studi analisis peran lembaga hisbah pada masa...
TRANSCRIPT
STUDI ANALISIS PERAN LEMBAGA HISBAH PADA MASA
PEMERINTAHAN KHALIFAH UMAR IBN KHATTAB
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh : AHMAD FITRI NIM 042311163
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2009/2010
ii
NOTA PEMBIMBING Lamp. : 4 (empat) eksemplar Hal : Naskah Skripsi a.n. Sdr. Ahmad Fitri
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya,
bersama ini saya kirim naskah skripsi saudari : Nama : Ahmad Fitri NIM : 042311163 Judul Skripsi : STUDI ANALISIS PERAN LEMBAGA HISBAH
PADA MASA PEMERINTAHAN KHALIFAH UMAR IBN KHATTAB
Selanjutnya saya mohon agar skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqasyahkan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Semarang, 14 Desember 2009
Pembimbing I Pembimbing II
Abdul Ghofur, M.Ag. Rahman el-Junusi, S.E., M.M. NIP. 150 279723 NIP. 150 301 637
Abdul Ghofur, M.Ag. Perum Kaliwungu Indah RT 05 RW X No. 19 Kaliwungu Kendal
Rahman el-Junusi, S.E., M.M. Nusa Indah III No. 106 Ngaliyan Semarang
iii
DEPARTEMEN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
FAKULTAS SYARI’AH Jl. Prof. Dr. Hamka KM 02 Ngaliyan Telp. (024) 7601291 Semarang 50185
PENGESAHAN Atas Nama : Ahmad Fitri NIM : 2104163 / 042311163 Jurusan : Muamalah Judul Skripsi : STUDI ANALISIS PERAN LEMBAGA HISBAH
PADA MASA PEMERINTAHAN KHALIFAH UMAR IBN KHATTAB
Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang pada tanggal :
31 Desember 2009
Dan dapat diterima sebagai kelengkapan Ujian Akhir dalam rangka menyelesaikan Studi Program Sarjana Strata 1 (S.1) tahun akademik 2009/2010 guna memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Syari’ah.
Semarang, Desember 2009
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
Nur Fatoni, M.Ag. H. Abdul Ghofur, M.Ag. NIP. 19730811 200003 1 004 NIP. 19670117 199703 1 001
Penguji I, Penguji II,
Drs. Sahidin, M.Si. Muchamad Fauzi, SE., MM. NIP. 19670321 199403 1 002 NIP. 19730217 200604 1 001
Pembimbing I, Pembimbing II, H. Abdul Ghofur, M.Ag. Rahman El Junusi, SE., MM. NIP. 19670117 199703 1 001 NIP. 19691118 200003 1 001
iv
ABSTRAK
Dalam ilmu ekonomi terdapat beberapa system perekonomian, yaitu: kapitalisme, Sosialisme, campuran atau welfare state, dan system ekonomi Islam. Salah satu point penting yang menjadi sorotan perdebatan dalam tatanan perekonomian adalah antara kebebasan dalam ekonomi yang tercermin dalam mekanisme pasar yang bebas dan peran pemerintah dalam perekonomian yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengawasi mekanisme pasar. Urgensi peran pemerintah dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang teratur dan tertib telah mendapat pengakuan dari semua kalangan. Namun proporsionalitas wewenang pemerintah dalam mekanisme pasar lah yang kemudian menjadi debatable. Implementasi peran pemerintah dalam perekonomian secara aktual juga perlu adanya suatu mekanisme yang tepat agar perannya tidak bertentangan dengan tujuan mewujudkan keteraturan dalam perekonomian. Dalam khazanah ekonomi Islam, peran penting pemerintah tersebut sangat diperhatikan, dengan adanya perintah untuk membentuk suatu wadah (yang memilki otoritas/kekuasaan) sebagai implementasi amar ma’ruf nahi munkar dalam menjalankan roda perekonomian agar tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Wadah tersebut adalah dalam suatu bentuk lembaga hisbah. Dalam perjalanan sejarah Islam, tatanan lembaga hisbah pertama kali diletakkan oleh khalifah Umar Ibn Khattab.
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah peran lembaga hisbah pada masa khalifah Umar Ibn Khattab. Kajian yang ada disini merupakan kajian literal yang menelusuri sumber-sumber yang menampakkan adanya pelaksanaan peran hisbah pada masa tersebut dengan menggunakan pendekatan historis dan sosiologis. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif.
Lembaga hisbah dijalankan untuk memastikan bahwa transaksi-transaksi yang ada di pasar tidak menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Lembaga hisbah memiliki wewenang untuk memperingatkan, dan memberikan sanksi administratif terhadap pelaku ekonomi yang melakukan praktek-praktek yang di dapat. Pada masa khalifah Umar Ibn Khattab, peran pengawasan terhadap pasar dilakukan dengan melakukan inspeksi-inspeksi ke dalam pasar. Mengawasi praktek-praktek yang dapat menyebabkan distorsi pasar, dan juga memberikan sanksi terhadap pelaku pasar yang menyimpang dan membuat kekacauan kondisi pasar. Pengawasan-pengawasan yang dilakukan untuk memastikan berjalannya ketentuan-ketentuan antara lain: 1. Kebebasan masuk dan keluar pasar, 2. Mengatur promosi dan propaganda, 3. Larangan penimbunan barang, 4. Mengatur perantara perdagangan, 5. Pengawasan terhadap harga.
v
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab penulis
menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang
pernah ditulis oleh penulis lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-
pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat
dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, Desember 2009
Deklarator,
(AHMAD FITRI)
vi
MOTTO
لوكتن مكنم ةمأ يدنوع ىلإ ريخلا وأيمنور فورعملاب وينهنو نع ركنملا ئلوأوك هم نوحلفملا
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung”
(Q.S. Ali Imran: 104)
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”
(UUD 1945 Pasal 33 ayat 3)
vii
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati dan kebahagiaan di hati, saya
hadiahkan karya ini kepada orang-orang yang telah memberikan
sesuatu yang mengisi perjalanan hidup ini.
Para asatidz yang telah membimbing saya dalam menelaah ilmu dari
jenjang paling bawah hingga saat ini, yang insyaallah tidak akan
terputus manfaatnya.
Untuk Ayah dan Ibu tercinta. Terimakasih untuk semangat dan kasih
sayang yang telah memberikan inspirasi untuk mewujudkan mimpi
saya. Segenap saudaraku tercinta yang selalu memberikan dorongan dan
teladan yang sangat mengarahkan perjalanan saya, hingga sampai pada
garis ini.
Segenap teman-teman yang berada di bawah naungan sang hijau hitam,
segenap teman-teman angkatan 2004 IAIN Walisongo, semoga tali
silaturrahmi kita akan terjalin dan memberikan manfaat di dunia dan
akhirat. Amin.
There are Two Ways of Spreading Light, to be the candle or the mirror that reflects it....
viii
KATA PENGANTAR
Bismillah, Alhamdulillah, segala puji ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat, Taufiq, dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga bisa
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang merupakan sang
revolusioner sejati untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Dengan rasa syukur yang dalam penulis akhirnya bisa menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Studi Analisis Peran Lembaga Hisbah dalam
Pengawasan terhadap Pasar pada Masa Pemerintahan Khalifah Umar
Ibn Khattab” sebagai suatu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum
Islam di Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo
Semarang.
Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik
moral maupun material, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih yang paling dalam kepada :
1. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA. Selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang
2. Drs. H. Muhyiddin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang.
3. H. Abdul Ghofur, M.Ag. selaku pembimbing I dan Rahman El-Junusi,
S.E., M.M. selaku pembimbing II, terima kasih atas arahan, bimbingan,
dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis hingga selesainya skripsi
ini.
ix
4. Segenap dosen yang tekun membimbing dan mengajar penulis selama
belajar di bangku perkuliahan.
5. Bapak dan ibunda tercinta, terima kasih atas kasih sayang yang telah
kalian curahkan untuk saya, yang tidak pernah terhenti sepanjang masa.
Dan untuk saudara-saudaraku yang selalu membimbing dan memberikan
kelapangan baik secara materiil, dan terlebih secara moril. Baitii Jannatii,
My home is my heaven.
6. Semua teman-teman kader HMI, khususnya Korkom Walisongo
Semarang, yang orang-orangnya aneh-aneh, unik-unik, tapi pinter-pinter.
Terima kasih kalian telah menemani kesendirian saya selama ini. Semoga
sang hijau hitam tetap berkibar dengan gagahnya di rumah Indonesia kita.
7. Warga desa Kramat Kec. Kranggan-Temanggung dan seluruh teman
posko di desa yang sangat berkesan itu. Terima kasih telah menjadi bagian
yang bearti dalam perjalanan jihad saya untuk menuntut ilmu.
Semoga kebaikan dan keikhlasan yang telah mereka curahkan bisa
menjadi amal saleh dan mendapat imbalan yang ahsan dari Allah SWT.Amin.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin demi kesempurnaan
penulisan skripsi ini yang penuh kesadaran atas kekurangan dan keterbatasan
yang ada pada diri penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini.
Semarang, Desember 2009 Penulis,
Ahmad Fitri
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii
HALAMAN ABSTRAKSI ......................................................................... iv
HALAMAN DEKLARASI......................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vii
KATA PENGANTAR................................................................................. viii
DAFTAR ISI................................................................................................ x
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 11
D. Telaah Pustaka ................................................................... 11
E. Metode Penelitian .............................................................. 13
F. Sistematika Penulisan ........................................................ 18
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PASAR DAN KONSEP
HISBAH ................................................................................. 20
A. .Pasar ...................................................................................... 20
1. Pengertian dan Jenis-jenis Pasar ....................................... 22
xi
2. Sistem Perekonomian........................................................ 30
3. Mekanisme Pasar dalam Ekonomi Islam .......................... 40
B. Konsep Hisbah ...................................................................... 57
1. Pengertian Hisbah ............................................................. 57
2. Sejarah Lembaga Hisbah .................................................. 60
3. Peran Lembaga Hisbah dalam Perekonomian .................. 63
BAB III: PERAN HISBAH PADA MASA PEMERINTAHAN
KHALIFAH UMAR IBN KHATTAB................................... 65
A. Masa Pemerintahan Khalifah Umar Ibn Khattab .................. 65
1. Kelahiran dan Nasab Umar Ibn Khattab ........................... 65
2. Awal Masuk Islam ............................................................ 66
3. Diangkat menjadi Khalifah ............................................... 68
4. Kondisi Masa Pemerintahan …………………………… 70
B. Hisbah pada Masa Khalifah Umar Ibn Khattab .................. 77
1. Hisbah dan Pengawasan Pribadi ....................................... 77
2. Hisbah dalam Pengawasan terhadap Pasar ....................... 80
BAB IV : ANALISIS PERAN LEMBAGA HISBAH PADA
MASA KHALIFAH UMAR IBN KHATTAB……............. 87
A. Analisis Peran Lembaga Hisbah dalam Pengawasan
terhadap Pasar ……………………………………………… 87
B. Analisis Peran Lembaga Hisbah pada Masa Pemerintahan
Khalifah Umar Ibn Khattab ……………………………….. 98
xii
BAB V : PENUTUP .............................................................................. 107
A. Kesimpulan ........................................................................... 107
B. Saran-Saran ........................................................................... 109
C. Penutup.................................................................................. 110
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Perekonomian merupakan hal yang tak bisa lepas dari kehidupan
manusia. Problematika ekonomi manusia berkembang seirama dengan
perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Ia selaras juga dengan semakin
kompleksnya interaksi sosial dalam kehidupan manusia. Adanya pertumbuhan
dan perkembangan dinamika ekonomi itu bisa kita amati dari wujudnya yang
semula hanya merupakan kebutuhan yang bersifat individu, dan mungkin bisa
dipenuhi secara individu pula. Akan tetapi ketika ia diposisikan sebagai
makhluk sosial yang membutuhkan adanya hubungan, kerjasama dan bantuan
dari orang lain, kehidupan ekonomis seseorang akan lebih kompleks dan
memunculkan berbagai permasalahan.
Kegiatan ekonomi pada masa sekarang bisa dikatakan telah mencapai
sebuah tatanan ekonomi yang global, dan terjadi globalisasi ekonomi.1
Globalisasi ini menggiring kita untuk membahas masalah ekonomi tidak
hanya dari satu aspek saja. Dengan munculnya globalisasi, seluruh aspek
kehidupan sosial sebagian besar telah ditentukan oleh proses global itu sendiri.
Kita berada di zaman dimana garis-garis batas budaya nasional, ekonomi
1 Globalisasi ekonomi menurut definisi yang diberikan oleh OECD (The Organization for
Economic Cooperation and Development) adalah proses penciptaan pasar dan produksi di berbagai negara menjadi terus menerus bergantung satu sama lain sebagai akibat dari dinamika perdagangan barang dan jasa, gerak kapital dan teknologi. Hans Kung, A Global Ethics for Global Politics and Economics, Terj. Ali Noer Zaman “Etika Ekonomi-Politik Global; Mencari Visi Baru Bagi Kelangsungan Agama di Abad XXI”, Yogyakarta: Qalam, 2002, hlm. 273.
1
2
nasional dan wilayah nasional semakin kabur.2 Hal demikian tentunya
membawa konsekuensi logis berupa laju arus politik, ekonomi, teknologi,
budaya dan lainnya menjadi lebih cepat dan sangat mungkin saling
mempengaruhi satu negara dengan yang lain.
Meskipun para pendukung liberalisasi perdagangan yakin, bahwa
dengan adanya liberalisasi akan menciptakan kesejahteraan yang belum
pernah terwujud, yakni ekonomi global yang lebih maju dibandingkan dengan
ekonomi nasional yang terbatas, sebagaimana ekonomi nasional lebih maju
dibandingkan dengan ekonomi lokal, pengetahuan global yang melintasi
nasionalitas yang menggunakan orang, perlengkapan dan keuangan dari
beberapa negara dapat bekerja secara lebih murah, efektif dan efisien, serta
kemajuan yang pesat di bidang informasi dan teknologi. Akan tetapi
liberalisasi perdagangan juga tidak bisa lepas dari aspek-aspek kontroversial
dan negatif yang nyaris bisa menghilangkan manfaat yang ingin dicapai.3 Jadi,
selain kebebasan dan liberalitas ini betul-betul menciptakan kemungkinan
yang baru, ia juga sekaligus memunculkan kesulitan yang baru, terutama
untuk kebijakan lingkungan, sosial, dan ekonomi pada tingkat nasional.4
Kehadiran globalisasi bagaikan tamu tak diundang, yang mau tidak
mau harus dijemput oleh seluruh negara di dunia. Ada sebagian golongan
negara yang menjemputnya dengan optimis (karena mereka mempunyai
2 Paul Hirst dan Grahame Thompson, Globalization ini Question, Terj. P. Soemitro
“Globalisasi Adalah Mitos: Sebuah Kesangsian terhadap Konsep Globalisasi Ekonomi Dunia dan Kemungkinan Aturan Mainnya”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001, hlm. 1
3 Joseph E. Stiglitz, Making Globalization Work, Terj. Edrijani Azwaldi “Making Globalization Work; Menyiasati Globalisasi Menuju Dunia yang Lebih Adil”, bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007, hlm. 122
4 Hans Kung, Op.cit., hlm. 277
3
kekuatan dan ketahanan yang cukup), dan ada sebagian lagi yang
menghadapinya dengan pesimis dan cemas (yaitu negara yang masih memiliki
ketergantungan secara ekonomi terhadap negara-negara maju), karena paling
tidak telah muncul dua pilihan dampak yang timbul akibat globaliasi, yaitu
baik dan buruk, menguntungkan dan merugikan, serta efek positif dan negatif.
Namun pada intinya yang harus kita sadari adalah pada masa sekarang transisi
dari ekonomi nasional ke ekonomi global benar-benar terjadi dalam tempo
yang sangat singkat.5 Dunia perekonomian yang sudah masuk dalam jaringan
global telah melibatkan setiap negara untuk masuk kedalamnya. Akibat
penting konsep globalisasi adalah dilumpuhkannya strategi reformasi radikal
di tingkat nasional, strategi nasional dianggap tidak mungkin dapat dijalankan.
Inilah yang kemudian menjadi alasan bagi kita untuk memikirkan
kembali posisi kita dalam percaturan ekonomi global yang demikian. Lebih
jauh tantangan global tidak hanya harus dihadapi oleh negara, akan tetapi juga
dihadapi setiap orang dan swasta yang berada di negara tersebut.
Sistem ekonomi global mengindikasikan adanya penyebaran sistem
pasar bebas yang sarat dengan kapitalisme. Dengan demikian, globalisasi
memiliki visi penyebaran kapitalisme pasar bebas (liberalisasi perdagangan)
ke setiap negara.6
Sistem ekonomi yang sarat dengan ideologi kapitalisme, dalam ilmu
ekonomi digolongkan dalam ajaran ekonomi yang pertama kali diletakkan
5 Hans Kung, Op.cit., hlm. 274
6 Thomas L. Friedman, Understanding Globalization: The Lexus and The Olive Tree, Terj. Tim Penerbit ITB “Memahami Globalisasi; Lexus dan Pohon Zaitun”, Bandung: Penerbit ITB, 2002, hlm. 9
4
oleh Adam Smith (1723-1790), yang dikenal dengan sistem ekonomi liberal.
Dasar ekonomi liberal mengacu pada kebebasan pasar, dimana mekanisme
pasar murni beserta kompetisinya merupakan instrumen yang paling berhak
mengatur segalanya. Dalam mekanisme pasar murni, negara atau pemerintah
sama sekali tidak boleh mengaturnya.7 Namun kenyataan sejarah
membuktikan bahwa sistem ekonomi liberal ala Smith dalam beberapa aspek
kehidupan belum mampu mewujudkan kesejahteraan. Secara ironis, Joseph E.
Stiglitz8 menggambarkan sistem ekonomi liberal hanya akan menjanjikan
bahwa yang mendapat keuntungan adalah negara secara keseluruhan (bukan
orang per orang). Liberalisasi akan melahirkan negara kaya dengan penduduk
miskin.
Setelah sistem ekonomi liberal, kemudian disusul dengan gagasan
aliran sosialis yang diusung oleh Karl Marx (1818-1883) karena
keprihatinannya terhadap keganasan sistem kapitalisme.9 Namun perjalanan
sistem sosialisme yang sudah diterapkan di negara Uni Soviet selama hampir
70 tahun pun ternyata mengandung kekeliruan. Pada tahun 1985 merupakan
starting point bagi perubahan dramatis dalam blok negara-negara komunis.
Presiden Mikhail Gorbachev mengadakan reformasi yang radikal dalam
struktur perekonomian Uni Soviet. Hal itu dilakukan karena sistem ekonomi
7 Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta:BPFE, 2000, hlm. 3 8 Joseph E. Stiglitz adalah peraih nobel ekonomi pada tahun 1998. Lihat: Joseph E.
Stiglitz, Op.cit., hlm. 124 9 Mubyarto, Op.cit., hlm. 8
5
sosial yang terpusat pada pemerintah tidak mampu meningkatkan taraf hidup
rakyat.10
Pengalaman-pengalaman sejarah ini tentunya memberikan pelajaran
bagi kita. Upaya untuk mencapai kesejahteraan manusia terkadang tidak bisa
menghindarkan ketidakadilan dan penyimpangan terhadap hak-hak asasi
manusia. Inilah yang kemudian harus dipikirkan kembali, ketepatan antara
kesejahteraan (sebagai tujuan) dengan upaya (cara) untuk memperolehnya.
Tentunya pembicaraan ini adalah dalam lingkup tatanan sebuah negara,
dimana kelompok dari individu dan masyarakat terikat oleh aturan hukum
sebuah negara. Dilema yang akan kita hadapi dalam hal ini adalah hubungan
antara mekanisme pasar dengan posisi peran pemerintah.
Gambaran tentang pentingnya relasi antara dua elemen tersebut
dengan baik didasari oleh alasan yang diberikan oleh Paul Hirst dan Grahame
Thompson, bahwa sistem ekonomi yang mengglobal membawa persoalan
krusial. Institusi pasar tanpa mekanisme pemerintahan akan berkembang
dalam tatanan yang amat riskan, tidak adil, mendekati hukum rimba, dan sulit
mengakomodasikan nilai-nilai moral serta etika. Institusi pasar pada tingkat
nasional senantiasa berkembang berdampingan dengan institusi negara atau
pemerintahan. Dalam kenyataannya, tidak mungkin institusi pasar
berkembang tanpa pengaturan yang dikeluarkan oleh negara.11 Kondisi ini
merupakan sebuah kenyataan di satu sisi.
10 Mudrajad Kuncoro, Ekonomi Pembangunan; Teori, Masalah dan Kebijakan,
Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Cet. 2, 2000, hlm. 192 11 Paul Hirst dan Grahame Thompson, Op.cit., hlm. xxi
6
Pada sisi lain, kehadiran pemerintah (mencampuri urusan) dalam
mekanisme pasar juga dipotret oleh sebagian kelompok sebagai penghambat
dan menjadikan jalannya mekanisme pasar tidak bebas. Arahan dan kontrol
negara terhadap pasar bebas disinyalir akan memberikan dampak negatif pada
ekonomi. Inflasi, pengangguran, resesi, bahkan depresi adalah di antara
dampaknya.12 Inilah faktor pendorong untuk menentukan sebuah pola
pengaturan wilayah ekonomi (sistem ekonomi) yang harus diambil oleh
sebuah negara dalam tugasnya sebagai pemegang tanggungjawab dan
wewenang untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan
merata. Antara apakah pemerintah akan memberikan kebebasan terhadap
pasar untuk menjalankan mekanismenya sendiri, ataukah ia ikut terlibat dalam
mekanisme pasar.
Dalam memandang permasalahan ini, ada baiknya kita menarik
sebuah benang merah bahwa krisis merupakan bagian nyata dalam perjalanan
sistem pasar. Kesejahteraan yang ingin dicapai oleh manusia mengalami
benturan antara “kesejahteraan individu” dan “kesejahteraan masyarakat atau
publik”. Dengan pengalaman gagalnya teori ekonomi konvensional (yang
secara garis besar diwakili oleh dua aliran: kapitalis dan sosialis) untuk
mewujudkan kesejahteraan manusia, muncullah teori ekonomi yang
ditawarkan oleh sementara pihak sebagai alternatif di antara yang
menyeimbangkan kedua sisi aliran tersebut, yaitu ekonomi Islam.13
12 Hans Kung, Op.cit., hlm. 315 13 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 1, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf,
1995, hlm. 13
7
Sebagai suatu sistem kehidupan yang komprehensif, Islam dipercayai
oleh pemeluknya sebagai ajaran yang secara umum mengarahkan manusia
untuk mencapai kesejahteraan dua dimensi, yaitu dunia dan akhirat. Islam
mempunyai visi menjadi agama yang bisa menjadi rahmat (رمحة) bagi orang-
orang beriman14. Selain meletakkan dasar-dasar teologi, akidah, dan ibadah,
Islam juga memberikan petunjuk dalam bidang ekonomi. Islam mendorong
ummatnya untuk aktif dalam berusaha (enterprise) dalam rangka mencari
kesejahteraan hidup di dunia15. Islam memberikan batasan-batasan interaksi
manusia dalam kegiatan ekonomi. Dimana ia meletakkan dasar keadilan dan
kesejahteraan yang merata bagi semua rakyat sebagai tanggungjawab
pemerintah16 sebagai pemegang amanat rakyat. Islam juga mengajarkan
keseimbangan antara kebutuhan yang bersifat materi dengan keharusan
menjaga moralitas dan akhlaq yang benar, sehingga akan terwujud
kebahagiaan dunia dan akhirat.17 Di sisi lain Islam tetap mengakui kebebasan
individu dalam kegiatan ekonominya, dengan batasan tidak melanggar
kepentingan dan merusak hak orang lain. Hukum ekonomi Islam mengajarkan
adanya keharmonisan antara kepentingan pibadi dan kepentingan sosial atau
publik. Dan institusi Negara merupakan lembaga yang memiliki
tanggungjawab dalam rangka mewujudkan tatanan kehidupan ekonomi yang
berkeadilan bagi masyarakat. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an:
14 Q.S. al-A’raf (7):52 15 Q.S al-Jumu’ah (62):10 16 Khursid Ahmad Ed., Studies in Islamic Economics, Jeddah: International Centre for
Research in Islamic Aconomics King Abdul Aziz University, 1976, hlm. 144 17 Amir Mu’allim, dkk., Menjawab Keraguan Berekonomi Syari’ah, Yogyakarta: MSI
UII-Safiria Insania Press, 2008, hlm. 59
8
ا ومكح تن أاس النني بمتمكا حذإا وهلهىل أ إاتانمأوا الدؤ تن أمكرمأ ي اهللانإ )58:النساء.... (لدعالب
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil…” (Q.S. 4:58)18
Secara ideal memang telah ada nilai-nilai dan tatanan yang ditujukan
untuk mewujudkan keharmonisan interaksi sosial manusia. Akan tetapi nilai-
nilai ideal tidak semuanya bisa direalisasikan secara sempurna. Demikian juga
halnya dalam permasalahan perekonomian. Dalam percaturan ekonomi di
tingkat global (yang tidak mungkin dihindari oleh setiap negara), negara
seolah kehilangan kekuatan independen untuk menentukan kebijakan ekonomi
dalam negeri, dan kalaupun bisa tentu dengan pertimbangan yang sangat sulit.
