survei nasional tenaga kerja asing di indonesia tahun 2009 fileinvestasi ke berbagai penjuru dunia,...

60
Survei Nasional Tenaga Kerja Asing di Indonesia Tahun 2009 Laporan

Upload: duongthuan

Post on 02-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Survei Nasional Tenaga Kerja Asing di Indonesia Tahun 2009

Laporan

Laporan ini merupakan hasil survei dan penelitian dari

Biro Neraca Pembayaran

Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter

Penanggung Jawab :

Hendy Sulistiowaty

Tim Penyusun:

Noor Yudanto

Andy Johan Prasetyo

Fadhil Nugroho

Putu Utami Ardarini Sadha

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terlaksananya Survei Tenaga Kerja Asing

(TKA) tahun 2009 oleh Bank Indonesia. Survei ini merupakan upaya berkelanjutan untuk memperbarui (updating)

data dasar dalam penghitungan remitansi dari TKA yang bekerja di Indonesia ke negara asalnya, serta untuk

memperbaiki data/informasi lainnya yang terkait dengan TKA. Survei yang sama dilakukan sebelumnya oleh Bank

Indonesia pada tahun 2004. Selama kurun waktu 2004-2009, diyakini telah terjadi banyak perubahan terkait

dengan karakteristik/profil dan pola remitansi TKA. Hasil survei ini diharapkan tidak hanya bermanfaat untuk

memenuhi kebutuhan Bank Indonesia, dalam hal ini penyempurnaan statistik Neraca Pembayaran Indonesia,

namun juga untuk kebutuhan instansi lain yang berkepentingan dengan statistik dan kebijakan terhadap masalah

TKA dan remitansinya serta masalah ketenagakerjaan secara umum.

Seiring dengan perkembangan globalisasi yang mendorong terjadinya pergerakan aliran modal dan

investasi ke berbagai penjuru dunia, terjadi pula migrasi penduduk atau pergerakan tenaga kerja antar negara.

Pergerakan tenaga kerja tersebut berlangsung karena investasi yang dilakukan di negara lain pada umumnya

membutuhkan pengawasan secara langsung oleh pemilik/investor. Sejalan dengan itu, demi menjaga kelangsungan

usaha dan investasinya, pemilik modal juga membutuhkan tenaga-tenaga terampil yang bisa dipercaya dalam

mengelola investasinya di negara tujuan (country of destination). Untuk keperluan tersebut, para pemilik modal

perlu membawa serta beberapa tenaga kerja dari negara asal (country of origin) atau negara lain untuk bekerja

sebagai TKA di negara tujuan. Namun demikian, masih perlu diteliti lebih lanjut seberapa kuat hubungan antara

pola pergerakan aliran modal dan investasi tersebut dengan pola masuknya tenaga kerja asing karena hal ini akan

sangat dipengaruhi oleh karakteristik negara antara lain kebijakan serta data pendukung yang berkualitas. Untuk

kasus Indonesia, antara data perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan peningkatan jumlah TKA

di Indonesia ternyata tidak searah.

Keberadaan TKA di suatu negara termasuk Indonesia pada umumnya lebih dikaitkan dengan dampaknya

yaitu mengurangi kesempatan kerja pekerja lokal negara tujuan, meningkatnya devisa keluar (outflow), faktor

budaya yang kemungkinan tidak sesuai dengan adat/norma setempat, dsb. Namun perlu dipahami bahwa pada

lingkup pekerjaan tertentu terutama yang mensyaratkan penguasaan teknologi tinggi atau ketrampilan khusus

pada umumnya masih belum dapat dipenuhi oleh tenaga kerja lokal. Disamping itu, kehadiran TKA dapat

memberikan dampak positif berupa transfer of knowledge, pembelajaran kultur kerja modern (internasional), dan

peluang untuk menjadi pekerja berkelas internasional.

Mengingat faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan TKA ke Indonesia dan pola remitansinya tidak

selamanya stabil, maka upaya updating data secara reguler menjadi relevan, seperti halnya survei TKA yang dilakukan

Bank Indonesia pada tahun 2009. Sebagai informasi, untuk melengkapi data dari sisi inflow, Bank Indonesia secara

berkala juga melakukan survei pola remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri dan telah

dilakukan pada tahun 2006 dan 2008.

iKata Pengantar

ii

Jakarta, Juli 2010

Hendy Sulistiowaty

Direktur Statistik Ekonomi dan Moneter

Bank Indonesia

Akhir kata dengan segala kerendahan hati, kami mengucapkan penghargaan dan terima kasih atas

perhatian, kerjasama, masukan, kritik, dan saran membangun dari berbagai pihak yang telah menjadikan pekerjaan

ini menjadi terlaksana dan berhasil dengan baik. Pihak-pihak dimaksud adalah:

1. Para TKA atau pimpinan perusahaan yang menggunakan TKA yang telah bersedia menjadi responden survei,

mengisi kuesioner dan menyampaikan data/informasi yang sangat berharga.

2. Kemenakertrans khususnya Ditjen Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, atas dukungan data awal sehingga

diketahui sampling frame TKA per daerah serta informasi tentang kebijakan, ketentuan/aturan, serta program

pemerintah terkait TKA lainnya.

3. Pimpinan Bank Indonesia pusat dan daerah (Kantor Bank Indonesia Balikpapan, Denpasar, Batam), serta pihak

lainnya yang telah membantu kami dalam penyelesaian program kerja ini.

Sebagai bahan perbaikan program kerja ke depan, kami sangat mengharapkan saran, usulan, maupun

kritik yang membangun dari para pengguna hasil survei ini.

Kata Pengantar

RINGKASAN LAPORAN

Tujuan Survei

Pengiriman uang/remitansi dari Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia ke negara asal (outflows)

merupakan salah satu item penting dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang terdapat dalam sub kelompok

Current Transfer, di kelompok Current Account. Bank Indonesia (BI) menghitung besarnya nilai outflows remitansi

tersebut dengan pendekatan perhitungan faktor gaji TKA, tingkat persentase dari gaji TKA yang dikirim ke negara

asal secara rutin, dan jumlah stok TKA yang ada.

Untuk memperoleh data stok TKA, BI melakukan kerjasama dengan Kemenakertrans khususnya Direktorat Jenderal

Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, sedangkan informasi persentase gaji yang dikirim oleh TKA dilakukan melalui

survei. Survei TKA tersebut terakhir kali dilakukan oleh BI pada tahun 2004.

Survei TKA tahun 2009 dilakukan di beberapa propinsi yang merupakan kantong-kantong TKA, yaitu DKI Jakarta,

Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Riau/Kepri, Bali dan Kalimantan Timur. Selanjutnya melalui pelaksanaan survei

ini diharapkan dapat :

1. Memperoleh gambaran yang lengkap mengenai keberadaan dan profil TKA di Indonesia yaitu antara lain terkait

jenis kelamin (gender), umur, pendidikan, lokasi, lama bekerja, jabatan, asal negara dan motivasi/alasan bekerja

di Indonesia.

2. Memperoleh data/informasi terkini mengenai rata-rata nilai gaji, pemanfaatan gaji termasuk mekanisme dan

pola pengiriman uang/remitansi TKA untuk memperbaiki penghitungan estimasi nilai workers’ remittances TKA

(WR outflow)

3. Memperoleh masukan untuk perumusan kebijakan BI, pemerintah, maupun instansi terkait.

Menurut data Kemenakertrans, jumlah TKA yang tercatat bekerja di Indonesia per akhir September 2009 mencapai

45.384 orang, sebagian besar (63%) berada di DKI Jakarta, sisanya tersebar di seluruh Indonesia utamanya yang

terbesar berada di 7 (tujuh) propinsi yaitu berturut-turut Jawa Barat (9%), Riau/Kepri (6%), Banten (5,3%), Bali

(3,6%), Jatim (3,2%), Sumut (2,1%), dan Jateng (1,4%).

Berdasarkan jabatannya, sebagian besar TKA yang bekerja di Indonesia berprofesi sebagai Profesional (35%), Teknisi

(24%) dan Manajer (18%). Tingginya pekerja TKA profesional di Indonesia mulai terjadi sejak awal tahun 2007.

Sedangkan pada periode sebelum tahun 2007, jabatan TKA di Indonesia lebih didominasi oleh konsultan. Hal ini

mengindikasikan terjadinya pergeseran jabatan pada pola rekrutmen TKA dari jabatan konsultan ke jabatan

profesional. Menurut dugaan, pergeseran ini terjadi karena pada awalnya perusahaan lebih banyak menggunakan

TKA sebagai konsultan baik sebagai konsultan manajemen, finansial, SDM hingga konsultan teknologi. Sejalan

iiiRingkasan Laporan

iv

dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi, kebutuhan terhadap bidang yang selama ini ditangani oleh

konsultan ternyata juga terus berkembang dan membutuhkan kehadiran seorang yang ahli di bidangnya secara

lebih permanen. Dengan perkembangan tersebut, beberapa perusahaan kemudian menawari konsultan yang

selama ini dipakai untuk menjadi tenaga profesional yang diperlakukan seperti pegawai internal.

Berdasarkan negara asalnya sebagian besar TKA yang bekerja di Indonesia berasal dari negara-negara di kawasan

Asia non ASEAN (50,4%), terutama RRC (41%), Jepang (22%), Korsel (18%), dan India (13%). Tingginya TKA

dari negara-negara tersebut disamping didorong oleh banyaknya investasi dari negara-negara tersebut ke Indonesia

juga oleh karena relatif tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan

ekonomi tersebut termasuk di sektor keuangan/pasar modal yang membutuhkan tenaga-tenaga kerja berkelas

internasional.

Kebijakan Penempatan TKA di Indonesia

Sejak masa Orde Baru hingga saat ini, kebijakan Pemerintah terhadap masuknya TKA ke Indonesia pada dasarnya

tetap konsisten yaitu bersifat selektif terhadap jabatan-jabatan tertentu yang memang belum memungkinkan diisi

oleh tenaga-tenaga kerja dari Indonesia. Disamping itu, untuk penempatan TKA tersebut perusahaan harus

mendapat izin terlebih dulu dari Menteri. Ini semua dilandasai oleh semangat sebagaimana diamanatkan dalam

UU No. 3/1958 yaitu “…..menjamin bagian yang layak dari kesempatan kerja di Indonesia bagi warga Indonesia….”.

Pada saat ini, tata cara penggunaan tenaga kerja asing diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

No. Per.02/Men/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang antara lain mengatur tentang

kewajiban calon TKA untuk mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya 5 tahun sesuai dengan jabatan yang

akan diduduki, kesediaan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja Indonesia, dan dapat berkomunikasi

dalam Bahasa Indonesia.

Profil Responden

Responden berjumlah 365 orang, mayoritas berada di pulau Jawa (83%) mencakup DKI Jakarta (48%),

Jawa Barat (22%), Banten (9%) dan Jawa Timur (3%). Adapun responden yang berasal dari luar Jawa (17%)

meliputi beberapa propinsi yaitu Kepri/Riau (11%), Kaltim (4%) dan Bali (3%).

Sebagian besar TKA yang menjadi responden survei adalah laki-laki (92%) dan didominasi oleh TKA yang berumur

45-49 tahun dan 40-44 tahun. Mereka pada umumnya berstatus menikah dan tinggal di Indonesia tidak bersama

anggota keluarganya (56%).

Sebagian besar responden berasal dari Asia non ASEAN (55%), Eropa (19%) dan ASEAN (13%). Responden yang

berasal dari Asia non ASEAN sebagian besar berasal dari Jepang (37%), India (27%) dan Korsel (22%). Adapun

TKA dari Eropa mayoritas berasal dari Inggris (36%), Perancis (20%), Belanda (16%) dan Jerman (10%). Untuk

TKA asal ASEAN, sebagian besar berasal dari Singapura (40%) dan Malaysia (39%). Secara keseluruhan tanpa

melihat kawasan, sebagian besar TKA berasal dari Jepang (20%), India (15%) dan Korsel (12%).

Ringkasan Laporan

Mayoritas TKA memiliki latar belakang pendidikan setara Sarjana/S1 (62,4%) dan Master/S2 (25,8%). Hal ini sejalan

dengan data yang menunjukkan sebagian besar TKA di Indonesia menduduki jabatan sebagai profesional dan

teknisi. Berdasarkan sektor ekonomi, mayoritas responden bekerja di sektor Industri pengolahan (35,4%), diikuti

sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa (13%), dan sektor Transportasi dan Komunikasi (12%).

Adapun motivasi yang mendorong TKA bekerja Indonesia sebagian besar dikarenakan adanya penugasan (56%)

sedangkan yang didorong oleh keinginan sendiri sebesar 44%. Cukup tingginya komposisi responden yang bekerja

atas keinginannya sendiri mengindikasikan Indonesia sudah menjadi salah satu negara tujuan para pencari kerja

internasional.

Mayoritas responden sudah tinggal di Indonesia rata-rata lebih dari 1 tahun (84%) yang mengindikasikan bahwa

mereka dikontrak untuk masa yang lebih panjang dari 1 tahun. Meski demikian, mayoritas responden baru sekali

menjadi TKA di Indonesia (60%).

Berdasarkan jabatannya, sebagian besar responden menjabat sebagai manajer (30%) dan direktur (23%) dan pada

umumnya bekerja di divisi energi dan teknologi, divisi kontrol kualitas produksi, divisi operasional dan administrasi,

dan divisi akunting dan keuangan.

Gaji dan Kompensasi

Mayoritas TKA memiliki rata-rata gaji (regular) dengan kisaran Rp25 juta – Rp50 juta/bulan (38%). Di samping gaji

regular, sebagian responden (16%) menyatakan memperoleh tunjangan jabatan (compensation salary) yang berkisar

antara Rp10 juta – Rp25 juta/bulan (27%).

Secara umum gaji yang diterima TKA dengan level jabatan Direktur relatif lebih tinggi dibandingkan level jabatan

lainnya. Sebagian besar TKA yang menduduki jabatan sebagai Direktur menerima gaji di atas rata-rata gaji TKA

yaitu berkisar antara Rp50 juta – Rp75 juta/bulan (35%) dan antara Rp75 juta – Rp100 juta/bulan (25%). Sejalan

dengan hal itu, berdasarkan level jabatannya, responden yang paling banyak menerima tunjangan jabatan tertinggi

(di atas Rp50 juta) adalah pada level jabatan Direktur.

Perolehan gaji menurut sektor ekonomi diperoleh fakta bahwa sektor Konstruksi dan sektor Pertambangan dan

Penggalian merupakan sektor yang paling banyak memberikan gaji tertinggi kepada TKA yaitu di atas Rp125

juta/bulan. Sementara itu sektor yang paling banyak memberikan gaji pada level rendah (di bawah Rp10 juta)

adalah sektor Pertanian dan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa.

Berdasarkan wilayah asal negaranya, responden dari Amerika dan Eropa rata-rata menerima gaji berkisar antara

Rp25 juta – Rp50 juta/bulan (50%) karena pada umumnya jabatan TKA adalah professional di sektor keuangan.

Sementara itu, responden yang paling banyak menerima gaji dikisaran atas (lebih dari Rp125 juta/bulan) adalah

TKA yang berasal dari Oceania (22%). Sebaliknya, responden yang berasal dari Afrika dan Timur Tengah cukup

banyak pula dijumpai memiliki gaji di bawah Rp10 juta/bulan (17%).

vRingkasan Laporan

vi

Pembayaran dan Pemanfaatan Gaji

Sebagian besar perusahaan pembayar gaji TKA adalah perusahaan di Indonesia (57%) dan mayoritas dilakukan

dengan cara mentransfer ke rekening bank di Indonesia (67%). Sementara itu, jumlah responden yang pembayaran

gajinya dilakukan oleh kantor pusatnya di luar negeri hanya sebesar 20%.

Menurut hasil survei, sebanyak 49% gaji yang diterima oleh TKA digunakan untuk konsumsi, selanjutnya 31%

ditabung, dan hanya sekitar 20% dikirim ke negara asalnya (remitansi). Bagian terbesar dari konsumsi tersebut

pada umumnya digunakan untuk keperluan makan, diikuti hiburan, rekreasi, dan olahraga.

Aksesibilitas TKA terhadap sektor perbankan cukup tinggi, hal ini tercermin bahwa 90% responden menggunakan

bank sebagai sarana penyimpanan uangnya dan hanya sebagian kecil (10%) yang tidak menyimpan uangnya di

bank. Alasan responden tidak menggunakan jasa perbankan utamanya berkaitan dengan alasan birokrasi (37%)

yaitu keengganan TKA untuk mengurus kelengkapan surat-surat dan dokumen yang diperlukan.

Pengiriman Uang dan Sarana yang Digunakan

Sebagian besar TKA menyatakan melakukan pengiriman uang ke negara asalnya (58%) dan pada umumnya

dilakukan secara rutin (53%). Responden yang melakukan remitansi sebagian besar berada pada level jabatan

Manajer (36%) dan Direktur (21%). Adapun menurut frekuensi remitansinya, level jabatan Direktur lebih banyak

melakukan remitansi secara rutin (60%), sedangkan level jabatan yang paling sedikit melakukan remitansi secara

rutin adalah kelompok jabatan Profesional (47%).

