surimi_agatha dewi c_13.70.0052_a2_unika soegijapranata

25
Presentase plagiasi viper 1. Materi metode 1.1. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum surimi antara lain adalah sebagai berikut pisau, talenan, copper/blender, wadah/baskom, kain saring, timbangan analitik, freezer, plastik, texture analyzer. Bahan yang digunakan dalam praktikum surimi adalah ikan patin, sukrosa, garam, polifosfat, dan es batu. 1.2. Metode 1 Dimasukkan dalam plastik dan dibekukan dalam freezer selama semalam. Ikan dicuci bersih dengan air mengalir dan ditimbang beratnya Daging ikan di-fillet dengan memisahkan bagian kepala, sirip, ekor, sisik, kulit, dan bagian perutnya, kemudian diambil bagian daging putih sebanyak 100 gram. Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Daging ikan digiling hingga halus dan selama penggilingan dapat ditambahkan es batu untuk menjaga suhu tetap rendah. Residu ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok A1 dan A2) dan 5% (kelompok A3, A4, dan A5)

Upload: praktikumhasillaut

Post on 09-Apr-2016

9 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Praktikum Surimi Tanggal 14 Sepetember 2015 di Lab Rekayasa Pangan.

TRANSCRIPT

Page 1: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Presentase plagiasi viper

1. Materi metode

1.1. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum surimi antara lain adalah sebagai berikut pisau,

talenan, copper/blender, wadah/baskom, kain saring, timbangan analitik, freezer,

plastik, texture analyzer.

Bahan yang digunakan dalam praktikum surimi adalah ikan patin, sukrosa, garam,

polifosfat, dan es batu.

1.2. Metode

1

Dimasukkan dalam plastik dan dibekukan dalam freezer selama semalam.

Ikan dicuci bersih dengan air mengalir dan ditimbang beratnya

Daging ikan di-fillet dengan memisahkan bagian kepala, sirip, ekor, sisik, kulit, dan bagian perutnya, kemudian diambil bagian daging putih sebanyak 100 gram.

Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan menggunakan kertas saring.

Daging ikan digiling hingga halus dan selama penggilingan dapat ditambahkan es batu untuk menjaga suhu tetap rendah.

Residu ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok A1 dan A2) dan 5% (kelompok A3, A4, dan A5)

Page 2: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Ditambahkan garam sebanyak 2,5% (semua kelompok), dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok A1), 0,3% (kelompok A2 dan A3), dan 0,5% (kelompok A4 dan A5).

Dilakukan uji pengukuran WHC pada surimi, dimana surimi beku dipipihkan menggunakan alat penekan (presser)

Dilakukan uji sensoris pada surimi yang meliputi kekenyalan dan aroma.

Surimi di-thawing lalu diukur hardness menggunakan texture analyzer

Dimasukkan dalam plastik dan dibekukan dalam freezer selama semalam.

Page 3: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan praktikum Surimi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tabel Pengamatan WHC dan sensori pada praktikum surimi

Kel Perlakuan Hardness WHC(mg H2O)

SensorisKekenyalan Aroma

A1 Sukrosa 2,5% + Polifosfat 0,1% + Garam 2,5%

- 337468,35 +++ +++

A2 Sukrosa 2,5% + Polifosfat 0,3% + Garam 2,5%

361,64 207510,55 ++ ++

A3 Sukrosa 5% + Polifosfat 0,3% + Garam 2,5%

271,72 246118,14 ++ ++

A4 Sukrosa 5% + Polifosfat 0,5% + Garam 2,5%

105,85 237573,84 ++ ++

A5 Sukrosa 5% + Polifosfat 0,5% + Garam 2,5%

143,79 20928,27 ++ ++

Keterangan:Kekenyalan Aroma+ : Tidak kenyal + : Tidak amis++ : Kenyal ++ : Amis+++ : Sangat kenyal +++ : Sangat amis

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa tingkat kekerasan Surimi yang

tertinggi adalah pada kelompok A2 dengan perlakuan penambahan sukrosa 2,5 %,

polifosfat 0,3%, dan garam 2,5 %. Sedangkan tingak kekerasan terkecil pada kelompok

A4 dengan perlakuan penambahan sukrosa 5%, polifosfat 0,5%, dan garam 2,5%.

