strategi pengembangan usaha batik banyuwangi … · keunggulan komparatif dalam ragam batik...

16
Bidang Ilmu : Sosial Ekonomi Tipe Penelitian : Inovatif PENELITIAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DI KABUPATEN BANYUWANGI OLEH TIM PENELITI AKADEMI KELAUTAN BANYUWANGI Tim peneliti : Dr. Moh. Haris Balady, SE., MM Shodiq Suwarso, SE Galih Satriyo, SE Ana Rosdiana, S.Pd Fandi Ahmad, SE LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT AKADEMI KELAUTAN BANYUWANGI 2012

Upload: nguyenngoc

Post on 06-Mar-2019

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

Bidang Ilmu : Sosial Ekonomi

Tipe Penelitian : Inovatif

PENELITIAN

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI

DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI

MASYARAKAT DI KABUPATEN BANYUWANGI

OLEH

TIM PENELITI AKADEMI KELAUTAN BANYUWANGI

Tim peneliti :

Dr. Moh. Haris Balady, SE., MM

Shodiq Suwarso, SE

Galih Satriyo, SE Ana Rosdiana, S.Pd

Fandi Ahmad, SE

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT

AKADEMI KELAUTAN BANYUWANGI

2012

Page 2: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

2

ABSTRAKSI

Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus bertambah.

Pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan laju pertumbuhan ekonomi

akan menimbulkan banyak permasalahan terutama mengenai masalah

ketenagakerjaan.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh strategi pengembangan Usaha

Batik Banyuwangi. Pembahasan difokuskan pada penerapan analisis SWOT dan

Theory of Planned Behavior. Pembahasan difokuskan kondisi eksternal dan

internal usaha batik banyuwangi serta pengaruh variabel Sikap, Norma Subjektif

dan Kontrol Keprilakuan terhadap Perilaku Menggunakan Batik Banyuwangi.

Populasi untuk penerapan Theory of Planned Behavior dalam penelitian ini

adalah pengguna Batik di kota Banyuwangi. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah accidental sampling, sedangkan pengumpulan data dengan

menggunakan kuesener dengan jumlah sampel sebanyak 135 responden. Metode

yang digunakan untuk mengukur jawaban yang diberikan responden dalam

penelitian ini adalah skala likert. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis

dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Sementara itu untuk analisis

SWOT dilakukan pengumpulan data dan analisa kondisi lingkungan eksternal

dan internal usaha Batik Banyuwangi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan, sikap dan norma

subyektif serta kontrol keperilakuan pengguna batik Banyuwangi berpengaruh

signifikan terhadap perilaku menggunakan Batik Banyuwangi. Sedangkan secara

parsial menunjukkan hasil bahwa norma subyektif tidak berpengaruh signifikan

terhadap terhadap perilaku menggunakan batik banyuwangi. Berdasarkan hasil

Analisis SWOT, diperoleh hasil bahwa Usaha Batik banyuwangi dalam situasi

menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak menghadapi

beberapa kendala/kelemahan internal. Dari hasil ini, fokus strategi yang harus

dilakukan pengusaha Batik Banyuwangi adalah dengan melakukan penguatan

terlebih dahulu sebelum rencana dilaksanakan. Meminimalkan kelemahan internal

dengan memanfaatkan peluang eksternal dapat merebut pasar yang lebih baik

(turn around).

Kata kunci: SWOT, Sikap, Norma Subjektif, Kontrol Keprilakuan, Perilaku

Page 3: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

3

I. PENDAHULUAN

Sektor usaha bisnis merupakan salah satu sektor yang potensial untuk

mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, terbukti Jepang, Amerika, Cina dan

beberapa negara yang mendapatkan predikat sebagai negara maju yang

mengandalkan pertumbuhan perekonomian dalam negerinya dengan usaha bisnis.

Seringkali usaha bisnis dijadikan ukuran kemandirian suatu bangsa.

Usaha bisnis batik merupakan salah satu dari sekian banyak usaha bisnis yang

dikembangkan di Kabupaten Banyuwangi serta turut memberikan kontribusi

terhadap ekonomi masyarakat setempat. Sejak ditetapkan hari batik pada tanggal

02 Oktober 2009, tren penggunaan batik pada pakaian mulai meningkat. Gairah

perkembangan bisnis batik mulai terasa menggeliat termasuk di Banyuwangi.

Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting

dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan tetapi, ternyata

sampai saat ini di pasaran batik, terutama pada level nasional masih didominasi

oleh batik-batik asal Yogyakarta, Solo, maupun Pekalongan. Batik Banyuwangi

secara umum masih belum mendapatkan tempat di hati konsumen batik nusantara

meskipun batik Banyuwangi aktif dalam pameran-pameran hingga tingkat

nasional. Selain faktor “Brain” atau merk yang melekat pada batik keraton, faktor

harga juga mengambil peranan penting dalam kompetisi.

Perkembangan usaha bisnis batik idealnya cukup mampu memberdayakan

masyarakat sekitar meningkatkan ekonomi di daerah, dengan kemampuannya

menyediakan lapangan kerja terutama bagi mereka yang tidak mempunyai lahan

pertanian dan tidak bekerja di bidang pertanian dan tidak memberikan pendapatan

bagi masyarakat desa. Ibu Fonny, pengusaha batik Banyuwangi di Kelurahan

Temenggungan mengeluhkan pasar batik yang didominasi oleh batik luar

Banyuwangi. Masyarakat Banyuwangi banyak yang menggunakan batik Yogya

atau Pekalongan serta batik Madura yang akhir-akhir ini berhasil menarik pasar.

