strategi perbaikan pelayanan kefarmasian dan …repository.setiabudi.ac.id/954/2/tesis vio.pdf ·...
TRANSCRIPT
STRATEGI PERBAIKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DAN
PENGGUNAAN OBAT BERBASIS STANDAR AKREDITASI
DENGAN METODE MATRIKS DI INSTALASI FARMASI
RSU AULIA LODOYO BLITAR
Tesis
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Sarjana Strata 2
Oleh :
DESI ALVIOLINA
SBF161640344
HALAMAN JUDUL
PROGRAM STUDI S-2 ILMU FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2018
ii
PENGESAHAN TESIS
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
“In the world nothing is impossible, if you want something, you must do something,
believe your God, becauses GOD NEVER sleep”
“Pertemuan antara usaha dan doa akan menghasilkan keturunan yang bernama
kesuksesan”
“Saya percaya proses yang menentukan keberhasilan, bukan tinggi atau rendahnya
nilai akhir”
Aku persembahkan TESIS ini untuk :
Orang tuaku yang aku sayangi, bapak Tukimin dan ibu Tri
Minarsih, juga untuk orang tua keduaku bapak Teguh Puryadi dan
ibu Eni Wiji Astuti yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan
nasehat untuk kesuksesan masa depanku.
Adik mungilku Alfazeta Titan Ardiansyah dan adik gendutku Galuh
Hasna Era Paramesti, tak lupa untuk kakak kebanggaanku Al Kholik
Imawardi beserta kakak iparku Arindika Puspitaningtyas, dan
keponakan imutku Almahira Ajwa Mahaputri Alkharin, serta special
for Angga Purwi Hantoro. Keluarga kecilku tetapi semangat besarku.
Terima kasih atas doa-doa yang dikirimkan untuk kesuksesanku.
Partner kerjaku di Instalasi Farmasi terutama Kepala Instalasi
Farmasi dan rekan-rekan lain yang selalu memberikan semangat yang
luar biasa.
Rumah Sakit tempatku mengabdi sebagai Apoteker beserta jajaran
KARU, KANIT, KABID, Manajemen, Direksi, Direktur yang
mendukung penuh dalam penyelesaian tesis ini.
Gengs NERO adalah suporter terbaik selama perkuliahan S2 hingga
terciptanya tesis ini dan lulus dengan waktu genap 2 tahun.
Fakultas dan almamaterku tercinta, serta Negara kebanggaanku
Indonesia raya merdeka tanah air beta ^_^
iv
PERNYATAAN
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Strategi Perbaikan Pelayanan
Kefarmasian Dan Penggunaan Obat Berbasis Standar Akreditasi Dengan
Metode Matriks Di Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar” tesis ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat S-2 Farmasi
(M.Farm) pada Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi di Surakarta.
Penelitian dan penyusunan tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak baik secara moril maupun materil. Sembah sujud serta syukur kepada Allah
SWT taburan cinta dan kasih sayang-MU telah memberikan kekuatan, membekali
dengan ilmu serta memperkenalkan dengan cinta, atas karunia serta kemudahan
yang Allah berikan akhirnya tesis yang sederhana ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam selalu terlimpahkan kepada Rasullah Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih yang
terhormat kepada :
1. Dr. Djoni Tarigan,MBA selaku Rektor Universitas Setia Budi Surakarta.
2. Prof. Dr. RA Oetari, SU, MM, M. Sc., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi Surakarta.
3. Dr. Jason Merari Peranginangin, MM.,M. Si., Apt selaku dosen pembimbing
utama, dan Dr. Chairun W, M.Kes, M.App.Sc, Apt selaku dosen pembimbing
pendamping.
4. Prof. Dr. Ediati Sasmito, SE., Apt dan Dr. Gunawan Pamudji Widodo, M.Si.,
Apt selaku penguji tesis.
5. Seluruh dosen Fakultas Farmasi terutama S-2 Manajemen Farmasi Universitas
Setia Budi Surakarta
6. Pihak Rumah Sakit tempatku mengabdi sebagai Apoteker beserta jajaran
KARU, KANIT, KABID, Manajemen, Direksi, Direktur yang mendukung
vi
penuh dalam penyelesaian tesis ini yang memberikan kesempatan dan
kepercayaan sehingga memberikan ijin untuk melakukan penelitian tesis ini di
Rumah Sakit Umum Aulia Lodoyo Blitar.
7. Perpustakaan Universitas Setia Budi Surakarta khususnya Fakultas Farmasi
yang mendukung penyelesaian penelitian tesis ini.
8. Rekan-rekan seperjuangan terutama NERO sebagai suporter terbaik serta
teman-teman Manajemen Farmasi dan Sains angkatan 2016 Periode bulan
September.
9. Kedua orang tuaku yang aku sayangi, bapak Tukimin dan ibu Tri Minarsih,
juga untuk orang tua keduaku bapak Teguh Puryadi dan ibu Eni Wiji Astuti
yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan nasehat untuk kesuksesan
masa depanku.
10. Adik mungilku Alfazeta Titan Ardiansyah dan adik gendutku Galuh Hasna
Era Paramesti, tak lupa untuk kakak kebanggaanku Al Kholik Imawardi
beserta kakak iparku Arindika Puspitaningtyas, dan keponakan imutku
Almahira Ajwa Mahaputri Alkharin, serta special for Angga Purwi Hantoro.
Keluarga kecilku yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa yang
tiada hentinya untuk menyelesaikan tesis ini.
11. Kepada semua pihak yang telah melancarkan dalam penyusunan tesis ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik pada mereka
semua dan semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan dilancarkan
semua urusannya.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini jauh dari sempurna, namun
penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak lain yang
berkepentingan
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Surakarta, 18 Agustus 2018
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
PENGESAHAN TESIS .......................................................................................... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iii
PERNYATAAN ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
INTISARI .............................................................................................................. xii
ABSTRACT ......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ......................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
E. Keaslian Penelitian .......................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 8
A. Rumah Sakit .................................................................................... 8
1. Pengertian Rumah Sakit ........................................................... 8
2. Tugas dan fungsi Rumah Sakit ................................................. 9
3. Klasifikasi Rumah Sakit ........................................................... 9
3.1 Klasifikasi Rumah Sakit berdasarkan Status Akreditasi. 9
3.2 Klasifikasi Rumah Sakit umum. ................................... 10
B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit ...................................................... 10
1. Pengertian Instalasi Rumah Sakit ........................................... 10
2. Tujuan Instalasi Rumah Sakit ................................................. 11
3. Tugas dan Tanggung Jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit . 12
4. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ................................... 13
4.1 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan
medis habis pakai .......................................................... 13
4.2 Pelayanan farmasi klinik ............................................... 14
5. Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit .................. 14
5.1 Instalasi Farmasi ........................................................... 14
5.2 Tim Farmasi dan Terapi ................................................ 14
5.3 Tim lain yang terkait ..................................................... 15
6. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit ............... 15
7. Ruang lingkup Instalasi Farmasi Rumah Sakit ...................... 15
C. Akreditasi ...................................................................................... 16
D. Tingkat Kelulusan Akreditasi ........................................................ 17
E. Standar Akreditasi ......................................................................... 19
F. Jenis Survei Akreditasi Rumah Sakit ............................................ 20
1. Survei Awal ............................................................................ 20
viii
2. Survei Ulang atau Survei Remidial ........................................ 21
3. Survei Verifikasi ..................................................................... 21
4. Survei Terfokus ...................................................................... 21
G. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO) ............... 21
1. PKPO 1 Pengorganisasian ...................................................... 23
2. PKPO 2 Seleksi dan Pengadaan ............................................. 24
3. PKPO 3 Penyimpanan ............................................................ 24
4. PKPO 4 Peresepan dan Penyalinan ........................................ 25
5. PKPO 5 Persiapan dan Penyerahan ........................................ 27
6. PKPO 6 Pemberian (Administration) Obat ............................ 28
7. PKPO 7 Pemantauan (Monitor) ............................................. 29
H. Profil RSU Aulia Lodoyo Blitar .................................................... 29
I. Metode Matriks ............................................................................. 30
J. Landasan Teori .............................................................................. 32
K. Kerangka Konsep Penelitian ......................................................... 36
L. Keterangan Empiris ....................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 38
A. Subyek Penelitian .......................................................................... 38
B. Jenis dan Rancangan Penelitian..................................................... 38
1. Jenis Data ............................................................................... 38
2. Rancangan Penelitian ............................................................. 38
3. Lokasi Penelitian .................................................................... 38
4. Waktu penelitian ..................................................................... 38
C. Bahan dan Alat .............................................................................. 39
D. Definisi Operasional ...................................................................... 41
E. Jalannya Penelitian ........................................................................ 42
F. Analisis Hasil................................................................................. 43
1. Pengelolaan data kuantitatif ................................................... 43
2. Pengelolaan data kualitatif ..................................................... 43
3. Perbaikan PKPO dengan metode matriks .............................. 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 45
A. Karakteristik Responden dan Penelitian ........................................ 45
B. Pencapaian Standar Akreditasi di RSU Aulia Lodoyo Blitar ........ 45
C. Strategi Perbaikan berdasarkan Skala prioritas Matriks ................ 50
D. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 55
A. Kesimpulan .................................................................................... 55
B. Saran .............................................................................................. 55
BAB VI RINGKASAN ......................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagan kerangka konsep ....................................................................... 35
Gambar 2. Jalannya Penelitian .............................................................................. 43
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Keaslian Penelitian .................................................................................... 6
Tabel 2. Standar masing-masing PKPO (KARS, 2017) ....................................... 40
Tabel 3. Karakteristik Responden dan Penelitian ................................................. 45
Tabel 4. Persentase hasil kuesioner ....................................................................... 46
Tabel 5. Metode matriks untuk penentuan prioritas masalah ............................... 50
Tabel 6. Saran strategi perbaikan .......................................................................... 52
Tabel 7. Persentase hasil kuesioner ....................................................................... 59
Tabel 8. Metode matriks untuk penentuan prioritas masalah ............................... 61
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner ....................................................................................... 65
Lampiran 2. Pertanyaan wawancara .................................................................. 84
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian ..................................................................... 85
Lampiran 4. Metode Matriks (NACCHO, 2012) ............................................... 90
xii
INTISARI
ALVIOLINA, D., 2018, STRATEGI PERBAIKAN PELAYANAN
KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT BERBASIS STANDAR
AKREDITASI DENGAN METODE MATRIKS DI INSTALASI FARMASI
RSU AULIA LODOYO BLITAR, THESIS, FAKULTAS FARMASI,
UNIVERSITAS SETIA BUDI, SURAKARTA.
Akreditasi merupakan penilaian KARS untuk meningkatkan keselamatan
dan mutu pelayanan Rumah Sakit. Penelitian dilakukan di IFRSU Aulia Lodoyo
Blitar yang merupakan Rumah Sakit tipe C, pada Maret 2017 lulus akreditasi
paripurna sesuai standar akreditasi KARS versi 2012, secara garis besar standar
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit belum sepenuhnya tercapai.
Penelitian ini untuk mengetahui tingkat kesesuaian tujuh standar PKPO
terhadap SNARS 2018 dan strategi perbaikan masalah menggunakan skala
prioritas dengan metode matriks. Penelitian dianalisis deskriptif kuantitatif dan
kualitatif. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara kepada
Kepala IFRS serta observasi untuk mendukung kuesioner. Subyek penelitian yaitu
Apoteker, TTK, dan administrasi farmasi. Hasil data diolah dalam bentuk tabel
dan dilakukan perbaikan dengan skala prioritas masalah menggunakan metode
matriks.
Tingkat kesesuaian PKPO di IFRSU Aulia Lodoyo Blitar belum
sepenuhnya memenuhi SNARS. Persentase didapatkan : pengorganisasian 67,2%,
seleksi dan pengadaan 63,3%, penyimpanan 77,1%, peresepan dan penyalinan
74,7%, persiapan dan penyerahan 71,8%, pemberian obat 78,2%, pemantauan
62,2%. Strategi perbaikannya berdasarkan skala prioritas masalah menggunakan
metode matriks : PKPO 7 pemantauan efek obat, PKPO 2 seleksi dan pengadaan,
PKPO 1 pengorganisasian yang melakukan supervisi sesuai dengan
penugasannya, PKPO 5 persiapan dan penyerahan obat, PKPO 4 peresepan dan
penyalinan, PKPO 3 penyimpanan obat, dan PKPO 6 pemberian obat.
Kata kunci : standar akreditasi, SNARS, PKPO, metode matriks.
xiii
ABSTRACT
ALVIOLINA, D., 2018, THE IMPROVEMENT STRATEGY OF
PHARMACEUTICAL SERVICES AND USES OF DRUGS BASED ON
ACCREDITATION STANDARDS WITH MATRIX METHOD IN
PHARMACEUTICAL INSTALLATION OF AULIA LODOYO BLITAR,
THESIS, FAKULTAS FARMASI, UNIVERSITAS SETIA BUDI,
SURAKARTA.
Accreditation is assessment of KARS to improve the safety and quality of
hospital services. The research was conducted at IFRSU Aulia Lodoyo Blitar
2018 which a type C hospital, March 2017 has passed accreditation of according
KARS 2012 accreditation standard, outline of pharmaceutical service in the
hospital hasn’t been fully achieved. This research to know compliance of seven
PKPO toward SNARS and improvement strategy uses prioritizing issues with
matrix method.
The research was analyzed descriptive quantitative and qualitative. Data
collection using questionnaires and interview instruments on Head IFRS as well
as observation to support the questionnaire. The subjects of were pharmacists,
assistants, and administrators. Data results processed in form of tables and
performed improvement strategy uses prioritizing issues with matrix method.
The compliance of PKPO hasn’t fulfilled SNARS. The percent organizing
67.2%, selection and procurement 63.3%, storage 77.1%, prescribing and copying
74.7%, preparation and delivery 71.8%, administration of drugs 78.2%,
monitoring 62.2%. Improvement strategy uses prioritizing issues with matrix
method is PKPO 7 monitoring of drug effects, PKPO 2 selection and
procurement, PKPO 1 organizing supervision according to its assignment, PKPO
5 preparation and delivery of drugs, PKPO 4 prescribing and copying, PKPO 3
drug storage, PKPO 6 drug administration.
Keywords : accreditation standards, SNARS, PKPO, matrix method.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes 72, 2016). Rumah Sakit
pada saat ini diakui sebagai entitas yang sangat rumit, kompleks dan beresiko
tinggi. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit, harus terlebih
dahulu lulus akreditasi nasional yang dilakukan oleh Komite Akreditasi Rumah
Sakit (KARS), dan dalam upaya meningkatkan daya saing, Rumah Sakit dapat
mengikuti akreditasi internasional sesuai kemampuan (Permenkes RI, 2012).
Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia dilaksanakan untuk menilai kepatuhan
Rumah Sakit terhadap standar akreditasi (KARS, 2017).
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan
obat yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang- kurangnya
sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami
kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan
obat yang berkelanjutan (Permenkes 72, 2016). Melalui akreditasi Rumah Sakit
diharapkan Instalasi Farmasi terkait dengan pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat dikelola secara profesional sesuai dengan standar sehingga
fungsi sosial, bisnis dan iptek dapat dilaksanakan dengan baik.
Akreditasi merupakan proses asessment terhadap Rumah Sakit oleh suatu
lembaga yang independen (KARS) untuk menentukan pemenuhan standar yang
dirancang guna memperbaiki keselamatan dan mutu pelayanan, serta
menunjukkan komitmen nyata sebuah Rumah Sakit dalam meningkatkan kualitas
asuhan pasien, memastikan bahwa lingkungan pelayanannya aman dan Rumah
Sakit senantiasa berupaya mengurangi resiko bagi para pasien dan staf. Standar
akreditasi sifatnya berupa suatu persyaratan yang optimal dan dapat dicapai.
Dengan demikian akreditasi diperlukan sebagai cara efektif untuk mengevaluasi
2
mutu suatu Rumah Sakit, yang sekaligus berperan sebagai sarana manajemen
(Kemenkes RI, 2011).
Manajemen Penggunaan Obat (MPO) merupakan standar akreditasi
Rumah Sakit versi 2012 yang disusun oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2011 dengan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang
saat ini MPO berubah nama menjadi Pelayanan Kefarmasian Penggunaan Obat
(PKPO) pada standar baru. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS
Edisi 1) merupakan standar baru yang berfokus pada pelayanan pasien untuk
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dengan pendekatan manajemen risiko
di Rumah Sakit. SNARS Edisi 1 disusun oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) yang efektif digunakan pada tanggal 1 Januari 2018. Dalam standar baru
tersebut dijelaskan bahwa hasil kajian elemen penilaian dan hasil survei dari
standar akreditasi Rumah Sakit versi 2012 sulit dipenuhi oleh Rumah Sakit di
Indonesia, sehingga disusun Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit oleh
KARS. Sebelum adanya SNARS akreditasi Rumah Sakit yang sudah mulai
dilaksanakan sejak tahun 1995 di Indonesia menggunakan standar akreditasi
berdasarkan tahun berapa standar tersebut mulai dipergunakan untuk penilaian,
sehingga selama ini belum pernah ada Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
di Indonesia, sedangkan status akreditasi saat ini ada status akreditasi nasional dan
status akreditasi internasional, maka di Indonesia perlu ada Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit (KARS, 2017).
Dalam SNARS dijelaskan bahwa praktik penggunaan obat yang tidak
aman (unsafe medication practices) dan kesalahan penggunaan obat (medication
errors) adalah penyebab utama cedera dan bahaya yang dapat dihindari dalam
sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia (KARS, 2017). Menurut Susilo
(2004) sistem pengelolaan obat juga harus dipandang sebagai bagian dari
keseluruhan sistem pelayanan di Rumah Sakit dan diorganisasikan dengan suatu
cara yang dapat memberikan pelayanan berdasarkan aspek keamanan, efektif, dan
ekonomis dalam penggunaan obat sehingga dapat dicapai efektivitas dan efisiensi
pengelolaan obat. Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan
keadaan sosial ekonomi masyarakat maka sistem nilai orientasinya mulai berubah.
3
Mutu dan keamanan pelayanan obat dalam Instalasi Farmasi Rumah Sakit perlu
diperhatikan. Namun dalam pelaksanaannya bukanlah hal yang mudah. Oleh
karena itu, Rumah Sakit diminta untuk mematuhi peraturan perundang-undangan,
membuat sistem pelayanan kefarmasian, dan penggunaan obat yang lebih aman
yang senantiasa berupaya menurunkan kesalahan pemberian obat (KARS, 2017).
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar.
Rumah Sakit Umum Aulia Lodoyo Blitar merupakan Rumah Sakit tipe C yang
telah lulus akreditasi paripurna bintang 5 pada bulan Maret 2017 sesuai dengan
standar akreditasi versi 2012, secara garis besar Manajemen Penggunaan Obat
(MPO) dalam standar lama belum sepenuhnya tercapai khususnya pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa gambaran
yang ada di Rumah Sakit misalnya kurangnya tenaga farmasis dan pengontrolan
efek samping obat pada pasien yang belum efektif. Adanya perubahan standar
akreditasi Rumah Sakit tersebut perlu penyesuaian dengan standar terbaru yaitu
SNARS Edisi 1. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian ini karena peneliti tertarik
untuk melihat kesesuaian pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSU Aulia
Lodoyo Blitar dengan standar akreditasi terbaru. Rumah Sakit tersebut bertekad
untuk memenuhi dan meningkatkan standar pelayanan kefarmasian agar sesuai
dengan SNARS Edisi 1, sehingga penelitian ini dapat digunakan untuk
meningkatkan mutu dan melihat perkembangan dengan meninjau dari segi
pelayanan yang berfokus pada keselamatan pasien. Salah satu strategi perbaikan
yang dapat dilakukan yaitu menggunakan skala prioritas masalah dengan metode
matriks.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kesesuaian pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat
terhadap standar akreditasi di Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar
tahun 2018 yang meliputi : pengorganisasian, seleksi dan pengadaan,
4
penyimpanan, peresepan dan penyalinan, persiapan dan penyerahan,
pemberian (administration) obat, serta pemantauan (monitor)?
2. Bagaimana strategi perbaikan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di
Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar berdasarkan skala prioritas
masalah dengan menggunakan metode matriks?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui :
1. Tingkat kesesuaian pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat terhadap
standar akreditasi di Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar tahun 2018
yang meliputi : pengorganisasian, seleksi dan pengadaan, penyimpanan,
peresepan dan penyalinan, persiapan dan penyerahan, pemberian
(administration) obat, serta pemantauan (monitor).
2. Strategi perbaikan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di Instalasi
Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar berdasarkan skala prioritas masalah
dengan menggunakan analisis matriks.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Bagi pendidikan digunakan sebagai bahan referensi dan pengetahuan bagi
mahasiswa tentang strategi perbaikan pelayanan kefarmasian dan penggunaan
obat berbasis Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit dengan metode
analisis matriks di Instalasi Farmasi.
