tb asma

35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tuberkulosis 1.1Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan infeksi Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit ini biasanya terletak di paru, tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif bisa terjadi perjalanan penyakit yang kronis dan berakhir dengan kematian (Harrison, 1995). 1.2Etiologi Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh agen tuberkulosis, yaitu Mycobacterium tuberculosis, Mycobakterium bovis, dan Mycobacterium africanum, merupakan anggota ordo Actinomiseteles dan famili Mikobakteriaseae (Starke, 2000). Kuman ini bersifat aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Tekanan oksigen pada bagian apikal paru – paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat penyakit tersebut (Amin&Bahar, 2007). 5

Upload: widariniharuno

Post on 17-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ama

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA1. Tuberkulosis

1.1 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan infeksi Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Penyakit ini biasanya terletak di paru, tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif bisa terjadi perjalanan penyakit yang kronis dan berakhir dengan kematian (Harrison, 1995).1.2 Etiologi

Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh agen tuberkulosis, yaitu Mycobacterium tuberculosis, Mycobakterium bovis, dan Mycobacterium africanum, merupakan anggota ordo Actinomiseteles dan famili Mikobakteriaseae (Starke, 2000).Kuman ini bersifat aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Tekanan oksigen pada bagian apikal paru paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat penyakit tersebut (Amin&Bahar, 2007). 1.3 Cara penularan Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA (+). Pada waktu batuk ataupun bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Sekali batuk dapat menghasilkan 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2007).Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Penderita TB biasanya menularkan penyakitnya kepada orang orang sekitar seperti anggota keluarga, teman atau rekan kerja (Amin&Bahar, 2007). 1.4 Patogenesis

Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil (6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.Tabel 1. Sistem Skoring diagnosis Tuberkulosis anak

Parameter0123

Kontak TBTidak jelas-Laporan keluarga, BTA (-), atau tidak jelasBTA (+)

Uji TuberkulinNegatif--Positif (> 10 mm atau > 5 mm pada keadaan imunosupresi)

Berat badan /

Keadaan gizi-BB/ TB < 90 % atau BB/ U < 80 %Klinis gizi buruk atau BB/ TB < 70 % atau BB/ U < 60 %-

Demam tanpa sebab jelas- > 2 minggu--

Batuk - > 3 minggu--

Pembesaran

Kelenjar limfe koli, aksila, inguinal - > 1 cm, jumlah > 1, tidak nyeri--

Pembengkakan tulang / sendi panggul, lutut, falang

-Ada pembengkakan--

Foto thoraxNormal / kelainan tidak jelasGambaran sugestif TB--

(depkes, 2007)

Catatan :

1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.2. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.3. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.

4. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel badan badan.5. Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak.6. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.7. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14).8. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi

lebih lanjut.1.7 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang berperan adalah kuman TB, pejamu, serta interaksi antar keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah dan virulensi kuman, sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia, dan kompetensi imun serta kerentanan pejamu pada awal terjadinya infeksi. Manifestasi klinis TB terbagi menjadi dua, yaitu manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik organ/ lokal (Rahajoe dkk, 2008).

1.7.1 Manifestasi sistemik

Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Salah satu gejala sistemik yang sering terjadi adalah demam. Manifestasi sistemik lain yang sering dijumpai adalah anoreksia, Berat Badan (BB) tidak naik (turun, tetap, atau naik, tetapi tidak sesuai dengan grafik tumbuh), dan malaise (letih, lesu, lemah, lelah). Batuk lama lebih dari tiga minggu, dan diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare (Kartasasmita dkk, 2008).1.7.2 Manifestasi spesifik organ/ lokalManifestasi klinis spesifik bergantung pada organ yang terkena, misalnya kelenjar limfe, Susunan Saraf Pusat (SSP), tulang, dan kulit. Tuberkulosis kelenjar limfe superfisialis terbanyak terdapat di region kolli, bersifat multiple, tidak nyeri, dan saling melekat. Tuberkulosis pada SSP yang tersering adalah meningitis TB, penyakit ini merupakan penyakit yang berat dengan mortalitas dan kecacatan yang tinggi. Bentuk TB SSP yang lain adalah tuberkuloma. Tuberkulosis tulang atau tuberkulosis sistem skeletal berupa spondilitis (tulang punggung) disebut juga gibus, koksitis bila terjadi pada tulang panggul berupa pincang, gonitis bila terjadi pada lutut berupa pincang dan/ atau bengkak. Tuberkulosis pada kulit berupa skrofuloderma. Tuberkulosis organ lainnya yaitu, tuberkulosis mata seperti konjungtivitis fliktenularis, dan tuberkel koroid, TB ginjal, TB hepar, peritonitis TB, dll (Kartasasmita, 2008). 2. Pengobatan2.1 Prinsip pengobatan

