strategi intervensi untuk pemulihan matapencaharian berkelanjutan

17
Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan 1.1. Strategi Intervensi Intervensi harus berdasarkan pada pemahaman menyeluruh mengenai permasalahan, tujuan program yang jelas dan analisa dari opsi-opsi respon dan risiko yang menyertainya. Keputusan untuk meyediakan makanan, uang, kombinasi dari keduanya atau dalam bentuk lain harus didasarkan pada analisis permasalahan yang obyektif dan tujuan yang jelas. Titik awal untuk intervensi harus merupakan pemahaman yang lebih jelas mengenai matapencaharian dari rumah tangga dan bagaimana hal ini bisa didukung. Area yang dekat dengan matapencaharian masyarakat miskin -seperti upah buruh pertanian, akses terhadap sumber daya alam dan aset-aset produksi, dan akses terhadap kredit- kredit non profit- bisa menjadi titik awal yang bermanfaat. Laporan dari Bureau for Crisis Prevention and Recovery (BCPR) menyatakan bahwa intervensi yang dapat mengurangi kemiskinan dan kerentanan bencana pada saat bersamaan adalah Perkuatan dan diversifikasi matapencaharian. Mendorong investasi asing yang yang bertanggung jawab dan menciptakan lapangan pekerjaan. Pendekatan yang partisipatif dan fleksibel terhadap perencanaan urban/urban planning. Membangun keamanan sosial/social security termasuk akses terhadap kesehatan dan pendidikan. Membantu menyediakan mekanisme tanggung renteng risiko/risk spreading mechanism bagi mereka yang diabaikan oleh perusahaan asuransi.

Upload: taki-taki

Post on 30-Jul-2015

132 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

1.1. Strategi Intervensi

Intervensi harus berdasarkan pada pemahaman menyeluruh mengenai

permasalahan, tujuan program yang jelas dan analisa dari opsi-opsi respon dan

risiko yang menyertainya. Keputusan untuk meyediakan makanan, uang,

kombinasi dari keduanya atau dalam bentuk lain harus didasarkan pada analisis

permasalahan yang obyektif dan tujuan yang jelas. Titik awal untuk intervensi

harus merupakan pemahaman yang lebih jelas mengenai matapencaharian dari

rumah tangga dan bagaimana hal ini bisa didukung. Area yang dekat dengan

matapencaharian masyarakat miskin -seperti upah buruh pertanian, akses

terhadap sumber daya alam dan aset-aset produksi, dan akses terhadap kredit-

kredit non profit- bisa menjadi titik awal yang bermanfaat. Laporan dari Bureau

for Crisis Prevention and Recovery (BCPR) menyatakan bahwa intervensi yang

dapat mengurangi kemiskinan dan kerentanan bencana pada saat bersamaan

adalah

Perkuatan dan diversifikasi matapencaharian.

Mendorong investasi asing yang yang bertanggung jawab dan

menciptakan lapangan pekerjaan.

Pendekatan yang partisipatif dan fleksibel terhadap perencanaan

urban/urban planning.

Membangun keamanan sosial/social security termasuk akses terhadap

kesehatan dan pendidikan.

Membantu menyediakan mekanisme tanggung renteng risiko/risk

spreading mechanism bagi mereka yang diabaikan oleh perusahaan

asuransi.

Page 2: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

A. Lapangan Pekerjaan

Suatu keharusan untuk mengembalikan masyarakat pada pekerjaannya

secepat mungkin untuk menghindari kondisi kemiskinan kronis yang ada dan

memburuk di banyak daerah yang terdampak bencana. Sebagai tambahan, kami

juga khawatir akan masa depan dari pengangguran berkepanjangan yang menuju

kepada kemunduran jangka panjang terhadap pembangunan. (Juan Somavia,

Direktur ILO, 2005)

Beragam pengalaman mengenai pemulihan pascabencana di masa lalu

menunjukkan bahwa “build back better” berarti “kembali bekerja”. Bagi

kelompok masyarakat miskin dan rentan, bencana berarti matapencaharian

mereka dirampas, mereka kehilangan pekerjaan, kesempatan mendapat

penghasilan, dan bila mereka bergerak di bidang pertanian berarti kehilangan

tanaman pertanian, panen, peralatan dan hasil. Bagi mereka bekerja bukan

merupakan sekedar pre-eksisting destination tetapi sebagai alat-alat

penghidupan yang harus dipulihkan. Pekerjaan dalam rehabilitasi dan

rekonstruksi adalah multi-dimensi, tantangannya pada berbagai tingkatan baik

secara institusi dan individu. Beragam intervensi diperlukan untuk pekerjaan di

sektor formal dan informal agar dapat mengakomodir berbagai kelompok

pekerja. Bencana sering kali menambah jumlah pekerja rentan yang masuk

kembali ke bursa kerja dan membutuhkan bantuan khusus. Karena alasan ini

intervensi lapangan pekerjaan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi harus

dimasukka dalam penyusunan kebijakan dan perkuatan melalui pemberdayaan

institusi/institutional capacity building dan rancangan program yang peduli.

