strategi gastrodiplomasi korea selatan dalam …digilib.unila.ac.id/55961/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
STRATEGI GASTRODIPLOMASI KOREA SELATAN DALAM
MENDUKUNG KEPENTINGAN NASIONAL TAHUN 2012-2016
(SKRIPSI)
Oleh
CLAUDY YUDIKA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
STRATEGI GASTRODIPLOMASI KOREA SELATAN DALAM
MENDUKUNG KEPENTINGAN NASIONAL TAHUN 2012 – 2016
Oleh
CLAUDY YUDIKA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan gastrodiplomasi
yang dilakukan oleh Korea Selatan pada tahun 2012 – 2016 dalam mendukung
kepentingan nasional negara nya. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.Data
yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder.Adapaun teknik pengumpulan
data dilakukan melalui studi pustaka dan dokumentasi melalui jurnal, dokumen resmi yang diperoleh melalui situs-situs resmi dari organisasi ataupun situs resmi pemerintahan,
serta artikel dari portal berita internasional. Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis secondary analysis menurut Miles dengan tiga tahapan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa makanan dapat menjadi media diplomasi publik yang mampu
untuk membantu pencapaian kepentingan nasional Korea Selatan yang bersifat vital
(inclusiveness) yaitu meningkatkan pertumbuhan ekspor makanan dari 6574,44 dolar AS pada tahun 2012 menjadi 6935,96 dolar AS di tahun 2016, meningkatkan jumlah
kunjungan wisata dari 8.656.818 kunjungan di tahun 2012 menjadi 13.932.925 kunjungan
di tahun 2016, serta kepentingan nasional yang bersifat non-vital (exclusiveness) seperti pengelolaan stereotip negatif dan meningkatkan peran dalam politik internasional.
Kata kunci: Korean food, Gastrodiplomasi, Kepentingan Nasional.
ABSTRACT
SOUTH KOREA’S GASTRODIPLOMACY STRATEGY IN SUPPORTING
NATIONAL INTEREST IN 2012 – 2016
By
CLAUDY YUDIKA
This study aims to determine the process of gastrodiplomacy implementation
conducted by South Korea in 2012-2016 to support its national interests. This research is
a qualitative descriptive. The research data used in this study is secondary data, whilst the
techniques used for data collecting are library research and documentation through journals, official documents obtained through official websites of the organization or
using official government sites, as well as articles from international news portals. The
data analysis technique uses in this study is secondary analysis which according to Miles is done through three stages, they are data reduction, data presentation, and conclusion
drawing. The results of this study show that food can be a medium of public diplomacy
that is able to help achieve the national interests of the South Korean, both inclusiveness
such as increasing food export growth from 6574,44US$ in 2012 to 6935,96 US$ in 2016, increasing tourism rate from 8.656.818 visitors in 2012 to 13.932.925 visitors in
2016, as well as exclusiveness interests, such as managing negative stereotypes and
increasing roles in international politics.
Key words: Korean food, Gastrodiplomacy, National Interest
STRATEGI GASTRODIPLOMASI KOREA SELATAN DALAM
MENDUKUNG KEPENTINGAN NASIONAL TAHUN 2012-2016
Oleh
CLAUDY YUDIKA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
Pada
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial Dan IlmuPolitik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis Claudy Yudika. Lahir di Kota Bandar
Lampung pada tanggal 25 Juli 1996 sebagai anak pertama dari
pasangan suami istri Bapak Iskandar Yudiansyah, S.E dan Ibu
Dra. Riska Yufiar. Pendidikan formal yang pernah di tempuh
oleh penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak Kartika II-26
Jaya Bandar Lampung, kemudian ke jenjang Sekolah Dasar di SD Kartika II-25
Jaya Bandar Lampung lulus di tahun 2008. Penulis menempuh Pendidikan
Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 23 Bandar Lampung dan melanjutkan
Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 4 Bandar Lampung, penulis lulus ditahun
2014.
Penulis melanjutkan Pendidikan ke perguruan tinggi dan terdaftar sebagai
mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung pada tahun 2014 dan aktif dalam kepengurusan MPM HI
periode 2015-2016 dan kepengurusan HMJ HI periode 2016-2017sebagai Ketua
Human Resources Development dan kepanitiaan acara jurusan selama tiga tahun.
Kemudian penulis juga pernah menjalankan kegiatan praktik kerja
lapangan/magang di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Kerajaan
Thailand di Bangkok pada tahun 2018.
MOTTO
“Lihat sisi terang di ruang segelap apapun”
-nkcthi-
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan karya sederhana ini untuk
Kedua orang tua ku tercinta Papa Iskandar Yudiansyah, S.E
dan Mama Dra. RiskaYufiar
sebagai tanda bakti dan cinta kasih ku,
serta Almamater tercinta
Universitas Lampung
SANWACANA
Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan anugerah,
penyertaan serta kekuatan lahir dan batin kepada Penulis. Dengan berbekal
keyakinan dan kemauan yang keras, serta bantuan dari berbagai pihak jualah,
maka Penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “STRATEGI
GASTRODIPLOMASI KOREA SELATAN DALAM MENDUKUNG
KEPENTINGAN NASIONAL TAHUN 2012-2016”. Penulis menyadari
bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi ini karena
keterbatasan dan pengetahuan yang peneliti miliki. Melalui kesempatan ini,
Penulis hendak mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan moril, maupun spiritual.
Dengan teriring salam dan doa serta ucapan terima kasih yang tak terhingga
Penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung.
2. Bapak Drs. Aman Toto Dwijono, M.H., selaku Ketua Jurusan Ilmu
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung.
3. Ibu Dr. Nina Yudha Aryanti, M.Si selaku Dosen Pembahas/Penguji yang
telah memberikan kritik, saran, dan telah membimbing saya agar menjadi
lebih baik yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Utama yang
selalu memberikan motivasi, kritik dan saran, serta dukungan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Fitri Juliana Sanjaya S.IP, M.A. selaku Dosen Pembimbing Kedua
Skripsi yang selalu meluangkan waktu untuk membantu, membimbing,
dan mengarahkan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
6. Abang Hasbi Sidik, S.IP, M.A selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan semangat dan saran serta motivasi selama masa
perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh jajaran dosen Jurusan Hubungan Internasional Universitas
Lampung dan staff atas dukungan, bantuan, dan pembelajaran selama
menempuh perkuliahan, serta membantu dalam proses administrasi selama
perkuliahan.
8. Keluarga besar di Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Thailand.
Bapak Ahmad Rusdi selaku Duta Besar Indonesia untuk Thailand, Ibu
Rita Tri Mutiawati selaku Kepala Atase Perdagangan beserta staff P’Prim,
P’Dome, Kak Ria, dan Kak Richard yang telah mengajarkan saya
mengenai bagaimana proses untuk melakukan ekspor dan impor antara
Indonesia dan Thailand serta banyak pembelajaran lainnya yang sangat
berhargadan Bapak Dodo Sudrajat selaku Kepala Fungsi Penerangan
Sosial dan Budaya beserta staff, Ibu Aik, Ibu Desita, Kak Sofie yang
mengajarkan saya lebih dalam tentang dunia hubungan internasional. Mba
Anet diplomat wanita muda yang super keren dan menjadi panutan, dan
seluruh jajaran staff fungsi maupun atase di KBRI Bangkok. Berkat
mereka penulis mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman hidup baru
yang sangat berharga terutama dalam dunia Internasional.
9. Kedua orang tua ku, Iskandar Yudiansyah, SE dan Dra.RiskaYufiar. Papa,
Mama mungkin rasa terima kasih tidak cukup untuk membalas semua
kasih sayang, doa, dukungan dan materi yang telah diberikan selama ini.
Terimakasih saya ucapkan untuk papa dan mama yang sudah bekerja keras
untuk selalu menghidupi dan membahagiakan saya. Terima kasih untuk
selalu ada dan selalu mendukung apapun yang saya pilih. Semoga Papa
dan Mama selalu diberikan kesehatan, dan selalu dalam lindungan Allah
SWT.
10. Adik ku ChyndoYudika dan Cruiser Yudika serta Seluruh Keluarga Besar
Yahya Said dan Keluarga Besar Fachrurozie Ali yang telah memberikan
semangat, dukungan dan doa dalam menyusun skripsi.
11. Kepada Hafizan Shidqi yang selalu memberikan semangat dan motivasi
untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih telah selalu ada untuk ku
dan percaya aku pasti bisa, you worth every miles between us.
12. Sahabat-sahabat ku, Aisyah Aridhanisa Zaniar, Nadya Audyna, Afra
Nadiya, Widya Aristiani, Ivo Revita. Terima kasih telah selalu ada untuk
ku dalam kondisi apapun yang selalu memberi semangat dan percaya.
13. Kepada YOLO MONKEY, team magang penulis di KBRI Bangkok,
Thailand. M. Adam Malik, Rima Rachmatika, Biyes Nurul A, Binanda
Firsty, Mariah Ramandisyah dan Hediati Diah Natalia. Terima kasih sudah
selalu ada, membantu, memberikan saran, mendengarkan keluh kesah saya
dan selalu menghibur.
14. HMJ HI Unila dan Sahabat seperjuangan di PHMJ HI periode 2016/2017;
Tia, Andika, Zaim,Dimas, Oni, Amel, Hedi, Adam, Chindy, Adit, Hana,
Firly, Tiyas, Retno serta seluruh Project Protocol HRD. Terima kasih atas
dukungannya; sebagai organisasi internal yang telah memberikan saya
tempat untuk belajar menyalurkan minat dan bakat. Terima kasih atas
segala ceritanya.
15. Anggota HOT NEWS, Puspa, Hedi, Biyes, Disya, Rima. Terima kasih atas
kenangan selama perkuliahan yang tidak akan terlupakan. Seluruh teman-
teman Jurusan Hubungan Internasional angkatan 2014. Semoga kita semua
bias mewujudkan mimpi kita masing-masing dan sukses dengan jalannya
masing-masing.
16. Semua pihak yang telah mendoakan dan mendukung penulis dalam bentuk
apapun. Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang
telah diberikan oleh semua pihak yang membantu dalam proses yang
dijalani oleh penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, 4 Februari 2019
Penulis
ClaudyYudika
i
DAFTAR ISI
Daftar Grafik ................................................................................................. iv
Daftar Gambar .................................................................................................v
Daftar Singkatan ........................................................................................... vi
Daftar Tabel ................................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN ........................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ..........................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................9
1.4 Kegunaan Penelitian ...............................................................9
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................11
2.1 Penelitian Terdahulu .............................................................11
2.2 Makanan Sebagai Media Diplomasi Publik ..........................18
2.3 Gastrodiplomasi ....................................................................21
2.3.1 Strategi Gastrodiplomasi .......................................24
2.4 Gastrodiplomasi dan Kepentingan Nasional .........................28
2.5 Kerangka Pemikiran ..............................................................31
III. METODE PENELITIAN ............................................................34
3.1 Tipe Penelitian ......................................................................34
3.2 Definisi Konsep.....................................................................35
3.2.1 Diplomasi Publik.................................................35
ii
3.2.2 Gastrodiplomasi ..................................................36
3.2.2.1 Strategi Gastrodiplomasi .........................36
3.2.3 Kepentingan Nasional .........................................37
3.3 Fokus Penelitian ....................................................................38
3.4 Jenis Sumber Data .................................................................39
3.5 Teknik Pengumpulan Data ....................................................39
3.6 Teknik Analisis Data .............................................................39
IV. GAMBARAN UMUM ...............................................................41
4.1 Profil Gastrodiplomasi ..........................................................41
4.1.1 Sejarah dan Perkembangan ....................................43
4.2 Korean Food Globalization ..................................................47
4.3 Program Hansik:Korean Cuisine to the World .....................53
4.4 Hambatan dan Tantangan ......................................................57
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................60
5.1 Hasil ......................................................................................60
5.1.1 Strategi Gastrodiplomasi Korea Selatan ................60
5.1.1.1 Strategi Media dan Pendidikan ...............61
5.1.1.2 Strategi Pemasaran Produk dan
Penggunaan Event ..............................................68
5.1.1.3 Strategi Membangun Koalisi ..................75
5.1.2 Kepentingan Korsel Melalui Gastrodiplomasi .......77
5.1.2.1 Inclusiveness ..........................................78
5.1.2.2 Exclusiveness ..........................................83
5.2 Pembahasan ...........................................................................85
iii
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................91
6.1 Kesimpulan ...........................................................................91
6.2 Saran......................................................................................92
DAFTAR PUSTAKA .................................................................94
LAMPIRAN ................................................................................99
iv
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
1.1 Tujuan Kedatangan Wisatawan Asing ..............................................5
5.1 Jumlah Ekspor Makanan Korea Selatan 2012 – 2016 .....................80
5.2 Pengunjung Wisata Internasional Korea Selatan 2012–2016 .........82
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Bagan Kerangka Pikir ......................................................................33
5.1 Logo Psygo Bibigo ..........................................................................63
5.2 Penggunaan Akun Sosial Media Bibigo ..........................................63
5.3 Penggunaan Akun Sosial Media Pribadi Psy ..................................64
5.4 Girl Group “Wonder Girls” sebagai Food Ambassador ................65
5.5 Bibigo Brand Book ..........................................................................66
5.6 Logo Program Hansik: Korea Cuisine to the World ...............................68
5.7 Bahan Masakan Korea .....................................................................70
5.8 Logo Bibigo .....................................................................................72
5.9 Masakan Khas Korea yang Dicintai di Dunia .................................75
5.10 Peta Penyebaran Korean Culture Center di Dunia ........................76
vi
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
APEGA : Peruvian Society of Gastronomy
CAC : Codex Alimentarius Committee
KBRI : Kedutaan Besar Republik Indonesia
KCTI : Korean Culture and Tourism Institute
KFDA : Korean Food and Drug Administration
KFF : Korean Food Foundation
K-Food : Korean Food
Korsel : Korea Selatan
K-Wave : Korean Wave
MFAFF : Ministry of Food, Agriculture, Forestry and Fisheries
PBB : Perserikatan Bangsa Bangsa
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Penjelasan Diplomasi Kuliner dan Gastrodiplomasi ........................23
4.1 Daftar Negara dan Tahun Penerapan Gastrodiplomasi .....................46
4.2 Daftar Makanan Korea ......................................................................48
5.1 Penggunaan Pendidikan dalam Gastrodiplomasi Korsel ..................67
5.2 Daftar Restoran Korea di Dunia 2012 – 2016...................................72
5.3 Strategi Penggunaan Event Oleh Korsel 2012 – 2016 ......................73
5.4 Daftar Lokasi Korean Culture Center di Luar Negeri ......................77
5.5 Komoditas Ekspor Korea Selatann dalam $USD tahun 2012 ...........79
5.6 Gastrodiplomasi Korea Selatan .........................................................86
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Setiap negara di dunia memiliki kepentingan nasional yang ingin diraih.
