suplemen_perubahan_iklim

Upload: miftahul-arozaq

Post on 06-Jul-2018

278 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    1/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN

    PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    KEMENTRIAN LINGKUNGAN HIDUP

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    2/76

    2

     TIM PENYUSUN

    Pembina : Ir. Ilyas Asaad, MP.  Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan

    Masyarakat

    Pengarah : Drs. Basuki W. Widodo Samdodo, MS.  Asisten Deputi Peningkatan Peran Organisasi Kemasyarakatan

     Tim Penulis : 1. Jo Kumala Dewi (Kementerian Lingkungan Hidup)  2. Latipah Hendarti (Yayasan Detara)  3. Stien Matakupan (Yayasan Pendidikan Sampoerna)  4. Triyaka Lisdiayanta (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan

    Penerangan Ekonomi dan Sosial – LP3ES)

    Pendukung : Seluruh staf Asdep Peningkatan Peran OrganisasiKemasyarakatanKementerian Lingkungan Hidup

      1. Nurul Jannah  2. Dian Andryanto  3. Andryansyah

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    3/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    3

    DAFTAR ISI

    Daftar Isi

    Kata Pengantar

    BAB 1. Pendahuluan

    BAB 2. Perubahan Iklim: Isu Global dan Lokal 2.1. Sekilas Sejarah Kebijakan Perubahan Iklim Dunia

    2.2. Mengenal Perubahan Iklim2.3. Perubahan Iklim Lokal dan Global dan Dampaknya

    2.4. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim2.4.1. Adaptasi Perubahan Iklim2.4.2. Mitigasi Perubahan Iklim

     BAB 3. Perubahan Iklim dan Pendidikan di Indonesia 

    3.1. Pendidikan dan Perubahan Iklim3.2. Perubahan Iklim dan Pendidikan Lingkungan serta Pendidikan untuk Pembangunan

    Berkelanjutan di Indonesia

    BAB 4. Pembelajaran Perubahan Iklim dalam Kurikulum Sekolah

    4.1. Integrasi Perubahan Iklim dalam Mata Pelajaran4.2. Pembelajaran Topik Perubahan Iklim di Kelas VII

    4.3. Pembelajaran Topik Perubahan Iklim di Kelas VIII4.4. Pembelajaran Topik Perubahan Iklim di Kelas IX

    BAB 5. Adaptasi dan Mitigasi Pembelajaran dan Aksi di Tingkat Sekolah

    5.1. KegiatanAdaptasi di Sekolah

    5.2. Kegiatan Mitigasi di Sekolah

    BAB 6. Penutup

    Pustaka Glosarium Lampiran:

    1. Silabus Pembelajaran Perubahan Iklim di Kelas VII (IPA)

    2. Silabus Pembelajaran Perubahan Iklim di Kelas VIII (IPS)3. Silabus Pembelajaran Perubahan Iklim di Kelas VIII (PKN)

    4. Silabus Pembelajaran Perubahan Iklim di Kelas IX (B. Indonesia)

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    4/76

    4

    KATA PENGANTAR

    Perubahan iklim sebagai fenomena global merupakan tantangan lingkungan terbesar

    yang dihadapi dunia saat ini. Isu global ini mulai menjadi topik perbincangan sejak diadakannyaKonferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil dua puluh tahun yang lalu sampai denganKTT Rio+20 tahun 2012. Konferensi internasional terkait isu perubahan iklim terus berlangsung dariwaktu ke waktu. Tahun 2012 sudah mencapai penyelenggaraan COP 18 (Conference of the Parties)

    to the United Nations Framework Convention on Climate Change di Doha, Afrika Selatan, yangpada dasarnya mencari berbagai upaya terbaik dalam mengurangi emisi karbon untuk mengurangi

    dampak perubahan iklim yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Namun demikian masih adasejumlah pandangan pro dan kontra dikalangan para ahli yang masih menyangsikan bahwasanya

    perubahan iklim telah benar terjadi. Walau fakta telah menunjukkan bahwa pemanasan global saatini sudah nyata dan terasa dampaknya hampir di seluruh muka bumi.

    Perubahan iklim yang sedang terjadi perlu disikapi dengan memperdalam pemahaman tentangproses kejadiannya secara ilmiah, baik penyebab maupun dampaknya terhadap manusia dan

    lingkungan kita. Dengan pemahaman tersebut dapat direncanakan upaya penyesuaian (adaptasi)dan pencegahannya (mitigasi). Meningkatnya suhu global mengakibatkan perubahan dalam polacuaca, naiknya permukaan air laut, meningkatkan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrim. Dimana-

    mana terjadi bencana banjir dan kekeringan yang membawa korban yang tidak sedikit. Dampakperubahan iklim telah mempengaruhi seluruh umat manusia di bumi ini. Sehingga solusi terhadapperubahan iklim harus bersifat global, yang dilakukan dalam bentuk aksi lokal di seluruh dunia.

     Terutama bagi negara kita, sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadapperubahan iklim yang menyebabkan bencana seperti banjir, longsor, kemarau panjang, angin

    kencang, dan gelombang tinggi. Ancaman terhadap bencana iklim di Indonesia ini bahkan dapatterjadi dalam intensitas yang lebih besar lagi dan secara langsung dirasakan oleh masyarakat petani,nelayan, pesisir, perdesaan, dan perkotaan. Dampak perubahan iklim yang lebih luas tidak hanyamerusak lingkungan akan tetapi juga membahayakan kesehatan manusia, keamanan pangan,

    kegiatan pembangunan ekonomi, pengelolaan sumberdaya alam dan infrastruktur fisik.

    Salah satu tantangannya adalah pemahaman tentang perubahan iklim yang masih belum tersebarluas secara benar. Berbagai pertanyaan yang sering muncul, apa itu pemanasan global? Apa itu efekrumah kaca? Apakah yang mempengaruhi perubahan iklim? Bagaimana solusi dalam mengatasi

    perubahan iklim dan lain sebagainya masih menyajikan jawaban yang sangat bervariasi. Terlepasdari berbagai pertanyaan tersebut, penanggulangan masalah perubahan iklim perlu dilaksanakanoleh berbagai pihak mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, masyarakatmadani, dunia pendidikan, masing-masing individu maupun pemangku kepentingan lainnya. Perlu

    menjadi perhatian semua pihak mengenai peningkatan pemahaman tentang isu perubahan iklim,

    agar dapat berpartisipasi secara aktif dalam mengurangi penyebab dan dampak perubahan iklim,terutama para generasi muda mendatang yang akan mewarisi bumi tercinta ini, perlu mendapatkanpendidikan lingkungan yang memadai.

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    5/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    5

    Dunia Pendidikan memainkan peran yang sangat penting dalam menciptakan generasi penerus

    bangsa yang diharapkan dapat berperan aktif dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim.Berdasarkan data statistik Kemendiknas, sampai dengan tahun 2010 menunjukkan jumlah guru

    Sekolah Menengah Pertama di seluruh Indonesia sebesar 638.014 orang, sedangkan jumlahsiswanya sebanyak 9.225.006 orang. Figur ini secara tidak langsung dapat merefleksikan potensi

    terhadap perwujudan perilaku ramah lingkungan generasi mendatang bilamana dikelola denganbaik. Karena dengan pendidik berkualitas akan menghasilkan siswa didik yang berkualitas sertaberperilaku ramah lingkungan. Untuk itu, dengan mendorong peningkatan kualitas tenaga didikdalam hal pengajaran perubahan iklim ini, hampir dapat dipastikan masalah perubahan iklim dimasa

    mendatang dapat diminimalisasi dan pembangunan berkelanjutan dapat terwujud.

    Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup melalui unit kerja AsdepPeningkatan Peran Serta Organisasi Kemasyarakatan di Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan dan

    Pemberdayaan Masyarakat dibantu para aktivis pendidikan lingkungan hidup dan pakar lingkungan,berupaya menyusun buku suplemen tentang perubahan iklim untuk profesi guru jenjang pendidikan

    menengah. Buku ini ditujukan untuk mendorong agar pembelajaran tentang perubahan iklim di jenjang pendidikan menengah ini dapat lebih efisien efektif, khususnya melalui pendekatan integratif.

     Tidak sedikit hambatan yang dihadapi dalam penyusunan buku ini, namun berkat kerjasamadan koordinasi yang baik pada akhirnya buku ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini pula, kami

    mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Besar harapan kami bukuini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan dapat menjadi arahan dan acuan bagi guru dalampembelajaran tentang perubahan iklim bagi siswa di jenjang pendidikan menengah pertama, agar di

    kemudian hari mereka dapat menjadi generasi muda yang berperilaku ramah lingkungan.

    Jakarta, November 2012

    Deputi Bidang Komunikasi Lingkungan

    dan Pemberdayaan Masyarakat

     Ilyas Asaad

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    6/76

    6

    BAB 1PENDAHULUAN

     Tak dapat dihindari masih adanya pendapat pro dan kontra tentang masalah perubahan iklim,dimana ada anggapan bahwa isu perubahan iklim merupakan isu lingkungan global dan masih miliknegara-negara maju. Namun saat ini dampak dari pemanasan global sudah semakin terasa di

    berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia yang secara geografis sangat rentan untuk menerimadampak pemanasan global dan perubahan iklim. Musim kemarau yang semakin panjang sertamusim hujan yang semakin intensif merupakan bukti bahwa perubahan iklim sangat dekat dengankehidupan kita. Ditambah dengan wilayah hutan yang semakin gundul dan longsor terjadi dimana-mana di seluruh pelosok tanah air, membuat dampak perubahan iklim semakin terasa. Kerugian

    materi yang besar terlihat tidak seberapa dibanding nyawa manusia yang terkorbankan. Perubahaniklim jelas menghambat pembangunan di Indonesia, bahkan dalam jangka paling pendek sekalipun.

    Sebagai isu global, penanganan isu perubahan iklim perlu melibatkan seluruh pihak secaraglobal. Upaya perlindungan dan pengelolaaan lingkungan saat ini baik di tingkat nasional maupun

    daerah masih belum berjalan optimal karena masih banyak kendala yang dihadapi. Salah satunyaadalah tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat yang masih rendah. Sementara masalahlingkungan dan kondisi kerusakan dan pencemaran lingkungan tidak dapat dihentikan. Olehkarenanya pemerintah perlu berupaya untuk menggerakkan semua unsur masyarakat dalam

    mengatasi masalah perubahan iklim ini. Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa perubahaniklim bukanlah sesuatu hal yang perlu ditakuti, akan tetapi perlu dihadapi dan dijadikan peluanguntuk dapat berkembang ke muka serta meningkatkan kapasitas adaptasi maupun mitigasi secarabersama.

    Komunitas pendidikan merupakan sasaran kelompok yang strategis. Guru sebagai tenaga

    pengajar siswa merupakan ujung tombak dalam menciptakan generasi muda yang memilikikesadaran, kepedulian dan perilaku yang ramah lingkungan. Guru sebagai individu yang berperanpenting dalam pembentukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta karakter generasi

    penerus bangsa terlebih dahulu perlu mendapatkan prioritas peroleh informasi, pengetahuandan keterampilan terpadu tentang perubahan iklim ini. Oleh karenanya, kualifikasi profesi gurumemerlukan perhatian untuk ditingkatkan, agar dapat menghasilkan dampak yang positif bagiterciptanya generasi muda yang berkualitas dan ramah lingkungan, serta dapat menyelamatkan

    lingkungan dari dampak perubahan iklim ini.

    Dalam rangka mendukung peningkatan informasi, pengetahuan dan ketrampilan profesi

    guru dalam pembelajaran perubahan iklim pada jenjang pendidikan menengah inilah, disusunbuku suplemen pembelajaran perubahan iklim untuk guru Sekolah Menengah Pertama, yangmerupakan pelengkap atau tambahan dari buku atau modul tentang perubahan iklim yang sudah

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    7/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    7

    ada di masyarakat. Pada dasarnya, buku ini dapat digunakan dalam pembelajaran terutama secara

    terintegrasi dengan mata pelajaran yang relevan.