2. Bagi pihak Rumah Sakit hasil penelitian ini sebagai evaluasi pelaksanaan
kegiatan pelayanan standar akreditasi yang diharapkan dapat memotivasi
profesi di unit pelayanan farmasi untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan Rumah Sakit melalui pemberian pelayanan sesuai dengan standar.
3. Bagi peneliti hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan,
menambah ilmu pengetahuan, dan merupakan pengalaman yang besar
manfaatnya bagi penulis mengenai akreditasi Rumah Sakit versi terbaru yaitu
SNARS Edisi 1 yang efektif digunakan pada tanggal 1 Januari 2018.
5
4. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai
bahan pertimbangan atau sumber data dalam penelitian berikutnya yang
berkaitan dengan akreditasi Rumah Sakit.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang strategi perbaikanpelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat berbasis standar akreditasi dengan metode matriks di Instalasi
Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar belum pernah dilakukan. Penelitian
sebelumnya yang berkaitan dengan tingkat kesesuaian standar akreditasi terhadap
strategi dan rencana perbaikan pelayanan adalah :
6
Tabel 1. Keaslian Penelitian
Peneliti Jumlah
sampel Tempat Waktu
Cara
analisis Perbedaan cara analisis
Indah
Tripujiati
50 resp. RSUD dr. Moewardi
Surakarta
2015 Matriks Mengambil topik/isu dan
bertanya apakah x
memberikan kontribusi
lebih dari y dalam
mencapai tujuan berupa
tabel
Sylvia
Puspita
23 resp. RS PKU
Muhammadiyah Unit
II PKU
2016 Hanlon Memberikan skors atas
serangkaian kriteria A, B,
C, dan D (PEARL) dan
menghitung BPR dan
OPR dengan rumus
tertentu
Wulan
Agustin
Ningrum
25 resp. RSUD Kraton
Pekalongan
2014 Matriks Mengambil topik/isu dan
bertanya apakah x
memberikan kontribusi
lebih dari y dalam
mencapai tujuan berupa
tabel
Mensie
Martha
Lovianie
28 resp. RSUD dr. Doris
Sylvanus
Palangkaraya
2015 Hanlon Memberikan skors atas
serangkaian kriteria A, B,
C, dan D (PEARL) dan
menghitung BPR dan
OPR dengan rumus
tertentu
Poppy Dwi
Citra Jaluri
28 resp. RSUD Sultan
Imanuddin Pangkalan
Bun Kalimantan
Tengah
2016 Hanlon Memberikan skors atas
serangkaian kriteria A, B,
C, dan D (PEARL) dan
menghitung BPR dan
OPR dengan rumus
tertentu
Noval 46 resp. RS PKU
Muhammadiyah
Surakarta
2016 Hanlon Memberikan skors atas
serangkaian kriteria A, B,
C, dan D (PEARL) dan
menghitung BPR dan
OPR dengan rumus
tertentu
Ade Sukma
Hamdani
30 resp. RSUD dr. Moewardi
Surakarta
2013 Hanlon Memberikan skors atas
serangkaian kriteria A, B,
C, dan D (PEARL) dan
menghitung BPR dan
OPR dengan rumus
tertentu
Reny
Febrianah
Resmy
29 resp. RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo
Makassar Sulawesi
Selatan
2014 Hanlon Memberikan skors atas
serangkaian kriteria A, B,
C, dan D (PEARL) dan
menghitung BPR dan
OPR dengan rumus
tertentu
7
Peneliti Jumlah
sampel Tempat Waktu
Cara
analisis Perbedaan cara analisis
Harvey 19 resp. RSUD H. M.
Djafar Harun
Kabupaten Kolaka
Utara Sulawesi
Tenggara
2013 Hanlon Memberikan skors atas
serangkaian kriteria A, B, C,
dan D (PEARL) dan
menghitung BPR dan OPR
dengan rumus tertentu
Alfiranty
Yunita
17 resp. RS Benyamin
Guluh Kabupaten
Kolaka Provinsi
Sulawesi Tenggara
2013 Hanlon Memberikan skors atas
serangkaian kriteria A, B, C,
dan D (PEARL) dan
menghitung BPR dan OPR
dengan rumus tertentu
Perbedaan penelitian ini yaitu fokus penelitian tentang evaluasi tingkat
kesesuaian standar akreditasi pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat sesuai
dengan SNARS Edisi 1 yang efektif pada 1 Januari 2018. Penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan metode matriks untuk menentukan skala prioritas
penanganan masalah. Lokasi dan waktu penelitian ini berbeda dari penelitian-
penelitian sebelumnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Siregar &
Amalia, 2011).
Upaya kesehatan dilakukan dengan pendeketan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif),
yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan
(Siregar & Amalia, 2011).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 72
tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
pengertian dari Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
(Permenkes 72, 2016).
Menurut WHO (World Health Organization) Rumah Sakit adalah
suatu organisasi sosial terintegrasi yang berfungsi menyediakan pelayanan
kesehatan lengkap bagi masyarakat. Pelayanan tersebut dapat bersifat :
penyembuhan (kuratif), peningkatan (promotif), perbaikan (rehabilitatif),
maupun pencegahan (preventif) (WHO, 2009).
Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis
dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena
itu, Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai
dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan
9
9
masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan
yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa layanan yang sesuai dengan
tingkat kepuasan ratarata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan
standart dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Siregar & Amalia,
2011).
2. Tugas dan fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan SK Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang
standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit, Rumah Sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk
menjalankan tugas tersebut, Rumah Sakit mempunyai fungsi :
penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit, pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua
dan ketiga sesuai kebutuhan medis, penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam
pemberian pelayanan kesehatan, penyelenggaraan penelitian dan
pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahuan bidang kesehatan (Siregar & Amalia, 2011).
3. Klasifikasi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, Rumah Sakit dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan
menjadi Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus. Rumah Sakit umum
adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan kepada semua
bidang dan jenis penyakit. Sedangkan Rumah Sakit khusus adalah Rumah
Sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau jenis penyakit
tertentu berdasarkan disiplin ilmu golongan umur, organ, jenis penyakit, atau
kekhususan lainnya (Anonim, 2009).
3.1 Klasifikasi Rumah Sakit berdasarkan Status Akreditasi.
Rumah Sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas Rumah Sakit yang telah
10
10
diakreditasi dan Rumah Sakit yang belum diakreditasi. Rumah Sakit yang
telah diakreditasi adalah Rumah Sakit yang telah diakui secara formal oleh
suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu Rumah
Sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu (Siregar
& Amalia, 2011).
3.2 Klasifikasi Rumah Sakit umum. Menurut Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dalam rangka penyelenggaraan
pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, Rumah Sakit
umum dan Rumah Sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan Rumah Sakit. Klasifikasi Rumah Sakit umum terdiri
atas : Rumah Sakit umum kelas A, mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar, 5 spesialis penunjang medik,
12 spesialis lainnya, dan 13 subspesialis dasar. Rumah Sakit umum tipe B,
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4
spesialis dasar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis lain, dan 2
subspesialis dasar. Rumah Sakit umum kelas C, mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 spesialis dasar dan 4 spesialis
penunjang dasar. Rumah Sakit umum kelas D, mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 spesialis dasar (Anonim,
2009).
B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
1. Pengertian Instalasi Rumah Sakit
Menurut PERMENKES RI No 9/MENKES/PER/1/2014 Instalasi
Farmasi adalah bagian dari Klinik yang bertugas menyelenggarakan,
mengoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan
farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Klinik
(Anonim, 2014).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah fasilitas penyelenggara
pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, kegiatan penelitian,
pengembangan, pendidikan, pelatihan, dan pemeliharaan sarana Rumah Sakit.
11
11
Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan instalasi Rumah Sakit yang
mempunyai tugas menyediakan, mengelola memberi penerangan dan
melaksanakan penelitian tentang obat-obatan (Siregar & Amalia, 2011).
Farmasi Rumah Sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang
dilakukan di suatu Rumah Sakit, jadi Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah
suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di Rumah Sakit, tempat penyelenggara
semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan
Rumah Sakit itu sendiri (Siregar & Amalia, 2011).
Menurut Permenkes 72 tahun 2016 juga disebutkan bahwa Instalasi
Farmasi merupakan unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi di
Rumah Sakit harus memenuhi standar akreditasi dalam pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat yang meliputi tujuh standar akreditasi yaitu
: pengorganisasian, seleksi dan pengadaan, penyimpanan, peresepan dan
penyalinan, persiapan dan penyerahan, pemberian (administration) obat, serta
pemantauan (monitor). Masing-masing standar pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat tersebut memiliki maksud dan tujuan serta elemen penilaian
yang tercantum dalam standar nasional akreditasi Rumah Sakit edisi 1 yang
efektif pada 1 Januari 2018 (KARS, 2017).
2. Tujuan Instalasi Rumah Sakit
Tujuan dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit antara lain memberi
manfaat kepada penderita, Rumah Sakit, sejawat profesi kesehatan, dan
kepada profesi farmasi oleh apoteker Rumah Sakit yang kompeten dan
memenuhi syarat; membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai
oleh apoteker Rumah Sakit yang memenuhi syarat; menjamin praktek
profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan pemeliharaan standar
etika profesional, pendidikan dan pencapaian, dan melalui peningkatan
kesejahteraan ekonomi; meningkatkan penelitian dalam praktek farmasi
Rumah Sakit dan dalam ilmu farmasetik pada umumnya; menyebarkan
pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi antara para
apoteker Rumah Sakit, anggota profesi, den spesialis yang serumpun;
12
12
memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker Rumah Sakit untuk:
secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang terorganisasi,
mengembangkan dan memberikan pelayanan klinik; melakukan dan
berpartisipasi dalam penelitian klinik dalam farmasi dan dalam program
edukasi untuk partisi kesehatan, penderita, mahasiswa, dan masyarakat;
meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktek farmasi Rumah Sakit
kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi, dan profesional
kesehatan lainnya; membantu menyediakan personel pendukung yang
bermutu untuk Instalasi Farmasi Rumah Sakit; membantu dalam
pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian (Siregar & Amalia, 2011).
3. Tugas dan Tanggung Jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Tugas utama Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah pengelolaan,
pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada
penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang
beredar dan digunakan dalam Rumah Sakit baik untuk penderita rawat
tinggal, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik Rumah
Sakit (Siregar & Amalia, 2011).
Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan tahun 2014 adalah sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi
seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta
sesuai prosedur dan etik profesi.
b. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu, dan efisien.
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi
dan keamanan serta meminimalkan risiko.
d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi, dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat, dan pasien.
e. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.
13
13
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan
kefarmasian.
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit (Permenkes, 2014).
4. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2014 fungsi Instalasi
Farmasi Rumah Sakit dibagi menjadi dua yaitu pengelolaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik
(Permenkes, 2014).
4.1 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis
habis pakai, yaitu memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis
habis pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit, merencanakan
kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai secara
efektif, efisien, dan optimal, mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan,
bahan medis habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat
sesuai ketentuan yang berlaku, memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan,
bahan medis habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit, menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis
pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku, menyimpan
sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai sesuai dengan
spesifikasi dan persyaratan kefarmasian, mendistribusikan sediaan farmasi,
alat kesehatan, bahan medis habis pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah
Sakit, melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu, melaksanakan pelayanan
obat “unit dose”/dosis sehari, melaksanakan komputerisasi pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai (apabila sudah
memungkinkan), mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah yang
terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai,
melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan
medis habis pakai yang sudah tidak dapat digunakan, mengendalikan
persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai,
14
14
melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan
medis habis pakai (Permenkes, 2014).
4.2 Pelayanan farmasi klinik, yaitu mengkaji dan melaksanakan
pelayanan resep atau permintaan obat, melaksanakan penelusuran riwayat
penggunaan obat, melaksanakan rekonsiliasi obat, memberikan informasi dan
edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep maupun obat non resep
kepada pasien/keluarga pasien, mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi
masalah yang terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis
habis pakai, melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan
lain, memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya, melaksanakan
Pemantauan Terapi Obat (PTO), melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat
(EPO), melaksanakan dispensing sediaan steril, melaksanakan Pelayanan
Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan lain, pasien/keluarga,
masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit, melaksanakan Penyuluhan
Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) (Permenkes, 2014).
5. Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Menurut Permenkes RI no 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, pengorganisasian Intalasi Farmasi Rumah
Sakitharus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik dan
manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan
dengan tetap menjaga mutu. Pengorganisasian juga harus dapat
menggambarkan pembagian tugas, koordinasi kewenangan, fungsi dan
tanggung jawab Rumah Sakit (Permenkes, 2014).
5.1 Instalasi Farmasi. Pengorganisasian IFRS harus mencakup
penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis
habis pakai, pelayanan farmasi klinik, dan manajemen mutu, dan bersifat
dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu
(Permenkes, 2014).
5.2 Tim Farmasi dan Terapi. Dalam pengorganisasian Rumah Sakit
dibentuk Tim Farmasi Terapi yang merupakan unit kerja dalam memberikan
15
15
rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan
obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili
semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, apoteker Instalasi Farmasi, serta
tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. Ketua Tim Farmasi Terapi dapat
diketuai oleh seorang dokter atau seorang Apoteker, apabila diketuai oleh
dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila diketuai apoteker,
maka sekretarisnya adalah dokter (Permenkes, 2014).
5.3 Tim lain yang terkait. Tim lain yang terkait dengan tugas
Intalasi Farmasi Rumah Sakit dapat dibentuk sesuai dengan peran dan
kebutuhan. Adapun peran apoteker dalam tim lain yang terkait penggunaan
obat di Rumah Sakit antara lain yaitu : tim Pengendalian Infeksi Rumah
Sakit, tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, tim Mutu Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit, tim Perawatan Paliatif Dan Bebas Nyeri, tim Penanggulangan
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndromes), tim Direct Observed
Treatment Shortcourse (DOTS), tim Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba (PPRA), tim transplantasi, tim PKMRS, tim Rumatan Metadon
(Permenkes, 2014).
6. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Berdasarkan undang-undang RI no 44 Tahun 2009 Pasal 33 tentang
Rumah Sakit, setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif,
efisien, dan akuntabel. Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas
Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis,
unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan
pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan (Anonim,
2009).
7. Ruang lingkup Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Ruang lingkup Instalasi Farmasi Rumah Sakit meliputi : aspek
manajemen maupun klinik dengan orientasi kepada kepentingan pasien
sebagai individu, berwawasan lingkungan dan keselamatan kerja berdasarkan
kode etik, struktur organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, personalia
16
16
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan standar pelayanan farmasi Rumah Sakit
(Permenkes, 2014).
C. Akreditasi
Akreditasi Rumah Sakit adalah penilaian (assesment) atau pengakuan
terhadap Rumah Sakit yang diberikan oleh lembaga independen
penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, setelah
dinilai bahwa Rumah Sakit tersebut memenuhi standar pelayanan Rumah
Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara
berkesinambungan. Dalam standar ini, status akreditasi merupakan penetapan
yang diberikan oleh KARS sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk
menyelenggarakan akreditasi Rumah Sakit di Indonesia atas kepatuhan
Rumah Sakit tersebut dalam memenuhi standar nasional akreditasi Rumah
Sakit yang ditetapkan (KARS, 2017).
Tujuan akreditasi adalah menentukan apakah Rumah Sakit tersebut
memenuhi standar yang dirancang untuk memperbaiki keselamatan dan mutu
pelayanan. Standar akreditasi sifatnya berupa suatu persyaratan yang optimal
dan dapat dicapai. Akreditasi menunjukkan komitmen nyata sebuah Rumah
Sakit untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas asuhan pasien,
memastikan bahwa lingkungan pelayanannya aman dan Rumah Sakit
senantiasa berupaya mengurangi risiko bagi para pasien dan staf Rumah
Sakit. Dengan demikian akreditasi diperlukan sebagai cara efektif untuk
mengevaluasi mutu suatu Rumah Sakit, yang sekaligus berperan sebagai
sarana manajemen (Kemenkes RI, 2011).
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1, merupakan standar
akreditasi baru yang bersifat nasional dan diberlakukan secara nasional di
Indonesia. Disebut dengan edisi 1, karena di Indonesia baru pertama kali
ditetapkan standar nasional untuk akreditasi Rumah Sakit. Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit edisi 1 berisi 16 bab. Dalam Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 (SNARS Edisi 1) juga dijelaskan bagaimana
proses penyusunan, penambahan bab penting, referensi dari setiap bab dan
17
17
juga glosarium istilah-istilah penting, termasuk juga kebijakan pelaksanaan
akreditasi Rumah Sakit (KARS, 2017).
Proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan
dan budaya kualitas di Rumah Sakit, sehingga senantiasa berusaha
meningkatkan mutu dan keamanan pelayanannya. Melalui proses akreditasi
Rumah Sakit dapat : meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa Rumah
Sakit menitik beratkan sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu
pelayanan, menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga
staf merasa puas, mendengarkan pasien dan keluarga mereka, menghormati
hak-hak mereka dan melibatkanmereka sebagai mitra dalam proses
pelayanan, menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan
pasien, serta membangun kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama.
Kepemimpinan ini menetapkan prioritas untuk dan demi terciptanya
kepemimpinan yang berkelanjutan untuk meraih kualitas dan keselamatan
pasien pada semua tingkatan (Kemenkes RI, 2011).
Standar akreditasi Rumah Sakit ini merupakan upaya Kementerian
Kesehatan menyediakan suatu perangkat yang mendorong Rumah Sakit
senantiasa meningkatkan mutu dan keamanan pelayanan. Dengan penekanan
bahwa akreditasi adalah suatu proses belajar, maka Rumah Sakit distimulasi
melakukan perbaikan yang berkelanjutan dan terus menerus (Kemenkes RI,
2011).
D. Tingkat Kelulusan Akreditasi
Menurut (KARS, 2017) proses akreditasi terdiri dari kegiatan survei
oleh Tim Surveior. KARS akan memberikan penghargaan kepada Rumah
Sakit sesuai dengan pemenuhan dan kepatuhan Rumah Sakit terhadap standar
akreditasi. Pengambilan keputusan oleh KARS tersebut yaitu sebagai berikut:
18
18
1. Tipe Rumah Sakit berdasarkan Tingkat Pendidikan
1.1. Rumah Sakit Pendidikan
a. Tidak lulus akreditasi
Rumah Sakit tidak lulus akreditasi bila dari 16 bab yang disurvei
mendapat nilai kurang dari 60 %. Bila Rumah Sakit tidak lulus akreditasi
dapat mengajukan akreditasi ulang setelah rekomendasi dari surveior
dilaksanakan.
b. Akreditasi tingkat dasar
Rumah Sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila dari 16
babyang disurvei hanya 4 bab, dimana salah satu babnya adalah Institusi
pendidikan pelayanan kesehatan, mendapat nilai minimal 80 % dan 12 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai di bawah 20 % .
c. Akreditasi tingkat madya
Rumah Sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat madya bila dari
16bab yang disurvei ada 8 bab, dimana salah satu babnya adalah Institusi
pendidikan pelayanan kesehatan, mendapat nilai minimal 80 % dan 8 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai di bawah 20 %.
d. Akreditasi tingkat utama
Rumah Sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila dari 16
babyang disurvei ada 12 bab, dimana salah satu babnya adalah Institusi
pendidikan pelayanan kesehatan mendapat nilai minimal 80 % dan 4 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai di bawah 20 %.
e. Akreditasi tingkat paripurna
Rumah Sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila dari
16 bab yang disurvei semua bab mendapat nilai minimal 80 %.
1.2. Rumah Sakit Non Pendidikan
a. Tidak lulus akreditasi
Rumah Sakit tidak lulus akreditasi bila dari 15 bab yang disurvei,
semua mendapat nilai kurang dari 60 %. Bila Rumah Sakit tidak lulus
19
19
akreditasi dapat mengajukan akreditasi ulang setelah rekomendasi dari
surveior dilaksanakan.
b. Akreditasi tingkat dasar
Rumah Sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila dari 15
bab yang disurvei hanya 4 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 12 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai di bawah 20 %.
c. Akreditasi tingkat madya
Rumah Sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat madya bila dari 15
bab yang disurvei ada 8 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 7 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai di bawah 20 %.
d. Akreditasi tingkat utama
Rumah Sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila dari 15 bab
yang disurvei ada 12 bab yang mendapat nilai minimal 80 % dan 3 bab
lainnya tidak ada yang mendapat nilai di bawah 20 %.
e. Akreditasi tingkat paripurna
Rumah Sakit mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila dari
15 bab yang disurvei semua bab mendapat nilai minimal 80 %. Bila Rumah
Sakit tidak mendapat status akreditasi paripurna dan ada bab nilainya di
bawah 80 % tetapi di atas 60 %, maka Rumah Sakit dapat mengajukan survei
remedial untuk bab tersebut (KARS, 2017).
2. Masa berlaku status Akreditasi
Status akreditasi berlaku selama tiga tahun kecuali ditarik oleh KARS.