Dalam meraih kepentingan nasional tersebut, sebuah negara membutuhkan
kekuatan atau power untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Power dapat
diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki suatu negara untuk mencapai
kepentingan nasional (Nye, 2004: 5). Kepentingan nasional merupakan bagian
terpenting yang dimiliki oleh setiap negara. Untuk meraihnya, masing-masing
negaamemilih cara yang berbeda-beda. Pada masa Perang Dunia, hard power
menjadi kekuatan yang populer sebagai alat meraih kepentingan nasional. Negara
yang terlibat perang berlomba-lomba memperkuat perekonomian mereka untuk
dapat mendanai peralatan militer. Sedangkan pada pada masa-masa damai setelah
Perang Dunia usai, negara-negara yang terlibat perang sibuk merestorasi
perekonomian dan infrastruktur mereka yang jatuh.
Menurut Joseph Nye, sebagian masyarakat mungkin telah memahami
bahwa hard power seperti kekuatan militer dan ekonomi memiliki kemampuan
untuk mengubah sikap suatu pihak (Nye, 2004:11). Sebuah negara dapat
mengancam negara lain dengan kekuatan militer atau membujuk negara lain
dengan menggunakan kekuatan ekonominya (Nye, 2004:11). Meskipun hard
2
power masih menduduki posisi penting untuk meraih kepentingan nasional,
namun kini hard power tidak menjadi satu-satunya kekuatan yang dimanfaatkan
oleh negara untuk meraih hasil yang diinginkan. Saat ini telah banyak negara yang
tidak hanya berfokus dalam memperkuat hard power-nya, tetapi juga berupaya
untuk mengembangkan dan memperkuat soft power-nya.
Joseph Nye memahami soft power sebagai kemampuan untuk mengubah
perilaku negara lain atau publik internasional dengan menggunakan cara-cara
persuasi dan daya tarik yang dapat membentuk preferensi suatu negara maupun
publik internasional (Nye, 2004:12).Hal tersebut membuat soft power menjadi
sama pentingnya dengan hard power sebab keduanya memiliki kekuatan untuk
mengubah perilaku negara lain atau publik internasional.
Perbedaan keduanya terletak pada bagaimana kekuatan tersebut diterapkan
dan bagaiamana kekuatan tersebut berasal. Hard power menggunakan cara-cara
yang bersifat koersif, sedangkan soft power bekerja menggunakan cara bersifat
persuasif. Apabila hard power bersumber dari kekuatan militer maupun ekonomi,
lain halnya dengan soft power yang dari tiga hal yang disebut sebagai attractive
power. Tiga hal tersebut yakni; kebudayaan negara tersebut (yang dianggap
menarik oleh publik), nilai-nilai politik negara yang bersangkutan (dimana nilai-
nilai tersebut hidup baik di dalam dan luar negeri) dan kebijakan luar negeri
negara tersebut (ketika kebijakan tersebut dianggap sah dan memenuhi otoritas
moral) (Nye, 2008: 20).
Pada praktik penggunaan soft power, budaya menjadi salah satu aset yang
sering dimanfaatkan suatu negara sebagai sumber dari soft power. Penggunaan
kebudayaan populer yang dimiliki suatu negara dapat mempengaruhi persepsi
3
masyarakat internasional terhadap negara tersebut. Dampak positif yang
dihasilkan dari budaya populer terhadap persepsi masyarakat internasional
menunjukkan bahwa budaya memiliki posisi penting dalam mempengaruhi
persepsi masyarakat terhadap sesuatu, sehingga apabila masyarakat internasional
telah memiliki persepsi positif terhadap suatu negara maka hal tersebut dapat
membantu negara untuk mendukung kepentingan nasional negaranya.
Penggunaan budaya oleh suatu negara sebagai soft power dapat
diwujudkan melalui diplomasi. Diplomasi merupakan salah satu instrumen
penting dalam pelaksanaan kepentingan nasional suatu negara. Saat ini diplomasi
telah mengalami serangkaian modifikasi, sehingga diplomasi banyak mengalami
perubahan atau terbagi menjadi beberapa cara diplomasi baru yang mengikuti
sesuai dengan keadaan dan zaman. Salah satu teknik berdiplomasi yang ada saat
ini adalah gastrodiplomasi. Gastrodiplomasi disebut juga berdiplomasi dengan
menggunakan makanan (Wilson, 2013:13-20).
Praktik diplomasi publik melalui makanan ini pertama kali diperkenalkan
oleh Paul Rockower1. Ia mengatakan bahwa cara terbaik untuk memenangkan hati
dan pikiran adalah melalui perut (the best way to win hearts and minds through
stomach) (Rockower, 2011: 152). Ia juga menyebutkan bahwa ketika suatu negara
memutuskan untuk menggabungkan makanan dengan teknik berdiplomasinya,
maka negara tersebut telah menerapkan gastrodiplomasi. Gastrodiplomasi
memaksimalkan potensi warisan kuliner untuk tidak hanya bermanfaat sebagai
kebutuhan bertahan hidup manusia, tetapi juga sebagai attractive power yang
1
Paul Rockower merupakan seorang ahli dalam bidang diplomasi publik khususnya
gastrodiplomasi. Rockower merupkana lulusan University of Southern California yang memiliki
pengalaman berkarir luas dan beragam baik di ranah akademis maupun praktisi. Ia bekerja dengan
banyak kementerian luar negeri dalam hal diplomasi publik, beberapa di antaranya adalah
Amerika Serikat, Taiwan, Israel, dan India.
4
cocok untuk mendefinisikan diri karena kuliner memiliki keterkaitan dan
keterikatan dengan budaya, sejarah, dan kondisi geografis kuliner tersebut berasal
(Rockower, 2011: 152).
Kuliner muncul sebagai alternatif ketika kondisi perpolitkan dalam dan
luar negeri suatu negara tidak menjadi topik yang menarik untuk diketahui oleh
sebagian publik asing. Kuliner menjadi objek yang relatif mudah diterima dan
diingat karena dalam aktivitas berdiplomasi gastronomi tersebut, kuliner menjadi
objek yang dapat dibagi dengan publik asing sebagai pengalaman baru. Ia
berperan sebagai medium untuk menciptakan hubungan emosional lintas bangsa
tanpa adanya keterbatasan bahasa.
Gastrodiplomasi pertama kali digunakan oleh Thailand pada tahun 2002.
Pada saat itu pemerintah Thailand menerapkan gastrodiplomasi dengan
meluncurkan “Thai Gobal”, proyek ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah
restoran Thailand di luar negeri secara signifikan dan bertujuan untuk
meningkatkan keakraban dengan makanan Thailand di masyarakat luar negeri.
Sejak itu, kepopuleran gastrodiplomasi telah menyebar dengan cepat (Chapple-
Sokol, 2013: 161). Keberhasilan “Thai Global” yang diluncurkan oleh Thailand
membuat negara–negara Asia lainnya mulai ikut menerapkan gastrodiplomasi,
salah satu negara tersebut adalah Korea Selatan.
Korea Selatan merupakan salah satu negara kekuatan menengah yang
memiliki kemajuan dalam bidang teknologi, ekonomi, dan budaya yang saat ini
telah berkembang menjadi salah satu negara makmur yang ada di Asia. Pada saat
ini Pemerintah Korea Selatan mefokuskan penggunan soft power dalam setiap
kebijakan negaranya. Salah satu tujuan penggunaan soft power tersebut adalah
5
sebagai upaya untuk mepromosikan budaya Korea Selatan ke masyarakat
internasional. Upaya tersebut dilakukan melalui Drama TV dan juga musik pop
korea yang telah menyebar hampir ke seluruh penjuru dunia yang kemudian
menciptakan “Gelombang Hallyu” atau yang dikenal juga dengan “Korean
Wave‖(K-wave).
Akibat dari kepopuleran K-wave yang semakin luas dan mencapai puncak
kepopulerannya pada tahun 2012 (Hye-kyung, 2009: 73), industri kebudayaan
Korea Selatan berkembang dan menyebar luas dengan cepat dalam waktu singkat.
Kemudian, K-wave dimanfaatkan oleh Pemerintah Korea Selatan sebagai alat
untuk melakukan soft diplomacy yang bertujuan untuk mempromosikan
kebudayaan Korea Selatan.
Grafik 1.1 Tujuan Kedatangan Wisatawan Asing ke Korea Selatan
Sumber :Korea Culture & Tourism Institute, http://www.kcti.re.kr/
Diakses pada 14 Agustus 2018
Semakin diminatinya budaya Korea Selatan oleh masyarakat internasional,
membuat pemerintah Korea Selatan ingin turut memperkenalkan makanan korea
(K-food) ke masyarakat dunia. Berdasarkan grafik di atas kuliner menjadi salah
satu daya tarik wisatawan asing untuk datang ke Korea Selatan selain untuk
berbelanja (Hye-Kyung, 2009: 73). Hal tersebut membuat Pemerintah Korea
Selatan berkeinginan untuk memperkenalkan makanan negaranya ke masyarakat
internasional.
6
Pemerintah Korea Selatan kemudian dengan percaya diri menggunakan
makanan khas Korea sebagai salah satu alat untuk mendukung kepentingan
nasionalnya. Atas dasar hal ini, sebagai upaya untuk meningkatkan diplomasi
publik dan membangun kesadaran publik akan negaranya, mendorong ekspor dan
investasi ekonomi, pariwisata, serta terlibat pada tingkat budaya.
Pemerintah Korea Selatan juga menyadari bahwa brand mereka seringkali
salah dikenali sebagai brand dari Jepang dan Republik Rakyat Tiongkok. Oleh
karena itu, Pemerintah Korea Selatan mencari cara untuk membangun kesadaraan
publik terhadap negaranya. Pemerintah kemudian memilih gastrodiplomasi
sebagai target penjangkauan simpati masyarakat internasional, dengan
menggunakan korean food, yaitu Kimchi sebagai instrumen utamanya (Rockower,
2011:35).
Kimchi dipilih oleh Pemerintah Korea Selatan untuk membangun
kesadaran masyarakat internasional terhadap negara mereka. Pemerintah Korea
Selatan berharap ketika masyarakat internasional mengenal kimchi maka akan
langsung tertuju pada negara Korea Selatan sehingga nilai negara Korea Selatan
dapat meningkat di berbagai bidang.
Keseriusan Pemerintah Korea Selatan dalam membangun kesadaran
publik terhadap Kimchi dapat dilihat sejak terjadi sengketa kimchi antara Korea
Selatan dan Jepang tahun 1996. Pada saat itu Korea Selatan mengajukan protes
terhadap Jepang, karena pengeluaran produk komersial Jepang dengan nama
“kimuchi”. Karena hal tersebut, Pemerintah Korea Selatan mengajukan proposal
resmi permohonan standar internasional untuk “Kimchi” ke Codex Alimentarius
7
Committe (CAC) agar kimchi kemudian bisa diklaim seutuhnya menjadi milik
Korea Selatan (Pham, 2013:4).
Selain sengketa dengan Jepang, Pemerintah Korea Selatan juga pernah
terlibat sebuah perselisihan perdagangan dengan Republik Rakyat Tiongkok pada
tahun 2005. Perselisihan tersebut terjadi karena pertanyaan mengenai nama apa
yang sesuai untuk kubis. Karena hal tersebut pemerintah Korea Selatan kembali
berhasil mengajukan permohonan resmi kepada Codex Alimentarius Committe
(CAC)2 untuk mengganti penamaan inggris untuk “Chinese Cabbage” menjadi
“Kimchi Cabbage” (Pham, 2013: 10).
Setelah mendapat respon dari CAC mengenai pengklaiman kimchi, Lee
Myung-Bak, yang menjabat sebagai Presiden Korea Selatan menerapkan
gastrodiplomasi„Global Hansik; Korean Cuisine to the World’ melalui Hansik:
Kimchi Diplomacy yang dilakukan pada tahun 2009. Seperti yang disebutkan
dalam New York Times Culinary Diplomacy With a Side of Kmichi program ini
bertujuan untuk meningkatkan jumlah restoran Korea di luar negeri empat kali
lipat menjadi hampir 40.000 pada tahun 2017.
Presiden Lee juga berharap penerapan gastrodiplomasi dapat mendorong
makanan Korea Selatan menjadi makanan yang akan digemari oleh masyarakat
seluruh dunia. Melalui cita rasa kimchi diharapkan dapat mencuri hati para
wisatawan dan kemudian membuat makanan Korea yang lainnya ikut mendunia.