Kapitalisme global telah merasuk ke dalam kepentingan politik negara, yang
kemudian melahirkan kapitalisme politik.19 Sehingga posisi negara yang
semestinya menjadi pelindung rakyat justru berbalik mengintervensi
mekanisme pasar dengan kebijakan-kebijakan yang mengandung tujuan
mencari kepentingan kelompok atas. Sementara tidak menutup kemungkinan,
jika negara atau pemerintah lepas tangan dari mekanisme pasar, dengan
membebaskan kompetisi terbuka antar pelaku ekonomi (yang berprinsip pada
hukum asal bahwa setiap individu diakui kebebasannya dalam berusaha), juga
18 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: PT. Syaamil Cipta
Media, 2005, hlm. 87 19 Istilah Kapitalisme Politik merupakan perluasan dari kapitalisme ekonomi. Kapitalisme
pada masa sekarang telah memiliki makna yang lebih luas dan kompleks. Ia tidak hanya berkisar pada tatanan ekonomi belaka, akan tetapi juga pada tatanan politik. Jika dalam teori ekonomi kapitalis, negara (pemerintahan) adalah musuh pasar, akan tetapi sekarang justru menjadi agen yang melancarkan ideologi kapitalis. Lihat: Edy Suandi Hamid, Ekonomi Indonesia; dari Sentralisasi ke Desentralisasi, Yogyakarta: UII Press, 2005, hlm. 13
9
akan menjadi dilema berkepanjangan. Kesenjangan, ketidakadilan dan
ketimpangan ekonomi tidak dapat dihindari.
Atas dasar inilah, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang
peran (intervensi) ideal negara untuk turut menciptakan kondisi mekanisme
pasar yang sehat dan berkeadilan dari sudut pandang ekonomi Islam..
Sebenarnya konsep ekonomi Islam bukanlah hal yang baru. Akan tetapi teori
ekonomi Islam telah berkembang dimulai dari turunnya ayat-ayat al-Qur’an
yang menyinggung masalah ekonomi, seperti: Q.S. Al-Baqarah ayat ke 275
dan 279 tentang jual beli dan riba, dan ayat 282 tentang pembukuan transaksi,
dan lain sebagainya.20
Teladan yang baik dalam perjalanan sejarah ekonomi Islam dapat kita
ambil dari masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Khattab. Pemilihan tokoh
ini tentu bukan tanpa alasan. Dengan melihat masa pemerintahan para
khulafaurrasyidin adalah masa yang masih sangat dekat dengan masa Nabi
Muhammad SAW. Umar Ibn Khattab adalah salah satu tokoh terkemuka
dalam Islam.21 Di samping itu, masa pemerintahan Umar Ibn Khattab
merupakan masa dimana banyak sekali dihasilkan kebijakan-kebijakan
praktis, teknis dan operasional untuk sebuah negara, dan itu merupakan hasil
ijtihad Umar Ibn Khattab.22
20 Amir Mu’allim, dkk., Op.cit., hlm. 3 21 Cyryl Glassé, The New Encyclopedia of Islam, New York: Altamim Press, 2002, hlm.
461 22 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Al-Fiqh Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar Ibn Al-
Khaththab, Terj. H. Asmuni Solihan Zamakhsyari “Fikih Ekonomi Umar bin al-Khatab”, Jakarta: Khalifa, 2003, hlm. vii
10
Dalam posisinya sebagai kepala negara, Umar Ibn Khattab juga
mencontohkan sifat kepemimpinannya yang sangat peduli terhadap rakyat.
Kepeduliannya itu dituangkan dengan perhatiannya dan pengawasan yang
dilakukannya terhadap kegiatan ekonomi masyarakat atau mekanisme pasar.23
Sehingga pada tahap berikutnya, pada masa beliau dianggap oleh sebagian
kalangan sebagai awal terbentuknya sebuah institusi pemerintahan yang
bertugas mengawasi pasar atau kegiatan perekonomian di masyarakat, yaitu
lembaga Hisbah.24
Dengan latar belakang itulah, penulis ingin menyusun sebuah
penelitian lebih jauh tentang pola ideal intervensi pemerintah terhadap
mekanisme pasar menurut Islam, dengan merujuk pada konsep pengawasan
pasar yang dilakukan oleh lembaga Hisbah pada masa pemerintahan Khalifah
Umar Ibn Khattab. Dengan rumusan judul “STUDI ANALISIS PERAN
LEMBAGA HISBAH PADA MASA PEMERINTAHAN KHALIFAH
UMAR IBN KHATTAB”.
II. Rumusan Masalah
Berangkat dari uraian di atas, pertanyaan pokok yang akan menjadi
pembahasan dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah peran Lembaga Hisbah
2. Bagaimanakah Peran Lembaga Hisbah pada Masa Pemerintahan Khalifah
Umar Ibn Khattab.
23 Abi al-Farj Abdurrahman bin Ali bin Muhammad ibn al-Jauzi, Manaqib Amiril Mu’minin Umar ibn al-Khattab, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Cet.3, 1987, hlm. 66 24 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Op.cit., hlm. 588
11
III. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Bagaimanakah peran Lembaga Hisbah
2. Mengetahui bagaimanakah Peran Lembaga Hisbah pada Masa
Pemerintahan Khalifah Umar Ibn Khattab.
Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat:
1. Mempertegas dan mengingatkan kembali peran yang semestinya dijalankan
oleh sebuah pemerintah dalam rangka melindungi perekonomian
masyarakat untuk mencapai keadilan ekonomi. Dimana pada masa
sekarang banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan praktek usaha dan
persaingan yang tidak sehat, yang bisa menyebabkan antara lain, stabilitas
perekonomian menjadi terganggu, persaingan kompetitif yang tidak
sempurna, praktek monopoli yang merugikan, dan lain-lain.
2. Sebagai upaya meningkatkan pemahaman khususnya dalam bidang
ekonomi Islam, serta mewujudkan hukum ekonomi Islam yang progressif
IV. Telaah Pustaka
Kajian tentang ekonomi, khususnya ekonomi Islam telah menjadi
kajian yang cukup menarik dan cukup serius. Tidak sedikit ilmuwan dan pakar
ekonomi yang secara mendalam memberikan perhatian terhadap
perkembangan ekonomi Islam. Akan tetapi, dari pengamatan yang dilakukan
penulis (meskipun masih dalam lingkup terbatas), penelitian ilmiah yang
12
secara spesifik mengungkap langsung mengenai konsep intervensi negara
dalam mekanisme pasar menurut teori ekonomi Islam masih sulit ditemukan.
Adapun dalam khazanah buku teks dan beberapa penelitian ilmiah yang
membahas masalah ekonomi Islam yang berkaitan dengan tema yang diangkat
dalam penelitian ini, antara lain:
Buku karangan M. Arskal Salim GP.: Etika Intervensi Negara;
Perspektif Etika Politik Ibnu Taymiyah (Jakarta, Logos, 1998). Sebuah
sentuhan yang tajam diberikan oleh pengarang buku ini dalam memandang
keterkaitan antara negara dengan proses pembangunan ekonomi. Meskipun
secara mendalam buku ini mengkaji dengan spesifik terhadap pemikiran Ibnu
Taymiyah, namun landasan berfikir secara politik tetap membantu penulis
untuk melihat peran negara dalam mekanisme perekonomian. Dimana
memang disebutkan bahwa politik, ekonomi, dan agama ketiganya terkait
dalam sebuah sistem yang menyatu.
“Sejarah para umat dan raja” yang ditulis oleh Ali Ja’far Muhammad
bin Jarir Al-Thabari dalam karyanya “Tarikh al-Umam wal-Muluk” (Beirut,
Dar al-Fikr, t.th.) juga menggambarkan pola dan sifat kepemimpinan Khalifah
Umar Ibn Khattab yang sangat bijak dalam mengawasi kegiatan perekonomian
di negara. Digambarkan bahwa secara langsung Khalifah Umar Ibn Khattab
memberikan perhatian terhadap kondisi dan permasalahan yang terjadi di
dalam pasar. Dan ini didasarkan pada prinsip pertanggungjawaba sebagai
pemimpin negara. Yang belum ada (dan nantinya akan berbeda dengan
penelitian yang penulis lakukan dalam skripsi ini) adalah kajian yag
13
komprehensif dan lengkap mengenai lembaga pengawas pasar yang dibentuk
oleh Khalifah Umar Ibn Khattab. Akan tetapi kajian di dalamnya (yang
berkaitan dengan Khalifah Umar Ibn Khattab) hanya merupakan deskripsi
historis yang diuraikan pada batas permukaan saja.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Rulmiyadi
(Fakultas Syari’ah, NIM 2102301/2007) yang berjudul “Prinsip-prinsip
Pengelolaan Bait al-Mal (Studi Analisis Terhadap Pendapatan dan Belanja
Kas Pemerintahan Islam di Masa Khalifah Umar Ibn Khattab)” juga
menyajikan gambaran kebijakan-kebijakan dan sifat kepemimpinan Khalifah
Umar Ibn Khattab. Meskipun kajian dalam skripsi ini lebih detail pada
kebijakan dalam bidang pengelolaan Bait al-Mal, akan tetapi temuan dalam
skripsi ini sangat bisa dipahami bahwa ada beberapa nilai filosofi yang
menjadi dasar dan landasan kebijakan umar secara umum, yaitu: menunaikan
amanat rakyat, berlaku adil, meratakan kesejahteraan, dan kebijakan dalam
bidang ekonomi yang berupaya menghindarkan adanya praktek monopoli.
Perbedaan penelitian dalam skripsi ini dengan yang akan penulis susun adalah
dalam perspektif pandangan komparatif antara teori ekonomi Islam dan teori
ekonomi konvensional yang belum ada dalam skripsi tersebut. Di samping itu
juga masih terdapat buku-buku lain yang belum penulis cantumkan dalam
telaah pustaka di sini.
V. Metode Penelitian
Metode merupakan sarana untuk menemukan, merumuskan,
mengolah data dan menganalisa suatu permasalahan untuk mengungkapkan
14
suatu kebenaran.25 Pada dasarnya metode merupakan pedoman tentang cara
ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami suatu objek kajian yang
dihadapinya secara sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan.
1. Jenis Penelitian
Penulisan dan pembahasan penelitian dalam skripsi ini
merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research) dengan
metode kualitatif, yang berarti mengkaji permasalahan dengan cara
menelusuri dan mencari dan menelaah bahan berupa data dari literatur-
literatur yang berhubungan dengan judul penelitian, baik yang berupa
buku, artikel, dan karangan.26
2. Sumber Data
Penelitian yang penulis adakan termasuk dalam kategori
penelitian kepustakaan. Sehingga sumber-sumber yang diperoleh sebagai
bahan penelitian adalah berupa buku-buku dan literatur teks yang lain.
Dengan demikian penulis menggunakan sumber data tersebut yang
mencakup dua kategori buku, yaitu buku utama dan buku penunjang.27
Buku utama adalah buku-buku yang berisi materi dan teori pokok yang
relevan dengan penelitian, dan yang merupakan sumber yang sangat
berguna sebagai kerangka pemikiran pelaksanaan pemikiran. Namun
dalam kategori buku utama ini penulis tidak hanya mengunakan satu buah
25 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm. 194
26 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. 24, 2007, hlm. 9 27 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.3, 1999, hlm. 109
15
buku saja, akan tetapi terdapat beberapa buku utama yang akan digunakan.
Antara lain adalah buku “Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab” (Jaribah
bin Ahmad al-Haritsi, Jakarta:Khalifa, 2003) dan buku “Manaqib Amir al-
Mukminin ‘Umar Ibn al-Khattab” (Abi al-Faraj Abdurrahman ibn Ali Ibn
Muhammad Ibn al-Jauzi, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1987)
Sedangkan buku penunjang yaitu buku-buku yang pada dasarnya
sama dengan buku utama, namun di dalam buku penunjang ini bukan
merupakan faktor penentu bagi pemikiran peneliti, terutama dalam
menentukan kerangka dasar pemikiran langkah penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik dokumentasi. Yaitu
teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada obyek
penelitian, namun melalui dokumen.28
4. Analisis Data
a. Metode Analisis
Setelah dikumpulkannya data-data yang diperoleh untuk
kepentingan kajian ini, maka akan dianalisis dengan metode deskriptif,
yaitu berusaha untuk menggambarkan dan menganalisis secara
mendalam berdasarkan data yang diperoleh.29
28 M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet. Ke 1, 2002, hlm. 87 29 Lexy J. Moleong, Op.cit., hlm. 11
16
b. Pendekatan
Pendekatan merupakan sudut pandang atau cara melihat dan
memperlakukan sesuatu masalah yang dikaji.30 Dalam menganalisis
data yang telah diperoleh dari dokumentasi teks-teks dari buku dan
tulisan ilmiah, penulis menggunakan dua model pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan Historis
Pendekatan Historis atau sejarah mengasumsikan bahwa
realitas sosial yang terjadi sekarang ini sebenarnya merupakan hasil
proses sejarah yang terjadi pada masa sebelumnya. Permasalahan-
permasalahan perekonomian, keagamaan dan fenomena sosial pada
suatu waktu mempunyai keterkaitan dengan keadaan masa
sebelumya.31 Pendekatan historis digunakan oleh penulis karena
dengan pendekatan ini bermanfaat untuk sebisa mungkin memasuki
keadaan sebenarnya dari sebuah peristiwa. Dengan demikian
diharapkan tidak akan terjadi penafsiran yang keluar dari konteks
historisnya. Selain itu, pendekatan ini memiliki kelebihan, yaitu
karena berbagai peristiwa dapat dilacak dan diketahui maksudnya
dengan melihat sejarah kapan peritiwa itu terjadi, dimana, apa
sebabnya, dan siapa yang terlibat di dalamnya.32
30 U. Maman Kh., Metodologi Penelitian Agama; Teori dan Praktik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 94 31 Ibid, hlm. 149
32 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-8, 2003, hlm. 46
17
2) Pendekatan Sosiologis33
Pendekatan ini adalah pendekatan yang menggunakan
logika-logika dan teori sosiologi34 untuk menggambarkan fenomena
sosial serta pengaruhnya terhadap fenomena-fenomena lain.
Perekonomian merupakan permasalahan yang mempunyai
keterkaitan dengan interaksi sosial kemasyarakatan. Pendekatan
sosiologis dalam penelitian ini menitikberatkan terutama pada teori
pertukaran dan teori konflik.
Teori pertukaran mengasumsikan bahwa aktivitas manusia
seperti perubahan dan perilaku sosial tiada lain adalah dalam rangka
melakukan pertukaran yang saling menguntungkan satu sama lain,
baik keuntungan materi maupun non materi. Menurut teori ini,
menusia memperhitungkan untung rugi dalam transaksi sosial, dan
manusia bersaing untuk memperoleh keuntungan.35 Adapun teori
konflik mengasumsikan bahwa masyarakat terdiri dari beberapa
individu dan kelompok yang memilki kepentingan satu sama lain.
Mereka selalu bersaing untuk kepentingan tersebut.36
33 Sosiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia. Objek dari ilmu sosiologi adalah masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial. Dalam ilmu sosiologi dipelajari hubungan dan pegaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (seperti ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, ekonomi dengan politik dan lain sebagainya). Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007, hlm. 17. 34 Dalam sosiologi terdapat beberapa logika teoretis (pendekatan) yang digunakan untuk memahami berbagai fenomena sosial, antara lain : fungsionalisme, pertukaran, interaksionalisme simbolik, konflik, teori penyadaran, dan teori ketergantungan. U. Maman Kh., Op.cit., hlm. 128 35 Ibid, hlm. 132 36 Ibid, hlm. 139
18
VI. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah alur penelitian ini, maka penulisan dalam
penelitian ini disusun ke dalam beberapa bagian sebagai berikut:
Bagian I: Merupakan bagian pendahuluan yang menguraikan latar
belakang mengapa penelitian ini penting untuk dilakukan, rumusan
permasalahan penelitian, tujuan dan manfaat, metode penelitian yang meliputi
jenis dan pendekatan yang digunakan, sumber data, teknik pengumpulan data,
serta analisis data yang digunakan.
Bagian II: Merupakan bagian yang berisi tentang kerangka
konseptual dan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini. Mekanisme Pasar
yang meliputi pula sistem perekonomian akan diuraikan terlebih dahulu.
Setelah itu akan diuraikan tentang mekanisme pasar dalam ekonomi Islam.
Dan sebagai dasar untuk menjelaskan konsep Hisbah akan diuraikan mengenai
pengertian, sejarah lembaga Hisbah, serta peran lembaga Hisbah dalam
perekonomian.
Bagian III: Merupakan bagian yang berisi uraian masa pemerintahan
Khalifah Umar Ibn Khattab, berisi biografi, pengangkatan menjadi khalifah,
dan kondisi pemerintahannya. Diikuti dengan pemaparan konsep pengawasan
pasar (Hisbah) yang dijalankan pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn
Khattab.
Bagian IV: Adalah bagian yang memuat analisis peran lembaga
Hisbah dalam pengawasan terhadap pasar, dan analisis Peran Lembaga
Hisbah pada Masa Pemerintahan Khalifah Umar Ibn Khattab.
19
.Bagian V: Berisi kesimpulan dari penelitian, dan merupakan catatan
refleksi penelitian dari awal sampai akhir. Disertakan pula kontribusi
pemikiran menyangkut relevansi pembahasan dalam penelitian ini dengan
konteks perekonomian pada masa sekarang.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PASAR
DAN KONSEP HISBAH
A. Pasar
Kegiatan manusia tidak bisa lepas dari usahanya dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Usaha-usaha dan tingkah laku manusia dalam masyarakat
yang muncul dalam rangka berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya dengan sumber daya yang terbatas itu sering disebut sebagai
kegiatan ekonomi.1 Kegiatan ekonomi manusia telah mengalami
perkembangan yang sangat luar biasa dari waktu ke waktu. Dan permasalahan
ekonomi yang semakin rumit itu pun yang pada akhirnya mendorong para ahli
ekonomi meneliti lebih jauh tentang bagaimana kenyataan kehidupan ekonomi
masyarakat, sedapat-dapatnya mengukur faktor-faktor pokok yang
menentukan produksi dan tingkat kemakmuran masyarakat. Lebih lanjut,
untuk mempelajari kehidupan ekonomi manusia yang semakin rumit itulah
muncul disiplin ilmu tersendiri yaitu ilmu ekonomi.
Menurut P.A. Samuelson, ilmu ekonomi didefinisikan sebagai studi
tentang perilaku orang dan masyarakat dalam memilih penggunaan
sumberdaya yang langka dan memiliki beberapa alternatif penggunaan, dalam
1 T. Gilarso, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Edisi Revisi, Yogyakarta: Kanisius, Cet-5, 2008, hlm. 34
20
21
rangka produksi dan distribusi, baik saat ini maupun di masa depan, kepada
berbagai individu dan kelompok yang lain dalam suatu masyarakat.2
Pengertian yang lain dari ilmu ekonomi adalah ilmu sosial yang
mempelajari individu-individu dan organisasi yang terlibat dalam produksi,
distribusi, dan konsumsi barang dan jasa. Tujuan ilmu ekonomi menurut
pengertian ini adalah untuk meramalkan berbagai peristiwa ekonomi dan
untuk membuat berbagai kebijakan yang akan mencegah atau mengoreksi
berbagai masalah seperti pengangguran, inflasi, atau pemborosan dalam
perekonomian.3
Ilmu ekonomi, sebagaimana halnya ilmu-ilmu sosial lainnya, pada
prakteknya bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, namun merupakan ilmu yang
memiliki keterkaitan yang kuat dengan cabang ilmu lain. Maka dalam konteks
itu, setiap dinamika yang terjadi di masyarakat, secara signifikan akan
menuntut perubahan-perubahan, walaupun perubahan tersebut tidak harus
berkaitan dengan teori atau model ekonomi, akan tetapi lebih banyak pada kaji
ulang aspek-aspek praktis yang memiliki korelasi kuat dengan kinerja
perekonomian, seperti aspek institusi, aspek hukum dan juga persoalan-
persoalan lainnya. Sehingga ilmu ekonomi juga digunakan untuk menggali
prinsip-prinsip dan mekanisme yang ada di belakang persoalan ekonomi
sehingga dapat merumuskan kebijakan-kebijakan (policies) untuk
memecahkannya.4
2 Ibid. 3 Dominick Salvatore dan Eugene Diulio, Schaum’s Easy Outlines; Principles of
Economics, Terj. P.A. Lestari “prinsip-prinsip Ekonomi”, Jakarta: Erlangga, 2004, hlm. 1 4 T. Gilarso,Op.cit., hlm. 37
22
Pada mulanya, kegiatan ekonomi masyarakat tidak terlepas dari adanya
interaksi pertukaran antar individu. Interaksi pertukaran masyarakat bermula
dari satuan-satuan individu yang saling berinteraksi dengan tujuan saling
melengkapi kebutuhan ekonomi. Pola interaksi itulah yang kemudian
membentuk aktivitas ekonomi dan memunculkan suatu tempat bernama
“pasar” (market) yang merupakan tempat terjadinya “permintaan” (demand)
dan “penawaran” (supply).
1. Pengertian dan Jenis-Jenis Pasar
Pasar merupakan mata rantai yang menghubungkan antara
produsen dan konsumen, ajang pertemuan antara penjual dan pembeli,
antara dunia usaha dan masyarakat. Pasar memainkan peranan penting
dalam perekonomian, karena di pasar lah pokok masalah ekonomi (what,
how, dan for whom) dapat dipecahkan.
Pasar semula didefinisikan sebagai suatu tempat dimana pada hari
tertentu para penjual dan pembeli dapat bertemu untuk mengadakan jual
beli barang.5 Para penjual datang ke pasar dengan harapan barang yang
dibawa dapat laku terjual dan akan memperoleh laba, sedangkan pembeli
datang ke pasar untuk berbelanja dan membayar barang sesuai hargannya.
Selain barang, hal yang bisa dijadikan komoditas dalam pasar adalah jasa.
Hal ini senada dengan pengertian bahwa pasar merupakan sekumpulan
pembeli dan penjual dari sebuah barang atau jasa tertentu.6 Pengertian itu
kemudian lebih diperluas maknanya, sehingga pasar bukan hanya
5 Ibid, hlm. 109 6 N. Gregory Mankiw, Principles of Economics, Terj. Haris Munandar “Pengantar
Ekonomi”, Edisi ke-2 Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 2003, hlm. 82
23
berbentuk tempat fisik, akan tetapi pasar juga merupakan sebuah institusi
yang pada umumnya tidak berwujud fisik yang mempertemukan penjual
dan pembeli suatu komoditas.7 Pasar adalah proses yang terbentuk dari
interaksi beberapa individu dengan pembagian kerja.8 Istilah ini kemudian
dikenal dalam ilmu ekonomi sebagai pasar abstrak.
Selanjutnya kita akan melihat beberapa bentuk dan sifat interaksi
yang ada di dalam pasar. Akan tetapi pembahasan ini hanya akan
menampilkan bentuk yang sederhana saja. Dilihat dari jenis komoditas
yang diperdagangkan/diperjual belikan di pasar, pasar dibedakan menjadi
dua, yaitu:9
a. Pasar komoditas.
Yaitu interaksi antara para pembeli dan para penjual dari suatu
komoditas dalam menentukan jumlah dan harga barang atau jasa yang
diperjual belikan.
b. Pasar faktor.
Yaitu interaksi antara para pengusaha (pembeli faktor-faktor
produksi) dengan pemilik faktor produksi untuk menentukan harga
(pendapatan) dan jumlah faktor-faktor produksi yang akan digunakan
dalam menghasilkan barang-barang dan jasa yang diminta masyarakat.
Faktor-faktor produksi yang dimaksud disini dapat dicontohkan berupa
pasar modal dan pasar tenaga kerja.
7 Sugiarto,dkk., Ekonomi Mikro: Sebuah Kajian Komprehensif, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Edisi Ke-2, 2000, hlm. 35 8 http://mises.org/humanaction/chap15sec1.asp 9 Sugiarto,dkk., Loc.cit.
24
Di lihat dari interaksi yang ada di dalam pasar, pasar mengambil
berbagai bentuk. Ada pasar yang diorganisir dengan sangat rapi, seperti
pasar suatu komoditas tertentu (misalkan komoditi pertanian, dan lain-
lain.). ada juga pasar yang tidak teroganisir. Dan pasar yang tidak
teroganisir ini bersifat kompetitif. Pasar kompetitif adalah pasar yang
terdiri dari banyak sekali pembeli dan penjual sehingga pengaruh masing-
masing terhadap harga pasar dapat diabaikan karena sedemikian kecilnya.
Sebagai contoh, hal ini berarti bahwa seorang penjual tidak punya banyak
kontrol atas harga karena banyak sekali penjual lainnya yang menawarkan
produk yang sama. Sebagai contoh penjual es krim dan makanan ringan.
Meskipun tidak teroganisir, tetapi para penjual es krim dan makanan
ringan telah membentuk sebuah pasar. Setiap pembeli mengetahui dimana
tempat terdapat penjual yang dapat meeka pilih. Dan para penjual
mengetahui bahwa produknya serupa dengan dengan produk yang
ditawarkan oleh penjual lainnya. Sehingga dalam pasar kompetitif ini,
harga tidak ditentukan oleh seorang pembeli atau penjual saja, tetapi
ditentukan oleh seluruh pembeli dan penjual ketika mereka berinteraksi.10
Dalam pasar kompetitif, para pembeli dan penjual saling
berinteraksi. Interaksi yang ada dalam pasar kompetitif akan disertai
dengan sifat persaingan yang ada di dalam pasar. Sifat persaingan dalam
pasar kompetitif bisa kita lihat dalam dua kondisi:11
a. Pasar Persaingan Sempurna (perfectly competitive)
10 N. Gregory Mankiw, Loc.cit. 11 Ibid, hlm. 83
25
Pasar persaingan dibentuk oleh dua karakteristik utama, yaitu:
Pertama, barang-barang yang sedang ditawarkan semua sama. Kedua,
pembeli dan penjual sedemikian banyaknya sehingga tidak ada seorang
pembeli atau penjual pun yang dapat mempengaruhi harga pasar.
Karena pembeli dan penjual dalam pasar persaingan sempurna harus
menerima harga yang ditetapkan oleh pasar, keduanya disebut
penerima harga (price taker). Sebagai contoh pasar gandum atau
tepung. Dimana banyak sekali penjual, berada di mana-mana, dan
konsumennya pun sangat banyak, dan masing-masing penjual dan
pembeli tidak dapat menentukan harga.
b. Pasar Persaingan tidak sempurna
Namun berbeda halnya dengan pasar yang hanya terdiri dari
misalkan seorang penjual saja, sehingga penjual inilah yang
menentukan harga barang tersebut. Penjual seperti ini dinamakan
seorang monopoli (monopoly). Sebagai contoh, perusahaan telivisi
kabel, yang mungkin dalam satu wilayah hanya terdapat satu penyedia
jasa saja. Sehingga ia lah yang menetapkan harga.