Status akreditasi berlaku surut sejak hari pertama pelaksanaan survei Rumah
Sakit atau saat survei ulang. Pada akhir tiga tahun siklus akreditasi Rumah
Sakit, Rumah Sakit harus melaksanakan survei ulang untuk perpanjangan
status akreditasi (KARS, 2017).
E. Standar Akreditasi
Standar akreditasi yang dipergunakan mulai 1 Januari 2018 adalah
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 yang terdiri dari 16 bab
yaitu :
20
20
1. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
2. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas (ARK)
3. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
4. Asesmen Pasien (AP)
5. Pelayanan Asuhan Pasien (PAP)
6. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
7. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
8. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
9. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
10. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
11. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
12. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
13. Kompetensi & Kewenangan Staf (KKS)
14. Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
15. Program Nasional (menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta
meningkatkan angka kesehatan ibu dan bayi, menurunkan angka
kesakitan HIV/AIDS, menurunkan angka kesakitan tuberkulosis,
pengendalian resistensi antimikroba dan pelayanan geriatri)
16. Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit (IPKP)
Ketentuan penggunaan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
Edisi I adalah Rumah Sakit Pendidikan 16 bab dan Rumah Sakit non
Pendidikan 15 bab (KARS, 2017).
F. Jenis Survei Akreditasi Rumah Sakit
Menurut (KARS, 2017) survei dilaksanakan sesuai dengan menilai
semua Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 di seluruh Rumah
Sakit. Bentuk survei meliputi sebagai berikut :
1. Survei Awal
Survei langsung penuh pertama pada Rumah Sakit yang telah
memenuhi syarat untuk melakukan akreditasi dengan jadwal yang telah
ditentukan oleh KARS. Proses survei tersebut dilakukan termasuk melalui
21
21
laporan/pengaduan dari masyarakat atau sanksi dari pihak yang berwenang
pada seluruh fase akreditasi.
2. Survei Ulang atau Survei Remidial
Survei Rumah Sakit setelah siklus akreditasi tiga tahun. Evaluasi
langsung yang dijadwalkan paling lambat 6 bulan setelah survei awal untuk
mengevaluasi elemen penilaian (EP) yang mendapatkan nilai “tidak
terpenuhi” (“not met”) atau “terpenuhi sebagian” (“partially met”) yang
mengakibatkan Rumah Sakit gagal untuk memenuhi persyaratan kelulusan
akreditasi.
3. Survei Verifikasi
Survei verifikasi dilaksanakan satu tahun dan dua tahun setelah survei
akreditasi awal atau survei ulang untuk melakukan verifikasi terhadap
perencanaan perbaikan strategis (PPS). Kebijakan survei verifikasi 1
dilaksanakan satu tahun setelah tanggal survei yang sudah dilaksanakan.
Surveior mempunyai tugas melakukan verifikasi Perencanaan Perbaikan
Strategis (PPS) yang sudah dilaksanakan dan yang belum dilaksanakan
Survei verifikasi 2 dilaksanakan dua tahun setelah tanggal survei yang sudah
dilaksanakan. Surveior mempunyai tugas melakukan verifikasi PPS yang
sudah dilaksanakan dan yang belum dilaksanakan serta persiapan akreditasi
selanjutnya. Tanggal penetapan tanggal survei verifikasi dapat dirubah, bila
tanggal tersebut adalah hari minggu atau hari libur nasional. Bila Rumah
Sakit menunda atau tidak melaksanakan survei verifikasi, maka sertifikat
akreditasi ditarik kembali.
4. Survei Terfokus
Survei terfokus adalah survei langsung yang terbatas dalam lingkup,
konten, dan lamanya, dan dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang
suatu masalah, standar, atau elemen penilaian secara spesifik.
G. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
Menurut KARS (2017) pelayanan kefarmasian adalah pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
22
22
sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit bertujuan untuk menjamin mutu, manfaat, keamanan, serta
khasiat sediaan farmasi dan alat kesehatan : menjamin kepastian hukum bagi
tenaga kefarmasian ; melindungi pasien, masyarakat, dan staf dari
penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
(patient safety), menjamin sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan
obat yang lebih aman (medication safety), menurunkan angka kesalahan
penggunaan obat.
Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat merupakan komponen
yang penting dalam pengobatan simtomatik, preventif, kuratif, paliatif, dan
rehabilitatif terhadap penyakit dan berbagai kondisi, serta mencakup sistem
dan proses yang digunakan Rumah Sakit dalam memberikan farmakoterapi
kepada pasien. Pelayanan kefarmasian dilakukan secara multidisiplin dalam
koordinasi para staf di Rumah Sakit (KARS, 2017).
Rumah Sakit menerapkan prinsip rancang proses yang efektif,
implementasi dan peningkatan mutu terhadap seleksi, pengadaan,
penyimpanan, peresepan atau permintaan obat atau instruksi pengobatan,
penyalinan (transcribe), pendistribusian, penyiapan (dispensing), pemberian,
pendokumentasian, dan pemantauan terapi obat. Praktik penggunaan obat
yang tidak aman (unsafe medication practices) dan kesalahan penggunaan
obat (medication errors) adalah penyebab utama cedera dan bahaya yang
dapat dihindari dalam sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Oleh
karena itu, Rumah Sakit diminta untuk mematuhi peraturan perundang-
undangan, membuat sistem pelayanan kefarmasian, dan penggunaan obat
yang lebih aman yang senantiasa berupaya menurunkan kesalahan pemberian
obat (KARS, 2017).
Berikut ini ke tujuh standar PKPO berdasarkan SNARS Edisi 1 oleh
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) versi 2017, yaitu :
23
23
1. PKPO 1 Pengorganisasian
Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat merupakan bagian
penting dalam pelayanan pasien sehingga organisasinya harus efektif dan
efisien, serta bukan hanya tanggung jawab apoteker, tetapi juga profesional
pemberi asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya. Pengaturan
pembagian tanggung jawab bergantung pada struktur organisasi dan staffing.
Struktur organisasi dan operasional sistem pelayanan kefarmasian serta
penggunaan obat di Rumah Sakit mengacu pada peraturan perundang-
undangan.
Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker yang melakukan
pengawasan dan supervisi semua aktivitas pelayanan kefarmasian serta
penggunaan obat di Rumah Sakit. Untuk memastikan keefektifannya maka
Rumah Sakit melakukan kajian sekurang-kurangnya sekali setahun. Kajian
tahunan mengumpulkan semua informasi dan pengalaman yang berhubungan
dengan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, termasuk angka
kesalahan penggunaan obat serta upaya untuk menurunkannya. Kajian
bertujuan membuat Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas
perbaikan sistem berkelanjutan dalam hal mutu, keamanan, manfaat, serta
khasiat obat dan alat kesehatan.
Kajian tahunan mengumpulkan semua data, informasi, dan
pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian serta
penggunaan obat, termasuk antara lain seberapa baik sistem telah
bekerjaterkait dengan seleksi dan pengadaan obat, penyimpanan,
peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan, penyiapan dan
penyerahan, dan pemberian obat. Pendokumentasian dan pemantauan efek
obat, monitor seluruh angka kesalahan penggunaan obat (medication error)
meliputi kejadian tidak diharapkan, kejadian sentinel, kejadian nyaris cedera,
kejadian tidak cedera dan upaya mencegah dan menurunkannya, kebutuhan
pendidikan dan pelatihan, pertimbangan melakukan kegiatan baru berbasis
bukti (evidence based). Dengan kajian ini Rumah Sakit dapat memahami
kebutuhan dan prioritas peningkatan mutu serta keamanan penggunaan obat.
24
24
Sumber informasi obat yang tepat harus tersedia di semua unit pelayanan
(KARS, 2017).
2. PKPO 2 Seleksi dan Pengadaan
Rumah Sakit harus menetapkan formularium obat yang mengacu pada
peraturan perundang-undangan. Formularium ini didasarkan atas misi Rumah
Sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan yang diberikan. Seleksi obat
adalah suatu proses kerja sama yang mempertimbangkan baik kebutuhan dan
keselamatan pasien maupun kondisi ekonominya. Apabila terjadi kehabisan
obat karena keterlambatan pengiriman, stok nasional kurang, atau sebab lain
yang tidak diantisipasi sebelumnya maka tenaga kefarmasian harus
menginformasikan kepada profesional pemberi asuhan dan staf klinis pemberi
asuhan lainnya tentang kekosongan obat tersebut serta saran substitusinya
atau mengadakan perjanjian kerjasama dengan pihak luar (KARS, 2017).
Rumah Sakit menetapkan regulasi dan proses pengadaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Ada kalanya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai tidak ada dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan.
Rumah Sakit harus menetapkan regulasi dan proses untuk pengadaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, serta berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(KARS, 2017).
3. PKPO 3 Penyimpanan
Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
disimpan di tempat yang sesuai, dapat di gudang logistik, di Instalasi Farmasi,
atau di satelit atau depo farmasi serta diharuskan memiliki pengawasan di
semua lokasi penyimpanan. Obat program pemerintah atau obat darurat
dimungkinkan ada kesempatan penyalahgunaan atau karena ada kandungan
khusus (misalnya nutrisi), memerlukan ketentuan khusus untuk menyimpan
dan mengawasi penggunaannya. Rumah Sakit menetapkan prosedur yang
mengatur tentang penerimaan, identifikasi, tempat penyimpanan, dan
distribusi macam obat-obat ini (KARS, 2017).
25
25
Jika ada pasien emergency maka akses cepat ke tempat obat yang
diperlukan menjadi sangat penting dan obat harus siap pakai bila sewaktu-
waktu diperlukan. Setiap Rumah Sakit harus membuat rencana lokasi
penyimpanan obat emergency, contoh troli obat emergency yang tersedia di
berbagai unit pelayanan, obat untuk mengatasi syok anafilatik di tempat
penyuntikan, dan obat untuk pemulihan anestesi ada di kamar operasi. Obat
emergency dapat disimpan di lemari emergency, troli, tas/ransel, kotak, dan
lainnya sesuai dengan kebutuhan di tempat tersebut. Rumah Sakit diminta
menetapkan prosedur untuk memastikan ada kemudahan untuk mencapai
dengan cepat tempat penyimpanan obat emergency jika dibutuhkan, termasuk
obat selalu harus segera diganti kalau digunakan, bila rusak atau kadaluarsa,
selain itu keamanan obat emergency harus diperhatikan (KARS, 2017).
Rumah Sakit memiliki sistem penarikan kembali (recall), pemusnahan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak layak
digunakan karena rusak, mutu substandar, atau kadaluwarsa. Rumah Sakit
menetapkan dan melaksanakan identifikasi dalam proses penarikan kembali
(recall) oleh Pemerintah, pabrik, atau pemasok. Rumah Sakit juga harus
menjamin bahwa sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis yang
tidak layak pakai karena rusak, mutu substandard, atau kadaluwarsa tidak
digunakan serta dimusnahkan (KARS, 2017).
4. PKPO 4 Peresepan dan Penyalinan
Rumah Sakit menetapkan staf medis yang kompeten dan berwenang
untuk melakukan peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan. Staf
medis dilatih untuk peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan
dengan benar. Peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan yang
tidak benar, tidak terbaca, dan tidak lengkap dapat membahayakan pasien
serta menunda kegiatan asuhan pasien. Rumah Sakit memiliki regulasi
peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan dengan benar, lengkap,
dan terbaca tulisannya (KARS, 2017).
Rumah Sakit menetapkan proses rekonsiliasi obat, yaitu proses
membandingkan daftar obat yang dipergunakan oleh pasien sebelum dirawat
26
26
inap dengan peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan yang dibuat
pertama kali sejakpasien masuk, saat pemindahan pasien antar unit pelayanan
(transfer), dan sebelum pasien pulang. Untuk menghindari keragaman dan
menjaga keselamatan pasien maka Rumah Sakit menetapkan persyaratan atau
elemen penting kelengkapan suatu resep atau permintaan obat dan instruksi
pengobatan. Persyaratan atau elemen kelengkapan paling sedikit meliputi data
identitas pasien secara akurat (dengan stiker), elemen pokok di semua resep
atau permintaan obat atau instruksi pengobatan, kapan diharuskan
menggunakan nama dagang atau generik, kapan diperlukan penggunaan
indikasi seperti pada prn (pro re nata atau “jika perlu”) atau instruksi
pengobatan lain, jenis instruksi pengobatan yang berdasar atas berat badan
seperti untuk anak anak, lansia yang rapuh, dan populasi khusus sejenis
lainnya, kecepatan pemberian (jika berupa infus); instruksi khusus, sebagai
contoh: titrasi, tapering, rentang dosis (KARS, 2017).
Ditetapkan proses untuk menangani atau mengelola hal-hal di bawah
ini : resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan yang tidak benar,
tidak lengkap, dan tidak terbaca, resep atau permintaan obat dan instruksi
pengobatan yang NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) atau LASA
(Look Alike Sound Alike), jenis resep khusus, seperti emergency, cito,
berhenti otomatis (automatic stop order), tapering, dan lainnya, instruksi
pengobatan secara lisan atau melalui telepon wajib dilakukan tulis lengkap,
baca ulang, dan meminta konfirmasi. Standar ini berlaku untuk resep atau
permintaan obat dan instruksi pengobatan di semua unit pelayanan di Rumah
Sakit. Rumah Sakit diminta memiliki proses untuk menjamin penulisan resep
atau permintaan obat dan instruksi pengobatan sesuai dengan kriteria (KARS,
2017).
Untuk memilih dan menentukan obat yang dibutuhkan pasien
diperlukan pengetahuan dan pengalaman spesifik. Rumah Sakit
bertanggungjawab menentukan staf medis dengan pengalaman cukup dan
pengetahuan spesifik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
diberi izin membuat/menulis resep atau membuat permintaan obat. Rumah
27
27
Sakit membatasi penulisan resep meliputi jenis dan jumlah obat oleh staf
medis, misalnya resep obat berbahaya, obat kemoterapi, obat radioaktif, dan
obat untuk keperluan investigasi. Staf medis yang kompeten dan diberi
kewenangan membuat atau menulis resep harus dikenal dan diketahui oleh
unit layanan farmasi atau lainnya yang memberikan atau menyalurkan obat.
Dalam situasi darurat maka Rumah Sakit menentukan tambahan Profesional
Pemberi Asuhan (PPA) yang diberi izin untuk membuat atau menulis resep
atau permintaan obat dan instruksi pengobatan (KARS, 2017).
5. PKPO 5 Persiapan dan Penyerahan
Menurut KARS (2017) untuk menjamin keamanan, mutu, manfaat,
dan khasiat obat yang disiapkan dan diserahkan pada pasien maka Rumah
Sakit diminta menyiapkan dan menyerahkan obat dalam lingkungan yang
aman bagi pasien, petugas, dan lingkungan serta untuk mencegah
kontaminasi tempat penyiapan obat harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan praktik profesi seperti :
a. Pencampuran obat kemoterapi harus dilakukan di dalam ruang yang bersih
(clean room) yang dilengkapi dengan cytotoxic handling drug
safetycabinet dengan petugas sudah terlatih dengan teknik aseptik serta
menggunakan alat perlindung diri yang sesuai.
b. Pencampuran obat intravena, epidural, dan nutrisi parenteral serta
pengemasan kembali obat suntik harus dilakukan dalam ruang yang bersih
(clean room) yang dilengkapi dengan laminary airflow cabinet dan
petugas sudah terlatih dengan teknik aseptik serta menggunakan alat
perlindung diri yang sesuai.
c. Staf yang menyiapkan produk steril terlatih dengan prinsip penyiapan obat
dan teknik aseptik.
Manajemen obat yang baik melakukan dua hal untuk dinilai di setiap
resep atau setiap ada pesanan obat. Pengkajian resep untuk menilai ketepatan
baik administratif, klinis maupun farmasetik obat untuk pasien dan kebutuhan
kliniknya pada saat resep dibuat atau obat dipesan. Pengkajian resep
dilakukan oleh apoteker meliputi : ketepatan identitas pasien, obat, dosis,
28
28
frekuensi, aturan minum/makan obat, dan waktu pemberian, duplikasi
pengobatan, potensi alergi atau sensitivitas, interaksi antara obat dan obat lain
atau dengan makanan, variasi kriteria penggunaan dari Rumah Sakit, berat
badan pasien dan atau informasi fisiologik lainnya, kontra indikasi. Telaah
obat dilakukan terhadap obat yang telah siap dan telaah dilakukan meliputi 5
informasi, yaitu identitas pasien, ketepatan obat, dosis, rute pemberian, dan
waktu pemberian (KARS, 2017).
6. PKPO 6 Pemberian (Administration) Obat
Pemberian obat untuk pengobatan pasien memerlukan pengetahuan
spesifik dan pengalaman. Rumah Sakit bertanggung jawab menetapkan staf
klinis dengan pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan, memiliki izin,
dan sertifikat berdasar atas peraturan perundang-undangan untuk memberikan
obat. Rumah Sakit dapat membatasi kewenangan individu dalam melakukan
pemberian obat, seperti pemberian obat narkotika dan psikotropika,
radioaktif, atau obat penelitian. Dalam keadaan darurat maka Rumah Sakit
dapat menetapkan tambahan staf klinis yang diberi izin memberikan obat
(KARS, 2017).
Agar obat diserahkan pada orang yang tepat, dosis yang tepat dan
waktu yang tepat maka sebelum pemberian obat kepada pasien dilakukan
verifikasi kesesuaian obat dengan instruksi pengobatan yang meliputi
identitas pasien, nama obat, dosis, rute pemberian, dan waktu pemberian.
Rumah Sakit menetapkan ketentuan yang digunakan untuk verifikasi
pemberian obat. Jika obat disiapkan dan diserahkan di unit rawat inap pasien
maka verifikasi harus juga dilakukan oleh orang yang kompeten. Terhadap
obat yang harus diwaspadai (high alert) harus dilakukan double check oleh
minimal 2 orang. Rumah Sakit harus mengetahui sumber dan penggunaan
obat yang tidak diadakan dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit seperti obat
yang dibawa oleh pasien dan keluarganya. Obat semacam ini harus diketahui
oleh dokter yang merawat dan dicatat di rekam medik. Pemberian obat oleh
pasien sendiri, baik yang dibawa sendiri atau yang diresepkan dari Rumah
29
29
Sakit harus diketahui oleh dokter yang merawat dan dicatat di rekam medis
pasien (KARS, 2017).
7. PKPO 7 Pemantauan (Monitor)
Standar ini bertujuan agar apabila timbul efek samping obat dapat
dilaporkan oleh profesional pemberi asuhan (PPA) kepada tim farmasi dan
terapi yang selanjutnya dilaporkan pada Pusat Meso Nasional. Apoteker
mengevaluasi efek obat untuk memantau secara ketat respons pasien dengan
melakukan pemantauan terapi obat (PTO). Apoteker bekerjasama dengan
pasien, dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya untuk memantau pasien
yang diberi obat. Rumah Sakit menetapkan regulasi untuk efek samping obat
yang harus dicatat dan dilaporkan. Rumah Sakit menetapkan proses
identifikasi dan pelaporan bila terjadi kesalahan penggunaan obat (medication
error), kejadian yang tidak diharapkan (KTD) termasuk kejadian sentinel,
serta kejadian tidak cedera (KTC) maupun kejadian nyaris cedera (KNC).
Proses pelaporan kesalahan penggunaan obat (medication error) menjadi
bagian dari program kendali mutu dan keselamatan pasien Rumah Sakit.
Laporan ditujukan kepada tim keselamatan pasien Rumah Sakit dan laporan
ini digunakan untuk mencegah kesalahan di kemudian hari. Terdapat tindak
lanjut dan pelatihan dalam rangka upaya perbaikan untuk mencegah
kesalahan obat agar tidak terjadi di kemudian hari. PPA berpartisipasi dalam
pelatihan ini (KARS, 2017).
H. Profil RSU Aulia Lodoyo Blitar
Rumah Sakitumum Aulia merupakan Rumah Sakit tipe C milik
swasta yang terletak di Jalan Raya Utara Nomor 03 Lodoyo, Kelurahan
Kembangarum, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Jawa timur. Visi
dari Rumah Sakit ini adalah menjadikan RSU Aulia Blitar sebagai pilihan
utama masyarakat dalam pelayanan Rumah Sakit yang profesional.
Sedangkan misinya adalah mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
mandiri, dan terjangkau, serta memberikan pelayanan berdasarkan
kemanusiaan dan kesetaraan. Rumah Sakit ini menerima pasien umum,
30
30
pasien pemegang kartu Askes, Asabri, Jamsostek, pensiunan, BPJS mandiri,
Jamkesmas, dan pemegang kartu asuransi baik rawat jalan maupun rawat inap
dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Rumah Sakit umum Aulia Lodoyo
Blitar lulus akreditasi paripurna bintang 5 pada bulan Maret 2017.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Aulia Lodoyo Blitar
merupakan bagian dari Rumah Sakit yang menyelenggarakan seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian di RSU Aulia Lodoyo Blitar. Instalasi
Farmasi tersebut terdiri dari 6 Apoteker yang salah satu diantaranya menjabat
sebagai Kepala Instalasi Farmasi, 3 Tenaga Teknis Kefarmasian yang
berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan Farmasi, dan 6 tenaga kerja non
farmasi atau administration yang membantu TTK dalam menjalankan tugas
kefarmasian untuk melayani pasien di Rumah Sakit.