    Buku ini terdiri dari 6 Bab, yang berisi tentang uraian perubahan iklim ditingkat lokal dan globaltermasuk sekilas sejarah kebijakan perubahan iklim global, terjadinya perubahan iklim serta dampak-dampak yang ditimbulkannya, dan adaptasi serta mitigasi yang disajikan pada Bab 2. Pada Bab3, berisi uraian tentang pendidikan lingkungan dan pendidikan berkelanjutan yang selama ini sudah

    diterapkan di Indonesia sehingga dapat dijadikan titik masuk untuk pembelajaran perubahan iklimdengan menerapkan nilai-nilai yang ada dalam pendidikan lingkungan dan pendidikan berkelanjutanuntuk mendorong perubahan prilaku peserta didik sekaligus institusi sekolah. Bab 4 merupakan intidari buku suplemen yaitu mengintegrasikan perubahan iklim dalam pembelajaran di sekolah tingkat

    menengah pertama, box yang berisi contoh proses serta peta pemikiran pengintegrasian perubahaniklim dalam mata pelajaran serta box berisi contoh-contoh materi diharapkan dapat membantu guru

    untuk menerapkan pembelajaran di sekolah termasuk pembelajaran yang kreatif dan efektif. Bagianini disusun melalui proses lokakarya dengan beberapa wakil sekolah menengah pertama khususnya

    dari Provinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Sementara Bab 5 merupakan contoh-contohyang dapat dilakukan di sekolah untuk kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Bagianlampiran merupakan contoh silabus untuk kelas VII, VIII dan IX pelaksanaan pembelajaran perubahan

    iklim di sekolah.

    Buku ini memang jauh dari sempurna, namun diharapkan dapat mendukung prosespembelajaran perubahan iklim ditingkat sekolah menengah pertama yang berdampak pada upaya-upaya aksi langsung dan segera untuk mengatasi perubahan iklim yang semakin hari semakin

    dirasakan dampaknya. Semakin banyak yang bergerak untuk melakukan upaya perbaikan danpemeliharaan lingkungan, tentunya semakin terjamin keberlangsungan kehidupan yang lebih baikbagi generasi sekarang dan mendatang.

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    8/76

    8

    BAB IIPERUBAHAN IKLIM :

    ISU GLOBAL DAN LOKAL 

    Perubahan iklim bukanlah hal yang baru, bila kita kembali mempelajari dan memperhatikanbahwa kondisi iklim global selalu berubah-ubah, diketahui bahwa wilayah-wilayah dunia yang kinilebih hangat sebetulnya jutaan tahun silam merupakan wilayah yang tertutupi es. Dalam beberapaabad terakhir para peneliti mendata, suhu rata-rata telah naik sebagai akibat dari fluktuasiradiasi matahari yang antara lain disebabkan oleh letusan gunung berapi secara berkala. Namun

    pengetahuan yang baru menunjukkan, bahwa perubahan iklim yang terjadi bukan hanya disebabkanoleh peristiwa alam, melainkan disebabkan berbagai kegiatan manusia. Pada bab dua bagian bukuini, mernguraikan kontribusi kegiatan atau aktivitas manusia yang menjadi penyebab perubahan iklimlokal dan global serta dampak dan upaya mengatasinya.

    2.1. Sekilas Sejarah Kebijakan Perubahan Iklim Dunia

     Tahun 1988, Organisasi Meteorologi Dunia (The World Meteorological Organization)dengan UNEP (United Nations Environmental Program) atau Program Lingkungan HidupPerserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bersama-sama mendirikan panel antar pemerintahtentang perubahan iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change - IPCC). Panel tersebutbersifat ad hoc tanpa batas waktu, lembaga ini menjadi wadah diskusi tingkat Internasionalyang khusus membahas tentang perubahan iklim dunia, terdiri dari para ilmuwan dari seluruhdunia. IPCC secara periodik mengkaji dan melaporkan tentang permasalahan iklim yangterjadi dari berbagai belahan dunia.

    Pada tahun 1990, IPCC menerbitkan laporan pertamanya yang dikenal dengan First Assessment Report yang menyimpulkan suhu meningkat sekitar 0,3-0,6° C dalam satu abadterakhir. Laporan tersebut menjelaskan emisi yang dihasilkan manusia telah menambah GasRumah Kaca (GRK) alami dan penambahan itu akan menyebabkan kenaikan suhu. Oleh karenaitu, IPCC menyerukan pentingnya sebuah kesepakatan global untuk menanggulangi masalahtersebut. Pada tahun yang sama, Majelis Umum PBB akhirnya menanggapi seruan IPCC untukmengatasi masalah perubahan iklim secara global dengan meluncurkan negosiasi mengenaikerangka konvensi perubahan iklim dan dengan membentuk Komite Negosiasi Antar pemerintah(Intergovernmental Negotiating Committee-INC) untuk pelaksanaan negosiasi tersebut. Akhirnya,pada bulan Mei 1992, INC menyepakati Kerangka Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim(United Nations Framework Convention on Climate Change – UNFCCC).

    Konvensi ini bertujuan untuk melakukan stabilisasi konsentrasi GRK dalam atmosferpada tingkat yang aman dan memungkinkan terjadinya adaptasi ekosistem, sehingga dapatmenjamin ketersediaan pangan dan pembangunan berkelanjutan. Konvensi ini menekankan

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    9/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    9

    kesetaraan dan kehati-hatian (precautionary principle) sebagai dasar semua kebijakan. Padakonvensi ini juga, dikenal adanya prinsip “common but differentiated responsibilities”, dimanasetiap negara memiliki tanggung jawab yang sama tetapi dengan peran yang berbeda-beda,

    dalam upayanya menekan laju peningkatan emisi GRK di negara masing-masing. Konvensi inisendiri tak membatasi emisi GRK bagi negara-negara, dan tak memiliki daya paksa apapun.Forum pengambilan keputusan tertinggi dalam kerangka UNFCCC adalah Conference ofParties (COP).

    UNFCCC mulai ditandatangani pada 9 Mei 1992, serta mulai diterapkan pada 21Maret 1994. Pada tahun 1994, Indonesia baru meratifikasi UNFCCC melalui Undang-Undang No. 6 tahun 1994, dengan meratifikasi UNFCCC tersebut, Indonesia berkewajibanmengkomunikasikan berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka mengurangi dampakpemanasan global akibat terjadinya perubahan iklim global.

    Setelah diadakan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) yang diselenggarakantahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil, dimana menekankan pentingnya semangat kebersamaan(multilaterisme) untuk mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan dari upaya-upayamelaksanakan pembangunan dan upaya-upaya melestarikan lingkungan. Selanjutnyadiselenggarakanlah beberapa Konferensi Para Pihak (COP-Conference of the Parties), salahsatu yang penting terkait dengan isu perubahan iklim adalah COP III di Kyoto, Jepang yangdiselenggarakan pada bulan Desember 1997, menghasilkan Protokol Kyoto yang mulaiberlaku pada 16 Februari 2005. Perbedaan utama antara Konvensi dan Protokol yaitu Konvensiakan mendorong negara–negara industri untuk menstabilkan emisi GRK, sedangkan Protokolmembuat negara-negara berkomitmen untuk melakukannya. Bagi negara yang menandatanganidan meratifikasinya, Protokol Kyoto akan mengikat secara hukum. Protokol Kyoto memiliki masa

    komitmen yang berakhir tahun 2012. Negara-negara penandatangan UNFCCC masih beradadalam proses perumusan perjanjian baru yang akan meneruskan atau menggantikan ProtokolKyoto setelah masa komitmen pertama berakhir. Untuk itu pada tahun 2007 telah dihasilkanPeta jalan Bali (Bali Roadmap) yang melandasi perundingan internasional dalam mencapai haltersebut. Bali Roadmap membahas antara lain dana adaptasi, transfer teknologi dari negara majumelalui skema investasi, skema pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD-Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation) dan mekanisme pembangunanbersih (CDM-Clean Developmen Mechanism).

    Berikut adalah mekanisme-mekanisme dari Kebijakan Perubahan Iklim yang disepakati :

    1. Protokol KyotoProtokol Kyoto merumuskan secara rinci langkah yang wajib dan dapat diambil oleh

    berbagai negara yang meratifikasinya untuk mencapai tujuan yang disepakati dalamperjanjian internasional perubahan iklim PBB, yaitu “stabilisasi konsentrasi gas rumahkaca dalam atmosfir pada tingkat yang dapat mencegah terjadinya gangguan manusia/antropogenis pada sistem iklim dunia”. ProtokolKyoto menempatkan beban berat padanegara-negara maju di bawah prinsip “common but differentiated responsibilities”, hal inidikarenakan negara–negara maju lebih bertanggung jawab atas tingginya tingkat emisiGRK diatmosfer sebagai hasil dari lebih 150 tahun kegiatan industri di negara–negaramaju tersebut. Dalam Protokol Kyoto menggariskan 37 negara industri, yang kemudian

    disebut dengan negara Annex I. Negara – negara Annex I adalah negara–negara yangterdaftar sebagai Annex I dalam UNFCCC. Mereka terdiri dari negara–negara maju sepertiGerman, Jepang, Swedia, Inggris, dll., dan termasuk negara–negara yang berada dalamtahap transisi ekonomi seperti Rusia dan negara–negara Eropa Timur. Negara Annex I

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    10/76

    10

    tersebut diwajibkan untuk masing-masing mengurangi emisi GRK sampai dengan 5%di bawah tingkat emisi tahun 1990, untuk periode tahun 2008–2012 (Kyoto Protocol, Article 3). Angka ini disepakati berdasarkan rekomendasi yang tertera dalam laporan

    panel ilmuwan PBB IPCC. Adapun kelompok GRK yang ditetapkan oleh Protokol Kyotoadalah carbon dioksida (CO2), Metana (CH4), nitro-oksida (N2O), Hydrofluorocarbons(HFCs), perfluorocarbons (PFCs), dan Sulfur Hexafluoride (SF6). Berdasarkan ProtokolKyoto Artikel 3, Annex I memiliki batas emisi GRK yang berbeda untuk periode 5 tahunan

    dari 2008-2012 yang disebut dengan periode komitmen pertama.

    Di dalam membantu negara Annex I yang terikat kewajiban dalam penurunan emisi,Protokol Kyoto menetapkan berbagai mekanisme fleksibel seperti implementasi bersama(Joint Implementation), perdagangan emisi internasional (Internasional Emission Trading),dan mekanisme pembangunan bersih (Clean Development Mechanism). Dengan adanya

    mekanisme tersebut dapat memungkinkan negara industri untuk memperoleh kreditemisi dengan cara pembiayai proyek pengurangan emisi di negara di luar negara Annex Iatau dari negara Annex I yang sudah melampaui batas penurunan emisi yang diwajibkan.

    Mekanisme-mekanisme tersebut adalah :

    a. Joint Implementation / JI (Implementasi Bersama)

    Joint Implementation (JI) adalah sebuah mekanisme pada Protokol Kyoto yangtertuang di dalam artikel 6, di mana sebuah negara maju yang terdaftar pada AnnexI UNFCCC dapat mengembangkan sebuah proyek yang bertujuan pada penurunanemisi karbon di negara Annex I lainnya. Pelaksanaan JI hanya dapat dilakukan antar dua

    negara maju pada Annex I. Keadaan tersebut akan membentuk sebuah pasar karbon.

     Ada dua tingkatan di dalam pelaksanan JI, yaitu JI Tier 1 dan JI Tier 2. Tier 1adalah untuk negara-negara yang pencatatan emisi domestik serta perubahannyatidak terlalu rapi (mirip dengan situasi negara-negara berkembang), sehinggapencatatan dan monitoring di tingkat proyek menjadi sangat teliti dan hati-hati.Sementara itu, JI Tier 2 adalah untuk negara-negara yang pencatatan emisi domestikserta perubahannya sudah tertib sudah sama dengan situasi negara-negara majulainnya, sehingga monitoring di tingkat proyek tidak harus terlalu menuntut data dasar.