Beberapa instansi pemerintah maupun swasta banyak yang tidak menggunakan

batik Banyuwangi sebagai seragam kantor (Balady, 2012).

Salah satu hal paling penting dalam pengembangan pemikiran bisnis adalah

mengenali konsumen dalam melakukan pengambilan keputusan pembelian produk

(Kotler, 2000). Pemahaman tentang konsumen yang diperoleh melalui penelitian

ilmiah pada umumnya dipandang lebih dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya sebagai bahan penyusunan strategi pemasaran.

Berkaitan dengan strategi pemasaran batik, pemahaman perilaku konsumen

memang diperlukan seperti yang dikemukakan oleh Handoyo (1992) bahwa:

“Konsumen terlihat selalu berubah perilakunya dalam membeli. Dengan

mempelajari perilaku konsumen para produsen akan banyak memperoleh

informasi tentang keterlibatan konsumen secara langsung dalam mendapatkan,

mengkonsumsi dan sekaligus menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses

keputusan yang mendahului tindakan ini (Engel, Blackwell & Miniard, 1994).

Swasta dan Handoko (1997) menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah

kegiatan-kegiatan individu secara langsung terlibat dalam hal mendapatkan dan

mempergunakan barang dan jasa termasuk didalamnya proses pengambilan

keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Dengan

mempelajari sikap konsumen, maka perusahaan akan mudah memilih kebijakan

Page 4: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

4

yang tepat untuk mempengaruhi konsumen agar membeli atau menggunakan

produk atau jasa.

Untuk memprediksi perilaku konsumen secara lebih akurat para pakar dan

peneliti pemasaran secara terus menerus melakukan berbagai penelitian-penelitian

sehingga menghasilkan teori baru. Theory of Planned Behavior yang merupakan

pengembangan dari Theory of Reason Action telah muncul sebagai suatu alternatif

untuk memprediksi perilaku secara lebih akurat (Ajzen,1987). Menurut Darmesta

(1998), dalam Theory of Planned Behavior terdapat 3 variabel yang berkaitan

dengan teori ini. Ketiga variabel tersebut adalah sikap, norma subyektif dan

kontrol keperilakuan. Ketiga variabel tersebut berpengaruh terhadap minat

berperilaku yang nantinya membentuk perilaku seorang konsumen. Dalam

kegiatan pemasaran, teori ini dapat digunakan untuk memprediksi penjualan

dimasa yang akan datang oleh perusahaan dalam memasarkan produknya dengan

didasarkan pada sikap, norma subyektif dan kontrol keperilakuan konsumen.

Penelitian tentang perilaku konsumen khususnya niat dan perilaku telah

banyak dilakukan. Fusiler dan Durilabhji (2005) dan George (2002) melakukan

penelitian untuk memprediksi niat dan perilaku berbelanja dengan menggunakan

teori sikap yang telah banyak digunakan dalam berbagai riset niat dan atau

perilaku konsumen, yaitu Theory of Planned Behavior (selanjutnya disingkat

TPB). TPB pada dasarnya merupakan pengembangan dari Theory of Reasoned

Action (Ajzen dan Fishbein, 1975) (selanjutnya disingkat TRA). Dalam TRA ini,

Ajzen (1980) menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku

menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih

lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan

perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan

dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang kedua berhubungan dengan

pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms).

Uraian singkat mengenai permasalahan batik di atas menjadi alasan yang

melatarbelakangi penulisan penelitian mengenai usaha batik. Problematika seputar

batik dan usaha bisnis batik, menggerakkan tim peneliti mencari formulasi tepat

yang nantinya dapat dijadikan sebagai strategi pengembangan usaha bisnis batik

di Kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan analisis SWOT dan Theory of Planned

Behaviour yang terdiri dari variabel sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku

yang dikemukakan oleh Ajzen (1987), penelitian ini bertujuan menghasilkan

strategi Strategi Pengembangan Usaha bisnis Batik Banyuwangi di Kabupaten

Banyuwangi.

II. PROSEDUR PENELITIAN

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori dan

penelitian terdahulu, maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian seperti

Gambar sebagai berikut :

Page 5: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

5

Gambar Kerangka konseptual penelitian

Adapun rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Sikap, Kontrol Perilaku dan Norma Subjektif konsumen berpengaruh

secara simultan terhadap perilaku menggunakan batik banyuwangi.

b) Sikap, Kontrol Perilaku dan Norma Subjektif konsumen berpengaruh

secara parsial terhadap perilaku menggunakan batik banyuwangi.

c) Variabel Norma Subjektif konsumen berpengaruh dominan terhadap

perilaku membeli batik banyuwangi.

d) Berdasarkan analisis SWOT dan theory of planned behavior Diketahui

Strategi yang tepat untuk mengembangkan usaha Batik di Kabupaten

Banyuwangi.

lokasi penelitian ini berada di wilayah Banyuwangi. Dalam penelitian ini

populasi penelitian yaitu masyarakat banyuwangi yang mengenal batik

Banyuwangi dan pernah membeli serta mengenakan batik Banyuwangi.

Penelitian ini merupakan penelitian survei. Metode pengambilan sampel

menggunakan teknik Accidental sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara

mengambil responden yang bisa ditemui, digunakannya teknik pengambilan

sampel ini karena kesederhanaan prosedur dan jumlah populasi secara

keseluruhan tidak diketahui. Adapun syarat dari responden adalah responden

mengetahui batik banyuwangi dan bertempat tinggal diwilayah banyuwangi.