Inisiatif yang paling umum mengenai kebutuhan khusus yang

berhubungan dengan dunia kerja (Lazarte 2008) :

1. Skema perlindungan sosial untuk kondisi darurat/emergensi

Pemberdayaan pengangguran dan cacat secara reguler.

Skema pekerjaan dalam kondisi darurat temporer.

Page 3: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

2. Pemulihan pekerjaan dan matapencaharian

Mengarusutamakan pemulihan pekerjaan dalam investasi

rehabilitasi dan rekonstruksi.

Pusat pelayanan pekerjaan dalam kondisi darurat/emergensi.

Membuka lapangan pekerjaan dalam kegiatan rehabilitasi dan

rekonstruksi melalui kegiatan pelatihan khusus jangka pendek.

Mencanangkan bantuan pemulihan bisnis (konstruksi,

perdagangan, produksi bahan baku, dll) termasuk SIYB,

pembiayaan mikro/micro finance, BDS, dll.

Perbaikan kapasitas institusi bursa kerja.

Cash for Work

Cash for work/CFW merupakan bagian tetap dari pemulihan awal tsunami

di Aceh. Program CFW ikut andil dalam pemulihan komunitas melalui proyek-

proyek pembersihan dan rekonstruksi. CFW menyediakan pendapatan/income

sementara bagi masyarakat untuk memulai ekonomi lokal dan menyediakan

dukungan bagi pasar. CFW menyediakan sumber pendapatan essensial bagi

banyak partisipan program dan rumah tangganya, CFW merupakan satu-satunya

pendapatan pada bulan-bulan pertama setelah tsunami. CFW memberikan

sumber uang tunai bagi korban tsunami dam membantu pemberdayaan populasi

terdampak untuk kembali ke rumahnya masing-masing. Laporan lain

menyatakan bahwa CFW memberikan keuntungan secara psikososial dengan

cara memberikan aktivitas produktif bagi korban tsunami dan memberikan

komunitas kesempatan untuk bekerja secara gotong royong.

Page 4: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

Tantangan

Kekurangan tenaga ahli teknis, perlengkapan, dan pengiriman alat dan

bahan yang tidak terjadwal merupakan faktor pembatas dalam suksesnya CFW.

Pengiriman upah yang sesuai jadwal seringkali sulit, terutama dalam beberapa

bulan pertama program CFW ketika mekanisme pendukung masih disiapkan.

Basis pembayaran CFW pada awalnya adalah jam kerja tetap yang

biasanya selama delapan jam per hari, dan tidak ada fleksibilitas dalam sistem

kompensasinya, lebih disebabkan oleh kurangnya personil dan kesulitan yang

diantisipasi dalam mengatur hari kerja dengan jam kerja yang berbeda. Ketika

dilakukan sidak, ternyata banyak pekerja yang datang telat dan pulang awal

sehingga mempengaruhi kemajuan proyek CFW.

B. Bantuan Pangan/Food Aid

Contoh bantuan berlandaskan pangan adalah food for work, food for

training, dll. Unsur-unsur penting dari pendekatan matapencaharian berdasarkan

bantuan pangan

Bantuan pangan bisa menyelamatkan hidup (Steering Committee,

2004;WFP, 2006c; C-SAFE, 2007), umumnya ketika distribusi makanan

secara umum seimbang baik dalam gizi(termasuk nutrisi mikro) maupun

kalori(lebih dari 2000kcal). (Duffel et al, 2004)

Bantuan pangan juga bisa mendukung matapencaharian, pemberian

makanan tambahan di sekolah, food for work, bahkan distribusi makanan

secara gratis, bisa digunakan untuk melindungi atau menciptakan aset-

aset matapencaharian yang bisa diandalkan: pendidikan anak, tanah

subur, jalan aspal dll. Distribusi makanan gratis harus mulai di awal,

bertahan lama, dan bisa diandalkan, dan cukup banyak (seperti bantuan

matapencaharian lainnya) untuk berlaku sebagai pengganti

penghasilan/transfer income selama bencana/krisis pangan. (DFID,

2006a)

Page 5: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

Ada kekhawatiran bahwa bantuan pangan bisa memiliki dampak penting

pada pasar, menyebabkan penurunan harga. Salah satu hasilnya

merugikan petani yang menjual hasil panennya dengan harga tinggi.