    Negara Annex I yang memiliki kelebihan jatah emisi GRK (emission cap)

    dapat membantu negara Annex I lainnya yang tidak memiliki cap, untukmengimplementasikan kegiatan proyek yang mereduksi GRK dan kredit reduksi emisiakan diterbitkan berdasarkan jumlah reduksi emisi yang dihasilkan oleh kegiatanproyek. Negara yang menjadi penyelenggara proyek JI ini dinamakan negara tuanrumah. Kredit penurunan emisi dari JI disebutEmission Reduction Unit (ERU). Setiapproyek JI harus dapat menghasilkan reduksi emisi atau penyerapan GRK dan bersifattambahan (additional) terhadap kondisi yang mungkin terjadi tanpa adanya proyek.

    Negara Annex I dapat menggunakan ERU untuk memenuhi target penurunanemisi GRK berdasarkan Protokol Kyoto. Total cap emisi negara–negara Annex I tidakakan berubah, karena JI hanya berupa transfer antar negara Annex I yang sama –

    sama memiliki cap emisi. ERU hanya akan diterbitkan setelah tahun 2008.b. International Emission Trading/IET (Perdagangan Emisi Internasional)

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    11/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    11

    IET adalah mekanisme perdagangan emisi yang hanya dapat dilakukan antarnegara industri dalam Annex I. Dengan adanya IET maka memungkinkan sebuahnegara Annex I untuk menjual kredit penurunan emisi GRK kepada negara Annex

    I lainnya. Semua kredit penurunan emisi yang ditetapkan Protokol Kyoto, seperti Assigned Ammount Unit (AAU), Removal Unit (RMU), Certified Emission Reduction(CER) maupun Emission Reduction Unit (ERU) dapat diperjualbelikan melaluimekanisme ini. Negara industri dengan emisi GRK di bawah batas yang telahdiizinkan dapat memperdagangkan kelebihan bagian emisinya dengan negaraindustri lain yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Namun, jumlah emisi GRKyang diperdagangkan dibatasi agar negara pembeli tetap memenuhi kewajibannya.

    Berbeda dengan JI yang kredit penurunan emisinya berbasis proyek, IET tidakmemerlukan suatu proyek yang spesifik. IET dapat dilaksanakan apabila suatu negara Annex I memiliki kredit penurunan emisi gas rumah kaca melebihi target negaranya.

    Kredit tersebut dapat dijual ke negara Annex I lainnya

    c. Clean Development Mechanism/CDM (Mekanisme Pembangunan Bersih)

    CDM merupakan satu-satunya mekanisme yang flesibeldalam Protokol Kyotoyang memberikan peran bagi negara berkembang (non-Annex I) untuk membantutarget penurunan emisi gas rumah kaca negara Annex I. Negara-negara Annex Iyang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisinya sebagaimana tercantum padaProtokol Kyoto, membantu negara-negara non-Annex I untuk melaksananakanproyek-proyek yang mampu menurunkan atau menyerap emisi, setidaknya satu darienam jenis gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O, HFC, PFC dan SF6). Dalam CDM,

    negara-negara Annex I dapat memenuhi target kewajiban penurunan emisinya melaluiinvestasi proyek penurunan emisi (emission reduction project) maupun perdagangankarbon dengan negara-negara non-Annex I.

    CDM diharapkan dapat menjadi faktor pendukung munculnya proyek-proyekberbasis lingkungan di negara non-Annex I. Proyek berbasis lingkungan tersebutakan dinilai, dievaluasi dan divalidasi apakah telah berhasil menurunkan tingkat emisi.Dalam pelaksanaan CDM, negara maju dapat menanamkan modalnya di negaraberkembang dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan emisiGRK, dengan imbalan CER (Certified Emission Reductions). CER ini dapat dikatakansebagai hasil sertifikasi reduksi emisi yang setara dengan 1 ton CO2. Dengan CER,

    negara-negara Annex Idapat mengkonversi nilai tersebut untuk memenuhi targetpenurunan emisi negaranya.

     Tujuan CDM sebagaimana yang tercantum dalam Protokol Kyoto adalah:

     » Membantu negara-negara Annex I memenuhi target penurunan emisi negaranya

     » Membantu negara non-Annex I dalam mencapai pembangunan yangberkelanjutan dan untuk berkontribusi pada tujuan utama Konvensi PerubahanIklim, yaitu menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.

    CDM mencakup tiga kategori implementasi yaitu “Clean Production” (Produksi Bersih),“Saving Energy” (Penghematan Energi) dan “Fuel Switching” (Pengalihan Bahan Bakar).Realisasi program CDM adalah melakukan reduksi emisi GRK serta penyerapan karbonmelalui penanaman pohon di lahan produksi yang mengalami eksploitasi berlebihan.Kegiatan dalam CDM meliputi kegiatan reduksi emisi GRK dan penyerapan karbon.

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    12/76

    12

    2. Reducing Emissions From Deforestation And Forest

    Degradation (REDD)

    Keterbatasan masa berlaku Protokol Kyoto yang akan berakhir pada tahun 2012itu mendorong banyak negara untuk memikirkan langkah selanjutnya dalam mengatasipermasalahan perubahan iklim. Jika Protokol Kyoto berakhir pada tahun 2012 makasegala bentuk mekanisme serta instrumennya juga akan ikut berakhir pada tahuntersebut. Oleh karenanya, banyak negara yang memikirkan mekanisme baru untukmengatasi perubahan iklim yang yang lebih menguntungkan bagi negara berkembang,khususnya mereka yang memiliki sumberdaya hutan luas.

    Pada COP 11 di Montreal tahun 2005, Costa Rica, Papua New Guinea (PNG), dannegara-negara pemilik hutan tropis yang tergabung dalam CfRN (Coalition for RainforestNation) mengusulkan proposal tentang insentif avoided deforestation (menghindari

    deforestasi). Dalam pertemuan yang sama, beberapa LSM dan ilmuwan dengan dipimpinoleh Environmental Defense salah satu LSM lingkungan, menegaskan kembali seruanmereka agar isu hutan dimasukkan dalam instrumen-instrumen perdagangan Kyoto.Karenanya, COP 11 meminta agar Badan Subsider UNFCCC untuk PertimbanganIlmiah dan Teknologi (SBSTA) mengevaluasi isu pengurangan emisi dari deforestasidan melaporkan kembali ke COP 13/MOP 3 UNFCCC pada bulan Desember 2007.Sementara itu, UNFCCC menyelenggarakan dua pertemuan mengenai penguranganemisi dari deforestasi (REDD) di negara-negara berkembang (dalam bulan Juli 2006 danMaret 2007). Pada bulan Desember 2007, dalam Konferensi Para Pihak ke-13 UNFCCCyang diadakan di Bali (Indonesia), kemungkinan untuk memasukkan isu hutan dalam

    rezim iklim internasional semakin berkembang.Konferensi Para Pihak ke-13 (COP 13) di Bali tahun 2007 menghasilkan Rencana

     Aksi Bali (Bali Action Plan) sebagai sebuah rencana atau peta jalan negosiasi strategi iklimglobal untuk melanjutkan Protokol Kyoto. Rencana ini mengakui pentingnya hutan dalammengatasi perubahan iklim. Selain melakukan pengurangan emisi dari penggunaan bahanbakar fosil di negara-negara industri,kegiatan penanaman pohon untuk menyerap karbon juga berperan dalam mencegah perubahan iklim. Namun demikian, untuk mengurangi20 persen dari emisi yang berkaitan dengan hutan, diperlukan pendekatan konservasiyang baru dan lebih efektif. Salah satu pendekatan yang dimaksud adalah REDD(Reducing Emissions from Deforestation And Forest Degradation) atau pengurangan

    emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Ide ini berbeda dengan kegiatan konservasihutan sebelumnya karena dikaitkan langsung dengan insentif finansial untuk konservasiyang bertujuan menyimpan karbon di hutan.

    REDD adalah sebuah mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikaninsentif bagi negara berkembang dalam pengurangan deforestasi dan pengrusakanhutan dengan maksud mengurangi emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan tersebut.REDD dilaksanakan atas dasar sukarela (voluntary basis) dengan prinsip menghormatikedaulatan negara (sovereignity).

    Mekanisme REDD sampai akhir tahun 2012 masih terus dikembangkan, meskipunsaat ini di Indonesia proyek-proyek percontohan atau yang dikenal dengan demonstrationactivity (kegiatan contoh) proyek REDD banyak dikembangkan, seperti proyek di Kawasan Taman Nasional Meru Betiri di Jawa Timur, di Berau Kalimantan Timur, di Ulumasen, Aceh, dll.

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    13/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    13

    2.2. Mengenal Perubahan Iklim

    Perubahan iklim dipahami sebagai proses berubahnya pola dan intensitas unsur iklimpada periode waktu yang dapat dibandingkan, biasanya dalam kurun waktu rata-rata 30tahun. Perubahan iklim dapat merupakan perubahan dalam kondisi cuaca rata-rata atauperubahan dalam distribusi kejadian cuaca terhadap rata-rata (Elvin, A dkk, 2011), paparandari Kementerian Lingkungan bahwa perubahan iklim adalah perubahan nilai yang signifikanpada variabel iklim seperti suhu udara atau pola curah hujan di suatu tempat yang relatif luasdan dibandingkan dengan masa lalu kira-kira 50 tahun lalu. Unsur-unsur iklim yang dimaksudantara lain adalah suhu, angin, hujan, penguapan, kelembaban dan tutupan awan.

    Menurut IPCC (2007) bahwa Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh kesetimbangan panasdi bumi, dimana aliran panas bekerja karena adanya radiasi matahari. Gambar 1. diambildari sumber IPCC tahun 2007 yang menggambarkan bahwa dari seluruh radiasi matahari

    yang menuju ke permukaan bumi, sepertiganya dipantulkan kembali ke ruang angkasa olehatmosfer dan oleh permukaan bumi, pemantulan oleh atmosfer terjadi karena adanya awandan partikel yang disebut aerosol. Keberadaan salju, es dan gurun memainkan perananpenting dalam memantulkan kembali radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi. Duapertiga radiasi yang tidak dipantulkan, besarnya sekitar 240 Watt/m2, diserap oleh permukaanbumi dan atmosfer. Untuk menjaga kesetimbangan panas, bumi memancarkan kembalipanas yang diserap tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek. Sebagian radiasigelombang pendek yang dipancarkan oleh bumi diserap oleh gas-gas tertentu di dalamatmosfer yang disebut gas rumah kaca (GRK). Selanjutnya gas rumah kaca meradiasikankembali panas tersebut ke bumi. Mekanisme ini disebut efek rumah kaca. Efek rumah kacainilah yang menyebabkan suhu bumi relatif hangat dengan rata-rata 14oC dan membuat bumi

    nyaman untuk dihuni, tanpa efek rumah kaca suhu bumi hanya sekitar -19oC. Sebagian kecilpanas yang ada di bumi, yang disebut panas laten, digunakan untuk menguapkan air. Panaslaten ini dilepaskan kembali ketika uap air terkondensasi di awan.

    Gambar 1: Sistem kesetimbangan panas di bumi

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    14/76

    14

     Tetapi permasalahan akan muncul ketika terjadi konsentrasi gas rumah kaca padaatmosfer bertambah. Gas rumah kaca yang dipercaya dapat mempengaruhi konsentrasi gasdi atmosfer diantaranya hidrogen (H2O), karbon dioksida (CO2), methane (CH4), dinitrogen

    oksida (N2O), dan halokarbon (kelompok gas yang mengandung florine, klorin dan bromin).Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi karbon dioksida pada atmosfer bertambah

    mendekati 30%, konsentrasi methane lebih dari dua kali, konsentrasi asam nitrat bertambah15%. Penambahan tersebut telah meningkatkan kemampuan menjaring panas pada atmosferbumi. Kontribusi kegiatan manusia dipercaya telah menyebabkan meningkatnya konsentrasiGRK, antara lain: penggunaan bahan bakar fosil, limbah padat, penggunaan kendaraan, danpenghasil tenaga listrik dengan bahan bakar fosil, telah meningkatkan jumlah karbondioksidayang dilepas ke atmosfer. Dan pada saat yang sama jumlah pepohonan yang mampumenyerap karbondioksida semakin berkurang akibat penebangan pohon, baik untuk tujuankomersial dalam bentuk kayu, maupun untuk perluasan lahan pertanian dan pemukiman.

