tatalaksana sinkop

12
Penatalaksanaan Pingsan atau disebut juga sinkop ialah kehilangan kesadaran sesaat karena aliran darah ke otak untuk sementara berkurang. Berbeda dengan shock, denyut nadi menjadi lebih lambat, meskipun akan segera meningkat kembali. Biasanya pasien bisa segera pulih. Dalam menangani pasien yang mengalami sinkop, kita harus bisa memastikan faktor pencetus atau penyebab sehingga penanganan yang dilakukan bisa sesuai. Penyebab pingsan yang patut kita perhatikan di antaranya adalah gangguan tonus vaskular atau volume darah, gangguan kardiovaskular, penyakit serebrovaskular, serta kelainan lain seperti gangguan metabolik, psikogenik dan kejang. Sinkop yang disebabkan oleh kelainan jantung beresiko menyebabkan kematian. Sebagai bentuk pencegahan, pasien yang mengalami sinkop berulang atau memiliki riwayat pingsan tanpa gejala terlebih dahulu sebaiknya menghindari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan cedera lebih lanjut apabila dia sampai kehilangan kesadaran pada saat melakukan kegiatan tersebut seperti berenang sendirian, mengoperasikan mesin berat atau mengemudi. Pasien usia lanjut dengan pusing atau sinkop beresiko mendapatkan cedera traumatik. Morbiditas dan mortalitas pasien usia lanjut sangat signifikan saat mereka terjatuh ketika kehilangan kesadaran. Sebelum seseorang pingsan, biasanya ada pertanda yang dirasakan. Oleh karena itu, bisa dilakukan pernafasan dalam, serta teknik relaksasi untuk menghindari pingsan. Teknik tersebut

Upload: bryan-de-hope

Post on 26-Oct-2015

214 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tatalaksana sinkop

TRANSCRIPT

Page 1: tatalaksana sinkop

Penatalaksanaan

Pingsan atau disebut juga sinkop ialah kehilangan kesadaran sesaat karena aliran darah ke

otak untuk sementara berkurang. Berbeda dengan shock, denyut nadi menjadi lebih lambat,

meskipun akan segera meningkat kembali. Biasanya pasien bisa segera pulih.

Dalam menangani pasien yang mengalami sinkop, kita harus bisa memastikan faktor

pencetus atau penyebab sehingga penanganan yang dilakukan bisa sesuai. Penyebab pingsan

yang patut kita perhatikan di antaranya adalah gangguan tonus vaskular atau volume darah,

gangguan kardiovaskular, penyakit serebrovaskular, serta kelainan lain seperti gangguan

metabolik, psikogenik dan kejang. Sinkop yang disebabkan oleh kelainan jantung beresiko

menyebabkan kematian.

Sebagai bentuk pencegahan, pasien yang mengalami sinkop berulang atau memiliki

riwayat pingsan tanpa gejala terlebih dahulu sebaiknya menghindari kegiatan-kegiatan yang

dapat menimbulkan cedera lebih lanjut apabila dia sampai kehilangan kesadaran pada saat

melakukan kegiatan tersebut seperti berenang sendirian, mengoperasikan mesin berat atau

mengemudi. Pasien usia lanjut dengan pusing atau sinkop beresiko mendapatkan cedera

traumatik. Morbiditas dan mortalitas pasien usia lanjut sangat signifikan saat mereka terjatuh

ketika kehilangan kesadaran.

Sebelum seseorang pingsan, biasanya ada pertanda yang dirasakan. Oleh karena itu, bisa

dilakukan pernafasan dalam, serta teknik relaksasi untuk menghindari pingsan. Teknik tersebut

bisa membantu mengontrol pingsan yang berkaitan dengan regulasi tekanan darah.