Namun pada kelompok A1 tidak didapatkan nilai untuk tingkat kekerasan. Untuk njilai

WHC tertinggi ada pada kelompok A1 dengan perlakuan penambahan sukrosa 2,5%,

polifosfat 0,1%, garam 2,5%, dan nilai WHC terendah ada pada kelompok A2 dengan

perlakuan penambahan sukrosa 2,5 % , polifosfat 0,3%, dan garam 2,5 %. Untuk hasil

sensoris pada kekenyalan dan aroma mendapatkan hasil yang sama yaitu tingkat

kekenyalan yang kenyal dan aroma yang amis. Namun pada kelompok A1, memiliki

tingkat kekenyalan tidak kenyal dan aroma yang tidak amis.

3

Page 4: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. Pembahasan

Dilakukannya praktikum bab surimi adalah untuk mengetahui proses pembuatan surimi

yang merupakan produk perantara dalam berbagai industri pengolahan ikan. Produk

surimi adalah salah satu produk yang masuk dalam jenis semi processed protein ikan

yang kemduian produk surimi tersebut dapat digunakan untuk bahan dasar dari

pembuatan sosis, nugget, dan bakso yang berbasis pada ikan (Miyauchi, 1970). Produk

surimi biasanya memiliki tekstur yang cukup elastis dan cukup kenyal yang desebabkan

oleh protein miofibril yang cukup tinggi yang terkandung di dalam ikan (Tanaka, 2001).

Menurut Benjakul et al., (2003) yang menjelaskan bahwa surimi adalah daging ikan

yang dihancurkan dengan cara dicacah, kemudian dicuci dimana daging ikan tersebut

mengandung protein miofibril yang cukup tinggi. Sifat pembentukan gel pada surimi

tergolong unik karena pada suhu dibawah 40oC sebelum dilakukannya pemanasan,

kekuatan gel pada surimi akan meningkat (Benjakul et al, 2003).

Protein yang terkandung dalam ikan merupakan salah satu protein yang dibutuhkan oleh

tubuh manusia. Protein tersebut antara lain protein miofibril, protein sarkoplasma, dan

juga protein jaringan ikat atau baias disebut dengan protein stoma. Dari beberapa jenis

protein yang terdapat pada ikan tersebut, protein miofibril merupakan protein yang

paling banyak terkandung pada tubuh ikan. Selain itu protein miofibril juga memiliki

beberapa sifat antara lain larut dalam garam, dan memiliki fungsi terkait dengan

kontraksi pada otot. Protein mkifibril tersusun dari 3 bagian yaitu aktin, miosin, dan

juga protein regulasi seperti troponin, aktinin, dan tropomiosin. Peran dari protein

miofibril dalam proses pembuatan surimi adalah untuk pembetukan gel (Andini, 2006).

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Suzuki (1981) bahwa surimi adalah

konsentrat dari protein miofibrial yang dapat membentuk gel dimana gel tersebut akan

memiliki sifat yaitu elastis dan tahan terhadap perlakukan pemanasan. Oleh karena itu,

surimi dapat digunakan sebagai ingredient structural dalam formulasi seafood analog.

Kegunaan lain dari surimi yaitu surimi dapat diguanakan sebagai bahan pengemulsi.

Dalam praktikum surimi kali ini digunakan ikan patin sebagai bahan dasar pembuatan

surimi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Peranginangin et

4

Page 5: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

al (1999) yang menjelaskan bahwa tidak semua jenis ikan dapat digunakan sebagai

bahan untuk pembuatan surimi. Beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam

pemilihan ikan untuk produk surimi yaitu ikan yang berdanging putih, tidak memiliki

bau lumpur, bau yang dihasilkan tidak terlalu amis, dan juga memiliki sifat pembetukan

gel yang baik. Selain itu, kualitas dari ikan mempengaruhi mutu surimi yang dihasilkan.

Sehingga semakin tinggi tingkat kesegaran ikan, maka semakin elastisnya prosuk surimi

tersebut (Koswara et al, 2001). Namun, elastisitas dari produk surimi juga dapat

ditingkat dengan penambahan bahan seperti gula, pati, maupun protein nabati. Faktor

lain yang mempengaruhi kualitas dari surimi adalah kandungan lemak pada ikan.