Rata-rata nilai remitansi yang dilakukan responden umumnya kurang dari Rp10 juta (41%). Jika dibandingkan

dengan rata-rata gaji TKA sebesar Rp25 juta – Rp50 juta/bulan, maka porsi dari gaji yang dikirim ke negara asalnya

berkisar antara 20% - 40%.

Pola remitansi TKA yang tercermin dari rata-rata persentase remitansi seluruh responden adalah sebesar 34,2%

dari gaji, sedikit menurun dibanding dengan hasil survei TKA tahun 2004 sebesar 38,7%. Berdasarkan negara asal

TKA, persentase remitansi tertinggi dilakukan oleh TKA China (47,8%), sedangkan yang terendah adalah TKA

Jerman sebesar 10%.

Berdasarkan level jabatannya, jumlah responden yang paling banyak melakukan remitansi kurang dari Rp10 juta

adalah Supervisor (64%) dengan persentase remitansi terhadap gaji rata-rata sebesar 23,1%. Sementara itu pada

kelompok jabatan Profesional, sebanyak 5% responden melakukan remitansi dengan nilai rata-rata di atas Rp125

juta dan persentase remitansinya sebesar 49,9%.

Mayoritas responden menggunakan jalur perbankan (79%) dalam melakukan remitansi, dan sisanya (19%)

menggunakan jalur Money Remmitance Operator (MRO) utamanya melalui perusahaan Western Union (55%) dan

Money Gram (14%).

Ringkasan Laporan

vii

Biaya remitansi untuk setiap pengiriman uang ke luar negeri relatif bervariatif dari yang termurah yaitu Rp25 ribu

hingga yang termahal yaitu lebih dari Rp1 juta. Kisaran biaya ini lebih disebabkan oleh faktor besarnya nilai nominal

uang yang dikirim yaitu semakin besar jumlah pengiriman semakin mahal biayanya. Secara umum, biaya remitansi

sebagian besar berkisar antara Rp100 ribu – Rp250 ribu (28,1%).

Rata-rata biaya remitansi melalui jalur perbankan lebih mahal dibanding Money Remmittance Operator (MRO) dan

media lainnya. Biaya pengiriman uang melalui jalur perbankan berkisar antara Rp250 ribu – Rp500 ribu (31%) dan

Rp100 ribu – Rp250 ribu (29%), lebih mahal jika dibandingkan rata-rata biaya pengiriman melalui MRO yang

sebagian besar berkisar Rp100 ribu – Rp250 ribu (66%). Sementara itu, rata-rata biaya pengiriman melalui media

lainnya (titip teman) relatif tidak bervariasi yaitu antara Rp50 ribu – Rp75 ribu (50%) dan Rp250 ribu – Rp500 ribu

(50%).

Selain biaya yang relatif lebih murah, pengiriman uang melalui jalur formal non bank rata-rata sekitar 1 hari, lebih

cepat dibandingkan perbankan yang umumnya sekitar 1-3 hari.

Pandangan TKA Terhadap Kondisi Kerja Indonesia

Dari beberapa indikator kondisi kerja di Indonesia, 23,1% responden menilai bahwa proses perizinan di Indonesia

buruk, sedangkan sebagian besar responden menilai proses perizinan termasuk kategori “sedang” (40,8%).

Terkait dengan kejelasan hak dan kewajiban pekerja, cukup banyak responden (43%) menilai bahwa kejelasan hak

dan kewajiban pekerja dalam kategori baik dan sangat baik, meski mayoritas menilai kondisinya sedang (47%).

Mayoritas responden (44,4%) memberi predikat “sedang” pada perlindungan hukum di Indonesia diikuti oleh

kelompok responden yang memberi predikat “baik” dan “sangat baik” sebesar 35,3%. Meskipun demikian,

terdapat cukup banyak responden (20,3%) yang memberi predikat “buruk” maupun “sangat buruk” yang tentunya

perlu menjadi perhatian regulator di Indonesia.

Untuk penilaian hubungan kerja, sebagian besar responden (59,9%) memberi penilaian “baik” dan “sangat baik”.

Sedangkan yang menilai “sedang” sebanyak 35,1%. Hanya 5% responden yang menilai “buruk” maupun “sangat

buruk”. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada umumnya TKA merasakan kondisi hubungan kerja di Indonesia

adalah baik.

Ringkasan Laporan

Halaman ini sengaja dikosongkan

KATA PENGANTAR i

RINGKASAN LAPORAN iii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GRAFIK xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM xv

Bab 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

1.3 Metodologi Survei 2

Bab 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERKEMBANGAN TENAGA KERJA ASING DI INDONESIA 5

2.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5

2.2 Perkembangan Investasi Asing dan Domestik 7

2.3 Perkembangan Ketenagakerjaan 10

2.4 TKA: Jumlah, Karakteristik dan Kebijakan 11

2.4.1 Jumlah TKA di Indonesia 12

2.4.2 Karakteristik dan Sebaran TKA di Indonesia 12

2.4.3 Kebijakan Terkait Penggunaan TKA di Indonesia 14

Bab 3 PROFIL TENAGA KERJA ASING RESPONDEN 17

3.1 Profil Responden 17

3.2 Karakteristik Pekerjaan Responden 20

Bab 4 GAJI DAN POLA REMITANSI TKA 23

4.1 Perlakuan Penggajian 23

4.2 Pemanfaatan Gaji 26

4.3 Nilai dan Frekuensi Remitansi 27

4.4 Persentase Remitansi Dari Gaji 29

4.5 Sarana Remitansi dan Peran Perbankan 30

4.6 Biaya Remitansi 31

Bab 5 PANDANGAN TKA TERHADAP INDONESIA 35

5.1 Gambaran Kondisi Kerja Di Indonesia 35

5.2 Keinginan Bekerja Di Indonesia Setelah Kontrak Selesai 36

5.3 Harapan TKA terhadap Perbaikan Kondisi Kerja 37

ix

DAFTAR ISI

Daftar Isi

Bab 6 KESIMPULAN DAN SARAN 39

6.1 Kesimpulan 39

6.1.1 Umum 39

6.1.2 Spesifik 39

6.2 Saran 41

x Daftar Isi

xi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5

Grafik 2.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha 5

Grafik 2.3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia vs 4 Negara ASEAN 6

Grafik 2.4. Perkembangan Laju Inflasi Indonesia 7

Grafik 2.5. Perkembangan Nilai Tukar dan IHSG 7

Grafik 2.6. Perkembangan Investasi di Indonesia periode 2000 s.d. Sem I 2009 8

Grafik 2.7. Komposisi Jumlah Proyek PMA Menurut Sektor 9

Grafik 2.8. Komposisi Jumlah Proyek PMA di Sektor Tersier 9

Grafik 2.9. Komposisi Jumlah Proyek PMA di Sektor Sekunder 9

Grafik 2.10. Komposisi Jumlah Proyek PMA di Sektor Primer 9

Grafik 2.11 Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka 10

Grafik 2.12 Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia vs 4 Negara ASEAN 10

Grafik 2.13. Jumlah Pengangguran Terbuka Berdasarkan Tingkat Pendidikan 10

Grafik 2.14. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor 11

Grafik 2.15. Penyerapan Tenaga Kerja Per Proyek Menurut Sektor 11

Grafik 2.16. Perkembangan Jumlah TKA di Indonesia 12

Grafik 2.17. Sebaran TKA Menurut Kawasan 14

Grafik 2.18. Sebaran TKA Menurut Negara Non ASEAN 14

Grafik 2.19. Sebaran TKA Menurut Negara Asia ASEAN 14

Grafik 3.1. Sebaran Responden Berdasarkan Propinsi 17

Grafik 3.2. Sebaran Responden Berdasarkan Sektor Ekonomi 17

Grafik 3.3. Sebaran Kebangsaan Responden Berdasarkan Kawasan Asal 18

Grafik 3.4. Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan Asia di luar ASEAN 18

Grafik 3.5. Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan Eropa 18

Grafik 3.6. Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan ASEAN 18

Grafik 3.7. Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan Oceania & Amerika 18

Grafik 3.8. Sebaran Kebangsaan Responden, Gabungan 18

Grafik 3.9. Sebaran Responden Berdasarkan Negara Tempat Tinggal di Luar Negeri 19

Grafik 3.10. Alasan Bekerja di Indonesia 19

Grafik 3.11. Jenis Kelamin Responden 19

Grafik 3.12. Usia Responden 19

Grafik 3.13. Status Pernikahan 20

Grafik 3.14. Jumlah Keluarga Yang Tinggal Bersama di Indonesia 20

Grafik 3.15. Tingkat Pendidikan TKA 20

Grafik 3.16. Lama Tinggal di Indonesia 20

Grafik 3.17. Frekuensi Menjadi TKA 20

Grafik 3.18. Lama Kontrak Kerja TKA 21

Daftar Grafik

Grafik 3.19. Sebaran Jabatan TKA 21

Grafik 3.20. Divisi Pekerjaan TKA 21

Grafik 4.1. Sebaran Gaji TKA per bulan 23

Grafik 4.2. Sebaran Tunjangan Jabatan TKA per bulan 23

Grafik 4.3. Sebaran Gaji TKA Menurut Level Jabatan 23

Grafik 4.4. Sebaran Compensation Salary TKA Menurut Level Jabatan 24

Grafik 4.5. Sebaran Gaji TKA Berdasarkan Sektor Ekonomi 24

Grafik 4.6. Sebaran Gaji (Regular) Berdasarkan Jenis Perusahaan (FDI dan Non FDI) 25

Grafik 4.7. Sebaran Tunjangan Jabatan Berdasarkan Jenis Perusahaan (FDI dan Non FDI) 25

Grafik 4.8. Sebaran Gaji Berdasarkan Tingkat Pendidikan 25

Grafik 4.9. Sebaran Gaji Berdasarkan Wilayah Asal Negara 25

Grafik 4.10. Perusahaan Pembayar Gaji 26

Grafik 4.11. Cara Pembayaran Gaji 26

Grafik 4.12. Pemanfaatan Gaji TKA 26

Grafik 4.13. Tempat Penyimpanan Uang 27

Grafik 4.14. Alasan Tidak Menyimpan Uang di Bank 27

Grafik 4.15. Kegiatan Remitansi 27

Grafik 4.16. Frekuensi Remitansi 27

Grafik 4.17. Remitansi Berdasarkan Level Jabatan 28

Grafik 4.18. Frekuensi Remitansi Berdasarkan Level Jabatan 28

Grafik 4.19. Nilai Remitansi 28

Grafik 4.20. Nilai Remitansi Berdasarkan Level Jabatan 28

Grafik 4.21. Nilai Remitansi Berdasarkan Wilayah Asal Negara 29

Grafik 4.22. Persentase Remitansi Berdasarkan Negara Asal TKA 29

Grafik 4.23. Persentase Remitansi Berdasarkan Level Jabatan 29

Grafik 4.24. Sarana Pengiriman Remitansi 30

Grafik 4.25. Media Remitansi Melalui Money Remittance Operator 31

Grafik 4.26. Biaya Remitansi 31

Grafik 4.27. Biaya Remitansi Menurut Remittance Channel 31

Grafik 4.28. Biaya Remitansi Menurut Wilayah Negara Tujuan 32

Grafik 4.29. Biaya Remitansi Melalui Perbankan Menurut Wilayah Negara Tujuan 32

Grafik 4.30. Biaya Remitansi Melalui MRO Menurut Wilayah Negara Tujuan 32

Grafik 4.31. Rata-rata Waktu Pengiriman Uang 33

Grafik 4.32. Waktu Pengiriman Uang Remittance Channel 33

Grafik.5.1. Tanggapan Responden Terhadap Proses Perizinan 35

Grafik.5.2. Tanggapan Responden Terhadap Kejelasan Hak Dan Kewajiban Pekerja 35

Grafik.5.3. Tanggapan Responden Terhadap Perlindungan Hukum 36

Grafik.5.4. Tanggapan Responden Terhadap Hubungan Kerja 36

Grafik.5.5. Keinginan Bekerja di Indonesia Setelah Kontrak Selesai 36

Grafik.5.6. Alasan Ingin kembali Bekerja di Indonesia 36

Grafik.5.7. Alasan Tidak Ingin kembali Bekerja di Indonesia 37

Grafik.5.8. Harapan TKA Terhadap Perbaikan Kondisi Kerja 37

Grafik.5.9. Harapan TKA Terhadap Birokrasi 37

xii Daftar Grafik

xiii

Grafik.5.10. Harapan TKA Terkait Aturan Perpajakan 38

Grafik.5.11. Harapan TKA Terkait Kualitas Pelayanan 38

Grafik.5.12. Harapan TKA Terkait Diskriminasi Terhadap WNA 38

Grafik.5.13. Harapan TKA Terhadap Keamanan dan Hukum 38

Grafik.5.14. Harapan TKA Terkait Infrastruktur 38

Daftar Grafik

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan 5

Tabel 2.2. Perkembangan Investasi di Indonesia Periode 2000 s.d. Sem I 2009 7

Tabel 2.3. Realisasi Nilai dan Proyek PMA/PMDN periode 2000 – Feb 2009 8

Tabel 2.4. Sebaran Jumlah TKA Menurut Propinsi 13

Tabel 2.5. Sebaran Jumlah TKA Menurut Level Jabatan 13

Tabel 4.1. Jenis Pengeluaran Untuk Konsumsi 26

Tabel 4.2. Perbandingan Persentase Remitansi per Kewarganegaraan, Antar Survei TKA

(2004 dan 2009) 30

Tabel 4.3. Perbandingan Persentase Remitansi per Jabatan, Antar Survei TKA

(2004 dan 2009) 30

Daftar Tabel

xv

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

BNP2TKI : Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI

BP3TKI : Balai Pelayanan Penempatan Dan Perlindungan TKI

BPM : Balance of Payment Manual

BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Kemenakertrans : Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Disnaker : Dinas Tenaga Kerja

DSM : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter

FDI : Foreign Direct Investment

IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan

KBI : Kantor Bank Indonesia

NPI : Neraca Pembayaran Indonesia

PMA : Penanaman Modal Asing

PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri

PDB : Produk Domestik Bruto

PPTKIS : Pelaksana Penempatan TKI Swasta (sebelumnya PJTKI = Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia)

SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

TKA : Tenaga Kerja Asing

TKI : Tenaga Kerja Indonesia

TKL : Tenaga Kerja Lokal

WR : Workers’ Remittances

Daftar Singkatan dan Akronim

Halaman ini sengaja dikosongkan

1.1 LATAR BELAKANG

Bank Indonesia, sesuai UU No. 23 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004,

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang, bertujuan

menjaga stabilitas nilai rupiah yang dicapai antara lain dengan menetapkan dan melaksanakan kebijakan

moneter. Untuk menghasilkan kebijakan yang credible maka perlu didukung dengan statistik yang lengkap

(comprehensive), dapat dipercaya (reliable), akurat (accurate), tepat waktu (timely), dan mudah diakses

(accessible). Di samping itu, data statistik tersebut harus mengacu pula pada standar manual yang berlaku

secara internasional sehingga dapat diperbandingkan dengan data statistik negara lain.

Salah satu indikator statistik yang penting dalam perumusan kebijakan moneter, yang berkaitan dengan

kinerja transaksi internasional antara Indonesia dengan dunia adalah statistik Neraca Pembayaran Indonesia

(NPI). Pada kondisi saat ini terlebih terjadi gejolak pasar finasial dunia yang sangat mempengaruhi perekonomian

domestik, data/informasi terkait dengan pihak eksternal yang memuat seluruh transaksi ekonomi antara

penduduk (resident) dengan bukan penduduk (non-resident) sangat diperlukan. Di tengah ketatnya likuiditas

global, salah satu transaksi di NPI yang hingga saat ini masih menunjukkan perkembangan yang stabil

bahkan cenderung meningkat adalah transaksi remitansi (workers’ remittances/WR). Transaksi ini mencakup

transfer uang yang berasal dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Luar Negeri (WR inflow) ke

Indonesia dan dari Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia (WR outflow) ke negara asalnya.

Penyempurnaan metodologi pencatatan WR inflow untuk keperluan penyusunan NPI telah dilakukan secara

periodik setiap 2 tahun sekali oleh Tim Statistik Neraca Pembayaran (TSNP)-Biro Neraca Pembayaran. Estimasi

remitansi dari TKI dihitung berdasarkan data stok TKI, sedangkan jumlah penempatan TKI di luar negeri dan

besaran gaji diperoleh secara bulanan dari BNP2TKI, dan data persentase gaji yang dikirimkan ke Indonesia

berasal dari hasil survei remitansi TKI (tahun 2006 dan 2008).

Di sisi lain, perhitungan estimasi remitansi TKA (WR outflow) pada statistik NPI juga didasarkan atas hasil

survei berkala kepada TKA. Survei terakhir dilakukan adalah pada tahun 2004. Estimasi remitansi TKA (WR

outflow) dihitung berdasarkan data stok TKA yang diperoleh secara bulanan dari Kemenakertrans dan data

gaji. Sementara data dan informasi persentase gaji yang dikirimkan ke luar negeri beserta pola pengirimannya

berasal dari hasil survei TKA.

Dengan memperhatikan kondisi tersebut di atas dan dalam rangka meningkatkan kualitas data statistik NPI

maka penyempurnaan metodologi pencatatan WR outflow melalui updating pola remitansi TKA menjadi

sangat penting dan untuk selanjutnya dapat dilakukan secara berkala. Sehubungan dengan itu, Bank

Indonesia c.q. Biro Neraca Pembayaran-DSM pada tahun 2009 melakukan survei nasional TKA yang utamanya

bertujuan untuk updating data pola remitansi TKA dan updating data/informasi terkait lainnya.