Berbaring setidaknya 10-15 menit ditempat yang sejuk dan tenang. Pada saat muncul

gejala akan pingsan seperti kepala terasa ringan, mual atau kulit dingin dan lembab, dapat

dilakukan counter-pressure maneuvers seperti mengepalkan jari tangan, menegangkan tangan,

dan menyilangkan kaki atau merapatkan paha. Jika pingsan terjadi sering tanpa kejadian yang

memicu, biasanya merupakan pertanda penyakit jantung yang mendasarinya.

Jika sudah mengalami kehilangan kesadaran, pasien sebaiknya diposisikan pada posisi

yang mendukung aliran darah ke otak, terlindung dari trauma dan mendapatkan jalan nafas yang

aman. Tindakan yang dapat dilakukan pada pertolongan pertama pada pingsan adalah

membaringkan pasien dengan kaki ditinggikan dan ditopang. Pasien harus dipastikan bisa

mendapatkan udara segar. Oleh karena itu, jendela sebaiknya dibuka atau jika berada di luar

ruangan atau di keramaian, jangan sampai dikerubungi. Jika kesadaran tidak segera pulih,

Page 2: tatalaksana sinkop

pernapasan dan nadi harus diperiksa serta bersiap melakukan resusitasi untuk mengantipasi

apabila diperlukan.

Jika memungkinkan, pasien sebaiknya terbaring dengan posisi supinasi serta kepala

menghadap ke satu sisi untuk mencegah aspirasi dan terhambatnya jalan nafas oleh lidah.

Selanjutnya, penilaian nadi dan auskultasi jantung dapat membantu menentukan apakah pingsan

tersebut berkaitan dengan bradiaritmia atau takiaritmia. Pakaian yang menempel ketat sebaiknya

dilonggarkan, terutama pada leher dan pinggang. Stimulasi perifer seperti meneteskan air pada

wajah dapat membantu menyadarkan pasien. Pemberian apapun ke mulut pasien, termasuk air,

sebaiknya dihindari jika pasien masih berada dalam kelemahan secara fisik.

Secara garis besar, penatalaksanaan penurunan kesadaran ( Sinkop ) dapat dibagi menjadi

dua, yaitu :

1)        Umum

a.         Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila tidak ada

kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intracranial yang meningkat.

b.        Posisi Trendelenburg berguna untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, untuk memastikan

jalan nafas lapang. Gigi palsu dikeluarkan serta lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga

ada cairan.

c.         Lakukan  imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infuse sesuai dengan kebutuhan

bersamaan dengan sampel darah.

d.        Pasang monitor jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan EKG.

e.         Pasang nasogastric tube, keluarkan isi lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung

jika diduga terjadi intoksikasi. Berikan thiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb.

2)        Khusus

Pada herniasi

a.         pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2 : 25-30 mmHg

b.        Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20 menit kemudian

dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.

c.         Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6

mg setiap 6 jam.

d.        Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operable seperti epidural hematom, konsul

bedah saraf untuk operasi dekompresi

Page 3: tatalaksana sinkop

Tanpa herniasi

a.         Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti

b.        Jika pada CT scan tidak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan fungsi lumbal. Jika

LP positif ada infeksi, berikan antibiotic yang sesuai. Jika ada pedarahan terapi sesuai dengan

pengobatan subarachnoid hemorrhage.

c.         Pasien yang mengalami sinkop vasovagal sebaiknya diinstruksikan untuk menghindari situasi

atau stimulus yang menyebabkan dia kehilangan kesadaran sebelumnya atau bisa juga

disarankan untuk berbaring apabila gejala awal pingsan mulai terasa. Tilt training, berdiri dan

bersandar melawan tembok dengan waktu yang semakin lama tiap harinya, biasanya digunakan

untuk pasien yang mengalami intoleransi ortostatik. Jika pingsan berkaitan dengan deplesi

volume intravaskular, pemberian garam dan cairandapat dilakukan untuk mencegah pingsan.