Tujuan pengobatan pada penderita tuberkulosis bukanlah hanya sekedar memberikan obat. Sangatlah sulit untuk menjamin bahwa obat yang telah diterima akan diminum sesuai ketentuan yang ada, begitu juga jaminan bahwa penderita tersebut akan kembali lagi meneruskan terapi atau pengobatannya di UPK yang menanganinya. Dengan strategi DOTS maka tujuan pengobatan yang sesungguhnya dapat dipenuhi yaitu menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, menurunkan tingkat penularan dan mencegah resistensi (Depkes, 2007).

Regimen pengobatan tuberkulosis saat ini memerlukan waktu 6 bulan atau lebih karena basil tipe laten atau lamban sulit dibunuh. Biasanya cara pengobatan tuberkulosis anak merupakan eksplorasi dari penelitian pada orang dewasa. Dalam berbagai hal tuberkulosis anak sangat luas, sehingga lebih baik terlalu cepat mengobati daripada terlambat mengobati, setelah diperiksa dan ditelliti selengkap mungkin dan dicurigai tuberkulosis sebaiknya langsung diobati. Kalau 2 bulan terlihat perbaikan nyata diagnosis tuberkulosis lebih pasti maka pengobatan dilanjutkan, kalau dalam 2 bulan tidak ada perbaikan nyata maka bukan tuberkulosis atau resistensi terhadap obat (Rahayu, 2005).2.2 Obat anti tuberkulosis (OAT)

Jenis jenis obat anti tuberkulosis antara lain :

1) Obat primer : isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan ethambutol. Obat primer paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi menimbulkan resistensi dengan cepat apabila digunakan sebagai dosis tunggal, maka terapi selalu dilakukan dengan 2 4 macam obat. (Tjay dan Raharja, 2002)

2) Obat sekunder : etionamid, sikloserin, kanamisin, para aminosalisilat (PAS), viomisin, kapreomisin,ciprofloxacin.

Obat sekunder diberikan untuk tuberkulosis yaang disebabkan oleh kuman yang resisten atau bila obat primer menimbulkan efek samping yang tidsk bisa ditoleransi.a. Isoniasid (INH = Isonicotinicyl hydrazine) Merupakan obat yang paling aktif digunakan untuk mengobati Tuberkulosis yang disebabkan strain strain yang rentan. Mekanisme kerjanya adalah hambatan pada sintesis asam mikolat, yang merupakan komponen penting dari dinding sel miko bakteri (Katzung, 2001).

Isoniasid diabsorbsi dengan baik secara oral maupun parenteral. Pada umumnya isoniasid diberikan sebagai single dose. Absorbsi secara komplit dan cepat dicapai pada pemberian oral dengan dosis 3 5 mg/kg. Jika isoniasid diminum bersama dengan makanan, reduksi absorbsi dan konsentrasi puncak pada plasma dapat terjadi. Antasida dengan kandungan aluminium juga akan menurunkan absorbsi saluran pencernaan obat anti tuberkulosis ini. Sebanyak 75 95 % dosis isoniazid diekskresi dalam urin dalam waktu 24 jam, kebanyakan berupa bentuk metabolitnya (Goodman dan Gilman, 2008).b. RifampisinRifampisin adalah obat semisintetik yang berasal dari Streptomyces mediterranei. Yang mempunyai aktivitas antimikroba luas terhadap virus, bakteri dan mikobakteri (Grossman, 2006). Mekanismenya yaitu dengan menghambat DNA dependent RNA polymerase dari mikobakteri yang berguna untuk inisiasi pembentukan rantai RNA mikobakteri (Istiantoro dan Rianto, 2008).

Rifampisin dapat diserap dengan baik pada pemberian oral. Rifampisin kemudian mengalami resirakulasi enterohepatik, diekskresi dalam jumlah besar sebagai metabolit pada feses dan sejumlah kecil pada urin. Penyesuaian dosis untuk insufisiensi ginjal tidak diperlukan (Katzung, 2004).

