suks uas
DESCRIPTION
hahhahahhTRANSCRIPT
Pertanyaan :
1. Tolong kaitkan dengan apa yang menjadi motivasi dari organisasi
pelayanan masyarakat mengadakan Usaha Kesejahteraan Sosial Menurut
Schdatman ( 1967) yang dikutip Mendoza ( 1981) menyatakan ada 3
Tujuan dari HSO Menyediakan Usaha Kesejahteraan Sosial ?
2. Seperti halnya Pendekatan lainnya Sistem Kesejahteraan Sosial Negara
tidaklah homogen dan statis tetapi beragam dan dinamis mengikuti
perkembangannya. Sedikitnya ada 4 Model Kesejahteraan Negara yang
sejak kini masih beroperasi ( Suharto: 2005:2006, Spike:1995, Stop Stens:
1997. Spring Andrson :1997). Anda jelaskan beserta Contohnya ?
3. Perkembangan ekonomi global memiliki implimintasi terhadap
Kesejahteraan Negara. Batas dan kekuasaan Negara bangsa semakin
memudar, memancarkan kepada lokalitas organisasi independem.
Masyarakat madani, badan badan supra nasional ( Seperti nafta atau uni
eropa ) dan perusahaan perusahaan multi nasional. Mishra (2000) dalam
buku globalization and walfare state mengatakan bahwa globalisasi telah
membatasi kapasitas negara bangsa dalam melakukan perlindungan sosial.
lembaga lembaga internasional seperti bank dunia dan dana moneter
internasional ( IMF ) menjual kebijakan ekonomi dan sosial ke negara
negara berkembang dan negara eropa timur agar memperkecil pengeluaran
pemerintah dalam memberikan pelayanan sosial yang selektif dan terbatas,
serta menyerahkan jaminan kepada pihak swasta.
Konsekuensi logis dari kecenderungan global dan menguatnya ideology
neoliberal ini adalah munculnya kritik terhadap kesejahteraan negara di
pandang tidak tepat lagi sebagai pembangunan negara berkembang
anggapan yang mengatakan bahwa kesejahteraan negara telah mati
( welfare state gone awaf and died )
Anda diminta untuk menjelaskan terhadap soal di atas dengan kerangka
berfikir yang jelas dan lengkap?
Jawaban
1. Setiap organisasi ingin sekali organisasi tersebut berkembang dan maju.
Untuk melaksanakan hal tersebut maka setiap organisasi memiliki tujuan
untuk mengembangkan organisasi tersebut. begitu juga organisasi
pelayanan masyarakat yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dalam meningkatkan kesejahteraan
masayarakat dapat dilakukan dengan menjalankan 3 tujuan HSO dalam
menyediakan kesejahteraan Masyarakat. Menurut Schdatman ( 1967) yang
dikutip Mendoza ( 1981) menyatakan ada 3 Tujuan dari HSO
Menyediakan Usaha Kesejahteraan Sosial adalah
Tujuan Kemanusian dan Keadialan Sosial ( Humanitarian And Social
Justice Goal )
Tujuan ini bersumber pada dari gagasan demokratis tentang keadilan
sosial dan berasal dari keyakinan bahwa setiap manusia mempunyai hak
untuk mengembangkan potensi diri yang mereka miliki. Meskipun sering
potensi “ Tertutup “ oleh adanya hambatan fisik, sosial, ekonomi ataupun
kejiwaan dan sebagianya. Berdasarkan tujuan ini, usaha kesejahteraan
sosial banyak diarahkan pada upaya pengidentifikasian kelompok yang
tidak mendapatkan perhatian, kelompok yang ditelantarkan, kelompok
yang kurang diuntungkan
Tujuan terkait dengan Pengendalian sosial ( Social Control Goal )
Tujuan ini berkembang berdasarkan pemahaman bahwa kelompok yang
tidak diuntungkan, kekurangan ataupun tidak terpenuhinya kebutuhan
hidupnya, akan dapat melakukan “ serangan “ ataupun menjadi “ ancaman
“ bagi kelompok yang sudah mapan. Misalnya perusahaan multi nasional
yang mengalokasikan sebagian kecil anggrannya untuk memberikan
bantuan keuangan pada masyarakat sekitar lokasi, agar mereka tidak
melakukan perusakan ataupun pemblokiran jalur tersebut
Tujuan yang terkait dengan pembangunan ekonomi ( Economic
Development Goal )
Tujuan pembangunan ekonomi memprioritaskan pada program program
yang dirancang untuk meningkatkan produksi barang dan jasa, serta
berbagai sumber daya yang dapat menunjang serta memberikan
sumbangan pada pembangunan ekonomi. Beberapa contoh usaha
kesejahteraan sosial yang searah dengan tujuan pembangunan ekonomi
adalah sebagai berikut :
a. Beberapa tipe usaha kesejahteraan sosial yang memberikan
sumbungan terhadap peningkatan produktivitas individu, kelompok
maupun masyarakat. Seperti usaha kesejahteraan sosial yang
memberikan pelayanan konseling dan pelatihan bagi mereka yang
masih mengganggu ataupun sedang bekerja,.