Jumlah sampel yang diambil untuk diteliti 135 sampel, hal ini telah sesuai dengan

ketentuan yang disyaratkan (Malhotra, 1996).

Metode statistik inferensial yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

persamaan regresi linier berganda. Sementara metode analisa kualitatif yang

digunakan adalah analisis SWOT. Rangkuti (2001), analisis SWOT adalah

identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi

perusahaan.

Gambaran Lokasi Penelitian

Kabupaten Banyuwangi, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur,

Indonesia. Ibukotanya adalah Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung paling

timur Pulau Jawa, berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di

timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Jember dan Kabupaten

Bondowoso di barat. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan

Sikap

(Attitude

)

Norma

Subjektif

Kontrol

Perilaku

Perilaku (Behavior)

Analisis SWOT

Strategi Pengembangan Usaha Batik

Banyuwangi

Page 6: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

6

Pelabuhan Gilimanuk di Bali. Kabupaten Banyuwangi selain menjadi perlintasan

dari Jawa ke Bali, juga merupakan daerah pertemuan berbagai jenis kebudayaan

dari berbagai wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh

budaya Jawa, Bali, Madura, Melayu, Eropa dan budaya lokal yang saling isi

mengisi dan akhirnya menjadi tipikal yang tidak ditemui di wilayah manapun di

Pulau Jawa. Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung paling timur Pulau Jawa,

berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudra

Hindia di selatan serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di

barat. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pelabuhan

Gilimanuk di Bali.

Sejarah Batik

Menurut konsensus Nasional 12 Maret 1996 (dalam FEDEP, 2008) batik

adalah karya seni rupa pada kain dengan pewarnaan rintang yang menggunakan

lilin batik sebagai perintang warna (wax resist technique), jadi yang membedakan

batik dengan tekstil adalah proses pembuatannya. Proses pewarnaan batik adalah

upaya menampilkan motif pada suatu background (latar) dengan sistem rintang

atau tidak langsung. Batik atau mbatik dalam khasanah bahasa jawa berarti

ngembat titik. Ngembat berarti membuat dan tik berati titik atau hal-hal yang kecil

/rumit. Kekuatan batik terdapat pada desain pola yang menarik, warna yang indah

dengan komposisi yang matching. Sehingga keindahan batik dapat

diklasifikasikan menjadi keindahan visual (performa/ penampilan luar dari batik)

dan keindahan filosofis (makna filosofi/simbolik baik desain maupun komposisi

warna).

Batik pertama kali dibuat dilingkungan keraton baik keraton Yogyakarta

maupun Surakarta. Pada saat itu batik memiliki nilai yang tinggi (keindahan

filosofis). Batik yang berkembang saat ini mengalami perubahan orientasi setelah

masuknya agama Islam. Islam yang lebih demokratis mempengaruhi kreativitas

seni batik dalam pengembangan ragam hiasnya. Batik yang tadinya berpusat di

Keraton, dalam perkembanganya keluar dan berkembang di daerah pantai utaran

jawa (pesisir).

Berdasarkan ragam hias dan komposisi pewarnaan pembatikan dibagi dalam

kelompok batik keraton dan batik pesisir. Sedangkan Menurut teknik

pembuatannya, batik dibedakan menjadi Batik Tradisional dan Batik gaya bebas.

Sejarah Batik Banyuwangi

Sejarah batik Banyuwangi berawal ketika terjadi usaha penaklukan

Blambangan oleh Mataram yang pada saat itu dalam masa pemerintahan Sultan

Agung. Pada tahun 1633 Sultan Agung melakukan usaha penyerangan ke wilayah

timur, yaitu wilayah Blambangan, Panarukan, dan Blitar. Pada upaya

penaklukannya yang kedua tahun 1636 – 1639, ujung Timur, Blambangan

berhasil ditaklukan. Sejarah tentang penaklukan Blambangan oleh Mataram ini

menjadi hipotesa sejarah kemunculan batik khas Banyuwangi. Pada masa

kekuasaan Mataram di Blambangan ini, banyak kawula Blambangan yang dibawa

ke pusat Pemerintahan Mataram Islam di Plered, Kotagede, sehingga pada

akhirnya tidak mustahil para kawula Blambangan ini belajar membatik di Keraton

Mataram Islam. Menurut data sejarah bahwa batik sudah dikenal oleh tradisi

keraton Jawa sejak abad 15 khususnya pada masa pemerintahan Sultan Agung.

Batik Banyuwangi kerap kali diidentikan dengan motif Gajah Oling.

Beberapa budayawan dan pemerhati batik Banyuwangi meyakini bahwa corak

Page 7: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

7

Gajah Oling merupakan corak Batik Banyuwangi yang asli atau yang tertua dari

corak – corak batik yang lain, namun sebagian lainnya berpendapat bahwa corak

lainya seperti paras gempal, kangkung setingkes, sembruk cacing, gedegan, ukel,

blarak semplah, dan moto pitik juga merupakan batik asli Banyuwangi. Namun

terlepas dari semua perdebatan itu, Batik Banyuwangi menyimpan kekayaan

motif. Sampai saat ini baru 21 corak batik Banyuwangi yang telah dipatenkan dan

menjadi koleksi di Museum Batik Indonesia namun masih banyak corak batik

khas Banyuwangi lainnya yang belum dipatenkan.