1

PENDAHULUANbab 1

Bab 1. Pendahuluan

2

1.2 TUJUAN

1. Memperoleh data/informasi terkini mengenai pola remitansi TKA untuk memperbaiki estimasi angka

nasional dari WR outflow pada statistik NPI.

2. Memperoleh gambaran mengenai profil, dan kondisi pekerjaan TKA di Indonesia mulai dari proses

perizinan, hak-kewajiban pekerja dan perlindungan hukum, hingga hubungan antar pekerja.

3. Memperoleh masukan yang dapat digunakan oleh pemerintah atau pihak terkait dalam merumuskan

kebijakan ketenagakerjaan khususnya TKA.

1.3 METODOLOGI SURVEI

1. Konsep/definisi

a. Responden

Responden adalah TKA yang bekerja di Indonesia. Masa kerja TKA yang terpilih sebagai responden

adalah yang tercatat di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) baik yang lama

bekerjanya satu tahun atau lebih maupun yang kurang dari satu tahun.

b. Tenaga Kerja Asing (TKA)

Adalah warga negara asing yang memiliki visa tinggal terbatas atau izin tinggal terbatas atau izin

tinggal tetap untuk maksud bekerja di dalam wilayah Republik Indonesia.

c. Bekerja

Adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh

penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Penghasilan

atau keuntungan mencakup upah/gaji/pendapatan termasuk semua tunjangan dan bonus bagi

pekerja/karyawan/pegawai dan hasil usaha berupa sewa, bunga atau keuntungan, baik berupa uang

atau barang bagi pengusaha

d. Perjanjian Kerja

Adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-

syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak terkait.

e. Upah

Adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang maupun selain uang

sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan

dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan,

termasuk fasilitas dan tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau

jasa yang telah atau akan dilakukan.

f. Lapangan Usaha/Pekerjaan

Adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/kantor/perusahaan tempat seseorang bekerja, atau

yang dihasilkan oleh perusahaan/kantor tempat responden bekerja, mengacu pada International

Standar Industrial Classification of All Economic Activities (ISIC).

Bab 1. Pendahuluan

g. Jenis Pekerjaan (Occupation)

Adalah macam pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau ditugaskan kepada seseorang, mengacu

pada International Standar Classification of Occupation (ISCO).

h. Remitansi (Workers’ Remittances)

Remitansi adalah bagian dari gaji/penghasilan yang dikirimkan kepada keluarganya di luar negeri

(home country). Secara umum remitansi dapat berupa uang atau barang berharga.

i. Jalur (moda) remitansi

Adalah media atau sarana yang digunakan dalam rangka aktifitas pengiriman uang (remitansi) yang

dilakukan oleh responden ke luar negeri, baik melalui jalur formal (Bank dan Lembaga Keuangan

Bukan Bank) maupun non-formal (jasa perorangan, dibawa sendiri, dll).

j. Frekuensi Remitansi

Adalah banyaknya aktifitas pengiriman uang (remitansi) yang dilakukan oleh responden ke luar negeri.

Frekuensi pengiriman uang meliputi:

- Rutin: setiap 1 (satu) bulan sekali; setiap 2 (dua) bulan sekali; setiap 3 (tiga) bulan sekali; setiap

6 (enam) bulan sekali; atau setahun sekali.

- Tidak rutin: apabila responden pernah mengirimkan uang tetapi waktu pengirimannya tidak

dilakukan secara rutin.

2. Penentuan Sampel (Sampling Design)

Obyek survei adalah perorangan TKA yang bekerja pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sampling

frame menggunakan data resmi yang disediakan oleh Kemenakertrans.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden dan disertai wawancara

langsung oleh enumerator. Pelaksana survei lapangan dilakukan oleh pihak ketiga (lembaga survei) yang

ditentukan oleh Bank Indonesia melalui proses pemilihan langsung.

4. Metode Pengolahan Data

Data dari kuesioner yang sudah terisi akan diolah (entry, validasi dan tabulasi) oleh konsultan dengan

penyajian cross-tab sesuai kebutuhan analisis Bank Indonesia.

5. Cakupan Survei

a. Wilayah survei dan jumlah responden

Survei dilakukan pada daerah-daerah yang dikenal sebagai kantong TKA. Secara sampling daerah

yang terpilih adalah propinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Riau,

Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, dan Bali. Jumlah responden ditentukan secara proporsional untuk

setiap wilayah survei berdasarkan stok TKA yang tercatat di Kemenakertrans pada tahun 2008, target

responden sebanyak 400 orang.

3Bab 1. Pendahuluan

b. Periode survei

Survei lapangan dilakukan pada bulan Juni-November 2009.

c. Jenis data/informasi yang dikumpulkan dalam survei

Jenis data yang dikumpulkan dalam survei TKA sebagaimana tercakup dalam kuesioner survei, adalah

sbb:

- Profil perusahaan yang mencakup nama, alamat dan kegiatan utama dan status perusahaan

(FDI atau Non FDI).

- Profil responden yang mencakup nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan,

kebangsaan, negara asal, jenis pekerjaan dan jabatan.

- Lama bekerja TKA dapat satu tahun atau lebih (untuk perhitungan WR outflow) atau kurang

dari satu tahun (untuk perhitungan compensation of employee).

- Pola remitansi yang mencakup informasi mengenai gaji (in cash dan in kind), penggunaan gaji,

persentase remitansi, remittance channel, biaya pengiriman, frekuensi pengiriman, dan periode

waktu pengiriman uang.

- Kondisi pekerjaan mulai dari proses perizinan, hak-kewajiban pekerja dan perlindungan hukum,

hingga hubungan antar pekerja.

- Masukan responden bagi pemerintah atau pihak terkait untuk perumusan kebijakan ketenagakerjaan

(TKA).

4 Bab 1. Pendahuluan

2.1 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Perekonomian Indonesia dalam periode 2004-2008 menunjukkan kinerja yang cukup mengesankan dengan

pertumbuhan rata-rata di atas 5,0% (Grafik 2.1). Bahkan pertumbuhan yang relatif cukup tinggi terjadi

dalam 2 tahun terakhir yaitu 6,3% (2007) dan 6,1% (2008) meski dengan trend menurun di 2008 sebagai

dampak dari krisis keuangan global. Di sisi permintaan, dampak pelemahan permintaan global yang terjadi

masih mampu diimbangi oleh membaiknya kinerja ekspor dan investasi. Tetap tingginya pertumbuhan ekspor

dan investasi mendorong kenaikan daya beli masyarakat sehingga konsumsi rumah tangga mampu tumbuh

5

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERKEMBANGAN TENAGA KERJA ASING DI INDONESIA

bab 2

Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Tabel 2.1. Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan

I. Konsumsi ( 1 + 2 ) 3.32 2.9 2.6 3.2 3.5 3.6 4.0 4.4 3.9 4.7 4.0

1. Rumah Tangga 3.01 2.4 1.9 2.9 3.3 3.2 3.0 2.9 3.1 3.4 2.7

2. Pemerintah 0.31 0.5 0.7 0.3 0.2 0.4 1.0 1.5 0.8 1.2 1.3

II. Investasi ( 3 + 4 ) 3.26 2.8 0.3 0.5 3.9 2.4 2.2 2.8 2.8 -0.2 0.6

3. Pembentukan Modal Tetap

Domestik Bruto 2.88 2.3 0.6 2.1 3.0 2.7 2.7 2.2 2.6 0.8 0.6

4. Perubahan stok -1.33 0.5 -0.3 -1.6 1.0 -0.2 -0.5 0.7 0.2 -1.0 0.0

Diskrepansi statistik 1) 2.26 -1.0 1.4 1.9 -1.0 0.6 -0.6 -4.4 -1.4 -1.2 -2.7

III. Permintaan Domestik ( I + II ) 6.58 5.7 3.0 3.7 7.5 6.0 6.3 7.2 6.7 4.4 4.7

IV. Ekspor Neto ( 5 - 6 ) -2.11 1.0 1.1 0.6 -0.2 -0.2 0.7 2.3 0.7 1.2 2.0

5. Ekspor barang dan jasa 5.14 6.8 4.3 4.0 6.4 6.0 5.0 0.9 4.6 -9.5 -8.0

6. Dikurangi impor barang dan jasa 7.25 5.8 3.1 3.4 6.6 6.1 4.3 -1.4 3.9 -10.6 -9.9

PRODUK DOMESTIK BRUTO 5.03 5.7 5.5 6.3 6.2 6.4 6.4 5.2 6.1 4.4 4.0

Keterangan 2004 2005 2006 2007I Total I IIII III IV

2008 2009

(%)

Sumber: BPS

Sumber: BPS

Grafik 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

(%)

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

6,5

7,0

1 2 3 4 1 2

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Sumber: BPS

Grafik 2.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha

(%)

5 84 92 3 6 71

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q1

2004 2005 2006 2007 2008 2009-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

1=Pertanian, 2=Pertambangan, 3=Industri Pengolahan, 4=Listrik, gas & air bersih, 5=Bangunan, 6=Perdagangan, Restoran dan Hotel, 7=Pengangkutan & Komunikasi, 8=Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan , 9=Jasa-jasa

6

relatif tinggi di semester I 2008. Namun pada semester II 2008, merosotnya pertumbuhan ekonomi global

dan ketidakpastian di pasar keuangan telah berdampak pada menurunnya permintaan domestik khususnya

yang berasal dari konsumsi rumah tangga dan pengeluaran investasi. Selanjutnya melemahnya permintaan

domestik diikuti pula dengan berkurangnya kebutuhan impor barang dan jasa sehingga impor tumbuh

negatif pada triwulan IV 2008 (Tabel 2.1). Sementara itu secara sektoral, pertumbuhan yang relatif tinggi

ini utamanya didorong oleh tingginya pertumbuhan di sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor

listrik, gas dan air bersih yang tumbuh rata-rata di atas 10%. Dua sektor lain yang juga menjadi penopang

pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-

jasa (Grafik 2.2).

Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia dan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju

seperti Amerika, Jepang, Inggris sebagai imbas krisis keuangan global di tahun 2008, perekonomian Indonesia

selama paruh pertama 2009 juga masih mengalami perlambatan dan hanya tumbuh 4,4% (Q1) dan 4,0%

(Q2). Perlambatan ini dari sisi permintaan ditandai dengan menurunnya permintaan domestik terutama

berasal dari sisi investasi yang pada akhirnya berdampak pada merosotnya kinerja baik ekspor-impor barang

dan jasa. Sedangkan dari sisi sektoral pelemahan pertumbuhan di semester I 2009 antara lain didorong oleh

turunnya kontribusi sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang merupakan

dua sektor yang memiliki pangsa terbesar dalam struktur ekonomi Indonesia.

Meski demikian, jika dibandingkan dengan empat

negara ASEAN lainnya yaitu Malaysia, Singapura,

Thailand dan Filipina, pertumbuhan ekonomi

Indonesia selama semester I 2009 masih relatif lebih

tinggi kendati dampak perlambatan pertumbuhan

ekonomi global terhadap perekonomian domestik

cukup signifikan. Diantara keempat negara tersebut

hanya Filipina yang mengalami pertumbuhan positif

(1,2%) sedangkan tiga negara ASEAN lainnya

mengalami pertumbuhan negatif (Grafik 2.3).

Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada paruh pertama 2009 dan kemungkinan

sedikit membaiknya prospek perekonomian domestik pada triwulan III hingga keseluruhan tahun 2009,

tekanan terhadap inflasi cenderung menurun sehingga laju inflasi kumulatif hingga September 2009 juga

mengalami penurunan yaitu hanya mencapai sebesar 1,2%. Bahkan selama periode tersebut tercatat terjadi

2 kali deflasi yaitu 0,07% di bulan Januari 2009 dan 0,31% di bulan April 2009 (Grafik 2.4).

Sementara itu, kondisi di pasar modal dan pasar keuangan tidak jauh berbeda dengan indikator makro

ekonomi lainnya seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Setelah pada akhir Desember 2007, Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 2.746 yang merupakan prestasi tertinggi yang pernah dicapai

sepanjang sejarah pasar modal Indonesia, dengan terjadinya krisis keuangan yang mencapai puncaknya

hingga paruh terakhir 2008 menyebabkan Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami tekanan hingga IHSG

mencapai level 1.355 pada akhir Desember 2008. Kondisi ini diikuti pula dengan merosotnya nilai tukar

Rupiah terhadap USD yang pada tahun 2007 masih sebesar Rp9.419/USD menjadi Rp12.151/USD per akhir

Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Sumber: BPS, CEIC

Grafik 2.3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia vs 4 Negara ASEAN

(%)

-12

-7

-2

3

8

04 05 06 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

07 08 09

FilipinaThailandMalaysia IndonesiaSingapura

November 2008, meski sedikit menguat menjadi Rp10.950 /USD per akhir Desember 2008. Memasuki tahun

2009 khususnya mulai kuartal II 2009, kondisi pasar modal Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda

membaik sejalan dengan mulai pulihnya kepercayaan investor asing terhadap prospek perekonomian

Indonesia. Hal ini tercermin dengan mulai mengalirnya dana asing yang masuk ke Indonesia. Masuknya

dana asing ini sekaligus menjadi pendorong menguatnya nilai tukar Rupiah terhadap USD hingga berada

dikisaran Rp9.681/USD per akhir September 2009 (Grafik 2.5).

2.2 PERKEMBANGAN INVESTASI ASING DAN DOMESTIK

Sebagai salah satu penyokong pertumbuhan ekonomi nasional, perkembangan investasi di Indonesia

menunjukkan kondisi yang cukup menggembirakan. Pada tahun 2008, total investasi (harga berlaku) di

Indonesia mencapai Rp1.377,2 triliun (tabel 2.2). Angka ini meningkat sekitar 4,5 kali lipat dibandingkan

investasi pada tahun 2000 yang mencapai Rp296,0 triliun. Perkembangan investasi terkini s.d. semester I

2009 menunjukkan bahwa total investasi telah mencapai Rp827 triliun atau 60% dari total investasi

keseluruhan tahun 2008. Lebih rendahnya pencapaian realisasi investasi di paruh pertama 2009 ditengarai

sebagai imbas dari krisis keuangan global.

7Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Grafik 2.4. Perkembangan Laju Inflasi Indonesia

(%)

yoyytd

-5

0

5

10

15

20

1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Sumber: BPS

Grafik 2.5. Perkembangan Nilai Tukar dan IHSG

Rp/USDIHSG

1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4

2004 2005 2006 2007 2008 2009

7000

8000

9000

10000

11000

12000

13000

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

(Rp/USD) (IHSG)

Sumber: Bank Indonesia, Bapepam LK

2000 39.2 170.8 210.0 1,389.8 2.8 12.3 15.1

2001 48.6 333.3 381.9 1,646.3 3.0 20.2 23.2

2002 52.3 329.9 382.2 1,821.8 2.9 18.1 21.0

2003 62.7 335.2 397.9 2,013.7 3.1 16.6 19.8

2004 68.3 438.9 507.2 2,295.8 3.0 19.1 22.1

2005 83.4 567.4 650.8 2,774.3 3.0 20.5 23.5

2006 102.1 697.2 799.3 3,339.2 3.1 20.9 23.9

2007 131.0 858.5 989.5 3,949.3 3.3 21.7 25.1

2008 153.9 1,223.4 1,377.3 4,954.0 3.1 24.7 27.8

Q2-2009 235.7 591.5 827.1 2,566.1 9.2 23.0 32.2

Tabel 2.2. Perkembangan Investasi di Indonesia Periode 2000 s.d. Sem I-2009

TahunPemerintah

PDB Harga berlaku

(triliun Rp)

% terhadap PDB Harga Berlaku

Masyarakat Total Pemerintah Masyarakat Total

Jumlah Investasi (Triliun Rp)

Sumber: BPS, diolah

(%)

8

Dilihat dari pelaku investasi, secara umum investasi

yang dilakukan oleh sektor swasta mempunyai

peranan yang lebih besar dibandingkan investasi

oleh sektor pemerintah. Rata-rata kontribusi

investasi sektor swasta mencapai 88% dari total

investasi, sedangkan peranan investasi pemerintah

hanya sebesar 12%. Disamping itu, perkembangan

investasi sektor swasta dalam periode 2000 sd

2008 mengalami peningkatan pesat yaitu naik 7

kali lipat, sedangkan investasi pemerintah dalam

periode yang sama hanya naik 4 kali lipat.

Jika dilihat rasio investasi terhadap PDB (harga

berlaku), akan tampak bahwa selama periode 2000-

2009, rata-rata persentase investasi terhadap PDB

adalah sebesar 23,4%, dengan persentase investasi

sektor swasta terhadap PDB sebesar 19,7%, yang

lebih besar dibandingkan persentase investasi sektor

pemerintah terhadap PDB yang hanya sebesar

3,6%. Sehubungan dengan itu, dari perkembangan

investasi di atas memberikan gambaran pula bahwa

investasi atau penanaman modal khususnya yang

dilakukan oleh sektor swasta telah memberikan

kontribusi yang besar bagi perkembangan ekonomi

nasional dan lokal.

