studi kasus manajemen

4
STUDI KASUS 1. Apoteker A menjadi penanggungjawab apotek B yang sekaligus sebagai PSA. Suatu saat ia mendapatkan tawaran untuk menjadi penanggungjawab PBF C dan ia menerima tawaran tersebut. Tanpa melepas status sebagai APA, ia menjadi penanggungjawab PBF C. Untuk mencapai target yang telah ditetapkan perusahaan (PBF C), apoteker A melakukan kerjasama dengan apotek miliknya untuk mendistribusikan obat ke klinik dan balai pengobatan atau rumah sakit-rumah sakit. Apotek akan mendapatkan fee dari kerjasama ini sebesar 2% faktur penjualan. Semua administrasi dapat ia kendalikan dan lengkap (surat pesanan, faktur pengiriman, faktur pajak, tanda terima, surat pesanan klinik dan balai pengobatan atau rumah sakit ke apotek, pengiriman dari apotek ke sarana tersebut dll). Semua disiapkan dengan rapi sehingga setiap ada pemeriksaan Badan POM tidak terlihat adanya penyimpangan secara administrasi. Pelanggaran apa yang dilakukan apoteker tersebut? Dasarnya apa? Solusinya gimana? 2. Self dispensing (pemberian obat sendiri) oleh dokter terjadi berawal dari tidak transparannya harga obat dan minimnya informasi soal obat yang dapat memberikan peluang yang bisa dimanfaatkan perusahaan obat untuk dapat bekerjasama dengan dokter. Self dispensing bertentangan dengan UU RI No 23 tentang Kesehatan tahun 1992 Pasal 1 ayat (13) dan UU RI No 29 tentang Praktek Kedokteran tahun 2004 Pasal 35 ayat (1) huruf (j). Namun dalam kenyataannya banyak dokter yang melakukan dispensing. Nah, yang menjadi pertanyaan, menurut saudara dapatkah dibenarkan prilaku dokter dan perusahaan obat? Bagaimana peran apoteker dalam hal ini? Kaitkanlah dengan fungsi dan tugas apoteker terkait dengan PP 51 tentang Praktek Profesi Apoteker.

Upload: fitry-adx

Post on 07-Aug-2015

240 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Kasus Manajemen

STUDI KASUS

1. Apoteker A menjadi penanggungjawab apotek B yang sekaligus sebagai PSA. Suatu saat ia mendapatkan tawaran untuk menjadi penanggungjawab PBF C dan ia menerima tawaran tersebut. Tanpa melepas status sebagai APA, ia menjadi penanggungjawab PBF C. Untuk mencapai target yang telah ditetapkan perusahaan (PBF C), apoteker A melakukan kerjasama dengan apotek miliknya untuk mendistribusikan obat ke klinik dan balai pengobatan atau rumah sakit-rumah sakit. Apotek akan mendapatkan fee dari kerjasama ini sebesar 2% faktur penjualan. Semua administrasi dapat ia kendalikan dan lengkap (surat pesanan, faktur pengiriman, faktur pajak, tanda terima, surat pesanan klinik dan balai pengobatan atau rumah sakit ke apotek, pengiriman dari apotek ke sarana tersebut dll). Semua disiapkan dengan rapi sehingga setiap ada pemeriksaan Badan POM tidak terlihat adanya penyimpangan secara administrasi. Pelanggaran apa yang dilakukan apoteker tersebut? Dasarnya apa? Solusinya gimana?

2. Self dispensing (pemberian obat sendiri) oleh dokter terjadi berawal dari tidak transparannya harga obat dan minimnya informasi soal obat yang dapat memberikan peluang yang bisa dimanfaatkan perusahaan obat untuk dapat bekerjasama dengan dokter. Self dispensing bertentangan dengan UU RI No 23 tentang Kesehatan tahun 1992 Pasal 1 ayat (13) dan UU RI No 29 tentang Praktek Kedokteran tahun 2004 Pasal 35 ayat (1) huruf (j). Namun dalam kenyataannya banyak dokter yang melakukan dispensing. Nah, yang menjadi pertanyaan, menurut saudara dapatkah dibenarkan prilaku dokter dan perusahaan obat? Bagaimana peran apoteker dalam hal ini? Kaitkanlah dengan fungsi dan tugas apoteker terkait dengan PP 51 tentang Praktek Profesi Apoteker.