Sektor swasta juga terpengaruh, tanpa bantuan pangan, impor, proses,

perdagangan dan menjual lebih banyak makanan. Tetapi, tidak cukup

banyak bukti untuk mendukung pendapat ini (Maunder, 2006). Jelas

bahwa sangat penting bagaimana bantuan pangan dirancang dan dimana

bahan pangan itu di beli. Distribusi bantuan makanan harus benar-benar

sesuai target -the right people in the right way- dan memiliki tenggat

waktu yang baik agar tidak bentrok dengan panen raya (Jere, 2007;

Hammond et al, 2002). Pembelian bantuan pangan secara lokal maupun

regional mengurangi ongkos dan waktu pengiriman, juga bisa membantu

petani atau supplier lokal. Koordinasi mengurangi risiko dimana

pembelian besar-besaran akan menaikkan harga bahan pangan. (REDSO,

2004 WFP, 2003a)

Ketika terjadi kelambatan dalam respon matapencaharian dan situasi

memburuk, sistem bantuan kemanusiaan cenderung mengandalkan

bantuan pangan, ini akan berubah apabila bantuan kemanusiaan menjadi

lebih baik dalam melidungi matapencaharian selama kondisi darurat dan

seiring pengalaman dengan bentuk bantuan lain juga meningkat.

C. Dana Bantuan Matapencaharian/Livelihood Relief Fund (LRF)

Pelayanan finansial dalam hal ini pembiayaan mikro membantu

masyarakat miskin korban bencana untuk mempercepat proses membangun

kembali perikehidupan dan matapencaharian mereka. Unsur-unsur penting

dalam pembiayaan mikro/micro-finance menurut UNISDR 2005 :

(1) Melalui dampak jangka panjang dari LRF dalam mengurangi kemiskinan

dan mendukung pembangunan berkelanjutan, pembiayaan mikro

mengurangi kerentanan masyarakat miskin terhadap bencana.

Page 6: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

(2) Pembiayaan mikro tidak bisa secara mandiri memberikan perlindungan

terhadap bencana. Sehingga harus menjadi bagian dari strategi yang lebih

besar dalam Pengurangan Risiko Bencana.

(3) Setelah terjadinya bencana, pembiayaan mikro bisa secara cepat

menyediakan bantuan/relief, dan kemudian mendorong pemulihan dan

rehabilitasi yang berkelanjutan. Institusi pembiayaan mikro bisa

membantu komunikasi dan koordinasi pasca bencana melalui jaringan

komunitas yang mereka miliki.

(4) Pembiayaan mikro membutuhkan taraf self-management oleh kliennya

dan biasanya berbasis komunitas, kemudian membantu pemulihan

kepemilikan, martabat dan kohesi dari komunitas pascabencana.

(5) Pembiayaan mikro bisa mengurangi biaya keuangan pemulihan pasca

bencana, sambil mengurangi ketergantungan terhadap bantuan dari luar.

Pada waktu yang sama, ternyata bantuan pasca bencana bisa menggangu

pasar, yang pada akhirnya berpotensi menggangu performa pembiayaan

mikro.

(6) Institusi pembiayaan mikro harus memiliki kesiapsiagaan terhadap

bencana dengan mengembangkan rencana menghadapi bencana yang

menjamin daya tahan institusi pembiayaan mikro dan tetap melanjutkan

pelayanannya. Aktifitas pasca bencana harus secara hati-hati

dipertimbangkan untuk mencegah dampak jangka panjang terhadap

pasar lokal dan institusi pembiayaan mikro itu sendiri.

(7) Untuk megurangi secara signifikan dampak dari bencana terhadap

komunitas, institusi pembiayaan mikro harus menawarkan seperangkat

produk yang fleksibel untuk beradaptasi terhadap kebutuhan dan situasi

khusus.

(8) Jaringan dan/atau kerjasama dengan sektor finansial formal dibutuhkan

dan merangsang likuiditas dan mendukung kapasitas institusional dan

manajerial.

Page 7: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

(9) Pembiayaan mikro harus dihubungkan dengan mitigasi bencana,

terutama selama tahap rehabilitasi ketika hubungan antara pemulihan

dan kesiapsiagaan tampak jelas.

