strategi pengembangan usaha batik banyuwangi … · keunggulan komparatif dalam ragam batik...
TRANSCRIPT
Bidang Ilmu : Sosial Ekonomi
Tipe Penelitian : Inovatif
PENELITIAN
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI
DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI
MASYARAKAT DI KABUPATEN BANYUWANGI
OLEH
TIM PENELITI AKADEMI KELAUTAN BANYUWANGI
Tim peneliti :
Dr. Moh. Haris Balady, SE., MM
Shodiq Suwarso, SE
Galih Satriyo, SE Ana Rosdiana, S.Pd
Fandi Ahmad, SE
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT
AKADEMI KELAUTAN BANYUWANGI
2012
2
ABSTRAKSI
Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus bertambah.
Pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan laju pertumbuhan ekonomi
akan menimbulkan banyak permasalahan terutama mengenai masalah
ketenagakerjaan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh strategi pengembangan Usaha
Batik Banyuwangi. Pembahasan difokuskan pada penerapan analisis SWOT dan
Theory of Planned Behavior. Pembahasan difokuskan kondisi eksternal dan
internal usaha batik banyuwangi serta pengaruh variabel Sikap, Norma Subjektif
dan Kontrol Keprilakuan terhadap Perilaku Menggunakan Batik Banyuwangi.
Populasi untuk penerapan Theory of Planned Behavior dalam penelitian ini
adalah pengguna Batik di kota Banyuwangi. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah accidental sampling, sedangkan pengumpulan data dengan
menggunakan kuesener dengan jumlah sampel sebanyak 135 responden. Metode
yang digunakan untuk mengukur jawaban yang diberikan responden dalam
penelitian ini adalah skala likert. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Sementara itu untuk analisis
SWOT dilakukan pengumpulan data dan analisa kondisi lingkungan eksternal
dan internal usaha Batik Banyuwangi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan, sikap dan norma
subyektif serta kontrol keperilakuan pengguna batik Banyuwangi berpengaruh
signifikan terhadap perilaku menggunakan Batik Banyuwangi. Sedangkan secara
parsial menunjukkan hasil bahwa norma subyektif tidak berpengaruh signifikan
terhadap terhadap perilaku menggunakan batik banyuwangi. Berdasarkan hasil
Analisis SWOT, diperoleh hasil bahwa Usaha Batik banyuwangi dalam situasi
menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak menghadapi
beberapa kendala/kelemahan internal. Dari hasil ini, fokus strategi yang harus
dilakukan pengusaha Batik Banyuwangi adalah dengan melakukan penguatan
terlebih dahulu sebelum rencana dilaksanakan. Meminimalkan kelemahan internal
dengan memanfaatkan peluang eksternal dapat merebut pasar yang lebih baik
(turn around).
Kata kunci: SWOT, Sikap, Norma Subjektif, Kontrol Keprilakuan, Perilaku
3
I. PENDAHULUAN
Sektor usaha bisnis merupakan salah satu sektor yang potensial untuk
mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, terbukti Jepang, Amerika, Cina dan
beberapa negara yang mendapatkan predikat sebagai negara maju yang
mengandalkan pertumbuhan perekonomian dalam negerinya dengan usaha bisnis.
Seringkali usaha bisnis dijadikan ukuran kemandirian suatu bangsa.
Usaha bisnis batik merupakan salah satu dari sekian banyak usaha bisnis yang
dikembangkan di Kabupaten Banyuwangi serta turut memberikan kontribusi
terhadap ekonomi masyarakat setempat. Sejak ditetapkan hari batik pada tanggal
02 Oktober 2009, tren penggunaan batik pada pakaian mulai meningkat. Gairah
perkembangan bisnis batik mulai terasa menggeliat termasuk di Banyuwangi.
Keunggulan komparatif dalam ragam batik idealnya menjadi faktor penting
dalam persaingan daya beli masyarakat terhadap batik. Akan tetapi, ternyata
sampai saat ini di pasaran batik, terutama pada level nasional masih didominasi
oleh batik-batik asal Yogyakarta, Solo, maupun Pekalongan. Batik Banyuwangi
secara umum masih belum mendapatkan tempat di hati konsumen batik nusantara
meskipun batik Banyuwangi aktif dalam pameran-pameran hingga tingkat
nasional. Selain faktor “Brain” atau merk yang melekat pada batik keraton, faktor
harga juga mengambil peranan penting dalam kompetisi.
Perkembangan usaha bisnis batik idealnya cukup mampu memberdayakan
masyarakat sekitar meningkatkan ekonomi di daerah, dengan kemampuannya
menyediakan lapangan kerja terutama bagi mereka yang tidak mempunyai lahan
pertanian dan tidak bekerja di bidang pertanian dan tidak memberikan pendapatan
bagi masyarakat desa. Ibu Fonny, pengusaha batik Banyuwangi di Kelurahan
Temenggungan mengeluhkan pasar batik yang didominasi oleh batik luar
Banyuwangi. Masyarakat Banyuwangi banyak yang menggunakan batik Yogya
atau Pekalongan serta batik Madura yang akhir-akhir ini berhasil menarik pasar.
Beberapa instansi pemerintah maupun swasta banyak yang tidak menggunakan
batik Banyuwangi sebagai seragam kantor (Balady, 2012).
