk ibu hamil, hanya digunakan

dengan pertimbangan benar-benar terhadap risiko dan kegunaannya. Biasanya obat ini

digunakan untuk MDR-TB 3 kali seminggu. Obat ini dilaporkan bersifat teratogenik pada

percobaan menggunakan tikus yang hamil.

Cycloserine juga merupakan obat lini kedua untuk TBC kehamilan. Obat ini tidak

terbukti bersifat teratogenik pada percobaan menggunakan tikus, akan tetapi tidak cukup

bukti dari studi pada manusia utnutk konfirmasi keamanan obat ini untuk wanita hamil. Oleh

karena itu harus benar-benar dipertimbangkan penggunaannya.

Para-Aminosalicylic Acid (PAS) dilaporkan belum cukup bukti keamanannya pada

pemakaian untuk kehamilan baik studi pada manusia maupun pada binatang. Hanya pernah

ada satu studi dari 123 pasien yang mendapatkan PAS, melaporkan adanya angka kejadian

abnormalitas pada anggota tubuh dan telinga yang lebih tinggi dibandingkan OAT lain. Oleh

karena itu harus benar-benar dipertimbangkan penggunaannya.

Amikacin adalah obat yang tergolong aminoglycosides, yang mana semua obat

golongan ini berpotensi menimbulkan nephrotoxisitas dan ototoxisitas pada fetus dan

penggunaannya tidak direkomendasikan pada wanita hamil. Oleh karena itu penggunaan obat

ini pada kehamilan seharusnya merupakan pilihan akhir setelah benar-benar

mempertimbangkan untung ruginya.

Page 13: TBC Pada Kehamilan

Tabel 2.1 Jenis, sifat dan dosis OAT1

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di

Indonesia:1

Kategori 1 : 2HRZ/4H3R3.

Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.

Kategori Anak : 2HRZ/4HR

2.7.2 Pengobatan TB pada Wanita Menyusui14

Konsensus umum menyatakan bahwa meskipun terdapat konsentrasi kecil dari obat

antituberkulosis disekresi lewat air susu ibu, hal ini tidak menjadi kontraindikasi bagi ibu

untuk menyusui anaknya. Konsentrasi dari OAT yang diekskresi lewat ASI ini rendah dan

tidak membahayakan bagi bayi. Bahkan bilamana bayi membutuhkan pengobatan untuk

penyakit aktif yang terjadi pada bayinya atau terapi profilaksis diberikan sesuai guidelines

terapi pada anak.

Idealnya ibu dan anak dipisahkan terlebih dahulu sampai terjadi konversi dari BTA

sputum. Akan tetapi hal ini tidak bisa dilakukan terutama di negara berkembang. Oleh karena

itu menyusui tetap dilakukan, yang menjadi kontraindikasi adalah bilamana terjadi

tuberculous breast abscess.

2.8 Pencegahan Tuberkulosis12

Vaksin BCG telah menjadi kebijakan imunisasi nasional di banyak negara untuk

memberikan imunitas aktif sejak masa anak, terutama negara dengan beban yang tinggi.

Page 14: TBC Pada Kehamilan

Wanita non-immune yang bepergian ke negara-negara endemik juga harus divaksinasi. Perlu

diketahui bahwa kontraindikasi vaksin BCG adalah wanita hamil.

Pencegahan penyakit TBC tidak hanya berhenti pada vaksin BCG mengingat

penyakit ini merupakan penyakit kemiskinan. Perbaikan kehidupan dengan ventilasi yang

baik dan menghindari kehidupan overcrowded perlu didorong. Pencegahan primer

HIV/AIDS dan perbaikan status gizi merupakan langkah utama dalam pencegahan

tuberkulosis kehamilan. Untuk itu diperlukan uji penapisan untuk wanita hamil dengan risiko

tinggi bahkan pada mereka yang tidak menunjukkan gejala klinis. Bagaimanapun juga,

individualisasi pasien dan keputusan klinis yang rasional diperlukan untuk memutuskan

waktu yang tepat untuk memberikan Isoniazid Preventive Therapy (IPT) pada wanita hamil

dengan risiko tinggi. Komitmen pemerintah sangat diperlukan sehingga WHO dan lembaga-

lembaga internasional yang terlibat memerangi tuberkulosis berhasil mengusir monster

masyarakat ini.

Page 15: TBC Pada Kehamilan

BAB III

KESIMPULAN

TB merupakan penyakit infeksi oleh M. tuberculosis yang umumnya menyerang

jaringan paru, gejala klinisnya meliputi batuk produktif terus-menerus lebih dari dua minggu,

sering disertai dengan gejala tambahan seperti sputum bercampur darah, hemoptisis, sesak

napas dan rasa nyeri dada.

Efek TB terhadap kehamilan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tipe, letak dan

keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan OAT dan di diagnose TB,

status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, kemudahan

mendapatkan fasilitas diagnosis dan OAT, adanya penyebaran ekstrapulmoner, dan koinfeksi

HIV.

Tuberkulosis tidak mempengaruhi kehamilan dan kehamilan tidak mempengaruhi

manifestasi klinis dan progresitivitas tuberkulosis bila diterapi dengan tepat dan adekuat.

Penggunaan regimen pengobatan yang tepat dan adekuat dapat memperbaiki kualitas

hidup ibu hamil dan menghindari efek samping ke janin dan bayi yang baru lahir.

Penggunaan obat streptomisin dan obat lini kedua dihindari pada wanita hamil

karena efek samping terhadap janin, kecuali dalam keadaan MDR.

Page 16: TBC Pada Kehamilan

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008.

2. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid

2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 988-993

3. Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di

Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006.

4. Alsagaff H, Mukty A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.

Jakarta: Airlangga, 2002. 73-108

5. Cunningham et al. Penyakit Paru. Dalam: Obstetri Williams. Jakarta: EGC, 2000.

1387-1389

6. Danusantoso H. Ilmu Penyakit paru. Jakarta: Hipokrates; 2000.

7. Ravligion MC, O’brien RJ. Tuberculosis. In: Harrison’s Principles of Internal

Medicine. 16th Ed. USA: Mc-Graw-Hill, 2005.

8. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Edisi 6.

Jakarta: Erlangga; 2007.

9. Mnyani C, McIntyre J. Tuberculosis in pregnancy. BJOG: An International Journal

of Obstetrics &Gynaecology. 2011 Jan;118(2):226–31.

10. Loto OM, Awowole I. Tuberculosis in Pregnancy: A Review. Journal of Pregnancy.

2012;2012:1–7.

11. Hasan G, Qureshi Waseem, Kadri SM. Congenital Tuberculosis : Mini Review. JK

Science Vol. 8 No. 4 : 193-194, 2006.

12. Centers for Disease Control and Prevention. Tuberculosis and Pregnancy

http://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/specpop/pregnancy.htm

13. Hopewell PC. Tuberculosis and Other Mycobacterial Disease. In: Textbook of

Respiratory Medicine. 4th Ed. USA: Saunders, 2005. 979-1043

14. Bothamley G. Drug Treatment for Tuberculosis during Pregnancy : Safety

Considerations. Drug Safety Vol. (7): 553-65, 2001.