Batik Banyuwangi dan Potensi Pengembangannya

Banyuwangi memiliki beberapa sentra pembatikan antara lain yaitu; Sayu

Wiwit, Tirta Wangi, Sritanjung, dan Srikandi yang terletak di kecamatan

Banyuwangi, Virdes Batik di Kecamatan Cluring, dan satu lagi sentra batik yang

sedang memulai usaha yang terletak di kecamatan Sempu. Masing – masing

sentra pembatikan memiliki ciri khas, yang mencolok adalah Sanggar batik

Sayuwiwit dan Virdes. Sayuwiwit tetap mempertahankan motif batik Banyuwangi

secara konvensional, berdasarkan pakem lama hanya memainkan warna dan

memadukan corak, sedangkan Virdes mengembangkan batik Banyuwangi,

memadukan pakem dan permintaan konsumen. Tiap sanggar rata – rata memliki

kapasitas produksi 200 lembar perhari untuk batik cetak, sedangkan untuk batik

tulis berkisar 10 lembar, biasanya tergantung dari pesanan. Harga batik

Banyuwangi per meter berkisar dari Rp. 35.000 s.d Rp. 1.000.000.

Batik Banyuwangi sendiri telah memiliki sebaran pasar yang cukup luas,

sebagai contohnya Rumah Batik Virdes, memiliki pelanggan dari kalangan

pejabat, pengusaha, dan pelanggan mancanegara. Sebaran pasar dari Virdes

meliputi Palembang, Jambi, sejumlah kota di Kalimantan, dan hampir semua kota

di Jawa Timur. Selain itu, Virdes juga sering memasok batik gajah uling ke Italia,

Perancis, Inggris, dan Australia. Batik Banyuwangi masih memiliki potensi

pengembangan lainnya, yaitu dari sisi motif. Banyak hal yang dapat dieksplorasi

untuk bisa dikreasikan menjadi motif batik Banyuwangi, sebagai contohnya dari

bentukan mahkota penari gandrung atau juga “ombyok” yaitu mahkota penari

seblang. Hal lain yang dapat dijadikan acuan untuk dikreasikan menjadi motif

baru berasal dari situs – situs bersejarah, antara lain lukisan di dinding – dinding

gua di Alas Purwo, juga sebuah bangunan situs bersejarah yang dikenal dengan

”Inggrisan”, bangunan bersejarah peninggalan Inggris yang hanya terdapat

beberapa di Indonesia. Hal ini memungkinkan batik Banyuwangi untuk

memunculkan motif – motif baru yang memiliki ciri khas Banyuwangi.

Batik Banyuwangi masih kalah populer dengan batik dari Solo dan

Pekalongan di Jawa Tengah, maupun batik Yogyakarta. Penggunaan batik

Banyuwangi belum seluas batik Solo atau Yogyakarta yang biasa digunakan

dalam berbagai kesempatan. Untuk masyarakat Banyuwangi sendiri, pemakaian

batik Banyuwangi, khususnya corak gajah uling lebih dikenal sebagai seragam

untuk para pegawai dikalangan pemerintahan kabupaten Banyuwangi.

III. HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian dan analisis yang dilakukan, maka dapat

diinterpretasikan sebagai berikut :

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sikap (X1), norma subyektif

(X2) dan kontrol keperilakuan (X3), berpengaruh secara simultan terhadap

Page 8: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

8

Perilaku (Y)

Dari hasil analisis uji pengaruh simultan, terbukti bahwa ada pengaruh yang

bermakna (signifikan) antara variabel bebas dan variabel terikat, yaitu Sikap (X1),

Norma Subyektif (X2), Kontrol Keperilakuan (X3), terhadap Perilaku (Y), artinya

semakin positif sikap konsumen, semakin tinggi nilai norma subyektif yang

dirasakan dan semakin tinggi kontrol keperilakuan seorang konsumen apabila

dilakukan dilakukan secara bersama-sama maka perilaku konsumen untuk

menggunakan batik Banyuwangi semakin tinggi.

Hal ini terbukti nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel serta nilai rata-rata

variabel dari analisis deskriptif variabel yang menunjukkan bahwa konsumen

bersikap positif, norma subyektif yang terbentuk positif dan mempunyai kontrol

keperilakuan yang tinggi. Selain itu hasil ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ya-Yueh dan Fang (2004) yang menyatakan bahwa sikap dan

kontrol keperilakuan berpengaruh langsung terhadap Perilaku. Akan tetapi pada

penelitian Ya-Yueh dan Fang (2004) menunujukkan bahwa norma subyektif tidak

berpengaruh signifikan terhadap Perilaku. Hal ini bertolak belakang dengan hasil

penelitian sekarang yang menyatakan bahwa sikap, norma subyektif dan kontrol

keperilakuan berpengaruh secara simultan terhadap Perilaku. Perbedaan ini dapat

disebabkan karena kondisi obyek penelitian dan lokasi penelitian yang berbeda

sehingga karakteristik responden yang didapat juga berbeda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sikap (X1) berpengaruh

secara parsial terhadap Perilaku (Y)

Perilaku konsumen di wujudkan atau direalisasikan dalam suatu sikap.

Selanjutnya sikap inilah yang akan memberikan suatu respon atau anggapan atas

penilaian terhadap suatu produk. Sikap konsumen (Consumers Attitude)

merupakan perasaan seseorang, perasaan ini dapat berupa perasaan positif, netral,

maupun negatif terhadap suatu produk yang bisa berupa barang , jasa , firma,

institusi serta gagasan. Perasaan bernilai positif diartikan sebagai suatu perasaan

yang menyenangi atau mendukung terhadap sesuatu, sebaliknya perasaan yang

bernilai negatif adalah perasan yang tidak menyenangi atau mendukung terhadap

sesuatu, perasaan netral dianggap sebagai perasaan yang biasa-biasa saja, artinya

tidak ada pengaruh apapun terhadap sesuatu tersebut.