Salah satu hal paling penting dalam pengembangan pemikiran bisnis adalah
mengenali konsumen dalam melakukan pengambilan keputusan pembelian produk
(Kotler, 2000). Pemahaman tentang konsumen yang diperoleh melalui penelitian
ilmiah pada umumnya dipandang lebih dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya sebagai bahan penyusunan strategi pemasaran.
Berkaitan dengan strategi pemasaran batik, pemahaman perilaku konsumen
memang diperlukan seperti yang dikemukakan oleh Handoyo (1992) bahwa:
“Konsumen terlihat selalu berubah perilakunya dalam membeli. Dengan
mempelajari perilaku konsumen para produsen akan banyak memperoleh
informasi tentang keterlibatan konsumen secara langsung dalam mendapatkan,
mengkonsumsi dan sekaligus menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses
keputusan yang mendahului tindakan ini (Engel, Blackwell & Miniard, 1994).
Swasta dan Handoko (1997) menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah
kegiatan-kegiatan individu secara langsung terlibat dalam hal mendapatkan dan
mempergunakan barang dan jasa termasuk didalamnya proses pengambilan
keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Dengan
mempelajari sikap konsumen, maka perusahaan akan mudah memilih kebijakan
4
yang tepat untuk mempengaruhi konsumen agar membeli atau menggunakan
produk atau jasa.
Untuk memprediksi perilaku konsumen secara lebih akurat para pakar dan
peneliti pemasaran secara terus menerus melakukan berbagai penelitian-penelitian
sehingga menghasilkan teori baru. Theory of Planned Behavior yang merupakan
pengembangan dari Theory of Reason Action telah muncul sebagai suatu alternatif
untuk memprediksi perilaku secara lebih akurat (Ajzen,1987). Menurut Darmesta
(1998), dalam Theory of Planned Behavior terdapat 3 variabel yang berkaitan
dengan teori ini. Ketiga variabel tersebut adalah sikap, norma subyektif dan
kontrol keperilakuan. Ketiga variabel tersebut berpengaruh terhadap minat
berperilaku yang nantinya membentuk perilaku seorang konsumen. Dalam
kegiatan pemasaran, teori ini dapat digunakan untuk memprediksi penjualan
dimasa yang akan datang oleh perusahaan dalam memasarkan produknya dengan
didasarkan pada sikap, norma subyektif dan kontrol keperilakuan konsumen.
Penelitian tentang perilaku konsumen khususnya niat dan perilaku telah
banyak dilakukan. Fusiler dan Durilabhji (2005) dan George (2002) melakukan
penelitian untuk memprediksi niat dan perilaku berbelanja dengan menggunakan
teori sikap yang telah banyak digunakan dalam berbagai riset niat dan atau
perilaku konsumen, yaitu Theory of Planned Behavior (selanjutnya disingkat
TPB). TPB pada dasarnya merupakan pengembangan dari Theory of Reasoned
Action (Ajzen dan Fishbein, 1975) (selanjutnya disingkat TRA). Dalam TRA ini,
Ajzen (1980) menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku
menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih
lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan
perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan
dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang kedua berhubungan dengan
pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms).
Uraian singkat mengenai permasalahan batik di atas menjadi alasan yang
melatarbelakangi penulisan penelitian mengenai usaha batik. Problematika seputar
batik dan usaha bisnis batik, menggerakkan tim peneliti mencari formulasi tepat
yang nantinya dapat dijadikan sebagai strategi pengembangan usaha bisnis batik
di Kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan analisis SWOT dan Theory of Planned
Behaviour yang terdiri dari variabel sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku
yang dikemukakan oleh Ajzen (1987), penelitian ini bertujuan menghasilkan
strategi Strategi Pengembangan Usaha bisnis Batik Banyuwangi di Kabupaten
Banyuwangi.
II. PROSEDUR PENELITIAN
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori dan
penelitian terdahulu, maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian seperti
Gambar sebagai berikut :
5
Gambar Kerangka konseptual penelitian
Adapun rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Sikap, Kontrol Perilaku dan Norma Subjektif konsumen berpengaruh
secara simultan terhadap perilaku menggunakan batik banyuwangi.
b) Sikap, Kontrol Perilaku dan Norma Subjektif konsumen berpengaruh
secara parsial terhadap perilaku menggunakan batik banyuwangi.
c) Variabel Norma Subjektif konsumen berpengaruh dominan terhadap
perilaku membeli batik banyuwangi.
d) Berdasarkan analisis SWOT dan theory of planned behavior Diketahui
Strategi yang tepat untuk mengembangkan usaha Batik di Kabupaten
Banyuwangi.
lokasi penelitian ini berada di wilayah Banyuwangi. Dalam penelitian ini
populasi penelitian yaitu masyarakat banyuwangi yang mengenal batik
Banyuwangi dan pernah membeli serta mengenakan batik Banyuwangi.
Penelitian ini merupakan penelitian survei. Metode pengambilan sampel
menggunakan teknik Accidental sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara
mengambil responden yang bisa ditemui, digunakannya teknik pengambilan
sampel ini karena kesederhanaan prosedur dan jumlah populasi secara
keseluruhan tidak diketahui. Adapun syarat dari responden adalah responden
mengetahui batik banyuwangi dan bertempat tinggal diwilayah banyuwangi.
Jumlah sampel yang diambil untuk diteliti 135 sampel, hal ini telah sesuai dengan
ketentuan yang disyaratkan (Malhotra, 1996).
Metode statistik inferensial yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
persamaan regresi linier berganda. Sementara metode analisa kualitatif yang
digunakan adalah analisis SWOT. Rangkuti (2001), analisis SWOT adalah
identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
perusahaan.