(10) Pendidikan mengenai pembiayaan mikro dan mitigasi bencana

diperlukan untuk suksesnya pengentasan kemiskinan dan pengurangan

dampak bencana.

Perluasan efektifitas pembiayaan mikro dan mengembangkan menjadi

produk berkelanjutan dari Pengurangan Risiko Bencana

Pelayanan pembiayaan mikro belum mencapai hingga area perdesaan

terpencil dan rentan. Ada kebutuhan mendesak untuk segera melakukan

replikasi, pengembangan dan pembuatan produk-produk inovatif dan

menyiapkan jaringan yang berfungsi ketika dibutuhkan.

Produk-produk pembiayaan mikro dianggap berkelanjutan dari sudut

pandang Pengurangan Risiko Bencana adalah ketika pembiayaan mikro

dipertimbangkan sebagai investasi transfer risiko dan berpadu dengan

mitigasi mikro juga asuransi mikro agar bisa menapis lebih banyak risiko

dan mengembangkan lebih banyak inisiatif pemulihan.

Mengembangkan dana stabilisasi bagi institusi pembiayaan mikro untuk

membantu mereka tanggap terhadap permintaan pinjaman dan

pelayanan yang membludak segera setelah terjadi bencana juga

mengembangkan pendekatan berbasis permintaan/demand-driven serta

membuat mereka mandiri.

Menghubungkan masyarakat miskin dan institusi pembiayaan mikro

dengan sistem finansial formal.

Program-program pembiayaan mikro harus menggabungkan kebutuhan

pembangunan dan pemulihan masyarakat miskin (Mihir R. Bhatt, ISDR

2005).

Page 8: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

Contoh dari respon berbasis uang tunai/cash based responses termasuk

di dalamnya Bantuan Langsung Tunai/BLT, Cash for work/CFW, menyediakan

uang tunai bagi institusi pembiayaan mikro untuk pinjaman dengan bunga

rendah, dan kupon untuk kebutuhan benih atau ternak. Berikut adalah beberapa

temuan dari hasil evaluasi respon-respon berbasis bantuan tunai terutama yang

berhubungan dengan bencana slow onset/perlahan dan rawan pangan/food

insecurity (ALNAP 2007)

Ketika pasar bisa menyediakan cukup pangan, rawan pangan berarti

akibat tidak adanya daya beli.

Selama masa krisis dari kondisi darurat, uang tunai berikut bahan

makanan merupakan kombinasi yang baik.

Bantuan langsung tunai lebih sesuai untuk kelompok tertentu, seperti

kelompok penggembala/pastoralis.

Analisis pasar yang akurat dan monitoring sangat penting untuk

memastikan bahwa uang tunai yang disediakan bisa memenuhi

kebutuhan seperti yang diperuntukkan. (Oxfam, 2006b; World Bank,

2006a)

Harus ada pengkajian yang realisitis mengenai kapasitas untuk distribusi

bantuan tunai, dan dana yang cukup untuk capacity buiding.

Monitoring dampak disitribusi bantuan langsung tunai harus

memasukkan aspek gender.

Pembiayaan Mikro/Micro-finance

Pembiayaan mikro terbukti sebagai solusi anti-kemiskinan yang bisa

membantu masyarakat miskin meningkatkan kondisi sosial ekonominya melalui

kewirausahaan. Merupakan alat yang sangat berguna dalam membantu

masyarakat miskin untuk mandiri setelah bencana. Pada umumnya, disarankan

bahwa dana untuk dipinjamkan kepada nasabah disediakan sebagai pinjaman

kepada institusi pembiayaan mikro, dan dana untuk pelatihan, pemberdayaan,

Page 9: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

instalasi perangkat lunak, dan transfer aset disediakan sebagai hibah. “akses

berkelanjutan kepada pembiayaan mikro membantu pengentasan kemiskinan

dengan cara memberikan penghasilan, menciptakan lapangan pekerjaan,

mengijinkan anak-anak untuk bersekolah, membuat keluarga-keluarga mampu

memperoleh perawatan kesehatan, dan memberdayakan masyarakat untuk

membuat pilihan-pilihan sesuai kebutuhannya” (Kofi Annan, Sekretaris jendral

PBB). Pendekatan dasar akan mengikuti panduan sebagai berikut

Implementasi sistem standar asuransi mikro.

Mengarahkan dana awal untuk digunakan mendampingi lembaga yang

dipilih dalam pengembangan sistem dan sumberdaya manusia yang

diperlukan.

Menyimpang dari panduan pembiayaan institusi pembiayaan mikro

secara normal dengan mau menyediakan sebagian pembiayaan bagi LSM

sebagai bantuan.