Rifampisin diberikan bersama INH, etambutol, atau obat anti tuberkulosis lainnya untuk mencegah timbulnya resistensi obat anti tuberkulosis. Untuk pengobatan waktu singkat, rifampisin 600 mg diberikan dua kali seminggu. Rifampisin adalah sebuah alternatif profilaksis lain dari profilaksis isoniasid bagi pasien yang tidak dapat mengkonsumsi isoniasid atau yang memiliki kontak erat dengan tuberkulosis aktif yang disebabkan srtain yang resisten terhadap isoniasid tapi rentan rifampisin (Katzung, 2004). c. Etambutol

Etambutol adalah agen antimikobakteri sintetik yang dipergunakan untuk efek tuberkulostatik dalam dosis yang disarankan. Aktifitas invivonya ditargetkan untuk mikobakteri yang sedang aktif membelah. Konsentrasi puncak pada plasma 2 sampai 4 jam setelah 15 mg/ kg dosis oral diperkirakan sebesar 5 g/ ml (Goodman dan Gilman, 2008).

Mekanisme kerja dari etambutol yaitu menghambat arabinosyl transferase mikobakteri. Arabysol transferase terlibat dalam reaksi polimerisasi dari arabinoglycan yaitu komponen esensial dari dinding sel mikobakteri. Gangguan sintesis arabinoglican ini akan mengganggu pertahanan sel, meningkatkan aktivitas obat obat lipofilik seperti rifampisin dan ofloxacin yang menembus dinding sel (Katzung, 2004).

Sekitar 20% dari obat diekskresi melalui feses dan 50% melalui urin dalam bentuk yang tidak berubah. Akumulasi etambutol terjadi pada gangguang fungsi ginjal, dan dosisnya harus dikurangi separuhnya jika klirens kreatininnya kurang dari 10 ml/ menit. Seperti pada semua jenis obat anti tuberkulosis, resistensi terhadap etambutol timbul dengan cepat saat obat tersebut digunakan secara tunggal. Oleh karena itu, etambutol selalu diberikan dalam kombinasi bersama obat anti tuberkulosis lainnya (kombinasi isoniasid atau rifampisin). Dosis yang semakin tinggi dianjurkan untuk pengobatan meningitis tuberkulosis (Katzung, 2004).

Etambutol secara relatif dikontraindikasikan pada anak anak yang masih terlalu muda untuk dinilai ketajaman penglihatan dan pembedaan buta warna merah hijau. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, frekuensi ocular toxicity meningkat karena akumulasi obat. d. Pirasinamid

Obat ini telah digunakan pada fase awal (initial phase) dari terapi tuberkulosis. Akhir akhir ini obat ini digunakan dalam pengobatan jangka pendek (short course regimen) bersama isoniasid (INH) dan rifampisin (RMP) untuk terapi tuberkulosis. Pirasinamid diarbsorbsi secara baik di saluran cerna. Pirasinamid terutama diekskresi melalui filtrasi glomerulus (di ginjal). Jika pasien mengalami gangguan ginjal, penyesuaian dosis mungkin diperlukan (Istiantoro dan Rianto, 2008). e. Streptomisin

Streptomisin merupakan antibiotik aminoglikosida. Obat ini bersifat bakterisidal dalam lingkungan basa dan bekerja menghambat sintesis protein(Goodman dan Gilman, 2008). Streptomisin utamanya dipakai sebagai agen lini kedua untuk pengobatan tuberkulosis (Katzung, 2004).Streptomisin digunakan jika dibutuhkan, terutama pada pasien dengan tuberkulosis parah, dalam bentuk yang mungkin mengancam kehidupan pasien, misalnya jika penyakit telah menyebar, serta untuk mengatasi infeksi tuberkulosis yang resisten obat lain. Dosis yang umum digunakan adalah 15 mg/kg/hari secara intramuskuler atau intravena setiap hari untuk pasien dewasa (20 sampai 40 mg/kg/hari, tidak melebihi 1 sampai 1,5 g untuk pasien anak - anak). Dosis ini untuk pemakaian beberapa minggu, yang kemudian diikuti dengan pemberian 1 sampai 1,5 g dengan pemberian dua kali satu minggu selama beberapa bulan. Konsentrasi serum mendekati 40 mg/ dl dapat dicapai dalam waktu 30 sampai 60 menit setelah penyuntikkan intramuskuler dengan dosis 15 mg/ kg (Katzung, 2004). 2.3 Paduan obat dan dosis obat anti tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis pada anak tidak berbeda pada orang dewasa, tetapi ada beberapa hal yang memerlukan perhatian :