Gambaran Lokasi Penelitian
Kabupaten Banyuwangi, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur,
Indonesia. Ibukotanya adalah Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung paling
timur Pulau Jawa, berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di
timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Jember dan Kabupaten
Bondowoso di barat. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan
Sikap
(Attitude
)
Norma
Subjektif
Kontrol
Perilaku
Perilaku (Behavior)
Analisis SWOT
Strategi Pengembangan Usaha Batik
Banyuwangi
6
Pelabuhan Gilimanuk di Bali. Kabupaten Banyuwangi selain menjadi perlintasan
dari Jawa ke Bali, juga merupakan daerah pertemuan berbagai jenis kebudayaan
dari berbagai wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh
budaya Jawa, Bali, Madura, Melayu, Eropa dan budaya lokal yang saling isi
mengisi dan akhirnya menjadi tipikal yang tidak ditemui di wilayah manapun di
Pulau Jawa. Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung paling timur Pulau Jawa,
berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudra
Hindia di selatan serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di
barat. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pelabuhan
Gilimanuk di Bali.
Sejarah Batik
Menurut konsensus Nasional 12 Maret 1996 (dalam FEDEP, 2008) batik
adalah karya seni rupa pada kain dengan pewarnaan rintang yang menggunakan
lilin batik sebagai perintang warna (wax resist technique), jadi yang membedakan
batik dengan tekstil adalah proses pembuatannya. Proses pewarnaan batik adalah
upaya menampilkan motif pada suatu background (latar) dengan sistem rintang
atau tidak langsung. Batik atau mbatik dalam khasanah bahasa jawa berarti
ngembat titik. Ngembat berarti membuat dan tik berati titik atau hal-hal yang kecil
/rumit. Kekuatan batik terdapat pada desain pola yang menarik, warna yang indah
dengan komposisi yang matching. Sehingga keindahan batik dapat
diklasifikasikan menjadi keindahan visual (performa/ penampilan luar dari batik)
dan keindahan filosofis (makna filosofi/simbolik baik desain maupun komposisi
warna).
Batik pertama kali dibuat dilingkungan keraton baik keraton Yogyakarta
maupun Surakarta. Pada saat itu batik memiliki nilai yang tinggi (keindahan
filosofis). Batik yang berkembang saat ini mengalami perubahan orientasi setelah
masuknya agama Islam. Islam yang lebih demokratis mempengaruhi kreativitas
seni batik dalam pengembangan ragam hiasnya. Batik yang tadinya berpusat di
Keraton, dalam perkembanganya keluar dan berkembang di daerah pantai utaran
jawa (pesisir).
Berdasarkan ragam hias dan komposisi pewarnaan pembatikan dibagi dalam
kelompok batik keraton dan batik pesisir. Sedangkan Menurut teknik
pembuatannya, batik dibedakan menjadi Batik Tradisional dan Batik gaya bebas.
Sejarah Batik Banyuwangi
Sejarah batik Banyuwangi berawal ketika terjadi usaha penaklukan
Blambangan oleh Mataram yang pada saat itu dalam masa pemerintahan Sultan
Agung. Pada tahun 1633 Sultan Agung melakukan usaha penyerangan ke wilayah
timur, yaitu wilayah Blambangan, Panarukan, dan Blitar. Pada upaya
penaklukannya yang kedua tahun 1636 – 1639, ujung Timur, Blambangan
berhasil ditaklukan. Sejarah tentang penaklukan Blambangan oleh Mataram ini
menjadi hipotesa sejarah kemunculan batik khas Banyuwangi. Pada masa
kekuasaan Mataram di Blambangan ini, banyak kawula Blambangan yang dibawa
ke pusat Pemerintahan Mataram Islam di Plered, Kotagede, sehingga pada
akhirnya tidak mustahil para kawula Blambangan ini belajar membatik di Keraton
Mataram Islam. Menurut data sejarah bahwa batik sudah dikenal oleh tradisi
keraton Jawa sejak abad 15 khususnya pada masa pemerintahan Sultan Agung.
Batik Banyuwangi kerap kali diidentikan dengan motif Gajah Oling.
Beberapa budayawan dan pemerhati batik Banyuwangi meyakini bahwa corak
7
Gajah Oling merupakan corak Batik Banyuwangi yang asli atau yang tertua dari
corak – corak batik yang lain, namun sebagian lainnya berpendapat bahwa corak
lainya seperti paras gempal, kangkung setingkes, sembruk cacing, gedegan, ukel,
blarak semplah, dan moto pitik juga merupakan batik asli Banyuwangi. Namun
terlepas dari semua perdebatan itu, Batik Banyuwangi menyimpan kekayaan
motif. Sampai saat ini baru 21 corak batik Banyuwangi yang telah dipatenkan dan
menjadi koleksi di Museum Batik Indonesia namun masih banyak corak batik
khas Banyuwangi lainnya yang belum dipatenkan.