Kandungan lemak akan berpengaruh terhadap karakteristik gel yang terbentuk dan dapat

menyebabkan ketengikan pada produk surimi. Sehingga ikan yang digunakan adalah

ikan dengan kadar lemak yang cukup rendah. Kandungan lemak pada produk surimi

telah diatur dalam Badan Standar Nasional Indonesia (1992) dimana kandungan lemak

makasimal pada produk surimi beku yaitu 0,5%. Lemak yang tinggi akan

mengakibatkan oksidasi lemak sehingga proses gelasi akan menurun dan sifat

fungsional juga akan berubah (Huda, 2011). Surimi yang baik adalag surimi yang

memiliki karakteristik yaitu berwarna putih, memiliki flavor yang baik, dan memiliki

elastisitas yang tinggi. Menurut Tanaka (2001) secara umum, surimi dihasilkan dari

lumatan daging ikan yang melewati proses pencucian yang dilakukan berulang,

pengepresan, penambahan bahan-bahan tambahan, pengepakan dan selanjutnya

pembekuan. Ikan yang cukup baik yang akan digunakan untuk pembuatan produk

surimi adalah ikan yang memiliki pH 6,5 sampai dengan 7 atau pH netral (Koswara et

al., 2001). Berdasarkan pendapat dari (Tina et al, 2010).yang mengatakan bahwa surimi

dapat digunakan sebagai bahan dalam berbagai produk berbasis ikan seperti sosis,

bakso, maupun produk olahan yang lain. Surimi dibedakan menjadi 2 jenis antara lain

adalah surimi jenis mu-en dan ka-en. perbedaan dari kedua jenis tersebut adalah terkait

dengan penambahan garam. Surimi jenis mu-en adalah surimi yang ditambahkan garam

dalam proses pembuatannya, dan surimi jenis ka-en adalah surimi yang tanpa ditambah

garam dalam proses pembuatannya (Suzuki, 1981). Produk surimi merupakan produk

yang memiliki kandungan protein yang baik.

Page 6: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

Langkah-langkah yang dilakukan pada praktikum surimi adalah ikan dicuci dengan air

mengalir hingga bersih. Menurut Santana et al (2012) yang menjelaskan bahwa surimi

adalah konsentrat miofibrial dari proses ekstraksi daging ikan dengan cara mencuci

daging ikan yang telah lumat tanpa tulang, kulit, dan jeroannya. Pencucian yang

dilakukan bertujuan untuk menghilangkan bau, darah, pigmen, dan lemak pada ikan

kemudian disimpan pada suhu rendah yaitu -10oC sampai dengan -20oC (Andini, 2006).

Selain itu menurut pendapat Lan et al (1995) proses pencucian adalah salah satu faktor

penting dalam proses pembentukan gel selain faktor seperti penambahan garam, kualitas

ikan, pH, suhu, kekuatan ion, dan juga laju pemanasan.

Setelah dilakukannya proses pencucian, langkah selanjutnya adalah ikan tersebut difillet

dengan cara memisahkan daging ikan dengan kulit, kepala, duri, sirip, ekor, sisik, dan

isi perut ikan. Tujuan dari dilakukannya pemfilletan adalah untuk menghilangkan

bagian-bagian dari ikan yang tidak dapat digunakan dalam proses pembuatan surimi

sehingga hasil yang diperoleh cukup baik (Andini, 2006). Dari hasil fillet tersebut,

sebanyak 100 gram daging ikan fillet ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas beker.

Kemudian daging ikan tersebut digiling hingga halus dengan ditambahkan es batu untuk

menjaga suhu tetap dingin. Jiak dibandingkan, proses pencucian daging ikan

menggunakan larutan asam maupun basa lebih baik jika dibanding dengan air biasa. Hal

tersebut dikarenakan pencucian dengan larutan asam seperti H3PO4 mampu

mempertahankan sifat protein miofibril yang lebih baik (Tina et al, 2010).

Setelah itu daging ikan dicuci dengan air dingin sebanyak 3 kali dan disaring dengan

menggunakan kain saring. Suhu rendah yang tetap dijaga pada saat penggilingan, dan

pencucian bertujuan untuk menghindari kehilangan protein yang larut dalam air karena

suhu yang lebih tinggi dari 15oC akan lebih banyak melarutkan dalam protein yang larut

dalam air. Suhu yang tepat untuk medapatkan kekuatan gel yang optimal adalah 100C-

150C (Andini, 2006).