Ada juga pasar yang memiliki bentuk pertengahan yang berada
di antara pasar peraingan sempurna dan monopoli, salah satunya yang
disebut pasar oligopoli (oligopoly). Dimana dalam pasar ini terdapat
beberapa penjual yang tidak terlalu agresif dalam bersaing.
Ada juga bentuk pasar yang berisi banyak penjual akan tetapi
dengan produk-produk yang memiliki perbedaan sedikit. Karena
26
produk-produk tersebut tidak tepat sama, masing-masing penjual
masih memiliki sedikit kemampuan untuk menetapkan harga
produknya. Pasar seperti ini dinamakan persaingan monopolistik
(monopolistically competitive).
Pasar memang memiliki beragam bentuk dengan karakteristik-
karakteristik tersendiri. Akan tetapi untuk mempelajari lebih jauh tentang
keseimbangan harga dan kestabilan sebuah mekanisme perekonomian
yang dijalankan masyarakat dalam pasar, kita harus mempelajari suatu
interaksi pokok yang ada di dalam pasar, yaitu permintaan (demand) dan
penawaran (supply).
a. Permintaan (demand)
Istilah “permintaan” (demand) dan “penawaran” (supply)
merujuk pada perilaku orang ketika mereka berinteraksi satu sama lain
di sebuah pasar. Interaksi itulah yang nantinya akan menentukan
tingkat harga suatu barang dan jasa yang berlaku di pasar serta jumlah
barang dan jasa yang akan diperjualbelikan di pasar. “Permintaan” dan
“Penawaran” juga merupakan dua kata yang paling sering digunakan
oleh para ekonom. Permintaan dan penawaran merupakan kekuatan
penggerak perekonomian pasar, sehingga cara kerja pasar bisa dilihat
dengan menggabungkan permintaan dan penawaran12. Kuantitas
barang serta harga akan ditentukan dari interaksi tersebut. Analisis
12 William A. McEachern, Economics: a Contemporary Introduction, Terj. Sigit Triandaru “Ekonomi Makro: Pendekatan Kontemporer”, Jakarta: Salemba Empat, 2000, hlm. 51
27
permintaan dan penawaran merupakan alat yang penting untuk
menganalisa efek berbagai intervensi kebijakan pemerintah di pasar.13
Suatu komoditas dihasilkan oleh produsen karena dibutuhkan
oleh konsumen, dan karena konsumen bersedia membelinya. Akan
tetapi konsumen memilki banyak pertimbangan untuk bersedia
membeli komoditas tersebut. Teori permintaan menerangkan sifat dari
permintaan pembeli pada suatu komoditas (barang dan jasa), serta
menerangkan hubungan antara jumlah yang diminta dengan harga
produk. Jumlah atau kuantitas komoditas yang diminta (quantity
demanded) adalah jumlah produk yang diinginkan dan mampu dibeli
oleh konsumen 14 pada berbagai kemungkinan harga selama jangka
waktu tertentu, dan hal lain diasumsikan konstan.15
Jumlah barang yang diminta konsumen sangat berkaitan
dengan harga produk yang bersangkutan. Hukum permintaan (law of
demand) mengatakan: dengan menganggap hal lainnya konstan atau
tetap, maka jumlah barang yang diminta dalam suatu periode waktu
13 Sugiarto,dkk. Op.cit., hlm. 34. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang ternyata bisa sangat berpengaruh pada penawaran dan permintaan (pasar) dicontohkan oleh Mankiw dalam beberapa contoh kebijakan pemerintah antara lain di bidang: pengendalian harga, upah minimum, dan pajak. Dalam kasus upah minimum misalkan, penawaran dan permintaan (dengan sistem pasar) pada pasar tenaga kerja bisa menciptakan upah ekuilibrium. Para pekerja yang menentukan penawaran tenaga kerja, dan sebaliknya perusahaan yang menentukan permintaan. Jika pemerintah tidak ikut campur tangan maka upah biasanya akan disesuaikan untuk keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Mankiw memberikan visual dua kura, yang pertama menunjukkan upah ekuilibrium yang terbentuk sebelum ada undang-undang yang mengatur upah minimun. Dan kurva kedua menunjukkan surplus tenaga kerja (pengangguran) yang timbul setelah adanya undang-undang upah minimum. N. Gregory Mankiw, Op.cit., hlm. 152-153 14 N. Gregory Mankiw, Op.cit., hlm. 84 15 William A. McEachern, Op.cit., hlm. 42
28
tertentu berubah berlawanan dengan harganya.16 Ini berarti, kuantitas
barang yang diminta akan turun jika harganya naik, dan kuantitas yang
diminta akan naik jika harganya turun. Hukum permintaan ini bisa kita
lihat dalam bentuk kurva sebagai berikut:
Gb.1. Kurva permintaan. Contoh kurva permintaan produk susu.17
b. Penawaran (supply)
Penawaran merupakan hubungan antara harga dengan jumlah
barang yang ditawarkan. Penawaran menunjukkan seberapa banyak
produsen suatu barang mau dan mampu menawarkan per periode pada
berbagai kemungkinan tingkat harga, dan hal lainnya dianggap konstan
atau tetap.
Hukum penawaran menyatakan bahwa jumlah yang ditawarkan
biasanya secara langsung berhubungan dengan harganya, dan hal lain
diangap konstan. Semakin rendah harganya, jumlah yang ditawarkan
semakin semakin sedikit; dan semakin tinggi harganya semakin tinggi
16 Ibid.
17 Ibid, hlm. 43
0 8 14 20 26 32 Juta quart per bulan
Har
ga p
er q
uart
$ 1,25
1,00
0,75
0,50
0,25
29
juga jumlah yang ditawarkan. Kondisi ini bisa kita lihat dari contoh
kurva berikut:
Gb.2. Kurva penawaran. Contoh kurva penawaran produk susu.18
Dalam mekanisme pasar, permintaan dan penawaran itulah yang
menciptakan pasar itu sendiri. Produsen dan konsumen memiliki
pandangan yang berbeda tentang harga. Jika harga naik, konsumen akan
mengurangi jumlah yang diminta, dan produsen akan meningkatkan
jumlah yang ditawarkan. Fenomena demikian pada tahap berikutnya akan
menyebabkan surplus. Surplus adalah kelebihan jumlah yang ditawarkan
dibandingkan jumlah yang diminta. Surplus pada gilirannya akan
mendorong harga bergerak ke bawah, sehingga akan mendorong
konsumen lebih mau dan mampu membeli barang lebih banyak. Jika
jumlah yang mau dan mampu dibeli oleh konsumen sama dengan jumlah
yang mau dan mampu dijual oleh produsen, maka pasar dalam keadaan
ekuilibrium. Ekuilibrium adalah keadaan pasar dimana keinginan pembeli
18 Ibid, hlm. 48
12 16 20 24 28
$ 1,25
1,00
0,75
0,50
0,25
0
Juta quart per bulan
Har
ga p
er q
uart
30
dan penjual telah seimbang, sehingga tidak ada tekanan atas perubahan
harga atau jumlah barang.19
Demikian pasar merupakan tempat berinteraksi antara penjual dan
pembeli. Di dalam pasar terjadi penawaran dan permintaan yang akan
menimbulkan kerja pasar. Akan tetapi perlu diingat bahwa pasar tidak
berdiri sendiri. Akan tetapi pasar juka mempunyai keterkaitan dengan
berbagi sistem yang lain. Pasar merupakan entitas yang erat kaitannya
dengan sistem perekonomian. Sedangkan sistem perekonomian atau cara
mengatur kehidupan ekonomi dapat dilakukan menurut berbagai pola dan
tidak tentu sama untuk setiap negara. Oleh karena itu, perlu pula di sini
akan dieksplorasi berbagai bentuk sistem perekonomian negara.
2. Sistem Perekonomian
a. Pengertian Sistem Perekonomian
Sistem perekonomian merupakan seperangkat mekanisme dan
institusi yang menjawab pertanyan pokok dalam ekonomi, yaitu “apa”,
“bagaimana”, dan “untuk siapa” (what, how, dan for whom).20
Pertanyaan ‘apa’ berkaitan dengan pemilihan barang dan jasa apa yang
akan diproduksi. Meskipun masing-masing perekonomian mempunyai
cara pengambilan keputusan sendiri dalam menjawab pertanyaan
tersebut, akan tetapi semua perekonomian pasti akan membuat pilihan
atas pertanyaan tersebut. Sedangkan pertanyaan ‘bagaimana’ berkaitan
dengan cara produksi barang dan jasa. Pertanyaan inilah yang nantinya
19 Ibid, hlm. 51 20 Ibid, hlm. 35
31
menentukan bagaimana cara memproduksi output, sumberdaya mana,
dan berapa banyak tenaga kerja yang akan digunakan, dan lain
sebagainya. Sedangkan pertanyaan ‘untuk siapa’ berkaitan dengan
masalah distribusi. Siapa yang akan mengkonsumsi barang dan jasa
yang diproduksi. Sehingga sistem perekonomian harus menentukan
cara alokasi hasil produksi pada seluruh masyarakat, apakah harus
dibagi rata, apakah ada pembedaan jenis kelamin, ras, agama, koneksi
politik, dan lain sebagainya.
Lebih dari itu, menurut Sujarwo ada enam permasalahan pokok
dalam sistem perekonomian:21
1. Jenis barang-barang dan jasa-jasa apa yang harus diproduksikan
(masalah pilihan)
2. Bagaimanakah teknik dan gabungan faktor-faktor produksi yang
harus digunakan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa
tersebut (masalah teknologi)
3. Bagaimana pendapatan masyarakat didistribusikan di antara faktor-
faktor produksi, dan bagaimana distribusi itu harus diperbaiki agar
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan mencapai taraf yang
maksimal (masalah distribusi dan welfare)
4. Usaha penggunaan faktor-faktor produksi untuk mencapai efisiensi
yang tinggi
5. Masalah yang berkenaan dengan harga dan cara mengatasinya
21 Sujarwo, http://lecture.brawijaya.ac.id, Sistem Perekonomian, 02 Oktober 2009
32
6. Usaha yang harus dijalankan agar dari satu masa ke masa yang
lainnya faktor-faktor produksi tetap dapat digunakan secara efisien.
Namun demikian, keenam permasalahan yang diutarakan di
atas mengandung substansi tiga pertanyaan yaitu “apa”, “bagaimana”,
dan “untuk siapa”.
Meskipun terdapat beberapa pertanyaan dan persoalan yang
berkaitan dengan sistem perekonomian tersebut, pada intinya sistem
ekonomi (economic system) atau juga bisa disebut tata ekonomi
(economic order) merupakan keseluruhan pranata dan tata cara untuk
mengkoordinasikan perilaku masyarakat (para konsumen, produsen,
pemerintah, bank, dan sebagainya) dalam menjalankan kegiatan
ekonomi (produksi, konsumsi, perdagangan, investasi, dan sebagainya)
sedemikian rupa agar terwujud suatu kesatuan yang teratur, dinamis
dan berkelanjutan, serta dapat mencegah atau menghindari kekacauan.
Dalam perjalanan sejarah, dikenal tiga pola dasar koordinasi dalam tata
ekonomi, yaitu: tradisi, pasar, dan negara22
b. Jenis-jenis Sistem Perekonomian
Pada dasarnya perekonomian sebuah negara diatur dalam
rangka mencapai tujuan berupa kesejahteraan dalam kehidupan. Akan
tetapi roda perekonomian bukanlah merupakan hal kecil dan
sederhana. Melainkan ia merupakan sebuah sistem yang sangat terkait
erat dan berhubungan dengan sistem-sistem yang lain yang sangat
22 T. Gilarso,Op.cit., hlm. 368
33
rumit dan kompleks. Ilmu ekonomi dan sistem ekonomi perlu
dianalisis dan diletakkan pada konteks sistem sosial secara keseluruhan
dari suatu negara, dalam konteks yang bukan lagi nasional, akan tetapi
bahkan pada tingkat global. Dari keberadaan ekonomi inilah (sebagai
sistem yang terkait dengan sistem-sistem yang lain) yang menjadikan
perekonomian menjadi permasalahan yang cukup rumit. Tiap-tiap
negara memiliki tata ekonomi atau sistem ekonomi yang pada
umumnya sangat dipengaruhi oleh ideologi, kebudayaan dan
pandangan politik masyarakatnya. Dalam perjalanan sejarah, kita bisa
melihat beberapa model sistem perekonomian, yaitu: Sistem pasar
bebas atau liberalis, sistem perekonomian perencanaan terpusat, dan
sistem perekonomian campuran.23
1. Sistem perekonomian pasar bebas
Sistem perekonomian pasar bebas mula-mula berkembang
di Inggris pada pertengahan abad ke-18.24 sistem ini lebih akrab
dikenal dengan semboyan “Laissez Faire”, berasal dari bahasa
perancis yang artinya ‘biarkanlah’, maksudnya adalah “biarlah
mereka (swasta) melakukan pekerjaan yang sesuai dengan
keinginan mereka”.25 Sistem ini dipelopori oleh mazhab klasik26
23 Sujarwo, http://lecture.brawijaya.ac.id, Sistem Perekonomian, 02 Oktober 2009 24 T. Gilarso,Op.cit., hlm. 370 25 Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cet.11, 1999, hlm. 66 26 Istilah klasik mula-mula diperkenalkan oleh Karl Marx yang ditujukan untuk teori-teori dari para ahli mulai dari David Ricardo, James Mill, dan para pendahulu mereka. Klasisvikasi klasik ini kemudian diperluas oleh John Maynard Keynes sehingga mencakup aliran seperti: Adam Smith (1723-1790), David Ricardo (1772-1823), James Mill (1773-1836), John Stuart Mill (1806-1873), Thomas Robert Malthus (1766-1834), Karl Marx (1818-1883), dan lainnya. Dan klasifikasi
34
yaitu Adam Smith (1723-1790). Mazhab ini pula yang menjadi
cikal bakal sistem ekonomi kapitalis (kapitalisme)27.
Adam Smith dalam bukunya “an Inquiry into the Nature
and Causes of the Wealth of Nations” menunjukkan bahwa
kebebasan berusaha yang didorong oleh kepentingan ekonomi
pribadi merupakan pendorong kuat menuju kemakmuran bangsa.28
Aliran ini menolak intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar.
Aliran ini memberikan legitimasi kuat pada peran pasar sebagai
instrumen untuk mengoordinasi kegiatan ekonomi, dengan
mengeluarkan negara/pemerintah dari aktivitas ekonomi. Seluruh
ekonomi digerakkan oleh sektor swasta lewat pasar, sehingga bisa
mendeskripsikan preferensi setiap individu. Dengan memberikan
porsi yang sedemikian dominan pada pasar, aliran ini dikenal
sebagai ekonomi pasar (market economic).29 Ekonomi pasar (yang
memberikan kebebasan berusaha tanpa intervensi pemerintah)
mempercayai bahwa mekanisme pasar tidak akan menelorkan
kekacauan sosial karena kebabasan itu dikendalikan oleh kekuatan
“tangan yang tak kelihatan” (invisible hand), yaitu persaingan di
pasar bebas.
inilah yang kemudian digunakan secara luas dalam oleh para ahli ekonomi. Muana Nanga, Makroekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan, Edisi Ke-2, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005, hlm. 35
27 Istilah ‘kapitalisme’ berasal dari Karl Marx, yang mencoba membuktikan bahwa sistem kapitalisme akan hancur karena kontradiksi-kontradiksi yang ada di dalamnya. T. Gilarso, Op,cit., hlm. 371 28 Ibid, hlm. 370 29 Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Politik: Kajian Teoretis dan Analisis Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 25
35
Sistem ekonomi kapitalis (kapitalisme) memiliki empat
pilar dasar:30
a) Sistem ekonomi digerakkan oleh pasar dengan instrumen
permintaan dan penawaran sebagai pembentuk harga di pasar
bebas. Perekonomian pasar bebas memiliki kekuatan self-
correcting atau self-adjusting atau self-regulating yang dapat
membawa perekonomian pada kondisi yang diharapkan, yaitu
kesempatan kerja penuh yang stabil (full employment
equilibrium).31 Bentuk pasar yang dianggap paling baik adalah
persaingan bebas (free competition)
b) Setiap individu mempunyai kebebasan untuk mempunyai hak
kepemilikan (property rights) atas alat-alat produksi atau
modal. Ini disebut dasar kapitalisme
c) Kegiatan ekonomi dipisahkan oleh tiga pemilik faktor
produksi, yakni pemodal (capital), tenaga kerja (labor), dan
pemilik lahan (land)
d) Kebebasan bagi pelaku ekonomi untuk masuk dan keluar pasar
(free entry and exit barriers)
Meskipun sistem ekonomi liberal memberikan kepercayaan
penuh pada mekanisme pasar bebas, akan tetapi masih tetap ada
campur tangan pemerintah yang diakui oleh sistem ini. Hanya saja
campur tangan itu dibatasi pada hal-hal yang di luar usaha swasta.
30 Ibid, hlm. 24
31 Muana Nanga, Op.cit., hlm. 36
36
Negara hanya menjaga tertib hukum dan keamanan yang
merupakan pra-syarat untuk perkembangan pasar bebas.
2. Sistem perekonomian perencanaan terpusat
Sistem ini dikenal juga dengan sebutan sistem komando
murni (central plan)32 atau komunisme atau sistem ekonomi
kolektivis.33 Secara teoretis, sistem ini mengubah pilihan
individual menjadi pilihan kolektif. Sumber daya dan produksi
diatur oleh suatu komando oleh pemerintah, bukan oleh pasar.
Sehingga seluruh kegiatan ekonomi dikuasai langsung oleh
pemerintah dan dikomandokan dari pusat, hak milik pribadi
dihapus dan kebebasan berusaha dilarang. Dasar ajaran ini adalah
Karl Marx (1818-1883), dengan karyanya yang terkenal “Das
Kapital” dan “Manifesto Komunis”.34
Sistem perekonomian ini memiliki beberapa ciri:35
a) Semua sumber daya ekonomi dimiliki dan dikuasai oleh negara
atas nama rakyat, tidak ada hal milik perseorangan.
b) Semua bentuk usaha meruapakan usaha atau perusahaan negara
(state enterprise), dan seluruh kegiatan ekonomi harus
diusahakan bersama, tidak ada usaha swasta
32 William A. McEachern, Op.cit., hlm. 36 33 T. Gilarso, Op,cit., hlm. 372 34 Ibid. 35 Ibid.
37
c) Perencanaan ekonomi dalam hal apa dan berapa yang
diproduksikan berdada di tangan pemerintah pusat (central
plan)
d) Harga-harga ditetapkan oleh pemerintah, tidak ada pasar bebas
e) Semua warga masyarakat diberlakukan sebagai “karyawan”
yang wajib ikut berproduksi menurut kemampuannya, dan akan
diberi upah oleh negara.
3. Sistem perekonomian campuran
Sistem perekonomian campuran memiliki banyak nama,
diantaranya: Sosialisme, Demokrasi Ekonomi, Sistem campuran
(mixed system), welfare state, dan Keynesianisme.36 Sistem ini
ditandai dengan kepemilikan sebagian sumber daya oleh pihak
swasta, dan sebagian lagi oleh publik. Ada pasar tertentu yang
diregulasi oleh pemerintah, dan yang lainnya tidak diregulasi.37
Dalam sistem ini pemerintah memberikan kebebasan pada
masyarakat untuk berusaha/berwiraswasta, tetapi di sisi lain
pemerintah juga turut campur dalam perekonomian.
Ciri-ciri sistem perekonomian campuran adalah:38
a) Hak milik barang atas konsumsi diserahkan kepada individu,
tetapi kepemilikan sarana-sarana produksi sebagian diserahkan
(diawasi) oleh pemerintah
36 Ibid, hlm. 373 37 William A. McEachern, Op.cit., hlm. 37 38 T. Gilarso, Op,cit., hlm. 374
38
b) Tentang berapa dan komoditas apa yang diproduksi dapat
ditentukan oleh swasta dengan pertimbangan pasar, akan tetapi
dalam beberapa hal yang strategis pemerintah boleh
mengintervensi
c) Penentuan harga sewaktu-waktu atau dalam kondisi tertentu
bisa diintervensi oleh pemerintah.
d) Pemerintah menyelenggarakan jaminan sosial dan berusaha
agar distribusi pendapatan lebih merata.
Untuk melihat lebih jelas perbedaan dari ketiga sistem di atas,
bisa kita lihat dari skema berikut:
Gb.3. Skema perekonomian pasar (tidak melibatkan pemerintah)39
39 Sujarwo, http://lecture.brawijaya.ac.id, Sistem Perekonomian, 02 Oktober 2009
Perusahaan - memproduksi dan menjual barang dan jasa - membeli dan menggunakan faktor prod
Rumah Tangga - membeli dan mengkonsumsi barang
dan jasa - memilih dan menjual faktor produksi
Pasar barang dan jasa
- Perusahaan menjual - Rumah Tangga
membeliPenjualan
Penerimaan
Pembelian
Masukan untuk produksi
Tenaga kerja,
Tanah Pasar faktor produksi
- Rumah tangga menjual - Perusahaan membeli
Upah, sewa, laba Modal
Aliran uang
Aliran barang dan jasa
39
Gb.4. Skema Sistem ekonomi Kolektivis40
Gb.5. Sistem Ekonomi campuran41
40 T. Gilarso, Op.cit., hlm. 372 41 Sujarwo, http://lecture.brawijaya.ac.id, Sistem Perekonomian, 02 Oktober 2009
Pemerintah: Menetapkan apa yang harus diproduksi (mungkin dengan mengabaikan kebutuhan masyarakat)
Dunia Produksi (industri dan badan usaha): Menghasilkan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah
Produk jadi Konsumen: Hanya bias membeli barang yang telah ditetapkan
PERUSAHAAN RUMAH TANGGA
PASAR OUTPUT
PASAR FAKTOR/
INPUT
PEMERINTAH:Mengawasi
dan mengatur lalu lintas ekonomi
40
3. Mekanisme Pasar dalam Ekonomi Islam
Untuk mengeksplorasi tentang mekanisme pasar dalam ekonomi
Islam, dalam sub bab ini akan dibagi ke dalam beberapa bagian, yaitu
pengertian ekonomi Islam, karakteristik dan prinsip ekonomi Islam, dan
mekanisme pasar menurut ekonomi Islam.
a Pengertian Ekonomi Islam
Studi ekonomi Islam dibangun oleh sebuah kesadaran
dibutuhkannya sebuah mekanisme ekonomi yang bisa memecahkan
krisis dan permasalahan yang timbul akibat proses modernisasi.42
Islam diyakini sebagai sebuah ajaran lengkap yang memberikan
petunjuk dalam semua aspek kehidupan. Demikian juga halnya dalam
bidang ekonomi. Sehingga ekonomi Islam tidak bisa lepas dari
hubungan antara kehidupan ekonomi manusia dengan nilai-nilai dan
ajaran yang bersumber dari Islam. Atas dasar ini kemudian para
pemikir Islam memberikan pengertian terhadap ekonomi Islam dengan
berbagai pendapat. Akan tetapi berbagai pendapat tersebut tetap
bermuara pada pengertian yang relatif sama.43
Secara bahasa, ekonomi Islam dalam literatur arab terdiri dari
dua kata, yaitu اإلقتصاد (ekonomis) dan المىاإلس (Islam/yang berdasarkan
Islam). Kata اإلقتصاد berasal dari akar kata القصد (ekonomis) yang
berarti kelurusan cara. القصد (ekonomis) juga bermakna adil atau
42 Muhammad Abdul Mannan, The Fontiers of Islamic Economics, Delhi: Idarah-i Adabiyat-i Delli, t.th., hlm. 60 43 Amir Mu’allim, dkk., Menjawab Keraguan Berekonomi Syari’ah, Yogyakarta: MSI UII-Safiria Insania Press, 2008, hlm. 26
41
keseimbangan. sifat ekonomis juga mengandung maksud sebagai
lawan dari sifat pemborosan. Sehingga ekonomis di sini dimaksudkan
sebagai keseimbangan antara sifat konsumtif dan penghematan yang
berlebihan, tidak terlalu boros dan juga tidak terlalu kikir.44 Adapun
secara istilah, ada beberapa pendapat tentang pengertian ekonomi
Islam.
Menurut M. A. Mannan misalnya, ekonomi Islam didefinisikan
sebagai sebuah ilmu sosial yang mempelajari permasalahan-
permasalahan ekonomi umat yang digali dari nilai-nilai Islam (social
science which studies the economics problems of people imbued with
the values of Islam). Nejatullah Siddiqi memberikan pengertian
terhadap ekonomi Islam sebagai respon para pemikir muslim terhadap
problem dan tantangan perekonomian yang muncul pada masa mereka,
dimana respon ini secara alamiah diinspirasi dari ajaran al-Qur’an dan
al-Sunnah. Ada juga yang mengartikan ekonomi Islam sebagai
pengetahuan dan penerapan hukum Islam untuk mencegah terjadinya
ketidakadilan dalam pemanfaatan sumber-sumber materiil
(sumberdaya alam).45
Tentu masih banyak lagi pemikir atau ulama yang memebrikan
definisi tentang ekonomi Islam. Akan tetapi dari beberapa yang telah
disebutkan, terdapat beberapa unsur yang relatif sama. Seperti yang
44 Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Al-Iqtishad al-Islami; ushusun wa muba’un wa akhdaf, Terj. M. Irfan Syofwani “Ekonomi Islam; Prinsip, Dasar, dan Tujuan, Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004, hlm. 13 45 Amir Mu’allim, dkk.,Op.cit., hlm. 26-27
42
dikemukakan oleh ekonom Pakistan, M. Arkham Khan, bahwa
ekonomi Islam berkepentingan untuk menetapkan tujuan aktivitas
ekonomi manusia (mencapai kebahagiaan dan keberhasilan hidup),
dengan memberi muatan normatif (berupa nilai-nilai Islam).46
b Karakteristik dan Prinsip Ekonomi Islam
Ekonomi Islam bukan hanya sebuah ilmu yang berbicara
tentang perekonomian, ia bukanlah ilmu murni. Akan tetapi ekonomi
Islam merupakan sebuah doktrin atau ajaran. Ilmu ekonomi hanya bisa
mengantarkan orang pada pemahaman bagaimana kegiatan ekonomi
berjalan. Sehingga ekonomi Islam bukan hanya sekedar sebagai ilmu,
melainkan lebih dari iru adalah sebagai sebuah sistem dan way of life.47
Dengan demikian ekonomi Islam memiliki keterkaitan erat, dan
memang memiliki karakteristik dan prinsip yang sejalan dengan
sumber ajaran Islam.