b. Usaha kesejahteraan sosial yang berupaya untuk mencegah atau
meminimalisir hambatan akibat adanya “ tanggungan “, disini bisa
saja ada keluarga berusia lanjut, anak kecil, anggota keluarga yang
mengalami kecacatan dan sebagainya. Usaha kesejahteraan sosial
yang dikembangkan dapat berupa tempat penitipan anak , panti
werdha, maupun pusat rehabilitasi dan sebagainya.
c. Usaha kesejahteraan untuk mencegah atau melawan pengaruh
buruk dari urbanisasi dan indutrialisasi terhadap kehidupan
keluarga dan masyarakat , serta membantu mengidentifikasikan
dan mengembangkan kepemimpinan lokal dalam komunitas .
Misalnya, program latihan kepemimpinan dan lain sebagainya.
2. 4 Model Kesejahteraan Negara
Model Universal
Pelayanan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh
penduduknya, baik kaya maupun miskin. Menunjuk pada negara yang
memiliki GDP tinggi dan pengeluaran sosial yang tinggi pula. Status ini
diduduki oleh negara-negara Skandinavia dan Eropa Barat yang
menerapkan model kesejahteraan negara universal dan korporasi. Swedia,
Denmark, dan Norwegia, misalnya, masing-masing memiliki GDP (PE)
sebesar US$26.625; US$ 25.150; dan US$24.924. Pengeluaran sosial (PS)
mereka juga ternyata sangat tinggi, yakni masing-masing sebesar 33,1%;
27,8%; dan 28,7% dari jumlah total pengeluaran pemerintahnya. Jerman
(PE US$23.536 – PS US$23,5%) dan Austria (PE US$20.391 – PS 24,5%)
juga termasuk kategori ini. contoh, kesejahteraan negara di Swedia sering
dijadikan rujukan sebagai model ideal yang memberikan pelayanan sosial
komprehensif kepada seluruh penduduknya. Kesejahteraan negara di
Swedia sering dipandang sebagai model yang paling berkembang dan
lebih maju daripada model di Inggris, AS dan Australia.
Model Korporasi atau Work Merit Welfare State
Seperti model pertama, jaminan sosial juga dilaksanakan secara
melembaga dan luas, namun kontribusi terhadap berbagai skema jaminan
sosial berasal dari tiga pihak, yakni pemerintah, dunia usaha dan pekerja
(buruh). Pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara diberikan
terutama kepada mereka yang bekerja atau mampu memberikan kontribusi
melalui skema asuransi sosial. Negara-negara yang termasuk kategori baik
hati memiliki PE yang relatif rendah. Namun, keadaan ini tidak
menghambat mereka dalam melakukan investasi sosial. Sehingga PS di
negara-negara ini relatif tinggi. Yunani dan Portugal memiliki GDP
sebesar US$6.505 dan US$6.085. Belanja sosial dua negara ini adalah
sebesar 20,9% dan 15,3%. Model yang dianut oleh Jerman, Yunani,
Portugal dan Austria ini sering disebut sebagai Model Bismarck, karena
idenya pertama kali dikembangkan oleh Otto von Bismarck dari Jerman
Model kesejahteraan negara di Jerman banyak disebut sebagai mengacu
pada ide ‘negara sosial’ (social state) atau ‘ekonomi pasar sosial’ (social
market economy) yang ditandai oleh tiga prinsip utama: pertama,
pembangunan ekonomi merupakan cara terbaik untuk mencapai
kesejahteraan. Pengeluaran publik untuk kesejahteraan harus kompatibel
dan berhubungan secara langsung dengan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi. Struktur pelayanan sosial harus merefleksikan prioritas ini.