Menyimpang dari praktik terbaik pembiayaan mikro yang normal dengan

memperbolehkan partner institusi pembiayaan mikro untuk memberikan

bantuan keuangan kepada nasabah yang mengkombinasikan trasfer aset

(bantuan), pinjaman yang disubsidi dan pinjaman dengan bunga pasar

untuk peroide waktu tertentu, selama masih berada dalam rencana

jangka menengah agar bisa berkelanjutan dan mengikuti praktik terbaik

yang diakui secara umum.

Mengkoordinasikan usaha-usaha diantara para partner dan pemangku

kepentingan yang potensial dalam melaksanakan inisiatif (AIDMI

workshop).

Grameen Foundation di Amerika percaya bahwa pembiayaan mikro

memiliki potensi yang sangat besar, dan masih belum dimanfaatkan, untuk

memainkan peranan penting dalam membantu masyarakat dan komunitas pulih

dari bencana tsunami

Page 10: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

Nelayan membutuhkan pinjaman untuk membangun kembali kapal dan

perlengkapan mereka yang rusak atau hilang;

Petani membutuhkan dana untuk menggarap kembali lahan yang

terendam banjir dan membeli ternak serta perlengkapan saprotan;

Pemilik kios dan pedagang perlu mengganti barang dagangan yang

hancur; membeli bahan-bahan dagangan;

Perajin memerlukan uang untuk membeli bahan-baku kerajinan dan alat-

alat produksi.

Melalui Strategi Nasional bagi Pembiayaan Mikro dan perangkat hukum

yang menyertainya, apa yang organisasi inti lakukan dalam bidang kredit mikro

ketika kebijakan-kebijakan berikut digulirkan (Chakrabarti, Kull, Mihir R. Bhatt,

2005)

1. Peranan yang lebih besar dari institusi pembiayaan mikro-swasta dalam

pemberian pelayanan keuangan.

2. Kebijakan keuangan dan kredit yang lebih berorientasi pasar.

3. Tidak adanya partisipasi dari jajaran pemerintahan dalam implementasi

program-program kredit.

4. Penciptaan dan pemberdayaan lingkungan kebijakan yang akan

memfasilitasi meningkatnya partisipasi dari sektor swasta dalam

pembiayaan mikro.

D. Model Kelompok Swadaya/Self Help Group(SHG) dan Model Bank

Swadaya/Self Help Bank

Ini merupakan model pembiayaan mikro yang paling banyak digunakan

dan berkembang. SHG adalah grup informal dari masyarakat yang biasanya kaum

perempuan yang memiliki kesamaan nasib atau keahlian yang kemudian

bergabung membentuk kelompok. Dukungan jejaring dan tekanan rekan untuk

membayar hutang adalah keuntungan utama dalam model SHG yang esensial

untuk pembangunan ekonomi lokal dan perkembangan modal sosial. Model

Page 11: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

program linkage Bank SHG adalah Bank Pertanian Nasional dan pembangunan

pedesaan model keuangan mikro (UNISDR 2005).

E. Pertanian

Pemulihan sektor pertanian pascabencana nasional adalah perlombaan

melawan seiring musim tanam sudah ditentukan waktunya. Petani harus panen

dan menanam tanaman baru. Tetapi kondisi tanah bisa berubah karena bencana.

Kesulitan-kesulitan berkisar pada memperoleh tenaga ahli yang dibutuhkan

untuk melakukan pengkajian kerusakan, penggantian aset, pengadaan saprotan

dan asistensi teknis bagi petani.

Program pemulhan dini/early recovery secara lokal lokal untuk petani

telah terbukti efisien dalam menangani kebutuhan mereka akan pendapatan dan

segera kembali mengolah lahan pertanian. Petani harus menunggu berbulan-

bulan setelah musim tanam sebelum memperoleh hasil dari panen. Dalam

jangka waktu ini kegiatan pemulihan dini bisa mulai dilakukan (Rajendra Aryal,

FAO).

F. Konseling Matapencaharian

Merupakan salah satu bentuk pelayanan yang dibutuhkan, terutama bagi

kaum perempuan, yang belum tahu bagaimana memutuskan bagaimana mereka

akan bertahan hidup. Ini berarti harus bahu-membahu dengan konseling

psikologi - trauma yang mereka alami tampaknya ikut menambah ketidakjelasan

pilihan matapencaharian.

