strategi pemasaran usahatani sayuran organik di …
TRANSCRIPT
AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan 190
STRATEGI PEMASARAN USAHATANI SAYURAN ORGANIK
DI KOTA AMBON
MARKETING STRATEGY OF ORGANIC VEGETABLE FARMING IN AMBON
CITY
Salman Alfarisi, Weldemina B. Parera, Marfin Lawalata
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Ambon
Jln. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka-Ambon 97233
E-mail: [email protected] [email protected]
Abstrak
Perkembangan pasar modern tidak sebanding dengan usahatani sayuran organik di Kota Ambon Dengan
demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan petani, margin pemasaran, masalah
pemasaran dan strategi pemasaran sayuran organik di Kota Ambon. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode purposive sampling. Petani dipilih secara sengaja sebanyak 30 orang dari
dua kelompok tani di dua dusun di Kota Ambon. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode analisis pendapatan, analisis margin dan analisis SWOT. Adanya perbedaan pendapatan di kedua
kelompok tani disebabkan adanya perbedaan produksi, biaya produksi dan cara kerja. Meskipun
demikian nilai pendapatan dari kedua kelompok tani tersebut cukup menguntungkan. Margin pemasaran
saluran pemasaran I tidak ada karena petani menjual langsung hasil produksi tanpa adanya perantara.
Sementara, pada saluran pemasaran II margin pemasaran yang diperoleh petani dari tiap 1 kg kangkung
sebesar Rp.6,000- dan untuk 1 kg sawi dan bayam sebesar Rp.8,500,-. Selisih margin yang cukup tinggi
disebabkan perbedaan harga jual ke konsumen oleh petani sebagai produsen dan pasar ritel sebagai
distributor. Strategi pemasaran prioritas yang dilakukan yakni mempertahankan kualitas produk.
Kata kunci: Pendapatan petani; margin pemasaran; strategi pemasaran
Abstract
The development of modern markets is not comparable to organic vegetable farming in Ambon City.This
study was aimed to determine farmers' income, marketing margins, marketing problems and marketing
strategies for organic vegetables in Ambon City. The method used in this study was a purposive sampling
method. Farmers were chosen intentionally as many as 30 farmers from two farmer groups in two
hamlets in Ambon City. The analytical tools used in this study were income analysis methods, margin
analysis and SWOT analysis. The difference in income between the two farmer groups was due to
differences in production, production costs and working methods. However, the income obtained of the
two farmer groups was quite profitable. The marketing margin of first marketing channels was zero as
farmers sold their products directly without any intermediaries. Meanwhile, marketing margin obtained
by farmers in marketing channel II were IDR.6,000, per kg of Kale, IDR 8,500 per kg of mustard and
spinach. The high margin difference was due to differences in selling prices to consumers by farmers as
producers and consumers and retail market as a distributor. The priority marketing strategy conducted
was to maintain product quality.
Keywords: Farmers income; marketing margin; marketing strategy
191 Volume 9 No. 2 Juni 2021
Pendahuluan
Tanaman sayuran memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah karena
merupakan bahan pelengkap makanan pokok dan memiliki nilai ekonomi tinggi.
Rahardi menjelaskan bahwa idealnya seseorang mengonsumsi sayuran sekitar
200gram/hari, hal itu bertujuan agar metabolisme di dalam tubuh tidak terganggu
sebagai akibat dari kekurangan serat (Issamawati, 2009).
Guna memenuhi kebutuhan pangan, penerapan teknologi pertanian modern
terbukti mampu meningkatkan produksi pertanian, tetapi telah menyebabkan
munculnya permasalahan lingkungan sebagai dampak dari aplikasi pupuk dan pestisida
kimia secara terus menerus (Aufanada dkk, 2017). Masyarakat yang mulai menyadari
bahaya dari penggunaan pupuk dan pestisida kimia kini beralih ke sistem pertanian
organik (Novandari, 2011).
Beberapa kendala yang dihadapi dalam usahatani sayuran organik antara lain,
belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik,
produk sayuran organik memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran
non organik, dan belum ada kepastian pasar karena kurangnya kerja sama kemitraan
yang saling menguntungkan antara pengusaha dan petani sayuran organik. (Samodro
dan Yuliawati, 2018)
Maluku mempunyai lebih dari 1340 pulau-pulau kecil. Pulau kecil rentan
terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat penggunaan sarana produksi
berbahan kimia yang terus menerus dalam jangka panjang. Budidaya pertanian organik
menjadi suatu pilihan rasional untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan dan
menyediakan sayur-sayuran yang sehat untuk masyarakat. Perkembangan sayuran
organik di Provinsi Maluku dimulai tahun 2010. Awal mula petani mengusahakan
sayuran organik di Dusun Telaga Kodok Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku
Tengah (Timisela et al, 2017).