Adapun karakteristik-karakteristik ekonomi Islam bisa
dijabarkan sebagai berikut:48
a. Bersumber dari Tuhan (رياني المصدر والتشريع). Ekonomi Islam
memiliki sumber nilai yang berasal dari agama. memiliki kekuatan
yang mengikat untuk semua manusia, meliputi aspek universal dan
partikular. Dalam posisi sebagai pondasi, ekonomi Islam tidak
46 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), 1999, hlm. 8 47 Amir Mu’allim, dkk.,Op.cit., hlm. 28 48 Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Op.cit., hlm. 15
43
berubah, yang berubah hanyalah cabang dan bagian partikularnya,
bukan dalam sifat universalnya. Dengan demikian Islam mengatur
teori ekonomi. Dalam hal ini Islam memilki tiga asas pokok, yaitu:
asas akidah, asas akhlak, dan asas hukum (dibahas dalam ilmu
fiqh).49
b. Ekonomi Islam adalah ekonomi pertengahan atau berimbang
Dalam karakteristik ini, ekonomi Islam .(اقتصاد الوسطية والتوازن)
memadukan antara kepentingan pribadi dengan kemaslahatan
masyarakat atau publik. Dalam Islam, umat manusia diperintahkan
untuk menjadi umat yang berada di tengah-tengah atau berimbang.
Seperti dalam al-Qur’an surat al-Baqarah: 143:
ذلكوك جلعاكنأ مةم واطس.... Artinya: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan....” (Q.S. al-Baqarah: 143)50
Dalam menjelaskan ayat ini, sejumlah penterjemah mengganti kata
‘tengah’ dengan kata ‘yang terbaik’ untuk menunjukkan bahwa
jalan tengah adalah jalan terbaik, karena jalan itu menunjukkan
keseimbangan atau kesejajaran.51 Beberapa kalangan berpendapat
bahwa ayat ini mengindikasikan karakteristik ekonomi Islam yang
berada di tengah-tengah (seimbang) antara faham kapitalisme dan
sosialisme. Islam memperkuat posisi individu dan haknya dalam
49 Muhammad Hidayat, Fiqih Perdagangan Bebas, Jakarta: Teraju, 2003, hlm. 28 50 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: PT. Syaamil Cipta
Media, 2005, hlm. 22 51 Syed Nawab Haider, Islam, Economics and Society, Terj. M. Saiful Anam “Menggagas Ilmu Ekonomi Islam”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 121
44
kepemilikan dengan tetap menghubungkannya dengan
tanggungjawab sosial. Namun sementara pihak yang lain, masih
mempertimbangkan muatan yang ada di dalam ayat ini dengan
keberadaan Islam antara kapitalisme dan sosialisme.52 Bukti
keberimbangan ekonomi Islam dalam kepemilikan juga
ditunjukkan adanya pengakuan Islam atas kepemilikan yang
dikuasai oleh negara (sebagai penengah antara individu dan
masyarakat).53
c. Berkecukupan dan berkeadilan (اقتصاد الكفاية والعدل). Allah telah
menciptakan manusia di muka bumi ini sebagi khalifah. Semua
yang ada di bumi ini adalah hak milik Allah, dan manusia adalah
sebagai khalifah harta tersebut.54 Dalam al-Qur’an banyak sekali
ayat yang menunjukkan hal ini, seperti: Q.S. al-Baqarah:30, Q.S.
al-Nahl:10-11, Q.S. Fathir:39, dan lainnya. Status khalifah adalah
sebagai pengemban amanat Allah untuk mengelola sumber daya
yang ada di bumi. Dan status ini berlaku umum bagi semua
manusia; tidak ada hak istimewa bagi individu atau bangsa
tertentu. Akan tetapi ini bukan berarti bahwa semua manusia harus
mendapatkan keuntungan yang sama dari alam ini.55 Akan tetapi
manusi dibekali dengan kemampuan yang berbeda-beda. Akan
52 Ibid. 53 Muhammad Hidayat, Op.cit., hlm. 43 54 Ibid, hlm. 29 55 Monzer Kahf, The Islamic Economy: Analytical of the Functioning of the Islamic Economic System, Terj.Machnun Husein “Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, hlm. 66
45
tetapi Islam tidak menghendaki superioritas sebuah golongan yang
menimbulkan kesenjangan sosial. Dalam distribusi ekonomi Islam
mengajarkan adanya keadilan dan ukhuwwah. Dalam hal keadilan
ekonomi, Islam memandang keadilan sebagai isi yang sangat
esensi dari Islam itu sendiri, agar kehidupan ekonomi tidak
menciptakan kesenjangan dan kelas sosio-ekonomik yang tajam.56
Kesejahteraan ekonomi harus diupayakan untuk didistribusikan
secara merata. Seperti dalam al-Qur’an:
.....مكنم اءينغأال نيب ةلود نوكي ال ىكArtinya: “Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu..” (Q.S. al-Hasyr: 7)57
d. Keseimbangan antara keruhanian dan kebendaan. Islam merupakan
agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka diri). Dalam
Islam terdapat unsur keagamaan (mementingkan akhirat), dan juga
ada sekularitas (segi dunia).58 Islam mendorong manusia untuk
beribadah menggapai Ridlo Allah di hari akhir, juga tetap
mengingatkan manusia untuk mengambil bagiannya berupa
kehidupan duniawi. Seperti dalam firman-Nya:
.....الدنيا من نصيبك تنس اول الآخرة الدار الله آتاك فيما وابتغArtinya: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia...” (Q.S. al-Qashash: 77)
56 Amir Mu’allim, dkk.,Op.cit., hlm. 77
57 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2005, hlm. 546 58 Muhammad Hidayat, Op.cit., hlm. 42
46
e. Mengajarkan semangat kerja (enterprise). Islam memandang
bekerja sebagi usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya
sebagai bekal menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Seperti
disebutkan dalam al-Qur’an:
......الله فضل من وابتغوا الأرض في فانتشروا الصلاة قضيت فإذاArtinya: “Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah...” (Q.S. al-Jumu’ah: 10)59
Selain beberapa karakteristik di atas, ekonomi Islam juga
mempunyai prinsip-prinsip yang menjadi pilar dilaksanakannya
aktivitas ekonomi masyarakat:
a. Kebebasan ekonomi. Dalam banyak literatur disebutkan bahwa
kebebasan berekonomi merupakan pilar yang sangat urgen dan
dilindungi oleh syari’at. Kebebasan ekonomik adalah tiang
pertama dalam struktur pasar Islami.60 Setiap orang diperbolehkan
melakukan semua jenis usaha atau pekerjaan, selama itu tidak
bertentangan dengan perintah al-Qur’an dan al-Sunnah. Dengan
demikian seiring dengan kebebasan yang diberikan, manusia juga
harus bertanggungjawab agar kegiatan ekonominya tidak
melanggar aturan syari’at. Hendaknya kegiatan ekonomi itu legal
secara hukum dan sesuai dengan asas halal, haram, dan nilai-nilai
moral.61
59 Departemen Agama RI, Op.cit., hlm. 554 60 Monzer Kahf, Readings in Microeconomics: an Islamic Perspective, Darul Ehsan: Longman Malaysia Sdn. Bhd. 1992, hlm. 147 61 Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Op.cit., hlm. 35
47
b. Kepemilikan ganda. Kepemilikan dindividu dibenarkan dan
dilindungi oleh Islam.akan tetapi penggunaanny harus tetap sesuai
dengan rambu-rambu syari’at dan sesuai dengan nilai-nilai moral.62
Kepemilikan ganda dimaksudkan bahwa di satu sisi, Islam
mengakui kepemilikan seseorang sebagi milik personal, di sisi lain
juga ada kepemilikan sosial.63 Hal ini berarti bahwa kepemilikian
sesorang tidak absolut bersifat personal. Dalam harta yang dimiliki
seseorang ada sebagian yang merupakan hak sosial yang harus ia
keluarkan. Seperti disebutkan dalam al-Qur’an:
والمحروم للسائل حق أموالهم وفيArtinya: “Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta” (Q.S. az-Zariyat: 19)64
c. Prinsip rela sama rela dalam bertransaksi (at-taradli). Asas rela
sama rela harus dilakukan diantara para pihak yang terkait dengan
transaksi atau kegiatan ekonomi. Kerelaan harus diekspresikan
dalam berbgai bentuk aktivitas ekonomi. Hal ini adalah untuk
mencegah terjadinya praktek-praktek yang merugikan.65
Sebagaimana dalam Islam terdapat beberapa jenis kegiatan
ekonomi yang dilarang karena adanya unsur merugikan.66
62 M. A. Mannan, Islamic Economics, Teory and Practice (A Comparative Study), Delhi:
Idarah-i Adabiyat-i Delli, t.th., hlm. 378 63 Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Op.cit., hlm. 33 64 Departemen Agama RI, Op.cit., hlm. 521 65 Amir Mu’allim, dkk.,Op.cit., hlm. 29
66 Untuk jenis-jenisnya akan diuraikan dalam bagian mekanisme pasar dalam Islam.
48
c Mekanisme Pasar dalam Islam dan Keterlibatan Pemerintah
1) Mekanisme Pasar Islam
Tema mekanisme pasar dalam Islam tidak bisa kita
lepaskan dari apa yang telah kita eksplor berupa karakteristik, nilai,
dan prinsip-prinsip yang harus ditegakkan berekonomi. Dalam
mengupas lebih lanjut tentang mekanisme pasar, kita akan
membicarakan bagian ini dengan pemahaman tentang pasar yang
telah kita uraikan sebelumnya (dengan pengertian paling awal)
bahwa pasar merupakan mekanisme pertukaran barang dan jasa
oleh pelaku pasar, sebagai tempat (baik dalam arti fisik maupun
abstrak) bertemunya penjual dan pembeli.
Mekanisme pasar memiliki inti esensial berupa
“permintaan” dan “penawaran”. Dari interaksi ‘permintaan’ dan
‘penawaran’ itulah kemudian bisa menentukan harga. Dalam
ekonomi Islam, Islam memberikan kepercayaan sangat besar pada
mekanisme pasar.67 Hal ini didasarkan pada adanya kebebasan
ekonomik bagi setiap orang, yang telah berabad-abad dijalankan,
bahkan semenjak masa Nabi Muhammad SAW.68 Nabi
melestarikan prinsip kebebasan (perekonomian sesuai mekanisme
pasar) ini dengan memberikan contoh pengendalian perilaku moral
di pasar. Dan selanjutnya tradisi ini diteruskan oleh generasi
berikutnya. Untuk menjamin terwujudnya kebebasan pasar ini,
67 Monzer Kahf, Op.cit.,hlm. 55 68 Ibid, hlm. 54
49
Nabi memberikan pengawasan (ihtisab) dalam berbagai macam
transaksi, sehingga prinsip kebebasan tidak akan menimbulkan
terganggunya mekanisme pasar, dan tidak terjadi praktek-praktek
ekonomi yang menyimpang ajaran Islam. Kepercayaan Islam
terhadap mekanisme pasar tersebut bisa kita lihat dari beberapa
pikiran Ibnu Taimiyyah sebagai berikut:69
1) Orang-orang bebas masuk dan meninggalkan pasar (free entry
and exit barriers)
2) Tingkat informasi yang cukup mengenai kekuatan-kekuatan
pasar dan barang-barang dagangan harus terpenuhi dalam
mekanisme pasar
3) Unsur-unsur monopolistik harus dilenyapkan dari pasar
4) Kenaikan harga yang disebabkan murni oleh permintaan dan
penawaran adalah dibenarkan
5) Tidak dibenarkan ada penyimpangan dari pelaksanaan
kebebasan ekonomi yang jujur.
Dalam memandang mekanisme pasar ini, ada beberapa
pendapat pemikir muslim, sebagai contoh, diantaranya:70
1) Abu Yusuf (731-798)
Pada masa Abu Yusuf, pemahaman masyarakat tentang
harga adalah bahwa jika terdapat banyak barang maka harga
akan murah, dan jika tersedia sedikit barang maka harga akan 69 Ibid, hlm. 55 70 Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: IIIT Indonesia, 2002, hlm. 120-131
50
mahal. Pemahaman pada waktu itu hanya memperhatikan
kurva permintaan. Namun Abu Yusuf berbeda pendapat.
Menurut dia, persediaan barang sedikit tidak selalu diikuti
dengan kenaikan harga, dan sebaliknya persediaan barang
melimpah belum tentu membuat harga akan murah. Menurut
dia tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang
dapat dipastikan. Murah dan mahal adalah ketentuan Allah.
2) Imam al-Ghazaly (1058-1111)
Al-Ghazaly memandang pasar sebagai bagian dari
keteraturan alami. Aktivitas perdagangan dan harga bergerak
sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran. Beliau
memandang pentingnya peranan pemerintah dalam menjamin
keamanan jalur perdagangan demi kelancaran pertumbuhan
ekonomi.
3) Ibnu Taimiyyah (1263-1328)
Pada masa Ibnu Taimiyyah berkembang asumsi
masyarakat bahwa peningkatan harga merupakan akibat dari
ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari pihak
penjual atau sebagai akibat dari manipulasi pasar. Terhadap
pemahaman ini beliau membantah, dan menyatakan bahwa
tingkat harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan
penawaran. Beliau menjelaskan bahwa naik dan turunnya harga
tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian
51
orang yang terlibat dalam transaksi, misalnya tindakan
melanggar hukum atau penimbunan. Bila seluruh aturan
transaksi sudah sesuai “aturan”, maka kenaikan harga yang
terjadi merupakan kehendak Allah SWT.
4) Ibnu Khaldun (1332-1404)
Ibnu Khaldun juga menjelaskan mekanisme permintaan
dan penawaran dalam menentukan harga keseimbangan. Beliau
mengatakan bahwa ketika barang-barang yang tersedia sedikit,
maka harga akan naik. Namun jika ketersediaan barang
melimpah, maka harga-harga akan turun. Dengan demikian,
beliau juga telah mengidentifikasi kekuatan permintaan dan
penawaran sebagai penentu keseimbangan harga.
Dari beberapa pandangan pemikir muslim diatas, konsep
ekonomi Islam mengakui penentuan harga yang ditimbulkan oleh
kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan penawaran.
Pertemuan permintaan dan penawaran tersebut harus dilakukan
secara murni (tidak ada unsur-unsur yang bertentangan dengan
ajaran Islam) dan dilakukan secara rela sama rela. Islam mengatur
agar persaingan dalam pasar dilakukan dengan prinsip adil.
Pembicaraan mengenai mekanisme pasar dalam ekonomi
Islam juga tidak bisa kita lepaskan dari pembahasan mengenai
transaksi-transaksi ekonomi yang pada umumnya secara teori
52
dibahas dalam ilmu fikih mu’amalat.71 Pada prinsipnya, ekonomi
Islam melarang setiap bentuk usaha yang dapat menimbulkan
ketidak adilan, antara lain:72
1) Talaqqi rukban, yaitu pedagang membeli barang penjual
sebelum mereka masuk pasar atau kota. Praktek ini akan
menimbulkan pasar yang tidak kompetitif karena ketidak
tahuan penjual dari kampung akan harga yang berlaku di pasar
atau kota.
2) Mengurangi timbangan. Karena Allah telah memerintahkan
manusia untuk bersikap adil dan tepat dalam timbangan.73
3) Menyembunyikan barang yang cacat dengan harapan akan
mendapatkan harga yang tinggi dari kualitas barang yang buruk
4) Menukar kurma kering (atau bisa dengan contoh jenis barang
yang lain) dengan kuirma basah, karena takaran kurma basah
ketika kering bisa jadi tidak sama dengan kurma yang kering
5) Menukar satu takar kurma kualitas bagus dengan dua takar
kurma kualitas sedang
71 “Fikih” secara bahasa bahasa berarti “faham”. Secara istilah, menurut Abu Hanifah adalah, pengetahuan yang dimilki jiwa akan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Menurut Imam as-Syafi’i, fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah yang diambil dari sumbernya yang terperinci, yaitu al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma’, dan Qiyash. Sehingga dengan demikian fikih merupakan bagian pembahasan dalam syari’at tentang amaliyyah. Sedangkan yang dimaksud mu’amalat adalah interaksi antara msesama manusia. Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr, Juz 1, Cet. 9, 2006, hlm. 29-31 72 Adiwarman Azwar Karim, Op.cit., hlm. 133 73 Q.S. al-Isra’:35
53
6) Transaksi najasy, yaitu si penjual menyuruh orang lain memuji
barangnya atau menawar dengan harga tinggi agar orang lain
tertarik
7) Ihtikar dan penimbunan, yaitu mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan menjual lebih sedikit barang untuk
harga yang lebih tinggi.74
8) Ghaban faa-hisy, yaitu menjual di atsa harga pasar.
Mekanisme pasar (kekuatan permintaan dan penawaran
dalam menentukan harga) yang diakui oleh Islam, juga
mengindikasikan bahwa Islam melarang segala aktivitas yang
menyebabkan mekanisme tersebut tidak berjalan secara ideal dan
menimbulkan gangguan atau distorsi pasar (market distortion),
karena hal tersebut berimbas pada adanya unsur ketidak adilan dan
kezaliman. Dalam ekonomi Islam, distorsi pasar terbagi menjadi
tiga bentuk: Distorsi permintaan dan penawaran, tadlis (penipuan),
dan taghrir (kerancuan atau ketidakpastian) 75
1) Distorsi permintaan dan penawaran. Distorsi ini terbagi
menjadi dua bentuk, yaitu:
a. distorsi permintaan (false demand), yang dalam prakteknya
berbentuk bai’ najasy
b. distorsi penawaran (false supply), yang dalam prakteknya
berbentuk ihtikar. Ihtikar sering diartikan sebagai monopoli
74 Sayyid Sabiq, Fiqhu al-Sunnah, Juz 3, Beirut: Dar al-Fikr, 1977, hlm. 144 75 Adiwarman Azwar Karim, Op.cit.,151
54
dan atau penimbunan. Namun sebenarnya, Ihtikar tidak
identik dengan monopoli dan penimbunan. Dalam Islam
siapa pun boleh berbisnis, baik ia merupakan satu-satunya
penjual (monopoli). Akan tetapi yang dilarang adalah
monolpoly’s rent, yaitu mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit
barang untuk harga yang lebih tinggi, dan inilah yang
dimaksud ihtikar. Kategori ihtikar mengandung tiga
komponen yang harus ada: Pertama, mengupayakan adanya
kelangkaan barang baik dengan cara menimbun stok atau
entry-barriesrs. Kedua, menjual dengan harga yang lebih
tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terjadinya
kelangkaan. Dan ketiga, mengambil keuntungan yang lebih
tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen
pertama dan kedua dilakukan.
2) Tadlis (penipuan). Yaitu tidak terpenuhinya informasi yang
memadai dalam pasar atau transaksi. Bentuk-bentuk penipuan
terjadi dalam beberapa objek: kuantitas barang, kualitas barang,
harga barang, dan waktu penyerahan.
3) Taghrir (ketidakpastian). Taghrir berasal dari kata Bahasa
Arab “gharar” yang berarti ketidakpastian atau ketidak tahuan,
55
dan mengandung bahaya atau resiko.76 Taghrir juga meliputi
beberapa objek: kuantitas barang, kualitas barang, harga
barang, dan waktu penyerahan.
b. Keterlibatan Pemerintah
Dalam sejarah perekonomian umat Islam pernah terjadi
permasalahan yang bersinggungan dengan peran pemerintah terhadap
mekanisme pasar. Pada masa Nabi Muhammad SAW pernah terjadi
kondisi pasar dimana harga-harga barang melambung tinggi yang
menyebabkan meurunnya daya beli masyarakat pada waktu itu. Kondisi
demikian mendorong para sahabat meminta nabi untuk menetapkan
harga di pasar. Akan tetapi Nabi menolak untuk menetapkan harga
(tas’ir). Peristiwa tersebut kemudian menimbulkan kontroversi di
kalangan ulama tentang diperbolehkannya campur tangan pemerintah di
dalam masalah penetapan harga. Sebagian kalangan berpendapat
(berdasarkan keengganan Nabi untuk mencampuri urusan harga) bahwa
kondisi yang ada pada saat itu merupakan kondisi umum, sehingga
dalam keadaan bagaimanapun pemerintah tidak dibenarkan untuk
melakukan penetapan harga.77 Sedangkan menurut sebagian pendapat
yang lebih kuat menyatakan bahwa alasan penolakan Nabi terhadap
permintaan para sahabat untuk menetapkan harga adalah karena
76 Ibn Rusyd, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet. 10, 1988, hlm. 144 77 Hammad Ibn Abdirrahman al-Junaidal, Manahij al-Bahitsin fi al-Iqtishad al-Islamiy, Kairo: Syirkat al-Ubaikan, t.th. hlm. 277-280
56
kenaikan harga yang terjadi pada saat itu adalah murni disebabkan
karena fluktuasi dari persediaan dan permintaan. Naiknya harga
disebabkan karena sedikitnya persediaan barang yang ada di pasar.
Kasus pada masa Nabi tersebut merupakan kasus khusus, sehingga
bukan menjadi penghalang bagi pemerintah untuk membuat kebijakan
dalam masalah harga pada kondisi-kondisi tertentu. Pendapat ini
dikuatkan juga oleh Ibnu Taimiyyah.
Selain kebebasan ekonomik bagi setiap individu untuk
melakukan proses pasar (ekonomi pasar), Islam memang mengakui
bahwa kebebasan individu dan peran mekanisme pasar bisa mendorong
efisiensi ekonomi, akan tetapi kedua hal tersebut tidak bersifat sakral.
Nilai-nilai dan prinsip ideal mekanisme pasar akan akan sangat sulit
dijalankan selama ada unsur-unsur yang bisa menyebabkan terjadinya
distorsi. Oleh karena itu, kehadiran pemerintah sangat diperlukan.
Islam memantapkan peran pemerintah sebagai institusi yang
memiliki kewenangan untuk masuk dalam wilayah perekonomian.
Pemerintah mempunyai peran positif, suatu kewajiban moral untuk
membantu mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya secara merata78
Pemerintah harus memberikan ekspresi praktis kepada tujuan
ditegakkannya keadilan.79 Pemerintah datang dalam melancarkan
aktivitas ekonomi yang sesuai ajaran Islam, sebagai penyeimbang antara
78 M. Umer Chapra, Islam and Economic Challenge, Terj.Ikhwan Abidin B. “Islam dan Tantangan Ekonomi”, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, hlm. 227 79 Ibnu Taimiyyah, as-Siyasat as-Syar’iyyah fi Ishlai al-Ra’iy wa al-Ra’iyyat, Beirut: Dar al-Fikr, t.th., hlm. 12
57
kepentingan-kepentingan individu dan kepentingan sosial.80 Dengan
alasan-alasan demikianlah, bisa kita mengerti bahwa dalam sistem
ekonomi Islam, Islam menempatkan pemerintah sebagai pihak yang
mempunyai kewenangan untuk ikut terlibat di dalam perekonomian,
dengan berbagai strategi yang bisa dijalankan oleh lembaga kekuasaan
yang dibentuk oleh pemerintah.81
Meurut Monzer Kahf salah satu hal penting yang menandai
keterlibatan pemerintah dalam perekonomian adalah fungsinya sebagai
supervisor dan pengontrol. Kontrol yang dilakukan oleh pemerintah
mengambil dua bentuk, yaitu: Pertama, kontrol sebagai upaya untuk
meningkatkan pemenuhan tujuan-tujuan negara secara efisien. Kedua,
kontrol melalui hisbah, yang berfungsi memelihara agar “aturan-aturan
permainan” dalam perekonomian yangs esuai syari’at Islam bisa
ditegakkan.82
B. Konsep Hisbah
1. Pengertian Hisbah
Secara etimologi kata hisbah (حسبة) berasal dari akar kata Bahasa
Arab يحسب – حسب (hasaba-yahsubu) yang berarti “menghitung” dan
“membilang”.83
80 M. Umer Chapra, Loc.cit. 81 Muhammad Hidayat, Op.cit. hlm. 77 82 Monzer Kahf, Op.cit., hlm. 64 83 H. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989, hlm. 102
58
Secara istilah, hisbah adalah memerintahkan kebaikan apabila ada
yang meninggalkannya, dan melarang kemungkaran apabila ada yang
melakukannya.84 Dalam kitab al-Ahkam al-Sulthaniyyah disebutkan
definisi hisbah sebagai:85
فعله ظهر إذا املنكر عن وي تركه ظهر إذا باملعروف أمر هي احلسبة
Dengan demikian konsep hisbah merupakan doktrin Islam untuk
memelihara segala sesuatu agar sesuai dengan syari’at Islam. Doktrin ini
berdasar pada tuntunan al-Qur’an, dengan jalan memerintahkan kebaikan
dan melarang kemungkaran,86 dan merupakan kewajiban bagi setiap
muslim.87
Istilah Hisbah bukan merupakan istilah yang secara tekstual bisa
ditemukan dalam al-Qur’an.88 Kata hisbah juga sering digunakan
bersamaan dengan kata “wilayah” (والية) yang berarti “pemerintahan”,
“kekuasaan” dan “kewenangan”89. Sehingga susunannya menjadi “wilayat
al-hisbah” ( الحسبةوالية ) = kewenangan hisbah. Dalam mendefinisikan
Wilayah Hisbah, ada beberapa pendapat. Menurut Ibnu Taimiyyah, yang
dimaksud dengan wilayah hisbah adalah muhtasib yang kewenangannya
adalah menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat mungkar. Sedangkan
84 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Al-Fiqh Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar Ibn Al-Khaththab, Terj. H. Asmuni Solihan Zamakhsyari “Fikih Ekonomi Umar bin al-Khatab”, Jakarta: Khalifa, 2003, hlm. 587 85 Abi Ya’la Muhammad Ibn Husain al-Farra’ al-Hanbaly, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, Beirut: Dar al-Fikr, 1994, hlm. 320 86 http://en.wikipedia.org/wiki/hisbah 87 B. Lewis, The Encyclopaedia of Islam, Vol.III, Leiden: E.J. Brill, 1971, hlm. 485
88 http://en.wikipedia.org/wiki/hisbah 89 Al-Munjid Fi al-Lughat, Cet.ke-28, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986, hlm. 919
59
yang dimaksud muhtasib adalah orang yang dipercaya dan ditunjuk untuk
mengawasi pasar dan dilaksanakannya nilai-nilai moral.90
Dalam sistem pemerintahan menurut Islam, kewenangan peradilan
(al-qadha) meliputi tiga wilayah, yaitu: wilayah mazhalim, wilayah qadha,
dan wilayah hisbah.91 wilayatul hisbah berada di posisi paling bawah dari
ketiga wilayat tersebut.92 Akan tetapi itu bukan berarti hisbah secara
struktural di bawah kewenangan kedua wilayat di atasnya.