Batik Banyuwangi dan Potensi Pengembangannya
Banyuwangi memiliki beberapa sentra pembatikan antara lain yaitu; Sayu
Wiwit, Tirta Wangi, Sritanjung, dan Srikandi yang terletak di kecamatan
Banyuwangi, Virdes Batik di Kecamatan Cluring, dan satu lagi sentra batik yang
sedang memulai usaha yang terletak di kecamatan Sempu. Masing – masing
sentra pembatikan memiliki ciri khas, yang mencolok adalah Sanggar batik
Sayuwiwit dan Virdes. Sayuwiwit tetap mempertahankan motif batik Banyuwangi
secara konvensional, berdasarkan pakem lama hanya memainkan warna dan
memadukan corak, sedangkan Virdes mengembangkan batik Banyuwangi,
memadukan pakem dan permintaan konsumen. Tiap sanggar rata – rata memliki
kapasitas produksi 200 lembar perhari untuk batik cetak, sedangkan untuk batik
tulis berkisar 10 lembar, biasanya tergantung dari pesanan. Harga batik
Banyuwangi per meter berkisar dari Rp. 35.000 s.d Rp. 1.000.000.
Batik Banyuwangi sendiri telah memiliki sebaran pasar yang cukup luas,
sebagai contohnya Rumah Batik Virdes, memiliki pelanggan dari kalangan
pejabat, pengusaha, dan pelanggan mancanegara. Sebaran pasar dari Virdes
meliputi Palembang, Jambi, sejumlah kota di Kalimantan, dan hampir semua kota
di Jawa Timur. Selain itu, Virdes juga sering memasok batik gajah uling ke Italia,
Perancis, Inggris, dan Australia. Batik Banyuwangi masih memiliki potensi
pengembangan lainnya, yaitu dari sisi motif. Banyak hal yang dapat dieksplorasi
untuk bisa dikreasikan menjadi motif batik Banyuwangi, sebagai contohnya dari
bentukan mahkota penari gandrung atau juga “ombyok” yaitu mahkota penari
seblang. Hal lain yang dapat dijadikan acuan untuk dikreasikan menjadi motif
baru berasal dari situs – situs bersejarah, antara lain lukisan di dinding – dinding
gua di Alas Purwo, juga sebuah bangunan situs bersejarah yang dikenal dengan
”Inggrisan”, bangunan bersejarah peninggalan Inggris yang hanya terdapat
beberapa di Indonesia. Hal ini memungkinkan batik Banyuwangi untuk
memunculkan motif – motif baru yang memiliki ciri khas Banyuwangi.
Batik Banyuwangi masih kalah populer dengan batik dari Solo dan
Pekalongan di Jawa Tengah, maupun batik Yogyakarta. Penggunaan batik
Banyuwangi belum seluas batik Solo atau Yogyakarta yang biasa digunakan
dalam berbagai kesempatan. Untuk masyarakat Banyuwangi sendiri, pemakaian
batik Banyuwangi, khususnya corak gajah uling lebih dikenal sebagai seragam
untuk para pegawai dikalangan pemerintahan kabupaten Banyuwangi.
III. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian dan analisis yang dilakukan, maka dapat
diinterpretasikan sebagai berikut :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sikap (X1), norma subyektif
(X2) dan kontrol keperilakuan (X3), berpengaruh secara simultan terhadap
8
Perilaku (Y)
Dari hasil analisis uji pengaruh simultan, terbukti bahwa ada pengaruh yang
bermakna (signifikan) antara variabel bebas dan variabel terikat, yaitu Sikap (X1),
Norma Subyektif (X2), Kontrol Keperilakuan (X3), terhadap Perilaku (Y), artinya
semakin positif sikap konsumen, semakin tinggi nilai norma subyektif yang
dirasakan dan semakin tinggi kontrol keperilakuan seorang konsumen apabila
dilakukan dilakukan secara bersama-sama maka perilaku konsumen untuk
menggunakan batik Banyuwangi semakin tinggi.
Hal ini terbukti nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel serta nilai rata-rata
variabel dari analisis deskriptif variabel yang menunjukkan bahwa konsumen
bersikap positif, norma subyektif yang terbentuk positif dan mempunyai kontrol
keperilakuan yang tinggi. Selain itu hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ya-Yueh dan Fang (2004) yang menyatakan bahwa sikap dan
kontrol keperilakuan berpengaruh langsung terhadap Perilaku. Akan tetapi pada
penelitian Ya-Yueh dan Fang (2004) menunujukkan bahwa norma subyektif tidak
berpengaruh signifikan terhadap Perilaku. Hal ini bertolak belakang dengan hasil
penelitian sekarang yang menyatakan bahwa sikap, norma subyektif dan kontrol
keperilakuan berpengaruh secara simultan terhadap Perilaku. Perbedaan ini dapat
disebabkan karena kondisi obyek penelitian dan lokasi penelitian yang berbeda
sehingga karakteristik responden yang didapat juga berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sikap (X1) berpengaruh
secara parsial terhadap Perilaku (Y)
Perilaku konsumen di wujudkan atau direalisasikan dalam suatu sikap.
Selanjutnya sikap inilah yang akan memberikan suatu respon atau anggapan atas
penilaian terhadap suatu produk. Sikap konsumen (Consumers Attitude)
merupakan perasaan seseorang, perasaan ini dapat berupa perasaan positif, netral,
maupun negatif terhadap suatu produk yang bisa berupa barang , jasa , firma,
institusi serta gagasan. Perasaan bernilai positif diartikan sebagai suatu perasaan
yang menyenangi atau mendukung terhadap sesuatu, sebaliknya perasaan yang
bernilai negatif adalah perasan yang tidak menyenangi atau mendukung terhadap
sesuatu, perasaan netral dianggap sebagai perasaan yang biasa-biasa saja, artinya
tidak ada pengaruh apapun terhadap sesuatu tersebut.