I. Metode Matriks
Metode matriks adalah salah satu alat yang digunakan untuk
menentukan prioritas masalah dan sangat ideal bila digunakan dalam
menentukan prioritas masalah kesehatan yang dianggap dapat diperbaiki.
Keuntungan metode matriks tersebut yaitu lebih mudah digunakan untuk
mengambil keputusan yang lebih kompleks jika dibandingkan metode
alternatif yang lainnya, dimana metode alternatif lainnya menyediakan
metode visual untuk memprioritaskan masalah hanya dengan berbagai tingkat
kepentingannya (NACCHO, 2012).
Kerugian metode matriks yaitu hanya memberikan informasi terbatas
terhadap variabel-variabel yang diteliti, dan penentuan prioritas masalah
dengan menggunakan metode matriks berdasarkan nilai yang telah disepakati
untuk setiap masalah dengan menggunakan nilai/skor, dan timbal balik ke
masalah lain. Kesepakatan/penetapan keputusan nilai dipengaruhi oleh hasil
kuesioner (NACCHO, 2012).
Cara menggunakan metode matrik adalah mengambil topik/isu dan
bertanya apakah x memberikan kontribusi lebih dari y dalam mencapai
31
31
tujuan, cara tersebut berdasarkan NACCHO 2012 tentang prioritizing issues.
Setelah memiliki perjanjian pada jawaban memutuskan apakah :
1 = sama pentingnya
5 = siginifikan lebih penting
10 = sangat lebih penting
1/5 = signifikan kurang penting
1/10 = sangat kurang penting
Menetapkan nilai yang telah disepakati untuk setiap masalah dengan
menggunakan nilai/skor, dan timbal balik ke masalah lain, lalu
memprioritaskan masalah dari tinggi ke rendah (NACCHO, 2012).
Selain metode matrik ada pula metode Hanlon yang merupakan alat
untuk membandingkan berbagai masalah kesehatan yang berbeda-beda
dengan cara relative dan bukan absolute, framework, seadil mungkin dan
objektif. Cara yang digunakan untuk menentukan prioritas masalah dengan
menggunakan 4 kelompok kriteria, yakni : besarnya masalah (magnitude),
kegawatan masalah (emergency), kemudahan penanggulangan masalah
(causability), faktor yang menentukan dapat tidaknya program dilaksanakan
(PEAR factor) (Hanlon, 2010).
Berdasarkan alternatif pemecahan masalah yang telah dibuat, maka
dipilih satu alternatif pemecahan masalah yang paling baik dan
memungkinkan untuk ditentukannya prioritas masalah. Pada umumnya
sebuah alternatif pemecahan masalah memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dan kekurangan dari alternatif pemecahan masalah yang telah
ditentukan yaitu :
a. Kelebihan : terdapatnya standar yang dapat dipakai untuk meningkatkan
kinerja petugas, meminimalisir kesalahan pada saat melakukan aktivitas
yang berhubungan dengan pasien secara langsung.
b. Kekurangan : standar operasional, petugas administrasi dan analis bisa
lupa sewaktu-waktu jika tidak dilakukannya evaluasi secara berkala
mengenai standar operasional, kurang menjelaskan detail penilaian untuk
32
32
setiap kriteria pada standar jika dibandingkan dengan metode matriks,
sehingga kurang efektif jika digunakan.
J. Landasan Teori
Sistem pengelolaan obat harus dipandang sebagai bagian dari
keseluruhan sistem pelayanan di Rumah Sakit dan diorganisasikan dengan
suatu cara yang dapat memberikan pelayanan berdasarkan aspek keamanan,
efektif, dan ekonomis dalam penggunaan obat sehingga dapat dicapai
efektivitas dan efisiensi pengelolaan obat. Keduanya merupakan konsep
utama yang digunakan untuk mengukur prestasi kerja manajemen.
Pengelolaan obat di Rumah Sakit dibentuk di suatu Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (Susilo, 2004).
Instalasi Farmasi di Rumah Sakit harus memenuhi standar akreditasi
dalam Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO) yang terdapat
tujuh standar antara lain yaitu : organisasi dan manajemen, seleksi dan
pengadaan, penyimpanan, pemesanan dan pencatatan (ordering &
transcribing), persiapan dan penyaluran (dispensing), pemberian
(administration), serta pemantauan (monitoring). Masing-masing standar
PKPO tersebut memiliki maksud dan tujuan serta elemen penilaian yang
tercantum dalam standar akreditasi Rumah Sakit (Kemenkes RI, 2011).
Akreditasi menunjukkan komitmen nyata sebuah Rumah Sakit untuk
meningkatkan keselamatan dan kualitas asuhan pasien, memastikan bahwa
lingkungan pelayanannya aman dan Rumah Sakit senantiasa berupaya
mengurangi resiko bagi para pasien dan staf Rumah Sakit. Dengan demikian
akreditasi diperlukan sebagai cara efektif untuk mengevaluasi mutu suatu
Rumah Sakit, yang sekaligus berperan sebagai sarana manajemen (Kemenkes
RI, 2011).
Reny Febrianah (2014) meneliti tentang strategi pengembangan
Instalasi Farmasi berbasis evaluasi akreditasi dengan metode Hanlon di
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Provinsi Sulawesi Selatan dengan
29 responden yang terdiri dari Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian
33
33
dengan deskripsi kuantitatif dan kualitatif, instrumen penelitian berupa
kuesioner dianalisis menggunakan metode matriks dengan hasil yaitu : perlu
meningkatkan kinerja sesuai dengan standar akreditasi, serta strategi dan
rencana pengembangan yaitu pengembangan staf dan program pendidikan,
meningkatkan evaluasi dan monitoring terhadap semua standar kinerja,
menempatkan apoteker penanggung jawab disetiap bangsal, pelaporan
kesalahan pengobatan, serta meningkatkan kerjasama dan komunikasi antara
dokter, apoteker perawat yang berada di bangsal untuk meningkatkan
keselamatan pasien. Dengan instrumen dan metode analisis yang sama pada
penelitian Ningrum (2015) berjudul strategi pengembangan Instalasi Farmasi
berbasis evaluasi akreditasi dengan metode matrik di RSUD Kraton
Pekalongan dengan responden 25 yang terdiri dari Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian, dengan hasilperlu melakukan peningkatan kinerja sesuai
dengan standar akreditasi, upaya strategi dan rencana harus segera dilakukan
untuk mengarah ke akreditasi yang lebih tinggi (JCI).
Tripujiati (2015) juga meneliti peneltian yang sama dengan instrumen
dan metode analisis yang sama tetapi lokasi dan waktu penelitian berbeda,
judul penelitiannya yaitu strategi pengembangan Instalasi Farmasi berbasis
evaluasi akreditasi manajemen penggunaan obat dengan metode matrik di
RSUD Dr. Moewardi Surakartasebanyak 50 responden dengan kesimpulan
perlu identifikasi petugas yang berpengalaman dalam mensurvisi dan review
manajemen, informasi pelaporan kesalahan obat perlu ditentukan waktunya
untuk dimonitoring, pengawasan seleksi dan pengadaan, verifikasi pemberian
obat secara menyeluruh, perbaikan sistem penyaluran dan pendistribusian,
pengendalian produk nutrisi, pemusnahan obat kadaluwarsa, pemesanan dan
pencatatan sesuai dengan prosedur kebijakan pemerintah. Penelitian-
penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Rumah Sakit perlu melakukan
peningkatan kinerja sesuai dengan standar akreditasi, dan upaya strategi yang
dapat dilakukan untuk mengarah ke akreditasi versi terbaru yaitu SNARS
2018.
34
34
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS Edisi 1)
merupakan standar pelayanan berfokus pada pasien untuk meningkatkan
mutu dan keselamatan pasien dengan pendekatan manajemen risiko di Rumah
Sakit. Praktik penggunaan obat yang tidak aman (unsafe medication
practices) dan kesalahan penggunaan obat (medication errors) adalah
penyebab utama cedera dan bahaya yang dapat dihindari dalam sistem
pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Oleh karena itu, Rumah Sakit diminta
untuk mematuhi peraturan perundang-undangan, membuat sistem pelayanan
kefarmasian, dan penggunaan obat yang lebih aman yang senantiasa berupaya
menurunkan kesalahan pemberian obat (KARS, 2017).
Akreditasi harus dilakukan proses evaluasidan ditinjau ulang
sekurang- kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu
Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu
dan keselamatan penggunaan obat yang berkelanjutan sesuaidengan standar
akreditasi (Permenkes 72, 2016). Menurut WHO tahun 2009 selain sebagai
perbaikan dan pembelajaran, akreditasi harus mengutamakan pelayanan
kesehatan terhadap pasien di Rumah Sakit yang merupakan penyedia layanan
kesehatan.
Menurut Noval (2016) dengan penelitian strategi pengembangan
Instalasi Farmasi berbasis evaluasi akreditasi Manajemen Penggunaan Obat
(MPO) dengan metode Hanlon di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakartadengan 46 responden terdiri dari Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian deskripsi penelitian kuantitatif dan kualitatif, dari
24 elemen penilaian standar MPO yang dilakukan ada 7 yang masih belum
memenuhi standar maksimal dan memiliki sedikit kekurangan. Dengan
analisis prioritas masalah elemen penilaian menggunakan metode Hanlon,
menyimpulkan bahwa prioritas pertama elemen penilaian identifikasi petugas
untuk memberikan obat, kedua monitoring efek obat, ketiga identifikasi
petugas kompeten, keempat pelayanan penggunaan informasi obat, kelima
penyimpanan produk nutrisi, keenam penyiapan produk steril, dan yang
ketujuh pencatatan atau pelaporan obat yang tidak diharapkan dalam status
35
35
pasien. Sehingga untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit perlu dilakukan salah satu strategi yaitu melibatkan lembaga eksternal
dalam hal mengambil bagian dalam kegiatan sertifikasi dan akreditasi di
Rumah Sakit (Shaw, 2001). Karena suatu pelayanan dikatakan baik oleh
pasien, ditentukan oleh kenyataan apakah jasa yang diberikan bisa memenuhi
kebutuhan pasien, dengan menggunakan persepsi pasien tentang pelayanan
yang diterima (memuaskan atau mengecewakan, juga termasuk lamanya
waktu pelayanan). Kepuasan dimulai dari penerimaan yaitu pasien pertama
kali datang sampai pasien meninggalkan Rumah Sakit (Anjaryani, 2009).
36
36
K. Kerangka Konsep Penelitian
Bagan kerangka konsep dari penelitian ini pada gambar 1 sebagai
berikut:
Analisis
Matriks
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian
Keterangan :
Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas (ARK)
Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
Asesmen Pasien (AP)
Pelayanan Asuhan Pasien (PAP)
Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
Kompetensi & Kewenangan Staf (KKS)
Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
Program Nasional (PN) menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta
meningkatkan angka kesehatan ibu dan bayi, menurunkan angka kesakitan
HIV/AIDS, menurunkan angka kesakitan tuberkulosis, pengendalian resistensi
antimikroba dan pelayanan geriatrik.
Standar PKPO SNARS :
1. Pengorganisasian
2. Seleksi dan pengadaan
3. Penyimpanan
4. Peresepan dan
penyalinan
5. Persiapan dan
penyerahan
6. Pemberian
(administration) obat
7. Pemantauan (monitor)
Strategi
perbaikan
Pokja
Akreditasi RS
Non
Pendidikan:
1. SKP
2. ARK
3. HPK
4. AP
5. PAP
6. PAB
7. PKPO
8. MKE
9. PMKP
10. PPI
11. TKRS
12. MFK
13. KKS
14. MIRM
15. PN
Realisasi PKPO di Rumah
Sakit
37
37
L. Keterangan Empiris
1. Tingkat kesesuaian Pelayanan Kefarmasian danPenggunaan Obat di
Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar tahun 2018 terhadap Standar
NasionalAkreditasiRumah Sakit yang terdiri dari 7 standar yaitu :
pengorganisasian, seleksi dan pengadaan, penyimpanan, peresepan dan
penyalinan, persiapan dan penyerahan, pemberian (administration) obat,
serta pemantauan (monitor).
2. Dapat disusun strategi perbaikan Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan
Obat berbasis Standar Nasional AkreditasiRumah Sakitdi Instalasi Farmasi
sesuai dengan skala prioritas masalah menggunakan salah satu metode
yaitu analisis matriks.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini terdiri dari 15 responden yaitu Apoteker
sejumlah 5 orang, Tenaga Teknis Kefarmasian dengan lulusan SMF sebanyak 3
orang, dan 7 orang petugas administrasi farmasi (administration) yang ada di
Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar.
B. Jenis dan Rancangan Penelitian
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diperoleh
dari hasil pengisian kuesioner dan wawancara langsung.
2. Rancangan Penelitian
Data secara deskripsi kuantitatif dengan cara pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan bahan instrumen kuesioner kepada Apoteker, Tenaga
Teknis Kefarmasian dan administrasi farmasi (administration) yang terlibat dalam
proses akreditasi berupa hasil hitungan dari jawaban kuesioner. Data secara
deskripsi kualitatif dilakukan wawancara kepada Kepala Instalasi Farmasi untuk
mendukung data kuantitatif yang berupa hasil dari jawaban kuesioner. Observasi
dilakukan untuk melihat keberadaan dan kelengkapan data/dokumen, literatur,
buku laporan, catatan dan laporan kasus digunakan untuk menggali hal-hal yang
berhubungan dengan standar akreditasi pelayanan farmasi, serta untuk menambah
dan melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan penelitian ini.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Aulia Lodoyo
Blitar yang beralamat di JI. Raya Utara, no 03, Kelurahan Kembangarum,
Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
4. Waktu penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan April 2018.
39
39
C. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data hasil dari
kuesioner yang berisi daftar pertanyaan terstruktur sebanyak 74 pertanyaan untuk
mendapatkan informasi tentang tingkat kesesuaian pelaksanaan tujuh standar
nasional akreditasi Rumah Sakit tentang pelayanan kefarmasian dan penggunaan
obat di Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas kuesioner yang
berisi daftar pertanyaan terstruktur sebanyak 74 pertanyaan yang diambil dari
elemen penilaian standar nasional akreditasi Rumah Sakit edisi 1 untuk
mendapatkan informasi tentang tingkat kesesuaian pelaksanaan tujuh standar
nasional akreditasi Rumah Sakit tentang pelayanan kefarmasian dan penggunaan
obat di Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar terdapat dalam Lampiran 1.
Elemen yang tidak tersedia dalam Instalasi Farmasi Rumah Sakit tersebut tidak
diikut sertakan dalam daftar pertanyaan kuesioner.
Kuesioner penelitian ini tidak dilakukan lagi uji validitas dan reliabilitas
karena bersumber dari acuan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit oleh
Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) versi 2017. Kuesioner yang dibagikan
berisi 74 pertanyaan dari tujuh standar pelayanan farmasi berdasarkan SNARS
Edisi 1 tahun 2017 yaitu Pelayanan Kefarmasian Penggunaan Obat. Terdapat sub
bab standar dalam PKPO, dan ada 5 pilihan jawaban dengan skor antara 1 sampai
dengan 5 dalam masing-masing pertanyaan. Berikut ini standar dan sub bab
standar ke tujuh standar PKPO beserta jumlah pertanyaan dari masing-masing
Pelayanan Kefarmasian Penggunaan Obat (PKPO) sesuai dengan elemen
penilaian KARS 2017.
40
40
Tabel 2. Standar masing-masing PKPO (KARS, 2017)
PKPO Standar Elemen
PKPO
1 Pengoraganisasian
Pengorganisasian pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat di Rumah Sakit harus
sesuai dengan peraturan perundangan-
undangan dan diorganisir untuk memenuhi
kebutuhan pasien
6
Pertanyaan
PKPO
2
Seleksi dan
Pengadaan
Ada proses seleksi obat dengan benar yang
menghasilkan formularium dan digunakan
untuk permintaan obat serta instruksi
pengobatan. Obat dalam formularium
senantiasa tersedia dalam stok di Rumah
Sakit atau sumber di dalam atau di luar
Rumah Sakit
4
Pertanyaan
PKPO
2.1
Rumah Sakit menetapkan proses pengadaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan berkhasiat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
3
Pertanyaan
PKPO
2.2
Rumah Sakit menetapkan regulasi untuk
mendapatkan obat bila sewaktu-waktu obat
tidak tersedia
3
Pertanyaan
PKPO
3
Penyimpanan
Rumah Sakit menetapkan tata laksana
pengaturan penyimpanan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang baik, benar, serta aman
5
Pertanyaan
PKPO
3.1
Rumah Sakit mengatur tata kelola bahan
berbahaya, seta obat narkotika dan
psikotropika yang baik, benar, dan aman
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
4
Pertanyaan
PKPO
3.2
Rumah Sakit mengatur tata kelola
penyimpanan elektrolit konsentrat yang baik,
benar, dan aman sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
3
Pertanyaan
PKPO
3.3
Rumah Sakit menetapkan pengaturan
penyimpanan dan pengawasan penggunaan
obat tertentu
3
Pertanyaan
PKPO
3.4
Rumah Sakit menetapkan regulasi untuk
memastikan obat emergensi yang tersimpan
di dalam maupun di luar unit farmasi
tersedia,
tersimpan aman, dan dimonitor
3
Pertanyaan
PKPO
3.5
Rumah Sakit memiliki sistem penarikan
kembali (recall), pemusnahan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai tidak layak digunakan karena
rusak, mutu substandar, atau kadaluwarsa.
3
Pertanyaan
41
41
PKPO Standar Elemen
PKPO
4
Peresepan dan
Penyalinan
Ada regulasi peresepan/permintaan obat dan
instruksi pengobatan
4
Pertanyaan
PKPO
4.1
Regulasi ditetapkan untuk menentukan
pengertian dan syarat kelengkapan resep
atau pemesanan
3
Pertanyaan
PKPO
4.2
Rumah Sakit menetapkan individu yang
kompeten yang diberi kewenangan untuk
menulis resep/permintaan obat atau instruksi
pengobatan
3
Pertanyaan
PKPO
4.3
Obat yang diresepkan dan diberikan tercatat
di rekam medis pasien
2
Pertanyaan
PKPO
5
Persiapan dan
Penyaluran
Obat disiapkan dan diserahkan di dalam
lingkungan aman dan bersih
3
Pertanyaan
PKPO
5.1
Rumah Sakit menetapkan regulasi yang
mengatur semua resep/permintaan obat dan
instruksi pengobatan obat ditelaah
ketepatannya
6
Pertanyaan
PKPO
6
Pemberian
(Administration)
Obat
Rumah Sakit menetapkan staf klinis yang
kompeten dan berwenang untuk
memberikan obat
2
Pertanyaan
PKPO
6.1
Proses pemberian obat termasuk proses
verifikasi apakah obat yang akan diberikan
telah sesuai resep/permintaan obat
3
Pertanyaan
PKPO
6.2
Ada regulasi tentang obat yang dibawa oleh
pasien ke Rumah Sakit untuk digunakan
sendiri
3
Pertanyaan
PKPO
7
Pemantauan
(Monitor)
Efek obat dan efek samping obat terhadap
pasien dipantau
3
Pertanyaan
PKPO
7.1
Rumah Sakit menetapkan dan menerapkan
proses pelaporan serta tindakan terhadap
kesalahan penggunaan obat (medication
error) serta upaya menurunkan angkanya
5
Pertanyaan
D. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Akreditasi Rumah Sakit adalah proses dimana suatu lembaga yang independen
yaitu KARS melakukan asessment terhadap Rumah Sakit di RSU Aulia
Lodoyo Blitar berdasarkan SNARS Edisi 1.
2. Instalasi Farmasi adalah bagian dari Rumah Sakit yang menyelenggarakan
pelayanan medik dan penunjang medik, mengkoordinasikan, mengatur, dan
mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi di RSU Aulia Lodoyo Blitar.
42
42
3. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat adalah sistem dan proses yang
digunakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Aulia Lodoyo Blitar dalam
memberikan farmakoterapi kepada pasien meliputi implementasi dan
peningkatan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat terhadap seleksi,
pengadaan, penyimpanan, peresepan dan penyalinan, persiapan dan
penyerahan, pemberian (administration) obat, serta pemantauan (monitor)
terapi obat.
4. Metode matriks adalah metode yang digunakan untuk menentukan prioritas
masalah dalam upaya perbaikan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat
di Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar
5. Srategi perbaikan adalah upaya yang digunakan untuk memperbaiki masalah
yang belum memenuhi standar akreditasi sesuai Standar Nasional Akreditasi
Rumah Sakit Edisi 1 di RSU Aulia Lodoyo Blitar.