Dari hasil analisis uji pengaruh parsial, terbukti bahwa ada pengaruh yang

bermakna (signifikan) antara variabel Sikap (X1) terhadap Perilaku (Y), artinya

semakin positif sikap konsumen maka perilaku untuk menggunakan batik

Banyuwangi semakin meningkat.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai Fhitung

lebih besar dari nilai Ftabel serta nilai rata-rata variabel dari analisis deskriptif

variabel sikap yang menyatakan bahwa sebagian besar responden bersikap positif

terhadap Batik Banyuwangi. Selain itu hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan Keith dan William (1995) yang menyatakan bahwa

sikap konsumen berpengaruh langsung terhadap perilaku menggunakan suatu

barang atau jasa. Penelitian yang dilakukan Marcelline dan Subhash (2005)

memberikan hasil bahwa sikap konsumen terhadap penggunaan internet

berpengaruh terhadap perilaku menggunakan internet.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel norma subyektif (X2) tidak

berpengaruh secara parsial terhadap Perilaku (Y)

Norma subjektif sebagai faktor sosial menunjukkan tekanan sosial yang

Page 9: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

9

dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan/perilaku.

Komponen norma subjektif dimaksudkan untuk menggambarkan pengaruh “orang

lain yang penting” (important others) terhadap suatu perilaku. Beberapa perilaku

terutama dipengaruhi oleh faktor norma subjektif. Misalnya, untuk pembelian

produk tertentu, seperti rumah, barang elektronik, mobil, atau bepergian keluar

negeri, faktor kelompok referensi seperti keluarga, teman, orang lain juga ikut

diperhitungkan. Walaupun tidak semua perilaku dipengaruhi oleh Norma

Subjektif.

Dari hasil analisis uji pengaruh parsial, tidak terbukti bahwa ada pengaruh

yang bermakna (signifikan) antara variabel Norma Subyektif (X2) terhadap

Perilaku (Y), artinya lingkungan sosial responden tidak berpengaruh terhadap

perilaku menggunakan batik Banyuwangi .

Hasil penelitian mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ya-

Yueh dan Fang (2004) yang menyatakan bahwa norma subyektif tidak

berpengaruh signifikan terhadap perilaku menggunakan internet banking.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kontrol keperilakuan (X3)

berpengaruh secara parsial terhadap Perilaku (Y)

Kontrol keprilakuan yang dirasakan (perceived behavioral control)

merupakan kondisi dimana orang percaya bahwa suatu tindakan itu mudah atau

sulit dilakukan, tergantung dari seberapa jauh peluang dan sumber tersedia, seperti

waktu, uang, ketrampilan dan lainnya. Ini mencakup juga pengalaman masa lalu

disamping rintangan-rintangan yang ada, yang dipertimbangkan oleh orang

tersebut.

Dari hasil analisis uji pengaruh parsial, terbukti bahwa ada pengaruh yang

bermakna (signifikan) antara variabel Kontrol keperilakuan (X3) terhadap

Perilaku (Y), artinya semakin tinggi kontrol keperilakuan yang dilakukan

konsumen maka perilaku untuk menggunakan batik Banyuwangi juga akan

semakin menigkat.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai Fhitung

lebih besar dari nilai Ftabel serta nilai rata-rata variabel dari analisis deskriptif

variabel norma kontrol keperilakuan menyatakan bahwa kontrol keperilakuan

konsumen terhadap Batik Banyuwangi cukup baik. Hasil ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Ya-Yueh dan Fang (2004) yang menyatakan

bahwa sikap dan kontrol keperilakuan berpengaruh langsung terhadap Perilaku.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kontrol keperilakuan (X3)

berpengaruh dominan terhadap Perilaku (Y)

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa kontrol keperilakuan

pengguna batik ternyata berpengaruh dominan terhadap perilaku menggunakan

batik Banyuwangi. Ini bisa dilihat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa

secara simultan dan parsial kontrol keperilakuan berpengaruh signifikan terhadap

perilaku menggunakan batik Banyuwangi. dari distribusi jawaban responden

mengenai variabel kontrol keperilakuan, terlihat bahwa keyakinan kontrol dan

akses kefaktor kontrol berpengaruh terhadap perilaku menggunakan batik

Banyuwangi.

Dengan demikian bisa di simpulkan bahwa untuk meningkatkan perilaku

masyarakat dalam menggunakan batik Banyuwangi, pengusaha batik Banyuwangi

harus memperhatikan variabel-variabel yang ada terutama variabel kontrol

keperilakuan konsumen yang berpengaruh dominan terhadap perilaku

Page 10: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

10

menggunakan batik Banyuwangi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas konsumen menggunakan

batik Banyuwangi

Perilaku mencerminkan tindakan seseorang, yang dalam hal ini adalah

perilaku menggunakan batik Banyuwangi. selain itu perilaku juga menunjukkan

seberapa kuat seseorang berani bertindak, dan seberapa banyak upaya yang

direncanakan seseorang untuk melaksanakannya.

Dalam pengertian luas, waktu adalah faktor utama yang mengurangi

keakuratan prediksi pengukuran keinginan. Keinginan bisa berubah sepanjang

waktu. Semakin lama tenggang waktu pengaruh yang diberikan, semakin banyak

lingkungan yang tidak terantisipasi dapat terjadi dan mengubah perilaku

pembelian awal konsumen. Oleh karena itu, pemasar harus memandang

keakuratan pengukuran dalam tingkat yang lebih rendah ketika keinginan diukur

jauh sebelum suatu perilaku mencul. Akan tetapi, kejadian yang tidak bisa

diantisipasi dapat pula terjadi dalam kurun waktu yang sangat singkat.