Dari hasil analisis uji pengaruh parsial, terbukti bahwa ada pengaruh yang
bermakna (signifikan) antara variabel Sikap (X1) terhadap Perilaku (Y), artinya
semakin positif sikap konsumen maka perilaku untuk menggunakan batik
Banyuwangi semakin meningkat.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai Fhitung
lebih besar dari nilai Ftabel serta nilai rata-rata variabel dari analisis deskriptif
variabel sikap yang menyatakan bahwa sebagian besar responden bersikap positif
terhadap Batik Banyuwangi. Selain itu hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan Keith dan William (1995) yang menyatakan bahwa
sikap konsumen berpengaruh langsung terhadap perilaku menggunakan suatu
barang atau jasa. Penelitian yang dilakukan Marcelline dan Subhash (2005)
memberikan hasil bahwa sikap konsumen terhadap penggunaan internet
berpengaruh terhadap perilaku menggunakan internet.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel norma subyektif (X2) tidak
berpengaruh secara parsial terhadap Perilaku (Y)
Norma subjektif sebagai faktor sosial menunjukkan tekanan sosial yang
9
dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan/perilaku.
Komponen norma subjektif dimaksudkan untuk menggambarkan pengaruh “orang
lain yang penting” (important others) terhadap suatu perilaku. Beberapa perilaku
terutama dipengaruhi oleh faktor norma subjektif. Misalnya, untuk pembelian
produk tertentu, seperti rumah, barang elektronik, mobil, atau bepergian keluar
negeri, faktor kelompok referensi seperti keluarga, teman, orang lain juga ikut
diperhitungkan. Walaupun tidak semua perilaku dipengaruhi oleh Norma
Subjektif.
Dari hasil analisis uji pengaruh parsial, tidak terbukti bahwa ada pengaruh
yang bermakna (signifikan) antara variabel Norma Subyektif (X2) terhadap
Perilaku (Y), artinya lingkungan sosial responden tidak berpengaruh terhadap
perilaku menggunakan batik Banyuwangi .
Hasil penelitian mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ya-
Yueh dan Fang (2004) yang menyatakan bahwa norma subyektif tidak
berpengaruh signifikan terhadap perilaku menggunakan internet banking.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kontrol keperilakuan (X3)
berpengaruh secara parsial terhadap Perilaku (Y)
Kontrol keprilakuan yang dirasakan (perceived behavioral control)
merupakan kondisi dimana orang percaya bahwa suatu tindakan itu mudah atau
sulit dilakukan, tergantung dari seberapa jauh peluang dan sumber tersedia, seperti
waktu, uang, ketrampilan dan lainnya. Ini mencakup juga pengalaman masa lalu
disamping rintangan-rintangan yang ada, yang dipertimbangkan oleh orang
tersebut.
Dari hasil analisis uji pengaruh parsial, terbukti bahwa ada pengaruh yang
bermakna (signifikan) antara variabel Kontrol keperilakuan (X3) terhadap
Perilaku (Y), artinya semakin tinggi kontrol keperilakuan yang dilakukan
konsumen maka perilaku untuk menggunakan batik Banyuwangi juga akan
semakin menigkat.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai Fhitung
lebih besar dari nilai Ftabel serta nilai rata-rata variabel dari analisis deskriptif
variabel norma kontrol keperilakuan menyatakan bahwa kontrol keperilakuan
konsumen terhadap Batik Banyuwangi cukup baik. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ya-Yueh dan Fang (2004) yang menyatakan
bahwa sikap dan kontrol keperilakuan berpengaruh langsung terhadap Perilaku.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kontrol keperilakuan (X3)
berpengaruh dominan terhadap Perilaku (Y)
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa kontrol keperilakuan
pengguna batik ternyata berpengaruh dominan terhadap perilaku menggunakan
batik Banyuwangi. Ini bisa dilihat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa
secara simultan dan parsial kontrol keperilakuan berpengaruh signifikan terhadap
perilaku menggunakan batik Banyuwangi. dari distribusi jawaban responden
mengenai variabel kontrol keperilakuan, terlihat bahwa keyakinan kontrol dan
akses kefaktor kontrol berpengaruh terhadap perilaku menggunakan batik
Banyuwangi.
Dengan demikian bisa di simpulkan bahwa untuk meningkatkan perilaku
masyarakat dalam menggunakan batik Banyuwangi, pengusaha batik Banyuwangi
harus memperhatikan variabel-variabel yang ada terutama variabel kontrol
keperilakuan konsumen yang berpengaruh dominan terhadap perilaku
10
menggunakan batik Banyuwangi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas konsumen menggunakan
batik Banyuwangi
Perilaku mencerminkan tindakan seseorang, yang dalam hal ini adalah
perilaku menggunakan batik Banyuwangi. selain itu perilaku juga menunjukkan
seberapa kuat seseorang berani bertindak, dan seberapa banyak upaya yang
direncanakan seseorang untuk melaksanakannya.
Dalam pengertian luas, waktu adalah faktor utama yang mengurangi
keakuratan prediksi pengukuran keinginan. Keinginan bisa berubah sepanjang
waktu. Semakin lama tenggang waktu pengaruh yang diberikan, semakin banyak
lingkungan yang tidak terantisipasi dapat terjadi dan mengubah perilaku
pembelian awal konsumen. Oleh karena itu, pemasar harus memandang
keakuratan pengukuran dalam tingkat yang lebih rendah ketika keinginan diukur
jauh sebelum suatu perilaku mencul. Akan tetapi, kejadian yang tidak bisa
diantisipasi dapat pula terjadi dalam kurun waktu yang sangat singkat.