Hal itu juga disebutkan oleh Ibu Negara kala itu, Kim Yoon-ok dalam pidatonya
yang dikutip oleh Paul S. Rockower di artikel Korea Times “First lady’s pet
project: Food diplomacy”. Kim menyebutkan bahwa masakan tidak hanya
2 Codex Almentius merupakan sebuah Organisasi Kesehatan Dunia PBB yang mengeluarkan
sebuah standar pembuatan makanan yang nantinya akan dijadikan sebagai tujuan perdagangan
internasional (International Food Standarization Organization)
8
mencerminkan tingkat kebudayaan suatu bangsa tetapi juga mewakili nilai merek.
Ia menekankan bahwa kesadaran global mengenai korean food adalah tugas
penting bagi pemerintah Korea, dimana persepsi tersebut memiliki dampak yang
mendalam terhadap sikap arah dan pemahaman dari negara tertentu (Kim,
2011:124).
Dapat disimpulkan bahwasanya kuliner boleh jadi terlihat inferior apabila
disandingkan dengan instrumen diplomasi lainnya, namun ia jelas memiliki
potensi besar dalam memperkuat soft power sebuah negara. Sebuah negara dapat
mendefinisikan diri mereka melalui kuliner, sehingga penerapan gastrodiplomasi
Korea Selatan melalui pemanfaatan kuliner ini dilaksanakan untuk mendukung
kepentingan nasional negaranya, yaitu untuk meningkatkan diplomasi publik dan
membangun kesadaran publik akan negaranya, mendorong ekspor dan investasi
ekonomi, pariwisata, serta terlibat pada tingkat budaya.
1. 2 Rumusan Masalah
Ketertarikan wisatawan asing yang datang ke Korea Selatan untuk
mencicipi makanan khas Korea membuat pemerintah Korea Selatan berkeinginan
untuk memperkenalkan makanan Korea kepada masyarakat dunia. Melihat
keberhasilan negara lain dalam menerpakan gastrodiplomasi sebagai upaya untuk
meningkatkan minat masyarakat internasional terhadap makanan khas negaranya
membuat pemerintah Korea Selatan untuk ikut menerapkan gastrodiplomasi
sebagai upaya untuk menglobalkan korean food di dunia Internasional.
Selain sebagai upaya untuk menglobalkan korean food, pemerintah Korea
Selatan juga menggunakan gastrodiplomasi sebagai upaya untuk mendukung
9
kepentingan nasional negaranya Dari pemaparan tersebut maka penulis
merumuskan pertanyaan penelitian yaitu:
“Bagaimana strategi gastrodiplomasi Korea Selatan dalam mendukung
kepentingan nasional negaranya tahun 2012-2016?”
1. 3 Tujuan Penelitian
Menjelaskan dan menganalisis strategi gastrodiplomasi Korea Selatan untuk
mendukung kepentingan nasional melalui korean food pada tahun 2012-2016.
1. 4 Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat
sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya dan sebagai bahan
masukan dalam mengembangkan kajian Budaya Global dan
menambah pengetahuan masyarakat luas.
2. Kegunaan Secara Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
kegunaan gastrodiplomasi yang dilakukan Korea Selatan sebagai
media untuk melakukan diplomasi publik untuk mendukung
kepentingan nasional oleh sebuah negara.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
strategi gastrodiplomasi.
c. Diharapkan dapat memberikan informasi tentang diplomasi publik
dan kepentingan sebuah negara dengan menggunakan makanan
sebagai medianya.
10
d. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian
sebelumnya tentang penggunaan makanan sebagai media dalam
diplomasi publik dan pendukung kepentingan nasional oleh negara.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mencakup penelitian yang telah dilakukan oleh para
peneliti sebelumnya, khususnya mengenai penerapan gastrodiplomasi. Pada bab
ini peneliti merangkum sebanyak empat penelitian terdahulu mengenai penerapan
gastrodiplomasi di negara-negara di dunia.
Pertama, tema penelitian yang sama mengenai gastrodiplomasi negara
Korea Selatan telah dilakukan sebelumnya oleh Arisa Rhodia (2016), seorang
mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Andalas. Penelitian Rhodia yang
berjudul Upaya Gastrodiplomasi Korea Selatan melalui Korean Food tahun
2009-2015, berfokus pada upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh Korea
Selatan dalam praktik gastrodiplomasi. Ia menganalisis penerapan
gastrodiplomasi yang dilakukan oleh Korea Selatan dalam kurun waktu tahun
2009 hingga tahun 2015. Dalam penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui
upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh Pemerintah Korea Selatan dalam
penerapan gastrodiplomasi, dan alasan penerapan gastrodiplomasi di Korea
Selatan.
Dari penelitian tersebut diketauhi terdapat beberapa upaya-upaya yang
telah dilakukan oleh Pemerintah Korea Selatan dalam penerapan gastrodiplomasi
12
antara lain adalah: (1) membuka toko-toko makanan korea seperti department
store, hypermarket di negara-negara berkembang. (2) mengadakan eksibisi di
berbagai negara dengan tema memperkenalkan makanan khas Korea. (3)
membuat kampanye gastrodiplomasi “Bibigo”, serta (4) menjadikan “Bibigo”
sebagai perwakilan negara Korea dalam ajang festival internasional. (5)
Bekerjasama dengan televisi swasta untuk mengiklankan makanan Korea di luar
negeri. (6) memperkenalkan masakan Korea melalui artis dan idol Korea serta
melalui Drama Korea. Perbedaan skripsi ini dengan penelitian milik Rhodia ini
terletak pada fokus penelitiannya. Rhodia hanya berfokus untuk mengetahui
upaya-upaya gastrodiplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Korea Selatan,
sedangkan skripsi ini akan lebih memfokuskan lagi mengenai implementasi
gastrodiplomasi yang dilakukan pemerintah Korea Selatan dalam mendukung
kepentingan nasionalnya.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Juyan Zhang (2015) dari University
of Texas San Antonio Amerika Serikat. Dalam penelitiannya yang berjudul The
Foods of The World: Mapping and Comparing Contemporary Gastrodiplomacy
Campaign ini Zhang berfokus pada membandingkan dan memetakan negara-
negara yang telah menerapkan gastrodiplomasi, seperti Jepang, Malaysia, Peru,
Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand. Dalam penelitian ini Zhang menganalisa
untuk memetakan serta mengetahui bagaimana perbedaan kampanye
gastrodiplomasi yang dilakukan oleh negara-negara yang telah menerapkan
gastrodiplomasi tersebut. Zhang membandingkan kampanye-kampanye
gastrodiplomasi tersebut menggunakan beberapa indikator, antara lain adalah :
a. Tema Branding
13
1. Slogan
2. Logo
b. Pesan
1. Kesehatan (Healthiness)
2. Perbedaan (Diversity)
3. Mistisime dan eksotisisme (Mysticism and Exoticism)
4. Bagian penting dari budaya Nasional (Essential part of
National Culture)
5. Kealamian dan Alam (Naturalness and Environmentalism)
6. Keindahan dalam presentasi makanan (Beauty in Food
Presentation)
c. Strategi dan Taktik
1. Strategi Pemasaran Produk (Products Marketing Strategies)
2. Strategi Acara Makanan (Food Events Strategies)
3. Strategi Membangun Koalisi (Coalition Building Strategies)
4. Strategi Penggunaan Opini Pemimpin (Use of Opinion
Leader Strategies)
5. Strategi Hubungan Media (Media Relation Strategies)
6. Strategi Pendidikan (Education strategies)
Dari penelitian terhadap kampanye gastrodiplomasi keenam negara
tersebut dalam hal tema brand yang mereka lakukan, Zhang menyimpulkan
bahwa diantara pesan yang disampaikan ,kebanyakan dari negara-negara tersebut
menyampaikan kesehatan (healthiness) di dalam kampanye. Disebutkan dalam
penelitian ini bahwa hal tersebut kemungkinan terjadi karena itu sesuai dengan
trend yang ada sekarang, yaitu pola makan sehat (healthy diet). Sedangkan,
14
apabila dibedakan berdasarkan strategi dan taktik dalam kampanye
gastrodiplomasinya, Zhang menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa Korea
Selatan adalah negara yang paling dinamis, aktif, dan mempunyai strategi-strategi
yang inovatif dalam melakukan kampanye dibandingkan dengan negara lainnya.
Manfaat yang penulis ambil dari penelitian adalah indikator-indikator yang telah
dijelaskan Zhang dalam penelitiannya dapat penulis gunakan untuk mengkaji
mengenai strategi kampanye gastrodiplomasi Korea Selatan.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Cristhian Reynolds (2015) dari
University of South Australia. Dalam penelitiannya yang berjudul Diplomatic
gastronomy: The convivial nature of the power of prestige, cultural diplomacy
and soft power, Reynolds memfokuskan penelitiannya pada pengembangan
gagasan milik Morgenthau dalam Politics Among Nations: The Power of Prestige.
Dimana kekuatan prestise dipahami sebagai konsep tentang bagaimana elit
menggunakan diplomasi budaya dan soft power sebagai alat untuk mencapai
tujuan mereka.
Dalam penelitiannya ini Raynold mengkaji teori klasik tersebut dan
menyoroti pada kesamaan kekuatan prestise (the power of prestige) dengan
pemahaman modern tentang soft power dan diplomasi budaya melalui sudut
pandang makanan dan keramahan. Di dalam penelitiannya juga Raynold meniliti
bagaimana makanan dapat dimanfaatkan oleh para aktor dan elit sebagai bentuk
diplomasi budaya. Ia menyebutkan bahwa, kegiatan atau upacara diplomatik
berfungsi sebagai barometer untuk suatu hubungan politik dan juga sebagai
cermin dua arah (two way ―mirror‖) yang mencerminkan perjuangan kekuatan di
bidang politik. Dikatakan bahwa untuk memahami pusat prestise dapat dilihat
15
dari penggunaan kegiatan atau upacara diplomatik seperti makan malam formal
yang digunakan untuk menggambarkan dan mengamati hubungan kekuasaan di
ranah politik.
Dalam penelitian ini, Raynold menyimpulkan bahwa dari model prestise
milik Morgenthau dalam praktik kegiatan diplomatik seperti makan malam formal
menunjukkan bahwa terdapat dua pandangan tentang penggunaan prestise, yaitu:
(1) Memanfaatkan prestise untuk mejaga status quo, memastikan bahwa kegiatan
diplomatik tersebut adalah cerminan kekuatan di bidang politik atau (2)
Memanfaatkan prestise untuk mempromosikan kekuatan aktor dan agenda
politiknya.
Disebutkan dalam praktik gastrodiplomasi menggambarkan interaksi
kekuatan prestise yang menggunakan makanan sebagai media interaksinya.
Makanan adalah media yang sempurna untuk mengekspresikan ideologi dan
budaya. Dalam penelitian ini juga telah disebutkan mengenai kekuatan makanan
melalui upacara kegiatan diplomatik memungkinkan untuk menilai kekuatan
politik atau keputusan politik yang dibuat.
Dalam penelitiannya ini membahas bagaimana kegiatan makan diplomatik
dapat mencerminkan bidang politik seperti yang ditujukan melalui pencarian
prestise. Raynold menyebutkan dalam penelitiannya bahwa dalam kegiatan
diplomatik ini kita dapat melihat bagaimana “tuan rumah” melihat hubungan
kekuatan tamu-tamu mereka, serta bagaimana tamu-tamu melihat status kekuatan
masing-masing. Selain itu, kita dapat melihat bagaimana kegiatan makan tersebut
diadakan serta makanan apa yang dihidangkan. Manfaat dari penelitian ini bagi
16
penulis adalah menambah khazanah dalam mengkaji teori klasik kekuatan prestise
(the power of prestige) dalam praktik kegiatan diplomatik, seperti gastrodiplomasi.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Rachel Wilson (2013) berjudul
“Cocina Peruana Para El Mundo: Gastrodiplomacy, the Culinary Nation Brand,
and the Context of National Cuisine in Peru” dari Syracuse University ini
memfokuskan penelitiannya pada kebijakan gastrodiplomasi yang dilakukan oleh
Negara Peru. Dalam penelitiannya tersebut, Wilson meneliti mengenai
penggunaan makanan sebagai alat untuk membangun citra negara dan juga
makanan sebagai salah satu alat yang digunakan oleh pemerintah untuk
memperluas strategi diplomasi budaya di suatu negara. Disebutkan bahwa
gagasan utama dari diplomasi kuliner adalah penggunaan makanan untuk
menyenangkan dunia, sementara disaat yang bersamaan juga memperbaiki citra
negara.
Melalui kampanye ―Cocina peruana para el mundo” (Peruvian Cuisine
for the World), pemerintah Peru mencoba mencoba untuk membangun citra
negaranya melalui makanan. Dalam penelitiannya ini, WIilson meneliti mengenai
konteks-konteks spesifik dalam proyek pemerintah Peru, serta meneliti alasan dan
tujuan dari pemerintah Peru dalam penerapan gastrodiplomasi di negaranya.
Disebutkan dalam tulisannya bahwa, terdapat beberapa strategi yang dilakukan
oleh pemerintah Peru dalam penerapan gastrodiplomasi di negaranya. Adapun
strategi-strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Peruvian Society of
Gastronomy (APEGA) dan Kementrian Budaya dan Hubungan Luar Negeri Peru
membangun kerjasama untuk membangun citra negara Peru melalui praktik
gastrodiplomasi. (2) Mengajukan makanan Peru sebagai warisan budaya ke
17
UNESCO. (3) Melakukan kampanye gastrodiplomasi yang diberi nama “Cocina
peruana para el Mundo‖. (4) Melakukan promosi makanan malalui media sosial
(Facebook dan Youtube) dan bekerjasama dengan memanfaatkan “kekuatan
bintang” dari para selebriti Peru dan orang-orang yang mendukung proyek kuliner
gastrodiplomasi Peru. (5) Membuat film dokumenter “De Ollas y Suenos‖
(Cooking Dreams) sebagai bentuk presentasi dari kebudayaan Peru. Film ini
mengeksplor identitas, tradisi dan nasionalisme Peru melalui sudut pandang
makanan Peru. (6) Memilih Chef asal Peru yang bernama Gaston Acurio sebagai
ambassador dari makanan Peru.