Pelayanan yang diberikan harus berkaitan erat dengan posisi orang dalam
pasar kerja dan pendapatannya. Orang yang tidak memiliki catatan
pekerjaan umumnya tidak memperoleh jaminan sosial yang
melindunginya dari resiko-resiko tertentu.
Kedua, ekonomi Jerman dan sistem kesejahteraan negara dikembangkan
berdasarkan struktur korporasi. Prinsip ini dibangun oleh Bismarck
berdasarkan asosiasi-asosiasi gotong royong dan serikat- serikat kerja
yang kemudian menjadi landasan perlindungan sosial di kemudian hari.
Asuransi sosial yang mencakup tunjangan kesehatan, beberapa perawatan
sosial, dan sebagian besar pemeliharaan penghasilan dikelola oleh sebuah
sistem pendanaan mandiri atau swa-kelola (independent).
Ketiga, menekankan pada prinsip saling melengkapi dan saling
membantu. Pelayanan sosial harus didesentralisasi atau dikelola secara
mandiri dan bahwa intervensi negara harus terbatas, dalam arti hanya
menyentuh pelayanan sosial yang tidak dapat disediakan oleh lembaga
mandiri tersebut. Pekerja yang memiliki gaji tinggi tidak dijangkau oleh
sistem asuransi sosial, tetapi dibiarkan untuk mencari skema lain sesuai
kebutuhannya.
Model Raesidual
Model ini dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon yang meliputi AS,
Inggris, Australia dan Selandia Baru. Pelayanan sosial, khususnya
kebutuhan dasar, diberikan terutama kepada kelompok-kelompok yang
kurang beruntung (disadvantaged groups), seperti orang miskin,
penganggur, penyandang cacat dan orang lanjut usia yang tidak kaya. Ada
tiga elemen yang menandai model ini di Inggris: (a) jaminan standar
minimum, termasuk pendapatan minimum; (b) perlindungan sosial pada
saat munculnya resiko-resiko; dan (c) pemberian pelayanan sebaik
mungkin. Model ini mirip model universal yang memberikan pelayanan
sosial berdasarkan hak warga negara dan memiliki cakupan yang luas.
Namun, seperti yang dipraktekkan di Inggris, jumlah tanggungan dan
pelayanan relatif lebih kecil dan berjangka pendek daripada model
universal. Selain itu Negara ini memiliki PE yang tinggi. Namun, PS nya
relatif rendah. Sebagai contoh, AS dan Jepang termasuk kategori ini.
Secara berturutan, dua negara ini memiliki GDP sebesar US$21.449 dan
US$23.801. Prosentase PS negara-negara ini relatif kecil dan lebih rendah
daripada PS Yunani dan Portugal, meskipun dua negara ini memiliki GDP
yang lebih rendah. AS dan Jepang masing-masing memiliki PS
sebesar 14,6% dan 11,6%. Perlindungan sosial dan pelayanan sosial juga
diberikan secara ketat, temporer dan efisien. Kotak 3 memberi deskripsi
singkat mengenai model residual di AS.