Hasil Analisa SWOT Analisis SWOT adalah instrument perencanaan strategis yang klasik. Dengan
menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal
dan ancaman, instrumen ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan
cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi.
Faktor-faktor internal dan eksternal diambil berdasarkan dari hasil
wawancara, observasi, dan survei yang telah dilakukan. Kemudian di simpulkan
dan dimasukkan dalam suatu tabel untuk mempermudah dalam menganalisanya.
Dari hasil analisa yang ada (lampiran 5), 5 faktor (Stregth dan Weaknesses) dan 5
faktor (Opportunities dan Threat) diperoleh haisl seperti yang terlihat pada tabel
dibawah ini.
FAKTOR INTERNAL
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
S1 Bahan baku yang digunakan
untuk membatik berkualitas baik
W1 Omzet penjualan dan
keuntungan yang relatif kecil
S2 Kualitas produk yg dihasilkan
cukup baik
W2 Variasi motif batik masih
kurang dikenal luas
S3 Telah memperhatikan kebutuhan
dan keinginan pelanggan
W3 Proses produksi yang masih
tradisional
S4 Batik dapat meningkatkan rasa
cinta daerah dan nasionalisme.
W4 Merek produk yang belum
banyak dikenal masyarakat
S5 Pola dan motif batik yang khas
mencirikan produk Banyuwangi
W5 Produk memiliki peluang untuk
ditiru oleh pesaing
FAKTOR EKSTERNAL
11
Peluang (O) Ancaman (T)
O1 Himbauan pemerintah kepada
lapisan masyarakat untuk
menggunakan batik
T1 Minimnya peminat batik karena
maraknya pakaian modern
O2 Peraturan daerah yang
mendukung usaha
T2 Penggunaan teknologi baru tidak
mempengaruhi kenaikan
jumlah/laba
O3 Dukungan teknologi yang baru
terhadap produksi
T3 Harga bahan baku untuk
membatik yang cukup mahal
O4 Adanya enovasi teknologi yang
semakin baik
T4 Life style yang semakin praktis
dan modern, menghambat
perkembangan pengerajin batik
O5 Masyarakat dapat semakin
menghargai budaya bangsa
T5 Pesaing dapat dengan mudah
masuk pasar
Tabel Faktor-faktor Kunci Keberhasilan (FKK)
Faktor kunci keberhasilan (FKK) dan peta posisi kekuatan usaha Batik
Banyuwangi merupakan gambaran yang menunjukkan kemampuan yang dimiliki
oleh batik banyuwangi, faktor kunci keberhasilan diperoleh dari hasil evaluasi
faktor internal dan eksternal yang mendapatkan ranking I, II, III, IV, dan ranking
V untuk masing-masing faktor, baik internal maupun eksternal. Penentuan FKK
dilakukan berdasarkan besarnya total nilai bobot (TNB) tiap faktor, dipilih faktor
yang memiliki TNB paling besar sebagai FKK organisasi dalam mencapai misi.
Berdasarkan total nilai bobot (TNB) dalam tabel evaluasi faktor internal dan
eksternal (lampiran 5.) dengan nilai kekuatan 16,78, kelemahan 17,942, peluang
17,894, dan ancaman 15,217, maka dapat dipetakan titik koordinat dengan
menggunakan rumus SW=Strength-Weaknesses dan OT=Opportunities-Threats.
12
Gambar Peta Posisi Kekuatan Usaha Batik Banyuwangi
Berdasarkan peta posisi kekuatan organisasi, SW= 16,78 - 17,942= -1,2
dan OT= 17,894 – 15,217= 2,68. Sehingga ditemukan titik koordinat -1.2,
2.68, dan ditarik garis lurus dari titik koordinat 0 (nol) dengan menarik garis-garis
kecil sejajar untuk mendapatkan bayangan dari hasil pertemuan titik koordinat (-
1.2, 2.68), dan koordinat 0 (nol). Sehingga dapat ditunjukkan bahwa posisi
kekuatan usaha Batik Banyuwangi terletak pada kuadran II (SO).
Berdasarkan hasil Analisis SWOT mendalam, Batik Banyuwangi terletak
pada kuadran II yang menunjukkan bahwa Usaha Batik banyuwangi dalam situasi
menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak menghadapi
beberapa kendala/kelemahan internal. Dari hasil ini, fokus strategi yang harus
dilakukan pengusaha Batik Banyuwangi adalah dengan melakukan penguatan
terlebih dahulu sebelum rencana dilaksanakan. Perbaiki kelemahan yang ada, dan
susun terlebih dahulu rencana antisipasi ancaman dengan lebih baik. Jika ini bisa
dilakukan, baru rencana bisa dilaksanakan, meminimalkan kelemahan internal
dengan memanfaatkan peluang eksternal dapat merebut pasar yang lebih baik
(turn around).
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BATIK BANYUWANGI
Berdasarkan hasil hasil analisa data, Focus Group Discussion(FGD) dan
wawancara mendalam dengan beberapa key persons yang berkompeten di
bidangnya, strategi pemberdayaan batik, sangat terkait dengan empat akses
utama, yaitu: akses usaha, pasar, SDM dan teknologi. Rumusan hasil FGD dan
wawancara mendalam diketahui bahwa sebagian besar dari pelaku usaha batik
sekala kecil masih kurang memahami standarisasi produksi batik dan Masih
rendahnya teknologi yang digunakan dalam memproduksi batik serta kurangnya
informasi pasar jelas dan pasti.