Langkah selanjutnya adalah daging ikan yang telah dicuci tersebut ditambahkan sukrosa

2,5% untuk kelompok 1 dan 2, 5% untuk kelompok 3, 4 dan 5; polifosfat 0,1% untuk

kelompok 1, 0,3% untuk kelompok 2 dan 3, dan 0,5% untuk kelompok 5. Tujuan dari

Page 7: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

penambahan sukrosa adalah untuk memperpanjang waktu penyimpanan dan juga akan

menjaga gel pada surimi tidak mudah rusak (Tina et al, 2010).Tujuan lain dari

ditambahkannya sukrosa adalah untuk meningkatkan kekuatan dari gel dan untuk

mencegah terjadinya denaturasi protein selama dilakukannya penyimpanan pada suhu

dingin. Bahan seperti sukrosa biasa disebut dengan bahan krioprotektan yaitu bahan

yang mencegah terjadinya denaturasi protein pada saat dilakukan penyimpanan pada

suhu rendah (Huda et al, 2001). Selain mencegah denaturasi protein, penambahan

sukrosa juga bertujuan untuk membentuk struktur gel yang baik dan dapat bertahan

dengan baik (Huda et al, 2001). Selain itu menurut Huda et al (2001) penambahan

sukrosa memiliki tujuan untuk melindungi protein dari denaturasi selama dilakukan

penyimpanan pada suhu rendah maupun pada saat proses pengeringan. Sukrosa yang

ditambahankan termasuk dalam bahan yang biasa disebut dengan krioprotektan atau

dapat disebut dengan dryoprotektan. Pencegahan terjadinya denaturasi protein adalah

untuk mempertahankan sifat-sifat fungsional seperti kelarutan, pembentukan gel, daya

pengikatan air, emulsi, dan pembentukan buih dan warna dari protein tersebut.

Sedangkan penambahan polifosfat bertujuan untuk meningkatkan pemotongan karena

menurunkan tingkat kekentalan atau viskositas dari pasta ikan (Suzuki, 1981). Selain

itu penambahan polifosfat dapat mengingkatkan pH dan juga akan meningkatkan proses

pembentukan gel, kekuatan gel, dan juga tekstur yang padat karena akan meningkatkan

kapasitas peningkatan air dan WHC pada pH yang cukup tinggi. Menurut (Suzuki,

1981) yang menjelaskan bahwa penambahan polifosfat dengan kadar 0,5% akan

menghasilkan kekuatan gel yang besar, namun pada penambahan polifosfat dengan

kadar yang lebih rendah yaitu 0,3% sudah cukup untuk menghasilkan kekuatan gel

namun tidak sekuat dengan penambahan polifosfat pada kadar 0,5%. Sesuai dengan

teori pula, penambahan polifosfat biasanya dilakukan dengan penambahan sukrosa

maupun dengan sorbitol.

Pada praktikum surimi, selain dilakukan penambahan sukrosa dan polifosfat,

ditambahkan pula garam sehingga jenis surimi yang dihasilkan adalah surimi ka-en.

Garam yang ditambahkan adalah 2,5% dimana garam tersebut ditambahkan dengan

tujuan untuk membentuk gel dengan optimal. Konsentrasi garam yang ditambahkan

Page 8: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

juga sangat mempengaruhi kelarutan dari miofibril. Konsentrasi garam yang kurang

dari 2% akan menyebabkan miofibril tidak dapat larut, namun pada konsentrasi yang

melebihi 12%, miofibril akan terhidrasi dan menyebabkan salting out (Tan et al.,

(1988); Shimizu & Toyohara (1994), namun konsentrasi garam yang biasanya

digunakan adalah 2 sampai 3%. Selain itu, penambahan garam juga menyebabkan

penurunan jumlah air pada fillet daging ikan (Toyohara, 1994).

Setelah ditambahkan beberapa bahan seperti sukrosa, polifosfat dan garam, langkah

selanjutnya adalah daging ikan dimasukkan ke dalan freezer dan disimpan selama 1

malam. Langkah ini dilakukan dengan tujuan mengawetkan daging ikan agar memiliki

umur simpan yang lebih panjang (Singh & D. R. Heldman, 2001). Namun produk

surimi yang disimpan dalam freezer tetap dapat mengalami perubahan yang berkaitan

dengan menurunnya sifat gelasi pada surimi, dan juga akan berkaitan dengan denaturasi

protein (Tina et al, 2010). Denaturasi protein selama proses pembekuan dikarenakan

konsentrasi garam yang terus meningkat. Peningkatan konsentrasi garam (mineral)

tersebut akibat dari terbentuknya cairan di dalam sel yang membeku (Winarno et al.,

1980). Proses denaturasi yang terjadi akan berakibat menurunnya kemampuan

pembentukan gel yang disimpan pada suhu freezer -180C. selain itu denaturasi protein

menyebabkan molekul protein yang berada di dalam akan terbalik ke luar dimana

molekul protein tersebut memiliki sifat hidrofobik yang akan menyatu dengan fase cair.