Dalam penelitian ini juga dijelaskan mengenai alasan dan tujuan dari
penggunaan praktik gastrodiplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah
Peru.Disebutkan oleh Cabellos seorang filmmaker alasan mengapa penggunaan
makanan dipilih karena di dalam makanan Peru mengandung nilai-nilai sejarah,
budaya dan nasionalisme Negara Peru, selain itu dengan melakukan praktik
gastrodiplomasi diharapkan dapat meningkatkan jumlah restoran-restoran
masakan Peru di seluruh dunia.
Wilson dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa praktik gastrodiplomasi
yang dilakukan oleh Pemerintah Peru sulit untuk dikatakan berhasil. Karena,
kurangnya survey atau evaluasi yang menunjukkan perkembangan dari praktik
gastrodiplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Peru. Selain itu, kurang
terlihatnya hasil yang signifikan dari praktik gastrodiplomasi yang telah dilakukan
oleh Pemerintah Peru.
Dari penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas, penulis mencoba
menjelaskan kelebihan skripsi ini dari pada penelitian terdahulu serta perbedaan
18
penelitian yang sedang penulis lakukan dengan penelitian-penelitian terdahulu.
Penelitian-penelitian terdahulu tersebut hanya mengkaji untuk mengetahui strategi
gastrodiplomasi apa saja yang dilakukan oleh suatu negara. Sedangkan, dalam
skripsi ini penulis akan memiliki bahasan yang lebih mendalam lagi. Penulis tidak
hanya mengkaji strategi gastrodiplomasi yang dilakukan oleh suatu negara saja,
tetapi skripsi ini akan lebih memfokuskan mengenai implementasi dari startegi
gastrodiplomasi yang dilakukan oleh suatu negara dalam mendukung kepentingan
nasional negaranya.
2.2 Makanan Sebagai Media Diplomasi Publik
Sebagaimana diketahui, setiap negara tidak dapat mencapai kepentingan
nasionalnya tanpa melakukan interaksi dengan negara lain. Dalam proses interaksi
yang dijalin tersebut, diplomasi merupakan salah satu kunci keberhasilannya.
Harold Nicolson dalam Freeman (1994: 75), memberikan definisi diplomasi yaitu
sebagai berikut:
―Diplomacy includes the management of international relations by
means of negotiation; diplomacy represents a skill to address ideas
in the conduct of international intercourse and negotiations;
diplomacy is the method by which these relations among nations are
adjusted and managed by ambassadors and envoys; diplomacy is
business or art of the diplomats to pursuade the others.
Diplomasi termasuk manajemen hubungan internasiona dengan cara
negosiasi; diplomasi merupakan keterampilan untuk menyampaikan
ide dalam melakukan hubungan dan negosiasi internasional;
diplomasi adalah metode di mana hubungan antar negara ini
disesuaikan dan dikelola oleh para duta besar dan utusan; diplomasi
adalah bisnis atau seni yang digunakan oleh diplomat untuk
mempengaruhi yang lain.”
Berdasarkan penjelasan tersebut jelas bahwa diplomasi merupakan salah
satu instrumen penting dalam pelaksanaan politik luar negeri sebuah negara.
Diplomasi bagaikan alat utama dalam pencapaian kepentingan nasional yang
berkaitan dengan negara lain atau organisasi internasional. Melalui diplomasi
19
inilah sebuah negara dapat membangun citra tentang dirinya dalam rangka
membangun nilai tawar atau state branding (Freeman, 1994: 75-76).
Diketahui juga bahwa dengan semakin kompleksnya isu-isu internasional,
maka praktek diplomasi yang dilakukan oleh setiap negara pun semakin
berkembang. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan potensi diplomasi
publik. Diplomasi publik secara umum dapat didefinisikan sebagai sebuah
aktivitas komunikasi yang terjadi antara pemerintah suatu negara dengan publik
atau masyarakat global. Diplomasi publik merupakan usaha yang dilakukan oleh
negara dalam mempengaruhi opini publik dengan menggunakan instrumen seperti
pertukaran budaya, film, radio, dan media massa, dalam mengkomunikasikan
gagasan dan cita-cita negara, institusi dan budayanya, serta kebijakan luar
negerinya terhadap publik asing.
Merujuk pada definisi di atas, diplomasi publik merupakan salah satu
instrumen soft power. Konsep soft power pertama kali diperkenalkan oleh Joseph
S, Nye di tahun 1990. Konsep power sendiri menurut Nye adalah kemampuan
dalam hal mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang kita inginkan.
Selain itu, Nye mendefinisikan soft power sebagai kemampuan untuk
mendapatkan apa yang kita inginkan dari orang lain dengan cara memunculkan
ketertarikan (attraction) dibandingkan melakukan paksaan (coercion) atau
bayaran (payments) (Nye, 2004: 5). Soft power ini terletak pada kemampuan suatu
pihak dalam membentuk preferensi pihak lain. Soft power yang dimiliki oleh
suatu negara pada dasarnya bergantung pada tiga sumber utama, yakni: budaya
(dimana orang merasa tertarik terhadapnya), nilai-nilai politis/political values
(ketika orang merasakannya, baik itu di dalam negeri maupun luar negeri), dan
20
terakhir kebijakan luar negeri (ketika orang melihatnya sebagai suatu legitimasi
dan mempunyai otoritas moral) (Nye, 2004: 5).
Diplomasi publik juga dikenal dengan istilah second track diplomacy yang
secara umum didefinisikan sebagai upaya-upaya diplomasi yang dilakukan oleh
elemen-elemen non-pemerintah secara tidak resmi (unofficial). Dengan kata lain,
diplomasi publik dilancarkan dengan tujuan agar masyarakat domestik dan
internasional mempunyai persepsi yang baik tentang kegiatan atau tindakan
negara, sebagai landasan sosial bagi hubungan dan pencapaian kepentingan yang
lebih luas (Shoelhi M, 2011:74), sehingga diplomasi publik didefinisikan sebagai
upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara melaui understanding,
informing, and influencing foreign audiences. Diplomasi publik ini menjadi cara
berdiplomasi yang tidak lagi hanya melibatkan peran pemerintah satu negara saja,
tetapi juga melibatkan peran dari aspek-aspek lainnya. Publik memegang peranan
yang semakin vital dalam menjalankan misi diplomasi sebuah negara terlebih
pada situasi yang semakin terintegrasi dengan beragam bidangnya yang sangat
variatif (Dwirezanti, 2012: 2).
Salah satu aspek kebudayaan yang dapat digunakan sebagai media
diplomasi publik adalah makanan. Peranan makanan dalam diplomasi telah
disebutkan oleh Pham dalam tulisannya:
―. . Throughout history, food has played a poignant purpose in moulding a
world, figure ancient trade routes and awarding mercantile and domestic
energy to those who rubbed cardamom, sugar, and coffee. These pathways
speedy discovery—weaving a informative fabric of contemporary societies,
tempering large palates, and eventually origination proceed for a
globalizationof ambience and food culture…
Sepanjang sejarah, makanan telah memainkan tujuan yang penting dalam
membentuk dunia melalui rute perdagangan kuno dan memberikan energi
perdagangan domestik melalui kapulaga, gula, dan kopi. Jalur ini
mempercepat penukaran informasi di masyarakat kontemporer,
21
membangun selera besar, dan akhirnya memulai untuk globalisasi dari
suasana budaya dan makanan…” (Pham, 2013: 12)
Berdasarkan penjelasan di atas, Pham telah menyebutkan bagaimana
makanan dapat berperan dalam hubungan diplomasi. Sejarah telah mencatat
bagaimana makanan dapat membangun rute perdagangan di dunia dan akhirnya
makanan membangun sesuatu yang lebih besar yaitu memulai globalisasi.
Meskipun ada banyak cara bagi suatu negara untuk menentukan dan
memvisualisasikan identitasnya, makanan adalah salah satu yang sangat nyata.
Seperti halnya untuk tujuan pariwisata negara akan sering merancang merek
nasional yang menggunakan keindahan alam dan menarik fitur geografis mereka
dan sekarang pemerintah menggunakan makanan sebagai bagian dari “strategi
perluasan diplomasi budaya” dimana strategi ini berusaha untuk mengekspor
artefak budaya terhadap dunia yang lebih luas dalam bentuk “hidangan nasional”.
2.3 Gastrodiplomasi
Makanan merupakan kebutuhan dasar semua orang untuk bertahan hidup,
namun selain berperan sebagai objek bertahan hidup, makanan memiliki peranan
yang lebih dari itu. Apabila dikaitkan dengan budaya atau komunitas, makanan
berpotensi menjadi media berkomunikasi dengan individu lain. Potensi tersebut
dapat dimaksimalkan dengan menjadikannya sebagai alat diplomasi gastronomi
atau yang akrab disebut sebagai gastrodiplomasi.
Gastrodiplomasi merupakan suatu praktek komunikasi state-to-public
yang menggunakan makanan sebagai elemen utama untuk memberikan
pemahaman budaya kuliner suatu negara kepada publik asing. Kata
gastrodiplomasi merupakan gabungan dari kata gastronomi dan diplomasi.
Gastronomi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai tata boga atau makanan.
22
Praktik diplomasi publik melalui makanan ini pertama kali diungkapkan oleh Paul
Rockower. Ia menyatakan bahwa gastrodiplomasi merupakan cara terbaik untuk
memenangkan hati dan pikiran melalui perut (Rockower, 2011: 107-152).
Menurut Rockower, penggunaan gastrodiplomasi secara formal bisa menjadi
program resmi pemerintah yang digunakan untuk mengenalkan makanan khas
negara sebagai tujuan dari diplomasi suatu negara (Pham, 2013:4)
Gastrodiplomasi sendiri merupakan irisan dari diplomasi publik dan
diplomasi budaya pada implementasinya. Sebab gastrodiplomasi membutuhkan
peran kuliner sebagai aset budaya berwujud dan memerlukan keterlibatan publik
baik sebagai aktor dan sasaran vital. Paul Sharp mendefinisikan diplomasi publik
sebagai proses dimana interaksi yang terjadi antar publik bertujuan untuk
meningkatkan ketertarikan dan nilai hal-hal yang direpresentasikan (Mellisen,
2006:43). Sedangkan Cummings (2003:1) mendefinisikan diplomasi budaya
sebagai pertukaran ide, informasi, budaya, dan aspek-aspek lain dari budaya antar
negara dan rakyat mereka dalam rangka menumbuhkan rasa saling memahami.
Gastrodiplomasi muncul sebagai alternatif yang memanfaatkan dan mengaitkan
peran keduanya.
Adapun definisi gastrodiplomasi adalah tentang bagaimana suatu negara
melaksanakan diplomasi budaya dengan cara mempromosikan masakan khas
masing-masing negara, sehingga dapat meningkatkan kesadaran publik terkait
suatu negara, juga membantu publik asing yang enggan untuk melakukan
perjalanan wisata, untuk membiasakan diri terhadap budaya negara lain melalui
pengalaman kuliner. Gastrodiplomasi kerap disamakan dengan diplomasi kuliner.
Kedua diplomasi tersebut memang menggunakan makanan sebagai instrumen
23
utamanya, akan tetapi memiliki metode yang berbeda dalam penggunaannya.
Rockower menyebutkan secara teknis terdapat perbedaan yang mendasar antara
keduanya, yaitu:
Tabel 2.1 Penjelasan Diplomasi Kuliner dan Gastrodiplomasi
Diplomasi Kuliner Gastrodiplomasi
Persamaan Menggunakan makanan sebagai instrumen utama.
Perbedaan
Upaya diplomatis yang
dilakukan oleh suatu negara
dengan menggunakan
makanan sebagai tata cara
formal dengan tujuan
mempererat hubungan di
antara pihak-pihak terkait .
Upaya untuk meningkatkan kesadaran
serta pemahaman nasional mengenai
budaya kuliner kepada publik asing,
dan melampaui ranah komunikasi
negara kepada masyarakat
(state-to-public)
Sumber: Diolah dari Rockower (2012: 235-436)
Dari tabel di atas dijelaskan bahwa diplomasi kuliner merupakan
penggunaan masakan sebagai media untuk meningkatkan diplomasi formal dalam
fungsi diplomatik resmi seperti kunjungan kepala negara, duta besar dan pejabat
lainnya. Di samping itu, diplomasi kuliner juga berupaya untuk meningkatkan
hubungan bilateral dengan memperkuat hubungan melalui penggunaan makanan
dan pengalaman makan sebagai sarana untuk melibatkan kunjungan pejabat.
Sebaliknya, gastrodiplomasi adalah upaya diplomasi publik yang lebih luas untuk
mengkomunikasikan budaya kuliner ke publik asing dengan cara yang lebih
menyebar, dan mencoba untuk mempengaruhi khalayak yang lebih luas daripada
elit tingkat tinggi. Memperluas makna istilah yang digunakan Rockower, Mary
Jo.A.Pham (2013: 11-12) mendefinisikan gastrodiplomasi sebagai usaha
pemerintah dalam memancing kesadaran masyarakat terhadap merek nasional
bangsa, mendorong investasi ekonomi dan perdagangan, dan melibatkan diri pada
24
tingkat budaya baik secara pribadi dengan berkomunikasi dengan pengunjung
yang datang sehari-hari.