G. Pengembangan Bisnis Non-Finansial

Pelayanan yang tampaknya diperlukan termasuk asistensi dalam

pengembangan rencana bisnis/business plan (terutama ketika kredit

dibutuhkan), konseling bisnis, masukan teknologi, dan hubungan kepada

penyedia dan pasar. Kelompok kecil yang akan memulai usaha untuk pertama

Page 12: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

kali akan mendapatkan keuntungan dari pelatihan keahlian bisnis dan bantuan

untuk mengembangkan rencana bisnis.

1.2. Strategi Keluar/exit strategy dalam Pemulihan Matapencaharian

Tanpa strategi keluar, pergeseran dari krisis ke kegiatan pemulihan lebih

sulit dilakukan. Strategi keluar harus didasarkan pada pemahaman mengenai

kondisi yang berubah-ubah dan bukan merupakan jadwal asl-asalan. Mengetahui

kapan untuk mengakhiri fase tanggap darurat bisa merupakan hal penting

seperti mengetahui kapan unutk memulai respon tanggap darurat (WFP, 2004b).

ini biasanya benar dimana respon pemulihan selesai, tetapi masalah yang

menyebabkan kerentanan tetap ada (DES, 2004). Banyak intervensi tanggap

darurat tidak menyertakan strategi keluar (ECHO, 2004; DFID, 2004).

Poin-poin utama agar strategi keluar berhasil

(a). Dikaitkan dengan berbagai tujuan, apabila pemulihan merupakan tujuan,

penting untuk jelas dari awal mengenai makna pemulihan. Pemulihan

sebanyak 25 kali bisa kembali ke tarap ketahanan pangan atau

matapencaharian yang sama dengan sebelum krisis, atau menuju

kemampuan lebih meningkat menghadapi bencana.

(b). Pilih indikator yang merefleksikan perubahan dalam matapencaharian,

dan menyertakan ini dalam monev, pilihan indikator harus merefleksikan

tujuan program, membutuhkan komitmen jelas bagi baseline studies dan

monitoring.

(c). Mulai pada tahap perencanaan proyek dan melibatkan masyarakat, awal

implementasi yang telat berisiko implementasi yang ceroboh dari strategi

keluar. Melibatkan kelompok masyarakat dalam perencanaan,

implementasi dan monitoring dari strategi membantu mereka memahami

dari awal kondisi untuk keluar. Partisipasi juga mnyumbang pada

pemilihan indikator strategi keluar yang lebih sesuai.

Page 13: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

(d). Pemetaan strategi bagi pengembangan kerjasama lokal, untuk

memfasilitasi peralihan ke perencanaan jangka panjang ketika lembaga

bantuan selesai beroperasi (ECHO,2005). C-SAFE Zimbabwe (CARE)

mengembangkan ikatan kuat dengan pemuka suku dan komite aksi untuk

terus mendukung keluarga-keluarga yang terdampak penyakit HIV/AIDS.

Pelayanan pemerintah mengenai ekstensi pertanian melanjutkan

pendampingan teknis mengenai produksi sayur dan buah-buahan,

penyediaan benih dal saprotan setelah kegiatan CARE selesai (C-SAFE,

2005).

(e). Terkoordinasi, selama transisi dari bantuan/relief hingga kegiatan

pemulihan atau bahkan selesai, penting untuk berkoordinasi dengan

lembaga lainnya dan tidak melakukan implementasi strategi keluar dalam

isolas/sendiri. Lembaga-lembaga yang terlibat bisa melakukan analisa

bersama mengenai kegiatan apa yang tidak terlalu penting dilakukan.

1.3 Beberapa Studi Kasus

Pemulihan yang cepat dan efektif dari dampak bencana banjir sangat

tergantung kepada seberapa cepat pemulihan matapencaharian bisa

dilaksanakan. Tidak ada cara tunggal melindungi matapencaharian dalam

konteks pasca banjir. Seringkali layak dan disukai untuk mengkombinasikan

bantuan dan pmulihan pasca banjir karena pemulihan bisa mulai sesaat setelah

banjir surut (WFP, 2000). Tetapi, mengadopsi pendekatan matapencaharian

dalam praktiknya lebih sulit untuk diimplementasikan dimana lembaga-lembaga

yang terlibat memiliki keterbatasan sumberdaya di daerah terdampak bencana

(Oxfam, 1999).

Page 14: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

A. Pendampingan Matapencaharian Setelah Bencana Banjir

Diadopsi sesuai keperluan, pendekatan-pendekatan berikut bisa menjadi

model acuan untuk perkuatan matapencaharian tangguh/resilience

Pertanian :

Metode pengeringan dan pengawetan benih bisa membantu

berlanjutnya kegiatan pertanian (ITDG).