Kota Ambon merupakan salah satu pulau kecil penghasil sayuran di Maluku.
Luas panen dan produksi sayuran di kota Ambon tahun 2017 adalah 673 ha dan 9.387
AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan 192
ton (BPS, 2017). Sayuran organik sudah banyak dijual di pusat perbelanjaan pasar
modern seperti Frish Market, Hypermart, FoodMart, dan Dian Pertiwi Supermarket.
Tetapi belum dijumpai di pasar tradisional.
Berdasarkan studi terdahulu jumlah petani sayuran organik yang mensupply
sayurannya ke pasar selama musim tanam (MT) 2019 di kota Ambon ada di dua tempat
yang berbeda yaitu di Dusun Airlouw Negeri Nusaniwe, dan Dusun Taeno Negeri
Rumah Tiga. Namun demikian belum diketahui pendapatan petani, margin pemasaran,
dan apakah produksi sayuran organik di dua dusun tersebut telah mencukupi
permintaan konsumen. Melihat peluang untuk mengembangkan usaha sayuran organik
di kota Ambon maka perlu dilakukan penelitian Strategi Pemasaran Usahatani Sayuran
Organik di kota Ambon.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dusun Airlouw Negeri Nusaniwe dan Dusun Taeno
Negeri Rumah Tiga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survey dengan memilih 30 petani secara sengaja (Purposive Sampling) dari dua
kelompok tani (Soekartawi,1995). Artinya setiap subjek yang di ambil dari populasi di
pilih dengan sengaja dan berdasarkan pertimbangan tertentu, dimana pertimbangan
dilihat dari para petani yang masih aktif dalam mengelola usahataninya. Jumlah petani
yang dijadikan sampel sebanyak tiga puluh (30) responden dari dua kelompok tani di
kota Ambon. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis
pendapatan, margin pemasaran, dan metode analisis SWOT.
Analisis pendapatan dan analisis marjin pemasaran dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut : (Sutarno, 2014)
Y = R-TC ........................................................................................................ (1)
Dimana, Y = Pendapatan
R = Penerimaan
TC = Total Biaya
193 Volume 9 No. 2 Juni 2021
MP = Pr-Pf .................................................................................................... (2)
Dimana, MP = Marjin Pemasaran
Pr = Harga ditingkat pengecer
Pf = Harga ditingkat petani
Sementara farmers share dihitung dengan menggunakan rumus :
Fs = Pr/Pf X 100% .......................................................................................... (3)
Dimana Fs = Farmers Share
Pf = Harga ditingkat produsen/petani (Rp/Kg)
Pr = Harga ditingkat konsumen (Rp/Kg)
Matriks SWOT digunakan untuk strategi pemasaran perusahaan dengan memadukan
atau menyesuaikan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan dengan peluang
dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan (David, 2009).
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Petani
Karakteristik petani adalah ciri atau sifat yang dimiliki oleh petani
meliputi beberapa faktor atau unsur yang melekat pada diri seseorang (Subagio dan
Manoppo, 2016). Karakteristik responden adalah menguaraikan atau memberikan
gambaran mengenai identitas responden dalam penelitian ini. Petani responden dalam
penelitian ini adalah petani Kota Ambon yang terdiri dari dua tempat yaitu Dusun
Airlouw dan Dusun Taeno yang mengusahakan usahatani sayuran organik sebanyak
30 ora ng responden. Karakteristik petani yang diukur meliputi: umur,tingkat
pendidikan dan luas lahan.
Umur Petani
Umur dapat mempengaruhi aktivitas kehidupan seseorang baik secara fisik
maupun non fisik. Kondisi fisik tersebut berkaitan dengan kemampuan untuk
mencurahkan tenaga saat melaksanakan suatu aktivitas. Manusia dikatakan masih
AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan 194
produktif apabila memiliki usia antara golongsn 15-64 tahun dan umur non produktif
antara golongan 65-84 tahun (Nurhasikin, 2013). Berikut keadaan umur responden di
lokasi penelitian.
Tabel 1. Sebaran petani berdasarkan umur
Umur Jumlah (orang) Presentase %
Produktif 15-64 27 90
Non Produktif 65-84 3 10
Total 30 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa jumlah responden yang
tergolong usia produktif 90%, dan tergolong usia non produktif sebanyak 10%. Artinya
sebagian besar responden yang berusia produktif ini secara fisik dapat dikatakan
mampu melakukan aktifitas sebagai petani.