Gastrodiplomasi sendiri memiliki karakteristik yang menentukan apakah
proses tersebut termasuk ke dalam gastrodiplomasi atau bukan. Paul Rockower
memberikan beberapa pandangan mengenai karakteristik gastrodiplomasi dengan
membandingkannya terhadap praktik diplomasi kuliner. Ia mengkarakteristikkan
praktek gastrodiplomasi sebagai berikut :
1) Berdiplomasi publik yang mencoba berkomunikasi mengenai budaya
kuliner dengan publik asing dengan cara yang lebih luas, dan
memfokuskan diri pada publik yang lebih luas dari pada level elit saja.
2) Praktek gastrodiplomasi ini berusaha untuk meningkatkan citra makanan
bangsa melalui diplomasi budaya yang kemudian menyoroti dan
mempromosikan kesadaran dan pemahaman budaya kuliner nasional
kepada publik asing.
3) Gastrodiplomasi berupa hubungan state to public relations (Rockower,
2011: 107-152).
Jadi, ketika makanan digunakan untuk memfasilitasi keterlibatan interaksi
antara masyarakat kepada masyarakat (people-to-people) untuk meningkatkan
pemahaman budaya, maka hal tersebut dikategorikan sebagai bentuk dari praktek
gastrodiplomasi.
2.3.1 Strategi Gastrodiplomasi
Berdasarkan 3 karakteristik gastrodiplomasi yang telah disebutkan
sebelumnya oleh Rockower, maka Bobbitt & Sullivan menyebutkan bahwa
sebagai sub bidang dari praktik diplomasi publik, praktik gastrodiplomasi
25
memerlukan elemen dasar dari perencanaan strategi komunikasi. Elemen-elemen
gastrodiplomasi tersebut dilihat dari strategi taktik yang telah dikelompokkan
menjadi beberapa bagian yaitu (Bobbitt, R., & Sullivan, R, 2009: 12) :
1. Membangun Hubungan melalui Media dan Pendidikan.
Strategi ini digunakan untuk melihat upaya-upaya apa saja yang
telah digunakan oleh pemerintah Korea Selatan dalam
berkomunikasi kepada publik asing mengenai budaya kuliner baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Penggunaan strategi melalui media (media relations strategy)
dalam gastrodiplomasi ini adalah tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah sebagai sebuah metode membangun hubungan baik
dengan publik melalui media massa yang nantinya akan berdampak
pada pemberitaan informasi atau pesan dalam media itu sendiri
guna menciptakan citra yang positif dari korean food. (Zhang,
2015: 16).
Strategi penggunaan media massa, baik media cetak, media
elektronik hingga media sosial digunakan oleh pemerintah untuk
menyampaikan pesan dari program gastrodiplomasi, meningkatkan
interaksi dengan publik internasional, dan juga membangun
hubungan jangka panjang dengan target publik dari program
gastrodiplomasi ini. Penggunaan media sangat penting dalam
program gastrodiplomasi ini, khususnya penggunaan media sosial.
Media sosial seperti Youtube dan Twitter memainkan peran-peran
tertentu yang penting dalam program gastrodiplomasi ini. (Zhang,
26
2015:17) Salah satu contohnya adalah, pemerintah Korea Selatan
yang memanfaatkan kepopuleran video Gangnam Style milik Psy
di Youtube untuk mempromosikan program gastrodiplomasinya.
Selain penggunaan strategi media, strategi melalui pendidikan juga
dilakukan sebagai upaya untuk membangun komunikasi dengan
publik asing. Penggunaan strategi pendidikan ini meliputi
keterlibatan dalam pendidikan kuliner melalui pengajaran program
dan berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan kuliner untuk
memastikan konsistensi dari citra terhadap makanan nasional dan
hubungan jangka panjang dengan penikmat kuliner (Zhang, 2015:
17).
Di dalam strategi ini akan meliputi dua aspek, yaitu Pertama
negara mensponsori para ahli kuliner atau juru masak untuk dilatih
dan disertifikasi sebelum mereka bekerja di Luar Negeri untuk
memastikan konsistensi kualitas dari makanan nasional. Kedua,
memberikan program mengajar kepada publik asing untuk
meningkatkan pengalaman mereka terhadap makanan nasional.
2. Pemasaran Produk dan Penggunaan Event.
Strategi ini digunakan oleh pemerintah Korea Selatan untuk
memperluas industri makanan nasional di luar negeri dan
meningkatkan citra makanan nasional di mata publik internasional.
Di dalam penggunaan strategi pemasaran produk ini pemerintah
berusaha memperluas industri makanan nasional dan citra makanan
nasional dengan cara membangun restoran-restoran di luar negeri
27
dan meningkatkan ekspor produk makanan (Zhang, 2015: 10).
Strategi ini memenuhi objek utama dari gastrodiplomasi, yaitu
meningkatkan ekspor produk terkait makanan di suatu negara.
Di dalam strategi penggunaan kegiataan mengenai makanan (food
events strategy) ini meliputi penyelengaraan kegiatan atau
berpartisipasi dalam kegiatan internasional yang berlangsung untuk
mempromosikan mempromosikan makanan nasional terhadap elit
luar negeri maupun publik umum (Zhang, 2015: 10). Bentuk aksi
dari penggunaan strategi ini termasuk menjadi tuan rumah acara
masak, penghargaan dan undian.
3. Membangun Kerja Sama dengan Organisasi di Luar Negeri.
Strategi ini digunakan oleh pemerintah untuk menjalin hubungan
antara negara dengan publik melalui kerjasama dengan organisasi
di luar negeri. Strategi ini meliputi membangun kerjasama dengan
organisasi yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama untuk
memperluas penyampaian pesan dan jaringan. (Zhang, 2015:13)
Dari strategi-strategi gastrodiplomasi di atas, penulis akan mengaitkannya
dengan karakteristik gastrodiplomasi menurut Rockower yang telah disebutkan
sebelumnya. Strategi tersebut digunakan untuk mengetahui upaya-upaya apa saja
yang telah dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan untuk berkomunikasi dengan
publik asing untuk meningkatkan citra merek kuliner nasionalnya, serta
memromosikan kesadaran dan pemahaman budaya kuliner mereka kepada publik
asing. Srategi ini juga penulis gunakan untuk mengetahui upaya yang dilakukan
oleh pemerintah Korea Selatan untuk membangun hubungan antar negara dan
28
publik (state to public relations), sehingga dari hal tersebut penulis akan melihat
bagaimana strategi gastrodiplomasi Korea Selatan dalam mendukung kepentingan
nasional negaranya.
2.4 Gastrodiplomasi dan Kepentingan Nasional
Dalam mencapai kepentingan nasionalnya (national interest) setiap negara
melakukan interaksi dengan negara lain. Interaksi atau hubungan antar negara ini
dikenal dengan istilah Hubungan Internasional. Definisi Hubungan Internasional
menurut K.J Holsti (1992: 26), yaitu:
“International Relations are all forms of interaction between peoples of
the country, whether carried out by the government or the state,
including the sudy of foreign policy and internal politics and covers all
aspects of relations among various countries in the world including
studies of international trade, transportation, tourism, communication
and the development of international ethical values
Hubungan Internasional adalah segala bentuk interaksi diantara
masyarakat negara-negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah atau
negara, termasuk didalamnya pengkajian terhadap politik luar negeri dan
politik internasional dan meliputi segala segi hubungan diantara berbagai
negara didunia meliputi kajian terhadap lembaga perdagangan
internasional, transportasi, pariwisata, komunikasi, dan perkembangan
nilai-nilai etika internasional.”
Berdasarkan definisi tersebut, maka pada dasarnya dalam Hubungan
Internasional mengkaji mengenai Politik Luar Negeri. Dalam hal ini Politik Luar
Negeri menurut Plano dan Roy Olton (1999: 117), bahwa Politik Luar Negeri
merupakan:
Strategi atau rencana tindakan yang dibentuk oleh para pembuat
keputusan suatu negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik
internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional
spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.
Di sini jelas bahwa Politik Luar Negeri merupakan strategi suatu negara dalam
menjalin interaksi dengan negara lain yang ditujukan untuk mencapai kepentingan
nasional. Adapun menurut Jack Plano dan Roy Olton Kepentingan Nasional
merupakan:
29
“The fundamental objectives and very decisive factors that guide
decision makers in formulating foreign policy, are national interest.
National interest is a very common conception but is an element that is
a vital need for the state. It includes the survival of the nation and state,
independce, wholeness territory, military security, and national welfare.
Tujuan mendasar serta faktor yang sangat menentukan yang memandu
para pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri, adalah
kepentingan nasional.Kepentingan nasional merupakan konsepsi yang
sangat umum tetapi merupakan unsur yang menjadi kebutuhan sangat
vital bagi negara. Unsur tersebut mencakup kelangsungan hidup bangsa
dan negara, kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan militer, dan
kesejahteraan nasional.” (Plano Jack, Olton R, 1999: 117)
Kepentingan nasional tercipta dari kebutuhan suatu negara. Kepentingan
ini dapat dilihat dari kondisi internalnya, baik dari kondisi politik-ekonomi,
militer, dan sosial-budaya. Kepentingan nasional memperkenalkan elemen baru
yang komplek ke dalam pembuatan keputusan yang bersifat domestik dan
internasional. Kepentingan nasional memberikan pengaruh besar dalam
pembuatan keputusan, sehingga kepentingan nasional sering dijadikan tolak ukur
atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision makers) masing-
masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan.
Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri perlu dilandaskan kepada
kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi apa yang
dikategorikan atau ditetapkan sebagai “Kepentingan Nasional”, dengan demikian,
kepentingan nasional secara konseptual dipergunakan untuk menjelaskan perilaku
politik luar negeri dari suatu negara. Hans. J Morgenthau menjelaskan mengenai
kepentingan nasional bahwa:
―National interests are the minimum capacity of the state to protect,
and maintain physical, political, and cultural identities of the
disturbances of other countries. From this, state leaders make specific
policies to toher countries that are cooperative or conflict.
Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk
melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur
dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin negara
30
menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya
kerjasama atau konflik” (Sitepu, P. Anthonius, 2011: 165)
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa kepentingan nasional dapat
diwujudkan berupa bentuk kerjasama bilateral maupun multilateral. Adanya
kepentingan nasional memberikan gambaran bahwa terdapat aspek-aspek yang
menjadi identitas dari negara. Hal tersebut dapat dilihat dari sejauh mana fokus
negara dalam memenuhi target pencapaian demi kelangsungan bangsanya. Dari
identitas yang diciptakan dapat dirumuskan apa yang menjadi target dalam waktu
dekat, bersifat sementara ataupun juga demi kelangsungan jangka panjang.
Dalam kepentingan nasional terdapat perbedaan yang mendasar, yaitu
kepentingan nasional yang bersifat inclusiveness dan exclusiveness (Griffiths, M. ,
& O‟Callaghan, T, 2002: 203). Bersifat inclusiveness adalah kepentingan nasional
yang bersifat vital atau esensial. Kepentingan nasional yang bersifat vital biasanya
berkaitan dengan kelangsungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti (core
values) yang menjadi identitas kebijakan luar negerinya, sedangkan yang bersifat
exclusiveness adalah kepentingan nasional non-vital atau sekunder yang tidak
berhubungan secara langsung dengan eksistensi negara itu namun tetap
diperjuangkan melalui kebijakan luar negeri.
Dengan demikian, instrumen yang dapat digunakan untuk mewujudkan
kepentingan nasional tersebut adalah melalui penerapan diplomasi. Penggunaan
makanan sebagai instrumen dalam diplomasi merupakan hal yang masih tergolong
baru dalam hubungan internasional, tetapi dengan jangkauan global hubungan
internasional dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang soft
power yang digunakan sebuah negara. Dalam penelitian ini nantinya penulis akan
31
melihat soft power yang digunakan oleh negara untuk mendukung kepentingan
nasional melalui gastrodiplomasi.
2.5 Kerangka Pemikiran
Dalam kerangka pikir, penulis akan mencoba menjelaskan permasalahan
penelitian yaitu untuk mengatahui bagaimana strategi gastrodiplomasi Korea
Selatan dalam mendukung kepentingan nasional negaranya. Permasalahan yang
akan diteliti akan digabungkan dengan konsep yang akan disusun dalam kerangka
pikir.
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jabarkan sebelumnya.
Penulis telah mendapatkan gambaran mengenai kerangka pemikiran dalam skripsi
ini yang di awali dengan keinginan pemerintah Korea Selatan untuk membangun
kesadaran publik terhadap negaranya untuk mendukung kepentingan nasionalnya.
Oleh karena itu, pemerintah Korea Selatan kemudian memilih untuk melakukan
diplomasi publik melalui gastrodiplomasi sebagai target penjangkauan simpati
masyarakat internasional dengan menggunakan Korean food.
Telah disebutkan sebelumnya menurut Rockower terdapat 3 karakteristik
yang harus diperhatikan dalam penerapan gastrodiplomasi di suatu negara, yaitu:
1. Berdiplomasi publik yang mencoba untuk berkomunikasi
mengenai budaya kuliner dengan publik asing dengan cara yang
lebih luas
2. Meningkatkan citra merek makanan bangsa dan
mempromosikan kesadaran dan pemahaman budaya kuliner
nasional kepada publik asing; dan
32
3. Membangun state to public relations. (Rockower, 2011: 107-
152).