1) Pemberian obat baik pada intensif maupun lanjutan diberikan setiap hari2) Dosis obat harus sesuai dengan berat badan3) Obat yang digunakan sering merupakan kombinasi 2 atau 3 macam obat.Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.Paduan OAT anak adalah 2RHZ/ 4RH tahap intensif terdiri dari : Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (P), diberikan setiap hari selama 2 bulan (2RHZ). Tahap lanjutan terdiri dari Rifampisin (R) dan Isoniazid (H) diberikan setiap hari selama 4 bulan (4HR) (Depkes, 2007).Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.Tabel 2 Obat anti tuberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnyaNama obatDosis harian

(mg/ kgBB/ hari)Dosis maksimal

(mg/ kgBB/ hari)

Isoniazid5 15300

Rifampisin10 20600

Pirazinamid15 302000

Etambutol15 201250

Streptomisin15 401000

Catatan :

1. Bila isoniasid dikombinasikan dengan rifampisin dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgbb/ hari.2. Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin.3. Rifampisin diarbsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan)

Tabel 3 Dosis OAT Kombipak pada anakBerat badan (Kg)Fase intensif (2 bulan)

RHZ (75/ 50/ 150 mg)Fase lanjutan (4 bulan)

RH (75/ 50 mg)

5 9 1 tablet1 tablet

10 142 tablet2 tablet

15 19 3 tablet3 tablet

20 32 4 tablet4 tablet

Catatan

1. Bila BB > 33 kg dosis disesuaikan dengan tabel 2 (perhatikan dosis maksimal).2. Bila BB < 5 kg sebaiknya di rujuk ke rumah sakit.3. Obat tidak boleh diberikan setengah dosis tablet.4. Perhitungan pemberian tablet diatas sudah memperhatikan kesesuaian dosis per kgBB.

(Kartasasmita dkk, 2008)2.4 Paduan obat dan dosis obat anti tuberkulosis dengan keadaan khusus2.4.1 Tuberkulosis milierTata laksana medikamentosa tuberkulosis milier adalah pemberian 4 - 5 macam OAT selama 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin selama 6 10 bulan sesuai dengan perkembangan klinis (Kartasasmita dkk, 2008).

Kortikosteroid (prednison) diberikan pada tuberkulosis milier, meningitis tuberculosis, efusi pleura, dan peritonitis tuberkulosis. Prednison biasanya diberikan dengan dosis 1 2 mg/ kgBB/hari selama 2 4 minggu, kemudian diturunkan perlahan lahan (tapering off) (Kartasasmita dkk, 2008).2.4.2 Tuberkulosis ekstrapulmonal

a. Tuberkulosis kelenjar limfe superfisialis

Pengobatan adalah dengan tiga macam OAT (rifampisin, isoniazid, pirazinamid). Isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid diberikan selama 2 bulan pertama sedangkan rifampisin dan isoniazid dilanjutkan hingga 6 bulan (Kartasasmita dkk, 2008). b. Tuberkulosis kulitTata laksana sama dengan tata laksana tuberkulosis paru pada anak, yaitu dengan pemberian OAT berupa rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid. Untuk tata laksana lokal atau topikal tidak ada yang khusus, cukup dengan kompres atau higiene yang baik (Kartasasmita dkk, 2008).c. Tuberkulosis sistem skeletal

Tata laksana tuberkulosis sistem skeletal adalah dengan empat atau lebih OAT, yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol. Rifampisin dan isoniazid diberikan selama 12 bulan, sedangkan pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama (Kartasasmita dkk, 2008).d. Tuberkulosis Susunan Saraf Pusat

Terapi tuberkulosis sesuai dengan konsep baku, yaitu 2 bulan fase intensif dengan 4 5 OAT (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol), dilanjutkan dengan 2 OAT (isoniazid dan rifampisin) hingga 12 bulan (Kartasasmita dkk, 2008). e. Tuberkulosis Pleura

Terapi pleuritis tuberkulosis sama dengan terapi tuberkulosis paru (Kartasasmita dkk, 2008).f. Tuberkulosis abdomen

Tata laksana medikamentosa peritonitis tuberkulosis berupa 4 5 macam OAT. Selama 2 bulan pertama diberikan 4 5 macam OAT, kemudian rifampisin dan isoniazid dilanjutkan hingga 12 bulan (Kartasasmita dkk, 2008).