Tingkat Pendidikan Petani
Pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan individu, baik
cara berpikir, dan sikap mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Semakin tinggi
tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki maka akan berpengaruh pula
terhadap pola pikir orang yang bersangkutan. Tingkat pendidikan mempengaruhi
seseorang untuk menganalisis suatu masalah, kemampuan daya nalar dan mencari
solusi pemecahan masalah dalam meningkatkan pendapatan dan dapat memenuhi
kebutuhan dasar rumahtangga (Alfret, 2001).
Tabel 2. Sebaran petani berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Presentase %
SD 11 36,7
SMP 6 20
SMA 10 33,3
S1 3 10
Total 30 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa responden terbanyak memiliki
tingkat pendidikan SD sebanyak 11 responden (36,7%) dan SMA sebanyak 10
responden (33,3%). Hal ini menunjukan bahwa rata-rata tingkat pendidikan petani
195 Volume 9 No. 2 Juni 2021
cukup tinggi karena semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin banyak
pengetahuan dan cara berpikir yang lebih strategis untuk meningkatkan produksi yang
lebih baik.
Luas Lahan Usahatani
Sayogyo, (1997) mengelompokan petani di pedesaan Jawa dalam tiga kategori,
yaitu: petani skala kecil dengan luas usaha tani <0,5 hektar, skala menengah dengan
luas usahatani 0,5 – 1,0 hektar, dan skala luas dengan luas lahan usahatani >1,0 hektar.
Luas lahan mempengaruhi besar kecilnya produksi hasil usahatani. Semakin luas lahan
pertanian maka semakin tinggi produksi dan pendapatan petani. Status kepemilikan
lahan pada dua dusun tersebut adalah petani menanam di atas tanah milik negeri tetapi
diberikan secara gratis untuk diusahakan. Berdasarkan hasil penelitian luas lahan
usahatani sayuran organik di kota ambon yakni pada dua dusun tersebut yakni dusun
Airlouw dan Taeno untuk seluruh responden memiliki luas lahan <0,5 ha, namun di
dusun Airlouw bekerja secara individu pada lahannya masing-masing sedangkan pada
dusun Taeno bekerja secara kelompok pada satu lahan yang dimana mereka bekerja
secara bergilir pada lahan tersebut. Maka dapat dikatakan bahwa seluruh responden
memiliki usahatani dalam skala kecil.
Produksi dan Pendapatan Petani
Hasil penelitian menunjukan bahwa komoditi sawi mempunyai produksi
tertinggi baik di Dusun Airlouw maupun Dusun Taeno. Hal ini menunjukan bahwa
sawi merupakan komoditi yang paling diminati untuk diusahakan oleh responden di
kedua lokasi penelitian. Rata-rata produksi sawi di Dusun Airlouw adalah 26,13 kg per
musim tanam, sementara Dusun Taeno 148 kg, dan untuk kedua komoditi lainnya yaitu
kangkung mempunyai rata-rata produksi di Dusun Airlouw adalah 25,2 kg per musim
tanam dan Dusun Taeno adalah 135 kg per musim tanam untuk komoditi bayam rata-
rata produksi di Dusun Airlouw adalah 23,36 kg per musim tanam dan Dusun Taeno
adalah 115 kg per musim tanam. Terdapat selisih jumlah produksi dan pendapatan di
kedua lokasi penelitian disebabkan perbedaan cara kerja dari dua lokasi tersebut di
AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan 196
mana Dusun Airlouw bekerja secara individu dan hasil penjualan yang diterima secara
individu, sedangkan Dusun Taeno bekerja secara kelompok dan hasil penjualan yang
diterima juga secara kelompok dan akan dibagi atau disimpan. Berikut produksi, biaya
produksi, biaya pemasaran dan pendapatan responden dari ketiga komoditi (kangkung,
sawi dan bayam).