    Kegiatan manusia melepaskan karbon ke atmosfer dari tahun ke tahun semakin banyakterutama terjadi pada saat mulai revolusi industri, sementara kemampuan lautan serta prosesalam lainnya untuk mengurangi karbondioksida di atmosfer membutuhkan waktu yang cukuplama. Hasil penelitian menyebutkan bahwa Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telahmencapai 383 ppm atau meningkat sekitar 36% dibanding tahun 1750, bila terus berlanjutmaka konsentrasi karbondioksida diperkirakan akan terus meningkat.

    Dua kegiatan yang menyumbang karbondioksida terbanyak adalah:

    1. Pembangkit listrik bertenaga batubara. Pembangkit listrik ini membuang energi 2 kalilipat dari energi yang dihasilkan. Semisal, energi yang digunakan 100 unit, sementara

    energi yang dihasilkan 35 unit. Maka, energi yang terbuang adalah 65 unit. Setiap 1000megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batu bara akan mengemisikan5,6 juta ton karbondioksida per tahun.

    2. Pembakaran kendaraan bermotor. Kendaraan yang mengkonsumsi bahan bakarsebanyak 7,8 liter per 100 km dan menempuh jarak 16 ribu km, maka setiap tahunnyaakan menghasilkan emisi sebanyak 3 ton karbondioksida ke udara. Dapat membayangkanberapa emisi karbondioksida yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat Indonesia yangsetiap hari mengendarai kendaraan bermotor, berapa ton karbondioksida yang akandihasilkan tiap hari dan berapa yang masuk ke atmosfer per hari atau per tahun.

    Selain karbondioksida, gas rumah kaca lainnya yang juga banyak dihasilkan oleh aktivitas

    manusia adalah methane (CH4). Metana merupakan insulator yang efektif, mampu menangkappanas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Emisi gas metana dapat berasaldari alam seperti lautan, lapisan es permanen, tanah-tanah yang gembur, selain dari alam juga berasal dari aktivitas manusia. Berdasarkan hasil penelitian, metana yang dihasilkan dariaktivitas manusia merupakan penyumbang terbesar terutama dari aktivitas pembakaran lahanuntuk membuka area baru, pembusukan sampah organik ditempat pembuangan sampahdan dari industri peternakan. Metana juga berdasarkan penelitian lebih berbahaya dari padaemisi CO2, karena bukan hanya menambah efek rumah kaca namun juga dapat merusakozon yang berdampak terhadap kesehatan manusia, bila gas metana meningkat tinggi dapatmengurangi kadar oksigen dalam atmosfer , sehingga dapat menyebabkan sesak nafas.

    Emisi lainnya adalah Nitrogen oksida yang merupakan gas insulator panas yang sangatkuat. Nitrogen oksida dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan dari lahanpertanian. Nitrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida.

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    15/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    15

    Peningkatan emisi GRK tersebut telah menyebabkan perubahan iklim terjadi dengancepat. Perubahan iklim global akan memberikan dampak yang sangat parah bagi Indonesiakarena posisi geografis yang terletak di ekuator, antara dua benua dan dua samudera,

    negara kepulauan dengan 81.000 km garis pantai dengan dua pertiga lautan. Ditambah lagidengan populasi penduduk nomor empat terbesar di dunia, mengalami degenerasi kearifanbudaya lokal yang selama ini memiliki kemampuan dalam mengelola sumberdaya alam yangberkelanjutan, pendidikan yang tidak memadai, keterampilan rendah, keterbelakangan ilmupengetahuan dan teknologi, kepedulian sosial yang menurun, kemiskinan dan kesulitanekonomi, kelemahan tata pemerintahan, korupsi, kurang kepemimpinan, serta perilakuburuk sebagian besar pengusaha dan institusi internasional. Kesemua hal tersebut turutmenjadi faktor meningkatnya GRK.

    2.3. Perubahan Iklim Lokal dan Global dan Dampaknya

    Perubahan iklim terjadi secara global namun dampak yang dirasakan bervariasi secaralokal dan global. Indikator utama perubahan iklim terdiri dari perubahan dan pola intensitasberbagai parameter iklim antara lain suhu, curah hujan, kelembaban, angin, tutupan awandan penguapan (evaporasi). Ditingkat global perubahan iklim yang dirasakan diseluruh duniaantara lain menyebabkan terjadinya:

    1. Perubahan dalam siklus hidrologi; kenaikan temperatur telah mempercepat siklushidrologi, atmosfer yang lebih hangat akan menyimpan lebih banyak uap air, sehinggamenjadi kurang stabil dan menghasilkan lebih banyak presipitasi, terutama dalam bentukhujan lebat. Panas yang lebih besar juga mempercepat proses evaporasi. Dampakdari perubahan-perubahan tersebut dalam siklus air adalah menurunnya kuantitas dan

    kualitas air bersih di dunia. Sementara itu, pola angin dan jejak badai juga akan berubah.Intensitas siklon tropis akan semakin meningkat (namun tidak berpengaruh terhadapfrekuensi siklon tropis), dengan kecepatan angin maksimum yang bertambah dan hujanyang semakin lebat.

    2. Meningkatnya Resiko Kesehatan; Perubahan iklim akan mengubah distribusi nyamuk-nyamuk malaria dan penyakit-penyakit menular lainnya, sehingga mempengaruhidistribusi musiman penyakit alergi akibat serbuk sari dan meningkatkan resiko penyakit-penyakit pada saat gelombang panas (heat waves).

    3. Kenaikan Muka Laut; Prediksi paling baik untuk kenaikan muka laut akibat perluasanlautan dan pencairan gletser pada akhir abad 21 (dibandingkan dengan keadaan pada1989-1999) adalah 28-58 cm. Hal ini akan menyebabkan memburuknya bencana banjirdi daerah pantai dan erosi. Kenaikan muka laut yang besar hingga satu meter pada 2100diperkirakan akan melebihi satu meter, apabila lapisan es terus mencair seiring dengankenaikan temperatur. Saat ini terdapat bukti yang menunjukkan bahwa lapisan es di Antartika dan Greenland perlahan berkurang dan berkontribusi terhadap kenaikan mukalaut. Sekitar 125.000 tahun yang lalu, ketika daerah kutub lebih hangat daripada saat iniselama periode waktu tertentu, pencairan es kutub telah menyebabkan muka laut naikmencapai 4-6 meter. Kenaikan muka laut memiliki kelembaban besar dan akan terusberlangsung selama berabad-abad. Lautan juga akan mengalami kenaikan temperaturyang berpengaruh terhadap kehidupan bawah laut. Selama empat dekade terakhir,

    sebagai contoh, plankton di Atlantik Utara telah bermigrasi ke arah kutub sebanyak 10o lintang. Selain itu juga, lautan mengalami proses pengasaman seiring dengan diserapnyalebih banyak karbondioksida. Hal ini akan menyebabkan batu karang, keong laut dan

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    16/76

    16

    spesies lainnya kehilangan kemampuan untuk membentuk cangkang atau kerangka.

    4. Menimpa yang paling rentan; Komunitas yang paling miskin akan menjadi yang palingrentan terhadap dampak dari perubahan iklim, sebab mereka akan sulit untuk melakukanusaha untuk mencegah dan mengatasi dampak dari perubahan iklim dengan kurangnyakemampuan. Beberapa komunitas yang paling rentan adalah buruh tani, suku-suku aslidan orang-orang yang tinggal di tepi pantai. Beberapa fakta saat ini menunjukkan bahwakekurangan pangan terjadi di negara-negara yang rentan terhadap perubahan iklim danmasih berkembang :

     » Setengah dari populasi dunia akan menghadapi kekurangan makanan yang seriusdalam abad ini. (University of Washington researchers, in Science, 2009)

    » Panen sudah dipersulit oleh kekeringan atau banjir di Rusia, Jerman, Kanada, Argentina, Australia, Ukraina, Pakistan, dan lain-lain.

    » Harga makanan naik 5% secara global pada bulan Agustus 2010. Di Mozambik,reaksi kerusuhan karena kenaikan harga roti menyebabkan 10 kematian dan 300luka-luka.

    » Harga makanan tinggi yang memicu kerusuhan mematikan di seluruh dunia padatahun 2008 adalah akibat kombinasi dari perubahan iklim dan meningkatnyapermintaan untuk makanan ternak dari populasi di India dan China. (UN World FoodProgram)

     » Jumlah orang yang masih menderita kelaparan melebihi 1 miliar untuk pertamakalinya pada tahun 2009.

     » Lebih dari 9 juta orang meninggal di seluruh dunia setiap tahunnya karena kelaparandan kekurangan makanan. Lima juta adalah anak-anak.

     » Menurut Badan Pangan Dunia (FAO) menyebutkan bahwa hampir 870 juta orangmenderita kekurangan gizi kronis pada 2010-2012, sebagain besar terjadi di AsiaSelatan, Asia Timur, dan Subsahara Afrika. Jumlah orang kelaparan di dunia jugamasih tinggi, dimana delapan orang dunia satu orang menderita kelaparan.

    5. Mempengaruhi kekayaan keanekaragaman hayati; musnahnya berbagai jeniskeanekaragaman hayati yang juga disebabkan oleh kejadian hujan badai yang meningkat

    frekuensi dan intensitasnya, angin topan, dan banjir; meningkatnya jumlah tanah keringyang potensial menjadi gurun karena kekeringan yang berkepanjangan; meningkatnyafrekuensi kebakaran hutan; daerah-daerah tertentu menjadi padat dan sesak karenaterjadi arus pengungsian. Beberapa fakta kehilangan keanekaragaman hayati antara lain :

     » Populasi penguin Antartika menurun lebih dari 80% sejak 1975 akibat hilangnya eslautan.

     » Kijang karibu Arktik mengalami penurunan tajam karena kelaparan akibat perubahaniklim saat pencairan awal dan pembekuan membuat tumbuhan makanannya tidakbisa dijangkau.

     » Mirip dengan tahun 2007 dan 2009, pada bulan September 2010, sepuluh ribu anjinglaut menuju pesisir yang merupakan perilaku tidak normal, akibat kurangnya es dilautan, tempat mereka biasanya beristirahat.

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    17/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    17

     » Burung yang bermigrasi nyaris mati akibat perjalanan yang tidak tepat waktumembuat mereka tidak mendapat persediaan makanan yang cukup saat merekatiba di tempat tujuan dan/atau tempat-tempat seperti lahan basah pun mengering

    sehingga tidak lagi menyediakan habitat bagi mereka.Ditingkat nasional, menurut Edvin, A dkk (2011), meskipun ketersediaan data parameter

    perubahan iklim dalam rentang waktu 30 tahun belum memadai di Indonesia, para ahli diIndonesia telah berupaya menjelaskan adanya perubahan iklim yang terjadi di Indonesiadengan empat indikator berikut:

    1. Perubahan suhu daratan, menggambarkan perubahan situasi lokal yang meliputisuhu maksimum, suhu minimum, dan suhu rata-rata baik harian maupun bulanan.Pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi perubahan suhuudara di beberapa tempat yang diamati antara lain di Padang, Jakarta, Cilacap, Biak,

    Jayapura mengalami kenaikan suhu minimum sementara di Sibolga, Manado, Ambon,Wamena dll mengalami penurunan. Khusus di Jakarta selama kurun waktu pengamatandari tahun 1956-2001, suhu udara rata-rata mengalami peningkatan sebesar 0.070C pertahun.