Kinerja penanaman modal oleh sektor swasta baik yang dilakukan oleh pihak asing maupun domestik setelah

periode krisis cenderung membaik. Hal ini tidak terlepas dari upaya Pemerintah untuk senantiasa memperbaiki

iklim investasi yang lebih kondusif.

Minat investasi yang paling menonjol dan menunjukkan peningkatan adalah investasi dalam rangka

penanaman modal asing (PMA). Dalam periode delapan tahun terakhir (2000-2008) realisasi PMA menunjukkan

trend meningkat baik secara nilai maupun jumlah proyek. Pada tahun 2007 realisasi PMA mencapai 982

proyek (13%, yoy) dengan nilai USD10.341 miliar (73%, yoy) dan meningkat lagi di tahun 2008 dengan

1.138 proyek (16%, yoy) dengan nilai USD14.870 miliar (44%, yoy). Sementara itu, untuk realisasi penanaman

modal dalam negeri (PMDN) cenderung berfluktuatif baik dari sisi proyek maupun nilai. Pada tahun 2008,

realisasi PMDN meningkat secara signifikan sebanyak 239 proyek (50%, yoy), namun berdasarkan nilainya

hanya mencapai Rp20,4 triliun atau turun 42% dibanding tahun sebelumnya. Selanjutnya, realisasi PMA

pada tahun 2009 (Januari-Februari 2009) mencatat sebanyak 176 proyek atau tumbuh 19% (yoy) dengan

nilai mencapai USD1.971 juta (106%, yoy). Sedangkan realisasi PMDN pada periode yang sama menurun

baik secara nilai maupun proyek yaitu sebanyak 29 proyek atau turun 3% (yoy) dengan nilai Rp2.628 miliar

(-2%, yoy).

Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Grafik 2.6. Perkembangan Investasi di Indonesia Periode 2000-Sem I 2009

(%PDB)

TotalMasyarakatPemerintah

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Q2-090

5

10

15

20

25

30

35

Sumber: BPS

2000 300 22,038 638 9,877.4

2001 160 9,891 454 3,509.4

2002 108 12,500 442 3,082.6

2003 120 12,247 569 5,445.3

2004 130 15,409 547 4,571.9

2005 215 30,724 907 8,911.0

2006 162 20,649 869 5,991.7

2007 159 34,879 982 10,341.4

2008 239 20,363 1138 14,870.0

Tabel 2.3. Realisasi Nilai dan Proyek PMA/PMDN Periode 2000-Feb 2009

TahunProyek Nilai (Juta USD)Nilai (Miliar Rp) Proyek

PMDN PMA

Sumber: BKPM, diolah

Berdasarkan komposisi proyek menurut sektor (grafik

2.7), sebagian besar PMA di Indonesia didominasi

oleh proyek-proyek di sektor tersier dengan pangsa

berkisar antara 53% - 58%, dan selanjutnya diikuti

oleh sektor sekunder (36% - 42%), dan sektor

primer (4% -5%).

Dilihat dari komposisi proyek di sektor tersier tampak

bahwa subsektor perdagangan sangat dominan

dengan pangsa berkisar 49% - 61%, dan diikuti

subsektor jasa-Jasa lainnya sebesar 18% - 26%

(grafik 2.8).

Sementara itu komposisi proyek di sektor sekunder

(grafik 2.9), sebagian besar proyek PMA berupa

industri mesin, baja dan elektronik (24% - 26%),

disusul industri tekstil (9% - 16%) dan industri

makanan (7% - 14%). Sedangkan di sektor primer,

sub sektor sektor pertanian, kehutanan dan

perikanan yang sebelumnya banyak mendominasi

sekitar 65%, berangsur menurun dan sejak tahun

2007 digantikan dengan sub sektor pertambangan

dengan pangsa yang semakin meningkat hingga

mencapai 80% di tahun 2008 (grafik 2.10).

9Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Grafik 2.7. Komposisi Jumlah Proyek PMA Menurut Sektor

(%)

0

10

20

30

40

50

60

70

2005 2006 2007 2008

Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier

Sumber: BKPM, diolah

Grafik 2.8. Komposisi Jumlah Proyek PMA di Sektor Tersier

(%)

2005 2006 2007 2008

0

10

20

30

40

50

60

70

Kontruksi Hotel & Restoran

Transportasi, gudang &

Komunikasi

Perumahan, K_Ind. &

Perkantoran

Listrik, Gas dan Air Minum

Perdagangan & Reparasi

Jasa Lainnya

Sumber: BKPM, diolah

Grafik 2.9. Komposisi Jumlah Proyek PMA di Sektor Sekunder

(%)

2005 2006 2007 2008

30

25

20

15

10

5

0

Indu

stri

Mak

anan

Indu

stri

Kul

it &

A

las

kaki

Indu

stri

Teks

til

Indu

stri

Kay

u

Indu

stri

Ker

tas

&

Perc

etak

an

Indu

stri

Kim

ia &

Fa

rmas

i

Indu

stri

Min

eral

no

n lo

gam

Indu

stri

Loga

m,

Mes

in d

an E

lekt

ro

Lain

nya

Indu

stri

kend

. be

rmot

or &

Ala

t tr

ansp

orta

si la

inIn

dust

ri ka

ret

&

plas

tik

Indu

stri

Pres

isi &

op

tik &

Jam

Sumber: BKPM, diolah

Grafik 2.10. Komposisi Jumlah Proyek PMA di Sektor Primer

(%)

2005 2006 2007 2008

0

10

20

30

4050

60

70

80

PertambanganPertanian, Kehutanan & Perikanan

Sumber: BKPM, diolah

10

2.3 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 228 juta jiwa dan 73% diantaranya

merupakan penduduk usia kerja. Hingga Februari 2009, jumlah angkatan kerja Indonesia tercatat sebesar

113,7 juta orang, meningkat sebesar 1,8 juta orang dibandingkan dengan Agustus 2008 atau bertambah

2,3 juta orang dibandingkan dengan Februari 2008. Meningkatnya angkatan kerja tersebut seiring dengan

jumlah penduduk bekerja yang mencapai 104,5 juta orang, meningkat sebesar 1,9 juta orang dibandingkan

dengan Agustus 2008 atau bertambah 2,4 juta orang dibandingkan dengan Februari tahun sebelumnya.

Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka sampai dengan Februari 2009 tercatat 8,14%, menurun

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 8,46% (grafik 2.11). Namun

demikian, tingkat pengangguran Indonesia dalam 4 tahun terakhir masih tercatat lebih tinggi dibandingkan

4 negara ASEAN lainnya seperti Singapura,Filipina, Malaysia dan Thailand (grafik 2.12).

Dilihat dari tingkat pendidikan, hingga Februari 2009

angka pengangguran terbuka terbesar berada pada

tingkat pendidikan lebih rendah dari SD dan bahkan

mengalami penambahan yang cukup signifikan

hingga mencapai 2,1 juta orang dari Agustus 2008.

Meskipun demikian, kondisi ini diimbangi dengan

berkurangnya angka pengangguran bagi yang

berpendidikan SMA sehingga secara keseluruhan

berdampak pada menurunnya total angka

pengangguran terbuka dari sebesar 9,39 juta orang

pada Agustus 2008 menjadi 9,26 juta orang pada

Februari 2009 (grafik 2.13).

Membaiknya kondisi ketenagakerjaan ini tidak terlepas dari kinerja sektor pertanian yang menjadi salah satu

sektor penyerap tenaga kerja terbesar. Peningkatan penyerapan tenaga kerja hampir terjadi pada seluruh

sektor kecuali sektor konstruksi dan sektor transportasi dan komunikasi. Sektor yang mengalami peningkatan

terbesar pada Februari 2009 dibandingkan Agustus 2008 berturut-turut yaitu sektor pertanian (1,7 juta

orang), sektor perdagangan (615 ribu orang), dan sektor jasa kemasyarakatan (512 ribu orang). Meningkatnya

penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian sejalan dengan tingginya pertumbuhan sektor tersebut pada

tahun 2008 (grafik 2.14).

Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

6

5

4

3

2

1

0

2004 2005 2006 2007 2008 2009Feb Nov Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb

Grafik 2.13. Jumlah Pengangguran Terbuka Berdasarkan Pendidikan

(Juta Orang)

SDDibawah SD SLTP SMTA Diploma Universitas

Sumber: BPS

Grafik 2.12. Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia vs 4 Negara ASEAN

(%)

Malaysia Filipina Singapura Thailand Indonesia

12

10

8

6

4

2

0

2004 2005 2006 2007 2008

Sumber: BPS, CEIC

Grafik 2.11. Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pengangguran Terbuka

(%)

PDB Unemployment rate

2005 2006 2008 20092007

12

10

8

6

4

2

0Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2

Sumber: BPS

Dilihat dari tingkat penyerapan tenaga kerja per

proyek menurut sektor, secara umum sektor primer

(pertanian) paling banyak menyerap tenaga kerja,

disusul oleh sektor sekunder (industri) dan sektor

tersier (jasa-jasa). Sedangkan penyerapan tenaga

kerja berdasarkan jenis penanaman modal (asing/

domestik), proyek-proyek PMDN cenderung

menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan

proyek PMA. Proyek-proyek PMDN yang paling

banyak menyerap tenaga kerja adalah proyek di

sektor primer khususnya di perkebunan yang mampu

menyerap lebih dari 1.000 tenaga kerja per proyek.

Adapun pada sektor yang sama untuk proyek

PMA, setiap proyeknya hanya mampu menyerap

sekitar 350 - 650 tenaga kerja. Meskipun demikian,

secara total tidak selalu proyek PMDN menyerap

lebih banyak tenaga kerja dibanding proyek PMA,

sebagaimana terjadi pada tahun 2008. Rata-rata

proyek PMA menyerap sekitar 439 tenaga kerja per

proyek, sedangkan proyek PMDN hanya menyerap

281 tenaga kerja. Hal ini terkait dengan tingginya

realisasi jumlah proyek PMA selama tahun 2008

yang mencapai 233 proyek khususnya human

resource based industry seperti industri sepatu;

industri tekstil; dan industri baja, mesin dan elektronik.

2.4 TENAGA KERJA ASING: JUMLAH, KARAKTERISTIK DAN KEBIJAKAN

Menurut Undang Undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan

tenaga kerja asing (TKA) adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di Indonesia.

Tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia melalui 2 jalur yaitu Penugasan dan Rekrutmen. Penugasan

adalah penempatan pegawai oleh perusahaan multinasional untuk menduduki satu posisi/jabatan tertentu

di salah satu cabang ataupun anak perusahaannya di Indonesia. Berdasarkan jangka waktunya, penugasan

dapat bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Salah satu contoh penugasan yang bersifat jangka

pendek (kurang dari 1 tahun) adalah pemasangan instalasi/mesin/teknologi yang dibeli oleh perusahaan

di Indonesia sekaligus melakukan pelatihan kepada pegawai yang akan menanganinya. Sedangkan contoh

penugasan yang bersifat jangka panjang (lebih dari 1 tahun) adalah pekerjaan manajerial dan pengelolaan

perusahaan.

Adapun yang dimaksud dengan jalur rekrutmen adalah masuknya TKA melalui jalur penerimaan pegawai

baik yang berstatus kontrak maupun tetap. Rekrutmen tersebut pada umumnya dilakukan oleh perusahaan

lokal yang memiliki bisnis berskala global sehingga membutuhkan tenaga kerja asing sebagai upaya

menghadapi kompetisi di dunia internasional.

11Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Grafik 2.14. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor

(Juta)

Pertambangan Industri Konstruksi Perdagangan

Transportasi Keuangan Jasa Kemasyarakatan Lainnya

0

10

20

30

40

50

2005 2006 2007 2008 2009Feb Nov Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb

Sumber: BPS

Grafik 2.15. Penyerapan TK per Proyek Menurut Sektor

(%)

Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier Total

PMA PMDN PMA PMDN PMA PMDN2006 2007 2008

1,400

1,200

1,000

800

600

200

0

400

Sumber: BKPM

12

2.4.1.JUMLAH TKA DI INDONESIA

Jumlah TKA yang bekerja di Indonesia pada akhir Juli 2009 mencapai 46.476 orang. Meskipun

pertumbuhan jumlah TKA agak fluktuatif, bahkan sempat mengalami perlambatan selama periode

2007 hingga kuartal I 2008, namun secara absolut jumlahnya terus meningkat. Melambatnya

pertumbuhan penempatan TKA ke Indonesia pada periode tersebut terkait dengan diberlakukannya

desentralisasi pencatatan perpanjangan izin TKA yang semula hanya dilakukan di Jakarta kini boleh

dilakukan di daerah.

Sebagai gambaran, pada Januari 2005

jumlah TKA yang bekerja di Indonesia tercatat

sebesar 21.255 orang, namun pada akhir

Juli 2009 jumlah TKA meningkat pesat hingga

mencapai 46.876 orang, naik 121% dalam

kurun waktu 5 tahun atau secara rata-rata

tahunan tumbuh sekitar 25%. Hal ini sejalan

dengan terus meningkatnya realisasi PMA

baik dari sisi nilai maupun proyek sehingga

dapat mendorong penyerapan tenaga kerja

termasuk TKA.

2.4.2.KARAKTERISTIK DAN SEBARAN TKA DI INDONESIA

TKA, berdasarkan sebaran lokasi kerjanya lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa khususnya di wilayah

DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Total TKA yang bekerja di lima

wilayah ini pada tahun 2005 sebanyak 92,3% dari total jumlah TKA dan lima tahun berikutnya

(2009) menjadi sebanyak 82%. Diantara kelima wilayah sebaran TKA di Pulau Jawa tersebut, sebagian

besar TKA berlokasi kerja di DKI Jakarta dengan pangsa 77%. Hal ini merupakan hal yang wajar

karena wilayah DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian Indonesia merupakan

sentra lokasi kegiatan sebagian besar kantor pusat, baik perusahaan nasional maupun asing (PMA).

Bagi kebanyakan TKA yang bekerja di kawasan industri di sekitar Jakarta seperti di daerah Tangerang

dan Bekasi, dapat dipastikan mereka akan lebih memilih tinggal di Jakarta yang memiliki fasilitas

infrastruktur lengkap. Sebagai pusat perekonomian, Jakarta juga dijadikan sebagai basis operasional

sehari-hari.

Sangat kontras apabila dibandingkan dengan jumlah TKA yang lokasi kerjanya berada di luar Pulau

Jawa yaitu wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Maluku dan Papua. Hal ini terlihat dari

jumlah TKA yang bekerja di lima wilayah/pulau pada tahun 2005 tercatat sekitar 7,7% namun lima

tahun berikutnya (2009) meningkat menjadi 18%.

Berdasarkan kelompok jabatan, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2005-2009) telah terjadi

perubahan komposisi kelompok jabatan TKA (tabel 2.5). Kelompok jabatan yang mengalami pergeseran

adalah konsultan, profesional dan teknisi/operator. Jika pada tahun 2005 dan 2006 sebagian besar

TKA yang bekerja di Indonesia memiliki jabatan sebagai konsultan dengan jumlah sekitar 15ribu -

21ribu orang, sejak tahun 2007 hingga 2009 berkurang menjadi sekitar 3ribu orang. Sebaliknya

Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Grafik 2.16. Perkembangan Jumlah TKA di Indonesia

Pertumbuhan (yoy - skala kanan)Stok (skala kiri)

(Orang) (%)

2005 2006 2007 2008 2009

1500020000

2500030000

3500040000

4500050000

05

1015

2025

3035

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7

Sumber: Kemenakertrans

pada kelompok jabatan profesional dan

teknisi/operator mengalami kenaikan jumlah

tenaga kerja asing secara drastis, pada tahun

2005 masih tercatat masing-masing sebanyak

8 orang dan 329 orang, tetapi pada tahun

2009 bertambah menjadi masing-masing 16

ribu dan 11 ribu orang. Terjadinya pergeseran

ini diduga disebabkan banyaknya konsultan

yang kemudian direkrut oleh perusahaan

yang memperkerjakannya untuk dijadikan

sebagai profesional. Level jabatan yang

juga menyusut jumlahnya adalah Direksi

yang posisinya kemudian banyak dihuni

oleh TKA selevel manajer. Disamping itu,

selama 2 tahun terakhir, tampak pula adanya

peningkatan jumlah TKA di level teknisi

yang mengindikasikan semakin banyaknya

kebutuhan tenaga terampil yang menangani

kegiatan operasional seperti mesin-mesin

dan keahlian khusus lainnya.

Apabila ditinjau dari asal TKA berdasarkan

kawasan (grafik 2.17), sebagian besar TKA

yang bekerja di Indonesia berasal dari

kawasan Asia yang mencapai 70%, terdiri

dari non-ASEAN 50% dan ASEAN 20%.

TKA yang berasal dari negara non-ASEAN

utamanya dari RRC sebanyak 9.384 orang,

diikuti dari Jepang ( 4.927 orang) dan Korea

Selatan (4.039 orang), sedangkan TKA dari

kawasan ASEAN terbesar berasal dari Malaysia (3.355 orang) dan Filipina (2.093 orang). Di luar

kawasan Asia, pangsa TKA lainnya yang cukup besar berasal dari Eropa yang mencapai 10% utamanya

dari Perancis sebanyak 991 orang, diikuti dari Jerman ( 731 orang), dan Belanda (647 orang).

13Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

1. DKI Jakarta 18,935 22,098 21,803 27,160 29,1902. Riau Kepulauan 19 2,191 4,272 3,462 3,2823. Jabar 2,464 2,952 2,975 3,502 4,0264. Banten 1,223 1,500 1,610 2,152 2,3955. Bali 558 782 1,226 1,401 1,5886. Jatim 744 815 886 1,155 1,3857. Sumut 187 250 508 762 9958. Jateng 387 452 515 565 6249. Kaltim 270 273 332 420 40910. NTB 118 193 228 255 21811. Riau 397 873 182 193 25312. Kalbar 89 124 111 147 13813. Maluku Utara 103 73 104 158 13914. Sulsel 23 47 65 124 17815. Sumsel 20 44 67 77 8216. Sulut 18 24 55 116 15817. Sumbar 10 26 65 87 14618. Kalteng 16 55 64 64 6119. DI Yogyakarta 65 61 67 70 10020. Kalsel 21 31 44 58 5221. Jambi 31 27 22 37 2322. Lampung 23 36 26 48 5323. Maluku 5 6 17 44 23124. Nanggroe Aceh 0 1 17 102 10825. Sultra 13 18 17 93 4226. Papua Barat 1 6 26 9 927. Bengkulu 5 3 12 24 2328. Irian Jaya Barat 0 0 10 2 329. Bangka-Belitung 0 1 4 24 23930. Papua 6 8 8 126 2131. NTT 11 3 8 12 2232. Aceh 10 6 5 3 333. Sulteng 5 13 36 8 1034. Gorontalo 0 0 6 3 435. Lain-lain 0 0 47 2 036. Sulbar 0 0 3 3 337. Papua Tengah 19 10 4 5 638. Papua Timur 2 2 2 6 7

Lain-lain 47 2

TOTAL 25,798 33,004 35,449 42,479 46,226

Tabel 2.4. Sebaran Jumlah TKA Menurut Propinsi

No Propinsi 2005 2006 2007 2008 2009 (Jun)

Sumber: Kemenakertrans

(orang)

Konsultan 15,537 21,466 3,449 3,109 3,303

Direktur 7,341 6,975 3,392 3,822 4,025

Komisaris 0 9 283 325 373

Manajer 2,581 2,572 6,479 8,162 8,438

Profesional 8 515 15,080 14,437 15,894

Supervisor 2 569 3,194 2,984 2,825

Teknisi 329 898 3,572 9,640 11,368

Total 25,798 33,004 35,449 42,479 46,226

Tabel 2.5. Sebaran Jumlah TKA Menurut Level Jabatan

Sumber: Kemenakertrans

Periode 2005 2006 2007 2008 2009 (Jun)

(orang)

14

2.4.3.KEBIJAKAN TERKAIT PENGGUNAAN TKA DI INDONESIA

Peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan TKA pertama kali diterbitkan tahun

1958 dengan lahirnya UU No. 3 tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing. Lahirnya UU

ini dilatarbelakangi oleh pemikiran perlunya perlindungan pasar Tenaga Kerja Lokal (TKL) dari serbuan

TKA sebagaimana dinyatakan dalam konsideran UU yaitu bahwa untuk menjamin bagian yang layak

dari kesempatan kerja di Indonesia bagi warga Indonesia, perlu diadakan peraturan untuk mengawasi

pemakaian tenaga bangsa asing di Indonesia. Selanjutnya dalam UU No. 3/1958 ini ditetapkan bahwa

setiap majikan yang akan mempekerjakan tenaga kerja asing wajib mengajukan izin terlebih dahulu

kepada Menteri.

Semangat dan upaya untuk memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada TKL dan membatasi

penggunaan TKA ini juga tercermin dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

(PMA). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa “Perusahaan-perusahaan modal asing wajib

memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warga negara Indonesia kecuali bagi

jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warga negara Indonesia” (pasal

10 dan 11). Dalam UU No. 1/1967 ini, disamping adanya kewajiban untuk mengutamakan penggunaan

TKL, kepada perusahaan juga diwajibkan untuk “menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan

Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Grafik 2.18. Sebaran TKA Menurut Negara Non ASEAN

Jepang RRC HongkongKorea Selatan India Taiwan

Grafik 2.17. Sebaran TKA Menurut Kawasan

(%)

0

10

20

30

40

50

2005 2006 2007 2008 2009

ASEAN Eropa LainnyaAsia non ASEAN USA Australia

Sumber: Kemenakertrans

(%)

2005 2006 2007 2008 20090

100020003000400050006000700080009000

10000

Sumber: Kemenakertrans

Grafik 2.19. Sebaran TKA Menurut Negara Asia ASEAN

2005 2006 2007 2008 20090

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

Malaysia Singapura MyanmarFilipina Thailand

Sumber: Kemenakertrans

(%)

di dalam dan/atau di luar negeri secara teratur dan terarah bagi warganegara Indonesia dengan tujuan

agar berangsur-angsur tenaga-tenaga warga negara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warga

negara Indonesia” (pasal 12). Selanjutnya, sejalan dengan UU PMA, ketentuan mengenai kewajiban

untuk menggunakan tenaga kerja lokal ini juga diterapkan pada saat diterbitkan UU No 6 tahun

1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang salah satu pasalnya menyebutkan:

“Perusahaan-perusahaan, baik nasional maupun asing, wajib menggunakan tenaga ahli

bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan yang diperlukan belum dapat diisi dengan

tenaga bangsa Indonesia,……dst (pasal 19).

Ketentuan dan peraturan terkait penggunaan TKA ini kemudian diperbaharui kembali pada tahun

1995 dengan diterbitkannya Keppres No. 75 tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga

Negara Asing Pendatang. Sebagaimana peraturan perundang-undangan sebelumnya, semangat dari

lahirnya Keppres ini masih sama yaitu dalam rangka melindungi dan memberikan kesempatan kerja

kepada TKL. Namun demikian, berbeda dengan perundang-undangan sebelumnya, dalam Keppres

diatur a.l. rincian jabatan yang terbuka/tertutup bagi TKA dikaitkan dengan kepemilikan perusahaan

penanam modal (pihak Indonesia/asing), kewajiban melaksanakan program penggantian TKA ke TKL,

dan adanya kewajiban untuk menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Pendamping pada

jenis pekerjaan yang dipegang oleh TKA.

Pada tahun 2000, Menteri Tenaga Kerja menerbitkan Kepmen No. 173 tentang Jangka Waktu Izin

Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang. Hal pokok yang diatur dalam Kepmen

ini adalah bahwa Warga Negara Asing Pendatang dapat bekerja di Indonesia sepanjang atas

permintaan pengguna dan atau sponsor yang telah memperoleh izin dari instansi sesuai dengan

bidang kegiatannya.

Demikian pula dengan diterbitkannya UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan semakin

memperjelas sikap pemerintah dalam merespon kedatangan TKA. UU yang sempat menuai kontroversi

karena dianggap terlalu berfihak pada pengusaha ini secara tegas dan jelas mengatur penggunaan

Tenaga Kerja Asing dalam bab tersendiri (Bab VIII). Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban

pemberi kerja yang menggunakan TKA untuk memperoleh izin tertulis; memiliki rencana penggunaan

TKA yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA; kewajiban penunjukan

tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA; hingga kewajiban memulangkan TKA ke negara asal

setelah berakhirnya hubungan kerja.

Disamping itu, semangat untuk melindungi pasar tenaga kerja Indonesia dari serbuan pendatang

semakin terasa dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No

Per.02/Men/III/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Dalam Permen ini antara lain

disebutkan adanya persyaratan TKA yang akan dipekerjakan yaitu:

a. Memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 tahun yang sesuai dengan

jabatan yang akan diduduki

b. Bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja warga Negara

Indonesia khususnya TKI pendamping dan;

c. Dapat berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia

15Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

16

Dari uraian di atas tampak bahwa pada dasarnya sejak berdirinya Republik ini, Pemerintah telah

menyadari akan adanya persaingan global yang tak terhindarkan di pasar tenaga kerja sehingga

merasa perlu menyusun dan menerbitkan ketentuan yang bertujuan mengatur dan mengawasi

penggunaan TKA. Selain itu, kebijakan ini dimaksudkan pula untuk memberikan kesempatan tenaga

kerja warga negara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di wilayah hukum Indonesia

dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan tenaga kerja asing.

Bab 2. Pertumbuhan Ekonomi dan Perkembangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Pada bab ini disampaikan hasil survei lapangan untuk mengetahui profil Tenaga Kerja Asing (TKA) yang

terjaring sebagai responden. Survei berhasil dilaksanakan di 8 daerah yang tercatat memiliki populasi TKA terbesar

di Indonesia (sumber: Kemenakertrans). Dari pelaksanaan dan perkembangan di lapangan jumlah responden TKA

yang berhasil diwawancarai mencapai 428 orang dari target 400 orang. Namun demikian, setelah dilakukan proses

cleansing data, jumlah responden yang reliable untuk menjadi sample survei (diolah) sebanyak 365 orang.

3.1 PROFIL RESPONDEN

Sebaran Responden Berdasarkan Propinsi: responden TKA utamanya berlokasi di Propinsi DKI Jakarta

Berdasarkan lokasi tempat bekerja, mayoritas responden berada di Pulau Jawa (83%) utamanya di Propinsi

DKI Jakarta (48%), diikuti oleh Propinsi Jawa Barat (22%), Propinsi Banten (9%), dan lainnya tersebar di

beberapa propinsi (Grafik 3.1). Penentuan distribusi responden berdasarkan lokasi mengacu pada data resmi

yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).

Sebaran Responden Berdasarkan Sektor Ekonomi: mayoritas bekerja di sektor industri pengolahan/

manufacturing.

Meskipun secara umum sektor pertanian dan sektor perdagangan merupakan sektor yang paling banyak

menyerap tenaga kerja, namun sebagian besar tenaga kerja asing banyak dibutuhkan di sektor industri

pengolahan (35,4%), diikuti sektor keuangan, persewaan dan jasa (17,1%) dan sektor perdagangan, hotel

dan restoran (12,7%). Hal ini kemungkinan terkait dengan kebutuhan Indonesia yang cukup besar untuk

tenaga kerja ahli di sektor tersebut, terutama di kawasan-kawasan industri yang menggunakan teknologi

yang cukup tinggi. Di sisi lain, kondisi tersebut juga mencerminkan masih kurangnya supply tenaga kerja

domestik yang dapat memenuhi kualifikasi keahlian untuk bekerja di sektor tersebut (Grafik 3.2).

17

PROFIL TENAGA KERJA ASING RESPONDEN

Grafik 3.2. Sebaran Responden Berdasarkan Ekonomi

Listrik, Gas dan Air Bersih

Pertanian

Konstruksi

Pertambangan dan Penggalian

Jasa-Jasa

Transportasi dan Komunikasi

Perdagangan, Hotel dan Restoran

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Industri Pengolahan

0 5 10 15 20 25 30 35 40(%)

bab 3

Bab 3. Profil Tenaga Kerja Asing Responden

Grafik 3.1. Sebaran Responden Berdasarkan Propinsi

DKI Jakarta 48%

Banten9%

Jawa Timur3%

Bali3%

Kalimantan Timur4%

Riau3%

Kep. Riau 8%

Jawa Barat22%

18

Sebaran Responden Berdasarkan Kawasan Asal dan Negara Tempat Tinggal: sebagian besar berasal

dari wilayah Asia non-ASEAN dan umumnya berkebangsaan Jepang.

Karakteristik tenaga kerja asing menurut kawasan menunjukkan variasi/gambaran yang beragam. Mayoritas

responden berasal dari kawasan Asia di luar ASEAN (55%), diikuti oleh Eropa (19%), ASEAN (13%), Oceania

dan Amerika masing-masing sebesar 5%, sedangkan dari kawasan Afrika dan Timur Tengah sangat kecil

yaitu hanya sebesar 3%. Untuk kawasan Asia di luar ASEAN, terbanyak berasal dari kebangsaan Jepang

(37%), India (27%) dan Korea Selatan (22%). Sementara itu, untuk kawasan Eropa, sebagian besar

responden berasal dari Inggris (36,2%) dan Perancis (20,3%). Dari kawasan ASEAN, responden pada

umumnya berasal dari Singapura (40%) dan Malaysia (39%). Secara gabungan, sebaran TKA berdasarkan

Bab 3. Profil Tenaga Kerja Asing Responden

Grafik 3.5. Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan Eropa

(%)0 10 20 30 40

Inggris

PerancisBelanda

Jerman

Norwegia

Italia

KroasiaRusia

Irlandia

Swiss

Grafik 3.4. Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan Asia diluar ASEAN

Jepang

India

Korea Selatan

China

Taiwan

Pakistan

Bangladesh

Sri Lanka

(%)0 10 20 30 40

Grafik 3.8. Sebaran Kebangsaan Responden, Gabungan

JepangIndia

Korea SelatanInggris

SingapuraMalaysiaAustralia

Amerika SerikatPerancis

ChinaLainnya

0 10 205 15 25(%)

Grafik 3.3. Sebaran Kebangsaan Responden Berdasarkan Kawasan Asal

Eropa19%

Amerika5%

Afrika dan Timur Tengah

3%

Oceania5%

ASEAN13%

Asia Non ASEAN55%

Grafik 3.6. Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan ASEAN

Malaysia39%

Singapura40%

Filipina17%

Myanmar4%

Grafik 3.7. Sebaran Kebangsaan Responden Kawasan Oceania & Amerika

Amerika Serikat38%

Brazil3%

Kanada8%

Australia48%

Selandia Baru3%

kebangsaaan didominasi oleh Jepang (20,4%), diikuti oleh India (14,9%), dan Korea Selatan (12,1%).

Kondisi ini berbeda dengan komposisi data TKA yang diperoleh dari Kemenakertrans yang menyatakan

bahwa sebagian besar TKA berkebangsaan China. Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik TKA asal

China yang umumnya bekerja di sektor perdagangan yang cenderung lebih homogen dan kebanyakan

bekerja di perusahaan kecil.

Konsisten dengan komposisi sebaran berdasarkan kebangsaan, jika dilihat berdasarkan negara tempat tinggal

di luar negeri, sebagian besar responden bertempat tinggal di Jepang (19,0%) diikuti oleh responden yang

tinggal di India (13,0%), Korea Selatan (11,9%) dan Singapura (7,4%).

Alasan Responden Bekerja di Indonesia: hampir berimbang antara penugasan perusahaan dan keinginan

sendiri

Sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka bekerja di Indonesia atas penugasan perusahaan

(55,9%), baik penugasan tanpa alasan khusus (38,7%) maupun penugasan karena ekspansi bisnis (13,6%)

dan relokasi bisnis (3,5%). Meskipun demikian proporsi responden yang bekerja karena penugasan perusahaan

tersebut hampir berimbang dengan proporsi responden yang bekerja di Indonesia atas keinginan sendiri

(43,9%). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah menjadi salah satu pilihan untuk bekerja bagi pasar

tenaga kerja internasional.

Menurut Jenis Kelamin, Usia, dan Status Pernikahan: umumnya laki-laki, usia 45-49 tahun dan berstatus

menikah.

19Bab 3. Profil Tenaga Kerja Asing Responden

Grafik 3.9. Sebaran Responden Berdasarkan Negara Tempat Tinggal di Luar Negeri

0 5 10 15 20 25 30(%)

Jepang

IndiaKorea Selatan

SingapuraAustralia

Inggris

Malaysia

Amerika Serikat

ChinaLainnya

Grafik 3.12. Usia Responden

(%)

02468

101214161820

< 20tahun

20-24tahun

25-29 tahun

30-34tahun

35-39tahun

40-44tahun

45-49tahun

50-54 tahun

55-59 tahun

60-65tahun

> 65 tahun

Grafik 3.11. Jenis Kelamin Responden

Laki-laki92%

Perempuan8%

Grafik 3.10. Alasan Bekerja di Indonesia

(%)

LainnyaPenugasan PerusahaanKeinginan Sendiri

50

60

40

30

20

10

0

Terkait Relokasi BisnisTerkait Ekspansi BisnisTanpa Alasan Khusus

20

Sebagian besar TKA yang menjadi responden dalam survei ini adalah laki-laki dan didominasi oleh TKA yang

berumur 40-44 tahun dan 45-49 tahun, sudah menikah dan selama keberadaan di Indonesia pada umumnya

tidak bersama dengan anggota keluarganya (56%). Dari 44% responden yang menyatakan tinggal bersama

anggota keluarganya di Indonesia, rata-rata jumlah keluarganya sebanyak 1-3 orang.

Menurut Tingkat Pendidikan: lulusan Strata 1 dan Strata 2 adalah yang terbanyak

Sebagian besar TKA memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi dan memiliki gelar Sarjana/Strata

1 (62,4%), Master/Strata 2 (25,8%), dan bahkan bergelar Doktor/Strata 3 sebanyak 0,5%. Hal tersebut

mendukung fakta yang ada bahwa pada umumnya

TKA yang bekerja di Indonesia minimal menduduki

jabatan sebagai manajer atau bekerja sebagai teknisi/

profesional yang memerlukan keahlian yang cukup

tinggi dalam bidangnya. Meskipun demikian masih

terdapat TKA yang hanya mengenyam pendidikan

sampai pada level sekolah menengah baik setingkat

SLTA dan SLTP (10,4%). Mereka umumnya bekerja

di sektor Industri pengolahan dan sebagian besar

menduduki jabatan sebagai profesional dan manajer.