Peristiwa tersebut dinamakan dengan hiudrasiu hidrofobik yang akan menyebabkan

permukaan protein akan semakin meningkat (Fennema, 1985). Permukaan protein yang

telah mengalami denaturasi akan cenderung lebih tidak stabil jika dibandingkan dengan

permukaan protein yang tidak mengalami mdenaturasi protein. Ketidakstabilan tersebut

terjadi secara termodinamik. Sehingga untuk menjegah terjadinya hidrasi hidrofobik

tersebut dilakukan dengan penambahan bahan antidenaturan (Winarno et al., 1980).

Setelah di thawing, surimi kemudian di ukur untuk WHC, hardness, dan sensori terkait

dengan rasa dan aroma. Pada praktikum surimi ini hardness pada surimi diukur dengan

alat texture analyzer. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Bourne

(2002), yang menjelaskan bahwa TA (Texture Analyzer) adalah alat yang dapat

digunakan untuk menguji tekstur dimana alat tersebut memiliki kapasitas daya 500 N

Page 9: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

dan memiliki kecepatan 1-1000 mm/menit. WHC (Water Holding Capacity) adalah

kemampuan daging ikan untuk mengikat air yang ditambahkan selama proses

pengolahan dilakukan (Soeparno, 1994).

Berdasarkan pada Tabel 1 dapat dilihat hasil dari pengukuran surimi yaitu nilai WHC

tertinggi terdapat pada kelompok A1 dengan nilai WHC 337468,35. Hal tersebut tidak

sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gopakumar (1997) yaitu bahwa

penambahan sukrosa akan meningkatkan WHC dari surimi sehingga semakin banyak

sukrosa yang ditambahakan maka nilai dari WHC akan semakin besar. namun, hasil

yang diperoleh terkait dengan nilai WHC terendah terdapat pada kelompok A2 yaitu

nilai 207510,55 dengan penambahan sukrosa sebesar 2,5% hal tersebut sesuai dengan

teori. Karena sukrosa yang ditambahkan pada kelompok A2 adalah konsentrasi sukrosa

yang rendah. Ditambahkan oleh Tina et al (2010) yang mengatakan penambahan

sukrosa sebagai bahan krioprotektan dapat menstabilkan aktivitas enzimatis selama

dilakukannya proses penyimpanab beku dan thawing.

Nilai hardness tertinggi terdapat pada kelompok A2 yaitu 361,64 dengan penambahan

polifosfat sebesar 0,3%. Hal tersebut tidak sesuai dengan peenytaan dari

Julavitayanukul, et al., (2005) yang menjelaskan bahwa semakin banyak polifosfat yang

ditambahkan maka surimi akan menjadi semakin kenyal. Selain itu, pada kelompok A1,

nilai hardness tidak dapat dianalisa karena tektur yang dimiliki pada surimi terlalu

lembek. Hal tersebut dapat dikarenakan konsnetrasi polifosfat yang ditambahkan terlalu

rendah (Heruwati et al., 1995). Menurut Heruwati et al.(1995) mutu surimi dapat

ditentukan oleh kekenyalan dan elastisitas dimana hal tersebut adalah hasil dari

pembentukan gel ikan sehingga semain kenyal surimi dapat dikatakan bahwa mutu

surimi tersebut juga semakin baik.

Penamabahan sukrosa dan polifosfat sebagai bahan krioprotektan akan mencegah

protein dari denaturasi selama penyimpanan. Oleh sebab itu semakin banyak bahan

krioprotektan yang ditambahkan maka akan protein akan semakin terlindungi yang

kemudian akan berdampak bagi WHC. Dimana WHC sendiri adalah kemampuan

protein untuk mengikat air dalam jumlah yang cukup banyak. Pengikatan air tersebut

Page 10: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

melalui ikatan hidrogen dengan residu asam amino yang polar yang juga memiliki peran

penting dalam pembentukan gel atau emulsi. Dari hal tersebut, jika protein tidak rusak

maka, produk akan memiliki daya ikat air yang cukup baik. Selain itu sukrosa dapat

bereaksi dengan molekul air oleh ikatan hidrogen karena sukrosa memiliki gugus

polihidroksi (Fennema, 1985). Sehingga penambahan sukrosa dapat meningkatkan

tegangan permukaan serta dapat mencegah keluarnya molekul air dari protein. Dari

beberapa pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa semakin banyak bahan

krioprotektan yang ditambahkan maka akan memiliki daya pengikat air yang meningkat

selain itu semakin rendah kadar sukrosa dan polifosfat yang ditambahkan maka akan

dihasilkan tekstur surimi yang tidak kenyal.