d.        Sinkop vasovagal yang persisten dapat ditangani dengan terapi obat terutama jika sering terjadi

maupun berkaitan dengan resiko tertentu terhadap cedera. Antagonis reseptor β-

adrenergik seperti metoprotol (25-50 mg), atenolol (25-50 mg) atau nadolol (10-20 mg)

merupakan obat yang sering digunakan. Obat-obatan tersebut dapat mengurangi peningkatan

kontraktilitas miokardial yang menstimulasi mekanoreseptor ventrikel kiri dan juga mengeblok

reseptor serotinin sentral. Serotonin reuptake inhibitorseperti paroxetine (20-40mg), sertraline

(25-50 mg) juga bisa digunakan. Kedua obat ini sering digunakan sebagai obat lini pertama

terutama pada pasien muda. Selain itu, obat antidepresan seperti bupropion SR (150 mg) juga

juga terkadang digunakan.

e.         Pemberian Hidrofludrokortison (0,1-0,2 mg) dapat memberikan efek retensi natrium, ekspansi

volume, dan vasokonstriksi perifer dengan meningkatkan sensitifitas β-reseptor terhadap

katekolamin endogen. Obat tersebut bisa efektif diberikan pada pasien sinkop dengan deplesi

volume intravaskular serta hipotensi postural. Proamatine (2,5-10 mg), sebuah α-agonist juga

biasa digunakan sebagai agen lini pertama. 2,3

f.         Disopiramid (150 mg), obat antiaritmia vagolitik dengan inotropik negatif, serta vagolitik lain

seperti transdermal scopolamine, telah digunakan untuk menangani sinkop vasovagal. Begitu

juga dengan teofilin dan efedrin. Selain dengan obat, pasien dengan artimia juga bisa

ditatalaksana dengan pemasangan pacemaker.

g.        Pasien dengan hipotensi ortostatik sebaiknya diinstuksikan untuk bangun secara perlahan dan

sistematis dari ranjang ke kursi. Pergerakan kaki sebelum bangkit bisa membantu venous

Page 4: tatalaksana sinkop

return dari ekstremitas bawah. Jika memungkinkan, pengobatan yang dapat memperburuk

keadaan seperti vasodilator dan diuretik sebaiknya tidak dilanjutkan.2,4 Elevasi kepala dan

penggunaan kompresi stocking juga bisa membantu. Terapi tambahan yang bisa dilakukan di

antaranya adalah pemberian garam dan obat-obatan seperti simpatomimetik amin, monoamine

oksidase inhibitor, beta blocker, dan levodopa. Sementara itu, pasien dengan hipotensi

postprandial sebaiknya menghindari makan besar serta aktivitas fisik setelah makan.

h.        Neuralgia glosofaringeal dapat ditangani dengan carbamazepine, yang dapat menangani pingsan

sekaligus nyerinya. Pasien dengan sindrom sinus karotis sebaiknya menghindari pakaian atau

situasi yang dapat menstimulasi baroreseptor. Jangan menggunakan pakaian yang ketat pada

leher serta menghindari gerakan leher yang berlebihan. 3 Saat menoleh ke satu sisi, disarankan

untuk menggerakan seluruh badan, tidak hanya kepala saja. Paroxetine merupakan obat yang

cukup terbukti memperbaiki gejala sinkop vasovagal, tetapi tidak disarankan untuk pasien

geriatri. 3Sinkop yang sering terjadi karena respopn kardioinhibitori terhadap stimulasi sinus

karotis sebaiknya ditangani dengan pemasangan pacemaker permanen.

i.          Individu dengan sinkop yang tidak bisa dijelaskan oleh semua pemeriksaan kemungkinan besar

berkaitan dengan kondisi psikiatri. Pasien dengan sinkop sebaiknya dirawat di rumah sakit jika

kejadiannya berkaitan dengan abnormalitas yang mengancam nyawa atau kambuh dengan

kemungkinan cedera yang signifikan. Pemeriksaan dengan elektrokardiogram juga sebaiknya

dilakukan. Jika kondisi jantung pasien normal atau jelas pingsan karena pengaruh vasovagal atau

sinkop situasional, pasien bisa dipulangkan.