Dari analisa yang dilakukan, dihasilkan prioritas dalam pengembangan
Usaha Batik Banyuwangi yaitu :1) Membuka peluang pasar; 2)Melakukan
pelatihan dalam membudayakan kewirausahaan; 3) Menyediakan rumah dagang
dan pemasaran usaha kecil (workshop) sebagai tempat promosi
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan studi yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu:
Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel sikap, norma subjektif dan
kontrol keperilakuan secara simultan terhadap perilaku. Artinya apabila pengaruh
variabel sikap semakin positif, norma subjektif yang dirasakan semakin kuat
pengaruhnya dan kontrol keperilakuan semakin tinggi, dilakukan secara bersama-
sama maka semakin kuat perilaku konsumen batik untuk menggunakan Batik
Banyuwangi.
13
Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel sikap dan kontrol
keperilakuan secara parsial terhadap perilaku. Artinya apabila sikap konsumen
positif maka akan meningkatkan perilaku. Dan sebaliknya apabila variabel sikap
semakin negatif akan melemahkan perilaku. Apabila kontrol keperilakuan seorang
konsumen semakin tinggi maka akan semakin kuat perilaku konsumen batik
untuk menggunakan Batik Banyuwangi
Variabel Norma Subjektif tidak berpengaruh secara parsial terhadap minat
konsumen batik untuk menggunakan Batik Banyuwangi dengan demikina dapat
disimpulkan bahwa perilaku responden untuk memakai Batik Banyuwangi tidak
dipengaruhi oleh lingkungan sosial disekitarnya yang terdiri dari keluarga, teman
dan tenaga penjual.
Variabel kontrol keperilakuan adalah variabel yang berpengaruh paling
dominan terhadap perilaku pengguna Batik Banyuwangi. Dengan demikian bisa di
simpulkan bahwa untuk meningkatkan minat masyarakat untuk memakai Batik
Banyuwangi harus memperhatikan variabel-variabel yang ada terutama variabel
kontrol keperilakuan konsumen yang berpengaruh dominan terhadap perilaku
konsumen batik untuk memakai Batik Banyuwangi.
Berdasarkan hasil Analisis SWOT menunjukkan bahwa Usaha Batik
banyuwangi dalam situasi menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di
lain pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Dari hasil ini, fokus
strategi yang harus dilakukan pengusaha Batik Banyuwangi adalah dengan
melakukan penguatan terlebih dahulu sebelum rencana dilaksanakan, Perbaiki
kelemahan yang ada dan susun terlebih dahulu rencana antisipasi ancaman dengan
lebih baik, jika ini bisa dilakukan, baru rencana bisa dilaksanakan. Meminimalkan
kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal dapat merebut pasar
yang lebih baik (turn around). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh strategi
pemberdayaan usaha batik di Banyuwangi dengan melakukan tindakan nyata yang
didasarkan pada prioritas/kritikal jangka pendek dan jangka panjang. Untuk
prioritas yang perlu dilaksanakan adalah memberikan pelatihan manajemen dan
kreatifitas berproduksi, merintis rumah dagang, pelatihan penerapan teknologi
tepat guna dan melakukan kegiatan pameran dagang produk batik skala nasional
dan internasional.
Saran
Dengan melihat hasil penelitian diketahui bahwa kontrol keperilakuan
berpengaruh dominan. Hal ini dapat digunakan oleh para pengusaha Batik
Banyuwangi sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam
melakukan srtategi pemasaran dan promosi Batik Banyuwangi. Berdasarkan
pengalaman peneliti ketika melakukan penelitian ini, ditemui beberapa responden
yang kurang begitu tahu dan memahami Batik Banyuwangi dikarenakan
minimnya informasi. Dari permasalahan tersebut, hendaknya pengusaha batik
memperhatikan dan lebih meningkatkan lagi sosialisasi dan promosi produk yang
di tawarkannya. Bagi masyarakat yang akan menggunakan membeli batik,
sebaiknya mencari tahu sebanyak mungkin informasi mengenai batik daerah
terutama Batik Banyuwangi yang cukup bersaing dengan batik daerah lain.
Untuk pengembangan usaha, pengusaha Batik Banyuwangi perlu
mempertimbangkan beberapa akses sebagai berikut: 1). Akses Usaha: 2). Akses
Pasar: 4). Akses teknologi. Dalam rangka untuk meningkatkan kinerja usaha Batik
Banyuwangi, Pemerintah Kota Banyuwangi perlu memberikan batuan modal
14
untuk meningkatkan modal usaha serta membantu akses pasar, pasar domestik
maupun ekspor dengan megikutsertakan para pengrajin ke berbagai pameran.
Sedangkan bagi Pengarajin Batik Banyuwangi perlu: 1) Meningkatkan promosi
secara intensif dengan melakukan studi banding ke sentra batik yang telah
menggunakan teknologi serta; 2) Melakukan pelatihan dengan tujuan untuk
meningkatkan variasi corak batik; 3) Melakukan perencanaan produksi yang
matang agar produknya terserap pasar; 4) Melakukan penelitian secara kecil-
kecilan untuk mengembangkan usaha; 5) Melakukan perbaikan pengupahan
kepada tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja; 6)
Meningkatkan akses kredit dengan melakukan perbaikan pada laporan keuangan
usaha.