Hasil Analisa SWOT Analisis SWOT adalah instrument perencanaan strategis yang klasik. Dengan

menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal

dan ancaman, instrumen ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan

cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi.

Faktor-faktor internal dan eksternal diambil berdasarkan dari hasil

wawancara, observasi, dan survei yang telah dilakukan. Kemudian di simpulkan

dan dimasukkan dalam suatu tabel untuk mempermudah dalam menganalisanya.

Dari hasil analisa yang ada (lampiran 5), 5 faktor (Stregth dan Weaknesses) dan 5

faktor (Opportunities dan Threat) diperoleh haisl seperti yang terlihat pada tabel

dibawah ini.

FAKTOR INTERNAL

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

S1 Bahan baku yang digunakan

untuk membatik berkualitas baik

W1 Omzet penjualan dan

keuntungan yang relatif kecil

S2 Kualitas produk yg dihasilkan

cukup baik

W2 Variasi motif batik masih

kurang dikenal luas

S3 Telah memperhatikan kebutuhan

dan keinginan pelanggan

W3 Proses produksi yang masih

tradisional

S4 Batik dapat meningkatkan rasa

cinta daerah dan nasionalisme.

W4 Merek produk yang belum

banyak dikenal masyarakat

S5 Pola dan motif batik yang khas

mencirikan produk Banyuwangi

W5 Produk memiliki peluang untuk

ditiru oleh pesaing

FAKTOR EKSTERNAL

Page 11: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

11

Peluang (O) Ancaman (T)

O1 Himbauan pemerintah kepada

lapisan masyarakat untuk

menggunakan batik

T1 Minimnya peminat batik karena

maraknya pakaian modern

O2 Peraturan daerah yang

mendukung usaha

T2 Penggunaan teknologi baru tidak

mempengaruhi kenaikan

jumlah/laba

O3 Dukungan teknologi yang baru

terhadap produksi

T3 Harga bahan baku untuk

membatik yang cukup mahal

O4 Adanya enovasi teknologi yang

semakin baik

T4 Life style yang semakin praktis

dan modern, menghambat

perkembangan pengerajin batik

O5 Masyarakat dapat semakin

menghargai budaya bangsa

T5 Pesaing dapat dengan mudah

masuk pasar

Tabel Faktor-faktor Kunci Keberhasilan (FKK)

Faktor kunci keberhasilan (FKK) dan peta posisi kekuatan usaha Batik

Banyuwangi merupakan gambaran yang menunjukkan kemampuan yang dimiliki

oleh batik banyuwangi, faktor kunci keberhasilan diperoleh dari hasil evaluasi

faktor internal dan eksternal yang mendapatkan ranking I, II, III, IV, dan ranking

V untuk masing-masing faktor, baik internal maupun eksternal. Penentuan FKK

dilakukan berdasarkan besarnya total nilai bobot (TNB) tiap faktor, dipilih faktor

yang memiliki TNB paling besar sebagai FKK organisasi dalam mencapai misi.

Berdasarkan total nilai bobot (TNB) dalam tabel evaluasi faktor internal dan

eksternal (lampiran 5.) dengan nilai kekuatan 16,78, kelemahan 17,942, peluang

17,894, dan ancaman 15,217, maka dapat dipetakan titik koordinat dengan

menggunakan rumus SW=Strength-Weaknesses dan OT=Opportunities-Threats.

Page 12: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

12

Gambar Peta Posisi Kekuatan Usaha Batik Banyuwangi

Berdasarkan peta posisi kekuatan organisasi, SW= 16,78 - 17,942= -1,2

dan OT= 17,894 – 15,217= 2,68. Sehingga ditemukan titik koordinat -1.2,

2.68, dan ditarik garis lurus dari titik koordinat 0 (nol) dengan menarik garis-garis

kecil sejajar untuk mendapatkan bayangan dari hasil pertemuan titik koordinat (-

1.2, 2.68), dan koordinat 0 (nol). Sehingga dapat ditunjukkan bahwa posisi

kekuatan usaha Batik Banyuwangi terletak pada kuadran II (SO).

Berdasarkan hasil Analisis SWOT mendalam, Batik Banyuwangi terletak

pada kuadran II yang menunjukkan bahwa Usaha Batik banyuwangi dalam situasi

menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak menghadapi

beberapa kendala/kelemahan internal. Dari hasil ini, fokus strategi yang harus

dilakukan pengusaha Batik Banyuwangi adalah dengan melakukan penguatan

terlebih dahulu sebelum rencana dilaksanakan. Perbaiki kelemahan yang ada, dan

susun terlebih dahulu rencana antisipasi ancaman dengan lebih baik. Jika ini bisa

dilakukan, baru rencana bisa dilaksanakan, meminimalkan kelemahan internal

dengan memanfaatkan peluang eksternal dapat merebut pasar yang lebih baik

(turn around).

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI

Berdasarkan hasil hasil analisa data, Focus Group Discussion(FGD) dan

wawancara mendalam dengan beberapa key persons yang berkompeten di

bidangnya, strategi pemberdayaan batik, sangat terkait dengan empat akses

utama, yaitu: akses usaha, pasar, SDM dan teknologi. Rumusan hasil FGD dan

wawancara mendalam diketahui bahwa sebagian besar dari pelaku usaha batik

sekala kecil masih kurang memahami standarisasi produksi batik dan Masih

rendahnya teknologi yang digunakan dalam memproduksi batik serta kurangnya

informasi pasar jelas dan pasti.