E. Jalannya Penelitian
Gambar 2. Jalannya Penelitian
Tahap persiapan :
1. Penyusunan proposal penelitian
2. Pengurusan ijin penelitian
3. Penyusunan instrumen penelitian berupa kuesioner
Tahap pelaksanaan :
1. Pembagian kuesioner kepada responden
2. Penyeleksian data hasil kuesioner
3. Wawancara dan observasi
Tahap penyusunan laporan :
Data dianalisis dengan metode matriks, kemudian
disajikan berupa hasil pengelolaan data sesuai dengan
hasil temuan.
43
43
F. Analisis Hasil
1. Pengelolaan data kuantitatif
Pengelolaan data dilakukan dengan melakukan tahapan sebagai berikut :
a. Editing yaitu melakukan pemeriksaan kelengkapan maupun kesalahan
jawaban pada kuesioner.
b. Koding yaitu melakukan pengelompokan dan perhitungan data sesuai
dengan variabel dan sub variabel.
c. Penyajian data yaitu menyajikan data yang telah ditabulasi ke dalam tabel.
2. Pengelolaan data kualitatif
Analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan observasi dan wawancara
kepada Apoteker dan Kepala Instalasi Farmasi untuk mendukung data kuantitatif
dari hasil jawaban kuesioner. Wawancara dilakukan seputar pelaksanaan dan
proses yang dilakukan dalam pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit. Observasi dilakukan untuk melihat keberadaan dan kelengkapan
data/dokumen, literatur, buku laporan, catatan dan laporan kasus digunakan untuk
menggali hal-hal yang berhubungan dengan standar akreditasi pelayanan farmasi,
serta untuk menambah dan melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan
penelitian ini.
3. Perbaikan PKPO dengan metode matriks
Menurut NACCHO (2012) tentang prioritizing issues cara menggunakan
metode matriks adalah mengambil topik/isu dan bertanya apakah x memberikan
kontribusi lebih dari y dalam mencapai tujuan. X dan Y dalam penelitian ini
adalah skor kuesioner dari masing-masing PKPO 1 sampai dengan PKPO 7. Dari
hasil jawaban kuesioner dalam bentuk persentase tersebut dibandingkan dengan
PKPO lain, apakah PKPO 1 lebih penting dari PKPO 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan
seterusnya. Setelah itu hasil jawaban kuesioner dibandingkan dalam bentuk tabel
apakah :
1 = sama pentingnya
5 = siginifikan lebih penting
10 = sangat lebih penting
1/5 = signifikan kurang penting
44
44
1/10 = sangat kurang penting
Menetapkan nilai yang telah disepakati untuk setiap masalah dengan
menggunakan nilai total skor dan memprioritaskan masalah dari tinggi ke rendah.
Total skor tertinggi merupakan prioritas utama dalam penanganan masalah. Dari
semua 7 PKPO masing-masing diperbaiki dengan beberapa solusi atau strategi
penanganan masalah atas temuan-temuan masalah yang ada di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Aulia Lodoyo Blitar yang belum sesuai dengan standar
akreditasi terbaru yaitu SNARS Edisi 1 efektif pada 1 Januari 2018.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden dan Penelitian
Penelitian melibatkan 15 responden di Instalasi Farmasi RSU Aulia
Lodoyo Blitar. Dari karakteristik responden meliputi jenis kelamin, pendidikan
terakhir dan lama bekerja dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Karakteristik Responden dan Penelitian
No Karakteristik Responden
1
Jenis kelamin :
a. Laki-laki
b. Perempuan
3
12
2
Pendidikan :
a. Apoteker
b. S1 Farmasi
c. D3 Farmasi
d. SMF
e. Lain-lain
5
-
-
3
7
3
Lama bekerja :
a. < 1 tahun
b. 1-2 tahun
c. 2-3 tahun
d. 3-4 tahun
e. > 4 tahun
1
4
5
2
3
B. Pencapaian Standar Akreditasi di RSU Aulia Lodoyo Blitar
Penelitian dilakukan bulan April 2018 di Instalasi Farmasi RSU Aulia
Lodoyo Blitar dengan membagikan kuesinoer kepada 15 responden yang terdiri
dari 5 Apoteker, 3 Tenaga Teknis Kefarmasian, dan 7 tenaga administrasi farmasi
yang membantu dalam pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSU Aulia
Lodoyo Blitar.
Hasil persentase pencapaian hasil kuesioner akreditasi menurut SNARS
Edisi 1 tahun 2018 oleh semua staf di Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar
dapat dilihat pada tabel 4.
46
46
Tabel 4. Persentase hasil kuesioner
No Standar pelayanan farmasi Skor yang didapat IFRS (%)
1 Pengorganisasian 67,2
2 Seleksi dan pengadaan 63,3
3 Penyimpanan 77,1
4 Peresepan dan penyalinan 74,7
5 Persiapan dan penyerahan 71,8
6 Pemberian obat 78,2
7 Pemantauan 62,2
Skor akreditasi rata-rata pencapaian 70,7
Berdasarkan tabel 4 elemen PKPO yang terdiri dari 7 standar pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat belum memenuhi standar akreditasi menurut
SNARS Edisi 1 tahun 2018. Perhitungan skor yang didapat yaitu masing-masing
responden dengan hasil penilaian beberapa elemen pertanyaan kuesioner dari 7
PKPO ditotal, kemudian nilai terbaik dari masing-masing PKPO di bagi dengan
hasil kuesioner responden, selanjutnya dikalikan 100%, dan dari persentase 15
responden dirata-rata, sehingga mendapatkan persentase masing-masing PKPO
pada tabel 4. Total persentase dari 7 PKPO dirata-rata untuk mengetahui skor
akreditasi rata-rata pencapaian secara keseluruhan.
Persentase untuk poin pengorganisasian sebesar 67,2% sedangkan untuk
seleksi dan pengadaan yaitu 63,3%. Penyimpanan memiliki skor 77,1%
selanjutnya untuk peresepan dan penyalinan yaitu 74,7%. Skor 71,8% dimiliki
oleh persiapan dan penyerahan, lalu untuk pemberian obat yaitu 78,2%, dan
terakhir pemantauan sebesar 62,2%. Hasil yang didapat dari kuesioner tersebut
merupakan gambaran sehari-hari dari standar pelayanan kefarmasian di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
Menurut Noval (2016) tentang strategi pengembangan Instalasi Farmasi
berbasis evaluasi akreditasi Manajemen Penggunaan Obat (MPO) dengan metode
Hanlon di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta untuk
elemen penilaiannya menggunakan analisis prioritas masalah dengan metode
Hanlon hasil penelitiannya yaitu tingkat kesesuaian pelayanan farmasi terhadap
standar akreditasi manajemn penggunaan obat adalah organisasi dan manajemen
sebesar 98,71%, seleksi dan pengadaan 98,26%, penyimpanan 98,37%,
pemesanan dan pencatatan 97,83%, persiapan dan penyaluran 96,37%, pemberian
47
47
98,82%, dan pemantauan 94,10%. Penelitian Noval (2016) tersebut menggunakan
standar akreditasi versi 2012 yang saat ini sudah diperbarui menjadi Standar
Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 yang efektif pada tanggal 1 Januari
2018. Hasil dari data tersebut maka Rumah Sakit perlu melakukan peningkatan
kinerja sesuai dengan standar akreditasi, upaya strategi dan rencana yang dapat
dilakukan untuk mengarah ke akreditasi dengan versi terbaru.
Dalam PKPO 1 standar pengorganisasian disebutkan bahwa pelayanan
kefarmasian dilakukan oleh apoteker yang melakukan pengawasan dan supervisi
semua aktivitas pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di Rumah Sakit.
Dari hasil kuesioner seluruh apoteker memiliki izin STRA dan SIPA tetapi belum
melakukan supervisi sesuai dengan penugasannya, diperkuat hasil wawancara
kepada Kepala Instalasi Farmasi yang menyebutkan jumlah Apoteker terdiri dari 5
orang, Tenaga Teknis Kefarmasian yang berpendidikan SMF sejumlah 3 orang,
dan lain-lain sebagai administrasi farmasi dengan lulusan bukan farmasi sejumlah
7 orang.
Seleksi dan pengadaan dalam standar PKPO 2 proses seleksi obat harus
dengan benar, dan obat senantiasa tersedia dalam stok di Rumah Sakit baik
bersumber dari dalam maupun luar Rumah Sakit. Tetapi Rumah Sakit belum
menerapkan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dengan
sistem satu pintu. Pelayanan farmasi dengan sistem satu pintu dapat
meminimalisir medication error, meningkatkan pelayanan asuhan kefarmasian
yang mengarah pada keamanan pasien. Kepala Instalasi Farmasi menjelaskan
pelayanan UDD (Unit Dose Dispensing) dan ODD (One Daily Dose) belum
sepenuhnya berjalan pada seluruh pasien rawat inap. Hal tersebut disampaikan
saat wawancara dan observasi langsung belum adanya kebijakan atau regulasi
yang diterbitkan dari Surat Keputusan Direktur dalam mengidentifikikasi petugas
yang berwenang untuk pengelolaan dengan sistem satu pintu.
Pada PKPO 3 yaitu standar penyimpanan dijelaskan bahwa pengaturan
penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ditata
secara baik, benar, serta aman. Dari hasil kuesioner penyimpanan dan
pemeliharaan sediaan farmasi dan alat kesehatan disimpan sesuai dengan regulasi,
48
48
termasuk pengelolaan obat emergency yang tersedia di unit-unit perawatan, serta
pemusnahan yang tidak layak karena rusak. Pada poin penyimpanan narkotika dan
psikotropika dilakukan dengan baik dan benar, tetapi relatif kurang aman. Hal
tersebut diperkuat saat observasi langsung adanya tempat penyimpanan narkotika
dan psikotropika yang dapat dilihat oleh pasien. Kepala Instalasi menyampaikan
penyimpanan narkotika dan psikotropika dengan sistem alfabetis, FIFO dan
FEFO. Untuk yang harus disimpan dalam lemari es harus diberi penandaan
khusus, karena narkotika dan psikotropika merupakan bahan terkontrol.
Standar peresepan dan penyalinan pada PKPO 4 pelaksanaan pencatatan
obat yang diberikan pada pasien dalam rekam medis belum berjalan sesuai dengan
regulasi. Hal tersebut dijelaskan oleh Kepala Instalasi Farmasi dalam wawancara
bahwa Rumah Sakit belum menetapkan individu yang kompeten dalam bidangnya
yang berfokus pada farmasi klinik, sehingga pelaksanaan apoteker melakukan
rekonsiliasi obat pada saat pasien masuk, pindah unit pelayanan, dan sebelum
pulang masih kurang maksimal.
PKPO 5 tentang standar persiapan dan penyerahan obat kepada pasien
dikaji sesuai dengan standar operasional prosedur Rumah Sakit meliputi identitas
pasien, nama obat, dosis atau konsentrasi, cara pemakaian, waktu pemberian,
tanggal disipakan dan tanggal kadaluarsa dalam lingkungan yang bersih dan
aman. Dalam penyerahan obat kepada pasien oleh tenaga administrasi farmasi
memiliki resiko medication error lebih besar. Hal tersebut dijelaskan oleh Kepala
Instalasi Farmasi karena kurangnya tenaga farmasi baik Apoteker maupun Tenaga
Teknis Kefarmasian.
Dalam standar PKPO 6 yaitu pemberian obat untuk pengobatan pasien
memerlukan pengetahuan spesifik dan pengalaman. Rumah Sakit bertanggung
jawab menetapkan staf klinis dengan pengetahuan dan pengalaman yang
diperlukan, memiliki izin, dan sertifikat berdasar atas peraturan perundang-
undangan untuk memberikan obat. Wawancara dihasilkan bahwa ada batasan
kewenangan individu dalam melakukan pemberian obat, seperti pemberian obat
narkotika dan psikotropika, radioaktif, atau obat penelitian. Dalam keadaan
darurat ditetapkan penyerahan obat tersebut oleh staf klinis yang diberi izin. Hasil
49
49
observasi langsung diketahui bahwa pengecekan ulang belum sepenuhnya
dilakukan untuk menghindari medication error, terutama untuk obat yang
memiliki resiko tinggi seperti obat high alert dan LASA (Look Alike Sound Alike).
Standar terakhir yaitu PKPO 7 tentang pemantauan obat terhadap efek
obat dan efek samping obat memiliki resiko yang besar. Kurangnya kerjasama
antara Apoteker dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya untuk
memantau pasien yang diberi obat. Rumah Sakit telah menetapkan regulasi untuk
efek samping obat yang harus dicatat dan dilaporkan. Penjelasan Kepala Instalasi
Farmasi dalam wawancara bahwa proses monitoring pada pasien belum bersifat
aktif karena Rumah Sakit belum menetapkan apoteker yang fokus dalam farmasi
klinik.
Melalui metode analisis Hanlon, Hasanuddin (2014) meneliti indikator
penilaian Instalasi Farmasi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar,
memerlukan strategi dan rencana pengembangan yang terdiri dari pengembangan
staf dan program pendidikan, meningkatkan evaluasi dan monitoring terhadap
semua standar kinerja, menempatkan apoteker penanggungjawab di setiap
bangsal, pelaporan kesalahan pengobatan, serta meningkatkan kerjasama dan
komunikasi antara dokter, apoteker, perawat yang berada di bangsal untuk
meningkatkan keselamatan pasien.
Penelitian Ningrum (2015) yaitu dengan judul strategi pengembangan
Instalasi Farmasi berbasis evaluasi akreditasi dengan metode matrik di RSUD
Kraton Pekalongan, Rumah Sakit perlu melakukan peningkatan pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat sesuai dengan standar akreditasi, serta upaya
strategi yang dapat dilakukan untuk mengarah ke akreditasi yang lebih tinggi
(JCI).
Hasil penelitian yang diperoleh dari kuesioner dan diperkuat oleh
wawancara kepada Kepala Instalasi Farmasi serta observasi langsung yang kurang
memenuhi standar baru tersebut, dapat diperbaiki dengan strategi perbaikan sesuai
skala prioritas metode matriks dari 7 PKPO dalam penanganan masalah untuk
peningkatan pelayanan kefarmasian penggunaan obat di Instalasi Farmasi Rumah
50
50
Sakit Umum Aulia Lodoyo Blitar sesuai dengan standar akreditasi terbaru yaitu
SNARS Edisi 1 tahun 2018.
C. Strategi Perbaikan berdasarkan Skala prioritas Matriks
Berdasarkan hasil penilaian tentang strategi perbaikan akreditasi di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Aulia Lodoyo Blitar menunjukkan nilai di
bawah 80%. Semua standar yang terdiri dari 7 yaitu pengorganisasian, seleksi dan
pengadaan, penyimpanan, peresepan dan penyalinan, persiapan dan penyerahan,
pemberian (administration) obat, serta pemantauan (monitor) belum memenuhi
standar akreditasi sesuai dengan SNARS Edisi 1 Tahun 2018 yang ditetapkan oleh
KARS.
Untuk mencapai standar akreditasi perlu dilakukan perbaikan pada semua
standar yang belum terpenuhi. Dengan metode matriks dapat dilakukan untuk
menentukan prioritas masalah sesuai dengan urutan hasil dari total seperti tabel 5.
Tabel 5. Metode matriks untuk penentuan prioritas masalah
PKPO 1 2 3 4 5 6 7 Total Urutan
1 1/5 10 5 5 10 1/5 30,4 3
2 5 10 10 5 10 1 41 2
3 1/10 1/10 1 1/5 1 1/10 2,7 6
4 1/5 1/10 1 1 1 1/10 3,4 5
5 1/5 1/5 5 1 5 1/10 11,3 4
6 1/10 1/10 1 1 1/5 1/10 2,5 7
7 5 1 10 10 10 10 46 1
1 = sama pentingnya
5 = signifikan lebih penting
10 = sangat lebih penting
1/5 = siginifikan kurang penting
1/10 = sangat kurang penting
Pada tabel 5 prioritas masalah menurut metode matriks yaitu PKPO 7
dengan total yang diperoleh 46, sehingga perlu perbaikan yang utama. Selanjutnya
PKPO 2 sebagai prioritas kedua dengan total 41. Prioritas ketiga dengan total 30,4
yaitu PKPO 1. Dengan total 11,3 sebagai prioritas keempat yaitu PKPO 5.
Kemudian total 3,4 yaitu PKPO 4 sebagai prioritas kelima. Sedangkan PKPO 3
dengan total 2,7 sebagai prioritas keenam. Dan terakhir PKPO 6 menduduki
prioritas ketujuh dengan total 2,5. Dari urutan skala prioritas masalah tersebut
dapat diketahui standar PKPO yang memerlukan strategi perbaikan lebih dulu
51
51
dalam pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di Instalasi Farmasi RSU
Aulia Lodoyo Blitar sesuai dengan standar akreditasi menurut SNARS Edisi 1.
Menurut (2016) dari 24 elemen penilaian standar manajemen penggunaan
obat yang telah ditelitinya ada 7 yang belum memenuhi standar maksimal dan
memiliki kekurangan. Analisis prioritas masalah elemen penilaian menggunakan
metode Hanlon yaitu prioritas secara berturut-turut pertama elemen penilaian
identifikasi petugas untuk memberikan obat, monitoring efek obat, identifikasi
petugas kompeten, pelayanan penggunaan informasi obat, penyimpanan produk
nutrisi, penyiapan produk steril, dan terakhir pencatatan atau pelaporan obat yang
tidak diharapkan dalam status pasien.
Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa standar dalam akreditasi
di Instalasi Farmasi belum sepenuhnya terpenuhi sesuai penilaian yang ditetapkan
oleh KARS, maka Rumah Sakit perlu melakukan peningkatan pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat untuk patient safety dengan upaya strategi
mengikuti akreditasi versi SNARS Edisi 1 tahun 2018. Standar baru tersebut
merupakan standar akreditasi Rumah Sakit yang mudah dipahami sehingga
mudah diimplementasikan dibandingkan dengan standar versi lama. SNARS Edisi
1 lebih mendorong peningkatan mutu keselamatan pasien dan manajemen resiko,
serta mendukung program nasional bidang kesehatan (KARS, 2017).
52
Beberapa masalah yang ditemukan dan saran strategi perbaikan yang dapat dilakukan di Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo
Blitar untuk meningkatkan Pelayanan Kefarmasian Penggunaan Obat sesuai SNARS Edisi 1 tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 6
sebagai berikut :
Tabel 6. Saran strategi perbaikan
No Standar PKPO Masalah yang ditemukan Saran strategi perbaikan
1 PKPO
7
Pemantauan
(Monitor)
Pada proses monitoring yang dilakukan apoteker belum
bersifat aktif.
Diharapkan Rumah Sakit memiliki apoteker yang fokus
farmasi klinik untuk membantu proses pemberian dan
monitoring obat, sehingga efek obat dan efek samping obat
terhadap pasien dapat dipantau dengan baik.
2 PKPO
2
Seleksi dan
Pengadaan
Ada proses seleksi obat yang menghasilkan formularium
dan digunakan untuk permintaan obat serta instruksi
pengobatan. Obat dalam formularium senantiasa tersedia
dalam stok di Rumah Sakit atau sumber di dalam dan di
luar Rumah Sakit. Tetapi Rumah Sakit belum menerapkan
pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
dengan sistem satu pintu.
Rumah Sakit diharapkan memiliki kebijakan atau regulasi
yang diterbitkan dari Surat Keputusan Direktur dalam
mengidentifikikasi petugas yang berwenang untuk
pengelolaan dengan sistem satu pintu.
3 PKPO
1 Pengorganisasian
Pengaturan pembagian tanggung jawab bergantung pada
struktur organisasi dan staffing. Pelayanan kefarmasian
dilakukan oleh apoteker yang melakukan pengawasan dan
supervisi semua aktivitas pelayanan kefarmasian serta
penggunaan obat di Rumah Sakit. Tenaga kefarmasian di
dalam IFRSU Auliaterdiri dari 5 Apoteker, dan 3 orang
TTK yang berpendidikan SMK Farmasi, serta 7 orang
karyawan non farmasi yang membantu dalam penyiapan
pelayanan kefarmasian untuk pasien.
Diharapkan tenaga kefarmasian Rumah Sakit sesuai dengan
PERMENKES RI No 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit untuk Rumah Sakit tipe C meliputi : 1
orang apoteker sebagai kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
2 apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu oleh
paling sedikit 4 orang tenaga teknis kefarmasian, 4 orang
apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8
orang tenaga teknis kefarmasian, 1 orang apoteker sebagai
koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap
atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian Rumah Sakit. Sehingga seluruh tenaga
kefarmasian terutama apoteker memiliki izin dan melakukan
supervisi sesuai dengan penugasannya.
53
No Standar PKPO Masalah yang ditemukan Saran strategi perbaikan
4 PKPO
5
Persiapan dan
Penyaluran
Kesalahan pengobatan dapat terjadi dimana saja dalam rantai
pelayanan obat kepada pasien mulai dari peresepan, pembacaan
resep, peracikan, penyerahan dan monitoring pasien. Di dalam
setiap mata rantai ada beberapa tindakan, sebab tindakan
mempunyai potensi sebagai sumber kesalahan. Setiap tenaga
kesehatan dalam mata rantai ini dapat memberikan kontribusi
terhadap kesalahan, terutama tenaga non farmasi yang membantu
dalam pelayanan kefarmasian di IFRSU Aulia.