Tabel 3. Rata-rata produksi, biaya produksi, biaya pemasaran dan pendapatan petani
sayuran di Dusun Air Low dan Dusun Taeno per musin tanam
Uraian
Nilai Rata-Rata Produksi, Biaya Produksi, Biaya Pemasaran dan Pendapatan
Sayuran Kangkung, Sawi dan Bayam
Kangkung Sawi Bayam
Air Low Taeno Air Low Taeno Air Low Taeno
Luas Lahan (Ha)
Produksi (Kg) 25.2 135.00 26.13 148.00 23.36 115.00
Harga (Rp/Kg) 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00 20,000.00
Penerimaan (Rp) 504,000.00 2,700,000.00 522,600.00 2,960,000.00 465,200.00 2,300,000.00
Biaya Produksi :
Biaya Variabel :
Benih/Bibit 73,888.89 175,000.00 57,000.00 60,000.00 57,000.00 135,000.00
Pupuk 17,222.22 25,000.00 17,222.22 25,000.00 17,222.22 25,000.00
Pestisida 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Total Biaya Variabel 91,111.11 200,000.00 74,222.22 85,000.00 74,222.22 160,000.00
Biaya Tetap :
Parang 7,301.59 36,666.67 7,301.59 36,666.67 7,301.59 36,666.67
Cangkul : 10,787.04 60,000 10,787.04 60,000 10,787.04 60,000
Sprayer : 35,925.93 100,000.00 35,925.93 100,000.00 35,925.93 100,000.00
Total Biaya Tetap 54,014.56 196,666,67 54,014.56 196,666.67 54,014.56 196,666.67
Uraian
Nilai Rata-Rata Produksi, Biaya Produksi, Biaya Pemasaran dan Pendapatan
Sayuran Kangkung, Sawi dan Bayam
Kangkung Sawi Bayam
Air Low Taeno Air Low Taeno Air Low Taeno
Biaya Pemasaran :
Kemasan 1,243.29 1,450.00 1,333,34 1,480.00 1,168.89 1,150.00
Transportasi 15,000.00 15,000.00 15,000.00 15,000.00 15,000.00 15,000.00
Total Biaya Pemasaran 16,243,29 16,450.00 16,333,34 16,480.00 16,168.89 16,150.00
TC (Biaya Variabel + Biaya
Tetap 161,368,96 413,116,67 144,570.12 298,146.67 144,405.67 372,816.67
Pendapatan 342,631.04 2,286,883.33 377,883,22 2,661,853.33 320,794.34 1,927,183,33
Berdasarkan tabel 3 menunjukan perbedaan produksi dan pendapatan petani
dari kedua lokasi penelitian. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan produksi yang
197 Volume 9 No. 2 Juni 2021
dihasilkan serta perbedaan besarnya biaya yang dikeluarkan terutama biaya produksi.
Meskipun demikian, nilai pendapatan yang cukup tinggi diatas menunjukan bahwa
usaha tersebut menguntungkan terutama bila dilihat dari aspek harga yang cukup
menguntungkan bagi petani sayuran di kedua lokasi penelitian.
Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran sayuran organik di Dusun Airlouw dan Dusun Taeno dari
petani hingga ke konsumen melibatkan beberapa lembaga yang terbagi atas dua saluran
Saluran Pemasaran I
Gambar 1. Saluran Pemasaran Dusun Taeno
Saluran pemasaran kedua merupakan saluran pemasaran di Dusun Taeno yaitu
terdiri dari Petani dan konsumen. Dari petani langsung menjualnya ke konsumen akhir,
sayuran organik di Dusun Taeno baru di kembangkan karena sebelumnya petani di
dusun taeno merupakan petani sayuran non oraganik. Konsumen akhir disini terdiri
dari konsumen di dalam Dusun Taeno dan di luar Dusun Taeno. Petani juga menjual
sayuran organiknya ke pasar Farmers Market yang di buka satu bulan sekali. Adapun
harga pada masing-masing komoditi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Konsumen Petani
AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan 198
Tabel 4. Harga/lembaga Saluran Pemasaran I
Jenis Sayuran Harga (Rp/ikat)
Petani (harga jual) Konsumen (harga beli)
Kangkung 10,000 10,000
Sawi 10,000 10,000
Bayam 10,000 10,000
Penetuan harga berdasarkan informasi yang didapat dari petani sayuran organik
dari kedua lokasi penelitian. Sistem pembeliannya secara tunai dimana setelah petani
memanen hasil akan langsung dijual ke konsumen akhir.
Saluran Pemasaran II
Gambar 2. Saluran Pemasaran Dusun Airlouw
Saluran Pemasaran dua merupakan saluran pemasaran di Dusun Airlouw yang
terdiri dari Petani – Distributor – Konsumen. Setelah petani memanen hasil
usahataninya mereka kemudian memberikannya kepada ketua kelompok untuk
menjualnya ke distributor, kemudian distributor menjualnya ke konsumen akhir,
distributor disini yaitu pasar ritel modern antara lain; Dian Pertiwi Supermarket, Frish
Market dll. Alasan petani memilih saluran ini yaitu karena sudah ada mitra kerja antara
petani dan distributor. Adapun harga pada masing-masing komoditi dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 5. Harga/lembaga saluran pemasaran II
Jenis Sayuran
Harga (Rp/kg)
Petani (harga jual) Distributor (harga jual) Konsumen (harga beli)
Kangkung 20,000 26,000 26,000
Sawi 20,000 28,500 28,500
Bayam 20,000 28,500 28,500
Petani
Distributor Konsumen
199 Volume 9 No. 2 Juni 2021
Penentuan harga berdasarkan informasi yang didapat dari petani dan juga
distributor yang terlibat dalam saluran pemasaran II tersebut. Sistem penjualannya pun
secara tunai dimana petani setelah memanen hasil langsung dibawa ke distributor.