    2. Peningkatan curah hujan esktrim, perubahan iklim merupakan perubahan energi dansiklus air yang menyebabkan terjadinya pola curah hujan berubah ekstrim (melebihiambang batas statistik) yang disebabkan oleh fenomena cuaca seperti banjir, kekeringan,berkurangnya jumlah hari hujan, serta penambahan periode hari hujan secara berturut-turut.

    3. Maju mundurnya musim; di Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris, informasi

    yang paling penting bagi pertanian adalah informasi awal datangnya musim kemarau danmusim hujan. Pengamatan yang dilakukan oleh BMKG di beberapa wilayah Sumatera,Jawa dan Sulawesi Selatan selama 30 tahun (1971-2000) dan periode 2001-2010 telahterjadi pergeseran musim, misalkan awal musim kemarau di Jawa Barat mengalamipergeseran maju (lebih cepat datang) sekitar 20 hari dibanding 30 tahun lalu.

    4. Perubahan jumlah volume hujan; informasi akumulasi curah hujan harian, bulanan dantahunan menjadi catatan penting yang menunjukan potensi kapasitas sumber daya airtercurah, informasi ini penting untuk pengelolaan sumber daya air jangka panjang. Secaraglobal, hasil kajian IPCC (2007) menunjukkan bahwa sejak tahun 1850 tercatat adanya 12tahun terpanas berdasarkan data temperatur permukaan global. Sebelas dari dua belas

    tahun terpanas tersebut terjadi dalam waktu 12 tahun terakhir ini. Kenaikan temperaturtotal dari tahun 1850-1899 sampai dengan tahun 2001-2005 adalah 0,76Ëš. Permukaanair laut rata-rata global telah meningkat dengan laju rata-rata 1.8 mm per-tahun dalamrentang waktu antara lain antara tahun 1961-2003. Kenaikan total permukaan air laut yangberhasil dicatat pada abad ke-20 diperkirakan 0,17 m. Laporan IPCC juga menyatakanbahwa kegiatan manusia ikut berperan dalam pemanasan global sejak pertengahan abadke-20. Pemanasan global akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggipada abad ke-21 apabila tidak ada upaya menanggulanginya.

    Perubahan iklim yang tengah terjadi menyebabkan sejumlah dampak yang sulit dihindaribagi kehidupan manusia dan mahluk yang ada di bumi, termasuk yang dihadapi Indonesia,yang dikutip langsung dari berbagai sumber, antara lain :

    1. Dampak terhadap sektor pertanian, diprakirakan produktivitas pertanian di daerah tropis

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    18/76

    18

    akan mengalami penurunan bila terjadi kenaikan suhu rata-rata global antara 1-2o Csehingga meningkatkan risiko bencana kelaparan. Meningkatnya frekuensi kekeringandan banjir diperkirakan akan memberikan dampak negatif pada produksi lokal, terutama

    pada sektor penyediaan pangan di daerah subtropis dan tropis. Terjadinya perubahanmusim di mana musim kemarau menjadi lebih panjang sehingga menyebabkan gagalpanen, krisis air bersih dan kebakaran hutan. Terjadinya pergeseran musim dan perubahanpola hujan, akibatnya Indonesia harus mengimpor beras. Pada tahun 1991, Indonesiamengimpor sebesar 600 ribu ton beras dan tahun 1994 jumlah beras yang diimpor lebihdari satu juta ton (KLH, 1998).

    2. Dampak terhadap kenaikan muka air laut. Naiknya permukaan laut akan menggenangiwilayah pesisir sehingga akan menghancurkan tambak-tambak ikan dan udang di Jawa, Aceh, Kalimantan dan Sulawesi (UNDP, 2007). akibat pemanasan global pada tahun2050 akan mendegradasi 98 persen terumbu karang dan 50% biota laut. Gejala ini

    sebetulnya sudah terjadi di kawasan Delta Mahakam Kalimantan Timur, apabila suhu airlaut naik 1,50C setiap tahunnya sampai 2050 akan memusnahkan 98% terumbu karang.di Indonesia kita tak akan lagi menikmati lobster, cumi-cumi dan rajungan. Di Maluku,nelayan amat sulit memperkirakan waktu dan lokasi yang sesuai untuk menangkap ikankarena pola iklim yang berubah.Kenaikan temperatur menyebabkan es dan gletser diKutub Utara dan Selatan mencair. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pemuaian massaair laut dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini membawa banyak perubahan bagikehidupan di bawah laut, seperti pemutihan terumbu karang dan punahnya berbagai jenisikan. Sehingga akan menurunkan produksi tambak ikan dan udang serta mengancamkehidupan masyarakat pesisir pantai. Kenaikan muka air laut juga akan merusakekosistem hutan bakau, serta merubah sifat biofisik dan biokimia di zona pesisir.

    3. Dampak terhadap sumber daya air, di daerah subtropis dan daerah tropis yang kering,air akan berkurang sebanyak 10-30% sehingga daerah-daerah yang sekarang seringmengalami kekeringan akan semakin parah kondisinya. Perubahan pola curah hujan jugamenurunkan ketersediaan air untuk irigasi dan sumber air bersih. Di pulau Lombok danSumbawa antara tahun 1985 dan 2006, jumlah titik air menurun dari 580 menjadi hanya180 titik. Sementara itu, kepulauan ini juga mengalami ‘jeda musim’- kekeringan panjangselama musim penghujan – yang kini menjadi makin sering, menimbulkan gagal panen.Di seluruh negeri, kini makin banyak saja sungai yang makin dangkal seperti SungaiUlar (Sumatra Utara), Tondano (Sulawesi Utara), Citarum (Jawa Barat), Brantas (Jawa

     Timur), Ciliwung-Katulampa (Jawa Barat), Barito-Muara Teweh (Kalimantan Tengah),serta Larona-Warau (Sulawesi Selatan). Di wilayah pesisir, berkurangnya air tanah disertaikenaikan muka air laut juga telah memicu intrusi air laut ke daratan – mencemari sumber-sumber air untuk keperluan air bersih dan irigasi.

    4. Dampak terhadap kesehatan. Saat ini sudah mulai dirasakan bahwa beberapa penyakityang disebabkan oleh nyamuk frekuensinya semakin meningkat, seperti penyakit demamberdarah, malaria. Masyarakat yang memiliki tingkat adaptasi rendah semakin rentanterhadap diare, gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi penyakit-penyakit yangditularkan melalui berbagai serangga dan hewan. Faktor iklim berpengaruh terhadaprisiko penularan penyakit tular vektor seperti demam berdarah dengue (DBD) dan malaria.

    Semakin tinggi curah hujan, kasus DBD akan meningkat. suhu berhubungan negatifdengan kasus DBD, karena itu peningkatan suhu udara per minggu akan menurunkankasus DBD. Penderita alergi dan asma akan meningkat secara signifikan. Gelombangpanas yang melanda Eropa tahun 2005 meningkatkan angka “heat stroke” (serangan

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    19/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    19

    panas kuat) yang mematikan, infeksi salmonela, dan “hay fever” (demam akibat alergirumput kering).

    5. Dampak terhadap Ekosistem, kemungkinan punahnya 20-30% spesies tanaman danhewan bila terjadi kenaikan suhu rata-rata global sebesar 1,5-2,5oC. Meningkatnyatingkat keasaman laut karena bertambahnya Karbondioksida di atmosfer diperkirakanakan membawa dampak negatif pada organisme-organisme laut seperti terumbu karangserta spesies-spesies yang hidupnya bergantung pada organisme tersebut. Dampaklainnya yaitu hilangnya berbagai jenis flaura dan fauna khususnya di Indonesia yangmemiliki aneka ragam jenis seperti pemutihan karang seluas 30% atau sebanyak 90-95%karang mati di Kepulauan Seribu akibat naiknya suhu air laut. (Sumber: WWF Indonesia).

    6. Dampak terhadap sektor Lingkungan, Dampak perubahan iklim akan diperparah olehmasalah lingkungan, kependudukan, dan kemiskinan. Karena lingkungan rusak, alam

    akan lebih rapuh terhadap perubahan iklim. Dampak terhadap penataan ruang dapatterjadi antara lain apabila penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi,memicu terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana alam,berupa : banjir dan tanah longsor. Dengan kata lain daerah rawan bencana menjadiperhatian perencanaan dalam mengalokasikan pemanfaatan ruang.

    7. Dampak pada pemukim perkotaan, kenaikan muka air laut antara 8 hingga 30 centimeter juga akan berdampak parah pada kota-kota pesisir seperti Jakarta dan Surabaya yangakan makin rentan terhadap banjir dan limpasan badai. Masalah ini sudah menjadi makinparah di Jakarta karena bersamaan dengan kenaikan muka air laut, permukaan tanahturun: pendirian bangunan bertingkat dan meningkatnya pengurasan air tanah telah

    menyebabkan tanah turun. Namun Jakarta memang sudah secara rutin dilanda banjirbesar, pada awal Februari 2007 banjir di Jakarta menewaskan 57 orang dan memaksa422.300 meninggalkan rumah, yang 1.500 buah di antaranya rusak atau hanyut.Totalkerugian ditaksir sekitar 695 juta dolar.

    Suatu penelitian memperkirakan bahwa paduan kenaikan muka air laut setinggi 0,5meter dan turunnya tanah yang terus berlanjut dapat menyebabkan enam lokasi terendamsecara permanen dengan total populasi sekitar 270,000 jiwa, yakni: tiga di Jakarta (Kosambi,Penjaringan dan Cilincing), dan tiga di Bekasi (Muaragembong, Babelan dan Tarumajaya).Banyak wilayah lain juga akhir-akhir ini baru dilanda bencana banjir. Banjir besar di Aceh,misalnya, di penghujung tahun 2006 menewaskan 96 orang dan membuat mengungsi

    110,000 orang yang kehilangan sumber penghidupan dan harta benda mereka. Pada tahun2007 di Sinjai, Sulawesi Selatan banjir yang berlangsung berhari-hari telah merusak jalandan memutus jembatan, serta mengucilkan 200.000 penduduk. Selanjutnya masih padatahun itu,banjir dan longsor yang melanda Morowali, Sulawesi Utara memaksa 3.000 orangmengungsi ke tenda-tenda dan barak-barak darurat.

    2.4. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

    Pencegahan dan penanggulangan perubahan iklim global dan lokal harus diatasibersama-sama dan tidak ditunda-tunda. Ditingkat dunia setiap negara harus harusmemberi kontribusi dengan tindakan-tindakan yang dilakukan di dalam negerinya sendiri

    sesuai kemampuan masing-masing, negara maju harus membantu negara miskin. Bentukbantuan itu tidak saja berupa bantuan teknis dan ekonomi, namun dibutuhkan juga tekananpolitik yang positif untuk menanamkan pentingnya masalah ini dan mendapatkan komitmendari para pemimpin untuk bertindak. Apabila negara-negara maju mau memperlambat

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    20/76

    20

    laju pertumbuhan kemakmurannya dan memberikan kesempatan kepada negara yangmiskin untuk meningkatkan kemakmuran dengan cara yang bertanggungjawab terhadaplingkungannya, maka pada suatu saat akan tercapai suatu keseimbangan yang dapat

    berkontribusi menstabilkan iklim yang terjadi.Demikian juga ditingkat lokal, upaya-upaya yang bersifat skala rumah tangga, maupun

    skala nasional perlu terus dilakukan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya dampakperubahan iklim. Upaya-upaya tersebut dikenal dengan istilah adaptasi dan mitigasiperubahan iklim.

    2.3.1. Adaptasi Perubahan Iklim

    Beradaptasi terhadap perubahan iklim merupakan prioritas mendesak bagi seluruhmasyarakat dunia, termasuk Indonesia. Adaptasi dipahami sebagai suatu respon terhadapstimulus atau pengaruh iklim nyata atau perkiraan yang dapat meringankan dampak buruknya

    atau memanfaatkan peluang-peluangnya yang menguntungkan. Pada manusia, adaptasidapat bersifat antisipatif atau reaktif dan dapat dilaksanakan oleh berbagai sektor. MenurutUNFCCC (United Nation Framework for Climate Change Convention), adaptasi merupakanupaya menemukan dan menerapkan cara-cara penyesuaian terhadap perubahan iklim.UNFCCC sebagai salah satu lembaga internasional terus mencari upaya-upaya dan tindakanuntuk menanggapi dampak perubahan besar yang membawa dampak besar terhadapmasyarakat dunia dan sumber kehidupannya, serta menggalang dukungan untuk mengatasiperubahan iklim.