Diharapkan persiapan dan penyaluran obat dan alat
kesehatan di IFRS dilakukan oleh Apoteker atau tenaga
farmasi yang berkompeten dalam bidangnya dan
diterapkan sistem double check untuk menghindari
medication error.
5 PKPO
4
Peresepan dan
Penyalinan
Ada regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi
pengobatan. Tetapi Rumah Sakit belum menetapkan individu
yang sesuai kompetensinya yang dapat diberikan kewenangan
untuk menulis rekonsiliasi obat yang diresepkan dan diberikan
pasien dalam catatan rekam medis.
Diharapkan Rumah Sakit menetapkan apoteker yang
memiliki izin melakukan supervisi sesuai dengan
penugasannya untuk melakukan rekonsiliasi pada pasien
rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan tupoksi masing-
masing.
6 PKPO
3 Penyimpanan
Lemari narkotika dan psikotropika di IFRS terletak di bagian
farmasi dengan lokasi yang dapat dilihat pasien sehingga relatif
kurang aman dari jangkauan pengunjung Instalasi Farmasi.
Menurut PERMENKES No 3 tahun 2015, narkotika dan
psikotropika harus disimpan pada tempat yang baik, benar
dan aman sesuai dengan peraturan UU yang berlaku.
Sediaan narkotika dan psikotropika disimpan di lemari
khusus yang memiliki dua pintu yang selalu terkunci dan
kunci dibawa oleh apoteker atau TTK yang diserahi tugas
dan tanggung jawab untuk mengelola kunci tersebut.
Narkotika dan psikotropika merupakan bahan terkontrol.
Bahan yang terkontrol dilaporkan secara akurat sesuai
dengan UU melalui SIPNAP.
7 PKPO
6 Pemberian
Proses pemberian obat termasuk proses verifikasi apakah obat
yang akan diberikan telah sesuai resep/permintaan obat sudah
sesuai dengan SOP, tetapi pengecekan ulang belum sepenuhnya
dilakukan untuk menghindari medication error.
Disarankan dilakukan double check untuk memastikan
keamanan pengobatan terutama pada obat LASA dan high
alert, karena obat dalam kategori LASA (Look Alike Sound
Alike) atau NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) dan
High Alert dapat beresiko mengalami medication error.
54
54
Faktor yang mempengaruhi belum tercapainya kesesuaian terhadap standar
akreditasi terbaru yaitu SNARS Edisi 1 Tahun 2018 yang meliputi tujuh standar
yaitu : pengorganisasian, seleksi dan pengadaan, penyimpanan, peresepan dan
penyalinan, persiapan dan penyerahan, pemberian (administration) obat, serta
pemantauan (monitor), diantaranya yaitu :
Survei akreditasi dan verifikasi tahun pertama yang dilakukan oleh KARS pada
Rumah Sakit tersebut menggunakan standar akreditasi versi lama tahun 2012,
sehingga hasil yang didapatkan sedikit berbeda.
Pemahaman responden terhadap standar akreditasi yang baru yaitu SNARS
Edisi 1 Tahun 2018 masih kurang maksimal, sehingga jawaban kuesioner dari
responden kurang akurat, disarankan dilakukan sosialisasi terkait standar
terbaru.
SNARS Edisi 1 yang merupakan standar akreditasi Rumah Sakit yang
mudah dipahami sehingga mudah diimplementasikan dibandingkan dengan
standar versi lama. SNARS Edisi 1 lebih mendorong peningkatan mutu
keselamatan pasien dan manajemen resiko, serta mendukung program nasional
bidang kesehatan.
D. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu :
1. Pemahaman peneliti tentang akreditasi Rumah Sakit belum maksimal.
2. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan metode matriks
yang hanya memberikan informasi terbatas terhadap variabel-variabel yang
diteliti.
3. Penelitian ini menggunakan beberapa elemen pertanyaan yang dikutip dari
SNARS Edisi 1 Tahun 2018 dengan pilihan jawaban yang terbatas, sehingga
tidak dapat menyimpulkan secara umum keadaan yang sesuai dengan
akreditasi.
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Tingkat kesesuaian PKPO di IFRS Aulia Lodoyo Blitartahun 2018 belum
sepenuhnya memenuhi standar akreditasi SNARS Edisi 1. Persentase yang
didapat sebagai berikut :
Pengorganisasian : 67,2%
Seleksi dan pengadaan : 63,3%
Penyimpanan : 77,1%
Peresepan dan penyalinan : 74,7%
Persiapan dan penyerahan : 71,8%
Pemberian obat : 78,2%
Pemantauan : 62,2%
2. Strategi perbaikan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di Instalasi
Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar berdasarkan skala prioritas masalah
menggunakan metode matriks yaitu :
PKPO 7 Pemantauan (monitor) efek obat
PKPO 2 Seleksi dan pengadaan, PKPO 1 Pengorganisasian yang melakukan
supervisi sesuai dengan penugasannya
PKPO 5 Persiapan dan penyerahan obat
PKPO 4 Peresepan dan penyalinan
PKPO 3 Penyimpanan obat
PKPO 6 Pemberian (administration) obat.
B. Saran
Beberapa saran untuk Rumah Sakit, peneliti lain dan untuk Instalasi
Farmasi dalam peningkatan mutu pelayanan kefarmasian penggunaan obat yang
sesuai dengan standar akreditasi, yaitu :
56
56
1. Untuk Rumah Sakit :
Perlu mengikuti sosialisasi terhadap standar akreditasi terbaru yaitu SNARS
Edisi 1 Tahun 2018 kepada seluruh petugas di Rumah Sakit.
Direktur, komite medik, komite akreditasi perlu peningkatan komitmen
yang kuat dalam meningkatkan pelayanan dan keselamatan pasien sesuai
dengan standar akreditasi.
Perlu melengkapi setiap pelaporan dokumen dan selalu dilakukan evaluasi
secara rutin.
Perlu dilakukan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan terhadap
standar akreditasi agar dapat dipertahankan.
2. Untuk Instalasi Farmasi :
Perlu mengikuti sosialiasi standar PKPO terbaru yaitu SNARS Edisi 1
Tahun 2018.
Perlu dilakukan evaluasi secara berkala tentang pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat untuk pasien yang aman sesuai dengan undang-undang,
PERMENKES, dan standar akreditasi.
3. Untuk peneliti yang lain :
Disarankan untuk melakukan penelitian dengan yang sama tetapi dengan
metode perbaikan yang lain seperti CARL, SWOT, Hanlon, dan lain-lain.
Disarankan untuk mengolah pilihan jawaban kuesioner agar lebih dapat
menyimpulkan keadaan sesuai dengan standar yang digunakan untuk
menilai hasil akreditasi.
57
BAB VI
RINGKASAN
Menurut PERMENKES No. 72 Tahun 2016, Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit, harus terlebih
dahulu lulus akreditasi nasional yang dilakukan oleh Komite Akreditasi Rumah
Sakit (KARS), dan dalam upaya meningkatkan daya saing, Rumah Sakit dapat
mengikuti akreditasi internasional sesuai kemampuan (Permenkes RI, 2016).
Akreditasi menurut KARS (2017) adalah proses dimana suatu lembaga,
yang independen, melakukan asessment terhadap Rumah Sakit. Manajemen
Penggunaan Obat (MPO) merupakan standar akreditasi Rumah Sakit versi 2012
yang disusun oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011
dengan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang saat ini MPO berubah
nama menjadi Pelayanan Kefarmasian Penggunaan Obat (PKPO) pada standar
baru. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS Edisi 1) merupakan
standar baru yang berfokus pada pelayanan pasien untuk meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien dengan pendekatan manajemen risiko di Rumah Sakit.
SNARS Edisi 1 disusun oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang
efektif digunakan pada tanggal 1 Januari 2018. Dalam standar baru tersebut
dijelaskan bahwa hasil kajian elemen penilaian dan hasil survei dari standar
akreditasi Rumah Sakit versi 2012 sulit dipenuhi oleh Rumah Sakit di Indonesia,
sehingga disusun Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit oleh KARS. Sebelum
adanya SNARS akreditasi Rumah Sakit yang sudah mulai dilaksanakan sejak
tahun 1995 di Indonesia menggunakan standar akreditasi berdasarkan tahun
berapa standar tersebut mulai dipergunakan untuk penilaian, sehingga selama ini
belum pernah ada Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia,
sedangkan status akreditasi saat ini ada status akreditasi nasional dan status
58
58
akreditasi internasional, maka di Indonesia perlu ada Standar Nasional Akreditasi
Rumah Sakit (KARS, 2017).
Dalam SNARS dijelaskan bahwa praktik penggunaan obat yang tidak
aman (unsafe medication practices) dan kesalahan penggunaan obat (medication
errors) adalah penyebab utama cedera dan bahaya yang dapat dihindari dalam
sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia (KARS, 2017). Oleh karena itu,
Rumah Sakit diminta untuk mematuhi peraturan perundang-undangan, membuat
sistem pelayanan kefarmasian, dan penggunaan obat yang lebih aman yang
senantiasa berupaya menurunkan kesalahan pemberian obat (KARS, 2017).
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar.
Rumah Sakit Umum Aulia Lodoyo Blitar merupakan Rumah Sakit tipe C yang
lulus akreditasi paripurna bintang 5 pada bulan Maret 2017 sesuai dengan standar
akreditasi versi 2012, secara garis besar Manajemen Penggunaan Obat (MPO)
dalam standar lama belum sepenuhnya tercapai khususnya pelayanan kefarmasian
di Rumah Sakit. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa gambaran yang ada di
Rumah Sakit misalnya kurangnya tenaga farmasis dan pengontrolan efek samping
obat pada pasien yang belum efektif. Adanya perubahan standar akreditasi Rumah
Sakit tersebut perlu penyesuaian dengan standar terbaru yaitu SNARS Edisi 1.
Oleh sebab itu, dilakukan penelitian ini karena peneliti tertarik untuk melihat
kesesuaian pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar
dengan standar akreditasi terbaru. Rumah Sakit tersebut bertekad untuk memenuhi
dan meningkatkan standar pelayanan kefarmasian agar sesuai dengan SNARS
Edisi 1, sehingga penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan mutu dan
melihat perkembangan dengan meninjau dari segi pelayanan yang berfokus pada
keselamatan pasien. Salah satu strategi perbaikan yang dapat dilakukan yaitu
menggunakan skala prioritas masalah dengan metode matriks.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian
pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat terhadap standar akreditasi di
Instalasi Farmasi RSU Aulia Lodoyo Blitar tahun 2018 yang meliputi :
pengorganisasian, seleksi dan pengadaan, penyimpanan, peresepan dan
penyalinan, persiapan dan penyerahan, pemberian (administration) obat, serta
59
59
pemantauan (monitor). Dan untuk menangani masalah atau strategi perbaikan
pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di Instalasi Farmasi RSU Aulia
Lodoyo Blitar berdasarkan skala prioritas masalah dengan menggunakan metode
matriks.
Penelitian ini dilakukan pada 15 responden yang terdiri dari Apoteker 5
orang, Tenaga Teknis Kefarmasian dengan pendidikan SMF sebanyak 3 orang
dan 7 orang administrasi farmasi (administration) dengan lulusan diluar farmasi.
Cara pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Data dianalis
secara deskripsi kuantitatif berupa hasil jawaban kuesioner responden, dan
deskripsi kualitatif yang dilakukan wawancara kepada Kepala Instalasi Farmasi
untuk mendukung data kuantitatif terserbut. Observasi dilakukan untuk melihat
keberadaan dan kelengkapan data/dokumen, literatur, buku laporan, catatan dan
laporan kasus digunakan untuk menggali hal-hal yang berhubungan dengan
standar akreditasi pelayanan farmasi, serta untuk menambah dan melengkapi data
yang diperlukan dalam penulisan penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan nilai di bawah 80% dapat dilihat pada tabel
7. Semua standar yang terdiri dari 7 standar belum memenuhi standar akreditasi
sesuai dengan SNARS Edisi 1 Tahun 2018 yang ditetapkan oleh KARS.
Tabel 7. Persentase hasil kuesioner
No Standar pelayanan farmasi Skor yang didapat IFRS (%)
1 Pengorganisasian 67,2
2 Seleksi dan pengadaan 63,3
3 Penyimpanan 77,1
4 Peresepan dan penyalinan 74,7
5 Persiapan dan penyerahan 71,8
6 Pemberian obat 78,2
7 Pemantauan 62,2
Skor akreditasi rata-rata pencapaian 70,7
Masing-masing responden dengan hasil penilaian beberapa elemen
pertanyaan kuesioner dari 7 PKPO tersebut ditotal, kemudian nilai terbaik dari
masing-masing PKPO di bagi dengan hasil kuesioner responden, selanjutnya
dikalikan 100%, dan dari persentase 15 responden dirata-rata, sehingga
mendapatkan persentase masing-masing PKPO pada tabel 7. Total persentase dari
7 PKPO dirata-rata untuk mengetahui skor akreditasi rata-rata pencapaian secara
keseluruhan.
60
60
Persentase untuk pengorganisasian sebesar 67,2%, seleksi dan pengadaan
yaitu 63,3%, penyimpanan 77,1%, peresepan dan penyalinan 74,7%, persiapan
dan penyerahan 71,8%, pemberian obat 78,2%, dan pemantauan sebesar 62,2%.
Hasil yang didapat dari kuesioner tersebut merupakan gambaran sehari-hari dari
standar pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Melalui metode analisis Hanlon, Hasanuddin (2014) meneliti indikator
penilaian Instalasi Farmasi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar,
memerlukan strategi dan rencana pengembangan yang terdiri dari pengembangan
staf dan program pendidikan, meningkatkan evaluasi dan monitoring terhadap
semua standar kinerja, menempatkan apoteker penanggungjawab di setiap
bangsal, pelaporan kesalahan pengobatan, serta meningkatkan kerjasama dan
komunikasi antara dokter, apoteker, perawat yang berada di bangsal untuk
meningkatkan keselamatan pasien.
Penelitian Ningrum (2015) yaitu dengan judul strategi pengembangan
Instalasi Farmasi berbasis evaluasi akreditasi dengan metode matrik di RSUD
Kraton Pekalongan, Rumah Sakit perlu melakukan peningkatan pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat sesuai dengan standar akreditasi, serta upaya
strategi yang dapat dilakukan untuk mengarah ke akreditasi yang lebih tinggi
(JCI).
Hasil penelitian yang diperoleh dari kuesioner dan diperkuat oleh
wawancara kepada Kepala Instalasi Farmasi serta observasi langsung yang kurang
memenuhi standar baru tersebut, dapat diperbaiki dengan strategi perbaikan sesuai
skala prioritas metode matriks dari 7 PKPO dalam penanganan masalah untuk
peningkatan pelayanan kefarmasian penggunaan obat di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Aulia Lodoyo Blitar sesuai dengan standar akreditasi terbaru yaitu
SNARS Edisi 1 tahun 2018.
Untuk mencapai standar akreditasi perlu dilakukan perbaikan pada semua
standar yang belum terpenuhi. Dengan metode matriks dapat dilakukan untuk
menentukan prioritas masalah sesuai dengan urutan hasil dari total seperti tabel 8.
61
61
Tabel 8. Metode matriks untuk penentuan prioritas masalah
PKPO 1 2 3 4 5 6 7 Total Urutan
1 1/5 10 5 5 10 1/5 30,4 3
2 5 10 10 5 10 1 41 2
3 1/10 1/10 1 1/5 1 1/10 2,7 6
4 1/5 1/10 1 1 1 1/10 3,4 5
5 1/5 1/5 5 1 5 1/10 11,3 4
6 1/10 1/10 1 1 1/5 1/10 2,5 7
7 5 1 10 10 10 10 46 1
1 = sama pentingnya
5 = signifikan lebih penting
10 = sangat lebih penting
1/5 = siginifikan kurang penting
1/10 = sangat kurang penting
Pada tabel 8 prioritas masalah menurut metode matriks yaitu PKPO 7 total
46; PKPO 2 total 41; PKPO 1 total 30,4; PKPO 5 total 11,3; PKPO 4 total 3,4;
PKPO 3 total 2,7; PKPO 6 total 2,5. Dari urutan skala prioritas masalah tersebut
dapat diketahui standar PKPO yang memerlukan strategi perbaikan lebih dulu
dalam pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di IFRSU Aulia Lodoyo
Blitar sesuai SNARS Edisi 1.
Menurut Noval (2016) dari 24 elemen penilaian standar manajemen
penggunaan obat yang telah ditelitinya ada 7 yang belum memenuhi standar
maksimal dan memiliki kekurangan. Analisis prioritas masalah elemen penilaian
menggunakan metode Hanlon yaitu prioritas secara berturut-turut pertama elemen
penilaian identifikasi petugas untuk memberikan obat, monitoring efek obat,
identifikasi petugas kompeten, pelayanan penggunaan informasi obat,
penyimpanan produk nutrisi, penyiapan produk steril, dan terakhir pencatatan atau
pelaporan obat yang tidak diharapkan dalam status pasien.
Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa standar dalam akreditasi
di Instalasi Farmasi belum sepenuhnya terpenuhi sesuai penilaian yang ditetapkan
oleh KARS, maka Rumah Sakit perlu melakukan peningkatan pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat untuk patient safety dengan upaya strategi
mengikuti standar akreditasi versi baru yaitu SNARS Edisi 1 yang merupakan
standar akreditasi Rumah Sakit yang mudah dipahami sehingga mudah
diimplementasikan dibandingkan dengan standar versi lama. Standar baru tersebut
lebih mendorong peningkatan mutu keselamatan pasien dan manajemen resiko,
serta mendukung program nasional bidang kesehatan (KARS, 2017).
62
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Direktorat Jenderal
Bina Upaya Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia no 44 Tahun 2009 Pasal 33
tentang Rumah Sakit, Jakarta.
Anonim, 2014, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014
Tentang Tenaga Kesehatan, Jakarta.
Anonim, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Hamdani. A.S., 2013, Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi berbasis
Evaluasi Akreditasi dengan Metode Hanlon di RSUD dr. Moewardi
Surakarta, tesis, Universitas Stia Budi, Surakarta.
Hanlon and Hyman (2010), Hanlon and Basic Priority Rating System (BPRS).
Public Health: Administrasion and Practive (Hanlon and Hyman, Aspen
Publishers).
Harvey, 2013, Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi berbasis Evaluasi
Akreditasi Rumah Sakit dengan Metode Hanlon di RSUD H. M. Djafar
Harun Kabupaten Kaloka Utara Sulawesi Tenggara, tesis, Universitas
Setia Budi, Surakarta.
Jaluri, 2016, Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi berbasis evaluasi
Akreditasi Manajemen Penggunaan Obat (MPO) dengan Metode Hanlon
di Instalasi Farmasi RSUD Sultan Imanuddin Pangkalan BUN Kalimantan
Tengah, tesis, Universitas Setia Budi, Surakarta.
KARS, 2017, Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 Efektif 1 Januari
2018, Jakarta.
Kemenkes, 2011, Standar Akreditasi Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes, 2012, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2012
tentang Akreditasi Rumah Sakit,Jakarta.
Lovianie. M.M., Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi berbasis Evaluasi
Akreditasi dengan Metode Hanlon di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya, tesis, Universitas Setis Budi, Surakarta.
63
63
National Association of Country & City Health Officials (NACCHO), 2012,
Prioritizing Issues.
Ningrum W.A., 2015, Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi berbasis
evaluasi Akreditasi dengan Metode Matrik di RSUD Kraton Pekalongan,
tesis, Universitas Setia Budi, Surakarta.
Noval, 2016, Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi berbasis evaluasi
Akreditasi Manajemen Penggunaan Obat (MPO) dengan Metode Hanlon
di Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, tesis,
Universitas Setia Budi, Surakarta.
Nurwahida, 2014, Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi berbasis evaluasi
Akreditasi dengan metode Hanlon di RSUD Kraton Pekalongan, tesis,
Universitas Setia Budi, Surakarta.
Puspita S., 2017, Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi berbasis akreditasi
Manajemen Penggunaan Obat (MPO) dengan metode Hanlon di Instalasi
Farmasi RS PKU Muhammadiyah Unit II Yogyakarta, tesis, Universitas
Setia Budi, Surakarta.
Resmy. R.F., 2014, Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi berbasis Evaluasi
Akreditasi dengan Metode Hanlon di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, tesis, Universitas Setia Budi,
Surakarta
Shaw, C, D, et al, 2010, Sustainable healthcare acceditation : message from
Europe in 2009, International Journal for Quality in Health Care 2014
(22): 341-350.
Siregar & Amalia L., 2011, Farmasi Rumah Sakit dan Penerapan, EGC, Jakarta.
Tripujiati I., 2016, Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi berbasis evaluasi
Akreditasi Manajemen Penggunaan Obat dengan Metode Matrik di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta, tesis, Universitas Setia Budi, Surakarta.