Aroma yang dihasilkan pada semua sampel adalah amis kecuali pada kelompok A1

yang memiliki aroma sangat amis. Aroma tersebut timbul karena proses pencucian yang

kurang sempurna. Selain itu aroma amis disebabkan karena reaksi oksidasi yang akan

mengubah asam lemak nyang terkandung dalam ikan menjadi off-flavor. Aroma amis

yang tibul juga dapat disebabkan oleh trimetil-amin yang terbentuk dalam otot ikan

maupun dalan jaringan ikan yang disebabkan oleh oksidasi dari trimetil amin oleh

peroksida (Ketaren, 1986).

Kualitas dari surimi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat keasaman

pada ikan. Ikan memiliki pH yang kurang lebih netral dan menurut (Suzuki, 1981)

dalam proses pembuatan surimi memiliki pH 6,5 sampai dengan 7. Tingkat pH tersebut

akan sangat berpengaruh terhadap elastisitas surimi lebih tepatnya akan berpengaruh

pada degradasi protein miofibril pada daging ikan. Selain tingkat keasaman, faktor lain

adalah lemak yang terkandung dalam ikan, dimana ikan yang digunakan untuk surimi

adalah ikan dengan kandungan lemak yang rendah. Kandungan lemak yang cukup

tinggi akan menyebabkan ketengikan pada produk surimi sehingga diperlukan

perlakuan pendahuluan yaitu ekstrasi lemak untuk menurunkan kadar lemak pada ikan

(Suzuki, 1981)

Dalam jurnal yang berjudul “Effect Of Fat Extraction Treatment On The

Physicochemical Properties Of Duck Feet Collagen And Its Application In Surimi”

Page 11: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

menjelaskan bahwa surimi dapat diproduksi pula dari tulang kaki bebek yang

mengadnung banyak kolagen. Esktraksi kolagen dari kaki bebek dapat dilakukan

dengan perendaman asam laktak 5% selama 36 jam. Kolagen yang terkandung dalam

kaki bebek biasa digunakan untuk surimi sarden dimana kolagen tersebut dapat

meningkatkan kekerasan, kekuatan gel, dan menurunkan kehilangan produk saat

pemasakan. Kualitas dari kolagen dalam kaki bebek diketahui lebih baik untuk sarden

surimi dibandingkan dengan kolagen dari sapi dan ikan. Proses ekstraksi kolagen dari

kaki bebek dengan 1 butanol akan rendah lemak dibanding dengan methanol dan

ethanol. Dengan penggunaan larutan 1 butanol akan mengurangi kehilangan saat

pemasakan dan menaikan kekerasan dan kekuatan gel pada surimi. Kolagen dari kaki

bebek akan menaikan mutu surimi dari kualitas rendah ke kualitas yang tinggi. Selain

itu jurnal dengan judul “Surimi-like Material from Poultry Meat and its Potential as a

Surimi Replacer” juga menambahkan bahwa surimi dengan memanfaatkan ternak akan

meningkatkan nilai dan pemanfaatannya untuk produk surimi. Teknologi surimi

diketahui merupakan metode yang efektif untuk menghilangkan lemak, jaringan ikat,

pigmen, komponen flavor, dan protein yang larut. Senyawa kriopotektan yang

digunakan juga dapat meningkatkan efek pengawetan dari fungsi protein miofibrillar.

Penggunaan daging ternak disebabkan kerana daging ternak tinggi protein dan rendah

lemak, sehingga sangat baik untuk dijadikan penggati surimi.

Selain kolagen dari kaki bebek, percobaan lain menjelaskan bahwa surimi yang

ditambahkan dengan mung bean, kacang hitam, dan bambara groundnut akan

menyebabkan penurunan warna putih pada surimi, namun penambahan jenis kacang-

kacangan tersebut dengan kadar yang wajar dapat menjadi penghambat enzim protease

untuk memperbaiki sifat gel dari surimi, terutama untuk memperkuat sifat gel yang

masih lemah pada surimi. Hasil tersebut dijelaskan dalam jurnal yang berjudul “Effect

of Legume Seed Protein Isolates on Autolysis and Gel Properties of Surimi from

Sardine (Sardinella albella)” dari jurnal tersebut dapat diketahui bahwa penambahan

ekstrak kacang-kacangan dan kolagen dari kaki bebek akan meningkatkan kekuatan gel

pada produk surimi.