Margin Pemasaran
Margin pemasaran merupakan perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan
harga yang dibayarkan oleh konsumen. Besar marjin pemasaran ditentukan oleh besarnya
biaya dan keuntungan yang terjadi di setiap lembaga pemasaran yang terlibat.
Margin Pemasaran Saluran I
Berdasarkan hasil penelitian pada saluran pemasaran I tidak terdapat margin
pemasaran karena hanya ada dua lembaga pemasaran dimana hanya ada petani dan
konsumen akhir, pada saluran pemasaran I petani langsung menjual hasil produksinya ke
konsumen akhir tanpa ada perantara. Biaya dan keuntungan pemasaran pada saluran
pemasaran I dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Biaya dan keuntungan saluran pemasaran I
Lembaga Pemasaran
Taeno
Nilai (Rp/Ikat)
Kangkung Sawi Bayam
Petani (Harga Jual) 10,000 10,000 10,000
Konsumen (Harga Beli) 10,000 10,000 10,000
a. Biaya Kemasan 160 160 160
b. Biaya Transportasi 426 426 426
c. Total Biaya 586 586 586
Keuntungan 9,414 9,414 9,414
Berdasarkan tabel 6 biaya yang dikeluarkan petani adalah biaya kemasan/plastik
dan biaya transportasi. Biaya pemasaran yang dikeluarkan petani untuk ketiga komoditi
sebesar Rp.586
AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan 200
Margin Pemasaran Saluran II
Berdasarkan hasil penelitian pada saluran pemasaran II terdapat margin
pemasaran karena ada tiga lembaga pemasaran yaitu petani, distributor dan konsumen
akhir. Saluran pemasaran II analisis margin komoditi kangkung petani menjual
kangkung kepada distributor dengan harga Rp.20,000/kg, kemudian distributor
menjual kepada konsumen akhir dengan harga Rp.26,000/kg. Analisis margin komoditi
sawi petani menjual sawi kepada distributor dengan harga Rp.20,000/kg kemudian
distributor menjual kepada konsumen dengan harga Rp.28,500/kg. Analisis margin
komoditi bayam petani menjual bayam kepada distributor dengan harga Rp.20,000/kg
kemudian distributor menjual kepada konsumen akhir dengan harga Rp.28,500/kg.
Margin pemasaran pada saluran pemasaran II ini untuk komoditi kangkung sebesar
Rp.6,000/kg dan untuk komoditi sawi dan bayam sebesar Rp.8,500/kg. Biaya dan
keuntungan pemasaran pada saluran pemasaran II dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7. Biaya dan Keuntungan Saluran Pemasaran II
Lembaga Pemasaran
Airlouw
Nilai (Rp/Kg)
Kangkung Sawi Bayam
Petani (Harga Jual) 20,000 20,000 20,000
Distributor (Harga Jual) 26,000 28,500 28,500
Konsumen (Harga Beli) 26,000 28,500 28,500
a. Biaya Kemasan 540 540 540
b. Biaya Kantong 550 550 550
c. Total Biaya 1,090 1,090 1,090
Keuntungan 24,910 27,410 27,410
Marjin Pemasaran 6,000 8,500 8,500
Marjin Keuntungan 4,910 7,410 7,410
Berdasarkan tabel 8 biaya yang dikeluarkan distributor pada tiga komoditi adalah
biaya kemasan dan biaya kantong. Biaya pemasaran dalam saluran pemasaran II ini sebesar
Rp.1,090. Marjin keuntungan terbesar terdapat pada dua komoditi yaitu sawi dan bayam
sebesar Rp. 7,410 dan marjin pemasarannya sebesar Rp. 8,500.
201 Volume 9 No. 2 Juni 2021
Farmer share merupakan bagian (%) yang diperoleh petani melalui adanya
kesepakatan harga jual dan harga beli antara produsen dengan konsumen maupun
produsen dengan pedagang. Berikut adalah share pada saluran pemasaran II untuk tiap
komoditi.