3)        Nutrisi dan suplemen

Mengingat banyak kasus yang berkaitan dengan jantung, suplemen yang diberikan

biasanya berguna untuk meningkatkan kesehatan jantung.

a.         Asam lemak omega-3, seperti minyak ikan, berguna untuk menurunkan inflamasi serta

meningkatkan kesehatan jantung. Penggunaan bersama warfarin harus diperhatikan karena dapat

meningkatkan resiko perdarahan.

b.        Multivitamin harian yang berisi vitamin antioksidan seperti A, C, E, vitamin B dan mineral (Mg,

Ca, asam folat, Zinc, dan Selenium).

c.         Koenzim Q10, 100-200 mg pada bedtime yang merupakan antioksidan.

d.        Acetyl-L-carnitine, 500 mg perhari (antioksidan)

e.         Alpha-lipoic acid, 25-50 mg dua kali perhari (antioksidan)

Page 5: tatalaksana sinkop

f.         L-arginine (1-2 gram satu atau dua kali perhari). Tidak disarankan pada pasien dengan infeksi

virus seperti herpes.

Zat-zat herbal yang dapat digunakan di antaranya adalah :

a.         Green tea (camellia sinensis), 250-500 mg perhari, merupakan antioksidan dan antiinflamasi.

b.        Bilberry (Vaccinium myrtillus). 80 mg dua sampai tiga kali perhari, merupakan antioksidan

yang membantu memperlancar sirkulasi.

c.         Ginkgo (Ginkgo biloba), 40-80 mg tiga kali perhari, merupakan antioksidan.

Penatalaksanaan pasien dengan sinkop sangat tergantung dari diagnosis  yang  telah 

dibuat,  seperti  pasien  dengan  sinkop  yang disebabkan oleh blok atrioventrikular atau sick

sinus syndrome   harus dilakukan  pemasangan  pacu  jantung  menetap,  tatalaksana  pasien

dengan  sindrom  Wolf-Parkinson-White  membutuhkan  ablasi  kateter, sedangkan  pasien 

dengan  takikardia  ventrikel  kemungkinan  harus dilakukan implantasi defibrillator. Berikut ini

adalah penatalaksanaan sinkop secara khusus sesuai dengan penyebabnya :

1)      Sinkop neurokardiogenik

Pada pasien sinkop berulang atau sinkop yang berhubungan dengan cedera fisik atau

stress pada pasien. Pendekatan non farmakologik adalah pilihan pertama seperti edukasi dan

pencegahan terhadap faktor resiko terjadi ny sinkop berulang Pendekatan  farmakologik  nya 

adalah  diberikan  beta  blocker,  alfa  agonist, paroxetine dan enalapril

2)      Sinkop vasovagal

Terapi farmakologik yang direkomendasikan adalah disopiramid, antikolinergik, teofilin

dan clonidine.

3)      Pacu jantung

Secara teoritis memiliki manfaat pada pasien yang di dominasi dengan kelainan pada

kardioinhibisi dibandingkan respon vasodepresan.

4)      Sinkop aritmia

Belum banyak data yang mengevaluasi efek antiaritmia namun hingga saat ini

dipertimbangkan  pemasangan  defribilator  intrakardiak  pada  pasien  yang

mengalami sinkop namun harus disesuaikan dengan criteria pasien yang pernah menglami infark

Page 6: tatalaksana sinkop

miokard, ejeksi fraksi nya < 35%. Sedangkan pada pasien yg mengalami bradiaritmia perlu

dipasangkan pacu jantung

Belum banyak  data  yang  mengevaluasi  efek  antiaritmia  baik

farmakologis ataupun  pemasangan  alat  pada  pasien  dengan  episode

sinkop akibat aritmia. Saat ini telah dipertimbangan untuk pemasangan

defibrilator  intrakardiak  pada  pasien  yang  mengalami  sinkop  dan

membutuhkannya sesuai rekomendasi dari American College Cardiology

(ACC) / American Heart Association (AHA) yaitu pasien dengan riwayat

infark  miokard  dengan  ejection  fraction, 35%  atau  sama  terdapat dokumentasi yang

membuktikan terjadinya takikardia ventrikular yang  tidak menetap dan takikardia ventrikular 

yang diinduksi pada studi  elektrofisiologi  atau  kejadian  takikardia  ventrikular  yang  spontan. 