Dari analisa yang dilakukan, dihasilkan prioritas dalam pengembangan

Usaha Batik Banyuwangi yaitu :1) Membuka peluang pasar; 2)Melakukan

pelatihan dalam membudayakan kewirausahaan; 3) Menyediakan rumah dagang

dan pemasaran usaha kecil (workshop) sebagai tempat promosi

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil temuan studi yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa

kesimpulan yaitu:

Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel sikap, norma subjektif dan

kontrol keperilakuan secara simultan terhadap perilaku. Artinya apabila pengaruh

variabel sikap semakin positif, norma subjektif yang dirasakan semakin kuat

pengaruhnya dan kontrol keperilakuan semakin tinggi, dilakukan secara bersama-

sama maka semakin kuat perilaku konsumen batik untuk menggunakan Batik

Banyuwangi.

Page 13: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

13

Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel sikap dan kontrol

keperilakuan secara parsial terhadap perilaku. Artinya apabila sikap konsumen

positif maka akan meningkatkan perilaku. Dan sebaliknya apabila variabel sikap

semakin negatif akan melemahkan perilaku. Apabila kontrol keperilakuan seorang

konsumen semakin tinggi maka akan semakin kuat perilaku konsumen batik

untuk menggunakan Batik Banyuwangi

Variabel Norma Subjektif tidak berpengaruh secara parsial terhadap minat

konsumen batik untuk menggunakan Batik Banyuwangi dengan demikina dapat

disimpulkan bahwa perilaku responden untuk memakai Batik Banyuwangi tidak

dipengaruhi oleh lingkungan sosial disekitarnya yang terdiri dari keluarga, teman

dan tenaga penjual.

Variabel kontrol keperilakuan adalah variabel yang berpengaruh paling

dominan terhadap perilaku pengguna Batik Banyuwangi. Dengan demikian bisa di

simpulkan bahwa untuk meningkatkan minat masyarakat untuk memakai Batik

Banyuwangi harus memperhatikan variabel-variabel yang ada terutama variabel

kontrol keperilakuan konsumen yang berpengaruh dominan terhadap perilaku

konsumen batik untuk memakai Batik Banyuwangi.

Berdasarkan hasil Analisis SWOT menunjukkan bahwa Usaha Batik

banyuwangi dalam situasi menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di

lain pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Dari hasil ini, fokus

strategi yang harus dilakukan pengusaha Batik Banyuwangi adalah dengan

melakukan penguatan terlebih dahulu sebelum rencana dilaksanakan, Perbaiki

kelemahan yang ada dan susun terlebih dahulu rencana antisipasi ancaman dengan

lebih baik, jika ini bisa dilakukan, baru rencana bisa dilaksanakan. Meminimalkan

kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal dapat merebut pasar

yang lebih baik (turn around). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh strategi

pemberdayaan usaha batik di Banyuwangi dengan melakukan tindakan nyata yang

didasarkan pada prioritas/kritikal jangka pendek dan jangka panjang. Untuk

prioritas yang perlu dilaksanakan adalah memberikan pelatihan manajemen dan

kreatifitas berproduksi, merintis rumah dagang, pelatihan penerapan teknologi

tepat guna dan melakukan kegiatan pameran dagang produk batik skala nasional

dan internasional.

Saran

Dengan melihat hasil penelitian diketahui bahwa kontrol keperilakuan

berpengaruh dominan. Hal ini dapat digunakan oleh para pengusaha Batik

Banyuwangi sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam

melakukan srtategi pemasaran dan promosi Batik Banyuwangi. Berdasarkan

pengalaman peneliti ketika melakukan penelitian ini, ditemui beberapa responden

yang kurang begitu tahu dan memahami Batik Banyuwangi dikarenakan

minimnya informasi. Dari permasalahan tersebut, hendaknya pengusaha batik

memperhatikan dan lebih meningkatkan lagi sosialisasi dan promosi produk yang

di tawarkannya. Bagi masyarakat yang akan menggunakan membeli batik,

sebaiknya mencari tahu sebanyak mungkin informasi mengenai batik daerah

terutama Batik Banyuwangi yang cukup bersaing dengan batik daerah lain.

Untuk pengembangan usaha, pengusaha Batik Banyuwangi perlu

mempertimbangkan beberapa akses sebagai berikut: 1). Akses Usaha: 2). Akses

Pasar: 4). Akses teknologi. Dalam rangka untuk meningkatkan kinerja usaha Batik

Banyuwangi, Pemerintah Kota Banyuwangi perlu memberikan batuan modal

Page 14: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

14

untuk meningkatkan modal usaha serta membantu akses pasar, pasar domestik

maupun ekspor dengan megikutsertakan para pengrajin ke berbagai pameran.

Sedangkan bagi Pengarajin Batik Banyuwangi perlu: 1) Meningkatkan promosi

secara intensif dengan melakukan studi banding ke sentra batik yang telah

menggunakan teknologi serta; 2) Melakukan pelatihan dengan tujuan untuk

meningkatkan variasi corak batik; 3) Melakukan perencanaan produksi yang

matang agar produknya terserap pasar; 4) Melakukan penelitian secara kecil-

kecilan untuk mengembangkan usaha; 5) Melakukan perbaikan pengupahan

kepada tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja; 6)

Meningkatkan akses kredit dengan melakukan perbaikan pada laporan keuangan

usaha.