Wilayatul hisbah memiliki kewenangan dalam hal:93
a. menerima laporan atau pengaduan dalam hal terjadi permasalahan
yang berkaitan dengan tiga macam permasalahan: pertama,
terjadinya kecurangan dalam takaran barang (jual beli). Kedua,
adanya praktek penipuan dalam barang dagangan atau harga.
Ketiga, penundaan pembayaran kewajiban dan hutang-hutang oleh
seseorang padahal dia sudah mampu membayarnya
b. mewajibkan orang yang diadukan atau dituduh untuk menepati
atau melaksanakan kewajiban-kewajiban yang seharusnya.
c. Kewenangan muhtasib untuk menerima laporan atau tuduhan
hanya terbatas pada tuduhan-tuduhan yang masih dalam lingkup
permasalahan akad-akad dan muamalat.
d. Muhtasib tidak diperbolehkan menjatuhkan hukuman.
90 B. Lewis, Loc.cit. 91 Iin Solikhin, Wilayah Hisbah dalam Tinjauan Historis Pemerintahan Islam, Ibda’ Jurnal Studi Islam dan Budaya,Vol.3 No.1, 2005, P3M STAIN Purwokerto, hlm. 33 92 Wahbah al-Zuhaily, Op.cit. Juz 6, hlm. 769 93 Ibid, hlm. 770-771
60
Pada dasarnya hisbah mencakup semua aspek kehidupan94 dan
berkaitan dengan masalah moral dan kesusilaan. Diantara bidang-bidang
yang menjadi kekuasaan hisbah adalah: aqidah, ibadah, dan muamalah
atau ekonomi. Pembahasan di sini akan difokuskan pada peran lembaga
hisbah dalam bidang ekonomi. Dalam bidang ekonomi, hisbah diberi
pengertian sebagai upaya untuk memastikan bahwa praktik ekonomi kaum
muslim telah berjalan dengan ajaran yang benar.95 Wilayah hisbah berada
di sekitar praktek-raktek ekonomi, dan melarang atau mengawasi
terjadinya kecurangan-kecurangan, dan unsure-unsur yang tidak
dibenarkan oleh ajaran Islam.
Inti dasar perintah hisbah bisa ditemukan dalam al-Qur’an surat
Ali Imran:104, yang berbunyi:
كنلتو كمة منون أمعدر إلى ييون الخرأميوف ورعن بالموهنين وكر عنالم أولئكو مون هفلحالم
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”96
2. Sejarah lembaga Hisbah
Menurut Muhammad al-Mubarak, hisbah merupakan fungsi
control pemerintah terhadap perilaku orang, yang meliputi pengawasan
terhadap moral, agama, dan ekonomi, yang secara umum meliputi
kehidupan masyarakat, untuk menegakkan keadilan dan kebenaran sesuai
94 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Op.cit., hlm. 588 95 http://en.wikipedia.org/wiki/hisbah
96 Departemen Agama RI, Op.cit. hlm. 63
61
ajaran Islam dan norma yang sesuai dengan tempat dan waktunya. Nicola
Ziadeh mendefinisikan hisbah sebagai petugas yang mengkontrol pasar
dan moral masyarakat. Semenjak tugas pengawasan terhadap pasar
menjadi salah satu dari fungsi muhtasib, saat itu pula kadang dianggap
sebagai bentuk awal hisbah yang menyerupai sebuah petugas
pemerintahan di kerajaan Romawi Timur. Akan tetapi dalam
kenyataannya, para penulis terdahulu menganggap bahwa bahwa
kemunculan hisbah adalah bersumber dari al-Qur’an dan contoh yang
dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW.97
Tradisi hisbah diletakkan langsung pondasinya oleh Rasulullah
saw, beliaulah muhtasib (pejabat yang bertugas melaksanakan hisbah)
pertama dalam Islam. Sering kali beliau masuk ke pasar Madinah
mengawasi aktivitas jual beli. Suatu ketika Rasulullah mendapati seorang
penjual gandum berlaku curang dengan menimbun gandum basah dan
meletakkan gandum yang kering di atas, beliau memarahi penjual tersebut
dan memerintahkan untuk berlaku jujur, “barangsiapa yang menipu maka
ia tidak termasuk golongan kami.”98 Rasulullah setiap hari memantau
pelaksanaan syari’at oleh masyarakat Madinah. Setiap pelanggaran yang
tampak olehnya langsung mendapat teguran disertai nasihat untuk
memperbaikinya.99
Pada masa Nabi, wewenang dan tugas hisbah memang belum
berbentuk sebuah institusi atau lembaga peradilan tersendiri. Akan tetapi
97 Abdul Azim Islahi, Op.cit, hlm. 187 98 Ibid, hlm. 188
99 Hafas Furqani, http://id.acehinstitute.org, 25 April 2007
62
tugas pengawasan terhadap perekonomian masih dijalankan langsung oleh
Nabi.100 Pada saat itu sudah terlihat bahwa Nabi memerintahkan seseorang
untuk mengawasi dan menghakimi (menjadi qadhi) dalam sebuah daerah
tertentu, seperti penunjukan beliau pada Muadz Ibn Jabal.101
Contoh yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW itu selanjutnya
diteruskan oleh para Khulafa’ al-Rasyidin.102 Pada masa ini secara
struktural hisbah belum ada perubahan signifikan seperti pada masa Nabi.
Para khalifah terjun langsung untuk menjalankan peran hisbah, yaitu salah
satunya mengawasi perekonomian. Hanya pada masa Khalifah Umar Ibn
Khattab telah ada semacam pelembagaan atau pengangkatan yang lebih
sempurna dibandingkan pada masa sebelumnya. Beliau melantik dan
menetapkan bahwa wilayatul hisbah adalah merupakan bagian dari
kekuasaan departemen dalam pemerintahan yang resmi.103
Selanjtunya pada masa Daulat Umayyah, telah mengalami
perkembangan yang berarti dalam wilayah hisbah. pada masa inilah
wilayah hisbah telah dibentuk menjadi sebuah kewenangan peradilan
tersendiri yang terpisah dari pemerintahan khalifah. Lembaga hisbah
menjadi salah satu lembaga peradilan yang ada dengan kewenangan
mengatur dan mengontrol pasar dari perbuatan-perbuatan yang tidak
sesuai dengan syari’at Islam.104 Akan tetapi menurut sebagian pendapat
mengatakan bahwa penamaan resmi lembaga hisbah dan penyebutan
100 Iin Solikhin, Op.cit., hlm. 44
101 Ibid 102 Abdul Azim Islahi, Op.cit., hlm. 188
103 Hafas Furqani, http://id.acehinstitute.org, 25 April 2007 104 Iin Solikhin, Loc.cit.
63
istilah muhtasib untuk menunjuk orang yang bertugas menjalankan hisbah
mulai dikenal pada masa Khalifah Al-Mahdi pada masa dinasti
Abbasiyah.105 Wilayah hisbah seterusnya tetap eksist terdapat di sebagian
besar negara muslim hingga permulaan abad ke dua puluh.106
3. Peran lembaga Hisbah
Sebagai lembaga pemerintah yang mengawasi pasar, lembaga
hisbah memiliki beberapa peran:107
a. Pengawasan terhadap kondisi keseimbangan (ekuilibrium) di berbagai
sektor ekonomi Islam. dalam artian bahwa kekuatan mekanisme pasar
tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Harus tetap ada kontrol agar agar
ketika pasar dalam kondisi yang tidak stabil atau tidak seimbang bisa
diintervensi untuk mengembalikan pada titik keseimbangan
b. Pengawasan dalam produksi dan alokasi (distribusi). Dalam bidang ini
hisbah memberikan pengawasan dalam beberapa bentuk:
1. Pengawasan dalam sumber industri; harus mencegah produksi
barang-barang yang diharamkan oleh syari’at Islam
2. Persediaan barang-barang kebutuhan masyarakat. Ia harus
mengontrol dan mengawasi ketersediaan barang-barang yang
esensial untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
105 Wahbah al-Zuhaily, Juz 6, Op.cit. hlm.764 106 Abdul Azim Islahi, Loc.cit. 107 Ibid, hlm. 189- 191. Abul Khair Mohd. Jalaluddin, The Role of Government in an Islamic Economy, Kuala Lumpur: A.S. Noordeen, 1991. hlm. 111
64
3. Kebijakan pasar terbuka. Artinya bahwa ia harus mencegah adanya
praktek pasar gelap yang bisa mengakibatkan distorsi pasar. Dan
juga ketentuan free entry and exit barriers harus diwujudkan
4. Pengaturan dalam praktek monopoli
5. Tidak boleh ada praktek pemotongan pasar. yaitu praktek bai’
najasy
6. Mencegah terhadap semua bentuk unsur yang bisa menimbulkan
distorsi pasar.
c. Pengawasan terhadap harga pasar dan membuat regulasi atasnya
d. Mengawasi permasalahn kredit. Lembaga hisbah memiliki tugas untuk
mengawasi kegiatan-kegiatan kredit yang bisa menimbulkan riba.
Lembaga hisbah harus mengupayakan sistem kredit harus dijalankan
sesuai prinsip permodalan dalam ekonomi Islam
e. Peraturan dalam hak kepemilikan. Sebagaimana dalam prinsip
kepemilikan menurut ekonomi Islam, bahwa hak kepemilikan individu
sangat dilindungi oleh Islam. akan tetapi di sisi lain tetap ada hak
sosial yang harus dipatuhi oleh setiap individu, karena hak individu
tidak bersifat absolut.
f. Pengawasan dalam sektor publik. Menyangkut jasa-jasa umum yang
harus tetap dikontrol, seperti memastikan dilaksanakannya dengan baik
tugas para pejabat di bidang kesehatan, pendidikan, obat-obatan, dan
lain sebagainya.
BAB III
HISBAH PADA MASA PEMERINTAHAN KHALIFAH
UMAR IBN KHATTAB
A. Masa Pemerintahan Khalifah Umar Ibn Khattab
1. Kelahiran dan Nasab Umar Ibn Khattab
Nama Lengkap beliau adalah Umar Ibn Khattab Ibn Nufail Ibn
Abd al-‘Uzza Ibn Riyah Ibn Qurth Ibn Razah Ibn ‘Adiy Ibn Ka’ab Ibn
Lu’aiy al-Qurasyiy al-‘Adawiy.1 Beliau dilahirkan tiga belas tahun setelah
tahun Gajah (tahun kelahiran Nabi Muhammad).2 Ini berarti beliau lebih
muda tiga belas tahun dari Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Ibunya
bernama Hantamah binti Hasyim bin Mughiroh bin Abdullah bin Umar
bin Makhzum.3 Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi Muhammad
SAW pada Ka’ab Ibn Luay.4
Beliau berasal dari kalangan keluarga terpandang suku ‘Adiy yang
termasuk rumpun Quraisy. Beliau memiki kecerdasan yang luar biasa,
bahkan dikatakan mampu memprakirakan hal-hal yang akan terjadi pada
masa yang akan datang.5 Beliau menjadi orang yang dipilih sebagai duta
dari kabilahnya pada masa Jahiliyyah. Jika terjadi perselisihan di antara 1 Jalaluddin as-Suyuthi, Tarikh al-Kulafa’, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1988, hlm. 86
2 Abdul Wahhab an-Najjar, al-Khulafa’ al-Rasyidun, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Cet.2, 1990, hlm. 106. 3 Muhammad Ridla, al-Faruq Umar Ibn al-Khatthab, Cet. 6, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993, hlm. 8 4 Amru Khalid, Khulafa’ur Rasul, Terj.Farur Mu’is “Jejak para Khlaifah”, Solo: Aqwam, 2007, hlm. 69 5 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993, hlm. 124
65
66
para kabilah, maka beliau lah orang yang diutus untuk melerai dan
mendamaikan. Hal ini menandakan bahwa beliau memiliki kecerdasan,
keadilan, serta kebijaksanaan.6
Meskipun memilki keturunan dan nasab serta kedudukan yang
terhormat di keluarganya, tetapi pada masa jahiliyyah Umar dikenal
memilki sifat yang kejam, bengis, dan suka minum minuman keras. Pada
masa jahiliyyah dia menikahi banyak wanita, dan memilki anak yang
banyak. Akan tetapi sebagian besar isterinya tersebut meninggal dunia.
Diantara anak-anaknya yang menonjol adalah Abdullah bin Umar dan
Ummul Mukminin Hafshah. Anak-anaknya yang lain adalah Fathimah,
‘Ashim, Abdurrahman al-Akbar, Abdurrahman al-Ausath, dan
Abdurrahman al-Ashghar. Setelah menjadi khalifah7, Umar juga menikah
dengan Ummu Kultsum putri Ali bin Abi Thalib, dan Fatimah az-Zahra
saudara Hasan dan Husain, cucu Nabi Muhammad SAW.8
2. Awal Masuk Islam
Sebelum masuk Islam, Umar dikenal sebagai salah satu tokoh yang
paling menentang seruan Nabi Muhammad SAW. Beliau baru masuk
Islam pada tahun ke enam kenabian. Pada waktu itu beliau berusia dua
6 Ibid. Lihat juga Jalaluddin as-Suyuthi, Loc.cit. 7 Kata “khalifah” (خليفة) secara bahasa berarti: wakil, pengganti atau duta. Manusia sebagai khlaifah adalah dia sebagai wakil atau duta Tuhan di muka bumi. Kata khalifah secara istilah mempunyai maksud pengganti Nabi Muhammad SAW (الرسول خليفة) dalam fungsinya sebagai kepala negara, baik dalam urusan agama maupun dunia. Sebutan khalifah sebgai pengganti Nabi Muhammad SAW ini dimulai Abu Bakar sebagai khalifah pertama hingga pada masa Ali bin Abi Thalib. Mulai dari masa Bani Umayyah, penggunaan kata khalifah berubah bukan lagi pengganti Nabi Muhammad SAW, tetapi pengganti Allah SAW atau khalifat Allah di muka bumi. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid 2, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993, hlm. 35-36 8 Amru Khalid, Op.cit., hlm. 70-71
67
puluh tujuh tahun.9 Banyak riwayat yang menerangkan tentang awal
masuknya khalifah Umar Ibn Khattab ke Islam. Akan tetapi diantara
banyak riwayat itu, yang paling terkenal adalah riwayat yang berasal dari
Anas bin Malik.10 Pada suatu hari beliau mendapat berita bahwa adiknya,
Fatimah beserta suaminya telah masuk Islam. Seketika itu juga Umar
mendadak menjadi marah dan geram. Beliau segera bertandang ke rumah
adiknya. Sesampainya di sana kontan kemarahannya diluapkan pada
adiknya, Umar pun menampar Fatimah dan suaminya. Di puncak
kemarahannya, Umar lalu melihat sebuah lembaran yang bertuliskan ayat
al-Qur’an. Menurut sebagian riwayat, ayat itu adalah permulaan surat
Taha. Umar kemudian mengambil lembaran tersebut dan membaca ayat
tersebut. Setelah membacanya, Umar pun merasakan damai dan tenang di
hatinya. Lantas Umar ingin menemui Nabi Muhammad SAW di rumah al-
Arqam. Waktu itu Nabi Muhammad SAW sedang melaksanakan dakwah
secara sembunyi-sembunyi di rumah al-Arqam. Sesampainya di sana, para
sahabat yang berada di dalam rumah al-Arqam pun menjadi ketakutan,
kecuali Hamzah bin Abdul Muttalib, paman Nabi Muhammad SAW. Akan
tetapi dengan tetap tenang dan berwibawa, Nabi Muhammad SAW
menerima kedatangan Umar, dan dengan sikap yang ditunjukkan oleh
Nabi tersebut lah Umar menjadi lunak dan takut. Nabi kemudian
memerintahkan Umar untuk masuk Islam. Dan seketika itu juga Umar
9 Jalaluddin as-Suyuthi, Loc.cit. 10 Muhammad Ali Quthbi, al-Khulafa’u al-Rasyiduna, Damaskus: Maktabah al-Ghazali, 1993, hlm. 77
68
kemudian menyatakan masuk Islam dan mengucapkan dua kalimat
syahadat.11
Masuknya Umar Ibn Khattab ke dalam Islam merupakan kekuatan
yang sangat besar dan berharga bagi dakwah Islam. Beliau memeberikan
masukan kepada Nabi Muhammad SAW untuk melakukan syi’ar Islam
secara terang-terangan, bukan secara diam-diam seperti yang selama ini
dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW. Sehingga sejak itulah Islam
disebarkan secara terang-terangan.12 Semenjak Umar masuk Islam, Nabi
Muhammad SAW memberikan sebutan kepada umar dengan julukan “al-
Faaruq” yang artinya pembeda. Karena dengan Umar lah Allah
membedakan antara yang haq dan yang bathil.13 Umar Ibn Khattab juga
menjadi menjadi penasihat terdekat Nabi Muhammad SAW. Dan
begitulah dilakukannya sepanjang umur Nabi Muhammad SAW.14
3. Diangkat menjadi Khalifah
Setelah Khalifah Abu Bakar memerintah selama kurang lebih dua
tahun, beliau jatuh sakit. Kondisi demikian menyebabkan muncul
kecemasan pada beliau apabila tidak segera menunjuk atau menentukan
orang yang akan menggantikan jabatannya sebagai khalifah.15 Abu Bakar
kemudian bermusyawarah dengan para sahabat guna mempertimbangkan
siapa yang pantas menggantikan beliau menjadi khalifah. Beliau
11 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Jilid 5. Op.cit., hlm. 125
12 Muhammad Ridla, Op.cit., hlm. 18 13 Muhammad Ali Quthbi, Op.cit., hlm. 83
14 Michael H. Hart, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, http://mediaisnet.org 15 H.M. Sholikhin, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rasail, 2005, hlm. 9
69
mengungkapkan beberapa kriteria yang harus dimilki oleh seorang
khalifah. Berdasarkan masukan-masukan yang diterima, Abu Bakar
kemudian memilih Umar Ibn Khattab untuk menggantikannya menjadi
khalifah. Abu Bakar pun lalu membuat bai’at yang berisi penunjukan
Umar Ibn Khattab sebagai penggantinya, dan dengan demikian orang-
orang mukmin harus patuh terhadapnya.16
Pengangkatan Umar Ibn Khattab sebagai Khalifah dengan cara
demikian memang terkesan ada tendensi rekayasa dan rencana dari
khalifah sebelumnya. Akan tetapi keadaan demikian tidak menimbulkan
permasalahan di kalangan umat Islam waktu itu.17
Umar diangkat menjadi khalifah dengan dibai’at pada bulan
Jumada al-Akhirah tahun 13 Hijriyah. Az-Zuhri berkata bahwa Umar
diangkat menjadi khlaifah pada hari Abu Bakar wafat, pada hari Selasa
delapan hari sebelum bulan Jumada al-Akhirah.18 Umar Ibn Khattab
memerintah umat Islam selama kurang lebih sepuluh tahun, yaitu pada
tahun 634-644 Masehi. Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk
(Fairuz), seorang budak pada saat ia akan memimpin shalat Subuh. Fairuz
adalah salah seorang warga Persia yang masuk Islam setelah Persia
ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam
pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas
16 Muhammad Ali Quthbi, Op.cit., hlm. 75
17 H.M. Solikhin, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rasail, 2005, hlm. 10 18 Jalaluddin as-Suyuthi, Tarikh al-Kulafa’, Terj.Sudarmadji “Sejarah Khulafaur Rashidin: Para Penegak Islam Sepeninggal Rasulullah SAW”, Jakarta: Lintas Pustaka, 2003, hlm. 138
70
kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara digdaya, oleh Umar.
Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M.19
4. Kondisi Masa Pemerintahan
Umar menjadi khalifah sebagai pengganti Abu Bakar tidak
dihadapkan banyak sekali persoalan yang menantinya. Masalah perang
dan perdamaian, banyak masyarakat yang membangkang membayar zakat,
dan persoalan-persoalan sosial lainnya.20 Permasalahan-permasalahan
yang timbul pada masa itu tidak lepas dari kemajemukan masyarakat
bangsa Arab dan semakin luasnya daerah kekuasaan Islam.
a. Kehidupan ekonomi masyarakat
Perekonomian masyarakat Arab pada masa sebelum Islam bisa
dibilang masih sederhana dan terbatas. Mayoritas aktivitas
perekonomian pada saat itu adalah pada sektor pertanian, peternakan,
dan perdagangan. Ketiga sektor ekonomi tersebut sanagt berkaitan erat
pada waktu itu. Para petani menggarap lahan pertanian mereka dengan
menggunakan hewan-hewan ternak. Para pedagang juga menggunakan
hewan-hewan ternak sebagai alat untuk mengangkut barang-barang
dagangan mereka. Dan kadang hewan dari peternakan juga menjadi
barang yang diperdagangkan.21
19 http://wikipedia.com
20 Taha Husain, as-Syaikhan, Terj. Ali Audah “Dua Tokoh Besar dalam Sejarah Islam; Abu Bakar dan Umar”, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1986, hlm. 141 21 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Al-Fiqh Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar Ibn Al-Khaththab, Terj. H. Asmuni Solihan Zamakhsyari “Fikih Ekonomi Umar bin al-Khatab”, Jakarta: Khalifa, 2003, hlm. 31
71
Sektor perdagangan bisa dibilang yang paling diutamakan oleh
bangsa Arab. Dari aktivitas perdagangan, lahir kelomok-kelompok
yang kaya dan hidup bermewah-mewahan. Sedangkan masyarakat
yang lain hidup dalam kemiskinan.
Selain ketiga sektor tersebut, di negeri Arab juga terdapat
ekonomi bidang industri. Akan tetapi sektor ini sangat lemah dan
paling sedikit peranannya. Industri yang ada pada waktu itu mayoritas
dijalankan oleh para budak dan orang-orang Yahudi. Diantaranya
adalah industri besi, kayu, pertenunan, pembuatan senjata, dan lain-
lain.22
b. Kehidupan moral dan sosial
Bangsa Arab sebelum kedatangan Islam terkenal dengan akar
budaya yang dalam sebagian berada dalam akhlak yang rusak. Mereka
terkenal dengan sebutan jahiliyyah, karena kebodohan mereka akan
akhlak-akhlak dan moral. Secara sosial, masyarakat Arab terdiri dari
beberapa kelas dan tingkatan. Terdapat kelas masyarakat yang berada
di posisi atas, yang dengan keberadaannya sebagai golongan atas
mereka enggan bersama-sama dengan golongan yang ada di bawah
mereka. Juga terdapat kelas masyarakat yang berada di tingkat bawah ,
rakyat jelata dan awam. Perbedaan tingkatan masyarakat menjadi
sebuah hal yang wajar dalam masyarakat Arab.23
22 Ibid, hlm. 32 23 Ibid, hlm. 33
72
Masa pemerintahan Umar Ibn Khattab merupakan masa yang
gemilang bagi perkembangan dan kemajuan agama Islam. Meskipun
hanya menjabat khalifah selama kurang lebih sepuluh tahun, akan tetapi
banyak sekali prestasi yang telah diraih pada masa itu. Prestasi yang
dicapai meliputi banyak bidang, seperti dalam bidang perluasan wilayah,
penataan administrasi negara, bidang perekonomian, keamanan dan
ketertiban masyarakat, dan lain sebagainya. Untuk mengungkapkan
prestasi yang cemerlang dan sangat mengagumkan tersebut, bahkan ada
yang mengatakan bahwa Umar Ibn Khattab adalah sebagai pendiri negara
Islam.24
Sebutan tersebut bukan dalam artian bahwa dia sebagai khalifah
pertama, karena memang dalam faktanya yang pertama kali menjadi
khalifah adalah Abu Bakar. Penyebutan Umar Ibn Khattab sebagai pendiri
negara Islam tidak dikaitkan antara pendirian sebuah negara dengan
kekhalifahan. Akan tetapi, tujuan utama dari pendirian Islam adalah untuk
memperkuat akidah, bukan memperluas wilayah semata. Dalam masa
pemerintahannya, Umar telah melakukan usaha-usaha yang memperkuat
kedudukan agama Islam. beliau juga dikatakan sebagai pelopor
perundang-undangan dalam negara Islam. membentuk badan-badan
pemerintahan, dewan-dewan negara, mengatur peradilan dan administrasi,
membentuk lembaga keuangan (bait al-mal), dan prestasi lainnya.25
24 Abbas Mahmud Al Akkad, Abqariyatu Umar, Terj.Gazirah Abdi Ummah “Kejeniusan
Umar”, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002, hlm. 95 25 Ibid, 96
73
Beberapa prestasi yang bisa dikatakan signifikan pada masa Umar
Ibn Khattab di antaranya adalah:
1. Perluasan wilayah
Dalam masa kepemimpinan sepuluh tahun `Umar itulah
penaklukan-penaklukan penting dilakukan orang Arab. Tak lama
sesudah Umar memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pada
tahun 14 H Damaskus berhasil dikuasai sebagian dengan perjanjian
dan kekuatan, Homs dan Balbalak dikuasai dengan perjanjian, serta
Basrah dan Ubullah dapat dikuasai dengan kekuatan.