2.5 Efek samping obat

Sebagian besar penderita tuberkulosis dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping, namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Pemantuan efek samping diperlukan selama pengobatan dengan cara :

1) Menjelaskan kepada pasien tanda tanda efek samping obat.Tanda tanda efek samping obat, antara lain :

a. IsoniazidBila terjadi efek samping berupa hepatitis tanda tandanya berupa mual, muntah, dan nyeri perut. Tanda neuritis perifer yaitu mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki.b. Rifampisin

Tanda tanda gangguan perut berupa mual, muntah. Warna merah jingga pada urin, fese, saliva, keringat dan perubahan warna pada lensa kontak. c. Pirazinamid Tanda tanda efek samping dari pirazinamid yaitu terjadinya atralgia, arthritis atau gout akibat hiperurisemia. 2) Menanyakan adanya gejala efek samping pada waktu penderita mengambil obat.Tabel 4. Efek samping obat anti tuberkulosisObat Efek sampingPenanganan

Isoniazid Demam, kulit kemerahan, sakit kepala, mulut kering, neuritis perifer, hepatitis.Diberi vitamin B6 5 10 mg per hari dan pengamatan terhadap penderita selama pemakaian, pemantauan kadar serum transminase hati (hepatitis).

RifampisinHepatotoksisitas, mual, muntah, gangguan perut, nyeri sendi, sakit kuning, warna merah jingga pada urin, fese, saliva, keringat dan perubahan warna pada lensa kontak.Pengurangan dosis (hepatotoksisitas), diberitahukan pada penderita bahwa cairan tubuh yang berwarna merah tidak berbahaya karena proses metabolisme obat.

PirazinamidHepatitis, gout, hiperurisemia, anoreksia, mual, muntah, nyeri sendi, lesu, demam.Dilakukan tes fungsi hati secara berkala, diberi aspirin (nyeri), alopurinol (gout), bila efek tidak reda pemakaian dihentikan.

(Berning, 2001)

2.6 Hasil pengobatan

Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai: sembuh, pengobatan lengkap, meninggal, pindah (transfer in), defaulter (lalai / DO) dan gagal.1) Sembuh

Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.2) Pengobatan lengkap

Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

3) MeninggalPasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.

4) Pindah

Pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

5) Default (Putus berobat)

Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

6) Gagal

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan (Depkes, 2007). 3. Pengobatan RasionalPenggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi persyaratan persyaratan tertentu. Masing masing persyaratan mempunyai konsekuensi yang berbeda beda, kesalahan dalam menegakkan diagnosis akan memberikan konsekuensi berupa kesalahan dalam menentukan jenis pengobatan (Anonim, 2006).

Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Tepat indikasi

Tepat indikasi yaitu penilaian obat yang didasarkan pada indikasi adanya suatu gejala atau diagnosa penyakit yang akurat.

b. Tepat pasien

Tepat pasien yaitu pemilihan obat yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan patologi pasien dengan melihat ada tidaknya kontraindikasi.c. Tepat obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar, sehingga obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.d. Tepat dosis

Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan khususnya untuk obat dengan rentang terapi yang sempit sangat beresiko, sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya efek terapi yang diharapkan (Anonim, 2006). 4. Pasien AnakMasa anak anak menggambarkan suatu periode pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Penggunaan obat untuk anak anak merupakan hal khusus yang berkaitan dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat (Aslam dkk, 2003).Pasien anak menurut The British Association (BPA) mengelompokkan usia anak didasarkan pada saat terjadinya perubahan perubahan biologis, sebagai berikut :

a. Neonatus: Awal kelahiran sampai usia 1 bulan

b. Bayi

: 1 bulan sampai 1 tahun

c. Anak

: 2 sampai 12 tahun

d. Remaja: 12 sampai 18 tahun (Aslam dkk ,2003).

5. KERANGKA KONSEP

Penyakit tuberkulosis anak

Pengobatan tuberkulosis anak

Keterangan :

: objek yang di teliti

: objek yang tidak ditelitiKuman mati

Fagositosis oleh makrofag alveolus paru

Masa inkubasi (2 12 minggu)

Kuman hidup

Pembentukan fokus primer penyebaran limfogen Penyebaran hematogen

TB primer

Kompleks primer terbentuk imunitas seluler spesifik

Sakit TB

Infeksi TB

Imunitas optimal

Komplikasi kompleks primer komplikasi penyebaran hematogen komplikasi penyebaran limfogen

Meninggal

Imunitas turun, reaktivasi/ reinfeksi

Sembuh

Sakit TB

Pengobatan rasional

Prinsip pengobatan

Obat anti tuberkulosis

Lama pengobatan

Tepat dosis

Tepat obat

efek samping obat

Paduan obat dan obat anti tuberkulosis

hasil pengobatan

Evaluasi penggunaan OAT pada anak

5