(WHO) World Health Organization, 2009, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak
di Rumah Sakit,diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Tim Adaptasi
Indonesia, WHOIndonesia, Jakarta.
Yunita, 2013, Strategi Pengembangan Instalasi Farmasi berbasis Evaluasi
Akreditasi dengan metode Hanlon di Rumah Sakit Benyamin Guluh
Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, tesis, Universitas Setia
Budi, Surakarta.
64
65
Lampiran 1. Kuesioner
IDENTITAS RESPONDEN
Nomor Responden :
1. Jenis kelamin :
a. Laki-laki
b. Perempuan
2. Pendidikan terakhir :
a. SMF
b. D3 Farmasi
c. S1 Farmasi
d. Apoteker
e. Lain-lain
3. Lama bekerja di Instalasi Farmasi :
a. < 1 tahun
b. 1-2 tahun
c. 2-3 tahun
d. 3-5 tahun
e. > 5 tahun
4. Pelatihan kefarmasian yang pernah diikuti : (bisa dipilih lebih dari 1 jawaban)
a. Pelatihan pelayanan resep dan PIO
b. Pelatihan hand hygiene
c. Pelatihan bencana alam dan kebakaran
d. Pelatihan handling cytotatic
e. Lain-lain : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
66
KUESIONER PENELITIAN (KARS, 2017)
PKPO 1 (Pengorganisasian)
1. Apakah ada regulasi organisasi yang mengelola pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat yang menyeluruh atau mengarahkan semua tahapan
pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang aman sesuai dengan
peraturan perundang-undangan?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak sesuai undang-undang
c. Ada regulasi, sesuai undang-undang, penggunaan obat yang aman tidak
terjamin
d. Ada regulasi, sesuai undang-undang, penggunaan obat aman, mengarahkan
sebagian tahapan pelayanan kefarmasian
e. Ada regulasi, sesuai undang-undang, penggunaan obat aman, mengarahkan
semua tahapan pelayanan kefarmasian
2. Apakah seluruh apoteker memiliki izin dan melakukan supervisi sesuai dengan
penugasannya?
a. Apoteker tidak memiliki STRA dan SIPA
b. Apoteker memiliki STRA, tidak memiliki SIPA
c. Apoteker memiliki STRA dan SIPA, tidak berkompeten
d. Apoteker memiliki STRA dan SIPA, berkompeten, tidak semua Apoteker
melakukan supervisi sesuai tugas
e. Apoteker memiliki STRA dan SIPA, berkompeten dan melakukan
supervisi sesuai dengan tugas masing-masing
3. Apakah ada bukti pelaksanaan sekurang-kurangnya satu kajian pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat yang didokumentasikan selama 12 bulan
terakhir?
a. Tidak ada pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat
b. Ada pelaksanaan, tidak ada bukti
c. Ada bukti pelaksanaan, tetapi tidak semua staf memahami pelaksanaannya
d. Ada pelaksanaan dan ada bukti, didokumentasikan lebih dari 1 tahun
e. Ada pelaksanaan dan ada bukti, didokumentasikan selama 12 bulan terakhir
4. Apakah ada bukti sumber informasi obat yang tepat, terkini, dan selalu tersedia
bagi semua yang terlibat dalam penggunaan obat?
a. Tidak ada sumber informasi obat
b. Ada sumber informasi obat, tidak ada bukti penggunaan
c. Ada sumber informasi obat dan ada bukti penggunaan, tetapi kurang update
d. Ada sumber informasi obat yang tepat dan bukti penggunaan, tetapi tidak
selalu tersedia
e. Ada sumber informasi obat yang tepat dan ada bukti penggunaan, terkini
(update), dan selalu tersedia
67
5. Apakah pelaporan kesalahan penggunaan obat terlaksana sesuai dengan
peraturan perundang-undangan?
a. Tidak ada kesalahan penggunaan obat
b. Ada kesalahan, tidak ada pelaporan
c. Ada pelaporan, tidak sesuai dengan undang-undang
d. Ada pelaporan, sesuai undang-undang, terlaksana hanya sebagian
e. Ada pelaporan, terlaksana sesuai dengan undang-undang
6. Apakah terlaksana tindak lanjut terhadap kesalahan penggunaan obat untuk
memperbaiki sistem manajemen dan penggunaan obat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan?
a. Tidak ada kesalahan penggunaan obat
b. Ada kesalahan penggunaan obat, tidak ada laporan
c. Ada pelaporan, tidak sesuai undang-undang, tidak memperbaiki sistem
d. Ada pelaporan, terlaksana sesuai undang, tidak memperbaiki sistem
e. Ada pelaporan, terlaksana sesuai undang-undang dan dapat memperbaiki
sistem manajemen serta penggunaan obat
PKPO 2 (Seleksi dan Pengadaan)
1. Apakah ada regulasi organisasi yang menyusun formularium Rumah Sakit
berdasar atas kriteria yang disusun secara kolaboratif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan?
a. Tidak ada formularium
b. Ada formluarium, tidak ada regulasi organisasi
c. Ada regulasi, formularium Rumah Sakit hanya sebagian berdasarkan
kriteria sesuai undang-undang
d. Ada regulasi, formularium Rumah Sakit berdasarkan kriteria, tidak sesuai
undang-undang
e. Ada regulasi, formularium Rumah Sakit berdasarkan kriteria, sesuai
undang-undang
2. Apakah ada bukti pelaksanaan apabila ada obat yang baru ditambahkan dalam
formularium maka ada proses untuk memantau bagaimana penggunaan obat
tersebut dan bila terjadi efek obat yang tidak diharapkan, efek samping serta
medication error?
a. Tidak ada formularium
b. Ada formularium, tidak sesuai undang-undang
c. Ada formularium dan penambahan obat baru, tetapi tidak ada bukti
d. Ada formularium dan bukti penambahan obat baru, tetapi tidak dipantau
ESO
e. Ada formularium dan bukti penambahan obat baru, dan ESO dipantau
68
3. Apakah ada bukti implementasi untuk memantau kepatuhan terhadap
formularium baik dari persediaan maupun penggunaannya?
a. Tidak ada formularium
b. Ada formularium, tidak sesuai undang-undang
c. Ada formularium, dipantau persediaan dan penggunaannya, tidak ada bukti
d. Ada formularium dan bukti pantauan kepatuhan, tetapi hanya sebagian
e. Ada formularium dan bukti pantauan kepatuhan dengan baik
4. Apakah ada bukti pelaksanaan formularium sekurang-kurangnya dikaji setahun
sekali berdasar atas informasi tentang keamanan dan efektivitas?
a. Tidak ada formularium
b. Ada formularium, tidak sesuai undang-undang
c. Ada formularium, sesuai undang-undang, tetapi tidak dikaji
d. Ada formularium, sesuai undang-undang, dikaji hanya apabila ada kejadian
e. Ada formularium, sesuai undang-undang, dikaji setahun sekali sesuai
kemanan dan efektivitas
PKPO 2.1
1. Apakah ada regulasi pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, serta berkhasiat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak sesuai undang-undang
c. Ada regulasi sesuai undang-undang, pelaksanaan pengadaan belum sesuai
d. Ada regulasi sesuai undang-undang, pelaksanaan pengadaan hanya
sebagian yang sesuai peraturan
e. Ada regulasi sesuai undang-undang, pelaksanaan pengadaan sesuai dengan
peraturan
2. Apakah ada bukti bahwa manajemen rantai pengadaan (supply chain
management) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan?
a. Tidak sesuai undang-undang
b. Tidak ada bukti, hanya sebagian sesuai undang-undang
c. Ada bukti, hanya sebagian sesuai undang-undang
d. Ada bukti, sesuai undang-undang, terlaksana hanya sebagian
e. Ada bukti, sesuai undang-undang, terlaksana dengan baik
3. Apakah ada bukti pengadaan obat berdasar atas kontrak?
a. Tidak ada pengadaan berdasar kontrak
69
b. Ada pengadaan yang hanya sebagian berdasar kontrak
c. Ada pengadaan berdasar kontrak, tidak ada bukti
d. Ada pengadaan berdasar kontrak, bukti hanya sebagian
e. Ada pengadaan berdasar kontrak dan ada bukti
PKPO 2.1.1
1. Apakah ada regulasi pengadaan bila sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai tidak ada dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi, dijalankan tidak sesuai SPO
d. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO, dipahami sebagian staf
e. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO, dipahami semua staf
2. Apakah ada bukti pemberitahuan kepada staf medis serta saran substitusinya?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak ada bukti
c. Ada regulasi dan bukti, tidak ada saran subtitusinya
d. Ada regulasi dan bukti serta saran subtitusinya, dipahami sebagian staf
e. Ada regulasi dan bukti serta saran subtitusinya, dipahami semua staf
3. Apakah ada bukti bahwa staf memahami dan mematuhi regulasi tersebut?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, staf tidak memahami
c. Ada regulasi, staf memahami sebagian
d. Ada regulasi, staf memahami, tapi tidak ada bukti
e. Ada regulasi, staf memahami, ada bukti
PKPO 3 (Penyimpanan)
1. Apakah ada regulasi tentang pengaturan penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang baik, benar, dan aman?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi hanya sediaan farmasi
c. Ada regulasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
d. Ada regulasi sediaan farmasi, alat kesehatan dan BHP, tapi tidak sesuai
SPO
e. Ada regulasi sediaan farmasi, alat kesehatan dan BHP sesuai SPO
70
2. Apakah ada bukti obat dan zat kimia yang digunakan untuk mempersiapkan
obat diberi label yang terdiri atas isi/nama obat, tanggal kadaluarsa, dan
peringatan khusus?
a. Tidak ada label
b. Ada label dan bukti terdiri atas isi/nama obat
c. Ada label dan bukti terdiri atas isi/nama obat dan tanggal kadaluarsa
d. Ada label dan bukti terdiri atas isi/nama obat, tanggal kadaluarsa, dan
peringatan khusus, tetapi hanya sebagian obat/zat kimia
e. Ada label dan bukti obat dan zat kimia terdiri atas isi/nama obat, tanggal
kadaluarsa, dan peringatan khusus
3. Apakah ada bukti implementasi proses penyimpanan obat yang tepat agar
kondisi obat tetap stabil, termasuk obat yang disimpan di luar Instalasi
Farmasi?
a. Tidak ada
b. Ada bukti hanya sebagian
c. Ada bukti, tidak sesuai SPO
d. Ada bukti hanya sebagian obat yang disimpan sesuai SPO
e. Ada bukti semua penyimpanan obat yang stabil sesuai SPO
4. Apakah ada bukti pelaksanaan dilakukan supervisi secara teratur oleh apoteker
untuk memastikan penyimpanan obat dilakukan dengan baik?
a. Tidak ada supervisi
b. Ada supervisi, oleh semua staf farmasi, tidak ada bukti
c. Ada supervisi oleh Apoteker, bukti hanya sebagian
d. Ada supervisi oleh Apoteker dan bukti, tetapi tidak teratur
e. Ada supervisi oleh Apoteker secara teratur dan ada bukti
5. Apakah ada bukti pelaksanaan obat dilindungi dari kehilangan serta pencurian
di semua tempat penyimpanan dan pelayanan?
a. Tidak ada keamanan
b. Ada keamanan, tidak dilindungi
c. Ada keamanan, dilindungi sebagian, tidak ada bukti
d. Ada keamanan, dilindungi, tidak ada bukti
e. Ada keamanan, dilindungi, ada bukti
71
PKPO 3.1
1. Apakah ada regulasi pengaturan tata kelola bahan berbahaya, serta obat
narkotika dan psikotropika yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan
perundang-undangan?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, hanya narkotika
c. Ada regulasi, narkotika dan psikotropika
d. Ada regulasi, narkotika, psikotropika, dan bahan berbahaya, tidak sesuai
undang-undang
e. Ada regulasi narkotika, psikotropika, dan bahan berbahaya, sesuai undang-
undang
2. Apakah ada bukti penyimpanan bahan berbahaya yang baik, benar, dan aman
sesuai dengan regulasi?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak sesuai peraturan
c. Ada regulasi secara baik
d. Ada regulasi secara baik dan aman tetapi tidak benar, tidak sesuai peraturan
e. Ada regulasi secara baik, benar, aman, sesuai peraturan
3. Apakah ada bukti penyimpanan obat narkotika serta psikotropika yang baik,
benar, dan aman sesuai dengan regulasi?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak sesuai peraturan
c. Ada regulasi secara baik
d. Ada regulasi secara baik dan aman tetapi tidak benar, tidak sesuai peraturan
e. Ada regulasi secara baik, benar, aman, sesuai peraturan
4. Apakah ada bukti pelaporan obat narkotika serta psikotropika secara akurat
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan?
a. Tidak ada pelaporan
b. Ada pelaporan, tidak ada bukti
c. Ada pelaporan hanya sebagian
d. Ada pelaporan dan bukti, tidak sesuai peraturan undang-undang
e. Ada pelaporan dan bukti, sesuai undang-undang
72
PKPO 3.2
1. Apakah ada regulasi Rumah Sakit tentang proses larangan menyimpan
elektrolit konsentrat di tempat rawat inap kecuali bila dibutuhkan secara klinik
dan apabila terpaksa disimpan di area rawat inap harus diatur keamanannya
untuk menghindari kesalahan?
a. Tidak ada elektrolit konsentrat
b. Ada regulasi elektrolit konsentrat, tidak sesuai undang-undang
c. Ada regulasi elektrolit konsentrat, sesuai undang-undang, tidak dijalankan
sesuai SPO
d. Ada regulasi elektrolit konsentrat, sesuai undang-undang, dijalankan sesuai
SPO kadang-kadang
e. Ada regulasi elektrolit konsentrat, sesuai undang-undang, dijalankan sesuai
SPO
2. Apakah ada bukti penyimpanan elektrolit konsentrat yang baik, benar, dan
aman sesuai dengan regulasi?
a. Tidak ada elektrolit konsentrat
b. Ada regulasi, penyimpanan tidak sesuai aturan
c. Ada regulasi penyimpanan yang baik dan aman
d. Ada regulasi penyimpanan yang baik dan aman, dan benar, tidak ada bukti
e. Ada regulasi dan bukti penyimpanan yang baik, aman dan benar sesuai
aturan
3. Apakah elektrolit konsentrat diberi label obat yang harus diwaspadai (high
alert) sesuai dengan regulasi?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak diberi label
c. Ada regulasi, diberi label high alert, tidak sesuai SPO
d. Ada regulasi, diberi label high alertsesuai SPO, tetapi hanya sebagian
e. Ada regulasi, semua elektrolit konsentrat diberi label high alertsesuai SPO
PKPO 3.3
1. Apakah ada regulasi pengaturan penyimpanan obat dengan ketentuan khusus?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi penyimpanan obat dengan ketentuan khusus, tetapi tidak
dijalankan
c. Ada regulasi penyimpanan obat dengan ketentuan khusus, dijalankan tetapi
tidak sesuai SPO
73
d. Ada regulasi penyimpanan obat dengan ketentuan khusus, dijalankan sesuai
SPO hanya sebagian
e. Ada regulasi penyimpanan obat dengan ketentuan khusus, dijalankan sesuai
SPO
2. Apakah ada bukti penyimpanan obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap
yang baik, benar, dan aman sesuai dengan regulasi?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi, dipahami staf, tidak ada bukti
d. Ada regulasi dan bukti pelaksanaan secara baik, benar dan aman, hanya
sebagian dipahami staf
e. Ada regulasi dan bukti pelaksanaan secara baik, benar dan aman, serta
dipahami staf
3. Apakah ada bukti penyimpanan obat program atau bantuan pemerintah/pihak
lain yang baik, benar, dan aman sesuai dengan regulasi?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan sesuai peraturan
c. Ada regulasi, dijalankan sesuai peraturan secara baik, benar dan aman,
tidak ada bukti
d. Ada regulasi dan bukti dijalankan sesuai peraturan secara baik dan aman
tetapi tidak benar sesuai peraturan
e. Ada regulasi dan bukti dijalankan sesuai peraturan secara baik, benar dan
aman
PKPO 3.4
1. Apakah ada regulasi pengelolaan obat emergency yang tersedia di unit-unit
layanan agar dapat segera dipakai untuk memenuhi kebutuhan darurat serta
upaya pemeliharaan dan pengamanan dari kemungkinan pencurian dan
kehilangan?
a. Tidak ada obat emergency dan tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tetapi tidak dijaga
c. Ada regulasi, dijaga tetapi tidak dilindungi
d. Ada regulasi, dijaga dan dilindungi tetapi tidak dirawat
e. Ada regulasi, dijaga, dilindungi dan dirawat
2. Apakah ada bukti persediaan obat emergency lengkap dan siap pakai?
a. Tidak ada obat emergency
74
b. Ada obat emergency, tapi tidak ada regulasi
c. Ada regulasi, tidak dijalankan
d. Ada regulasi, dijalankan, tidak ada bukti
e. Ada regulasi, dijalankan sesuai aturan dan ada bukti
3. Apakah ada bukti pelaksanaan supervisi terhadap penyimpanan obat
emergencydan segera diganti apabila dipakai, kadaluwarsa, atau rusak?
a. Tidak ada obat emergency
b. Ada obat emergency, tapi tidak ada regulasi
c. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO, tidak ada bukti
d. Ada regulasi, dijalankan kadang-kadang, ada bukti pelaksanaan
e. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO, ada bukti
PKPO 3.5
1. Apakah ada regulasi penarikan kembali (recall) dan pemusnahan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak layak pakai
karena rusak, mutu substandard, atau kadaluwarsa?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO, tidak ada bukti
d. Ada regulasi, dijalankan kadang-kadang, ada bukti pelaksanaan
e. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO dan ada bukti
2. Apakah ada bukti pelaksanaan penarikan kembali (recall) sesuai dengan
regulasi yang ditetapkan?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO, tidak ada bukti
d. Ada regulasi, dijalankan kadang-kadang, ada bukti pelaksanaan
e. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO dan ada bukti
3. Apakah ada bukti pelaksanaan pemusnahan sesuai dengan regulasi yang
ditetapkan?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO, tidak ada bukti
d. Ada regulasi, dijalankan kadang-kadang, ada bukti pelaksanaan
e. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO dan ada bukti
75
PKPO 4 (Peresepan dan Penyalinan)
1. Apakah ada regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan
secara benar, lengkap, dan terbaca, serta menetapkan staf medis yang
kompeten dan berwenang untuk melakukan peresepan/permintaan obat dan
instruksi pengobatan?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi, dijalankan, tidak sesuai SPO
d. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO, oleh staf medis yang kurang
berkompeten
e. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO oleh staf yang kompeten
2. Apakah ada bukti peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan
dilaksanakan oleh staf medis yang kompeten serta berwenang?
a. Tidak ada
b. Dilaksanakan oleh staf medis yang kurang kompeten, tidak ada bukti
c. Dilaksanakan oleh staf medis kompeten, tidak ada bukti
d. Dilaksanakan oleh staf medis yang kompeten, tapi tidak berwenang
e. Dilaksanakan oleh staf medis yang kompeten dan berwenang, ada bukti
3. Apakah ada bukti pelaksanaan apoteker melakukan rekonsiliasi obat pada saat
pasien masuk, pindah unit pelayanan, dan sebelum pulang?
a. Tidak dilakukan
b. Dilakukan oleh staf medis, bukan Apoteker
c. Dilakukan oleh Apoteker, hanya pada satu situasi
d. Dilakukan oleh Apoteker, pada dua situasi
e. Dilakukan oleh Apoteker dari tida situasi yaitu pasien masuk, pindah unit
dan sebelum pulang, ada bukti
4. Apakah rekam medis memuat riwayat penggunaan obat pasien?
a. Tidak memuat
b. Memuat sebagian obat pada sebagian pasien
c. Memuat semua obat tetapi hanya sebagian pasien
d. Memuat hanya sebagian obat pada semua pasien
e. Memuat semua riwayat penggunaan obat pada semua pasien
76
PKPO 4.1
1. Apakah ada regulasi syarat elemen resep lengkapsertapenetapandan penerapan
langkah-langkah untuk pengelolaanperesepan/permintaan obat, instruksi
pengobatan yang tidak benar, tidak lengkap, dan tidak terbaca agar hal tersebut
tidak terulang kembali?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi, dijalankan kadang-kadang
d. Ada regulasi, dijalankan, dipahami sebagian staf
e. Ada regulasi, dijalankan dan dipahami semua staf
2. Apakah ada bukti pelaksanaan evaluasi syarat elemen resep lengkap?
a. Tidak ada pelaksanaan
b. Ada pelaksanaan, tetapi hanya kadang-kadang
c. Ada pelaksanaan, dipahami semua staf staf, tidak ada bukti
d. Ada pelaksanaan dan ada bukti, dipahami sebagian staf
e. Ada pelaksanaan dan ada bukti, dipahami semua staf
3. Apakah ada bukti pelaksanaan proses pengelolaan resep yang tidak benar, tidak
lengkap, dan tidak terbaca?
a. Tidak ada proses
b. Ada proses, tidak sesuai SPO
c. Ada proses, sesuai SPO, tidak ada bukti
d. Ada proses, hanya pada resep tidak lengkap dan tidak terbaca, ada bukti
e. Ada proses, semua pelaksanaan sesuai SPO dan ada bukti
PKPO 4.2
1. Apakah ada daftar staf medis yang kompeten dan berwenang membuat atau
menulis resep yang tersedia di semua unit pelayanan?
a. Tidak ada
b. Ada daftar, tetapi kurang berkompeten
c. Ada daftar, staf berkompeten, tetapi tidak berwenang
d. Ada daftar, staf berkompeten, dan berwenang, belum mengkuti pelatihan
e. Ada daftar, staf berkompeten, berwenang, dan telah mengkuti pelatihan
2. Apakah ada bukti pelaksanaan Rumah Sakit menetapkan dan melaksanakan
proses untuk membatasi jika diperlukan jumlah resep atau jumlah pemesanan
obat yang dapat dilakukan oleh staf medis yang diberi kewenangan?