Promosi varietas tanaman pangan tahan banjir dan praktik budidaya

serte penyediaan stok benih bisa memperkuat ketangguhan/resilience.

Sistem asuransi tanaman pangan bisa membantu petani melakukan

transfer risiko (Hellmouth, 2007).

Pengadaan fodder, vaksinasi dan deworming bisa menjamin daya tahan

ternak (ITDG).

Perikanan budidaya :

Karamba dan bubu bisa membantu menahan ikan ketika terjadi banjir

(ITDG).

Usaha kecil dan matapencaharian alternatif :

Perbaikan jalan dan infrastruktur lainnya, peningkatan akses terhadap

kredit dan dukungan bagi kegiatan peningkatan keahlian bisa

menyediakan landasan untuk pengembangan kesempatan pemasaran

atau sumber pendapatan alternatif yang kurang terancam bahaya banjir

(World Bank, 2005b).

B. Perlindungan Aset/Asset Protection

Membantu masyarakat untuk melindungi kepemilikan mereka selama

dan setelah bencana banjir bukan saja membuat mereka lebih mudah pulih

tetapi juga mengurangi kerentanan dan kemiskinan di masa akan datang. Tetapi,

menurut laporan evaluasi masyarakat sering terpaksa menjual aset rumah

tangga dan produksi untuk bertahan karena dukungan pasca banjir sering

diabaikan.

Page 15: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

Banjir juga menghancurkan aset produktif atau aset matapencaharian.

studi yang dilakukan oleh International Food Policy Research Institute/IFPRI

(2001) pascabencana banjir Bangladesh tahun 1998 menemukan bahwa 55

persen rumah tangga kehilangan aset, setara dengan 16 persen dari total aset

mereka sebelum banjir. Di Mozambique Bank Dunia mencatat bahwa “selama

masa pemulihan aset-aset ini pada umumnya tidak tergantikan sehingga

menyebabkan rumah tangga lebih rentan terhadap bencana susulan” (World

Bank, 2005b). Tetapi praktik terbaik tetap ada, banyak kegiatan lembaga-

lembaga bantuan mempraktikkan perlindungan aset sebagai bagian penting dari

respon terhadap bencana banjir di Asia dan Afrika. Termasuk di dalamnya

penyediaan Fodder ternak, restocking ternak, restrukturisasi aset komunitas dan

rumah tangga juga distribusi saprotan (ActionAid, 2002; DEC, 2000a; DFID,

2001a; WFP,2000; Oxfam, 1999; World Bank, 2005b).

C. Ketahanan Pangan Rumah Tangga/Household Food Security

Bagaimana banjir mempengaruhi ketahanan pangan merupakan masalah

kompleks dimana tidak ada respon langsung yang dapat dilakukan. Banjir

menghancurkan bakal panen. Banjir berkepanjangan sering membatasi

kemampuan masyarakat untuk mendapatkan uang dan melakukan penanaman

ulang segera setelah banjir red,a karena akibat musim tanam telah usai atau

dukungan terhadap pemulihan pertanian tidak ada. Masyarakat rentan harus

diberikan beragam pilihan keuangan dan materi, sehingga mereka bisa memilih

apa yang terbaik bagi mereka. Keputusan untuk menyediakan bantuan makanan,

uang tunai, atau kombinasi dari keduanya atau lainnya harus didasarkan pada

analisis permasalahan secara obyektif dan tujuan yang jelas dan tidak

berdasarkan sumberdaya seadanya, tidak berdasarkan apa yang lembaga

mampu distribusikan atau berdasarkan keinginan donor (ALNAP dan ProVention,

2007).

Page 16: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

D. Rehabilitasi Pertanian

Banyak daerah rawan banjir yang juga kaya akan lahan pertanian.

Pendampingan dalam bentuk saprotan sebagai contoh, bisa membantu

masyarakat untuk memulihkan kegiatan pertanian. Tren banjir adalah berubah-

ubah dan banjir yang semakin sering terjadi berdampak terhadap musim tanam,

membuat ketahanan pangan dan matapencaharian terancam. Dalam kasus

semacam ini, respon yang mungkin dilakukan adalah mendistribudikan varietas

benih alternatif yang tahan dan bergizi (DEC, 2000b; Oxfam, 2003).