3.2 KARAKTERISTIK PEKERJAAN RESPONDEN

Bab 3. Profil Tenaga Kerja Asing Responden

Grafik 3.14. Jumlah Keluarga yang Tinggal Bersama di Indonesia

5 orang1%

4 orang4%

3 orang15%

2 orang14%

1 orang10%

Tinggal Sendiri56%

Grafik 3.13. Status Pernikahan

Menikah73%

Lajang27%

Grafik 3.15. Tingkat Pendidikan TKA

SLTP0,5%

SLTA9,9%

S162,4%

S225,8%

S30,5%

Diploma 30,8%

Grafik 3.16. Lama Tinggal di Indonesia

< 1 tahun16%

> 1 tahun84%

Grafik 3.17. Frekuensi Menjadi TKA

(%)

70

60

50

40

30

20

10

0

1 kali 2 kali 3 kali 4 kali 5 kali 6 kali > 8 kali

Lama Tinggal di Indonesia dan Frekuensi Menjadi TKA: mayoritas tinggal di Indonesia lebih dari 1

tahun dan baru sekali menjadi TKA di Indonesia

Sebanyak 84% dari responden menyatakan

bahwa mereka telah tinggal di Indonesia rata-rata

lebih dari 1 tahun. Dari sisi frekuensi menjadi TKA,

kebanyakan responden menyatakan baru sekali

menjadi TKA di Indonesia (60,1%), sedangkan yang

sudah 2 dan 3 kali menjadi TKA masing-masing

sebanyak 22,1% dan 8,7%. Hal ini mengindikasikan

sebagian besar TKA terikat kontrak yang cukup

panjang dengan perusahaan atau beberapa kali

melakukan perpanjangan kontrak di perusahaan

yang sama.

Lama Kontrak Kerja TKA: 88% responden rata-rata dikontrak selama 1 tahun atau lebih, sedangkan

sisanya kurang dari 1 tahun (12%).

Dibandingkankan hasil survei TKA tahun 2004, komposisi TKA berdasarkan lama kontrak kerja mengalami

perubahan. Sebagian besar responden menyatakan dikontrak untuk bekerja di Indonesia selama 1 tahun

atau lebih (88%), sementara yang dikontrak kurang dari 1 tahun sebesar 12% (Grafik 3.18). Perubahan

komposisi ini mengakibatkan asumsi jumlah tenaga kerja yang dikontrak selama 1 tahun atau lebih untuk

menghitung estimasi nilai Workers’ Remittances (WR) outflows akan mengalami penyesuaian dari semula

sebesar 85,5% meningkat menjadi 88%. Paralel dengan itu, asumsi jumlah TKA yang dikontrak kurang dari

1 tahun untuk menghitung estimasi nilai Compensation of Employee (CoE) outflow berubah dari semula

14,5% menjadi menjadi 12%.

Jabatan TKA dan Divisi Pekerjaan: umumnya TKA menduduki posisi sebagai manajer perusahaan dan

bekerja di divisi terkait dengan teknologi dan engineering.

Berdasarkan jabatan tenaga kerja asing, pada umumnya TKA menduduki posisi sebagai manajer (30%) atau

direktur (23%) di perusahaan tempat bekerja. Disamping itu cukup banyak pula TKA yang merupakan

tenaga profesional (20%). Mayoritas TKA tersebut bekerja pada divisi yang berkaitan dengan teknologi dan

engineering (19,9%), produksi quality control dan operasional (17,3%) dan bidang administrasi, akunting

dan keuangan (15,3%). Dominasi TKA terhadap lingkup bidang pekerjaan yang berkaitan dengan teknologi

sejalan dengan latar belakang pendidikan dari TKA yang rata-rata merupakan lulusan perguruan tinggi.

21Bab 3. Profil Tenaga Kerja Asing Responden

Grafik 3.18. Lama Kontrak Kerja TKA

Survei 2004 Survei 2009

(%)

0102030405060708090

100

< 1 year > 1 year

Grafik 3.20. Divisi Pekerjaan TKA

0 10 205 15 25(%)

Lainnya

Bidang Kreatif

CEO dan General Manager

Bidang Pendidikan, Perekrutan, Training dan Manajemen Tenaga

Riset, Perencanaan dan Pengembangan Bisnis

Sales, Marketing dan Hospitality

Administrasi, Akunting dan Keuangan

Produksi, Kontrol Kualitas dan Operasional

Energi dan Teknologi

Grafik 3.19. Sebaran Jabatan TKA

Profesional20%

Manajer30%

Teknisi8%

Direktur23%

Supervisor6%

Konsultan13%

Halaman ini sengaja dikosongkan

Pada bab ini dipaparkan mengenai gaji dan pola remitansi TKA. Temuan-temuan terkait gaji dan pola

remitansi tersebut terdiri dari beberapa isu antara lain: perlakuan penggajian, pemanfaatan gaji, nilai dan frekuensi

remitansi, persentase remitansi dari gaji, sarana remitansi dan peran perbankan, serta biaya remitansi.

4.1 PERLAKUAN PENGGAJIAN

Gaji dan Tunjangan Jabatan yang diterima TKA: mayoritas menerima gaji (regular) per bulan pada

kisaran Rp25 juta – Rp50 juta dan kompensasi per bulan sekitar Rp10 juta – Rp25 juta.

Berdasarkan hasil survei, pada Grafik 4.1. tampak bahwa sebagian besar TKA (38%) menerima gaji yang

berkisar antara Rp25 juta – Rp50 juta. Kelompok terbesar berikutnya adalah TKA yang bergaji Rp10 juta –

Rp25 juta (23%) dan diikuti oleh kisaran gaji antara Rp50 juta – Rp75 juta (17%). Selain menerima gaji

(Grafik 4.2.), sekitar 16% responden menyatakan menerima tunjangan jabatan (compensation salary) yang

sebagian besar berkisar antara Rp10 juta – Rp25 juta (27%).

Gaji berdasarkan Level Jabatan: secara umum,

gaji yang diterima TKA dengan level jabatan Direktur

relatif lebih tinggi dibanding level jabatan lainnya.

Sebagian besar TKA yang menduduki jabatan sebagai

Direktur menerima gaji di atas rata-rata gaji TKA

(Rp25 juta – Rp50 juta) yaitu berkisar antara Rp50

juta – Rp75 juta (35%), dan diikuti oleh kisaran gaji

sekitar Rp75 juta – Rp100 juta (25%). Bahkan dalam

survei tidak dijumpai Direktur yang bergaji kurang

dari Rp10 juta (Grafik 4.3). Walaupun demikian,

apabila dilihat dari sisi jumlah persentase jabatan

yang menerima gaji paling tinggi yaitu di atas Rp125

juta paling banyak dijumpai pada TKA profesional

(12%) dibandingkan TKA dengan jabatan Direktur

sebesar 6%.

23

GAJI DAN POLA REMITANSI TKAbab 4

Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA

Grafik 4.1. Sebaran Gaji TKA per bulan

(%)0 10 20 30 403525155

> Rp10jt - Rp25jt

> Rp25jt - Rp50jt

> Rp50jt - Rp75jt

> Rp75jt - Rp100jt

> Rp100jt - Rp125jt

> Rp125jt

< Rp10jt

Grafik 4.2. Sebaran Tunjangan Jabatan TKA per bulan

> Rp50jt

> Rp25jt - Rp50jt

> Rp10jt - Rp25jt

> Rp7.5jt - Rp10jt

> Rp5jt - Rp7.5jt

< Rp5jt

0 5 10 15 20 25 30(%)

Grafik 4.3. Sebaran Gaji TKA Menurut Level Jabatan

Profesional

Manajer

Tekhnisi

Direktur

Supervisor

Konsultan

0 20 40 60 80 100(%)

> Rp10jt - Rp25jt> Rp50jt - Rp75jt > Rp75jt - Rp100jt < Rp100jt - Rp125jt

> Rp125jt

> Rp25jt - Rp50jt< Rp10jt

24

Compensation salary berdasarkan Level Jabatan:

responden yang paling banyak menerima tunjungan

jabatan tertinggi (di atas Rp50 juta) adalah level

Direktur (35%).

Konsisten dengan nilai gaji yang diterima, pada Grafik

4.4 tampak bahwa sebagian besar responden TKA

dengan jabatan Direktur juga menerima compensation

salary tertinggi (35%). Selanjutnya, level jabatan yang

juga menerima compensation salary yang cukup

tinggi adalah Konsultan (14%), serta Profesional

(13%). Sementara itu, pada kelompok Konsultan

cukup banyak yang menerima compensation salary

yang rendah (kurang dari Rp5 juta) yaitu sebesar

29%.

Gaji berdasarkan Sektor Ekonomi: sektor

Konstruksi dan sektor Pertambangan dan Penggalian

merupakan sektor yang paling banyak menerima

gaji tertinggi (di atas Rp125 juta).

Berdasarkan penerimaan gaji per sektor ekonomi

diperoleh fakta (Grafik 4.5) bahwa sektor ekonomi

yang cukup banyak menikmati gaji tertinggi (lebih

dari Rp125 juta) adalah sektor Konstruksi (24%),

diikuti oleh sektor Pertambangan dan Penggalian

(20%). Sementara itu, sektor yang menerima gaji

terendah (kurang dari Rp10 juta) paling banyak

adalah sektor Pertanian (17%) dan sektor Keuangan,

Persewaan dan Jasa (11%).

Gaji dan Tunjangan Jabatan menurut Jenis Perusahaan (FDI dan non-FDI): Gaji TKA di perusahaan

FDI relatif lebih tinggi dibanding gaji TKA di perusahaan non-FDI.

Responden TKA yang bekerja baik di perusahaan FDI maupun perusahaan non-FDI, sebagian besar menerima

skala gaji yang hampir sama yaitu berkisar antara Rp25 juta – Rp50 juta. Namun demikian, berdasarkan

persentase jumlah respondennya, perusahaan FDI yang menggaji TKA antara Rp50 juta – Rp75 juta jumlahnya

lebih banyak (20%) dibanding perusahaan non-FDI (10%) sebagaimana tampak pada grafik 4.6.

Demikian pula dalam hal pemberian compensation salary, sebagian besar responden yang bekerja di

perusahaan FDI menerima tunjangan jabatan yang lebih tinggi dibanding perusahaan non-FDI (Grafik 4.7).

Sebagai gambaran, persentase responden yang menerima compensation salary lebih dari Rp50 juta di

perusahaan FDI mencapai 18%, sedangkan di perusahaan non-FDI sebesar 14%. Sementara itu di sisi lain

untuk level gaji yang lebih rendah, persentase responden yang menerima compensation salary kurang dari

Rp5 juta di perusahaan FDI hanya sebesar 3%, sedangkan di perusahaan non-FDI mencapai 19%.

Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA

Grafik 4.4. Sebaran Compensation Salary TKA Menurut Level Jabatan

Profesional

Manajer

Tekhnisi

Direktur

Supervisor

Konsultan

0 20 40 60 80 100(%)

> Rp5jt - Rp7.5jt> Rp10jt - Rp25jt > Rp25jt - Rp50jt > Rp50jt

> Rp7.5jt - Rp10jt< Rp5jt

Grafik 4.5. Sebaran Gaji TKA Berdasarkan Sektor Ekonomi

0 20 40 60 80 100(%)

Transportasi dan Komunikasi

Pertanian

Listrik, Gas dan Air Bersih

Industri Pengolahan

Perdagangan, Hotel dan Restoran

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Jasa-jasa

Pertambangan dan Penggalian

Konstruksi

> Rp10jt - Rp25jt> Rp50jt - Rp75jt > Rp75jt - Rp100jt > Rp100jt - Rp125jt

> Rp25jt - Rp50jt

> Rp125jt

< Rp10jt

Gaji berdasarkan Tingkat Pendidikan: TKA

dengan pendidikan lebih tinggi (Master/Doktor)

cenderung memperoleh gaji yang relatif lebih tinggi

dibanding yang pendidikannya lebih rendah

Pada grafik 4.8 tampak bahwa TKA dengan level

pendidikan Master/Doktor (S2/S3) cenderung memiliki

gaji yang lebih tinggi dibandingkan gaji TKA yang

level pendidikannya Sarjana (S1) dan SMA yaitu

Rp50 juta – Rp75 juta (12%), Rp75 juta – Rp100

juta (6%) dan Rp100 juta – Rp125 juta (6%). Namun

demikian ditemukan pula fakta bahwa pada semua

jenjang pendidikan TKA ternyata masih cukup banyak

dijumpai responden yang menerima gaji di bawah

Rp10 juta.

Gaji berdasarkan Wilayah Asal Negara: responden

yang berasal dari wilayah Amerika rata-rata menerima

gaji lebih tinggi dibanding lainnya.

Berdasarkan komposisi besaran gaji yang diterima,

sekitar 50% responden TKA berkewarganegaraan

Amerika memiliki rata-rata penghasilan yang tinggi

yaitu Rp25 juta – Rp50 juta (Grafik 4.9). Selain itu,

TKA yang paling banyak menerima gaji tertinggi

Rp125 juta adalah dari Oceania (22%). Sebaliknya,

TKA dari Afrika dan Timur Tengah cukup banyak

yang memiliki gaji di bawah Rp10 juta (17%).

25Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA

Grafik 4.6. Sebaran Gaji (Regular) Berdasarkan jenis Perusahaan

(FDI dan Non-FDI)

0 20 40 60 80 100(%)

FDI

Non FDI

> Rp10jt - Rp25jt> Rp50jt - Rp75jt > Rp75jt - Rp100jt > Rp100jt - Rp125jt

> Rp25jt - Rp50jt

> Rp125jt

< Rp10jt

Grafik 4.7. Sebaran Tunjangan Jabatan Berdasarkan Jenis Perusahaan

(FDI dan Non-FDI)

0 20 40 60 80 100 (%)

FDI

Non FDI

> Rp5jt - Rp7.5jt> Rp10jt - Rp25jt > Rp25jt - Rp50jt > Rp50jt

> Rp7.5jt - Rp10jt< Rp5jt

Grafik 4.8. Sebaran Gaji Berdasarkan Tingkat Pendidikan

0 20 40 60 80 100(%)

Setingkat SLTA

Setingkat S1

Setingkat S2/S3

> Rp10jt - Rp25jt> Rp50jt - Rp75jt > Rp75jt - Rp100jt < Rp100jt - Rp125jt

> Rp125jt

> Rp25jt - Rp50jt< Rp10jt

Grafik 4.9. Sebaran Gaji Berdasarkan Wilayah Asal Negara

0 20 40 60 80 100(%)

Afrika & Timur Tengah

Asia non ASEAN

ASEAN

Eropa

Amerika

Oceania

> Rp10jt - Rp25jt> Rp50jt - Rp75jt > Rp75jt - Rp100jt < Rp100jt - Rp125jt

> Rp125jt

> Rp25jt - Rp50jt< Rp10jt

26

Perusahaan pembayar gaji dan Cara Pembayaran: sebagian besar TKA digaji oleh perusahaan di Indonesia

dengan cara ditransfer langsung ke rekening TKA pada bank di Indonesia.

Sebagian besar perusahaan pembayar gaji TKA adalah perusahaan di Indonesia (57%) dan mayoritas

dilakukan dengan cara mentransfer ke rekening bank di Indonesia (67%). Sementara itu, persentase responden

yang pembayaran gajinya dilakukan oleh kantor pusat di Luar Negeri hanya sebesar 20%. Mengingat

sebagian besar sumber pembayaran gaji berasal dari dalam negeri dan rekening penerimaannya juga berada

di bank dalam negeri, maka dapat diduga bahwa gaji yang dibayarkan kepada TKA akan mempunyai dampak

pada perekonomian dalam negeri khususnya dalam mendorong konsumsi.

4.2 PEMANFAATAN GAJI

Pemanfataan gaji: sebagian besar gaji TKA digunakan untuk konsumsi

Dalam memanfaatkan gajinya, sebanyak 49% gaji yang diterima oleh TKA digunakan untuk konsumsi, dan

sisanya masing-masing sebesar 31% ditabung dan sebesar 20% untuk dikirim ke negara asal atau remitansi.

Adapun jenis pengeluaran konsumsi terbesar adalah makanan, diikuti hiburan, rekreasi dan olahraga.

1 Makanan 87%

2 Hiburan 58%

3 Rekreasi 45%

4 Olahraga 34%

5 Kontrak rumah 22%

6 Transportasi 22%

7 Pakaian 21%

8 Pendidikan Anak-anak 18%

9 Belanja 17%

10 Kebutuhan sehari-hari 7%

11 Kesehatan 7%

12 Mobil 5%

13 Pembantu RT 5%

14 Komunikasi 4%

15 Lainnya 4%

Tabel 4.1. Jenis Pengeluaran Untuk Konsumsi

No Jenis Pengeluaran Jumlah Responden

Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA

Grafik 4.11. Cara Pembayaran Gaji

Transfer ke bank di Indonesia

67%

Transfer ke bank di Luar Negeri

23%

Tunai10%

Grafik 4.10. Perusahaan Pembayar Gaji

Perusahaan di Indonesia

57%

Kantor cabang di Indonesia

23%

Kantor pusat di Luar Negeri

20%

Grafik 4.12. Pemanfaatan Gaji TKA

Konsumsi49%

Menabung31%

Remitansi20%

Penyimpanan uang: mayoritas responden menyimpan uangnya di bank

Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan TKA dan semakin majunya sistem keuangan dunia, sebagian

besar TKA cenderung menyimpan uangnya di bank (90%) dan hanya 10% yang menyimpanan uangnya

sendiri (Grafik 4.13).