Page 12: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

Jurnal lain yang berjudul “Recovery and characterization of proteins precipitated from

surimi wash-water” menerangkan pengolahan limbah yang dihasilkan pada produksi

surimi dimana limabha tersebut akan diendapkan dengan senyawa kimia. Hasil

pengendapan untuk limbah surimi dipengaruhi oleh temperatur yang digunakan. Selain

itu pengolahan limbah surimi dengan pelarut organik akan meningkatkan proses

pengendapan dimana semakin tinggi konsentrasi pelarut organik maka pengendapan

akan semakin baik. Kelarutan dari protein akan menurun bahkan mencapai minimun

ketika proses pengendapan terjadi pada pH 3,5 dengan penggunaan ethanol 60 gram

dalam 100 gram. Selain itu, semakin tinggi suhu yang digunakan maka kelarutan

protein akan semakin rendah pula.

Terkait dengan penggunaan kripotektan pada proses pembuatan surimi, jurnal “Effect of

Different Dryoprotectans on Functional Properties of Threadfin Bream Surimi Powder”

memberi keterangan untuk perbedaan efek dari senyawa krioprotektan seperti sukrosa,

sorbitol, polydextrose, palatinose, dan trehalose untuk melindungi produk surimi

selama proses pengeringan. Tepung surimi yang dihasilkan dari threadfin bream akan

mengandung protein yang rendah serta karbohidrat yang tinggi dibanding dengan

kontrol. Surimi dengan threadfin bream akan memperlihatkan emulsifikasi yang lebih

baik dibandingkan dengan kontrol. Percobaan tersebut menunjukkan bahwa surimi dari

threadfin bream dengan penambahan trehalose akan memberikan efek yang terbaik bagi

surimi kemudian diikuti dengan surimi yang menggunakan palatinose, sukosa,

polydxtrose, dan sorbitol yang paling rendah.

Page 13: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. Kesimpulan

Surimi merupakan salah satu hasil olahan laut setengah jadi yang dihasilkan dari

daging ikan cincang dan dihilangkan tulangnya, kemudian dicuci menggunakan air

dingin, dan ada penghilangan sebagian kadar air pada daging ikan tersebut.

Ada 2 jenis dari surimi yakni Mu-en Surimi dan Ka-en Surimi.

Elastisitas dari surimi akan semakin tinggi jika ikan yang digunakan semakin segar.

Kualitas gel akan rendah jika waktu yang digunakan untuk menyimpan ikan

tersebut semakin lama.

Pembentukan gel akan semakin baik jika kandungan protein miofibril semakin

tinggi.

Pencucian ikan bertujuan untuk menghilangkan bau amis, bahan-bahan yang tidak

diinginkan, dan meningkatkan konsentrasi protein miofibril.

Es digunakan dengan tujuan agar surimi yang dihasilkan memiliki kekuatan gel

yang lebih baik.

Sukrosa digunakan sebagai anti denaturasi protein pada proses pembekuan didalam

freezer (cryoprotectant).

Garam digunakan agar terjadi penurunan jumlah air pada fillet daging ikan

Polifosfat berfungsi untuk meningkatkan kelembutan dan elastisitas dari surimi.

Sukrosa yang banyak akan dihasilkan nilai WHC yang tinggi

WHC tinggi akan diperoleh jika polifosfat yang ditambahkan juga semakin banyak.

Semarang, 22 September 2015 Asisten Dosen:- Yusdhika Bayu S.

Agatha Dewi Christi

13.70.0052

13

Page 14: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. Daftar Pustaka

Andini, Yulita Sari. (2006). Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging MerahIkan Tongkol (Euthynnus sp.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Arfat Y. A., Soottawat Benjakul. 2012. Gelling characteristics of surimi from yellow stripe trevally (Selaroides leptolepis). Arfat and Benjakul International Aquatic Research 2012, 4:5.

Badan Standardisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia. 01 – 2694 – 1992. Surimi Beku. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Benjakul, Soottawat, Chakkawat Chantarasuwan, Wonnop Visessanguan. (2003). Effect of medium temperature setting on gelling characteristics of surimi from some tropical fish. Food Chemistry 82 (2003) 567–574.