Tabel 8. Share yang diterima petani pada saluran
Saluran Pemasaran II Harga di Tingkat
Petani (Rp/Kg)
Harga di Tingkat
Konsumen (Rp/Kg) Share%
Kangkung 20,000 26,000 76,92
Sawi 20,000 28,500 70,17
Bayam 20,000 28,500 70,17
Berdasarkan tabel 9, share yang diterima petani pada saluran pemasaran II
untuk komoditi kangkung sebesar 76,92 persen dan untuk sawi dan bayam 70,17
persen. Tabel 9 juga menjelaskan bahwa apabila terdapat penggunaan beberapa saluran
pemasaran, maka share yang akan diterima petani berbeda dan juga lebih kecil.
Alternatif Strategi Matriks SWOT Dalam Pemasaran Sayuran Organik di Kota
Ambon
Alternatif strategi pemasaran sayuran organik di kota Ambon dirumuskan
menggunakan analisis matriks SWOT. Matriks SWOT dapat menggambarkan secara
jelas bagimana peluang dan ancaman dari faktor eksternal yang dihadapi oleh suatu
usaha dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Analisis
SWOT digambarkan ke dalam matriks SWOT dengan empat kemungkinan alternative
strategi, yaitu strategi kekuatan-peluang (S-O), strategi kelemahan-peluang (W-O),
strategi kekuatan-ancaman (S-T), dan strategi kelemahan-ancaman (W-T). Penentuan
alternatif strategi lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel.
AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan 202
Tabel 9. Alternatif strategi matriks SWOT dalam pemasaran
sayuran organik di Kota Ambon
Berdasarkan tabel matriks SWOT, alternatif strategi yang diperoleh dan dapat
diterapkan pada agroindustri pengolahan kelapa adalah sebagai berikut:
1. Strategi S-O, yaitu strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang
a. Membuka peluang kerja sama dengan pihak lain terkait dengan pendistribusian
sayuran organik.
Kerjasama dengan pihak lain sangatlah penting bagi pemasaran produk sayuran
organik. Semakin banyak bekerjasama dengan pihak distributor semakin baik dalam
meningkatkan jumlah pemasaran sayuran organik. Oleh karena itu petani harus pandai
menjalin hubungan dengan distributor, serta pandai menjaga atau memperkuat
hubungan yang ada agar distributor tetap ingin bekerjasama dan tidak berpindah kelain
pihak.
Internal
Eksternal
Kekuatan-Strenght (S)
1. Kualitas sayur sangat
baik 2. Kualitas sayur terjaga
3. Kerja sama antar
anggota
4. Pupuk dan pestisida alami
Kelemahan-Weakness (W)
1. Harga relatif mahal
2. Produksi rendah 3. Luas lahan kecil
4. Pengendalian hama dan
penyakit
Peluang-Opportunitie(O)
1. Meningkatkan produksi
2. Subsidi modal kerja dan saprodi
dari pemerintah
3. Pesaing masih sedikit
4. Perspektif konsumen akan
pebtingnya mengkonsumsi sayuran
organik meningkat
Strategi S-O
1. Membuka peluang
kerjasama dengan
pihak lain terkait
dengan
pendistribusian
sayuran organik
Strategi W-O
2. Memanfaatkan secara
optimal bantuan dari
pemerintah serta
meningkatkan
penggunaan faktor
produksi agar dapat
meningkatkan produksi sayuran organik
Ancaman-Threats (T)
1. Perubahan iklim
2. Adanya pesaing baru
3. Permintaan sayuran organik menurun
Strategi S-T
3. Berusaha
mempertahankan
kualitas produk
Strategi W-T
4. Menjaga serta
meningkatkan
produktivitas dan
produksi sayuran
203 Volume 9 No. 2 Juni 2021
2. Strategi W-O, yaitu strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan
peluang
a) Memanfaatkan secara optimal bantuan dari pemerintah serta meningkatkan
penggunaaan faktor produksi agar dapat meningkatkan sayuran organik.
Bantuan pemerintah sangat dirasakan oleh petani dalam peningkatan
produksi usahatani mereka. Petani sangat mengoptimalkan bantuan yang
diberikan untuk meningkatkan ushatani mereka agar produksi usahatani
mereka lebih berkembang dan bantuan yang di berikan oleh pemerintah
tepat sasaran kepada petani.
3. Strategi S-T, yaitu strategi yang digunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
b) Berusaha mempertahan kualitas produk
Kualitas adalah kombinasi karakteristik yang menentukan nilai produk
terhadap pembeli. Kondisi sayuran yang segar berkaitan dengan
penampilan, rasa dan kualitas nutrisi. Semakin segar dan baik penampilan
sayuran organik maka pemebli akan semakin tertarik karena pembeli
menilai kualitas sayuran dari segi visual sayuran tersebut. Maka dari itu,
petani harus meningkatkan dan mempertahankan kualitas sayuran organik
yang ada agar mendapatkan kepercayaan distributor serta konsumen.