    Di Indonesia, ditingkat pemerintah upaya adaptasi sudah menjadi bagian dari rencanapembangunan jangka pendek, menengah dan panjang yang dikenal dengan pengarusutamaanadaptasi perubahan iklim, ditekankan bahwa adaptasi perubahan iklim bukan hanya menjaditanggungjawab Kementerian Lingkungan Hidup, namun menjadi tanggungjawab seluruhKementerian termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

    Ragam upaya adaptasi perubahan iklim disetiap sektor di Indonesia sekilas dapatdiuraikan sebagai berikut ;

    1. Adaptasi di sektor pertanian, pertanian paling rentan terhadap perubahan iklim, sehinggaadaptasi merupakan tindakan keharusan pada bidang pertanian, misalkan perubahan

    musim yang berubah harus diatasi antara lain menyesuaikan waktu tanam denganmusim hujan pertama, menanam varietas tanaman pangan yang tahan terhadap suhuekstrim, memperbaiki sistem irigasi yang lebih mampu menampung air agar pada musimkemarau panjang masih tersedia cadangan air. Beberapa petani telah menerapkansistem pertanian organik yang tidak membutuhkan banyak air dan juga pestisida. Upayapemerintah Indonesia antara lain mengembangkan Sekolah Lapang Iklim yang digagasatas kerjasama Asian Disaster Preparedness Center dan Institut Pertanian Bogor, DinasPertanian Indramayu, dan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) agar para petanimemiliki kemampuan dan pengetahuan untuk melakukan adaptasi terhadap perubahaniklim, dll.

    2. Adaptasi di daerah pesisir, pengaruh iklim terhadap wilayah pesisir sangat dirasakanoleh para nelayan, lebih seringnya musim angin besar dan pasang menghambat danmengurangi aktivitas para nelayan mencari ikan ke laut, beberapa upaya adaptasi yangdapat dilakukan untuk menunjang keberlangsungan hidup para nelayan antara lain dengan

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    21/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    21

    mengembangkan pertanian pesisir (aquacultur) mengembangkan tambak dan jenis ikanyang selama ini dapat berkembang biak di muara sungai ataupun mengkombinasikandengan sistem pertanian dan peternakan lain. Bagi masyarakat yang tinggal di pesisir

    upaya adaptasi yang dilakukan antara lain membuat perlidungan dengan membanguntanggul air laut, membuat bangunan yang lebih kokoh dan tahan terhadap hempasan airlaut, atau mundur yaitu memindahkan pemukiman menjauhi wilaya pantai. Bentuk-bentukadaptasi lainnya perlu dikembangkan lebih lanjut untuk mengatasi dampak terjadinyaperubahan iklim.

    3. Adaptasi dibidang kesehatan, Banyak tindakan adaptasi untuk kesehatan antara lainmeningkatkan kesadaran kesehatan kepada masyarakat agar lebih memperhatikankebersihan dan penyimpanan air, menghambat penyebaran penyakit dengan sistempengawasan pola-pola penyakit lebih ketat, misalkan pada waktu banjir, pengawasannyaantara lain adalah dengan memonitor penyakit kolera. Untuk jangka panjang, pengawasan

    meliputi memonitor distribusi penyakit-penyakit yang disebarkan oleh nyamuk sambilmemastikan rumah tangga mampu melindungi diri sendiri, antara lain, misalnya denganpenggunaan kelambu atau kelambu yang dicelupkan ke dalam larutan insektisida.

    4. Adaptasi pengelolaan bencana, ditujukan untuk mengurangi risiko dan melakukanpersiapan sebelum bencana itu terjadi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain bagiwilayah yang rentan banjir rob maka perlu membuat tanggul. Ditingkat pemerintah saat inisudah ada kebijakan dengan dikeluarkannya undang-undang baru tentang PengelolaanBencana Nasional (Pengurangan Risiko) yang akan mendorong masyarakat berinvetasibagi keselamatan diri masing-masing dengan mengurangi risiko kerusakan bencana.Pemerintah juga sudah membuat program dialog antar-pemerintahan dan antara umum-

    swasta, mengenai suatu Rencana Aksi Nasional untuk Mengurangi Risiko Bencana,bahkan ditingkat pemerintah lokal sudah mulai menginisiasi dengan menyiapkan Rencana Aksi Daerah untuk Mengurangi Risiko Bencana. Di sektor pendidikan, beberapa upayayang dilakukan adalah dengan mengintegrasikan tanggap bencana dalam kurikulum disekolah, terutama sudah dilakukan diwilayah-wilayah rawan bencana.

    Masih banyak upaya adaptasi yang sudah dan sedang dikembangkan untuk dilaksanakandi Indonesia, termasuk salah satunya adalah beberapa masyarakat adat di Indonesia yangselama ini memiliki pengetahuan yang arif (pengetahuan tradisional) dalam mengelolasumberdaya alamnya terus berupaya mempertahankan pengetahuan yang dapat menjadiupaya adaptasi perubahan iklim, misalkan masyarakat adat Baduy, Kasepuhan, Dayak yang

    masih tetap mempertahankan sistem bertanam padi tadah hujan dengan sistem sekali panen,dan mengikuti perubahan iklim yang terjadi dengan pengetahuan tradisional yang dimilikinya.

    2.3.2. Mitigasi Perubahan Iklim

    Mitigasi perubahan iklim didefinisikan sebagai upaya stabilisasi konsentrasi GRK dalamatmosfer pada tingkat yang akan mencegah campur tangan manusia (antropegenik) yangberbahaya terhadap sistem iklim, tingkat tersebut harus dicapai dalam kerangka waktu yangmemadai sehingga ekosistem dapat melakukan adaptasi secara alami terhadap perubahaniklim untuk memastikan bahwa produksi makanan tidak terancam dan pembangunanekonomi dapat berjalan secara berkelanjutan (Pasal 2 UNFCCC).

     Tindakan mitigasi harus dilakukan sesegara mungkin karena proses adaptasi alamiahlebih lambat dibanding proses perubahan iklim yang saat ini terjadi, demikian juga secaraanalisa ekonomi menurut pakar Inggris - Stern bahwa biaya untuk mencegah perubahan

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    22/76

    22

    iklim lebih murah dibanding biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi kerusakan akibatperubahan iklim.

    Menurut UNEP, terdapat empat strategi utama penerapan mitigasi:

    1. Eliminasi berarti menghindari penggunaan alat-alat penghasil emisi gas rumah kaca. Tindakan ini memberikan penghematan biaya yang terbesar dan dapat langsungdirasakan. Contoh: Mematikan lampu saat tidak digunakan; mematikan A/C saat tidakada orang didalam ruangan.

    2. Pengurangan dapat dilakukan dengan mengganti peralatan lama dan/ataumengoptimalkan struktur yang sudah ada. Tindakan mitigasi seperti ini sangat efektifdan dapat integrasikan ke dalam bisnis sehari-hari dengan usaha minimum. Contoh:Memasukkan efisiensi energi ke dalam pengambilan keputusan investasi dan dalampengelolaan usaha juga dalam kehidupan sehari-hari, Upaya mitigasi dengan efisiensi

    energi misalkan:

     » Merawat dan membersihkan AC secara teratur agar transfer panas lancar danmenghemat energi

     » Mengganti bohlam lampu pijar dengan lampu LED yang lebih hemat energi

     » Mematikan kipas angin dan AC saat meninggalkan ruangan

     » Memberikan insulasi pada kamar dan tetap menutup jendela ketika AC sedangdinyalakan.

    3. Subtitusi biasanya mempunyai implikasi biaya investasi yang tinggi. Namun demikian,potensi penurunan emisi melalui subtitusi sangatlah tinggi. Contoh: Penggunaan energiterbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik dan/atau pemanas. Beberapa yang dapatdilakukan antara lain :

    Energi Terbarukan Contoh Penerapan

    Energi matahari Alat pengumpul panas matahari yang dipasang di atap untuk memanaskan air (sistem panasmatahari)

    Energi angin Turbin berukuran kecil sebagai pembangkit listrik tenaga angin

    Energi air Roda air yang dipasang di sungai sebagai pembangkit listrik  

    Energi bio Pembakaran biogas dari limbah untuk memanaskan air

    Energi panas bumi Pembangkit listrik tenaga panas bumi

    4. Offsett adalah metode berbiaya rendah namun mempunyai manfaat yang cukup besar.Walaupun demikian, metode ini sulit dilaksanakan dalam skala kecil. Contoh: Reforestasiyaitu upaya menghutankan kembali lahan bukan hutan.

    Sementara itu dari UNFCCC menyebutkan beberapa upaya mitigasi dengan teknologi dan

    praktek yang tersedia saat ini antara lain:

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    23/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    23

    Pasokan energi Peningkatan pasokan dan distribusi energi, peral ihan bahan bakar batu bara ke gas, panas danlistrik dengan energi terbaharukan seperti dengan tenaga matahari, tenaga air, angin dan bioenergi.

     Transportasi Penggunaan dan pengembangan kendaraan lebih hemat bahan bakar, perubahan dari sistemtransportasi menggunakan jalan ke arah pemakaian rel, serta sistem transportasi masal.

     Transportasi tak bermotor (jalan kaki, sepeda),

    Bangunan Pembuatan bangunan yang hemat energi, efisiensi penggunaan energi listrik dimana siang haritidak perlu menggunakan listrik, pengembangan dan penggunaan bahan baku alat pemanas danpendingin yang efisien, serta sistem isolasi dalam rumah untuk empat musim yang hemat energi, dll.

    Industri Peralatan elektronik konsumen yang lebih efisien, pengendalian gas emisi, penerapan teknologiyang lebih efisien terhadap bahan bakar fosil dan rendah emisi

    Pertanian Peningkatan pengelolaan lahan pertanian dan peternakan, pengelolaan kotoran ternak untukmengurangi gas methane, pengembangan dan pengelolaan tanaman penghasil energi (biodisel),sistem pertanian yang rendah emisi methane salah satunya dengan sistem pertanian organik 

    Kehutanan Aforestasi (Aforestasi adalah penghutanan pada lahan yang selama 50 tahun atau lebih bukanmerupakan hutan), reforestasi (penghutanan pada lahan yang sejak tanggal 31 Desember 1989bukan merupakan hutan). dan penerapan sistem pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainableforest management), penggunaan produk hutan sebagai bahan bakar energi fosil,

    Limbah Pembuatan kompos dari limbah organik, pemulihan gas methane di tempat pembuangan akhir,daur ulang, minimalisasi limbah.

    Sementara ditingkat internasional upaya mitigasi yang saat ini juga menjadi salah satupilihan yang banyak menarik bagi banyak negara maju, yaitu mekanisme mitigasi yangdikenal dengan mekanisme REDD - Reducing Emission from Deforestation and Forest

    Degradation. Mekanisme REDD merupakan mekanisme internasional untuk memberikaninsentif yang bersifat positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi darideforestasi dan degradasi hutan. REDD merupakan salah satu kegiatan mitigasi perubahaniklim di sektor kehutanan, dan bersifat sukarela (voluntary) serta menghormati kedaulatannegara (sovereignty). Menurut data dari World Resource Institute (WRI, 2000) yang dikutipdalam Stern Report disebutkan bahwa deforestasi menyumbang sekitar 18% terhadapemisi gas rumah kaca global. Dari 18% kontribusi emisi tersebut, 75% di antaranya berasaldari deforestasi di negara berkembang. Sementara itu emisi dari deforestasi di negaraberkembang diperkirakan akan terus meningkat sebagai konsekuensi dari pertambahanpenduduk dan keperluan pembangunan lainnya, apabila tidak ada intervensi kebijakan

    yang memungkinkan negara berkembang mengurangi deforestasi dengan tetap menjaminkeberlanjutan pembangunan nasionalnya. Disisi lain juga perlu dicermati bahwa mekanismeREDD menurut Stern (2007) merupakan gagasan yang lebih murah dibandingkan denganupaya meng”hijaukan” industri yang boros bahan bakar fosil di negara-negara maju. Karenaitu, banyak pihak dari negara maju berlomba-lomba menginvestasikan sumber dayanyadalam mencari konsep final skema REDD.