Sedangkan  pacu  jantung  harus  dipasang  pada  pasien  dengan  bukti  dokumentasi terjadinya

bradiaritmia berat atau simptomatik.

Penatalaksanaan  pasien  dengan  Torsades  de  Pointes  adalah dengan  pemberian 

magnesium  sulfat,  pemasangan  pacu  jantung sementara (pada keadaan bradikardia) dan obat

penyekat beta.

Sedangkan  penatalaksanaan  Sick  Sinus  Syndrome  tergantung pada irama dasarnya.

Umumnya diperlukan pemasangan pacu jantung permanen.  Pada  keadaan  bradikardia 

diperlukan  kombinasi  obat antiaritmia dan pacu jantung permanen.

Secara umum penatalaksanaan pasien sinkop kardiak terdiri dari tiga cara yaitu terapi

farmakologi, pemasangan pacu jantung dan terapi bedah. Untuk pasien dengan kardiomiopati

hipertropi dapat berespon dengan terapi farmakologi dengan menggunakan beta bloker, calcium

channel blocker dan obat antiaritmia lainnya, sedangkan untuk pasien kelainan  irama  jantung 

diperlukan  pemasangan  alat  pacu  jantung. Untuk pasien yang penyebab sinkop kardiaknya

disebabkan kelainan struktur  jantung  seperti  Stenosis  Aorta,  terapi  bedah  mungkin

diperlukan.

Penatalaksanaan pasien sinkop karena kelainan irama.

Klas I :

Pasien  yang  menderita  sinkop  karena  aritmia  jantung  dan kondisi  yang  mengancam 

kehidupan  atau  trauma  dengan     resiko tinggi harus mendapat terapi yang cepat.

Klas II :

Page 7: tatalaksana sinkop

  Pengobatan  dilakukan  bila  culprit  arrhytmia  tidak  ada  dan aritmia  yang  mengancam 

kehidupan  diperkirakan  dari  data pengganti.

  Pengobatan  dilakukan  bila  ada  culprit  arrhytmia  tapi  tidak mengancam kehidupan atau ada

resiko tinggi.

Indikasi perawatan rumah sakit pasien dengan sinkop :

  Mempunyai  riwayat  penyakit  arteri  koroner,  gagal  jantung kogestif atau aritmia ventrikular.

  Disertai gejala nyeri dada.

  Pada   pemeriksaan   fisik   terdapat   kelainan  katup   yang bermakna,  gagal  jantung  kongestif, 

strok  atau  gangguan neurologik fokal.

  Pada pemeriksaan EKG ditemukan gambaran iskemia, aritmia, interval QT memanjang atau blok

berkas cabang.

  Kehilangan  kesadaran  tiba-tiba  disertai  terjadinya  cedera, denyut  jantung yang  cepat  atau 

sinkop  yang  berhubungan dengan aktivitas.

  Frekuensi kejadian meningkat, kemungkinan penyakit jantung koroner atau terdapat aritmia

(misalnya pada pemakaian obat-obatan yang dapat menginduksi terjadinya torsade de pointes)

  Hipotensi ortostatik sedang-berat

  Usia diatas 70 tahun.

5)      Sinkop metabolisme

Segera  koreksi  kelainan  metabolisme  pada  pasien  tersebut  seperti  sinkop

hipoglikemi maka harus segera berikan cairan gula untuk mengoreksi hipoglikemi pada pasien

tersebut serta hentikan penggunaan obat peningkat insulin. Selain itu seperti  sinkop  hipoksia 

juga  harus  segera  di koreksi hipoksianya dengan menggunakan oksigen atau air mask segera

mungkin.