Benjakul, Soottawat; Chutima Thongkaew; Wonnop Visessanguan. 2005. Effect of reducing agents on physicochemical properties and gel-forming ability of surimi produced from frozen fish. Eur Food Res Technol (2005) 220:316–321 DOI 10.1007/s00217-004-1092-1

Bourne, M. C. (2002). Food Texture and Viscosity Concept and Measurement Second Edition. Academic Press. London.

Bourtoorn, T.(2009). Recovery and Characterization of Properties of Proteins Precipitated from Surimi Wash-Water. Society of Food Science and Technology. Published by Elsevier Ltd.

Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc.

Gopakumar, K. (1997). Tropical Fishery Product. Science Publisher Inc. United Kingdom.

Heruwati ES, Murtini JT, Rahayu S dan Suherman. 1995. Pengaruh jenis ikan dan zat enambah terhadap elastisitas surimi ikan air tawar. J Penltn Perik Inonesia 1: 12-17.

Huda, Nurul,  Aminah Abdullah dan Abdul Salam Babji. (2001). Functional properties of surimi powder from three Malaysian marine Fish. International Journal of Food Science and Technology 2001, 36, 401±406.

Huda et al. (2012). Effect of Different Dryoprotectants on Fungctional Properties of Threadfin Bream Surimi Powder. Journal of Fisheries and Aquatic Sceince 7 (3): 215-223. ISSN 1816-4927.

14

Page 15: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

Ismail, Ishamri; Nurul Huda dan Fazilah Arifin. (2011). Surimi-like Material from Poultry meat and its Potential as a Surimi Repelacer. Asean Journal of Poultry Science. ISSN 1819-3609.

Julavittayanukul, O., Benjakul, S. & Visessanguan, W. (2005), Effects of phosphate compunds on gel-forming ability of surimi from bigeye snaHlm.er (Priacanthus tayenus). Journal of Food Hydrocolloids, 20, 1153-1163.

Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri. Jakarta: UI Press.

Kundre, Tanaji dan Soottawat Benjakul. (2013). International Journal of Chemical, Environtment and Biological Science (IJCEBS) Volume I, Issue 1 (2013) ISSN 2320-4087.

Lan,H. Y., Mu W., Nikolic-Paterson D.J., and Atkins R.C. (1995). A Novel, Simple, Reliable, and Sensitive Method for Multiple Immunoenzyme Staining: Use of Microwave Oven Heating to Block Antibody Cross-Reactivity and Retrieve Antigens. J Histochem Cytochem 43:97–10.

Miyauchi, David, George Kudo and Max Patashnik. (1970). Surimi-A Semi-Processed Wet Fish Protein. Pacific Fishery Products Technology Center.

Ng, X. Y. and Huda, N. (2011). Thermal gelation properties and quality characteristics of duck surimi-like material (duckrimi) as affected by the selected washing processes. International Food Research Journal 18: 731-740.

Nopianti, Rodiana, Nurul Huda, and Noryati Ismail. (2010). Loss of functional properties of proteins during frozen storage and improvement of gel-forming properties of surimi. As. J. Food Ag-Ind. 3(06), 535-547.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian Perikanan Laut.

Santana, P., Huda, N. dan Yang, T. A. (2012). Technology for production of surimi powder and potential of applications. A review. International Food Research Journal 19(4): 1313-1323 (2012).

Shimizu YH., and Toyohara H. (1994). Fish Jelly Product. Handout. Sakyo Kyoto: Facultyof Agric Kyoto. Kitashirakawa University.

Page 16: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

Singh, R. P. & R. Heldman. (2001). Introduction to food Engineering. 3rd Edition. Academic Press. Glasgow.

Soeparno. (1994). Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press. Yogyakarta.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publ Ltd.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia. Marine Fisheries. Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore. Tanaka, M. (2001). Surimi and Surimi Products. Department of Food Science and Technology. Jepang.

Tina, N., Nurul, H. dan Ruzita, A. (2010). Surimi-like Material: Challenges and Prospect. A Review. International Food Research Journal 17: 509-517 (2010).

Winarno FG. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F.G., 2004. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yiin, Tan Ai, et al (2014). Effect of Fat Extraction Treatment on The Physicochemical

Properties of Duck Feet Collagen and Its Application in Surimi. Asia Pacific Journal of

Sustainable Agriculture Food and Energy (APJSAFE). ISSN: 2338-1345 – Vol. 2 (2): 9-16

2014

Page 17: Surimi_Agatha Dewi C_13.70.0052_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. Lampiran

6.1. Laporan Sementara

6.2. Diagram Alir

6.3. Abstrak jurnal