    Manfaat REDD harus dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi tanggung jawab sebagai anggotakomunitas internasional dan dari sisi kewajiban seluruh komponen bangsa untukkepentingan nasional, terlepas ada tidaknya mekanisme internasional yang mendorong/ memaksa Indonesia untuk melakukannya. Berdasarkan data FAO (2005), di antara 8,22 juta

    ha pengurangan hutan per tahun di 10 negara berkembang, Indonesia menyumbang sebesar22,86% atau sekitar 1,87 juta ha/tahun. Dengan demikian meskipun secara internasional dibawah UNFCCC tidak berkewajiban menurunkan emisi, namun Indonesia telah merasakandampak negatif dari kerusakan hutannya baik dari sisi lingkungan (hilangnya keaneka-

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    24/76

    24

    ragaman hayati termasuk sumberdaya genetik, bencana lingkungan sejalan dengankerusakan hutan), sosial (rusaknyan sumberdaya dimana masyarakat menggantungkanhidupnya dari hutan).

    Skema-skema lain yang terkait dengan mitigasi tentunya masih banyak, namun yangterpenting adalah bagaimana tindakan mitigasi juga dapat dilakukan pada tingkat individu danrumah tangga terutama dimulai dari hal-hal kecil yang dapat dilakukan sejak dini, tindakantersebut antara lain:

    1. Hemat penggunaan listrik:

    » Gunakan lampu hemat energi

    » Pilih alat-alat elektronik yang kapasitasnya sesuai kebutuhan rumah tangga kita,misalnya Magic Com/Magic Jar sesuai kebutuhan sekeluarga sehari

     » Gunakan mesin cuci sesuai kapasitasnya, bila cucian sangat sedikit sebaiknyadikumpulkan dahulu hingga sesuai dengan kapasitas mesin cuci kita

     » Matikan alat-alat elektronik yang sedang tidak digunakan

     » Mengisi ulang batere handphone dan barang elektronik sesuai dengan waktu yangdibutuhkan, tidak ditinggal tidur

     » Upayakan rumah berventilasi baik sehingga tidak terlalu tergantung pada penggunaan Air Condition (AC)

     » Upayakan rumah mendapatkan cahaya matahari secara optimal sehingga pada

    siang hari tidak perlu menggunakan lampu.

    2. Hemat penggunaan kertas dan tinta

     » Untuk keperluan menulis konsep atau oretan sebaiknya menggunakan kertas bekas,misalnya bekas print yang sebaliknya masih kosong

    » Memanfaatkan kertas bekas untuk amplop

     » Batasi penggunaan produk disposable (sekali pakai misalnya: tissue, diaper/pamper,dsb)

     » Kertas-kertas bekas dikumpulkan dan diberikan kepada pemulung atau dimanfaatkanuntuk dijadikan produk daur ulang.

    3. Hemat penggunaan air dengan tip hemat air berikut:

    » Bila menggunakan shower atau washtafel, matikan kran pada saat anda bercukur,menggosok gigi dan kramas dengan cara ini anda dapat berhemat sampai denganlebih dari 6000 L air perminggu;

    » Kumpulkan air bekas mencuci sayur, gunakan air bekas ini untuk sekedar menyiramtanaman, merendam lap-lap kotor dll.;

    » Lakukan cuci mobil menggunakan air dalam ember dan lap, jangan gunakan kran air;

    » Periksa secara berkala dan ganti kran atau pipa air yang mulai bocor, anda dapatmenghemat hingga 9500 Liter air perbulan.

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    25/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    25

     » Hemat penggunaan bahan bakar, misalnya: lakukan perawatan yang baik padamesin kendaraan anda.

    4. Kurangi penggunaan plastik dan kemasa, dengan tips :

     » Bawa botol minum yang dapat diisi ulang ketika pergi

     » Bawa wadah makan dan bekal ke sekolah

    » Bawa kantong dari bahan atau plastik bekas untuk berbelanja.

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    26/76

    26

    BAB 3PERUBAHAN

    IKLIM DAN PENDIDIKAN

    DI INDONESIA 

    Pendidikan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam isu perubahan iklim, mengingatpendidikan memegang peranan strategis dalam mengatasi perubahan iklim dan dampak yangditimbulkannya baik yang terjadi saat ini dan masa datang. Pendidikan berperan penting dalam

    melakukan proses perubahan prilaku generasi sekarang dan mendatang dengan menanamkan nilai-nilai kehidupan yang berperan penting dalam isu perubahan iklim.

    Sejalan dengan tujuan pendidikan di Indonesia yang tertuang dalam Undang-undang No.

    20 tahun 2003, Pasal 3 bahwa ‘Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuandan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskankehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusiayang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”, maka

    peran pendidikan Indonesia baik melalui jalur formal, informal dan non formal salah satunya adalahmenciptakan bangsa yang bertanggungjawab, termasuk bertanggungjawab dalam mengelolalingkungan yang lebih baik bagi generasi sekarang dan mendatang. Topik perubahan iklim menjaditopik yang harus menjadi bagian dalam pelaksanaan pengajaran di sekolah tingkat dasar, menengah

    maupun perguruan tinggi, pengarusutamaan perubahan iklim dalam bidang pendidikan menjadikeharusan untuk melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

    3.1. Pendidikan dan Perubahan Iklim

    Kebijakan pendidikan dan kurikulum dibutuhkan untuk mempromosikan strategiperubahan iklim khususnya adaptasi dan mitigasi melalui peningkatan pengetahuan,pemahaman tentang penyebab dan dampak perubahan iklim yang terjadi. Pendidikanlingkungan maupun pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan menyediakan kerangkauntuk pelaksanaan pendidikan perubahan iklim.

    Pentingnya peran pendidikan dalam perubahan iklim juga tertuang dalam program

    UNFCCC, dimana Pasal 6 yang menyatakan bahwa pendidikan, peningkatan kesadaran danpemahaman tentang perubahan iklim, serta menciptakan solusi untuk memfasilitasi akses keinformasi tentang perubahan iklim adalah kunci untuk memenangkan dukungan masyarakatterkait kebijakan perubahan iklim. Dalam Protokol Kyoto Pasal 10 (e) menyerukan kepada

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    27/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    27

    pemerintah untuk mendidik, memberdayakan dan melibatkan semua pemangku kepentingandan kelompok-kelompok besar pada kebijakan yang terkait dengan perubahan iklim.

    Di beberapa negara pelaksanaan pendidikan perubahan iklim dilakukan baik ditingkatformal maupun non formal dan informal, bagi negara-negara yang merasakan akibat lebihparah atas terjadinya perubahan iklim telah menginisiasi upaya penyadaran masyarakatantara lain di Ekuador melalui video klip berjudul ‘Cambio Climatico’ telah mensosialisasikanperubahan iklim kepada masyarakat. Di Peru telah mengintegrasikan adaptasi perubahan iklimdalam kurikulum ditingkat sekolah TK, dasar dan menengah, program ini telah dilaksanakansejak tahun 2011 di sekolah-sekolah seluruh Peru. Demikian juga negara Honduras telahmenyusun modul perubahan iklim bagi para pendidik. Di Inggris dan negera-negara majulainnya pelaksanaan pendidikan perubahan iklim telah terintegrasi dalam kurikulum sekolah.

    Di Indonesia, mulai banyak dikembangkan pendidikan perubahan iklim baik di tingkat

    formal maupun non dan informal, terutama melalui pelatihan guru-guru serta mengintegrasikanperubahan iklim dalam kurikulum. Meskipun sebetulnya isu-isu terkait perubahan iklimbaik adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim sudah banyak diangkat dalam pendidikannon formal dan informal sejak tahun 1990an melalui program pendidikan lingkungan yangdikembangkan oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, misalkan saja sejaktahun 1996 beberapa LSM telah mengangkat isu perubahan iklim dalam program pendidikanlingkungan melalui radio, ataupun program pendidikan lingkungan yang dikembangkan disekolah-sekolah dampingan.

    Secara khusus beberapa instansi pemerintah maupun lembaga internasional danlembaga swadaya masyarakat mulai lebih khusus lagi mengembangkan materi maupun

    peningkatan kapasitas untuk para pendidik untuk topik perubahan iklim, antara lain, HansSeidel Foundation (HSF) melakukan upaya peningkatan kapasitas pendidik untuk memahamiperubahan iklim dan menerbitkan buku Panduan untuk Perubahan Iklim bagi tingkatanSMP secara tematik. Britisch Council telah menyusun dan menerapkan C4C (Climate forClassrooms) untuk membantu dan mendorong siswa dari tingkat SD hingga SMA/SMK untuklebih mudah mengerti tentang lingkungan dan perubahan iklim serta relevansi di kehidupanlokal maupun global, melalui materi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaranguru dan siswa tentang dampak lokal, kerentanan dan kesempatan aksi mitigasi, adaptasiserta tantangan yang terjadi di negara sendiri serta negara lain

    Demikian pula instansi pemerintah, pengarus utamaan pendidikan perubahan iklim sudah

    mulai banyak dilakukan terutama di sektor pendidikan non formal dan informal antara lainadanya Sekolah Lapang Iklim yang ditujukan untuk para petani untuk mengatasi perubahaniklim di sektor pertanian yang dikembangkan oleh Departemen Pertanian. Sementara ituBalai Metereologi dan Klimatogi (BMKG) juga telah meluncurkan panduan untuk adaptasi danmitigasi perubahan iklim yang kemudian dijadikan sebagai bahan untuk mengintegrasikanperubahan iklim dalam pendidikan formal. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telahmelakukan upaya-upaya mengintegrasikan perubahan iklim dalam kurikulum.

    Di tingkat pendidikan non formal, sudah banyak dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yangmendorong generasi muda dan masyarakat umum untuk lebih mengetahui dan peduli sertamengatasi dan mencegah terjadinya perubahan iklim, seperti kegiatan anak muda yang di

    inisiasi oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Yayasan Pembangunan Berkelanjutandengan program Climate Smart Leader, dan masih banyak yang lainnya.

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    28/76

    28

    3.2. Perubahan Iklim dalam Pendidikan Lingkungan dan Pendidikan untuk

    Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

     Adaptasi dan mitigasi menyangkut prilaku manusia, agar perubahan iklim dapat dihindaridimasa sekarang dan mendatang maka perubahan prilaku manusia harus menjadi modaldasar untuk tindakan adaptasi dan mitigasi. Di itingkat internasional telah menjadi perhatianbahwa pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan harus diiringi dengan sumberdaya manusiayang memiliki pola pikir kritis yang ditunjang oleh pengetahuan yang cukup serta prilaku yangbertanggungjawab, sehingga para pemimpin dunia yang berkumpul di Stockholm pada tahun1972 bersepakat bahwa kegiatan pendidikan sangat penting untuk menciptakan kesadarandan tanggungjawab masyarakat dalam mengelola dan melestarikan lingkungan, ini yangkemudian dikenal dengan Pendidikan Lingkungan. Pendidikan lingkungan kemudian dibahasdalam konferensi Internasional di Belgare tahun 1975 yang menyatakan bahwa pendidikanlingkungan ditujukan untuk mengembangkan penduduk dunia yang sadar dan memperhatikan

    lingkungan serta masalah-masalah lingkungan yang terkait, memiliki pengetahuan,ketrampilan, sikap, motivasi dan kepedulian untuk memecahkan masalah lingkungan yangada sekarang dan mencegah terjadinya masalah-masalah baru dimasa depan. Pendidikanlingkungan hidup (PLH) dikembangkan untuk mendorong lahir dan meningkatnya :

     » Kesadaran/Kepekaan, adalah satu proses dimana orang mulai terbangkitkanketertarikannya, keinginannya untuk mengetahui suatu hal, seperti lingkungan sekitarmereka, persoalan lingkungan, sosial dsb.