Bagi peneliti berikutnya yang akan melakukan penelitian topik sejenis,

hendaknya memperluas cakupan area/wilayah yang diteliti dan memperbanyak

jumlah reponden agar validitas dari hasil penelitian yang dihasilkan lebih baik.

Page 15: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

15

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta

Atmaja, Lukas. (1997). Memahami Statistika Bisnis. Buku II. Yogyakarta: Liberty

Cooper, Donald R. and C. William Emory. (1997). Business Research Methods.

Illinois: Richard D. Irwin.

Ajzen, I. 2008. Constructing a TPB Questionnaire: Conceptual and

Methodological Considerations, Theory of Planned Behavior Measurement.

http://people.umass.edu/aizen/index.html, Diakses Oktober 2008.

Ajzen, I. 2001. Nature and Operation of Attitudes, Annual Review of Psychology,

52: 27-58.

Ajzen, I. 1996. The Theory of Planned Behavior: A Bibliography,

http://people.umass.edu/aizen/index.html, Diakses Oktober 2008.

Ajzen, I. 1991. The theory of Planned Behavior, Organizational Behavior

and Human Decision Processes, 50: 179-211.

Ajzen, I. 1988. Attitudes, Personality and Behavior, Chicago, Illinois: The Dorsey

Press.

Ajzen, I, Timko, C. and White, J.B. 1982. Self-Monitoring and the Attitude

Behavior Relation, Journal of Personality and Social Psychology, 42, 3:

426-435.

Ajzen, I. and Fishbein, M. 1980. Understanding Attitudes and Predicting Sosial

Behavior, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ.

Ajzen, I. and Fishbein, M. 1975. Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An

Introduction to Theory and Research, Addison-Wesley Publishing

Company, Inc, California.

Engel et all. (1994). Perilaku Konsumen. Jilid I. Terjemahan. Edisi Keenam.

Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Freddy Rangkuti. (2005). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.

Jakarta: Penerbit Gramedia Utama.

Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometric. New York: McGraw-Hill

Companies, Inc.

Keith P. F dan William J.H. (1995), Consumer Choice: A Study of Insurance

Buying Intention, Attitudes and Beliefs. Journal of Advertising Research.

Kotler, P. (2000). Manajemen Pemasaran; Analisis Perencanaan Implementasi

Dan Kontrol. Jilid I. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Prenhallindo.

Kamar Dagang Indonesia. (2009). Road Map Pembangunan Ekonomi Indonesia

2009-2014. Jakarta: Menara Kadin Indonesia Lt. 29

Lexy J. Moeloeng. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Lincoln Arsyad. (1999). Pengantar Perencanaan dan Pembangungan Ekonomi

Daerah. Yogyakarta : BFPE.

Malhotra, Naresh K. 2004. Marketing Research: An Applied Orientation 4th

Edition. Pearson Education, Inc., New Jersey

Mardalis. (1999). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bina

Rupa Aksara.

Page 16: STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI … · Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan

16

Miller Nancy and Kean C. Rita. (1997). Factor contributing to inshopping in rural

trade area: implication for lacal retailers. Journal of Small Business

Management, p 80-90.

Mowen, John C and Minor, M. 2001. Consumer Behaviour 5th

Edition. Harcourt

Colloge Publisher.

Payne, Andrian. 2000. The Essence of Service Marketing. Butterworth-

Heinemann. Oxford.

Pawitra, Teddy. (2001). Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran.

Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya.

Rachma N. (2003) Analisis Sikap Terhadap Minat Berperilaku Konsumen Dove

Cream Bar Di Kota Malang.

Rangkuti, F. (2006), Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis, Penerbit

PT Gramedia Pustaka Utama ; Jakarta

Santoso, Singgih. (2001). Aplikasi Excel dalam Marketing dan Riset Ekonomi.

Elek Media Computindo.

Singarimbun, Masri. (1995). Metode Penelitian Survei. LP3S Jakarta.

Soeratno Dan Lincolin Arsyad. (1999). Metode Penelitian Untuk Ekonomi dan

Bisnis. Edisi Kelima. Yogyakarta.

Swasta, Basu Dan Irawan. (1996). Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta:

penelitian Liberty.

Tarkiainen, Anssi and Sundqvist, Sanna. 2006. Subjective Norms, Attitudes and

Intentions of Finnish Consumers in Buying Organic Food, British Food

Journal, 107, 11: 808-822.

Taylor, S. and Todd, P.A. .1995a. Understanding Information Technology

Usage:a Test of Competing Models, Information Systems Research, 6, 2:

144-77.

Taylor, S., Todd, P. .1995. Assessing IT Usage: The Role of Prior Experience,

MIS Quarterly, 19, 4: 561-570.

Trafimow, D. 2001. Condom Use Among U.S. Students: The Importance of

Confidence in Normative and Attitudinal Perceptions, The Journal of Social

Psychology, 14, 1: 49-59.

Trafimow, D., and W.T. Borrie. 1999. Influencing Future Behavior by Priming

Past Behavior: A Test in the Context of Petrified Forest National Park,

Leisure Sciences, 33, 21: 31-42.

Triandis, H.C. 1980. Values, attitudes and interpersonal behavior, in Howe,

H.E. Ed, Nebraska Symposium on Motivation, 1979: Beliefs, Attitudes,

and Values.

Tuck, M. 1976. Fishbein Theory and the Bass Talarzk Problem, Journal of

Marketing Research, 3, 10: 345-348.

Umar, Husein (1999). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Winardi, (1991). Azas-Azas Marketing. Bandung: Mandar maju.