Sehingga proses pemasaran sayuran organik semakin baik.
4. Strategi W-T, yaitu strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari
ancaman
c) Menjaga serta meningkatkan produktivitas dan produksi sayuran.
Menjaga serta meningkatkan produktivitas dan produksi sayuran
merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam usaha sayuran, karena
kualitas dan kuantitas menentukan tingkat pemasaran dan minat dari
konsumen. Hal itu juga menentukan harga sayuran. Semakin baik kualitas
sayuran dan produksi yang memenuhi target maka penghasilan petani juga
semakin meningkat.
AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan 204
Alternatif Strategi Matriks QSPM dalam Pemasaran Sayuran Organik di Kota
Ambon
QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) menggunakan informasi input
untuk secara sasaran mengevaluasi strategi alternatif layak yang diidentifikasikan
dalam tahap pencocokan. QSPM menggunakan daya tarik relatif dari strategi alternatif
dan oleh karena itu menjadi dasar sasaran untuk memilih strategi spesifik. QSPM
adalah alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternative secara
obyektif, berdasarkan pada faktor-faktor kritis untuk sukses internal dan eksternal yang
dikenali sebelumnya. Seperti alat analisis perumusan strategi yang lain, QSPM
memerlukan penilaian intuitif yang baik. QSPM dirancang untuk menetapkan daya
tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak, berdasarkan pada sejauh mana faktor-
faktor sukses kritis internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki.
Tahap terakhir dalam perumusan strategi pemasaran adalah tahap keputusan
dengan menggunakan Matriks QSPM. Gambaran dari matriks QSPM dapat dilihat
pada tabel 10.
Tabel 10. Alternatif strategi matriks QSPM dalam pemasaran
sayuran organik di Kota Ambon
Faktor Strategis Bobot Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4
TAS TAS TAS TAS
Kekuatan
A 0.15 0.6 0.6 0.6 0.6
B 0.15 0.6 0.6 0.6 0.6
C 0.15 0.15 0.15 0.6 0.45
D 0.15 0.45 0.15 0.45 0.45
E 0.15 0.45 0.15 0.15 0.45
Kelemahan
F 0.08 0.08 0.08 0.08 0.24
G 0.06 0.06 0.06 0.06 0.12
H 0.06 0.06 0.24 0.06 0.12
I 0.05 0.05 0.15 0.05 0.15
J
Peluang
A 0.19 0.76 0.76 0.57 0.76
205 Volume 9 No. 2 Juni 2021
Lanjutan tabel 10
Faktor Strategis Bobot Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4
TAS TAS TAS TAS
B 0.15 0.15 0.6 0.15 0.45
C 0.2 0.8 0.8 0.8 0.8
D 0.8 2.4 0.8 3.2 2.4
Ancaman
E 0.05 0.05 0.15 0.15 0.15
F 0.08 0.24 0.08 0.32 0.16
G 0.06 0.06 0.18 0.24 0.18
H 0.09 0.09 0.27 0.36 0.09
Total TAS 7.05 5.82 8.44 8.17
Berdasarkan Matriks QSPM menunjukkan bahwa strategi 3 mendapat total
nilai kemenarikan terbesar yaitu 8,44 yaitu. Adapun hasil perhitungan matriks QSPM
yaitu perkalian antara rata-rata bobot faktor-faktor strategis internal dan eksternal
dengan nilai daya tarik (AS) pada bobot di sini ada enam (6) responden yang
memberikan bobot yaitu ketua kelompok tani, wakil dan bendahara kelompok tani dari
kedua dusun tersebut, dari ke enam (6) orang tersebut di ambil berdasarkan yang lebih
berpengalaman dalam mengelola usahatani sayuran organic. Pada tabel di atas strategi
tiga menjadi strategi pemasaran prioritas dikarenakan berusaha mempertahankan
kualitas produk merupakan strategi pemasaran yang paling mungkin untuk dilakukan
oleh petani sayuran organik kota Ambon saat ini. Dengan mempetahankan kualitas
produk maka petani akan mempertahankan kepercayaan dari pihak konsumen,
sehingga ketika adanya pesaing baru maka petani tidak perlu khawatir akan kehilangan
konsumen. Peluang kerja sama dengan pihak lain terkait (distributor) akan lebih
mudah untuk dilakukan jika kualitas sayur yang ditawarkan petani baik dan terjaga.