    » Pengetahuan, munculnya kesadaran ataupun kepekaan haruslah diiringi denganpengetahuan akan hal yang diminati tersebut sehingga dapat dipelajari dan dihayati.

    » Keahlian, ketika pengetahuan sudah dimiliki maka hal penting lainnya adalah bagaimanapengetahuan tersebut dapat diimplementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari, makadiperlukanlah keahlian-keahlian tertentu yang dapat membantu kita berkontribusi dalamsuatu aksi.

     » Sikap, tanpa perubahan dari dalam diri kita sendiri, pengetahuan dan keahlian yangtelah dimiliki tidak akan berarti banyak dan bermanfaat bagi pihak lain, maka dalam PLHperubahan sikap merupakan salah satu bagian terpenting yang harus dikembangkan.

     » Partisipasi, apabila hanya individu saja yang bergerak tidak akan banyak membantuperubahan yang kita inginkan, oleh karena itu PLH harus dapat mendorong munculnya

    partisipasi dan aksi langsung dari setiap individu secara bersama-sama.

    Dalam mengembangkan PLH kita juga perlu mempelajari dan mempertimbangkanprinsip-prinsip yang mendasari PLH, ada banyak prinsip dalam PLH, salah satu yang menarikadalah prinsip dasar dikatis PLH yang dikembangkan oleh Dr. Helmut Wittmann (German)yang meliputi:

    1. Bekerja Menyeluruh, yang dimaksud menyeluruh adalah mencakup semua dimensiyang berhubungan dengan penguasaan alam, baik dengan alat indera maupun dengankegiatan tangan. Banyak hal yang dapat dimengerti dengan pemikiran, sementara yanglainnya diperoleh dengan perabaan, penciuman atau pendengaran, dan yang lainnya

    dapat dilakukan dengan suatu kompromi.2. Diterpakan sesuai dengan situasi –kondisi-kesejarahan, sesuatu yang dapat dipelajari

    memerlukan situasi yang dapat menyentuh perasaan; dapat memahami kondisi tempat

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    29/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    29

    kita berada, dan dapat membantu unsur kesejarahan artinya hubungan keterkaitan masalampau dan masa sekarang serta masa yang akan datang.

    3. Menuntut tindakan, artinya belajar yang paling baik adalah proses belajar yang dapatmenentukan ‘boleh berbuat sendiri dan harus berbuat sendiri dibawah tanggungjawabsendiri”. Pendekatan partisipatif dan komunikatif antara guru dan murid, antara kelompoksasaran dan fasilitator, antara audiens dengan pembicara dll. Merupakan hal yang harusdilakukan. Keterlibatan aktif dan tindakan nyata yang bertanggungjawab, merupakanprinsip yang harus dikembangkan dalam PLH

     Tiga prinsip didaktis PLH tersebut apabila dikaitkan dengan pendidikan disekolah sebagaisalah satu pendidikan formal harus mencakup seluruh sekolah, bukan hanya untuk siswa,tapi juga guru, staf sekolah, lingkungan fisik-biofisik yang ada di sekolah serta lingkungansekitarnya menjadi bagian dalam PLH.

    Prinsip lainnya adalah bahwa PLH :

     » Merupakan proses pendidikan sepanjang hayat pada semua tingkatan pendidikan

    » Sebuah hubungan (interaksi) yang terjadi dan terbangun antara alam dan lingkungansosial.

    » Memerlukan pendekatan yang holistik dan pendekatan interdisplin dari setiap elemenuntuk belajar dari pengalaman-pengalaman selama ini khsususnya pengalamanberinteraksi langsung dengan alam dan pembangunan serta lingkungan sosial.

    » Komponen utamanya adalah manusia

     » Harus meliputi proses untuk membangkitkan kesadaran, pengetahun, keahlian,perubahan tingkah laku dan pola tindak, serta partisipasi aktif dari setiap individu maupunkelompok masyarakat

     » Didasari pengetahuan system ekologi dan sosial

    Konsep PLH serta prinsip yang dikembangkan PLH sejalan dengan tujuan utama mitigasidan adaptasi perubahan iklim, penerapan PLH yang memang sudah lama dilakukan diIndonesia secara formal di era tahun 1975 dan lebih aktif lagi dilaksanakan pada periode1990an.

    Di tingkat Internasional sejak tahun 1992, dimana Konferensi PBB untuk Lingkungan danPembangunan yang dikenal dengan The Earth Summit, dalam hasil kesepakatanya berupa Agenda 21, telah memberikan prioritas tinggi bagi peranan pendidikan dalam mencapai jenis pembangunan yang akan menghormati dan menjaga lingkungan alam. Pertemuanini berfokus pada proses orientasi dan re-orientasi pendidikan dalam rangka membantuperkembangan nilai-nilai dan tingkah laku yang bertanggung jawab bagi lingkungan, jugauntuk menggambarkan jalan dan cara melakukannya. Pada Pertemuan Tingkat TinggiJohannesburg pada tahun 2002 visi ini telah diperluas pada upaya meraih keadilan sosial danmemerangi kemiskinan sebagai prinsip-prinsip kunci dari pembangunan yang berkelanjutanyaitu: “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengesampingkan kemampuan generasi masadepan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”. Sidang PBB pada bilan Desember 2002

     juga telah menyatakan Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan untuk periode2005-2014, dengan menekankan bahwa pendidikan adalah unsur yang sangat diperlukanuntuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    30/76

    30

    Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan mengembangkan nilai-nilai antara lain :

    » Penghargaan atas martabat dan hak asasi manusia untuk semua orang di seluruh duniadan komitmen pada keadilan sosial dan ekonomi bagi semua;

    » Penghargaan atas hak asasi manusia dari generasi masa depan dan komitmen padapertanggungjawaban antar generasi;

    » Penghargaan dan kepedulian bagi komunitas kehidupan yang lebih luas dengan semuakeragamannya yang melibatkan perlindungan dan pemulihan pada ekosistem bumi;

    » Penghargaan atas keragaman budaya dan komitmen untuk membangun secara lokaldan global sebuah budaya toleransi, nirkekerasan dan perdamaian.

    Pendidikan adalah kesempatan terbaik mengenalkan dan menerapkan nilai dan perilakuyang dikandung pembangunan berkelanjutan. Saat ini sangat dibutuhkan pndidikan yang

    transformatif: pendidikan yang membantu menuju perubahan-perubahan fundamental yangdituntut oleh tantangan dari keberlanjutan. Pendidikan memungkinkan manusia sebagaiindividu dan komunitas untuk memahami diri sendiri dan orang lain, dan hubungan denganalam dan lingkungan sosial yang lebih luas. Pemahaman ini menjadi dasar yang kokoh untukmenghormati alam dan manusia yang menghuninya. Hal ini sejalan dengan upaya yangharus dilakukan dalam menghadapi perubahan iklim, dimana pembangunan berkelanjutandiharapkan dapat membangun kesadaran para pelajar dan masyarakat untuk membatasikerusakan pada atmosfir dan mencegah perubahan iklim yang berbahaya, serta pentingnyaperjanjian internasional bagi seluruh penduduk bumi.

    Kerangka pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dan pedagogi dapatmemberikan kerangka pendidikan yang mencakup lingkungan,sosial, ekonomi, etika dan isu-isu politik yang dikembangkan dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai yangmendasari pembangunan berkelanjutan;

     » Keseimbangan yang berkelanjutan dari aspek alam/lingkungan, masyarakat dan ekonomi;

     » Mempromosikan belajar seumur hidup;

     » berbasis lokal relevan dan sesuai dengan budaya;

     » didasarkan pada kebutuhan lokal, persepsi dan kondisi, namun mengakui bahwaMemenuhi

     » Kebutuhan lokal sering memiliki efek internasional dan konsekuensi;

     » Melibatkan pendidikan formal, non-formal dan informal;

     » Mengakomodasi sifat berkembang dari konsep keberlanjutan;

     » Membangun kapasitas masyarakat sipil dalam pengambilan keputusan, yang memilikitoleransi sosial,lingkungan

    » Interdisipliner.

    » Menggunakan berbagai teknik pedagogis yang mempromosikan pembelajaran partisipatif

    dan keterampilan berpikir.

    Baik pendidikan lingkungan hidup maupun pendidikan untuk pembangunan berkelanjutansebetulnya telah menyediakan kerangka bagi pendidikan perubahan iklim, yang dapat

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    31/76

    SUPLEMEN PEMBELAJARAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK GURU

    31

    mempromosikan pemahaman perubahan iklim secara sistemik dan multi-disiplin tentangpenyebab dan konsekuensinya, serta mengusulkan pendekatan pendekatan pembelajaranyang mendorong pemikiran kritis dan pemecahan masalah serta mendorong munculnya

    keterampilan, serta sikap dan pengetahuan yang memberdayakan individu dan masyarakatdan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan. Pendidikan perubahan iklim harusdapat membuat orang sadar akan dampak dari emisi gas rumah kaca, yang diakibatkandari pola konsumsi dan gaya hidup,serta mencari solusi alternatif untuk pemecahan masalahagar tetap terjadi keberlanjutan hidup bagi generasi sekarang dan mendatang. Pendidikanperubahan iklim pendidikan untuk adaptasi diharapkan dapat mempersiapkan peserta didikuntuk mengatasi risiko akibat perubahan iklim, karena perubahan iklim memiliki dampak yangsangat parah bagi kehidupan masyarakat dunia baik yang tinggal di pedesaan, perkotaan,pegunungan maupun pesisir, terutama terhadap anak-anak dan perempuan.

    Pendidikan untuk perubahan iklim juga harus mempersiapkan dan melindungi peserta

    didik, sistem pendidikan, dan infrastruktur pendidikan terhadap dampak dari perubahaniklim, misalkan saja kesiapan terhadap ancaman bencana akibat perubahan iklim antaralain hancurnya gedung sekolah, akibat bencana secara psikologis banyak anak-anak danmasyarakat yang mengalami guncangan, kesejahteraan terganggu, pendidikan iklim harusdapat menumbuhkan kesiapan terhadap bencana (tanggap bencana) mengajar peserta didikbagaimana bereaksi dalam situasi bencana.

    Pendidikan perubahan iklim harus dapat mendorong peran penting bagi peserta didikuntuk mengatasi pertumbuhan penduduk, kemiskinan, degradasi lingkungan, kekurangan air,konflik, krisis kesehatan global. Di tingkat formal, pendidikan perubahan iklim tidak terbataspada untuk mengajar komposisi atmosfer dan proses dari perspektif ilmu pengetahuan alam,

    namun lebih holistik dan lintas kurikulum dan disiplin ilmu.

    Pendidikan untuk mitigasi perubahan iklim yang bersifat global antara lain bertujuan untukmengubah pola tindak dari diri setiap individu yang dapat ditunjukan dengan perubahan plakonsumsi, termasuk pola konsumsi penggunaan bahan bakar. Sementara ketrampilan sangatdiperlukan dalam pendidikan adaptasi,

    Persiapan pendidikan perubahan iklim harus segera dilakukan, termasuk di Indonesiameskipun upaya-upaya telah mulai dilakukan, namun harus dilakukan tidak lagi sporadisdalam noktah-noktah yang sebarannya masih belum merata, tapi menyeluruh meliputiseluruh lapisan masyarakat dan seluruh wilayah di Indonesia.

  • 8/16/2019 Suplemen_Perubahan_Iklim

    32/76

    32

    BAB 4PEMBELAJARAN

    PERUBAHAN IKLIM

    DALAM KURIKULUM

    SEKOLAH

    Seperti diuraikan pada bab tiga, bahwa pendidikan memiliki p