Referensi Nivaran Duryog and practical action. “Disaster Resistant Sustainable Livelihoods-A Framework for

South Asia.” 2005. “Adapted from Rehabilitation of Fisheries and Aquaculture in Tsunami Affected Countries in

Asia.” RAP Publication. 2005. http://irp.onlinesolutionsltd.net/outfile.php?id=451&href=http://irp.onlinesolutionsltd.net/assets/publication/Tsunami%20Reocvery/rehab%20of%20fisheries%20-%20FAO%20-%20tsunami.pdf.

Aryal Rajendra. FAO. http://www.un.org.cn/public/resource/87a0628665436838243ac649612bf9d6.pdf.

Beck Tony. Learning Lessons from Disaster Recovery: The Case of Bangladesh. http://wwwwds.worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WDSP/IB/2005/05/05/000012009_20050505121919/Rendered/PDF/321970HMU0110bangladesh.pdf,: World Bank, 2005.

Chakrabarti Dhar P.G, Kull Daniel, , Mihir R. Bhatt. “Humanitarian Policies: Disaster Mitigation at theInstitutional Level.” International Workshop on Disaster Mitigation: Potential of Micro Finance forTsunami Recovery. 2005. 8.

China People's Republic of. Beijing. Workshop Synthesis on International Workshop on Post-Earthquake Reconstruction Experiences. United Nation in China and the Ministry of Commerce ofPeople's Republic of China, 2008.

Hedlund Kerren. “Slow-onset Disasters: Drought and Food and Livelihoods Insecurity – Learningfrom Previous Relief and Recovery Responses.”2007. http://irp.onlinesolutionsltd.net/outfile.php?id=317&href=http://irp.onlinesolutionsltd.net/assets/submissions/200909010615_general_drought_livelihood.pdf , October 10, 2009 accessed.

Lazarte Alfredo. Post-earthquake Livelihoods Recovery: Employment and SocialProtection Dimensions. July 14, 2008 http://www.un.org.cn/public/resource/786d047e4a7f031929612f12256fff7f.pdf .October 10, 2009 accessed

Nakagawa Yuko, Shaw Rajib. “Social Capital: A missing link to disaster recovery.” International Journal of Mass Emergency and Disaster, Volume 22, no. 1. 2004. 5-34.

Nvaran Duryog. “Disaster Risk and Poverty in South Asia, A Contribution to the 2009 ISDR Global Assessment Report on Disaster Risk Reduction, .” DURYOG NIVARAN, 27 March 2009.

Page 17: Strategi Intervensi Untuk Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan

Padiyar A.P., Phillips J.M., Subasinghe P.R., Raharjoh S., Hasanuddin, Sammut J. “15 Steps for Aquaculture Farm Rehabilitation in Aceh, Indonesia.” FAO and Regional Brackish Water Aquaculture Development Center. 7.

Poverty Reduction and Sustainable Development through Microfinance Special Report. May 26, 2005.http://irp.onlinesolutionsltd.net/assets/publication/Tsunami%20Reocvery/tsunami%20recovery%20and%20microfinance.pdf October 10, 2009 accessed.

“Reducing Disaster Risk: A challenge for development. A Global Report.” UNDP, BCPR , 2004. “Regional Workshop: One Year Later-The Rehabilitation of Fisheries and Aquaculture in Tsunami

Affected Countries in Asia.” Worldfish. 2008 年August 月. http://irp.onlinesolutionsltd.net/assets/publication/Tsunami%20Reocvery/rehab%20of%20fisheries%20-%20FAO%20-%20tsunami2.pdf , October 10, 2009 accessed.

Shannon Doocy, Michael Gabriel, Collins Sean, Courtland Robin, , Stevenson Peter. “The Mercy Corps Cash for Work Program in Post-Tsunami Aceh.” 2005. http://irp.onlinesolutionsltd.net/outfile.php?id=316&href=http://irp.onlinesolutionsltd.net/assets/submissions/200909010620_indonesia_tsunami_livelihood.pdf [October 10, 2009 accessed].

“What are livelihoods approaches?” ELDIS. http://www.eldis.org/go/topics/dossiers/livelihoodsconnect/what-are-livelihoods-approaches [October 10, 2009 accessed].

Worrell Jennifer. “Jennifer Worrell, Chief, Early Recovery Team, Bureau of Crisis Prevention and Recovery, UNDP,.”

The ProVention CRA toolkit includes livelihoods tools. www.proventionconsortium.org/CRA_toolkit

Young, H. et al. (2001). Food Security Assessments in Emergencies: A Livelihoods Approach. www.forcedmigration.org/sphere/pdf/food/odi/food-security-and-livelihoods.pdf

Flood disasters: Learning from previous relief and recovery operations, ProVention and ALNAP; January