Pada tahun 15 H seluruh Jordan dapat dikuasai dengan
kekuatan, kecuali Tiberias. Pada tahun inilah terjadi pertempuran yang
bernama pertempuran Yarmuk dan Qadisyiah. Pada tahun 16 H Ahwaz
dan Mada’in dapat dikuasai. Pada tahun 18 H Jundaysabur dapat
dikuasai dengan perjanjian. Pada tahun ini kekuasan meluas ke Edessa
dan Sumaysat, Harran, dan sebagian Mesopotamia, serta Mosul dan
sekitarnya. Pada Tahun 20 H daeran Mesir berhasil ditaklukkan, yang
juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun,
penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna Pada Tahun 23 H
terdapat pula penaklukan di wilayah Kirman, Sijistan, Makran di
daerah pegunungan dan juga Isfahan dan daerah sekitarnya.26
2. Bidang Kemiliteran
26 Jalaluddin as-Suyuthi, Op.cit., hlm. 139-140
74
Umar Ibn Khattab dicatat sejarah sebagai orang yang pertama
kali mendirikan kamp-kamp militer yang permanen. Beliau mendirikan
pos militer di daerah perbatasan. Beliau juga mengatur berapa lama
seorang suami diperbolehkan pergi berjihad meninggalkan isterinya,
yaitu tidak melebihi 4 bulan. Beliau juga orang yang pertama kali
memerintahkan panglima perang untuk menyerahkan laporan secara
terperinci mengenai keadaan prajurit. Beliau juga membuat buku
khusus untuk mencatat para prajurit dan mengatur secara tertib gaji
tetap mereka. Beliau juga mengikutsertakan dokter, penerjemah, dan
penasihat yang khusus menyertai pasukan.27
3. Meningkatkan administrasi negara
Prestasi dalam bidang administrasi negara pada masa Khalifah
Umar bisa dilihat dari terbentuknya beberapa departemen-departemen
pemerintahan dan beberapa upaya yang bertujuan meningkatkan
kinerja pemerintahan.
a. Departemen logistik, yang bertugas mengatur perbekalan untuk
prajurit
b. Pemisahan Yudikatif dengan legislatif dan eksekutif dengan
mendirikan lembaga-lembaga peradilan di daerah-daerah
c. Pembentukan jawatan kepolisian dan jawatan pekerjaan umum
untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum
27 Amru Khalid, Op.cit., hlm. 117-118
75
d. Pembentukan dua lembaga penasehat, yaitu yang membahas
masalah umum dan khusus
e. Wilayah Negara dibagi menjadi 8 propinsi: Makkah, Madinah,
Syiria, Jazirah, basrah, Kufah, palestian, dan Mesir. Masing-
masing propinsi dipimpin oleh amir.28
f. Mewajibkan para pekerja dan pejabat untuk melaporkan harta
benda. Tindakan ini adalah sebagai bentuk pengawasan Umar
terhadap pegawainya. Beliau menghitung kekayaan mereka
sebelum menduduki jabatannya, hal ini sebagai antisipasi adanya
manipulasi dan penggelapan kekayaan negara.
g. Mengadakan administrasi pengukuran tanah dan membatasi
jaraknya
h. Membuat sebuah rumah untuk tamu guna menyambut para utusan
i. Membuat tempat peristirahatan di antara negeri-negeri di jalan-
jalan29
4. Bidang Ekonomi
a. Pendirian Baitul Mal (Bait al-Mal) untuk pengelolaan keuangan
negara
b. Membuat pecahan uang dirham dan menentukan timbangannya
c. Menentukan nafkah anak jalanan yang diambil dari Bait al-Mal
28 http://http://internetkampung.blogspot.com/2009/10/kulafaur-rosyidin-bag-1.html. 29 Abbas Mahmud Al Akkad, Op.cit., hlm. 104
76
d. Kewajiban membayar Jizyah atas Ahlul Kitab sesuai dengan
kemampuan pendapatan pribadinya. Akan tetapi bagi Ahlul Kitab
yang fakir dan lemah, kewajiban itu digugurkan.
e. Membolehkan pemberian hutang dari Bait al-Mal kepada siapa
saja sebagai modal berdagang
f. Membasmi penimbun makanan30
g. Orang yang pertama kali meletakkan dasar-dasar hisbah, yaitu
pengawasan terhadap perekonomian, dan pengendalian moral dan
pasar.31
5. Prestasi-prestasi lainnya
Beberapa prestasi lainnya pada masa Umar Ibn Khattab adalah:
a. Dimulainya penanggalan Hijriyah. Umar mendasarkan alasannya
untuk memilih hijrah Nabi Muhammad SAW sebagai awal
penanggalan dalam Hijriyah adalah karena hijrah Nabi Muhammad
SAW merupakan permulaan pendirian Negara Islam.
b. Mengadakan muktamar tahunan untuk bagi para panglima dan
para pemimpin untuk mengintrospeksi mereka dan mendengarkan
pendapat mereka
c. Perluasan Masjid Nabawi
d. Orang yang pertama mengumpulkan orang-orang untuk
melaksanakan Shalat Tarawih.
30 Ibid, hlm. 118-119 31 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr, Juz 6, Cet. 9, 2006, hlm. 764
77
B. Hisbah Pada Masa Khalifah Umar Ibn Khattab
1. Hisbah dan Pengawasan Pribadi
Khalifah Umar Ibn Khattab merupakan khalifah yang mempunyai
sistem pemerintahan yang sangat baik. Beliau dengan sangat sungguh-
sungguh menerapkan nilai-nilai ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan Sunnah
dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah. Beliau menjadikan dua
sumber hukum tersebut sebagai pijakan dalam memerintah kaumnya.
Tujuan menjalankan syari’at Islam dengan sungguh-sungguh itu
diletakkan adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban untuk menjaga
rakyat, merealisasikan sistem pemerintahan Islam yang baik, dan
menegakkan keadilan dan toleransi yang diajarkan oleh Islam.32 Prinsip
tanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat menjadi pilar
pemerintahan beliau.
Prinsip dan nilai-nilai yang menjadi dasar pemerintahan beliau
telah beliau nyatakan semenjak beliau diangkat sebagai khalifah. Pada
awal khutbahnya, Umar menyebutkan tiga macam objek politiknya yang
akan beliau jalankan, yaitu sistem pengelolaan harta umum, upaya
menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat, dan politik perluasan
wilayah dan mensejahterakan masyarakat.33
Selama beliau menjadi pemimpin kaum muslim, beliau sangat
menekankan pentingnya pengawasan atau hisbah dalam kehidupan sehari-
hari. Peran hisbah pada masa itu diperintahkan dan dicontohkan langsung
32 Abdul Wahhab an-Najjar, Op.cit., hlm. 209 33 Muhammad Ali Quthbi, Op.cit., hlm. 100
78
oleh beliau. Inti hisbah pernah beliau katakan dalam sebuah janjinya
kepada rakyat:
“Aku hanya akan menarik pajak atau upeti dengan semestinya dan aku hanya akan membelanjakannya di dalam jalan yang benar. Aku akan menambah bagian kalian dari baitul maal dan akan melindungimu, insya Allah. Aku tidak akan menjerumuskan kalian ke dalam bahaya. Jika kalian sedang ditugaskan sebagai utusan, maka aku akan menjaga keluarga kalian sampai kalian pulang. Maka bertakwalah kepada Allah wahai hamba-hamba Allah. Bantulan aku dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar dan berilah nasehat kepadaku selama aku menjadi pemimpin kalian”.34
Begitu pula beliau telah memberikan nasehat kepada rakyatnya
betapa pentingnya pengawasan (محاسبة) yang harus dilakukan oleh setiap
individu masyarakat dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sesuai
dengan ajaran Islam. Beliau berkata : “Hisablah diri kamu sekalian sendiri
sebelum kalian dihisab, dan timbanglah diri kalian sendiri seblum
ditimbang dan hiasilah dirimu (dengan amal yang baik) untuk Hari
Kiamat”35
Dalam hal jika terdapat permasalahan di masyarakat maka Umar
berjanji akan selalu menangani langsung dan tidak mewakilkannya kepada
orang lain. Akan tetapi jika beliau berhalangan maka akan diutus wakil
yang jujur dan dapat beliau percaya untuk menyelesaikan permasalahan.
Jika utusan tersebut menjalankan amanat dengan baik, maka Umar akan
memberi penghargaan kepadanya. Akan tetapi jika utusan tersebut tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik, maka Umar akan menghukumnya.36
34 Abbas Mahmud Al Akkad, Op.cit., hlm. 100 35 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Op.cit., hlm. 589 36 Ibid, hlm. 101
79
Dalam praktek pengawasan yang dilakukan oleh Khalifah Umar
terhadap kinerja pemerintahannya, diantaranya beliau melakukan
pengawasan terhadap para pegawai. Beliau sangat memperhatikan
pengawasan (محاسبة) terhadap para wali khususnya terkait urusan agama
dan harta.37 Diantara yang berkaitan dengan harta, Umar menerapkan
peraturan untuk menghitung kekayaan pegawai sebelum mereka
menduduki jabatan. Hal ini sebagai antisipasi tindakan manipulasi dan
korupsi.38 Beliau juga mengadakan pengawasan terhadap para pegawai
dengan menanyakan kinerja dan perilaku mereka, dan mengutus beberapa
mata-mata untuk meneliti keberadaan mereka.39
Selain pengawasan terhadap aparat pemerintah dan pegawainya,
Umar juga tidak lupa selalu menjalankan pengawasan dan kontrol
terhadap kondisi masyarakat. Beliau mengadakan perjalanan-perjalanan di
siang dan malam hari untuk mengetahui keadaan rakyatnya. Beliau juga
berkeliling di pasar-pasar untuk memantau aktivitas perekonomian.40
Imam at-Thabari menyebutkan sebuah riwayat:41
وغري عوانة زاد _عن الشعيب, عن عوانة, حدثنا علي: قال, حدثين عمر, أن عمر رضى اهللا تعاىل عنه كان يطوف يف األسواق_ أحدمها على األخر
.ويقضي بني الناس حيث أدركه اخلصوم, ويقرأ القران
37 Muhammad Ali Quthbi, Op.cit., hlm. 101 38 Abbas Mahmud Al Akkad, Op.cit., hlm. 104 39 Abdul Wahhab an-Najjar, Op.cit., hlm. 211 40 Ibn al-Jauzi, Manaqib Amir al-Mukminin ‘Umar Ibn al-Khattab, Cet.3, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1987, hlm. 66 41 At-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Juz 5, Beirut: Dar al-Fikr, 1987, hlm. 207
80
Bahkan diriwayatkan pula bahwa Umar pernah berkeliling ke
pasar-pasar dengan membawa dirrah,42 yaitu tongkat kecil yang ia
gunakan untuk memberi pelajaran. Beliau berjalan dengan membawa
dirrah tersebut, dan bila beliau melihat sebuah penyimpangan yang
dilakukan oleh seseorang, maka ia akan menghukumnya dengan dirrah
tersebut.43
Umar melakukan fungsi hisbah dimana ia sendiri adalah sebagai
muhtasib. Ia melakukan pengawasan terhadap kondisi masyarakatnya
adalah dengan maksud agar beliau mengetahui orang-orang yang
membutuhkan dan teraniaya, mengetahui orang-orang yang mempunyai
masalah, mencegah kegiatan berbahaya, dan lainnya. Selain pengawasan
yang beliau lakukan langsung oleh beliau, beliau juga mengutus atau
menugaskan orang lain untuk melakukan pengawasan dan berperan
sebagai muhtasib.44
2. Hisbah dalam Pengawasan terhadap Pasar
Perhatian khalifah Umar terhadap kehidupan ekonomi sangat besar.
Disamping melakukan pengawasan ke pasar-pasar, beliau juga menberi
perhatian yang sangat besar terhadap semangat bekerja dan berusaha
dalam pekerjaan. Beliau menganjurkan kepada rakyatnya agar mau bekerja
keras mencari penghidupan yang layak. Beliau menentang keras kaum
42 Abdul Wahhab an-Najjar, Op.cit., hlm. 220 43 Amru Khalid, Op.cit., hlm. 112 44 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Op.cit., hlm. 588. Lihat juga http://arif-alfarabi.blogspot.com/2008/07/pemikiran-ekonomi-umar-bin-khattab.html.
81
yang bermalas-malasan dalam mencari rizki, dan hanya mengandalkan
belas kasihan orang lain atau meminta-minta sedangkan ia mampu
berusaha. Beliau pernah mengatakan: “sesungguhnya allah SWT
menciptakan kedua tangan adalah agar dipergunakan untuk bekerja”.45
Umar menganjurkan untuk mendirikan pasar untuk umat Islam di setiap
tempat yang ditinggali umat Islam.
Dorongan dan perintah Umar kepada rakyatnya untuk bekerja
tersebut dengan sangat baik dibarengi dengan pengawasan yang beliau
lakukan terhadap aktivitas perekonomian di pasar-pasar. Selain beliau
sendiri yang secara langsung mengawasi transaksi di pasar-pasar, beliau
juga mengutus para pegawai untuk mengawasi pasar. Bahkan Umar
pernah menunjuk wanita bernama asy-syifa’ binti Abdullah al-Adawiyah
al-Qurasyiyah dan Samra’ binti Nuhaik al-Asadiyyah untuk menangani
beberapa masalah tentang pasar di Madinah.46
Adapun secara teknis, pengawasan yang dilakukan oleh khalifah
umar terhadap pasar bisa diuraikan sebagai berikut:
1. Ketentuan kebebasan keluar masuk pasar
Prinsip kebebasan bertransaksi merupakan pilar penting dalam
dunia perekonomian. Prinsip ini pula yang Umar tetapkan dalam
ketentuan menjalankan aktivitas perdagangan di pasar. Beliau
mengatakan bahwa pasar merupakan tempat yang terbuka bagi siapa
45 Hammad Ibn Abdirrahman al-Junaidal, Manahij al-Bahitsin fi al-Iqtishad al-Islamiy,
Kairo: Syirkat al-Ubaikan, t.th. hlm. 37 46 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Op.cit., hlm. 600. Lihat juga Abdul jalil, Teologi Buruh,
Yogyakarta: LKIS, 2008, hlm. 20
82
saja, dan tidak diperkenankan melarang atau melakukan sesuatu yang
bisa mencegah orang untuk masuk ke pasar. Dalam sebuah riwayat
diceritakan bahwa Umar pernah mengatakan: “Pasar mempunyai sifat
seperti masjid, barangsiapa datang lebih dahulu duduk di suatu tempat,
maka tempat itu baginya sampai ia pulang ke rumah atau selesai jual-
belinya”47 Umar tidak memperkenankan seseorang mempersempit
gerak atau menghalangi jalan manusia ke pasar. Pada waktu itu
kebijakan yang diambil Umar adalah melarang membangun kios-kios
di dalam pasar dengan tujuan agar pasar tetap terbuka dan tidak
membatasi orang lain untuk masuk ke pasar.48
Akan tetapi kebijakan yang diambil Umar untuk tidak
membangun kios dan bangunan di pasar pada waktu itu bukan tanpa
disesuaikan dengan kemaslahatan kaum muslim. Dalam kondisi
tertentu, Umar mengambil kebijakan yang berbeda karena konteks
yang berbeda pula. Sebagai contohnya, Umar pernah melarang
pembuatan pintu di sekeliling Makkah dengan tujuan agar para
jama’ah haji bisa singgah di sana. Tetapi ketika Hindun binti Suhail
meminta izin untuk membuat pintu di rumahnya untuk menjaga harta
benda jama’ah haji, Umar memperbolehkannya.49
2. Mengatur promosi dan propaganda
Dalam hal mengatur dan mengawasi cara-cara
mempromosikan barang dagangan, umar tidak melarang setiap orang
47 At-Thabari, Op c.it, hlm. 17-18 48 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Op.cit., hlm. 601 49 Ibid, hlm. 602
83
untuk berkreasi menawarkan barang dagangannya dengan promosi-
promosi selama usaha yang mereka lakukan sesuai dengan prinsip
kejujuran dan kebenaran. Promosi dan penawaran seorang penjual atas
barang dagangannya harus sesuai dan benar dengan keadaan barang
yang ia jual, tidak boleh melakukan manipulasi dan pembohongan. Hal
ini seperti perkataan beliau bahwa tidak merupakan sebuah masalah
jika orang-orang menghiasi dagangan mereka agar menarik perhatian
pembeli asalkan sesuai dengan apa yang ada pada barang dagangan
tersebut.50
Prinsip kejujuran dan kebenaran dalam produk juga termasuk
dalam hal tidak melakukan kecurangan dari sisi kuantitas dan kualitas
barang yang diperdagangkan. Umar melarang menjual produk yang
direkayasa dan mengandung unsur penipuan. Larangan ini seperti yang
pernah diriwayatkan dalam sebuah cerita tentang seorang Ibu yang
menyuruh anaknya untuk mencampur susu yang akan dijual dengan
air. Sang anak itu pun lantas menolak perintah ibunya tersebut lantaran
Umar pernah melarang hal demikian.51
3. Larangan menimbun barang
Dalam Ekonomi Islam, praktek penimbunan barang merupakan
salah satu bentuk aktivitas ekonomi yang dilarang. Penimbunan
teresebut dilarang karena tujuan yang dikehendaki para penimbun
adalah untuk menjual kembali barang-barang tersebut di saat terjadi
50 Ibid, hlm. 602-603 51 Ibid, hlm. 589
84
kelangkaan barang dengan tujuan agar memperoleh keuntungan yang
besar berupa harga yang berlipat ganda.52 Demikian pula pada masa
khalifah Umar Ibn Khattab, dalam hal mengawasi perekonomian dari
praktek penimbunan barang, Umar memberikan peraturan yang sangat
tegas dan memberikan sanksi yang tegas pula terhadap orang-orang
yang melakukan praktek penimbunan barang. Hal ini dikarenakan
menimbunm barang merupakan tindakan yang bisa mengganggu
stabilitas pasar dan menyebabkan kelangkaan barang yang pada
akhirnya berdampak pada kenaikan harga barang-barang di pasar.
Pada Masa Umar, beliau sangat mengecam keras para
penimbun yang buru-buru membeli barang dengan tujuan untuk
ditimbun. Untuk mengahadapi mereka, Umar membuat kebijakan
untuk melarang para penimbun ikut serta berjual-beli di pasar. Bentuk
sanksi yang diterapkan oleh Umar terhadap parapenimbun barang pada
waktu itu berbeda-beda, yaitu sesuai dengan tingkat kebutuhan
masyarakat terhadap jenis barang yang ditimbun. Jika jenis barang
tersebut merupakan jenis barang yang dalam kategori biasa, maka
Umar cukup menasehati dan mengingatkan para pelaku penimbunan
akan ancaman Allah SWT. Akan tetapi jika jenis barang yang
ditimbun dianggap sebagai barang yang esensial dan sangat
52 Sayyid Sabiq, Fiqhu al-Sunnah, Juz 3, Beirut: Dar al-Fikr, 1977, hlm. 144
85
dibutuhkan oleh masyarakat, maka Umar menjatuhkan sanksi berupa
larangan untuk masuk ke dalam pasar.53
4. Mengatur perantara perdagangan
Sebagai upaya untuk mencegah terjadinya aktivitas ekonomi
yang dapat menimbulkan ketidak adilan, dalam salah satu contohnya,
Umar juga memberikan rambu-rambu dalam masalah perantara
perdagangan. Yang dimaksud di sini, adalah bahwa Umar
memerintahkan masyarakat untuk mengikuti aturan ekonomi Islam
sebagaimana pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu
larangan untuk menemui para pedagang yang hendak berjual beli di
pasar, menghentikan mereka di jalan dan mengajak mereka berjual beli
di jalan sebelum mereka sampai di pasar (atau dalam istilah disebut
talaqqi rukban)54. Umar memerintahkan orang-orang agar mereka mau
menunjukkan jalan bagi para pedagang badui yang hendak menuju ke
pasar, memberitahu keadaan pasar dan harga-harga yang berlaku di
pasar. Tindakan ini adalah agar tidak terjadi penipuan dalam transaksi,
dimana para penjual tidak mengetahui dengan sempurna kondisi harga
yang ada di pasar. Hikmah dari kebijakan ini juga agar tidak terlalu
banyak perantara dalam distribusi barang ke konsumen, yang bisa
menyebabkan meningkatnya biaya yang pada akhirnya menjadi beban
para konsumen.55
53 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Op.cit., hlm. 605 54 Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Naisabury, Shahih Muslim, http://omelketab.net 55 Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Op.cit., hlm. 610
86
5. Pengawasan terhadap harga
Dalam hal pengawasan terhadap harga-harga di pasar, Khalifah
Umar membuat kebijakan-kebijakan yang berbentuk perintah untuk
menjual barang sesuai dengan harga yang berlaku di pasar dan
melarang menurunkan harga. Beliau adalah orang pertama yang
melakukan campur tangan langsung untuk mengatur harga di pasar
dalam Islam. perhatian beliau pada masalah harga sangat besar, sanksi
yang beliau terapkan juga sangat tegas. Dalam beberapa riwayat
menyebutkan bahwa beliau dengan tegas memerintahkan para
pedagang dari pasar yang mencoba melakukan permainan dalam harga
dengan cara menurunkan harga barang yang mereka jual di bawah
harga yang berlaku di pasar pada umumnya.
Diriwayatkan dari Yahya bin Abdul Rahman bin Hathib, dia
berkata: “Ayahku dan Utsman bin Affan adalah dua sekutu yang
mengambil kurma dari Al-Aliyah ke pasar, lalu Umar bin al-Khattab
Radhiyallahu Anhu bertemu dengan mereka, dan memikul kantong
dengan kakinya dan berkata, ‘wahai Ibnu Abi Balta’ah, tambahlah
harganya, apabila tidak, maka keluarlah dari pasar kami.”56
56 Ibid, hlm. 612. Hammad Ibn Abdirrahman al-Junaidal, Op.cit., hlm. 279
BAB IV
ANALISIS PERAN LEMBAGA HISBAH PADA MASA KHALIFAH
UMAR IBN KHATTAB
A. Analisis Peran Lembaga Hisbah dalam Pengawasan Terhadap Pasar
Perekonomian sebuah negara pada dasarnya merupakan pilar yang
sangat penting dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat. Tujuan mencapai kesejahteraan merupakan cita-cita yang pasti
dimiliki oleh setiap negara. Akan tetapi dalam melaksanakannya, tiap-tiap
negara memilki strategi dan kebijakan yang memakai pokok pikiran dan
ideologi yang berlainan. Demikian juga dalam hal kebijakan sebuah negara
dalam wilayah perekonomian.
Kebijakan dalam perekonomian merupakan kebijakan yang tentu harus
mempertimbangkan banyak faktor dan sangat rumit. Hal ini selain karena
fakta semakin kompleksnya dunia perekonomian juga karena adanya fakta
bahwa wilayah perekonomian bukan hanya dimasuki oleh kepentingan satu
atau dua orang atau golongan saja, akan tetapi menyangkut kepentingan
banyak orang dan kelompok pelaku perekonomian. Dunia perekonomian telah
berkembang sangat jauh dibarengi dengan semakin banyaknya inovasi yang
ditemukan manusia (seperti transportasi, informasi dan teknologi, dan media-
media lainnya). Semua kemajuan-kemajuan tersebut telah mengantarkan
manusia pada kemudahan dalam rangka menjalankan aktivitas ekonomi.
Namun di sisi lain perlu diketahui bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas
87
88
pada sebuah kebutuhan untuk bertukar barang dan jasa dalam bentuk yang
sederhana. Manusia juga membutuhkan sebuah kondisi dan tatanan kehidupan
yang mendukung dan kondusif demi lancarnya interaksi ekonomi tersebut.
Artinya, bahwa dalam perekonomian, bukan hanya transaksi jual beli antara
penjual dan pembeli saja yang bisa menciptakan pasar dengan sempurna. Di
dalam pasar, selain terjadinya kerjasama dalam pertukaran, juga terdapat
persaingan dan juga konflik kepentingan.
Konflik kepentingan dari para pelaku ekonomi dapat memunculkan
berbagai permasalahan, diantaranya adalah masalah keamanan. Keamanan
merupakan kebutuhan bagi setiap individu. Jika pasar adalah sebuah struktur
sosial yang terbentuk sebagai wahana tukar menukar barang dan jasa, maka
negara merupakan struktur sosial yang dibentuk oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan manusia berupa keamanan dan keadilan. Negara
mempunyai peran untuk menjamin manusia agar mentaati aturan main dalam
masyarakat.1 Dari sini menunjukkan adanya peran negara yang sangat penting
dalam tatanan masyarakat, termasuk dalam bidang ekonomi.
Dalam sistem ekonomi liberal yang justru memberikan kepercayaan
penuh pada mekanisme pasar, pada tingkat tertentu masih mengakui peran
penting pemerintah yang meskipun diharapkan tidak secara langsung
bersinggungan dengan sektor ekonomi. Pemerintah, menurut aliran ini
diharapkan bisa menjamin perlindungan masyarakat dari kekerasan dan invasi
dari kelompok masyarakat lainnya, menjaga setiap anggota masyarakat dari
1 Budi Winarno, Pertarungan Negara Vs Pasar, Yogyakarta: Media Pressindo, 2009, hlm. 47
89
praktek yang menyebabkan ketidakadilan, serta menjaga kepentingan-
kepentingan umum.2 Dalam pandangan yang lain, pemerintah juga telah
diakui peran pentingnya oleh mazhab ekonomi terpimpin (komunis) dan
mazhab campuran (sosialis).