AS sering disebut sebagai negara yang menganut rejim kesejahteraan
liberal, dalam arti mengacu pada prinsip individualisme, lassez-faire,
residualisme, dan pandangan kemiskinan kultural yang
cenderung‘blaming the victim’. Diperkenalkannya konsep ‘workfare’ atau
‘welfare-to-work program’ , dihapuskannya tunjangan sosial jangka
panjang, dan pelayanan sosial kategori ‘underclass’ adalah ciri model
ini. Sejak tahun 1935, AS menerapkan AFDC (Aids for Familieswith
Dependent Children) yang diberikan kepada keluarga tidak mampu, orang
tua tunggal (misalnya single mothers) yang memiliki anak-anak yang
masih tergantung. Jaminan sosial yang kini bernama TANF (Temporary
Assistance for Needy Families) ini mencakup antara lain tunjangan uang,
kartu perawatan kesehatan, tunjangan makanan khusus bagi bayi dan ibu-
ibu hamil, pelatihan vokasional, dan pelayanan keluarga berencana. Di AS
tidak ada sistem kesejahteraan yang seragam. Federalisme mengharuskan
banyak fungsi penting pemerintah di bidang bantuan sosial, perawatan
sosial, dan berbagai skema kesehatan dikelola oleh pemerintah negara-
negara bagian. Bahkan Minnesota dan Hawaii memiliki sistem kesehatan
negara bagian tersendiri. Dibandingkan dengan negara-negara maju
lainnya, pemerintah pusat di AS memiliki peranan yang relatif terbatas
dalam bidang kesejahteraan.Sesungguhnya, AS lebih tepat disebut sebagai
penganut model plural ketimbang liberal atau residual. Di beberapa
negara bagian, saat ini ada pergeseran dari model residual ke model yang
lebih universal. Misalnya, penyelenggaraan pendidikan negeri, asuransi
sosial, dan tunjangan veteran yang menyediakan perawatan kesehatan
bagi sekitar 40 juta orang. Selain itu, terdapat peranan sektor swasta
dan korporasi yang luas dalam penyediaan pelayanan sosial.
Model Minimal
Model ini umumnya diterapkan di gugus negara-negara (seperti Spanyol,
Italia, Chile, Brazil, Filipina, Srilanka, Indonesia). Kategori ini ditandai
oleh PE dan PS yang rendah. Indonesia, Kamboja, Laos dan Viet Nam
adalah contoh negara lemah. Mereka memiliki GDP di bawah US$5.000.
Anggaran negara untuk pembangunan sosial di negara-negara ini masih di
bawah 5% dari pengeluaran total pemerintahnya. Model ini ditandai oleh
pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial yang sangat kecil.
Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia belum terlaksana
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-ungang Dasar 1945, baik pada
masa Orde Baru maupun era reformasi saat ini. Penanganan masalah sosial
masih belum menyentuh persoalan mendasar. Program-program jaminan
sosial masih bersifat parsial dan karitatif serta belum didukung oleh
kebijakan sosial yang mengikat. Program penanganan sosial dianggap
sebagai program yang konsumtif, sehingga tidak heran di beberapa daerah
anggaran untuk pembangunan sosial relatif sangat kecil. Program
kesejahteraan dan jaminan sosial diberikan secara sporadis, parsial dan
minimal dan umumnya hanya diberikan kepada pegawai negeri, anggota
ABRI dan pegawai swasta yang mampu membayar premi. Di lihat dari
landasan konstitusional seperti UUD 1945, UU SJSN (Sistem Jaminan
Sosial Nasional), dan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sosial
yang masih kecil Sehingga jika dilihat dari model negara kesejahteraraan,
maka Indonesia masuk kategori model keempat yaitu model
minimal.Masalah utama kita sekarang adalah kebijakan ala negara
kesejahteraan yang diterapkan secara lokal di suatu daerah sangat
mencederai prinsip keadilan. Dengan adanya undang-undang otonomi
daerah, memberi kebebasan bagi daerah untuk menentukan kebijakan
sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing, sehingga dibeberapa
daerah seperti di Sumatera Selatan memperoleh pendidikan dan
pengobatan gratis, di Provinsi Papua diterapkan pengobatan gratis bagi
masyarakat asli Papua. Hal ini menyebabkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia semakin jauh, dan cita-cita menjadi negara kesejahteraan
juga semakin jauh.