Dari karakteristik tersebut kemudian penulis akan mengaitkannya dengan
strategi gastrodiplomasi, yaitu: (1) Membangun Hubungan melalui Media. dan
Pendidikan, (2) Pemasaran Produk dan Penggunaan Event, (3) Membangun Kerja
Sama dengan Organisasi di Luar Negeri (Bobbitt, R., & Sullivan, R, 2009: 12),
sehingga penulis dapat mengetahui mengenai upaya-upaya dan strategi apa saja
yang telah diterapkan oleh pemerintah Korea Selatan. Melalui upaya-upaya
gastrodiplomasi tersebut penulis akan melihat bagaimana gastrodiplomasi yang
diterapkan oleh pemerintah Korea Selatan dalam mendukung kepentingan
nasional negaranya baik kepentingan nasional yang bersifat vital atau esensial
(inclusiveness) maupun kepentingan yang bersifat non-vital atau sekunder
(exclusiveness). Berdasarkan penjabaran di atas maka kerangka pemikiran penulis
seperti berikut:
33
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran
Pelakasanaan diplomasi publik melalui
gastrodiplomasi
Kekhawatiran Pemerintah Korea
Selatan Terhadap Persepsi Publik
Internasional
Pencapaian Kepentingan Nasional
Korea Selatan
Inclusiveness
Exclusiveness
Strategi gastrodiplomasi Korea Selatan
Tahun 2012-2016
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan oleh penulis
dalam mengungkapkan data dan menguraikan data yang diperoleh yaitu
menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan salah
satu strategi dalam penelitian yang lebih mementingkan pernyataan-pernyataan
ketimbang angka-angka secara pengumpulan maupun pengamatan data.
Pendekatan kualitatif berupaya menjelaskan fakta atau realitas sosial.
Penelitian kualitatif bertujuan meningkatkan pemahaman tentang sebuah
fenomena sosial. Selain itu penelitian kualitatif juga bertujuan untuk memahami
obyek yang diteliti secara lebih dalam. Adapun metode penelitian kualitatif
menurut Strauss dan Corbin bahwa penelitian kualitatif adalah jenis temuan-
temuan yang dihasilkan tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau dalam
bentuk angka, tabel dan semacamnya (Anselm Strauss, Corbin Juliet, 2003: 64).
Metode kualitatif dapat memberikan rincian yang lebih kompleks mengenai
fenomena yang sulit diungkapkan oleh penelitian kuantitatif. Pada akhirnya
penelitian kualitatif menjadi lebih mudah dipahami. Metode kualitatif
menekankan pada pencarian makna di balik kenyataaan empiris dari realitas sosial
yang ada sehingga pemahaman yang mendalam akan realitas sosial akan tercapai.
35
Datanya dapat berupa pernyataan-pernyataan dan data yang akan dihasilkan
berupa data deskriptif mengenai subjek yang akan diteliti, yaitu kata-kata baik
tertulis maupun lisan (Miles dan Huberman, 1992:15).
Lincoln dan Guba menjelaskan tentang dilakukannya peneltian kualitatif
bertujuan untuk membangun body of knowledge yang memiliki artian untuk
melakukan penjelasan mendalam atau ekstrapolasi atas obyek tersebut. Metode
kualitatif akan berguna untuk peneliti memahami tentang fenomena yang terjadi
di dalam hubungan internasional.
3.2 Definisi Konsep
Untuk mendukung penelitian ini, penulis akan memakai konsep-konsep
dalam hubungan internasional yaitu :
3.2.1 Diplomasi Publik
Diplomasi publik dikenal juga dengan istilah second track diplomacy yang
secara umum didefiniskan sebagai upaya-upaya diplomasi yang dilakukan oleh
elemen-elemen non-pemerintah secara tidak resmi (unofficial). Penelitian ini akan
terfokus terhadap salah satu bagian dari diplomasi tersebut yaitu Diplomasi
Budaya (cultural diplomacy) dan Gastrodiplomasi. Diplomasi budaya merujuk
pada potensi dari ekspresi budaya melalui pertukaran ide serta informasi di antara
masyarakat guna meningkatkan pemahaman mutual (Schneider 2006: 196).
Salah satu aspek kebudayaan yang digunakan sebagai media diplomasi
publik adalah makanan. Pemerintah menggunakan makanan sebagai bagian dari
“strategi perluasaan diplomasi budaya” dimana strategi ini berusaha untuk
mengekspor artefak budaya terhadap dunia yang lebih luas dalam bentuk
“hidangan nasional.” (Schneider 2006: 196).
36
3.2.2 Gastrodiplomasi
Gastrodiplomasi pada dasarnya merupakan penggunaan makanan dalam
hubungan internasional untuk menciptakan kedamaian dan pemahaman budaya
(Bradley 2014: 1). Rockower mengkarakteristikkan praktek gastrodiplomasi
sebagai berikut :
1) Berdiplomasi publik yang mencoba berkomunikasi mengenai budaya
kuliner dengan publik asing dengan cara yang lebih luas, dan
memfokuskan diri pada publik yang lebih luas dari pada level elit saja.
2) Praktek gastrodiplomasi ini berusaha untuk meningkatkan citra makanan
bangsa melalui diplomasi budaya yang kemudian menyoroti dan
mempromosikan kesadaran dan pemahaman budaya kuliner nasional
kepada publik asing.
3) Gastrodiplomasi berupa hubungan state to public relations. (Rockower,
2011: 107-152).
Dilaksanakannya program gastrodiplomasi bertujuan untuk membantu
kurang diakuinya nation brand antara lain, untuk menarik perhatian internasional
yang lebih luas mengenai kebudayaannya melalui masakan mereka, dan dengan
demikian secara tidak langsung dapat meningkatkan soft power-nya (Bradley
2014:10).
3.2.2.1 Strategi Gastrodiplomasi
Bobbitt & Sullivan (2009: 12) menyebutkan elemen-elemen
gastrodiplomasi tersebut dilihat dari beberapa strategi taktik yang telah
dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu :
1. Membangun Hubungan melalui Media dan Pendidikan.
37
2. Pemasaran Produk dan Penggunaan Event.
3. Membangun Kerja Sama dengan Organisasi di Luar Negeri.
Melalui strategi tersebut penulis dapat mengetahui mengenai upaya-upaya
apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan untuk mendukung
kepentingan nasional negaranya.
3.2.3 Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional tercipta dari kebutuhan suatu negara. Kepentingan
ini dapat dilihat baik dari kondisi politik-ekonomi, militer dan sosial-budaya.
Kepentingan nasional memberikan pengaruh besar dalam pembuatan keputusan.
Kepentingan nasional sering dijadikan sebagai tolak ukur bagi para pengambil
keputusan masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap
atau tindakan. Dengan demikian, kepentingan nasional secara konseptual
dipergunakan untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri dari suatu negara
(Bradley 2014:1).
Dalam penelitian ini, penulis akan fokus terhadap prinsip kepentingan
nasional dalam Hubungan Internasional yang bersifat inclusiveness dan
exclusiveness (Griffiths, M. , & O‟Callaghan, T., 2002: 203). Bersifat
inclusiveness adalah kepentingan nasional yang bersifat vital atau esensial.
Kepentingan nasional yang bersifat vital biasanya berkaitan dengan kelangsungan
hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi identitas
kebijakan luar negerinya, sedangkan yang bersifat exclusiveness adalah
kepentingan nasional non-vital atau sekunder yang tidak berhubungan secara
langsung dengan eksistensi negara itu namun tetap diperjuangkan melalui
kebijakan luar negeri.
38
3.3 Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah pemusatan fokus kepada intisari penelitian yang
akan dilakukan. Fokus penelitian merupakan garis terbesar dalam penelitian,
sehingga observasi dan analisa hasil penelitian akan menjadi lebih terarah.
Merujuk pada hal tersebut, maka fokus dari penelitian ini adalah penulis akan
menguraikan mengenai upaya-upaya gastrodiplomasi yang telah dilakukan oleh
Pemerintah Korea Selatan dan menganalisis implementasi dari penerepan strategi
gastrodiplomasi tersebut dalam mendukung kepentingan nasional Korea Selatan.
Dalam hal tersebut, fokus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan strategi gastrodiplomasi yang dilakukan oleh pemerintah
Korea Selatan di tahun 2012-2016.
2. Menganalisis strategi gastrodiplomasi Korea Selatan dalam
mendukung kepentingan nasionalnya baik kepentingan yang bersifat
inclusiveness maupun exclusiveness di tahun 2012-2016.
Kedua fokus tersebut nantinya akan membantu penulis untuk melihat
penerapan diplomasi publik Korea Selatan melalui strategi gastrodiplomasi untuk
mendukung kepentingan nasional Korea Selatan pada tahun 2012-2016. Periode
tahun 2012-2016 dipilih oleh penulis karena pada tahun 2012 merupakan tahun
puncak Korean Wave dimana pada tahun tersebut Korea Selatan benar-benar
mefokuskan dirinya dalam penerapan soft power nya melalui diplomasi dan tahun
2016 dipilih karena ketersediaan data terakhir mengenai gastrodiplomasi di Korea
Selatan ada pada tahun tersebut.
39
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitin ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data (Sugiyono, 2008: 3). Data sekunder merupakan data yang
mengacu kepada dokumen primer atau menganilisis data primer. Data sekunder
diperoleh secara tidak langsung atau tidak langsung terjun ke lapangan, melainkan
menggunakan data-data yang telah ada sebelumnya.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi
literatur atau studi pustaka melalui buku-buku, jurnal, dokumen. Dengan metode
ini penulis mencari artikel jurnal yang relevan dengan permasalahan yang akan
diteliti. Dokumen resmi yang didapatkan sebagai sumber akan diperoleh melalui
situs-situs resmi dari organisasi ataupun situs pemerintah yang terkait dengan
topik penelitian. Selain itu penulis juga memperoleh data dari portal berita
internasional seperti cnn.com, bbc.com., serta portal situs lembaga
negara/perserikatan/organisasi internasional.
3.6 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teknik analisis secondary
analysis. Miles dan Huberman berpendapat bahwa terdapat tiga teknik analisis
data dalam penelitian kualitatif. Ketiga hal tersebut adalah (Miles, 1992: 15):
1. Reduksi Data
Merupakan salah satu teknik analisis data kualitatif yang menajamkan dan
membuang yang tidak diperlukan dan mengorganisir data sampai kesimpulan
akhir dapat dibuat.
40
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah salah satu teknik analisis data kualitatif yang
memiliki kegiatan ketika informasi yang sudah dikumpulkan lalu disusun dan
menarik kesimpulan dari pengumpulan data tersebut. Bentuk penyajian data
kualitatif dapat berupa teks naratif, matriks, grafik, jaringan dan juga bagan.
3. Penarikan Kesimpulan
Tahap terakhir dari penelitian yang menjelaskan dan menarik sebuah
kesimpulan didukung oleh data pendukung yang sudah dipaparkan peneliti
dan bersifat kredibel.
41
BAB IV
GAMBARAN UMUM
Bab ini akan memaparkan gambaran umum mengenai gastrodiplomasi dan
penerapannya di negara Korea Selatan. Paparan akan dibagi kedalam dua bagian.
Pada bagian pertama akan dijelaskan mengenai profil gastrodiplomasi, penulis
akan menjabarkan definisi, sejarah hingga penerapan dari gastrodiplomasi yang
telah diterapkan oleh beberapa negara di dunia. Setelah menjelaskan profil
gastrodiplomasi, pada bagian kedua penulis akan menjabarkan mengenai
penerapan program gastrodiplomasi di Korea Selatan melalui Hansik: Kimchi
Diplomacy.
4.1 Profil Gastrodiplomasi
Gastrodiplomasi merupakan bagian dari diplomasi publik yang dapat
berperan dalam membantu proses komunikasi pemerintah terhadap publik
mancanegara. Gastrodiplomasi menggunakan makanan sebagai media untuk
meningkatkan brand awareness bangsa dan menekankan nilai-nilai yang memuat
gambaran mengenai kebudayaan suatu negara. Gastrodiplomasi menjadi
alternatif bagi negara untuk memproyeksikan pengaruh mereka kepada publik
negara lain (Rockower, 2011: 135). Makanan menjadi sarana komunikasi non
verbal yang sangat kuat untuk mengubah persepsi publik internasional dan
mempromosikan negara di panggung global.
42
Gastrodiplomasi sering kali diistilahkan sebagai “the flag can follow the
fork‖ yang diartikan bahwa makanan dapat membantu memberikan pemahaman
terhadap budaya suatu bangsa. Selain itu, gastrodiplomasi juga merupakan
pemahaman bahwa anda tidak memenangkan hati dan pikiran melalui informasi
yang rasional, melainkan melalui hubungan emosional. Oleh karena itu, koneksi
dengan masyarakat luas dibuat ke dalam interaksi sensorik yang nyata sebagai
sarana untuk melibatkan diplomasi publik lebih implisit melalui soft power dan
koneksi budaya yang pada akhirnya membentuk persepsi diplomasi publik jangka
panjang dengan cara yang berbeda dari komunikasi strategis yang ditargetkan.
Gastrodiplomasi dikembangkan karena diplomasi tidak lagi hanya ditujukan
untuk tataran pemerintah dan negara saja, tetapi juga aktor-aktor yang
mempengaruhi para pembuat kebijakan di negara tersebut seperti bisnis, media,
kelompok kepentingan, maupun individu di masing-masing negara. Bentuk
diplomasi ini menambah “daya jual” negara pada forum internasional dan
memperkuat bargaining power.
Gastrodiplomasi bukan merupakan pendekatan baru dalam hubungan
internasional. Gastrodiplomasi merupakan sebuah strategi jangka panjang.
Strategi diplomasi ini semakin populer oleh kelompok negara middle power untuk
membentuk national branding (Rockower, 2011: 95). Langkah soft power ini
untuk menarik perhatian publik internasional dan dengan demikian dapat
membantu untuk meningkatkan pengenalan merek bangsa (nation’s brand
recognition), sehingga nation brand tersebut menjadi hal yang penting untuk
memupuk kepercayaan internasional.
43
Dalam prakteknya, gastrodiplomasi merupakan kampanye diplomasi
publik bersama oleh pemerintah nasional yang menggabungkan diplomasi kuliner
dan budaya, serta didukung oleh investasi moneter, untuk meningkatkan status
nation brand. Gastrodiplomasi bukan hanya kampanye hubungan masyarakat
internasional untuk produk pangan nasional tertentu oleh perusahaan swasta.