Ketika ditelusuri lebih jauh alasan responden tidak menyimpan uangnya di bank ternyata cukup bervariasi

(Grafik 4.14). Sebagian besar responden menjadikan birokrasi perbankan (37%) menjadi alasan utama tidak

menyimpan uangnya di bank. Hal ini kemungkinan terkait dengan kesibukan kerjanya dan keengganan TKA

mempersiapkan dokumen yang diperlukan seperti visa, kartu izin tinggal, dsb. Alasan lainnya yang cukup

dominan adalah TKA lebih memilih menyimpan uang di negara asalnya dengan tujuan agar dananya dapat

langsung dikelola oleh istri maupun keluarganya untuk keperluan usaha (18%).

4.3 NILAI DAN FREKUENSI REMITANSI

Frekuensi Remitansi: mayoritas responden melakukan remitansi ke negara asalnya.

Sebagian besar responden (58%) melakukan kegiatan remitansi ke negara asalnya (Grafik 4.15). Selain itu,

53% responden menyatakan bahwa melakukan remitansi secara rutin (Grafik 4.16).

27Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA

Grafik 4.13. Tempat Penyimpanan Uang

Disimpan Sendiri10%

Disimpan di Bank90%

Grafik 4.14. Alasan Tidak Menyimpan Uang di Bank

(%)0 10 20 30 403525155

Birokrasi perbankan

Di kelola oleh istri di negara asal (usaha)

Untuk keperluan sehari

Fleksibilitas

Penghasilan kecil

Grafik 4.16. Frekuensi Remitansi

Rutin53%

Tidak Rutin47%

Grafik 4.15. Kegiatan Remitansi

Tidak melakukan remitansi

42%Melakukan remitansi

58%

28

Remitansi berdasarkan Jabatan: TKA dengan jabatan Manajer cenderung paling banyak melakukan

remitansi

Berdasarkan level jabatannya, responden yang melakukan remitansi sebagian besar berada pada level jabatan

Manajer (36%) dan Direktur (21%). Adapun menurut frekuensi remitansinya (Grafik 4.18), level jabatan

Direktur lebih banyak yang melakukan remitansi secara rutin (60%), sedangkan level jabatan yang paling

sedikit melakukan remitansi secara rutin adalah Profesional (47%).

Nilai Remitansi: sebagian besar nilai remitansi rata-

rata kurang dari Rp10 juta

Rata-rata nilai remitansi yang dilakukan responden

sebesar kurang dari Rp10 juta (41%). Jika dibandingkan

dengan rata-rata gaji TKA sebesar Rp25 juta – Rp50

juta, maka porsi dari gaji yang dikirim ke negara

asalnya berkisar antara 20% - 40%.

Berdasarkan level jabatannya, jumlah responden

yang paling banyak melakukan remitansi dengan

nilai kurang dari Rp10 juta adalah Supervisor

(64%). Sementara itu pada kelompok level jabatan

profesional sebanyak 5% responden melakukan

remitansi dengan nilai di atas Rp125 juta.

Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA

Grafik 4.17. Remitansi Berdasarkan Level Jabatan

Profesional17%

Manajer36%

Teknisi8%

Direktur21%

Supervisor7%

Konsultan11%

Grafik 4.18. Frekuensi Remitansi Berdasarkan Level Jabatan

Rutin Tidak Rutin

Profesional

Supervisor

Konsultan

Direktur

Manajer

Tekhnisi

0 20 40 60 80 100(%)

Grafik 4.20. Nilai Remitansi Berdasarkan Level Jabatan

Profesional

Manajer

Tekhnisi

Direktur

Supervisor

Konsultan

0 20 40 60 80 100(%)

> Rp10jt - Rp25jt> Rp50jt - Rp75jt > Rp75jt - Rp100jt < Rp100jt - Rp125jt

> Rp25jt - Rp50jt< Rp10jt

Grafik 4.19. Nilai Remitansi

< Rp10jt

> Rp10jt - Rp25jt

> Rp25jt - Rp50jt

> Rp50jt - Rp75jt

> Rp75jt - Rp100jt

> Rp100jt - Rp125jt

> Rp125jt

(%)0 10 20 30 40 50

Nilai Remitansi berdasarkan Wilayah Asal

Negara: TKA Amerika cenderung melakukan

remitansi dalam jumlah yang cukup besar

Pada grafik 4.21 tampak bahwa TKA dari wilayah

Amerika cenderung melakukan remitansi dalam

jumlah yang cukup besar. Rata-rata nilai remitansi

yang dilakukan responden Amerika sebagian

besar berkisar Rp10 juta – Rp25 juta (56%) dan

Rp25 juta – Rp50 juta (22%), sedangkan dalam

kategori kurang dari Rp10 juta hanya 11%. Selain

itu, responden yang juga memiliki kecenderungan

melakukan remitansi dalam jumlah yang cukup

besar adalah yang berasal dari negara ASEAN

dengan porsi remitansi terbesar berkisar Rp10 juta–

Rp25 juta (36%), diikuti kisaran Rp25 juta – Rp50

juta (28%), dan Rp50 juta – Rp75 juta (11%).

4.4 PERSENTASE REMITANSI DARI GAJI

Persentase remitansi: rata-rata mencapai 34,2%

dari gaji.

Rata-rata persentase remitansi dari gaji yang

dilakukan oleh seluruh responden sebesar 34,2%

dari gaji, sedikit menurun dibanding dengan hasil

survei TKA tahun 2004 sebesar 38,7% (Grafik

4.22). Berdasarkan negara asal TKA, persentase

remitansi tertinggi dilakukan oleh TKA Amerika

(63,6%) sedangkan terendah oleh TKA Jerman

(10%).

Persentase Remitansi berdasarkan Level Jabatan:

TKA Profesional memiliki persentase remitansi yang

paling tinggi.

TKA dengan level jabatan Profesional memiliki

persentase remitansi terhadap gaji yang paling

tinggi yaitu sebesar 49,9%, sedangkan terendah

adalah pada level jabatan supervisor yaitu sebesar

23,1% (Grafik 4.23).

29Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA

Grafik 4.21. Nilai Remitansi Berdasarkan Wilayah Asal Negara

0 20 40 60 80 100(%)

Asia-Non ASEAN

Eropa

Oceania

ASEAN

Amerika

> Rp10jt - Rp25jt> Rp50jt - Rp75jt > Rp75jt - Rp100jt < Rp100jt - Rp125jt

> Rp125jt

> Rp25jt - Rp50jt< Rp10jt

Grafik 4.22. Persentase Remitansi Berdasarkan Negara Asal TKA

0 10 20 30 40 50 60 70

AmerikaChina

MalaysiaPerancisLainnya

SingapuraJepang

IndiaBelanda

Korea SelatanKanadaInggris

PhilipinaAustralia

JermanRata-rata

(%)

Grafik 4.23. Persentase Remitansi Berdasarkan Level Jabatan

0 10 20 30 40 50 60(%)

Profesional

Teknisi

Manajer

Direktur

Konsultan

Supervisor

Perbandingan hasil 2 periode survei TKA (2004 dan 2009): persentase remitansi terhadap gaji menurut

kewarganegaraan sebagian besar mengalami penurunan dibanding hasil survei tahun 2004

Apabila dibandingkan dengan hasil survei TKA tahun 2004, hasil survei 2009 menunjukkan (tabel 4.2) bahwa

persentase remitansi menurut kewarganegaraan sebagian besar mengalami penurunan dan penurunan

persentase remitansi yang paling tinggi terjadi pada TKA berkewarganegaraan Inggris, Australia dan Philipina,

sedangkan kenaikan yang cukup signifikan terjadi pada TKA berkewarganegaraan Perancis.

4.5 SARANA REMITANSI DAN PERAN PERBANKAN

Sarana Remitansi: sebagian besar pengiriman

uang ke negara asal yang dilakukan oleh TKA

menggunakan jalur perbankan.

Berdasarkan sarana remitansi yang digunakan

oleh TKA diperoleh fakta bahwa sekitar 79% TKA

menggunakan jalur perbankan (79%), dan sisanya

(19%) menggunakan jalur Money Remmitance

Operator (Grafik 4.24).

30

1. Amerika 63.6 73.9 -10.3

2. China 47.8 48.9 -1.1

3. Malaysia 46.8 47.5 -0.7

4. Perancis 46.3 25.8 20.4

5. Singapura 43.3 46.1 -2.9

6. Jepang 41.3 28.6 12.7

7. India 37.7 33.4 4.3

8. Belanda 30.7 15.0 15.7

9. Korsel 29.0 37.8 -8.8

10. Kanada 26.3 30.0 -3.8

11. Inggris 20.6 51.3 -30.7

12. Filipina 18.6 42.8 -24.2

13. Australia 14.9 44.4 -29.6

14. Jerman 10.0 15.5 -5.5

15. Lainnya 43.4 39.3 4.1

Rata-rata 34.2 38.7 -4.5

Tabel 4.2. Perbandingan Persentase Remitansi per Kewarganegaraan, Antar Survei TKA

(2004 dan 2009)

No Kewarganegaraan 2009 2004 Selisih

Tabel 4.3. Perbandingan Persentase Remitansi

per Jabatan, Antar Survei TKA (2004 dan 2009)

No Jabatan 2009

1. Profesional 49.9

2. Teknisi 44.8

3. Manajer 33.7

4. Direktur 27.0

5. Konsultan 25.1

6 Supervisor 23.1

Rata-rata 34.2

Jabatan 2004

1. Pemimpin dan manajer senior 52.0

2. Teknisi dan Asisten Ahli 36.6

3. Tenaga ahli/profesional 27.4

Rata-rata 38.7

Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA

Grafik 4.24. Sarana Pengiriman Remitansi

Bank,79%

MRO,19%

Lainnya,2%

Money Remmitance Operator (MRO): sebagian

besar remitansi yang melalui jalur MRO menggunakan

Western Union.

Berdasarkan jenis MRO yang digunakan TKA

(Grafik 4.25), perusahaan Western Union masih

mendominasi dalam pemanfaatan jasa remitansi

selain perbankan (55%), diikuti oleh Money Gram

(14%).

4.6 BIAYA REMITANSI

Biaya Remitansi: rata-rata biaya remitansi sebagian

besar berkisar antara Rp100 ribu – Rp250 ribu.

Biaya remitansi untuk setiap pengiriman relatif

bervariasi dari yang termurah yaitu Rp25 ribu hingga

yang termahal yaitu lebih dari Rp1 juta per remitansi.

Variasi ini disebabkan oleh faktor besarnya nominal

pengiriman, yaitu semakin besar jumlah pengiriman

semakin mahal biayanya. Pada grafik 4.26 tampak

bahwa rata-rata biaya remitansi sebagian besar

berkisar antara Rp100 ribu – Rp250 ribu (28,1%).

Biaya Remitansi menurut Remittance channel:

rata-rata biaya remitansi melalui jalur perbankan

lebih mahal dibanding Money Remmittance Operator

(MRO) dan lainnya.

Rata-rata biaya remitansi untuk setiap kali pengiriman

melalui jalur perbankan berkisar antara Rp250 ribu–

Rp500 ribu (31%) dan Rp100 ribu – Rp250 ribu

(29%), lebih mahal jika dibandingkan rata-rata

biaya pengiriman melalui MRO yang sebagian besar

berkisar Rp100 ribu – Rp250 ribu (66%). Sementara

itu, rata-rata biaya pengiriman melalui media lainnya

(titip teman) relatif tidak bervariasi yaitu antara

Rp50 ribu – Rp75 ribu (50%) dan Rp250 ribu –

Rp500 ribu (50%).

31Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA

Grafik 4.25. Media Remitansi Melalui MRO

0 20 40 60(%)

Money Gram

Western Union

BCA

Bank of India

Licenced money changer

Woori Bank oversea remitance

Lainnya

Grafik 4.26. Biaya Remitansi

< Rp25 ribu

> Rp25 - Rp50 ribu

> Rp50 - Rp75 ribu

> Rp75 - Rp100 ribu

> Rp100 - Rp250 ribu

> Rp250 - Rp500 ribu

> Rp500 - Rp1 juta

> Rp1 juta

(%)0 10 20 30 40

Grafik 4.27. Biaya Remitansi Menurut Remittance channel

0 20 40 60 80 100 (%)

MRO

Lainnya

Bank

> Rp25 ribu - Rp50 ribu

> Rp75 ribu - Rp100 ribu > Rp100 ribu - Rp250 ribu > Rp250 ribu - Rp500 ribu

> Rp500 ribu - Rp1 Juta

> Rp50 ribu - Rp75 ribu

> Rp1 Juta

< Rp25 ribu

32

Biaya Remitansi menurut Wilayah Negara

Tujuan: rata-rata biaya remitansi ke Eropa dan

Amerika lebih mahal dibandingkan ke wilayah

negara lainnya.

Rata-rata biaya remitansi untuk setiap pengiriman

ke kawasan Eropa sebagian besar berkisar Rp250

ribu – Rp500 ribu (55%) sedangkan rata-rata biaya

pengiriman ke Amerika sebagian besar berkisar

Rp250 ribu – Rp500 ribu (43%).

Biaya Remitansi melalui Perbankan menurut

Wilayah Negara Tujuan: rata-rata biaya remitansi

melalui perbankan yang paling mahal adalah ke

Eropa, Amerika, Afrika dan Timur Tengah.

Rata-rata biaya remitansi per sekali pengiriman ke

Eropa, Amerika, Afrika dan Timur Tengah melalui

perbankan sebagian besar berkisar Rp250 ribu –

Rp500 ribu.

Biaya Remitansi melalui MRO menurut Wilayah

Negara Tujuan: rata-rata biaya remitansi melalui

MRO relatif seragam.

Rata-rata biaya remitansi per sekali pengiriman

melalui MRO sebagian besar berkisar Rp100 ribu –

Rp250 ribu (Grafik 4.30). Meskipun demikian, di

beberapa kawasan ditemukan pula biaya remitansi

yang cukup tinggi seperti Eropa (25%) berkisar

antara Rp500 ribu – Rp1 juta dan Afrika dan Timur

Tengah (33%) berkisar Rp250 ribu – Rp500 ribu.

Grafik 4.28. Biaya Remitansi Menurut Wilayah Negara Tujuan

0 20 40 60 80 100(%)

Asia-non ASEAN

Eropa

Amerika

Afrika & Timur Tengah

Oceania

ASEAN

Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA

> Rp25 ribu - Rp50 ribu

> Rp75 ribu - Rp100 ribu > Rp100 ribu - Rp250 ribu > Rp250 ribu - Rp500 ribu

> Rp500 ribu - Rp1 Juta

> Rp50 ribu - Rp75 ribu

> Rp1 Juta

< Rp25 ribu

Grafik 4.29. Biaya Remitansi Melalui Perbankan Menurut Wilayah Negara Tujuan

0 20 40 60 80 100 (%)

Asia-non ASEAN

Eropa

Amerika

Afrika & Timur Tengah

Oceania

ASEAN

> Rp25 ribu - Rp50 ribu

> Rp75 ribu - Rp100 ribu > Rp100 ribu - Rp250 ribu > Rp250 ribu - Rp500 ribu

> Rp500 ribu - Rp1 Juta

> Rp50 ribu - Rp75 ribu

> Rp1 Juta

< Rp25 ribu

Grafik 4.30. Biaya Remitansi Melalui MRO Menurut Wilayah Negara Tujuan

0 20 40 60 80 100(%)

Asia-non ASEAN

Eropa

Amerika

Afrika & Timur Tengah

Oceania

ASEAN

> Rp25 ribu - Rp50 ribu > Rp50 ribu - Rp75 ribu

> Rp100 ribu - Rp250 ribu > Rp250 ribu - Rp500 ribu > Rp500 ribu - Rp1 Juta

> Rp1 Juta

< Rp25 ribu

Waktu Pengiriman Uang: sebagian besar waktu

yang diperlukan untuk mengirimkan uang ke negara

tujuan berkisar 1 – 3 hari.

Rata-rata lamanya uang kiriman diterima di negara

tujuan berkisar 1 – 3 hari (56%) dan kurang dari

1 hari (31%).

Waktu Pengiriman menurut Remittance channel:

waktu pengiriman uang melalui bank relatif lebih

lama dibandingkan menggunakan media pengiriman

lainnya.

Pada grafik 4.32 tampak bahwa rata-rata lamanya

uang kiriman diterima di negara tujuan melalui

perbankan sebagian besar berkisar 1 – 3 hari (61%),

lebih lama dibandingkan pengiriman uang melalui

MRO yang umumnya memerlukan waktu kurang

dari 1 hari (59%). Adapun pengiriman melalui media

lainnya (titip teman) seluruhnya kurang dari 1 hari.