Lembaga Hisbah merupakan sebuah intitusi yang diciptakan sebagai
implementasi kewenangan negara untuk masuk ke dalam perekonomian
masyarakat. Keberadaan lembaga hisbah menjadi sangat penting dengan
dimilkinya beberapa fungsi strategis dalam perekonomian. Konsep lembaga
hisbah merupakan perkembangan bentuk dari konsep pengawasan yang secara
substansi sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW. Peranan pengawasan
tersebut kemudian mendapat perhatian yang lebih serius karena semakin
banyaknya persoalan perekonomian yang ada di masyarakat.3
Jika dilihat dari konsep awal hisbah yang merupakan sebuah tuntunan
umum yang bersifat universal, yaitu berangkat dari perintah amar ma’ruf nahi
munkar, lembaga hisbah sebetulnya merupakan perwujudan dari sebuah
kewajiban atau otoritas negara untuk menjamin terlaksananya ajaran-ajaran
Islam demi kesejahteraan dan keadilan masyarakat secara umum.
Pertanggungjawaban yang diemban oleh negara tersebut selaras dengan inti
dari sebuah ayat al-Qur’an:
ا ومكح تن أاس النني بمتمكا حذإا وهلهىل أ إاتانمألوا ادؤ تن أمكرمأ ي اهللانإ )58:النساء.... (لدعالب
2 Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Politik; Kajian Teoretis dan Analisis Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 26 3 Terbentuknya lembaga hisbah yang berkembang dari masa ke masa tersebut ditandai dengan baru dikenalnya istilah lembaga hisbah pada masa Daulat Abbasiyah.
90
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil…” (Q.S. 4:58)4
Dalam implementasi praktisnya, negara mempunyai banyak wilayah
yang bisa dimasuki. Dalam bidang perekonomian, sesuai dengan bangunan
ekonomi Islam, bahwa negara memiliki kewenangan secara umum untuk
menciptakan kondisi masyarakat yang teratur.5 Lembaga hisbah mempunyai
sebuah otoritas yang bernaung di bawah otoritas pemerintah sebagai lembaga
yang bergerak langsung di bidang ekonomi. Melalui adanya lembaga hisbah,
negara bisa menegakkan kekuasaan ekonominya, yakni secara khsusus
mengawasi perekonomian, pasar, dan transaksi-transaksi dalam perdagangan
untuk menghindari penyimpangan rambu-rambu syari’at.
Lembaga hisbah memiliki nilai dasar dan spirit yang bersumber dari
nilai-nilai Islam, hal demikian memberikan sebuah kelebihan tersendiri
dibandingkan dengan lembaga perekonomian yang dimilki pemerintah
menurut ekonomi konvensional, dimana kemunculan peran pemerintah
merupakan ide dan konsep yang didasarkan pada rasionalitas akal manusia
dan metode sekularisasi.
Landasan nilai-nilai Islam yang menopang kinerja lembaga hisbah
mendorong adanya sebuah sinkronisasi peran praktis lembaga hisbah dengan
proporsionalitas wilayahnya dalam perekonomian. Pada dasarnya aktivitas
perekonomian (seperti jual beli) telah mempunyai aturan-aturan main yang
4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: PT. Syaamil Cipta
Media, 2005, hlm. 87 5 M. Roem Syibly, ed., Bangunan Ekonomi yang Berkeadilan; Teori, Praktek dan Realitas Ekonomi Islam, Yogyakarta: Magistra Insania Pers, 2004, hlm. 86
91
secara universal diakui oleh seluruh kelompok aliran ekonomi, yakni tidak
dibenarkannya aktivitas yang mengganggu hak dan ketentraman umum.
Sehingga dengan demikian menjadi penting untuk menjaga agar peran
pemerintah dalam perekonomian tidak berbalik menjadi penyebab
ketidakteraturan dalam perekonomian. Kewaspadaan terhadap pemerintah ini
telah diperhatikan bukan hanya dari kalangan kapitalis, komunis, maupun
sosialis, akan tetapi juga dalam Islam.6 Lembaga hisbah dibentuk berdasarkan
asas menciptakan kemaslahatan umat. Lembaga ini harus tetap
memperhatikan rambu-rambu pengendali yang telah digariskan oleh ajaran
Islam, yaitu prinsip tidak diperbolehkannya mengganggu stabilitas dan dan
membatasi kebebasan ekonomi serta mengganggu kepemilikan individu.
Dalam Islam, larangan tersebut selaras dengan yang disebutkan dalam
sebuah hadits Nabi:
وحدثنا أبو الطاهر وحرملة بن حيىي وأمحد بن عيسى قال أمحد حدثنا وقال ب قال حدثين سعيد بن اآلخران أخربنا بن وهب قال أخربين يونس عن بن شها
املسيب أن أبا هريرة أخربه أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال أمرت أن أقاتل الناس حىت يقولوا ال إله إال اهللا فمن قال ال إله إال اهللا عصم مىن ماله ونفسه إال
7)رواه مسلم (حبقه وحسابه على اهللا
Pada sisi lain, Keberadaan lembaga hisbah sebagai institusi pemerintah
tidak bisa lepas dari faktor-faktor lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan, seperti politik dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Hal ini
6 Sebagaimana disebutkan dalam pemaparan sistem-sistem perekonomian.
7 Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Naisabury, Shahih Muslim, http://omelketab.net
92
dikarenakan sistem perekonomian merupakan sistem yang tidak hanya berdiri
sendiri, akan tetapi mempunyai keterkaitan dengan sistem-sistem lain, seperti
politik. Keberadaan demikian yang memungkinkan, lembaga hisbah masih
terkesan bisa ditekan dan diintervensi oleh kepentingan politik pemerintah
maupun kepentingan yang datang dari luar pemerintah. Dalam menjalankan
tugasnya, lembaga hisbah harus bisa bertindak independen dan bebas dari
kepentingan bisnis semata.
Secara teknis memang lembaga hisbah belum memiliki sebuah
ruanglingkup yang terukur secara pasti. Dalam perjalanannya lembaga hisbah
melihat langsung pada perkembangan dan kejadian-kejadian yang muncul,
baik dalam skala luas (keadaan perekonomian masyarakat) maupun pada level
yang paling kecil, yaitu perorangan. Dalam bentuk pengawasan yang
dilakukan oleh lembaga hisbah juga meliputi banyak lingkup.
a. Pengawasan terhadap kondisi keseimbangan pasar
Peranan yang diambil oleh lembaga hisbah dalam konteks ini
merupakan pengawasan umum terhdap kondisi keseimbangan pasar.
Dalam artian, lembaga hisbah akan melakukan intervensi dalam hal
terdapat ketidak seimbangan pasar yang disebabkan oleh faktor non
alamiah. Dengan demikian lembaga hisbah pada lingkup mekanisme pasar
masih memberikan kepercayaan terhadap kekuatan penawaran dan
permintaan sebagai penopang berjalannya mekanisme pasar dan yang bisa
menentukan harga barang di pasar. Peranan kekuatan permintaan dan
penawaran merupakan syarat mutlak dalam pasar, sehingga pengawasan
93
yang dilakukan oleh lembaga hisbah pada waktu terjadi
ketidakseimbangan pasar harus lebih mengarah pada tindakan perilaku
pelaku pasar yang menyimpang.
b. Pengawasan produksi dan distribusi
Sektor produksi dan distribusi menjadi bagian yang sangat penting
dalam dunia ekonomi. Perekonomian yang mempunyai tujuan dalam
rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dapat diwujudkan dengan adanya
proses produksi barang-barang kebutuhan hidup (dan juga jasa) serta
pendistribusiannya dari satu tempat ke tempat lain. Produksi yang
dihasilkan dalam dunia bisnis pada saat ini sangat beragam dan tidak dapat
dihitung jumlah dan jenisnya, produktivitas industri pun semakin merebak
dan memiliki pangsa pasar yang sangat rumit, sehingga tidak menutup
kemungkinan di antara sekian banyak jenis produk barang tidak
memperhatikan prinsip halal dan haram. Distribusi barang dan jasa pun
memungkinkan tidak bisa merata.
Lembaga hisbah secara ideal memilki jangakauan yang sangat
dalam dan detail, karena dia juga memilki peran sebagai supervisi bidang
industri (supervision of industry).8 Bukan dalam objek industri saja, seperti
pemantauan produk yang halal dan haram. Akan tetapi juga aktivitas
distribusi dan upaya pemberian jaminan pemerataan barang-barang
kebutuhan pokok hidup masyarakat menjadi wilayah pengawasannya.
Dimana pemerataan pendapatan nasional yang wajar (equitable
8 Abdul Azim Islahi, Economic Concepts of Ibn Taimiyah, United Kingdom: The Islamic Foundation, 1996, hlm. 190
94
distribution of income) menjadi prasyarat utama yang harus dilakukan oleh
negara untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.9 pengawasan yang
dilakukan oleh lembaga hisbah juga dalam rangka menjamin terwujudnya
kondisi yang sehat dalam persaingan usaha. Hal ini seperti ketentuan
kebebasan bagi masyarakat untuk masuk dan ke luar di dunia usaha,
pemberantasan praktek monopoli yang merugikan, dan mencegah semua
bentuk aktivitas yang bisa menimbulkan distorsi pasar.
c. Pengawasan dalam masalah harga pasar
Salah satu peran yang dimiliki oleh lembaga hisbah sebgai upaya
untuk meniadakan keteraturan dalam perekonomian adalah memasuki
wilayah yang bersinggungan dengan harga barang di dalam pasar. Pada
dasarnya harga yang timbul di pasar merupakan perwujudan dari kekuatan
interaksi antara permintaan pembeli dan penawaran yang dilakukan oleh
penjual.10 Namun tidak bisa dimungkiri bahwa di dalam pasar terjadi
kompetisi dan konflik kepentingan antara pelaku usaha. Konflik
kepentingan tersebut bisa menimbulkan terjadinya permainan harga dan
kecurangan-kecurangan dalam usaha yang bisa menyebabkan
melambungnya harga. Peran lembaga hisbah adalah memberikan
pengawasan agar harga yang ada di pasar benar-benar merupakan harga
murni yang dihasilkan dari kompetisi yang sehat antar pelaku usaha.
Dengan demikian lembaga hisbah harus memperhatikan terlebih dahulu
penyebab terjadinya permasalahan dalam harga. 9 Kirdi Dipoyudo, Keadilan Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1985, hlm. 1
10 William A. McEachern, Economics: a Contemporary Introduction, Terj. Sigit Triandaru “Ekonomi Makro: Pendekatan Kontemporer”, Jakarta: Salemba Empat, 2000, hlm. 48
95
d. Pengawasan lembaga keuangan
Objek pengawasan lembaga hisbah bukan terbatas pada person
atau individu masyarakat yang merupakan pelaku ekonomi, lembaga
hisbah memberikan pengawasan juga terhadap badan-badan organisasi
maupun lembaga ekonomi yang ikut serta menjadi penggerak roda
perekonomian. Pada masa sekarang, lembaga keuangan (seperti bank dan
lembaga perkreditan) merupakan instrumen yang sangat vital dalam
menjalankan perekonomian masyarakat. Dalam ekonomi Islam, lembaga-
lembaga keuangan diakui keberadaannya dan diperbolehkan, seperti
diperbolehkannya akad hutang-piutang, sewa menyewa, gadai, dan
sejenisnya, yang pada umumnya jasa-jasa tersebut diberikan oleh lembaga
keuangan. Keberadaan lembaga hisbah dalam hal ini lebih melihat pada
aspek-aspek isi produk-produk dan pelayanan yang harus tetap berpegang
pada prinsip Islam, seperti tidak diperbolehkannya transaksi yang
mengandung unsur riba.
e. Pengawasan sektor-sektor publik
Salah satu prinsip utama dalam syari’at islam adalah diutamakannya
kemaslahatan publik di atas kepentingan individu atau pribadi.11
Kemakmuran yang bersifat merata atau kemakmuran umum (public
prosperity) juga menjadi tanggungjawab negara.12 Untuk mewujudkan
tujuan tersebut, tentu sebuah otoritas yang dimiliki oleh negara harus
mengarah pada penjaminan terjaganya kepentingan umum. Dengan tetap
11 Kamil Musa, Ahkam al-Mu’amalat, Beirut: Muassasat al-risalat, cet.2, 1994, hlm. 27 12 Kirdi Dipoyudo, Op.cit., hlm. 12
96
menjaga kepemilikan yag bersifat individu, lembaga hisbah juga bertugas
menjamin dilaksanakannya kewajiban-kewajiban sosial oleh anggota
masyarakat. dengan demikian lembaga hisbah mencoba menjadi
penyeimbang antara kepentingan ekonomi individu dengan kepentingan
dan pelayanan umum. Keberadaan lembaga hisbah dalam bidang publik
dengan juga menyangkut jasa-jasa umum yang harus tetap dikontrol,
seperti memastikan dilaksanakannya dengan baik tugas para pejabat di
bidang kesehatan, pendidikan, obat-obatan, dan lain sebagainya.13 Hal ini
membuat peran lembaga hisbah menjadi sangat luas dan tidak hanya
berkutat pada pasar semata.
Dari beberapa peran yang dimilki oleh lembaga hisbah sebagai
lembaga pengawas perekonomian, lembaga hisbah sangat berkaitan erat
dengan perkembangan sosial masyarakat. fenomena dan permasalahan-
permasalahn dalam perekonomian tidak lain sebagai sebuah keniscayaan
dalam kehidupan sosial. Perekonomian sebagai sebuah reaksi adanya
hubungan sosial masyarakat, menciptakan hubungan pertukaran dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Islam memandang kebutuhan mendasar
manusia bukan hanya sekedar kebutuhan materi, akan tetapi juga menyangkut
kebutuhan hidup setelah dunia, yakni yang bersifat ruhani dan yang bermuara
pada kehidupan akhirat.14
Lembaga hisbah, selain bersinggungan langsung dalam masyarakat
sebagai pengawas agar terciptanya keadilan dalam bidang duniawi, yaitu 13 Abdul Azim Islahi, Loc.cit. 14 H. Miftahul Huda, Aspek Ekonomi dalam Syari’at Islam, Mataram: LKBH IAIN Mataram, 2007, hlm. 11
97
ekonomi, juga mempunyai peran dalam menegakkan nilai-nilai moral dan
spiritual sebagai bentuk keseimbangan antara kebutuhan materi dan rohani.
Dengan demikian lembaga hisbah menjadi supervisor dunia perekonomian
dan sekaligus tetap sesuai dengan prinsip penegakan moral dan etika sosial
yang bersumber dari ajaran Islam di dalam masyarakat.
Hal ini sebagaimana dalam ayat al-Qur’an:
هأو نكأشمم أل انضرو استعمكرفم ي61:هود( اه( Artinya: “Dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu pemakmurnya” (Q.S. Huud: 61)15
Tugas tersebut mendapat rambu-rambu dari ayat al-Qur’an bahwa
tujuan diciptakannya manusia bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan
duniawi saja, akan tetapi juga kebutuhan ukhrawi. Sebagaimana dalam ayat al-
Qur’an:
وام قلخجال تن لاوإنل الإ سيعبد56:ذارياتال (نو( Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. adz-Dzariyat: 56)16
Dilihat dari struktural kelembagaannya dalam pemerintah, lembaga
hisbah merupakan lembaga yang kekuasaanya dibawah naungan pemerintah.
Kebijakan yang diambil oleh lembaga hisbah, secara otomatis mempunyai
korelasi dengan kekuasaan yang ada di atasnya. Hal ini membuat legitimasi
lembaga hisbah belum mempunyai otoritas yang penuh. Demikian juga dalam
hal memberikan sanksi-sanksi dan tindakan terhadap pelanggaran hukum
15 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: PT. Syaamil Cipta
Media, 2005, hlm. 228 16 Ibid, hlm. 523
98
dalam bidang ekonomi, lembaga hisbah masih belum mempunyai wewenang
sepenuhnya, karena dalam konsep pemerintah dalam Islam, ia berdampingan
dengan lembaga pemerintahan yang lain di bidang hukum, yaitu wilayatul
qadla’ dan wilayatul madzalim. Hisbah mempunyai ruang lingkup berupa
pengawasan dalam kewenangannya. Dalam memberikan sanksi terhadap
pelaku penyelewengan dalam transaksi perdagangan dan muamalat, hisbah
hanya memberikan sejenis peringatan, dan sanksi pembinaan perilaku
(ta’dib).17 Sedangkan yang diperbolehkan mejatuhkan hukuman hanya
wilayatul madzalim. Hal ini bisa menyebabkan tingkat ketakutan pada
lembaga hisbah masih kecil.
B. Analisis Peran Lembaga Hisbah Pada Masa Khalifah Umar Ibn Khattab
Pemerintahan khalifah Umar Ibn Khattab merupakan penerus dari
kepemimpinan khalifah sebelumnya dan penerus pemerintahan yang pernah
dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW. Kebijakan-kebijakan dan langkah-
langkah kepemiminan secara umum yang dijalankan oleh Khlaifah Umar pun
tidak bisa lepas dari prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Umar Ibn Khattab menerapkan konsep pengawasan terhadap rakyatnya
adalah sebagai perwujudan tangungjawab beliau sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi dalam negara. Langkah-langkah dan kebijakan yang beliau ambil
selama masa pemerintahannya pun selalu memperhatikan aspek kesejahteraan
17 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr, Juz 6, Cet. 9, 2006, hlm. 768
99
yang ingin diwujudkan secara merata bagi setiap anggota masyarakat. Konsep
hisbah yang secara dominan diperankan sendiri oleh Umar mencerminkan
adanya upaya untuk menyelaraskan kehidupan perekonomian masyarakat
dengan ajaran agama Islam. Kebijakan pengawasan yang dilakukan oleh Umar
juga relevan dengan konteks kondisi masyarakat pada saat itu.
a. Pengawasan untuk pemerataan kesejahteraan
Pengawasan yang dilakukan oleh Khalifah Umar Ibn Khattab
sangat detail dan bersifat langsung terjun ke lapangan. Beliau berperan
sebagai muhtasib yang memantau keadaan rakyatnya baik di kala siang
maupun malam. Sebagai contoh beliau berkeliling di malam hari
mengelilingi perkampungan. Ketika beliau menemukan seorang rakyat
yang sedang membutuhkan pertolongan, beliau dengan segera
memberikan bantuan dan pertolongan, baik berupa makanan maupun
kebutuhan-kebutuhan untuk pemenuhan hidup yang layak.18
Praktek hisbah yang beliau terapkan dengan demikian bukan
hanya terbatas pada inspeksi-inspekti di pasar dan aktivitas-aktivitas
perekonomian atau perdagangan saja. Akan tetapi pengawasan beliau
mempunyai pandangan yang luas dan tajam. Sikap dan kebijaksanaa
beliau tidak bisa lepas dari adanya integritas tinggi yang dimilki oleh
beliau, sehingga pengawasan yang beliau lakukan bukan hanya terhadap
rakyatnya saja. Beliau mengarahkan pengawasan atau hisbah juga terhadap
perilaku keluarga, kerabat, bahkan pada diri beliau sendiri.
18 http://www.sohabat.org/doku.php?id=sohabat:umar-khattab
100
Pada waktu terjadinya musim kemarau yang mengakibatkan
kelangkaan pangan (paceklik) yang dikenal dengan ‘aamurramad pada
tahun 17 H, Umar menerapkan pola hidup yang sederhana dengan
melarang orang-orang makan makanan yang berlebihan, yang pada waktu
itu digambarkan dengan makanan yang disii dengan daging.19 Kebijakan
untuk menanggulangi musibah tersebut juga beliau ambil berupa
melakukan distribusi bahan-bahan pangan dari tempat-tempat yang surplus
ke tempat-tempat yang kekurangan atau minus. Hal ini merupakan prinsip
pengawasan dalam rangka menjalankan fungsi muhtasib sebagai
supervisor dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat (supply and
provision of necessities).
Beliau sangat menjaga prinsip pelayanan pada masyarakat
sepenuhnya. Meskipun beliau mempunyai kekuasaan dan kewenangan
dalam pemerintahan, beliau sangat berhati-hati dalam menggunakan
kekuasaannya tersebut. Dengan adanya pengawasan yang beliau tujukan
pada diri beliau, hal itu bisa mencegah penyalahgunaan wewenang seorang
muhtasib dalam tugasnya. Sebagai contohnya beliau terlebih dahulu
meminta perizinan kepada para pegawainya apabiloa beliau hendak
mengambil harta atau kekayaan yang disimpan di dalam bait al-mal.
Kekuasaan dalam pemerintahan dan kekuasaan dalam sektor ekonomi bisa
berjalan harmonis dan tidak ada intervensi yang bisa menimbulkan
kekacauan ekonomi.
19 Muhammad Ali Quthbi, al-Khulafa’u al-Rasyiduna, Damaskus: Maktabah al-Ghazali, 1993, hlm. 112
101
Contoh demikian dilaksanakan oleh Khalifah Umar dengan
ditegakkannya pengawasan terhadap para pegawai dan pekerjanya. Sistem
penghitungan kekayaan para pegawai sebelum mereka menjadi pejabat
negara20 Upaya ini menunjukkan bahwa pengawasan juga dilakukan dalam
sektor keuangan negara yang merupakan keuangan publik. Secara umum,
perlindungan aset publik ini bisa dikatakan sebagai bagian pengawasan
untuk menjamin didistribusikannya keuangan dan kepemilikan sosial
untuk kebutuhan yang semestinya. Menghindari dari praktek korupsi dan
penggelapan. Dengan demikian peranan hisbah yang beliau lakukan telah
memenuhi tujuan pemerataan pendapatan nasional yang wajar untuk
kesejahteraan publik.
b. Pengawasan ditegakkannya aturan main dalam pasar
Perjalanan-perjalanan dan inspeksi yang beliau lakukan di pasar-
pasar merupakan bagian yang terpenting dijalankannya hisbah pada masa
khalifah Umar Ibn Khattab. Sebagaimana peran hisbah, beliau memantau
transaksi-transaksi yang terjadi di dunia bisnis untuk mencegah terjadinya
penyimpangan aturan main (yang sesuai ajaran Islam) oleh pelaku pasar.
1. Kebebasan masuk dan keluar pasar
Ketentuan yang diterapkan oleh Umar untuk mewujudkan
kebebasan dalam memasuki dunia usaha (keluar dan masuk pasar)
adalah dengan pelarangan pembangunan tempat-tempat permanen di
20 Abbas Mahmud Al Akkad, Abqariyatu Umar, Terj.Gazirah Abdi Ummah “Kejeniusan Umar”, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002, hlm. 104
102
pasar. Hal itu beliau tujukan agar pasar tetap menjadi tempat yang
terbuka bagi siapa saja, dan orang-orang bebas memasuki dan
mengambil tempat di pasar, siapa yang datang lebih dahulu, maka
tempat yang ia pakai adalah tempatnya.
Kebijakan demikian secara substansi telah menegaskan bahwa
kebebasan manusia untuk melakukan ekonomi mendapat perlindungan
yang besar. Seseorang tidak dibenarkan melakukan aktivitas yang
mencegah dan menghalangi orang lain untuk masuk ke dalam pasar.
Pelarangan pembangunan tempat berjual yang permanen di pasar pada
waktu itu bisa dibilang sudah sesuai dengan konteks dan kondisi pada
saat itu, dikarenakan bentuk perdagangan dan perekonomian yang ada
memang masih sangat sederhana, sehingga belum diperlukan
pembangunan tempat penjualan atau penyimpanan barang di pasar
secara permanen. Akan tetapi jika diterapkan pada masa sekarang,
ketentuan demikian tentu tidak tepat, karena mengingat dunia
perekonomian sudah sangat luas dan besar, komoditas perdagangan
juga banyak dan sangat membutuhkan tempat yang permanen baik
untuk penjualan maupun penyimpanan.
2. Promosi penjualan
Promosi penjualan merupakan langkah yang sangat penting
bagi para penjual agar barang-barang yang mereka tawarkan bisa
menarik calon konsumen dan menjadi laku. Apalagi dunia eknoomi
dan bisnis pada masa sekarang, dengan adanya kompetisi yang sangat
103
ketat, langkah-langkah yang strategis dan tepat menjadi kebutuhan
pelaku usaha dalam mempromosikan barang. Hal demikian menjadi
salah satu pengawasan Umar agar dalam melakukan promosi barang
dagangan, para penjual tidak menggunakan cara-cara yang dilarang
oleh syari’at Islam. Pengawasan dalam bentuk ini, selain memastikan
dijalankannya aturan promosi oleh penjual, juga memilki dimensi
perlindungan terhadap konsumen. Asas perlindungan ini sangat
penting dan menjadi tugas pemerintah agar masyarakat tetap terjaga
dan terhindar dari penipuan produk dan kerugian.
3. Penghapusan praktek penimbunan
Keseimbangan pasar sangat bergantung pada persediaan barang
dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. keseimbangan pasar
merupakan kondisi dimana jumlah persediaan barang atau komoditas
yang ada di pasar seimbang dengan permintaan dari para pembeli.21
Dengan demikian, kelangkaan barang yang disebabkan oleh ulah
penimbun barang bisa menyebabkan kelangkaan barang dan
menaikkan tingkat harga di pasar. Daya beli masyarakat pun akhirnya
bisa menurun. Langkah khalifah Umar yang diambil dalam hal
melarang praktek penimbunan barang merupakan langkah yang tepat
untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan pasar yang disebabkan
21 William A. McEachern, Op.cit., hlm. 51
104
faktor kesalahan manusia. Pengawasan tersebut juga mempunyai
tujuan menjaga kemaslahatan masyarakat secara umum.
4. Mengatur perantara perdagangan
Khalifah Umar melakukan perlindungan untuk masyarakat
senagn cara melarang praktek perantara perdagangan yang terlalu
banyak, beliau juga melarang praktek pemotongan pasar (talaqqi
rukban) karena bisa terjadi penipuan dan kompetisi yang tidak fair,
karena ketidak tahuan para pedagang akan harga pasar yang berlaku di
pasar. Pengawasan terhadap perantara perdagangan yang dilakukan
oleh khalifah Umar jika dilihat dari segi ekonomi dapat
menghindarkan terjadinya proses distribusi barang-barang kebutuhan
masyarakat yang terlalu panjang yang bisa menyebabkan biaya suplai
ost supply)22 menjadi bertambah yang pada akhirnya harus ditanggung
oleh konsumen.