Selain itu, produksi sayuran organik di Kota Ambon sangat baik artinya disesuaikan
dengan permintaan pasar yang ada. Artinya strategi pemasaran yang lain dapat
dilaksanakan setelah strategi tiga dilakukan.
Strategi kedua yaitu memanfaatkan secara optimal bantuan dari pemerintah
serta meningkatkan penggunaan faktor produksi agar dapat meningkatkan produksi
AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan 206
sayuran organic terakhir berdasarkan hasil Matriks QSPM. Petani sayuran organik di
Kota Ambon telah memanfaatkan bantuan pemerintah serta penggunaan faktor
produksi dengan baik. Oleh karena itu, strategi ini menjadi prioritas terakhir dari empat
strategi aplikatif yang ada. Setelah petani sayuran organik di Kota Ambon mampu
melaksanakan ketiga strategi aplikatif lainnya, selanjutnya petani sayuran organik di
Kota Ambon perlu tetap berusaha untuk mengoptimalkan penggunaan bantuan dari
pemerintah dan penggunaan faktor produksi.
Kesimpulan
Rata-rata pendapatan petani sayuran organik di Dusun Air Low dari komoditi
kangkung Rp. 342,665.45/mt sawi Rp. 409,696.56/mt dan bayam adalah Rp.
322,794.34/mt. Sementara rata-rata pendapatan petani sayuran organik di Dusun Taeno
dari komoditi kangkung, sawi dan bayam adalah Rp. 2,239,264.29/mt, Rp.
2,614,564.29/mt dan Rp. 1,879,564.29/mt. Marjin pemasaran yang diperoleh petani
sayuran organik di Dusun Airlouw dan Dusun Taeno pada saluran pemasaran I tidak
ada hal ini dikarenakan petani langsung menjual hasil produksinya ke konsumen akhir
tanpa perantara. Sementara marjin pemasaran yang diperoleh petani sayuran organik
pada saluran pemasaran II untuk komoditi kangkung sebesar Rp. 6,000/kg, dengan
share 76,92 persen dan untuk sawi dan bayam marjin pemasaran sebesar Rp. 8,500/kg
dengan share 70,17 persen. Berdasarkan analisis SWOT, strategi pemasaran sayuran
organik di Kota Ambon yakni membuka peluang kerja sama dengan pihak lain terkait
dengan pendistribusian sayuran organik (S-O), memanfaatkan secara optimal bantuan
dari pemerintah serta meningkatkan penggunaaan faktor produksi agar dapat
meningkatkan sayuran organik (W-0), berusaha mempertahan kualitas produk (S-T)
dan menjaga serta meningkatkan produktivitas dan produksi sayuran (W-T).
Sementara, berdasarkan matrikks QSPM strategi pemasaran prioritas yakni
mempertahankan kualitas produk.
207 Volume 9 No. 2 Juni 2021
Daftar Pustaka
Badan Pusat Satistik Provinsi Maluku. 2017. Produksi Sayur di Maluku Dinas
Kehutanan Pertanian dan Peternakan Kota Ambon. (BPS Kota Ambon dalam
Angka)
David, Fred R. 2009. Manajemen Strategis Konsep, Buku 1. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2009 Profil Keshatan Indonesia 2009. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Issamawati, F. 2009. “Analisis keputusan pembelian konsumen sayuran di
PasarTradisional (Studi Kasus di Pasar Baru Bogor)”. Skripsi. Bogor:
InstitutPertanian Bogor Fakultas Pertanian.
Novandari. W. 2011. “Analisis motif pembelian dan profil perilaku “green product
customer” (studi pada konsumen produk pangan organik di purwokerto)”.
Jurnal JEBA. Vol. 13 (1):
Nurhasikin. 2013. “Penduduk usia produktif dan ketenagakerjaan”. Jurnal Ilmu
Kehutanan. Vol 2 (2018): 86-98.
Samodro G.S & Yuliawati.2018. “Strategi Pengembangan Usahatani Sayuran Organik
kelompok Tani Cepoko Mulyo Kabupaten Boyolali. Caraka Tani” Journal of
Sustainable Agriculture. Vol 33 (2): 169-179.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press.
Subagio H, dan C N Manoppo. 2016. Hubungan karakteristik petani dengan
usahatani cabai sebagai dampak dari pembelajaran FMA (Studi kasus di
Desa Sunju Kecamatan Marawola Provinsi Sulawesi Tengah). Prosiding
Seminar Nasional Kemandirian Pangan Di Malang. Vol 9 (2): 323-350.
Sutarno. 2014. “Analisis Efisiensi Pemasaran Kedelai di Kabupaten Wonogiri”. e-
Journal Agrineca. 14 (1): 1-10.