33Bab 4. Gaji dan Pola Remitansi TKA

Grafik 4.31. Rata-rata Waktu Pengiriman Uang

0 10 20 30 40 50 60(%)

< 1 hari

1 - 3 hari

4 - 6 hari

> 7 hari

Grafik 4.32. Waktu Pengiriman Uang Menurut Remittance Channel

< 1 hari 1 - 3 hari 4 - 6 hari >7 hari

0 20 40 60 80 100(%)

MRO

Lainnya

Bank

Halaman ini sengaja dikosongkan

Pada bab ini disampaikan hasil survei lapangan mengenai pandangan TKA mengenai kondisi bekerja di

Indonesia baik dari sisi perizinan, kejelasan hak dan kewajiban pekerja, perlindungan hukum dan hubungan kerja

di lingkungan kerja Indonesia. Disamping itu akan dibahas pula mengenai minat TKA untuk bekerja kembali di

Indonesia dan harapan-harapan TKA terhadap perbaikan kondisi kerja di Indonesia.

5.1 GAMBARAN KONDISI KERJA DI INDONESIA

Proses Perizinan: 23,1% responden masih menilai proses perizinan di Indonesia buruk

Persepsi responden mengenai proses perizinan untuk bekerja di Indonesia, sebagian besar (40,8%) memberi

nilai dalam kategori “sedang”. Kategori tersebut dapat diartikan ‘netral’ mengingat berada diantara kategori

baik dan buruk. Kelompok responden berikutnya (36%), memberi penilaian untuk proses perizinan di

Indonesia pada kategori “baik” dan “sangat baik”. Sementara itu, kelompok responden yang menilai proses

perizinan di Indonesia “buruk” dan “sangat buruk” jumlahnya relatif rendah yaitu 23%. Secara umum

dapat disimpulkan bahwa persepsi responden terhadap proses perizinan di Indonesia adalah tidak buruk.

Kejelasan Hak dan Kewajiban Pekerja: Hanya 10% responden yang menyatakan kejelasan hak dan

kewajiban pekerja di lingkungan kerja Indonesia kurang baik

Sebagian besar responden (47,1%) menilai bahwa kejelasan hak dan kewajiban pekerja di lingkungan

kerjanya adalah “sedang”. Sementara kelompok yang yang menilai bahwa kejelasan hak dan kewajiban

pekerja “baik” dan “sangat baik” juga cukup besar yaitu 42,9%. Jumlah tersebut jauh diatas jumlah

responden yang memberi nilai “buruk” dan “sangat buruk”yang hanya mencapai 10%. Sehingga secara

umum, kondisi kejelasan hak kewajiban pekerja asing di Indonesia adalah baik. Hal ini diduga terkait posisi

tawar TKA yang unggul sehingga mereka mendapatkan maupun mampu menuntut kejelasan dalam hak

dan kewajiban mereka di lingkungan bekerja. Apabila dapat diperbandingkan, kondisi tersebut berbeda

untuk kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Posisi tawar TKI yang lebih rendah

karena kapasitas/perpendidikan yang kurang mendukung menyebabkan TKI sering kali tidak menerima

kejelasan dalam hak dan kewajibannya sebagai pekerja.

35

PANDANGAN TKA TERHADAP INDONESIAbab 5

Bab 5. Pandangan TKA Terhadap Indonesia

Grafik 5.2. Tanggapan Responden Terhadap Kejelasan Hak dan Kewajiban Pekerja

(%)0 10 20 30 40 50

Sangat Baik

Baik

Sedang

Buruk

Sangat Buruk

Grafik 5.1. Tanggapan Responden Terhadap Proses Perizinan

(%)0 10 20 30 40 50

Sangat Baik

Baik

Sedang

Buruk

Sangat Buruk

36

Perlindungan Hukum: Sebagian besar responden merasa cukup puas dengan perlindungan hukum di

Indonesia (44,4% “sedang”, 35,3% “baik” dan “sangat baik”)

Mayoritas responden (44,4%) memberi predikat “sedang” pada perlindungan hukum di Indonesia diikuti

oleh kelompok responden yang memberi predikat “baik” dan “sangat baik” sebesar 35,3%. Meskipun

demikian, terdapat cukup banyak responden (20,3%) yang memberi predikat “buruk” maupun “sangat

buruk” yang tentunya perlu menjadi perhatian regulator di Indonesia.

Hubungan Kerja: Hampir seluruh responden merasa nyaman dengan hubungan kerja di lingkungan

bekerjanya di Indonesia (35,1% “sedang”, 41,4% “baik”. 18,5% “sangat baik”)

Untuk kondisi hubungan kerja di lingkungan bekerjanya, sebagian besar responden (59,9%) memberi

penilaian “baik” dan “sangat baik”. Sedangkan yang menilai “sedang” sebanyak 35,1%. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa untuk kondisi hubungan kerja di Indonesia adalah baik. Hanya terdapat sebesar 5%

responden yang menilai “buruk” maupun “sangat buruk”.

5.2. KEINGINAN BEKERJA DI INDONESIA SETELAH KONTRAK SELESAI

Keinginan bekerja di Indonesia setelah kontrak selesai: mayoritas responden ingin kembali bekerja

di Indonesia setelah kontrak kerja selesai.

Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar TKA responden (86%) ternyata menyatakan ingin kembali

bekerja di Indonesia setelah kontrak kerja mereka selesai. Kenginan untuk kembali kerja tersebut disebabkan

terutama oleh kecintaan responden terhadap budaya, orang dan alam di Indonesia (50,3%). Alasan lain

Bab 5. Pandangan TKA Terhadap Indonesia

Grafik 5.3. Tanggapan Responden Terhadap Perlindungan Hukum

(%)0 10 20 30 40 50

Sangat Baik

Baik

Sedang

Buruk

Sangat Buruk

Grafik 5.4. Tanggapan Responden Terhadap Hubungan Kerja

(%)0 10 20 30 40 50

Sangat Baik

Baik

Sedang

Buruk

Sangat Buruk

Grafik 5.5. Keinginan Bekerja di Indonesia Setelah Kontrak Selesai

Ya86%

Tidak14%

Grafik 5.6. Alasan Ingin Kembali Bekerja di Indonesia

(%)0 10 20 30 40 6050

Lainnya

Bekerja di Indonesia merupakan pengalaman yang menarik bagi

TKA

Kontrak yang diperpanjang di Indonesia

Gaji yang relatif tinggi dibandingkan dengan biaya hidup

Alasan pribadi yang berhubungan dengan keluarga TKA

TKA merasa sesuai dengan iklim bisnis di Indonesia

TKA menyukai budaya, orang dan alam Indonesia

yang cukup kuat adalah bahwa responden merasa sesuai dengan iklim bisnis di Indonesia (22,2%), dan

alasan pribadi yang berhubungan dengan keluarga responden (8%).

Sebaliknya, terdapat sebagian kecil responden (14%)

yang menyatakan tidak ingin kembali bekerja di

Indonesia setelah kontrak kerjanya selesai. Pendapat

tersebut disebabkan terutama oleh faktor keluarga

(38,3%), dan keinginan responden untuk bekerja

di negara lain (31,9)

5.3. HARAPAN TKA TERHADAP PERBAIKAN KONDISI KERJA

Harapan TKA Terhadap Perbaikan Kondisi Kerja: mayoritas responden mengharapkan perbaikan dalam

birokrasi di Indonesia

Responden TKA menyampaikan harapan adanya perbaikan kondisi kerja di Indonesia. Kondisi yang mendapat

perhatian terbanyak adalah masalah birokrasi (48%), diikuti oleh kondisi keamanan dan hukum dan kualitas

pelayanan di Indonesia. Sebagian besar masukan yang ditujukan untuk perbaikan birokrasi Indonesia adalah

agar mempercepat prosesnya (90%) sementara sisanya sebesar 10% adalah agar Indonesia memperbaiki

aturan-aturan dalam birokrasi. Sebagian besar saran dalam hal birokrasi ini ditujukan kepada pihak imigrasi,

serta kepada instansi terkait lainnya.

Terkait aturan perpajakan di Indonesia, mayoritas saran yang diberikan responden adalah agar pemerintah

menurunkan tarif pajak bagi TKA (78%), diikuti oleh perbaikan aturan perpajakan (18%) dan menghapuskan

pungutan liar oleh pihak-pihak tertentu di dalam lembaga pemerintah. Sedangkan harapan TKA terkait

kualitas pelayanan di Indonesia sebagian besar (69%) adalah agar dilakukan perbaikan kualitas pelayanan

di kantor pemerintah.

Terdapat pula 31% responden TKA yang secara spesifik mengharapkan peningkatan kemampuan dan

keramahan staf pemerintah dalam memberikan pelayanan.

37Bab 5. Pandangan TKA Terhadap Indonesia

Grafik 5.7. Alasan Tidak Ingin Bekerja Kembali di Indonesia

Lainnya

Memasuki masa pensiun

TKA merasa tidak sesuai dengan iklim bisnis di Indonesia

Ingin bekerja di negara lain

Alasan pribadi yang berhubungan dengan keluarga TKA

(%)0 10 20 30 405 15 25 35 45

Grafik 5.9. Harapan TKA terhadap Birokrasi

Memperbaiki aturan-aturan dalam birokrasi

10%

Mempercepat birokrasi90%

Grafik 5.8. Harapan TKA Terhadap Perbaikan Kondisi Kerja

Birokrasi48%

Pajak7%

Pelayanan15%

Diskriminasi3%

Keamanan dan Hukum

16%

Infrastruktur9%

Lainnya2%

Beberapa responden TKA yang merasa/pernah mengalami diskriminasi memberi saran adanya perbaikan

dalam wujud TKA memperoleh kesetaraan/kesamaan perlakuan dengan penduduk Indonesia dalam proses

pengajuan surat/dokumen resmi (38%) dan agar TKA diperlakukan setara dengan penduduk Indonesia

dalam kehidupan sehari-hari (37%). Disamping itu, terdapat juga masukan dari responden agar TKA dapat

memiliki properti di Indonesia (13%), serta agar TKA dapat mendapatkan tarif/harga yang sama dengan

penduduk untuk transaksi jual/beli di Indonesia. Sementara itu masukan-masukan mengenai keamanan dan

hukum di Indonesia sebagian besar berharap agar pemerintah dapat mengatasi korupsi yang terjadi di

Indonesia (48%) disamping juga masukan agar dilakukan peningkatan perlindungan hukum bagi TKA (46%).

Beberapa masukan juga ditujukan untuk perbaikan

terkait infrastruktur di Indonesia. Sebagian besar

respon TKA mengenai perbaikan infrastruktur di

Indonesia adalah agar pemerintah meningkatkan

kualitas prasarana transportasi dan pengaturan

lalu lintas (66%), diikuti oleh perbaikan kualitas

lingkungan (10%) dan peningkatan infrastruktur

jasa keuangan (7%).

38 Bab 5. Pandangan TKA Terhadap Indonesia

Grafik 5.11. Harapan TKA Terkait Kualitas Pelayanan

Perbaikan kualitas pelayanan di kantor

pemerintah69%

Meningkatkan kemampuan dan keramahan staf pemerintahan

31%

Grafik 5.10. Harapan TKA Terkait Aturan Perpajakan

Penurunan tarif pajak bagi TKA

78%

Perbaikan aturan perpajakan

18%

Menghapuskan pungutan liar oleh

pihak2 tertentu dlm lembaga pemerintah

4%

Grafik 5.13. Harapan TKA terhadap Keamanan dan Hukum

Meningkatkan keamanan di dalam negeri

6%

Mengatasi korupsi48%

meningkatkan perlindungan hukum bagi TKA

46%

Grafik 5.12. Harapan TKA Terkait Diskriminasi terhadap WNA

Memperlakukan TKA setara dengan penduduk

Indonesia37%

Menawarkan harga yang sama dengan

harga yang ditawarkan kepada penduduk

untuk transaksi jual beli

12%

Mengusahakan agar orang asing dapat memiliki

properti di Indonesia13%

Kesetaraan dalam proses pengajuan surat

surat resmi dengan penduduk Indonesia

38%

Grafik 5.14. Harapan TKA Terkait Infrastruktur

Memperbaiki kualitas lingkungan Indonesia

10%

Meningkatkan infrastruktur jasa

keuangan7%

Meningkatkan kualitas prasarana transportasi dan

pengaturan lalu lintas66%

Lainnya17%

6.1. KESIMPULAN

6.1.1. UMUM

A. Makro Ekonomi

• Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi yang diikuti dengan meningkatnya investasi

PMA/PMDN diduga kuat menjadi salah satu pendorong masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA)

ke Indonesia.

• Jumlah TKA yang masuk ke Indonesia selama 5 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan

meningkat walaupun Pemerintah tetap konsisten memberlakukan kebijakan yang cukup ketat,

selektif, untuk melindungi lapangan kerja Indoensia dari serbuan TKA dan meningkatkan

kapabilitas tenaga kerja lokal.

• Dibandingkan kondisi temuan survei sebelumnya, telah terjadi pergeseran TKA dari yang semula

didominasi oleh tenaga konsultan menjadi profesional. Sementara itu, TKA menurut

negara asal, dominasi telah bergeser dari TKA Jepang ke TKA China.

6.1.2. SPESIFIK

A. Gaji dan Pola Remitansi

• Gaji TKA per bulan pada umumnya berada pada kisaran Rp25 juta - Rp50 juta (38%) dan Rp10

juta - Rp25 juta (23%). Meski demikian, terdapat juga beberapa TKA yang bergaji di atas

Rp125 juta per bulan.

• Disamping menerima gaji, sekitar 16% responden menyatakan menerima tunjangan jabatan

per bulan yang sebagian besar berkisar Rp10 juta – Rp25 juta (27%).

• Gaji tertinggi umumnya diterima oleh level Direktur, sedangkan secara sektoral umumnya pada

sektor Konstruksi dan Pertambangan. Gaji TKA di perusahaan FDI umunya lebih tinggi dibanding

TKA yang bekerja di perusahaan non-FDI.

• Sebagian besar responden (58%) melakukan remitansi ke negara asalnya, dengan nilai paling

banyak pada kisaran Rp10 juta ke bawah.

39

KESIMPULAN DAN SARANbab 6

Bab 6. Kesimpulan dan Saran

40

• Rata-rata persentase penghasilan TKA yang dikirim ke negara asalnya (pola remitansi) sebesar

34,2%, atau menurun jika di bandingkan dengan hasil survei TKA tahun 2004 sebesar 38,7%.

Faktor yang mempengaruhi besarnya persentase remitansi, selain faktor besarnya gaji, adalah

juga faktor keluarga yang dibawa ke Indonesia. Terdapat sekitar 44% responden yang membawa

keluarganya di Indonesia.

• Rata-rata persentase remitansi tertinggi dilakukan oleh warganegara Amerika (63,6%) sedangkan

terendah oleh warganegara Jerman (10%). Adapun menurut jabatan, yang paling tinggi

persentase remitansinya adalah kelompok profesional (49,9%)

• Sebagian besar remitansi dilakukan melalui bank (79%) dan Money Remittance Operator

(19%).

B. Persepsi TKA Terhadap Isu-Isu Terkait

• Mayoritas responden (40,8%) menilai proses perizinan di Indonesia termasuk kategori sedang,

namun demikian sebanyak 23,1% responden menilai proses perizinan di Indonesia buruk dan

sangat buruk.

• Terkait dengan perlindungan hukum, sebagian besar responden (44,4%) menyatakan sedang,

dan 20,3% menyatakan buruk/sangat buruk.

• Mayoritas responden (86%) menyatakan keinginannya untuk dapat bekerja kembali di Indonesia

setelah masa kontraknya selesai. Alasan yang dikemukakan terutama karena responden

menyukai budaya dan alam Indonesia (50%) dan juga merasa sesuai dengan iklim bisnis di

Indonesia (22%).

• Adapun TKA yang tidak ingin kembali ke Indonesia setelah masa kontrak selesai terutama

terkait dengan faktor keluarga (38,3%).

C. Harapan TKA

• Mayoritas responden berharap agar Pemerintah dapat memperbaiki birokrasi dan kualitas

pelayanan (63%). Adapun birokrasi yang disarankan untuk diperbaiki adalah mempercepat

proses perizinan (90%).

• Mayoritas TKA juga berharap agar pemerintah meningkatkan kualitas prasarana transportasi

dan pengaturan lalu lintas.

Bab 6. Kesimpulan dan Saran

6.2 SARAN

• Pemerintah perlu memberikan perhatian terhadap kecenderungan meningkatnya arus TKA ke Indonesia

sebagai upaya melindungi tenaga kerja domestik, mengingat masih cukup tingginya angka pengangguran.

• Pemerintah perlu menegakkan peraturan yang sudah dibuat terkait dengan adanya batasan jabatan yang

boleh diisi oleh TKA dan melakukan monitoring transfer of knowledge sehingga pada saatnya tenaga

kerja domestik dapat melakukan pekerjaan yang selama ini ditangani oleh TKA.

• Pemerintah atau instansi terkait agar meningkatkan pelayanan kepada TKA terutama dalam hal birokrasi

perizinan (prosesnya dan kejelasan aturan-aturan didalamnya), perlindungan keamanan dan hukum

(termasuk perlindungan dari pungutan-pungutan tidak resmi), perbaikan pelayanan di kantor-kantor

pemerintah (kemampuan dan perilaku SDM), perpajakan (penurunan tarif dan perbaikan aturan), serta

infrastruktur (kualitas transportasi dan kualitas jasa keuangan).

41Bab 6. Kesimpulan dan Saran

Halaman ini sengaja dikosongkan