3. Apotek AF baru berdiri selama 3 tahun, PSAnya adalah seorang dokter. Besar modal yang diberikan PSA untuk apotek tersebut sebesar 250 juta. Apotek tersebut memiliki karyawan sebanyak 5 orang, yaitu 1 orang apoteker pengelola, 2 orang Tenaga Teknis Kefarmasian, 1 orang administrasi dan 1 orang pembantu umum. APAnya hanya datang ke apotek seminggu 2 kali, pekerjaan managerial lebih banyak dihandle oleh TTK. Banyak resep yang datang, harus ditolak karena obat tidak lengkap.Pendapatan dan pengeluaran apotek tahun ini adalah meliputi :Penjualan tunai : 420.545.000Penjualan kredit : 217.870.500Pembelian obat : 328.321.500Persediaan awal : 140.657.000Persediaan akhir : 122.365.000Gaji : 112.650.000

Page 2: Studi Kasus Manajemen

Kesejahteraan karyawan : 21.000.000Sewa gedung : 10.000.000Asuransi : 7.252.000Pemeliharaan gedung : 6.918.500Biaya penyusutan : 5.112.500Telepon,air, listrik : 4.743.000Cicilan ke bank beserta bunga : 4.250.000 per bulanPajak : 2.876.000Laba bersih tahun lalu: 20.350.000Analisis kondisi yang dialami apotek tersebut dari sisi manajerial, pengelolaan SDM, keuangandan berikan saran untuk mengatasi permasalan yang terjadi.Kisi-kisi :a. Hitung nilai ITOR untuk mengetahui perputaran barang, lihat kondisi apotek yang

banyakmenolak resep.b. Hitung laba bersih yang diperoleh tahun ini dan bandingkan dengan tahun lalu .c. Bagaimana kondisi keuangan apotek dengan melihat persen laba bersih, ROI. (ROI =

28,1 % )d. Bagaimana pengelolaan SDM sehingga tugas-tugas di apotek berjalan lancar,

pertimbangkan penambahan karyawan

4. Apoteker AN bekerja sebagai medical representativ (Medrep) disalah satu Industri Farmasi PMA. Sebagai salah satu cara untuk menarik perhatian dokter dalam mempromosikan produk obatnya, maka Apoteker AN bersedia menanggung biaya dan memfasilitasi dokter tersebut untuk mengikuti simposium ilmiah di luar negeri, yang sudah disetujui juga oleh industri tempat Apoteker tersebut bekerja. Kemukakan pendapat saudara mengenai sikap dan perilaku Apoteker AN.

5. Pemerintah telah menetapkan harga jual obat adalah 1- 3 kali harga obat generiknya. Seorang apoteker yang menjabat sebagai Manajer Produksi di suatu industri farmasi mendapati bahwa harga bahan baku glibenclamide naik sehingga setelah diproduksi menjadi tablet glibenclamide juga harga tinggi.  Bila mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah, pabrik mengalami kerugian. Diketahui bahwa pabrik farmasi yang memproduksi glibenclamide tablet hanya oleh beberapa pabrik farmasi. Tindakan apa yang sebaiknya dilakukan oleh apoteker?

6. Apoteker S berpraktek di apotek miliknya. Suatu saat ada pasien anak kecil kejang yang diantar oleh orang tuanya ke rumah sakit, namun belum sampai rumah sakit anak tersebut

Page 3: Studi Kasus Manajemen

kejang yang tiada tara sehingga orang tuanya (dalam perjalanan ke rumah sakit) memutuskan berhenti di apotek untuk minta tolong pengobatan darurat di apotek tersebut. Dokter praktek sudah tidak ada dan apoteker S harus mengambil keputusan menolong pasien atau menolaknya. Dengan pertimbangan keilmuannya, apoteker S memberikan valisanbe rectal ke dubur anak kecil itu sehingga kejangnya mereda. Pasien dapat diselamatkan dan segera dikirim ke rumah sakit terdekat. Kemukakan pendapat saudara terkait tindakan yang dilakukan oleh Apoteker S tersebut?

7. Karena suatu kondisi (stok kosong) obat X, yang diminta dalam resep tidak dapat dilayani. Setelah di cek ternyata IFRS mempunyai obat Y yang kandungannya sama dari pabrik lain. Harga obat pengganti memang lebih mahal, tetapi dengan pertimbangan agar pasien segera dapat dilayani, tidak ada pasien yang membeli obat di luar RS dan efisiensi perputaran stok di IFRS, Apoteker segera memberikan obat Y tersebut. Setelah menerima obatnya, pasien yang bersangkutan minta dibuatkan kopi resep, namun Apoteker keberatan karena resep sudah ditebus semua. Namun karena pasien terus mendesak akhirnya Apoteker membuatkan kopi resep dan menuliskan obat Y, sesuai obat yang diterima pasien pada kopi resep tersebut. Bagaimana menurut pendapat saudara? Jelaskan.