Seperti halnya hidangan nasional dan produk yang ada di pameran makanan
internasional, hanya karena produk makanan asal luar negeri dipromosikan di luar
negeri tidak berarti bahwa promosi tersebut merupakan gastrodiplomasi.
Sebaliknya, gastrodiplomasi menggunakan pendekatan yang lebih holistik untuk
meningkatkan kesadaran internasional warisan kuliner dan budaya suatu negara.
Salah satu karakteristik penting dari budaya adalah budaya itu perlu
dipelajari dan dibagikan (Samovar, et al., 2010: 65). Konsep budaya makan
menjelaskan bagaimana sebuah makanan dibuat dan disajikan, menjadikan
makanan sebagai simbol identitas budaya serta alat asimilasi budaya antar bangsa.
Negara-negara yang menerapkan gastrodiplomasi menjual budaya makan mereka
sebagai merek bangsa (nation brand). Hal ini terjadi karena makanan khas adalah
bagian penting dari kehidupan bangsa tersebut yang mewakili sejarah, tradisi, dan
budaya mereka. Berkembangnya gastrodiplomasi memudahkan terjadinya
transmisi budaya karena dengan turut merasakan budaya makan mereka kita telah
belajar mengenal bangsa tersebut.
4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Gastrodiplomasi
Gastrodiplomasi muncul paska Perang Dingin setelah hubungan
internasional banyak dipengaruhi oleh isu-isu non-tradisional. Dalam era
globalisasi arus perjalanan manusia di seluruh dunia meningkat sebagai akibat
44
peningkatan perjalanan antar negara untuk berbagai kepentingan. Manusia
modern saat ini tanpa disadari telah menjadi partisipan dalam jaringan sosial dan
menjadi “pemotong garis perbatasan antar negara” (Pham, 2013:15).
Gastrodiplomasi pertama kali dicetuskan pada tahun 2002, yaitu ketika
pemerintah Thailand berusaha menggunakan restoran Thailand di seluruh dunia
sebagai pusat informal bagi diplomasi publik. Dalam artikel tentang program
gastrodiplomasi pemerintah, yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah restoran
Thailand di seluruh dunia dari 5.000 menjadi 8.000, The Economist mencatat
bahwa upaya untuk “memperkenalkan Spicy Thai Food terhadap ribuan perut baru
dan membujuk lebih banyak orang untuk mengunjungi Thailand” hal ini secara
halus membantu untuk memperdalam hubungan Thailand dengan negara-negara
lain.
Penerapan program gastrodiplomasi yang dilakukan pemerintah Thailand
melalui "Thai Kitchen to the World" membantu untuk meningkatkan daya saing
industri makanan Thailand serta mendorong ekspor. Sebagaimana yang dilansir
oleh Bangkok Post, “Thai Select’ Seal Goes Local” dan dikutip oleh Mary Jo A.
Pham dalam Food As Communication: A Case Study of South Korea’s
Gastrodiplomasi bahwa pengiriman makanan mentah dan olahan [dari Thailand]
yang diperkirakan tumbuh sebesar 5,3% di tahun 2012, dengan jumlah $31 milyar
(Pham, 2013:10)
Pada perkembangannya, restoran-restoran yang tersebar tersebut akan
dijadikan „kedutaan‟ yang sifatnya informal. Pemerintah Thailand memiliki
kesadaran bahwa kuliner khas negaranya sangatlah diminati oleh banyak orang
dari mancanegara. Atas dasar tersebut maka, dibuatlah beberapa regulasi dengan
45
diberikannya kemudahan bagi negara lain untuk mengimpor bumbu-bumbu
masakan Thailand, hingga bantuan bagi para restoran yang memiliki keinginan
untuk mempekerjakan juru masak yang langsung diterbangkan dari Thailand.
Kementerian Luar Negeri Thailand juga memiliki peran yang sangat penting yaitu
dengan aktif mengalokasikan dana sebesar 20 Juta Thailand Baht untuk terus
mempromosikan kuliner khas dan agrikultur Thailand (Himahi W, 2015:4)3.
Melihat keberhasilan Pemerintah Thailand dalam menerapkan program
gastrodiplomasi di negaranya membuat negara-negara lain di dunia ikut tertarik
untuk menerapkan gastrodiplomasi dan memulai program untuk mempromosikan
makanan nasional dan budaya mereka. Negara-negara tersebut antara lain adalah;
(1) Jepang telah meluncurkan sebuah kampanye sushi yang dilakukan secara
global (Sakamoto & Allen, 2011: 99) dan telah sukses menambahkan makanan
tradisional “Washaku” ke dalam daftar warisan budaya tak benda UNESCO. (2)
Korea Selatan juga mempromosikan Kimchi dan juga telah berhasil
menambahkan sayuran fermentasi Kimchi ke dalam daftar warisan budaya tak
benda UNESCO (Pham, 2013: 23). (3) Taiwan mulai berinvestasi ke dalam
diplomasi makanan dan mulai mengembangkan kebijakan-kebijakan mengenai
penggunaan makanan nasional dalam diplomasi. (4) Peru yang telah meluncurkan
program Cocina Peruana dan telah membuat festival makanan terbesar di
Amerika Selatan (Wilson, 2013:4). (5) Pemerintah Israel mengundang blogger
terkenal dari Cina ke negaranya untuk mencicipi makanan tradisional mereka (6)
Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di
Washington DC membentuk satuan tugas restoran untuk mengidentifikasi
3
Diakses melalui http://pm.unpar.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/WH-Edisi-
GASTRODIPLOMACY-Nobvember-2015.compressed.pdf pada 17 Desember 2018
46
mengenai cara memperkenalkan makanan Indonesia ke Amerika Serikat (7)
Pemerintah Malaysia meluncurkan program gastrodiplomasi Malaysia Kitchen for
the World untuk mempromosikan Malaysia ke dunia internasional (8) Pemerintah
Meksiko dengan bangga mengumumkan bahwa makanan nasional mereka telah
masuk ke dalam daftar warisan budaya tak benda UNESCO (9) Pemerintah
Singapur juga mengadakan acara budaya untuk memerkan seni, budaya, dan
masakan terbaiknya ke seluruh dunia (10) Pemerintah Amerika Serikat telah
membentuk inisiatif kemitraan diplomatik kuliner untuk mendorong pertukaran
lintas budaya melalui makanan. (11) Pemerintah Cina membuat festival makanan
di markas besar Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk mempromosikan
makanan mereka. (12) Kedutaan besar Rusia untuk India menunjukkan pai khas
Rusia “Pirozhki‖ dan kebab khas Rusia di Delhi International Bazaar .
Tabel 4.1 Daftar Negara dan Tahun Penerapan Gastrodiplomasi
Thailand 2002
Jepang 2005
Korea Selatan 2009
Yunani 2009
Italia 2009
Turki 2009
Perancis 2009
Singapura 2009
Malaysia 2010
Taiwan 2010
Indonesia 2010
Meksiko 2010
Amerika Serikat 2012
Peru 2013
Cina 2013
Australia 2014
Sumber: Diolah dari Zhang (2015:8)
47
Semakin terus bertambahnya negara-negara yang menerapkan
gastrodiplomasi di negaranya, menunjukkan bahwa penggunaan makanan khas
nasional dapat menjadi media dalam berdiplomasi, sehingga dengan
diterapkannya gastrodiplomasi di suatu negara diharapkan dapat membantu dalam
mendukung kepentingan-kepentingan nasional negaranya.
4.2 Korean Food Globalization
Melalui konsep gastrodiplomasi yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwasanya gastrodiplomasi merupakan bagian dari diplomasi publik bersama
oleh pemerintah nasional yang menggabungkan diplomasi kuliner dan budaya.
Penerapan diplomasi ini diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi
ekonomi dan perdagangan dan pariwisata, sehingga tidak mengherankan apabila
keterlibatan aktor yang berperan dalam melaksanakan program gastrodiplomasi
ini tidak hanya peran pemerintah saja, tetapi juga telah melibatkan seluruh peran
aktor lainnya yang mengarah pada people to people relations sebagaimana sesuai
dengan konsep diplomasi publik.
Dalam hal ini penerapan gastrodiplomasi yang dilakukan oleh Korea
Selatan selain didasari sebagai salah satu industri yang paling menjanjikan juga
Korea Selatan telah secara aktif terlibat dalam upaya re-branding serius.
Permasalahannya terletak pada adanya kekhawatiran pemerintah Korea Selatan
terhadap country’s brand yang memiliki kinerja buruk. Hal ini didasari atas
adanya kekhawatiran bahwa merek Korea yang lebih mudah dikenali daripada
negara, dan bahwa ketika merek Korea justru dianggap merek Jepang atau merek
China (Zhang, 2015: 10).
48
Atas dasar hal ini, sebagai upaya untuk peningkatan diplomasi publik
maka Korea Selatan menerapkan program gastrodiplomasi. Implementasi program
gastrodiplomasi Korea Selatan diwujudkan melalui penyebaran Korean Food
dengan program Hansik: „Korean Cuisine to the World’ melalui Kimchi
Diplomacy.
Korean Food Globalization digencarkan oleh Korea Selatan untuk
membuat budaya masakan Korea Selatan dapat dinikmati oleh banyak orang di
seluruh dunia. Adapun definisi dari Korean food yaitu makanan yang diwariskan
oleh nenek moyang bangsa Korea Selatan yang benar-benar asli dari Korea
Selatan. Selain itu, masakan tradisional yang merupakan makanan yang
diturunkan dari generasi ke generasi di Korea Selatan bersumber dari produk
pertanian dan kelautan dari Korea yang merupakan bahan inti dari Korean food
dan memberikan rasa unik, aroma, serta warna, yang hanya dapat ditemukan
dalam makanan nasional Korea (Korean food) (Sumber: www.hansik.org diakses
pada 12 Oktober 2018).
Korea Selatan memiliki beberapa jenis makanan khas nasionalnya, tabel
berikut merupakan jenis-jenis makanan Korea (Korean Food):
Tabel 4.2 Daftar Makanan Korea
No Nama Masakan Bahan
1 Bulgogi Daging sapi, kecap, minyak wijen, bawang
putih, bawang bombai dan lada hitam
2 Dwaeji-bulgogi Sama seperti bulgogi, namun dengan bahan
utama daging babi
3 Dak-bulgogi Sama seperti bulgogi, namun dengan bahan
utama daging ayam
4 Ojingeo-bulgogi Sama seperti bulgogi, namun dengan bahan
utama sotong
49
No Nama Masakan Bahan
5 Galbi Daging iga babi atau sapi
6 Dak-Galbi
Ayam, gochujang (pasta cabai), kubis, ubi
jalar, daun bawang, bawang Bombay dan
tteok
7 Jakbal Kaki babi dan saus kerang asin
8 Samgyeopsal Daging perut babi
9 Sannaki Gurita hidup
10 Machang gui Jeroan babi
11 Gochang gui Jeroan babi atau sapi muda
12 Hoe Makanan laut mentah, saos cabe, kecap asin,
wasabi, daun selada
13 Sinseollo Bakso dan aneka sayuran
14 Doenjang jjigae Pasta kacang kedelai, daging, sayuran, tahu,
kerang, udang
15 Cheonggukjang jjigae Pasta kacang kedelai fermentasi
16 Gamjatang Tulang babi, sayuran, kentang
17 Haejangguk Tulang babi, sayuran, kol kering, dan darah
sapi
18 Janchi guksu Mie, rumput laut, kimchi, sayuran, dan
kentang
19 Jeongol Seafood dan sayuran
20 Kimchi jjigae Kimchi, daging sapi atau babi
21 Maeutang Ikan
22 Samgyetang Ayam, ginseng, hedysarum, nasi manis
23 Seolleongtang Kaki sapi
24 Sundubu jjigae Tahu
25 Bibimbap Nasi, sayuran, daging sapi, telur, gochujang
26 Haedopbab Ikan, sayuran, gochujang
50
No Nama Masakan Bahan
27 Kimchi Kubis, sawi, lobak putih, mentimun, jahe,
bawang putih, bawang Bombay, bubuk cabai
28 Kongnamul Kecambah
29 Japchae Bihun, sayuran, daging sapi
30 Jajangmyeon Mie, saos kedelai
31 Kalgusuk Mie, ikan tuna, sayuran
32 Ramyeon Mie ramen
33 Kimbab Nasi, sayurang, telur, ikan, daging, sosis dan
rumput laut
34 Bungeoppang Tepung, telur dan bahan untuk membuat roti
serta kacang merah, yang dibentuk ikan mas
35 Gukwappang Seperti bungeoppang dengan bentuk bunga
36 Gyeranppang Seperti bungeoppang dengan bentuk
lingkaran atau persegi
37 Buchimgae Kimchi, tepung
38 Tteokpokki Tepung beras dan gochujang
39 Soondae Nasi, darah sapi atau babi, kecambah, mie
kentang, bawang putih dan bawang bombsy
40 Ho-tteok Pancake dengan isi gula merah, madu, atau
kacanng merah
41 Anju Cumi rebus, gochujang, sup tahu kimchi,
kimbab
42 Jokbal Kaki babi, saos udang merah asin
43 Songpyeon Tepung beras, masu atau kacang merah
44 Yaksik Beras, kacang chesnut, kacang cemara
45 Chapssaltteok Tepung beras dan pasta kcang
46 Yugwa Tepung beras
47 Maejakgwa Tepung, minyak sayur, kayu manis, jahe,
jocheong, dan kacang
51
48 Yeot Nasi, kaoliang, jagung, kentang manis, biji-
bijian
49 Insam cha Teh ginseng
50 Sujeonggwa Sari buah kesemek
51 Saenggang cha Teh akar jahe
52 Sikhye Sari nasi manis
53 Yujacha Teh buah yuzu
54 Bori cha Teh gandum barley panggang
55 Oksusu cha Teh jagung panggang
56 Hyeonmi cha Teh beras panggang
57 Sungnyung Sari beras
58 Soju Arak beras atau gamdum atau kentang yang
difermentasi
Sumber: Diolah dari Korea, I. Y. (2016) Hansik Korean Cuisine diakses melalui
http://english.visitkorea.or.kr/e_book/ecatalog.jsp?Dir=542&catimage=&eclang=english
Pada 12 Januari 2018
Korean Food Globalization ini dilakukan untuk memperluas budaya
masakan Korea baik domestik maupun internasional serta untuk membantu
meningkatkan peluang bisnis yaitu untuk pertanian, kehutanan, perikanan,
restoran, pariwisata dan budaya. Korean Food Globalization ini dilakukan untuk,
membuat merek Korean food sebagai brand yang seimbang. Merek Korean food
sendiri memiliki esensi harmoni dan keseimbangan antara manusia dan alam.