77
a. Tidak ada proses
b. Ada proses, tidak ada bukti
c. Ada proses, staf tidak memahami
d. Ada proses dan bukti, dipahami sebagian staf
e. Ada proses dan bukti, dipahami semua staf
3. Apakah ada bukti staf medis yang kompeten dan berwenang membuat atau
menulis resep atau memesan obat dikenal dan diketahui oleh unit layanan
farmasi atau oleh lainnya yang menyalurkan obat?
a. Tidak ada proses
b. Ada proses, tidak ada bukti
c. Ada proses, staf farmasi tidak memahami
d. Ada proses dan bukti, diketahui semua staf, tetapi dipahami sebagian staf
farmasi
e. Ada proses dan bukti, dipahami dan diketahui semua staf farmasi
PKPO 4.3
1. Apakah ada bukti pelaksanaan obat yang diberikan dicatat dalam satu daftar di
rekam medis untuk setiap pasien berisi: identitas pasien, nama obat, dosis, rute
pemberian, waktu pemberian, nama dokter dan keterangan bila perlu
taperingoff, titrasi, dan rentang dosis?
a. Tidak ada pelaksanaan
b. Ada pelaksanaan, hanya identitas pasien dan nama obat
c. Ada pelaksanaan meliputi identitas pasien, dokter dan nama obat
d. Ada pelaksanaan meliputi identitas pasien, dokter, nama obat, dan dosis
e. Ada pelaksanaan dan bukti semua elemen dicatat di rekam medis
2. Apakah ada bukti pelaksanaan daftar tersebut di atas disimpan dalam rekam
medis pasien dan menyertai pasien ketika pasien dipindahkan dan salinan
daftar tersebut diserahkan kepada pasien saat pulang?
a. Tidak ada pelaksanaan
b. Ada pelaksanaan dan disimpan dalam rekam medis, tidak ada bukti
c. Ada pelaksanaan dan bukti, disimpan dalam rekam medis
d. Ada pelaksanaan dan bukti, disimpan dalam rekam medis, salinan tidak
diserahkan pasien
e. Ada pelaksanaan dan disimpan dalam rekam medis, serta salinan
diserahkan pada pasien saat pulang
78
PKPO 5 (Persiapan dan Penyerahan)
1. Apakah ada regulasi penyiapan dan penyerahan obat yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan praktik profesi?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi, dijalankan, tidak sesuai undang-undang
d. Ada regulasi, dijalankan hanya saat penyerahan obat, sesuai undang-
undang
e. Ada regulasi, dijalankan saat penyiapan dan penyerahan obat yang sesuai
undang-undang
2. Apakah ada bukti pelaksanaan staf yang menyiapkan produk steril dilatih,
memahami, serta mempraktikkan prinsip penyiapan obat dan teknik aseptic?
a. Tidak ada pelaksanaan
b. Ada pelaksanaan, tidak ada bukti
c. Ada pelaksanaan, oleh staf yang belum terlatih
d. Ada pelaksanaan, oleh staf yang terlatih, tidak ada bukti
e. Ada pelaksanaan dan bukti oleh staf yang terlatih
3. Apakah ada bukti pencampuran obat intravena, epidural, dan nutrisi parenteral
serta pengemasan kembali obat suntik dilakukan sesuai dengan praktik profesi?
a. Tidak ada pelaksanaan
b. Ada pelaksanaan, tidak ada bukti
c. Ada pelaksanaan, tidak sesuai praktik profesi
d. Ada pelaksanaan, sesuai praktik profesi, tidak ada bukti
e. Ada pelaksanaan dan bukti, sesuai praktik profesi, dipahami semua staf
PKPO 5.1
1. Apakah ada regulasi penetapan sistem yang seragam untuk penyiapan dan
penyerahan obat?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, hanya penyiapan obat
c. Ada regulasi, hanya penyerahan obat
d. Ada regulasi, penyiapan dan penyerahan obat tetapi tidak seragam
e. Ada regulasi, penyiapan dan penyerahan obat yang seragam
2. Apakah ada bukti pelaksanaan proses pengkajian resep?
a. Tidak ada pelaksanaan
79
b. Ada pelaksanaan, tidak ada bukti
c. Ada pelaksanaan, tidak sesuai SPO
d. Ada pelaksanaan, sesuai SPO, tidak ada bukti
e. Ada pelaksanaan dan bukti, sesuai SPO
3. Apakah setelah persiapan, obat diberi label meliputi identitas pasien, nama
obat, dosis atau konsentrasi, cara pemakaian, waktu pemberian, tanggal
disiapkan, dan tanggal kadaluarsa?
a. Label meliputi identitas pasien dan cara pemakaian
b. Label meliputi identitas pasien, nama obat dan cara pemakaian
c. Label meliputi identitas pasien, nama obat, cara pemakaian, dan tanggal
disiapkan
d. Label meliputi identitas pasien, nama obat, cara pemakaian, tanggal
disiapkan dan tanggal kadaluarsa
e. Label meliputi semua elemen
4. Apakah ada bukti pelaksanaan telaah obat?
a. Tidak ada pelaksanaan
b. Ada pelaksanaan, tidak ada bukti
c. Ada pelaksanaan, hanya sampai administratif
d. Ada pelaksanaan, hanya administratif dan farmasetis
e. Ada pelaksanaan, administratif, farmasetis dan klinis
5. Apakah ada bukti pelaksanaan penyerahan obat dalam bentuk yang siap
diberikan?
a. Tidak ada pelaksanaan
b. Ada pelaksanaan, tidak ada bukti
c. Ada pelaksanaan, tidak semua resep
d. Ada pelaksanaan pada semua resep, tidak ada bukti
e. Ada pelaksanaan dan bukti penyerahan yang siap diberikan pada semua
resep
6. Apakah ada bukti penyerahan obat tepat waktu?
a. Tidak ada pelaksanaan
b. Ada pelaksanaan, tidak ada bukti
c. Ada pelaksanaan, tidak tepat waktu
d. Ada pelaksanaan dan ada bukti, tidak sesuai SPO
e. Ada pelaksanaan dan ada bukti, tepat waktu serta sesuai SPO
80
PKPO 6 Pemberian (Administration) Obat
1. Apakah ada penetapan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk
memberikan obat termasuk pembatasannya?
a. Tidak ada
b. Ada staf klinis, tidak berkompeten
c. Ada staf klinis, berkompeten, tetapi tidak berwenang
d. Ada staf klinis, berkompeten dan berwenang, tidak sesuai SPO
e. Ada staf klinis berkompeten dan berwenang, sesuai SPO
2. Apakah ada bukti pelaksanaan pemberian obat oleh staf klinis yang kompeten
dan berwenang sesuai dengan surat izin terkait profesinya dan peraturan
perundang-undangan?
a. Tidak ada pelaksanaan
b. Ada pelaksanaan, tidak ada bukti
c. Ada pelaksanaan, staf klinis tidak berkompeten
d. Ada pelaksanaan, staf klinis berkompeten tetapi tidak berwenang
e. Ada pelaksanaan dan bukti, staf klinis berkompeten dan berwenang
PKPO 6.1
1. Apakah ada regulasi verifikasi sebelum penyerahan obat kepada pasien?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi verifikasi tidak semua resep
d. Ada regulasi verifikasi resep, hanya sebagian pasien rawat jalan/rawat inap
e. Ada regulasi verifikasi semua resep pada setiap pasien
2. Apakah ada bukti pelaksanaan verifikasi sebelum obat diserahkan kepada
pasien?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi, dijalankan, tidak ada bukti
d. Ada regulasi, dijalankan dan ada bukti pada resep sebagian pasien rawat
jalan/rawat inap
e. Ada regulasi, dijalankan dan ada bukti pada semua resep pasien
3. Apakah ada bukti pelaksanaan double check untuk obat yang harus diwaspadai
(high alert)?
a. Tidak ada pelaksanaan
81
b. Ada pelaksanaan kadang-kadang, tidak ada bukti
c. Ada pelaksanaan, hanya pada sebagian obat high alert tertentu
d. Ada pelaksanaan sesuai SPO, tidak ada bukti
e. Ada pelaksanaan dan ada bukti pada semua obat high alert, sesuai SPO
PKPO 6.2
1. Apakah ada regulasi pengobatan oleh pasien sendiri?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi, dijalankan kadang-kadang
d. Ada regulasi, dijalankan, tetapi tidak sesuai SPO
e. Ada regulasi, dijalankan sesuai SPO
2. Apakah ada bukti pelaksanaan pengobatan obat oleh pasien sendiri sesuai
dengan regulasi?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak ada pelaksanaan
c. Ada regulasi dan pelaksanaan, tidak ada bukti
d. Ada regulasi dan bukti pelaksanaan, tidak sesuai SPO
e. Ada regulasi dan bukti pelaksanaan sesuai SPO
3. Apakah ada proses monitoring terhadap pengobatan oleh pasien sendiri?
a. Tidak ada proses
b. Ada proses, tidak dilakukan dengan baik
c. Ada proses monitoring, pada pasien rawat jalan
d. Ada proses monitoring, pada pasien rawat inap
e. Ada proses monitoring pada semua pasien
PKPO 7 Pemantauan (monitor)
1. Apakah ada regulasi pemantauan efek obat dan efek samping obat serta dicatat
dalam status pasien?
a. Tidak ada egulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi, dipantau hanya efek obat
d. Ada regulasi, dipantau efek obat dan ESO pada sebagian pasien
e. Ada regulasi, dipantau efek obat dan ESO pada semua pasien
82
2. Apakah ada bukti pelaksanaan pemantauan terapi obat?
a. Tidak ada pelaksanaan
b. Ada pelaksanaan, tidak ada bukti
c. Ada pelaksanaan, hanya sebagian
d. Ada pelaksanaan, tidak sesuai SPO
e. Ada pelaksanaan dan bukti, sesuai SPO
3. Apakah ada bukti pemantauan efek samping obat dan pelaporannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan?
a. Tidak ada pemantauan
b. Ada pemantauan, tidak ada bukti
c. Ada pemantauan ESO, tidak dilaporkan
d. Ada pemantauan ESO, dan bukti pelaporan, tidak sesuai undang-undang
e. Ada pemantauan ESO, dan bukti pelaporan sesuai undang-undang
PKPO 7.1
1. Apakah ada regulasi medication safety yang bertujuan mengarahkan
penggunaan obat yang aman dan meminimalisasi kemungkinan terjadi
kesalahan penggunaan obat sesuai dengan peraturan perundang-undangan?
a. Tidak ada regulasi
b. Ada regulasi, tidak dijalankan
c. Ada regulasi, dijalankan kadang-kadang
d. Ada regulasi, dijalankan, tidak sesuai undang-undang
e. Ada regulasi, dijalankan sesuai undang-undang
2. Apakah ada bukti pelaksanaan Rumah Sakit mengumpulkan dan memonitor
seluruh angka kesalahan penggunaan obat termasuk kejadian tidak diharapkan,
kejadian sentinel, kejadian nyaris cedera, dan kejadian tidak cedera?
a. Tidak ada pelaksanaan
b. Ada pelaksanaan, tidak ada bukti
c. Ada pelaksanaan, hanya pengumpulan data
d. Ada pelaksanaan, pengumpulan data dan memonitor, tidak sesuai SPO
e. Ada pelaksanaan, pengumpulan data dan memonitor, sesuai SPO
3. Apakah ada bukti Instalasi Farmasi mengirimkan laporan kesalahan
penggunaan obat (medication error) kepada tim keselamatan pasien Rumah
Sakit?
a. Tidak ada tim keselamatan Rumah Sakit
b. Tidak ada laporan kesalahan penggunaan obat (medication error)
83
c. Ada pelaporan, tidak ada bukti
d. Ada pelaporan dan bukti kesalahan penggunaan obat (medication error),
tidak sesuai SPO
e. Ada pelaporan dan bukti kesalahan penggunaan obat (medication error),
sesuai SPO
4. Apakah ada bukti tim keselamatan pasien Rumah Sakit menerima laporan
kesalahan penggunaan obat (medication error) dan mencari akar masalah atau
investigasi sederhana, solusi dan tindak lanjutnya, serta melaporkan kepada
Komite Nasional Keselamatan Pasien?
a. Tidak ada tim keselamatan Rumah Sakit
b. Tidak ada laporan kesalahan penggunaan obat (medication error)
c. Ada bukti pelaporan tim keselamatan pasien Rumah Sakit, tidak mencari
akar masalah
d. Ada bukti pelaporan tim keselamatan pasien Rumah Sakit, mencari akar
masalah, tidak dilaporkan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien
e. Ada bukti pelaporan secara keseluruhan dan dilaporkan kepada Komite
Nasional Keselamatan Pasien
5. Apakah ada bukti pelaksanaan Rumah Sakit melakukan upaya mencegah dan
menurunkan kesalahan penggunaan obat (medication error)?
a. Tidak ada pelaksanaan
b. Ada pelaksanaan, tidak ada bukti
c. Ada pelaksanaan untuk mencegah dan menurunkan kesalahan penggunaan
obat (medication error), tetapi kadang-kadang
d. Ada pelaksanaan dan bukti untuk mencegah dan menurunkan kesalahan
penggunaan obat (medication error), tidak sesuai SPO
e. Ada pelaksanaan dan bukti untuk mencegah dan menurunkan kesalahan
penggunaan obat (medication error), sesuai SPO
84
Lampiran 2. Pertanyaan wawancara
1. Bagaimana pelaksanaan pemberian obat yang dilaksanakan sesuai undang-
undang?
2. Bagaimana perencanaan dan penggunaan obat dalam Rumah Sakit?
3. Supervisi apa yang telah diberikan kepada petugas yang berada di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit?
4. Bagaimana proses pengadaan dan cara mengatasi bila obat tidak tersedia atau
persediaan habis di Rumah Sakit?
5. Bagaimana proses formulir usulan obat baru atau daftar obat baru yang
dilakukan di Rumah Sakit?
6. Bagimana proses penyimpanan obat yang sesuai dengan stabilitasnya?
7. Bagaimana tindakan medication safety yang bertujuan mengarahkan
penggunaan obat yang aman dan meminimalisasi kemungkinan terjadi
kesalahan penggunaan obat sesuai dengan peraturan perundang-undangan?
8. Bagaimana pelabelan obat high alert dan LASA atau NORUM?
9. Bagaimana proses penggantian obat emergency, kadaluarsa atau rusak?
10. Bagaimana penarikan kembali (recall) dan pemusnahan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak layak pakai karena rusak,
mutu substandard, atau kadaluwarsa?
11. Bagaimana rekam medis memuat riwayat penggunaan obat pasien?
12. Bagaimana Rumah Sakit melakukan upaya mencegah dan menurunkan
kesalahan penggunaan obat (medication error)?
13. Bagaimana proses mengidentifikasi kelengkapan resep bila ada masalah dan
pesanan atau resep tidak jelas?
14. Bagaimana cara mengatasi pesanan atau resep yang ditulis oleh dokter bila
resep tidak jelas dan bermasalah?
15. Bagaimana cara penyiapan dan penyaluran obat serta pendistribusian obat di
Rumah Sakit?
85
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian
Skor dalam tabel merupakan hasil jawaban kuesioner dalam bentuk angka dari 74
elemen pertanyaan pada 7 PKPO.
PKPO NO SKOR KUESIONER RESPONDEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
PKPO 1
1 1 2 1 2 1 1 2 1 2 2 1 1 2 1 2
2 2 1 1 2 2 1 1 1 2 2 1 2 2 1 1
3 2 3 2 3 3 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2
4 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1
5 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1
6 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2
PKPO 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
4 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2
PKPO 2.1
1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3
3 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1
PKPO 2.1.1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1
PKPO 3
1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2
2 2 3 3 3 2 3 2 3 2 2 3 2 3 2 2
3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
4 3 3 2 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3
5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
PKPO 3. 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 2 1 2 2 2
4 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1
PKPO 3.2
1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 2
2 2 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1
PKPO 3.3
1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2
2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 1 2 2
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
86
PKPO NO SKOR KUESIONER RESPONDEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
PKPO 3.4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 2 3 3 1 3 1 3 2 1 3 1 2 1 3 1
PKPO 3.5
1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 2 2 2
2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2
3 2 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2
PKPO 4
1 2 2 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 1 1 1
2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 1
3 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1
4 1 1 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1 2 1 1
PKPO 4.1
1 2 1 1 2 1 1 2 1 2 2 1 1 2 1 2
2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2
3 3 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 2
PKPO 4.2
1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1
2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2
3 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1
PKPO 4.3 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 2 1
2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2
PKPO 5
1 1 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2
2 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1
3 1 3 1 1 2 2 1 2 1 1 1 3 1 1 1
PKPO 5.1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3
4 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1
5 2 1 1 2 2 1 2 1 2 2 1 1 3 1 3
6 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1
PKPO 6 1 1 3 1 1 2 1 2 1 2 1 1 3 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
PKPO 6.1
1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1
PKPO 6.2
1 2 1 1 2 2 1 2 2 1 2 2 1 1 1 2
2 2 1 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 2 2 2
3 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2
87
PKPO NO SKOR KUESIONER RESPONDEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
PKPO 7
1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1
2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 3 2 3
3 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 1 2
PKPO 7.1
1 3 3 2 2 3 2 2 2 3 3 2 3 2 2 2
2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1
4 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2 1 2 2
5 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1
Hasil penilaian dari kuesioner pada masing-masing responden tersebut kemudian
ditotal sesuai dengan PKPO 1 sampai dengan 7.
88
TOTAL HASIL KUESINOER 7 PKPO DARI MASING-MASING RESPONDEN
PKPO JUMLAH SKOR KUESIONER RESPONDEN
Nilai terbaik Kuesioner 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
PKPO 1 9 10 8 10 9 8 9 8 10 10 8 9 10 8 9 6
PKPO 2 16 16 16 15 15 16 16 16 16 16 16 16 16 15 16 10
PKPO 3 31 31 32 30 30 32 31 32 28 32 31 29 33 33 33 21
PKPO 4 18 18 17 18 19 15 19 16 17 18 17 17 18 18 17 12
PKPO 5 14 14 13 14 14 15 14 13 14 14 14 14 14 14 14 9
PKPO 6 12 12 11 12 11 12 11 11 12 11 11 12 11 12 12 8
PKPO 7 14 13 11 13 13 13 14 13 14 13 13 12 14 11 13 8
Nilai terbaik dari masing-masing PKPO tersebut di bagi dengan hasil kuesioner responden, selanjutnya dikalikan 100%, dan dari
persentase 15 responden dirata-rata, sehingga mendapatkan persentase masing-masing PKPO. Total persentase dari 7 PKPO dirata-
rata untuk mengetahui nilai yang didapatkan secara keseluruhan.
89
NILAI HASIL KUESIONER 7 PKPO DARI MASING-MASING RESPONDEN (DALAM %)
PKPO NILAI KUESIONER RESPONDEN (%)
RATA-RATA (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
PKPO 1 66,7 60 75 60 66,7 75 66,7 75 60 60 75 66,7 60 75 66,7 67,2
PKPO 2 62,5 62,5 62,5 66,7 66,7 62,5 62,5 62,5 62,5 62,5 62,5 62,5 62,5 66,7 62,5 63,3
PKPO 3 77,4 77,4 75 80 80 75 77,4 75 85,7 75 77,4 82,8 72,7 72,7 72,7 77,1
PKPO 4 72,2 72,2 76,5 72,2 68,4 86,7 68,4 81,3 76,5 72,2 76,5 76,5 72,2 72,2 76,5 74,7
PKPO 5 71,4 71,4 76,9 71,4 71,4 66,7 71,4 76,9 71,4 71,4 71,4 71,4 71,4 71,4 71,4 71,8
PKPO 6 75 75 81,8 75 81,8 75 81,8 81,8 75 81,8 81,8 75 81,8 75 75 78,2
PKPO 7 57,1 61,5 72,7 61,5 61,5 61,5 57,1 61,5 57,1 61,5 61,5 66,7 57,1 72,7 61,5 62,2
TOTAL 7 PKPO 494,6
NILAI KESELURUHAN 70,7
90
Lampiran 4. Metode Matriks (NACCHO, 2012)