3. Ada kaitan yang erat antara globalisasi dan neoliberalisme. Neoliberalisme
sebagai sebuah paham, dan globalisasi sebagai alatnya. Dalam
neoliberalisme bukan hanya mekanisme pasar yang harus dipakai untuk
mengatur ekonomi sebuah negara, tetapi juga untuk mengatur ekonomi
global. neoliberal juga menuntut kinerja pasar bebas sebagai cara untuk
memakmurkan individu, dan mensyaratkan pelimpahan otoritas regulatif
dari tangan negara ke tangan individu, dari social
welfare ke selfcare Selain itu Kebijakan pembangunan di negara
berkembang banyak dicampuri agar mengikuti kepentingan mereka, yang
dikaitkan dengan kebijakan hutang luar negeri. Ada dua skema yang
dilakukan untuk mempengaruhi kebijakan pembangunan di negara
berkembang, yakni melalui pemberian hutang dan yang lain melalui
pendanaan hibah lewat NGOs internasional yang bekerjasama dengan
NGOs nasional dan regional. Isu dan program pembangunan negara
berkembang disesuaikan dengan konseptualisasi mereka (Edward,
2004:15). Oleh sebab itu pikiran neoliberalis yang menguasai
perekonomian dunia dan yang tergabung dalam perusahaan atau korporasi
sejagad (Multi National Corporation dan Trans National Corporation)
mendanai dan sekaligus menentukan konsep pembangunan. Dalam realitas
seperti ini maka orang mengatakan bahwa pembangunan adalah sebuah
bentuk eksploitasi milik publik ke dominasi individu atau kelompok
tentang hasil pembangunan. Hal yang sama juga bisa dikatakan bahwa
pembangunan itu adalah dominasi Barat atas negara-negara berkembang
yang semula adalah daerah koloni mereka. Kalau dulu koloni adalah
tempat pengambilan bahan baku, hasil perkebunan dan berbagai tambang
untuk perdagangan internasional, kini keberadaan yang dahulu adalah
koloni, negara itu secara yuridis adalah negara merdeka, akan tetapi pada
umumnya mereka secara sosiologis tidak merdeka karena kekayaan dan
pasarnya sudah dimiliki oleh negara yang mendanai pembangunan negara
tersebut. Kebanyakan konsep pembangunan yang berlangsung di negara
berkembang adalah berasal dari konseptualisasi pendonor pembangunan.
Para pemikir generasi kedua tentang teori ketergantungan mengatakan
bahwa pembangunan tidak akan membebaskan negara berkembang dari
ketergantungan mereka terhadap negara maju. Industrialisasi negara
berkembang hanya diraih oleh sebagian kecil negara, itu pun tidak muncul
dari pembangunan negara berkembang akan tetapi itu berasal dari negara
maju. Ini semua adalah maksud dari perusahaan di negara maju untuk
mendapat perlindungan pasar di negara berkembang dengan cara
mendapatkan buruh murah atau negara maju akan mengekspor teknologi
industri padat modal ke negara berkembang, yang sedikit menciptakan
tenaga kerja yang semuanya itu dilakukan oleh orang asing (Rapley,
2007:27). Di negara berkembang termasuk Indonesia, pembangunan
adalah sebagai sebuah cara, sedang kesejahteraan adalah sebagai tujuan,
faktanya telah terbelenggu atau terpasung oleh konstruksi kepentingan
yang dibangun oleh negara maju. Siapa pun aktornya dalam masyarakat
sipil, negara, bisnis dan organisasi sosial tidakberdaya (powerless)
membangun kreativitas dalam perspektif pemikirannya sendiri. Ini adalah
tantangan besar bagi Indosesia sebagai negara berkembang untuk
mendapatkan kebebasan mengkonstruksikan sendiri kesejahteraan macam
apa yang dipahami oleh masyarakat dan apa yang dibutuhkan, selanjutnya
cara macam apa yang seharusnya dilakukan oleh para pihak untuk
membangun bangsa sesuai dengan keinginan sendiri. hal tersebut yang
kesejahteraan negara di pandang tidak tepat lagi sebagai pembangunan
negara berkembang anggapan yang mengatakan bahwa kesejahteraan
negara telah mati
Daftar Pustaka
Repley, John (2007), Understanding Development, Theory and Practice in The
Third World, United Press of America, Colorado.
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat : Kajian Strategi Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial. Bandung : Refika Aditam
Suharto, Edi. 2006. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta
Suharto, Edi. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia. Bandung : Alfabeta
SISTEM USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL
(Untuk memenuhi tugas UTS )
Oleh :
Miftahol Arifin
110910301022
ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2015