5. Intervensi harga
Harga merupakan indikasi utama terjadinya suatu transaksi
perdagangan di pasar. Meskipun pada masa Nabi Muhammad pernah
terjadi penolakan oleh Nabi untuk menetapkan harga barang di pasar,
kebijakan umar untuk mengintervensi harga pasar bukan berarti
bertentangan dengan contoh yang diberikan Nabi. Kebijakan Umar
juga tidak bertentangan dengan mekanisme pasar murni yang
22 Cost of supply adalah biaya suplai atau biaya pemasokan barang, yang biasanya meliputi biaya transportasi, biaya kuli, perantara, sopir, dan lain-lain. Henricus W. Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer, cet.2, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006, hlm. 51
105
memandang bahwa keseimbangan harga ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran.
Hal demikian mempunyai alasan bahwa pada masa Nabi,
penolakan penetapan harga pada saat itu memang kurang tepat,
mengingat kenaikan harga disebabkan oleh fluktuasi murni antara
kemampuan penawaran dan permintaan. Adapun pada masa Umar,
intervensi harga bukan dilakukan dengan cara menentukan harga
tertentu sebagaimana pengertian penetapan harga oleh pemerintah,
akan tetapi Umar memerintahkan agar para penjual menjual barang
dengan harag yang berlaku pada umumnya di pasar. Hal itu
dipraktekkan oleh Umar ketika mendapatkan penjual yang berusaha
campur tangan mempengaruhi harga pasar dan menyimpangkannya
dari keadaan normal, maka umar langsung memerintahkan untuk
menjual dengan harga yang wajar.
Peran pengawasan yang dilakukan oleh Khalifah Umar Ibn Khattab
dalam perekonomian secara umum telah mencakup konsep hisbah. akan tetapi
pelaksanaan pengawasan lebih dominan dilakukan oleh Umar sendiri yang
bertindak sebagai muhtasib. Beliau juga mengangkat beberapa orang yang
dberi tugas menjadi pengawas atau muhtasib di pasar. Pelembagaan hisbah
sebagai sebuah lembaga pemerintah belum secara penuh berdiri layaknya
lembaga-lembaga atau departemen pemerintahan yang beliau bentuk pada
waktu itu. Akan tetapi pengawasan dan pengangkatan muhtasib merupakan
106
indikasi yang jelas bahwa konsep hisbah menjadi bagian yang integral dengan
pemerintahan Umar Ibn Khattab.dari sisi tindakan yang dilakukan oleh Umar
terhadap orang-orang menyalahi aturan main dalam pasar, juga sangat tegas
tetapi tetap menyesuaikan kadar kesalahan dan akibat yang ditimbulkan.
Mulai dari memberikan peringatan hingga pelarangan masuk pasar. Hal ini
karena hisbah sebagai lembaga pengawas, kewenangan yang dimilki adalah
pemberian peringatan, pelajaran, dan sanksi yang disesuaikan dengan jenis
keasalahan pelaku pasar.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aktivitas ekonomi yang tidak hanya melibatkan satu orang atau satu
kelompok orang saja, telah membentuk dinamika dan kompleksitas
permasalahan dalam perekonomian. Permasalahan perekonomian tersebut
tidak hanya berdiri sendiri, akan tetapi memilii keterkaitan dengan
permasalahan-permasalahan di bidang lainnya, seperti politik, sosial,
keagamaan, dan lainnya. Hal itu karena perekonomian merupakan sebuah
sistem yang memiliki hubungan dengan sistem-sistem lainnya. Kondisi
demikian mendesak negara sebagai pemegang tanggungjawab mengatur
masyarakat untuk melakukan intervensi dalam perekonomian sebagai
upaya untuk memantau dan mengawasi agar tidak terjadi praktek-praktek
ekonomi yang bisa menyebabkan terganggunnya kepentingan publik.
Dalam ekonomi Islam, kebebasan dalam ekonomi menjadi prinsip yang
dijunjung tinggi, akan tetapi kebebasan tersebut tida bersifat mutlak.
pemerintah mendapat porsi yang cukup penting dalam mengatur
perekonomian, yaitu wewenang untuk mengintervensi perekonomian
dalam batas-batas tertentu. Hak intervensi pemerintah dalam
perekonomian diwujudkan dengan membentuk lembaga yang
bertangungjawab mengawasi pasar, yaitu lembaga hisbah.
106
107
2. Lembaga hisbah mempunyai tugas menegakkan kebenaran dan mencegah
kemungkaran. Dalam bidang ekonomi, lembaga hisbah memiliki tugas
mengawasi praktek-praktek di pasar agar tidak menyimpang dari ajaran
Islam. Selain menegakkan aturan syari’at Islam dalam aktivitas
peekonomian, lembaga hisbah juga menjadi pilar ditaatinya norma-norma
dan etika sosial untuk menjaga keadilan dalam ekonomi. Secara teknis,
lembaga hisbah melakukan pengawasan dan kontrol terhadap pasar, jika
kondisi pasar tidak stabil yang disebabkan oleh kondisi yang ukan alamiah
dari pasar, maka lembaga hisbah melakukan intervensi untuk
memulihkannya. Lembaga ini juga melakukan pengawasan dalam bidang
produksi dan distribusi. Antara lain: produksi harus tetap berpegang pada
prinsip syari’at (halal dan haram), persediaan barang esensial yang
dibutuhkan oleh masyarakat harus tetap terjaga, memastikan tidak adanya
diskriminasi dalam pasar (bebas masuk dan keluar pasar), melarang
adanya pasar gelap, dan mengawasi berbagai aktivitas perekonomian
masyarakat yang lain agar tidak terjadi pelanggaran yang bisa
menimbulkan ketidakadilan dan gangguan terhadap stabilitas ekonomi.
3. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Khattab, perekonomian
masyarakat mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Perhatian
tersebut selain dengan usaha-usaha pemerintah untuk melakukan
pengembangan dan pemerataan pembangunan di sektor ekonomi, juga
perhatian dalam hal pemantauan perekonomian agar tercipta nuansa
ekonomi yang menerapkan aturan-aturan syari’at Islam dalam bisnis.
108
Perkembangan perekonomian berjalan sejajar dengan perkembangan di
bidang lain seperti administrasi negara (seperti dibentuknya departemen-
departemen). Meskipun strategi pengawasan dan pengendalian pasar
belum dilakukan dengan membentuk departemen tersendiri yang
mempunyai legitimasi secara konstitusional oleh pemerintah, akan tetapi
konsep hisbah telah dijalankan dengan sangat baik oleh khalifah Umar Ibn
Khattab dan beberapa pengawas (muhtasib) yang beliau angkat.
Pengawasan yang dilakukan khalifah Umar terhadap pasar sangat detail
dan memilki sanksi yang jelas dan tegas. Adanya pengawasan yang
dilakukan oleh khalifah Umar juga tidak bisa dilepaskan dari adanya
integritas yang dimilikinya sebagai kepala negara.
B. Saran-saran
Berdasarkan hal-hal yang penulis uraikan sebelumnya, penulis
menemukan sebuah titik penting yang sebaiknya menjadi perhatian kita
bersama. Dalam hal ini penulis menyarankan beberapa hal:
1. Negara merupakan organisasi yang dibentuk oleh masyarakat, dengan
kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, memilki tanggungjawab baik
secara hukum dan moral untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat.
dengan demikian dalam sebuah negara, mutlak adanya sebuah pengawasan
dan perlindungan dalam sektor ekonomi. Upaya demikan hendaknya
diimplementasikan dengan membentuk lembaga pemerintahan seperti
lembaga hisbah, yang secara konsep, struktural dan kewenangan bisa
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di tiap-tiap negara.
109
2. Kekuasaan dan kewenangan yang dimilki oleh negara di sektor
perekonomian hendaknya digunakan semstinya dalam rangka melindungi
dan memakmurkan rakyat. Lembaga pengawas perekonomian (seperti
KPPU/Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan lembaga hukum seperti
KPK/Komisi Pemberantasan KKN) yang ada di Indonesia hendaknya
harus benar-benar independen dan bebas dari intervensi kepentingan
politik pemerintah dan pihak-pihak dan golongan tertentu. Pemerintah dan
lembaga-lembaga tersebut harus berjalan secara sinkron dan sibergis
menjalankan amanat rakyat demi terwujudnya masyarakat adil dan
makmur yang diridloi oleh Allah SWT
C. Penutup
Alhamdulillah, segala puji penulis persembahkan kehadirat Allah SWT
dengan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Dengan harapan karya tulis
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan masyarakat pada umumnya serta
dapat menambah khazanah keilmuan dalam dunia ilmu pengetahuan
khususnya hukum ekonomi Islam.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, maka penulis sungguh sangat
mengharapkan akan kritik dan sarannya yang bersifat membangun. Hal ini
tentulah demi perbaikan materi skripsi penulis.
Dan kepada semua pihak yang telah membantu memberikan arahan,
saran kepada penulis baik berupa moril maupun materil, penulis ucapkan
banyak terima kasih.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aktivitas ekonomi yang tidak hanya melibatkan satu orang atau satu
kelompok orang saja, telah membentuk dinamika dan kompleksitas
permasalahan dalam perekonomian. Permasalahan perekonomian tersebut
tidak hanya berdiri sendiri, akan tetapi memilii keterkaitan dengan
permasalahan-permasalahan di bidang lainnya, seperti politik, sosial,
keagamaan, dan lainnya. Hal itu karena perekonomian merupakan sebuah
sistem yang memiliki hubungan dengan sistem-sistem lainnya. Kondisi
demikian mendesak negara sebagai pemegang tanggungjawab mengatur
masyarakat untuk melakukan intervensi dalam perekonomian sebagai
upaya untuk memantau dan mengawasi agar tidak terjadi praktek-praktek
ekonomi yang bisa menyebabkan terganggunnya kepentingan publik.
Dalam ekonomi Islam, kebebasan dalam ekonomi menjadi prinsip yang
dijunjung tinggi, akan tetapi kebebasan tersebut tida bersifat mutlak.
pemerintah mendapat porsi yang cukup penting dalam mengatur
perekonomian, yaitu wewenang untuk mengintervensi perekonomian
dalam batas-batas tertentu. Hak intervensi pemerintah dalam
perekonomian diwujudkan dengan membentuk lembaga yang
bertangungjawab mengawasi pasar, yaitu lembaga hisbah.
106
107
2. Lembaga hisbah mempunyai tugas menegakkan kebenaran dan mencegah
kemungkaran. Dalam bidang ekonomi, lembaga hisbah memiliki tugas
mengawasi praktek-praktek di pasar agar tidak menyimpang dari ajaran
Islam. Selain menegakkan aturan syari’at Islam dalam aktivitas
peekonomian, lembaga hisbah juga menjadi pilar ditaatinya norma-norma
dan etika sosial untuk menjaga keadilan dalam ekonomi. Secara teknis,
lembaga hisbah melakukan pengawasan dan kontrol terhadap pasar, jika
kondisi pasar tidak stabil yang disebabkan oleh kondisi yang ukan alamiah
dari pasar, maka lembaga hisbah melakukan intervensi untuk
memulihkannya. Lembaga ini juga melakukan pengawasan dalam bidang
produksi dan distribusi. Antara lain: produksi harus tetap berpegang pada
prinsip syari’at (halal dan haram), persediaan barang esensial yang
dibutuhkan oleh masyarakat harus tetap terjaga, memastikan tidak adanya
diskriminasi dalam pasar (bebas masuk dan keluar pasar), melarang
adanya pasar gelap, dan mengawasi berbagai aktivitas perekonomian
masyarakat yang lain agar tidak terjadi pelanggaran yang bisa
menimbulkan ketidakadilan dan gangguan terhadap stabilitas ekonomi.
3. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Khattab, perekonomian
masyarakat mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Perhatian
tersebut selain dengan usaha-usaha pemerintah untuk melakukan
pengembangan dan pemerataan pembangunan di sektor ekonomi, juga
perhatian dalam hal pemantauan perekonomian agar tercipta nuansa
ekonomi yang menerapkan aturan-aturan syari’at Islam dalam bisnis.
108
Perkembangan perekonomian berjalan sejajar dengan perkembangan di
bidang lain seperti administrasi negara (seperti dibentuknya departemen-
departemen). Meskipun strategi pengawasan dan pengendalian pasar
belum dilakukan dengan membentuk departemen tersendiri yang
mempunyai legitimasi secara konstitusional oleh pemerintah, akan tetapi
konsep hisbah telah dijalankan dengan sangat baik oleh khalifah Umar Ibn
Khattab dan beberapa pengawas (muhtasib) yang beliau angkat.
Pengawasan yang dilakukan khalifah Umar terhadap pasar sangat detail
dan memilki sanksi yang jelas dan tegas. Adanya pengawasan yang
dilakukan oleh khalifah Umar juga tidak bisa dilepaskan dari adanya
integritas yang dimilikinya sebagai kepala negara.
B. Saran-saran
Berdasarkan hal-hal yang penulis uraikan sebelumnya, penulis
menemukan sebuah titik penting yang sebaiknya menjadi perhatian kita
bersama. Dalam hal ini penulis menyarankan beberapa hal:
1. Negara merupakan organisasi yang dibentuk oleh masyarakat, dengan
kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, memilki tanggungjawab baik
secara hukum dan moral untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat.
dengan demikian dalam sebuah negara, mutlak adanya sebuah pengawasan
dan perlindungan dalam sektor ekonomi. Upaya demikan hendaknya
diimplementasikan dengan membentuk lembaga pemerintahan seperti
lembaga hisbah, yang secara konsep, struktural dan kewenangan bisa
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di tiap-tiap negara.
109
2. Kekuasaan dan kewenangan yang dimilki oleh negara di sektor
perekonomian hendaknya digunakan semstinya dalam rangka melindungi
dan memakmurkan rakyat. Lembaga pengawas perekonomian (seperti
KPPU/Komisi Pengawas Persaingan Usaha dan lembaga hukum seperti
KPK/Komisi Pemberantasan KKN) yang ada di Indonesia hendaknya
harus benar-benar independen dan bebas dari intervensi kepentingan
politik pemerintah dan pihak-pihak dan golongan tertentu. Pemerintah dan
lembaga-lembaga tersebut harus berjalan secara sinkron dan sibergis
menjalankan amanat rakyat demi terwujudnya masyarakat adil dan
makmur yang diridloi oleh Allah SWT
C. Penutup
Alhamdulillah, segala puji penulis persembahkan kehadirat Allah SWT
dengan Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Dengan harapan karya tulis
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan masyarakat pada umumnya serta
dapat menambah khazanah keilmuan dalam dunia ilmu pengetahuan
khususnya hukum ekonomi Islam.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, maka penulis sungguh sangat
mengharapkan akan kritik dan sarannya yang bersifat membangun. Hal ini
tentulah demi perbaikan materi skripsi penulis.
Dan kepada semua pihak yang telah membantu memberikan arahan,
saran kepada penulis baik berupa moril maupun materil, penulis ucapkan
banyak terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Khursid Ed., Studies in Islamic Economics, Jeddah: International Centre for Research in Islamic Aconomics King Abdul Aziz University, 1976
Al-Akkad, Abbas Mahmud, Abqariyatu Umar, Terj.Gazirah Abdi Ummah “Kejeniusan Umar”, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002
An-Najjar, Abdul Wahhab, al-Khulafa’ al-Rasyidun, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Cet.2, 1990
Al-Hanbaly, Abu Ya’la Muhammad Ibn Husain al-Farra’, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, Beirut: Dar al-Fikr, 1994
Al-Naisabury, Abu al-Husain Muslim Ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, http://omelketab.net
At-Tariqi, Abdullah Abdul Husain, Al-Iqtishad al-Islami; ushusun wa muba’un wa akhdaf, Terj. M. Irfan Syofwani “Ekonomi Islam; Prinsip, Dasar, dan Tujuan, Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004
Al-Junaidal, Hammad Ibn Abdirrahman, Manahij al-Bahitsin fi al-Iqtishad al-Islamiy, Kairo: Syirkat al-Ubaikan, t.th.
Al-Munjid Fi al-Lughat, Cet.ke-28, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986
Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad, Al-Fiqh Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar Ibn Al-Khaththab, Terj. H. Asmuni Solihan Zamakhsyari “Fikih Ekonomi Umar bin al-Khatab”, Jakarta: Khalifa, 2003
Al-Zuhaily, Wahbah, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr, Juz 1, Cet. 9, 2006
As-Suyuthi, Jalaluddin, Tarikh al-Kulafa’, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1988
As-Suyuthi, Jalaluddin, Tarikh al-Kulafa’, Terj.Sudarmadji “Sejarah Khulafaur Rashidin: Para Penegak Islam Sepeninggal Rasulullah SAW”, Jakarta: Lintas Pustaka, 2003
At-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Juz 5, Beirut: Dar al-Fikr, 1987
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002
B. Lewis, The Encyclopaedia of Islam, Vol.III, Leiden: E.J. Brill, 1971
Chapra, M. Umer, Islam and Economic Challenge, Terj.Ikhwan Abidin B. “Islam dan Tantangan Ekonomi”, Jakarta: Gema Insani Press, 2000
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2005
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993
Dipoyudo, Kirdi, Keadilan Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1985
__________, Ensiklopedi Islam, jilid 2, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993
Friedman, Thomas L., Understanding Globalization: The Lexus and The Olive Tree, Terj. Tim Penerbit ITB “Memahami Globalisasi; Lexus dan Pohon Zaitun”, Bandung: Penerbit ITB, 2002
Glassé, Cyryl, The New Encyclopedia of Islam, New York: Altamim Press, 2002
Hafas Furqani, http://id.acehinstitute.org, 25 April 2007
Hamid, Edy Suandi, Ekonomi Indonesia; dari Sentralisasi ke Desentralisasi, Yogyakarta: UII Press, 2005
H.M. Sholikhin, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rasail, 2005
Http://Internetkampung.Blogspot.Com/2009/10/Kulafaur-Rosyidin-Bag-1.Html
Http://arif-alfarabi.blogspot.com/2008/07/pemikiran-ekonomi-umar-bin-khattab.html.
Http://www.sohabat.org/doku.php?id=sohabat:umar-khattab
Http://en.wikipedia.org/wiki/hisbah
Http://mises.org/humanaction/chap15sec1.asp
Islahi, Abdul Azim, Economic Concepts of Ibn Taimiyah, United Kingdom: The Huda, H. Miftahul, Aspek Ekonomi dalam Syari’at Islam, Mataram: LKBH IAIN Mataram, 2007
Islamic Foundation, 1996
Jalil, Abdul, Teologi Buruh, Yogyakarta: LKIS, 2008
Ibn al-Jauzi, Abi al-Farj Abdurrahman bin Ali bin Muhammad, Manaqib Amiril Mu’minin Umar ibn al-Khattab, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Cet.3, 1987
Jalaluddin, Abul Khair Mohd., The Role of Government in an Islamic Economy, Kuala Lumpur: A.S. Noordeen, 1991
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-8, 2003
Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 1, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995
Yustika, Ahmad Erani, Ekonomi Politik: Kajian Teoretis dan Analisis Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009
Karim, Adiwarman Azwar, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: IIIT Indonesia, 2002
Mu’allim, Amir, dkk., Menjawab Keraguan Berekonomi Syari’ah, Yogyakarta: MSI UII-Safiria Insania Press, 2008
Khalid, Amru, Khulafa’ur Rasul, Terj.Farur Mu’is “Jejak para Khlaifah”, Solo: Aqwam, 2007
Winarno, Budi, Pertarungan Negara Vs Pasar, Yogyakarta: Media Pressindo, 2009
Salvatore, Dominick dan Eugene Diulio, Schaum’s Easy Outlines; Principles of Economics, Terj. P.A. Lestari “prinsip-prinsip Ekonomi”, Jakarta: Erlangga, 2004
Kung, Hans, A Global Ethics for Global Politics and Economics, Terj. Ali Noer Zaman “Etika Ekonomi-Politik Global; Mencari Visi Baru Bagi Kelangsungan Agama di Abad XXI”, Yogyakarta: Qalam, 2002
Yunus, H. Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989
Ismanthono, Henricus W., Kamus Istilah Ekonomi Populer, cet.2, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006
Ibnu Taimiyyah, as-Siyasat as-Syar’iyyah fi Ishlai al-Ra’iy wa al-Ra’iyyat, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Hart, Michael H., Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, http://mediaisnet.org
Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet. Ke 1, 2002
Hidayat, Muhammad, Fiqih Perdagangan Bebas, Jakarta: Teraju, 2003
Hirst, Paul dan Grahame Thompson, Globalization ini Question, Terj. P. Soemitro “Globalisasi Adalah Mitos: Sebuah Kesangsian terhadap Konsep Globalisasi Ekonomi Dunia dan Kemungkinan Aturan Mainnya”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001
Husain, Taha, as-Syaikhan, Terj. Ali Audah “Dua Tokoh Besar dalam Sejarah Islam; Abu Bakar dan Umar”, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1986
Haider, Syed Nawab, Islam, Economics and Society, Terj. M. Saiful Anam “Menggagas Ilmu Ekonomi Islam”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Ibn al-Jauzi, Manaqib Amir al-Mukminin ‘Umar Ibn al-Khattab, Cet.3, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1987
Ibn Rusyd, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet. 10, 1988
Kahf, Monzer, The Islamic Economy: Analytical of the Functioning of the Islamic Economic System, Terj.Machnun Husein “Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995
____________, Readings in Microeconomics: an Islamic Perspective, Darul Ehsan: Longman Malaysia Sdn. Bhd. 1992
Kuncoro, Mudrajad, Ekonomi Pembangunan; Teori, Masalah dan Kebijakan, Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Cet. 2, 2000
Mannan, Muhammad Abdul, The Fontiers of Islamic Economics, Delhi: Idarah-i Adabiyat-i Delli, t.th
Mannan, M. A., Islamic Economics, Teory and Practice (A Comparative Study), Delhi: Idarah-i Adabiyat-i Delli, t.th.
Mankiw, N. Gregory, Principles of Economics, Terj. Haris Munandar “Pengantar Ekonomi”, Edisi ke-2 Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 2003
McEachern, William A., Economics: a Contemporary Introduction, Terj. Sigit Triandaru “Ekonomi Makro: Pendekatan Kontemporer”, Jakarta: Salemba Empat, 2000
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. 24, 2007
Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta:BPFE, 2000
Musa, Kamil, Ahkam al-Mu’amalat, Beirut: Muassasat al-risalat, cet.2, 1994
Nanga, Muana, Makroekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan, Edisi Ke-2, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005
Quthbi, Muhammad Ali, al-Khulafa’u al-Rasyiduna, Damaskus: Maktabah al-Ghazali, 1993
Rahardjo, M. Dawam, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), 1999
Ridla, Muhammad, al-Faruq Umar Ibn al-Khatthab, Cet. 6, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993
Sabiq, Sayyid, Fiqhu al-Sunnah, Juz 3, Beirut: Dar al-Fikr, 1977
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007
Solikhin, Iin, Wilayah Hisbah dalam Tinjauan Historis Pemerintahan Islam, Ibda’ Jurnal Studi Islam dan Budaya,Vol.3 No.1, 2005, P3M STAIN Purwokerto
Stiglitz, Joseph E., Making Globalization Work, Terj. Edrijani Azwaldi “Making Globalization Work; Menyiasati Globalisasi Menuju Dunia yang Lebih Adil”, bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007
Syibly, M. Roem, ed., Bangunan Ekonomi yang Berkeadilan; Teori, Praktek dan Realitas Ekonomi Islam, Yogyakarta: Magistra Insania Pers, 2004
Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.3, 1999
Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Mikroekonomi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cet.11, 1999
Sujarwo, http://lecture.brawijaya.ac.id, Sistem Perekonomian, 02 Oktober 2009
Sugiarto,dkk., Ekonomi Mikro: Sebuah Kajian Komprehensif, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Edisi Ke-2, 2000
T. Gilarso, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Edisi Revisi, Yogyakarta: Kanisius, Cet-5, 2008
U. Maman Kh., Metodologi Penelitian Agama; Teori dan Praktik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006
BIODATA
Nama : Ahmad Fitri
Tempat dan tanggal lahir : Pati, 04 Februari 1986
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Mahasiswa
Alamat : Jl. Tayu-Puncel Km. 10 Ds. Kembang RT. 06 RW.
02 Kec. Dukuhseti Kab. Pati 59158
Orang tua:
Bapak : Syafi’i
Ibu : Syafi’ah
Alamat : Jl. Tayu-Puncel Km. 10 Ds. Kembang RT. 06 RW.
02 Kec. Dukuhseti Kab. Pati 59158
Semarang, Desember 2009
Hormat Saya,
Ahmad Fitri
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Ahmad Fitri Tempat dan tanggal lahir : Pati, 04 Februari 1986 Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Mahasiswa Alamat : Jl. Tayu-Puncel Km. 10 Ds. Kembang RT. 06 RW.
02 Kec. Dukuhseti Kab. Pati 59158 Negara : Indonenesia Agama : Islam
PENDIDIKAN: Tahun Tamat Lembaga Pendidikan 1998 MI Madarijul Huda 2001 MTs Madarijul Huda 2004 Madrasah Aliyah Madarijul Huda 2009 Fak. Syari’ah IAIN Walisongo Semarang PENGALAMAN ORGANISASI: Tahun Organisasi/Lembaga Jabatan 2005-2006 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kom. Fasya Walisongo Sekretaris Umum 2006-2007 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kom. Fasya Walisongo Sekretaris Umum Lembaga Bahasa Mahasiswa Islam (LBMI) Ketua Umum UKMI Nafilah Ketua Bidang 2007-2008 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Korkom IAIN Walisongo Sekretaris Umum 2008-2009 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang Departemen DA 2009-2010 LSM PENA BANGSA-JATENG Bendahara Umum LSM PUSPAHAM Sekretaris Umum
Demikianlah daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.
Semarang, Desember 2009
Hormat Saya,
AHMAD FITRI