Bagi peneliti berikutnya yang akan melakukan penelitian topik sejenis,
hendaknya memperluas cakupan area/wilayah yang diteliti dan memperbanyak
jumlah reponden agar validitas dari hasil penelitian yang dihasilkan lebih baik.
15
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta
Atmaja, Lukas. (1997). Memahami Statistika Bisnis. Buku II. Yogyakarta: Liberty
Cooper, Donald R. and C. William Emory. (1997). Business Research Methods.
Illinois: Richard D. Irwin.
Ajzen, I. 2008. Constructing a TPB Questionnaire: Conceptual and
Methodological Considerations, Theory of Planned Behavior Measurement.
http://people.umass.edu/aizen/index.html, Diakses Oktober 2008.
Ajzen, I. 2001. Nature and Operation of Attitudes, Annual Review of Psychology,
52: 27-58.
Ajzen, I. 1996. The Theory of Planned Behavior: A Bibliography,
http://people.umass.edu/aizen/index.html, Diakses Oktober 2008.
Ajzen, I. 1991. The theory of Planned Behavior, Organizational Behavior
and Human Decision Processes, 50: 179-211.
Ajzen, I. 1988. Attitudes, Personality and Behavior, Chicago, Illinois: The Dorsey
Press.
Ajzen, I, Timko, C. and White, J.B. 1982. Self-Monitoring and the Attitude
Behavior Relation, Journal of Personality and Social Psychology, 42, 3:
426-435.
Ajzen, I. and Fishbein, M. 1980. Understanding Attitudes and Predicting Sosial
Behavior, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ.
Ajzen, I. and Fishbein, M. 1975. Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An
Introduction to Theory and Research, Addison-Wesley Publishing
Company, Inc, California.
Engel et all. (1994). Perilaku Konsumen. Jilid I. Terjemahan. Edisi Keenam.
Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Freddy Rangkuti. (2005). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.
Jakarta: Penerbit Gramedia Utama.
Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometric. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Keith P. F dan William J.H. (1995), Consumer Choice: A Study of Insurance
Buying Intention, Attitudes and Beliefs. Journal of Advertising Research.
Kotler, P. (2000). Manajemen Pemasaran; Analisis Perencanaan Implementasi
Dan Kontrol. Jilid I. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Prenhallindo.
Kamar Dagang Indonesia. (2009). Road Map Pembangunan Ekonomi Indonesia
2009-2014. Jakarta: Menara Kadin Indonesia Lt. 29
Lexy J. Moeloeng. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Lincoln Arsyad. (1999). Pengantar Perencanaan dan Pembangungan Ekonomi
Daerah. Yogyakarta : BFPE.
Malhotra, Naresh K. 2004. Marketing Research: An Applied Orientation 4th
Edition. Pearson Education, Inc., New Jersey
Mardalis. (1999). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bina
Rupa Aksara.
16
Miller Nancy and Kean C. Rita. (1997). Factor contributing to inshopping in rural
trade area: implication for lacal retailers. Journal of Small Business
Management, p 80-90.
Mowen, John C and Minor, M. 2001. Consumer Behaviour 5th
Edition. Harcourt
Colloge Publisher.
Payne, Andrian. 2000. The Essence of Service Marketing. Butterworth-
Heinemann. Oxford.
Pawitra, Teddy. (2001). Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran.
Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya.
Rachma N. (2003) Analisis Sikap Terhadap Minat Berperilaku Konsumen Dove
Cream Bar Di Kota Malang.
Rangkuti, F. (2006), Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis, Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama ; Jakarta
Santoso, Singgih. (2001). Aplikasi Excel dalam Marketing dan Riset Ekonomi.
Elek Media Computindo.
Singarimbun, Masri. (1995). Metode Penelitian Survei. LP3S Jakarta.
Soeratno Dan Lincolin Arsyad. (1999). Metode Penelitian Untuk Ekonomi dan
Bisnis. Edisi Kelima. Yogyakarta.
Swasta, Basu Dan Irawan. (1996). Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta:
penelitian Liberty.
Tarkiainen, Anssi and Sundqvist, Sanna. 2006. Subjective Norms, Attitudes and
Intentions of Finnish Consumers in Buying Organic Food, British Food
Journal, 107, 11: 808-822.
Taylor, S. and Todd, P.A. .1995a. Understanding Information Technology
Usage:a Test of Competing Models, Information Systems Research, 6, 2:
144-77.
Taylor, S., Todd, P. .1995. Assessing IT Usage: The Role of Prior Experience,
MIS Quarterly, 19, 4: 561-570.
Trafimow, D. 2001. Condom Use Among U.S. Students: The Importance of
Confidence in Normative and Attitudinal Perceptions, The Journal of Social
Psychology, 14, 1: 49-59.
Trafimow, D., and W.T. Borrie. 1999. Influencing Future Behavior by Priming
Past Behavior: A Test in the Context of Petrified Forest National Park,
Leisure Sciences, 33, 21: 31-42.
Triandis, H.C. 1980. Values, attitudes and interpersonal behavior, in Howe,
H.E. Ed, Nebraska Symposium on Motivation, 1979: Beliefs, Attitudes,
and Values.
Tuck, M. 1976. Fishbein Theory and the Bass Talarzk Problem, Journal of
Marketing Research, 3, 10: 345-348.
Umar, Husein (1999). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Winardi, (1991). Azas-Azas Marketing. Bandung: Mandar maju.