Pembangunan model bisnis melalui merek Korean food dapat menjadi pedoman
terhadap peningkatan nilai merek Korean food. Disisi lain, dalam programnya
juga, Korean food mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan yang mana
sesuai dengan trend konsumsi makanan sehat di dunia. Hal ini merupakan potensi
yang sangat besar untuk dinikmati oleh banyak orang di seluruh dunia dengan
52
karakteristik gizi dan sejarah panjang dari Korean food dan merupakan dasar
untuk pengembangan sebagai produk budaya internasional.
Dalam rangka melaksanakan program gastrodiplomasi melalui penyebaran
Korean Food Globalization pemerintah Korea Selatan telah bermitra dengan
kalangan pihak-pihak pebisnis swasta, lembaga ataupun kelompok kepentingan
lainnya untuk mempromosikan keterlibatan komunikasi dua arah dengan audiens
asing yang berkunjung setiap hari. Sebagaimana yang dipublikasikan dalam Korea
Times “Hansik Globalization Efforts in Full Swing” dan dikutip oleh Mary Jo
A .Pham:
“…the engagement effort took place during the spring of 2011 when
Korea Food Foundation (KFF) operated its own Food Truck on the New
York City road as part of the South Korean gastrodiplomacy in the United
States. The month-long showcase promotes Korean fusion cuisine that
signaled to New York the opportunity to discover the secrets of the
delights of Korean cuisine..
…upaya keterlibatan tersebut berlangsung selama musim semi tahun 2011
ketika Korea Food Foundation (KFF) mengoperasikan truk makanan
(Food Truck) sendiri di jalan-jalan New York City sebagai bagian dari
kampanye gastrodiplomacy Korea Selatan di Amerika Serikat. Showcase
yang diadakan selama sebulan mempromosikan masakan fusion Korea
(Korean fusion cuisine) yang memberi isyarat terhadap New York dengan
kesempatan untuk menemukan rahasia kelezatan masakan Korea.” (Pham,
2013:14).
Dalam tulisan tersebut Pham menjelaskan terkait dengan jumlah Korean
fusion food trucks di Amerika Serikat yang terus meningkat dan Food Network
show menunjukkan bahwa pejabat Korea Food Foundation (KFF) terinspirasi
seperti "The Great Food Truck Race" sehingga memunculkan ide untuk
melakukan tur. Untuk itu, Korea Food Foundation (KFF) pun berkolaborasi
dengan sejumlah koki Korea dan Amerika dari restoran lokal yang
mengkhususkan diri dalam masakan Korea, merancang menu food truck yaitu
53
toted bulgogi (daging panggang) burger dan makanan fusion lainnya tanpa biaya
kepada publik.
Dilansir dalam Korea Tourism Organization (KTO), Visit Korea: Food
Festivals 2012 dan dikutip oleh Mary Jo A. Pham (2013: 13) bahwa lain halnya
untuk di dalam negeri, Korea Selatan tidak melakukan promosi melalui food
trucks melainkan menjadi tuan rumah festival makanan daerah tahunan melalui
pemerintah daerah untuk wisatawan dan penduduk lokal yang mengundang semua
untuk berpartisipasi dalam budaya membuat dan menikmati masakan Korea.
4.3 Program Hansik: Korean Cuisine to the World
Bagi pemerintah Korea Selatan, gastrodiplomasi merupakan praktek
mengglobalkan Korean Food melalui program Hansik, yaitu percampuran bentuk-
bentuk tradisional rasa pedas dan asam untuk menarik selera asing. Menurut
Chung Woon Chun, mantan kepala Departemen Pangan, Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan [Ministry of Food, Agriculture, Forestry and Fisheries (MFAFF)]
dalam artikel “Jeonju City, The Global Mecca of Traditional Hansik,” Korea
Industry & Technology Times yang dipublikasikan Korea Times dan dikutip oleh
Mary Jo A .Pham (2013: 15), bahwa Hansik “bukan hanya makanan; itu
merupakan akar dari filosofi negara dan budaya tradisional yang terdapat dalam
budaya Korea serta semangat dan sejarah 5.000 tahun.”, sehingga dengan
memperkenalkan masakan khas Korea Selatan ke masyarakat internasional,
berarti pemerintah juga ikut memperkenalkan kebudayaan Korea Selatan.
Diharapkan hal tersebut dapat menarik minat masyarakat dunia untuk
mempelajari tentang kebudayaan Korea dan nantinya dapat membantu dalam
upaya meningkatkan citra positif negara Korea Selatan.
54
Direktur Peningkatan Kualitas Pariwisata Korea Tourism Organization
(KTO), Jeong Yong-chan menyebutkan, bahwa: “Pada bulan Mei 2009,
pemerintah mendanai Hansik Foundation Act untuk diberlakukan, serta Badan
Pengembangan Globalisasi Hansik (Hansik Globalization Development Agency)
yang diresmikan dan terdiri dari 36 anggota yang berasal dari departemen
pemerintah terkait, lembaga akademik, serta CEO dari industri makanan (Jeong,
2012:14)4
, sebagaimana yang dipublikasikan dalam Korea Times “Hansik
Globalization Efforts in Full Swing” dan dikutip oleh Mary Jo A .Pham bahwa
dalam hal ini juga Departemen Pangan, Pertanian, Kehutanandan Perikanan
MAFF telah menghabiskan lebih dari $77.000.000 untuk program “Masakan
Korea untuk Dunia (Korean Cuisine to the World)”, yang direncanakan hingga
tahun 2017 (Pham, 2013 :5)
Program gastrodiplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Korea Selatan
telah membuat kesan di bidang diplomasi publik dengan mendapatkan julukan
Diplomasi Kimchi (Kimchi Diplomacy). Menurut sebuah jajak pendapat Gallup
pada 2006, kimchi adalah elemen utama yang membedakan Korea dari budaya
lain, bahkan lebih daripada bendera Korea Selatan, lagu kebangsaan, warna
nasional, dan adat dalam sistem penulisan Hangul (Cho, 2006: 210). Survey
lainnya menyebutkan bahwa, Korea Selatan menikmati “lebih dari 15 juta ton
kimchi setahun dengan total 12% dari setiap asupan makanan orang dewasa
(Mccurry, Justin, 2012: 25). Dengan kata lain, kimchi berfungsi sebagai penanda
global yang dikenali dari makanan Korea melalui pengetahuan yang samar
4 Diakses melalui http://dtxtq4w60xqpw.cloudfront.net.sites/all/files/pdf/food_tourism_ok.pdf
Pada 20 November 2018
55
tentang kimchi, sehingga pemerintah saat ini ingin masyarakat global mengetahui
bahwa Korea Selatan menawarkan lebih dari sekedar kimchi.
Pemerintah Korea Selatan menyadari tentang bagaimana restoran makanan
khas tradisional merupakan salah satu penghubung untuk memperkenalkan
budaya ke masyarakat asing, karena mereka memberi kesempatan bagi
pengunjung untuk berlama-lama dan terhubung dengan budaya suatu bangsa
melalui kuliner. Seperti yang disebutkan dalam New York Times tentang
bagaimana sushi yang dimanfaatkan sebagai media dalam diplomasi dan
membuka kesempatan bagi pariwisata, pertukaran budaya dan ekspor Jepang.
Pemerintah Korea Selatan memiliki harapan yang tinggi agar makanan korea
seperti bibimbap dan bulgogi dapat melakukan hal yang sama. Oleh karena itu
dapat disimpulkan, bahwa selain bertujuan menanamkan pengetahuan tentang
warisan kuliner Korea Selatan, sejarah, tradisi, dan manfaat sehat dari makan-
makanan Korea, program Hansik merupakan strategi untuk tujuan jangka panjang.
Untuk mewujudkan target tersebut, melalui promosi Hansik, pemerintah
Korea Selatan juga telah memutuskan misinya untuk mencapai hal-hal berikut
pada tahun 2017 (Kim, Hyun-cheol, 2009: 23) :
1. Melakukan peningkatan empat kali lipat jumlah restoran Korea di seluruh
dunia dengan jumlah 40.000 dan mengenali restoran berkualitas melalui
proses sertifikasi serta putusan pemerintah.
2. Meningkatkan popularitas masakan Korea sehingga termasuk dalam lima
besar masakan favorit etnis di dunia.
3. Melibatkan selebriti Korea Selatan dan asing untuk mengiklankan program
gastrodiplomasi.
56
4. Meningkatkan investasi dalam perluasan industri makanan Korea di
seluruh dunia.
5. Menetapkan program kuliner Korea disekolah kuliner internasional
ternama, seperti Le Cordon Bleu dan Culinary Institute of America.
6. Membentuk lembaga kimchi baru untuk 'mengembangkan berbagai jenis
sayuran terpilih dan item makanan fermentasi Korea lainnya untuk
menarik lebih banyak selera asing.
7. Melaksanakan penggunaan platform media sosial dan upaya keterlibatan
publik untuk membangun sebuah jaringan global word of mouth untuk
lebih mempromosikan Korean Food.
Dari target-target yang ingin dicapai oleh Pemerintah Korea Selatan,
penulis dapat melihat bahwa tujuan dari program gastrodiplomasi ini tidak hanya
terfokus pada diplomasi publik saja. Tujuannya juga termasuk menghasilkan
lebih banyak peluang kerja di industri makanan, membina ahli kuliner Korea,
meningkatkan ekspor produk makanan dan pertanian Korea, serta meningkatkan
national brand Korea. Dengan demikian, pengunjung asing tentu bukan satu-
satunya target dalam program gastrodiplomasi Korea Selatan. Pada akhirnya
program ini bertujuan untuk meningkatkan lapangan kerja dan ekspor,
meningkatkan profil national brand Korea, dan menjadikan makanan Korea
sebagai salah satu dari lima masakan etnis di dunia.
Disisi lain, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, sebelum
dilakukannya implementasi Korean Food Globalization dengan tujuan untuk
meningkatkan restoran Korea di luar negeri yaitu pada tahun 2009, sejak tahun
2008 Korea Selatan telah resmi menggunakan national cuisine yang disebut
57
“Hansik” sebagai salah satu komponen utama dari diplomasi publik. (Kim,
2009:123). Ini jelas bahwasanya Korean food telah sengaja di budidayakan dan
bangsa Korea merasa bangga akan warisan kulinernya. Berbagi dengan
masyarakat internasional tidak hanya akan meningkatkan citra Korea, tetapi juga
dapat memberikan kontribusi yang luas untuk keragaman dan kelimpahan diet
makanan di seluruh dunia yaitu melalui pengembangan Globalisasi Makanan
Korea (Korean Food Globalization) dengan program „Korean Cuisine to the
World’ melalui Hansik: Kimchi Diplomacy.
4.4 Hambatan dan Tantangan dalam Program Gastrodiplomasi Korea
Selatan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kuliner khas negara saat ini
banyak digunakan oleh negara sebagai sebuah media dalam berdiplomasi. Hal
tersebut juga dimanfaatkan oleh Korea Selatan untuk mendukung kepentingan
nasional negaranya melalui program gastrodiplomasi Hansik: Korean Cuisine to
the World. Oleh karena itu, dalam menjalankan program tersebut pemerintah
Korea Selatan telah membuat lima strategi inti untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Dari penjelasan mengenai strategi dan tujuan program gastrodiplomasi
Korea Selatan yang telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya, penulis
menyadari bahwa terdapat hambatan dan tantangan bagi pemerintah Korea
Selatan dalam mencapai tujuan-tujuannya. Hambatan dan tantangan pertama yang
dihadapi oleh Pemerintah Korea Selatan adalah keinginan Pemerintah Korea
Selatan untuk meningkatkan popularitas masakan Korea sehingga menjadi lima
besar makanan favorit etnis di dunia. Tujuan tersebut menjadi sulit untuk dicapai
karena itu merupakan sebuah gagasan yang subyektif dan tidak adanya sistem
58
peringkat resmi mengenai makanan favorit di dunia. Hal tersebut juga sejalan
dengan apa yang disampaikan oleh Christian Oliver (2009)5 dalam tulisannya
yang berjudul Outside Edge: Seoul Food Aims for Top Table menyebutkan bahwa
upaya Pemerintah Korea Selatan tersebut merupakan hal yang sulit untuk
mengukur sesuatu yang tidak dapat digolongkan
Kedua, adalah suasana politik dan keamanan antara Korea Selatan dan
Korea Utara. Pada saat program gastrodiplomasi ini diterapkan Pemerintah Korea
Selatan berupaya untuk membangun persepsi positif, namun pada saat itu sebagai
negara korban perang Korea Selatan masih identik dengan kemiskinan dan
teknologi yang terbelakang. Bagi kebanyakan orang, kesan yang timbul ketika
mendengar nama “Korea” cenderung negatif seperti Korea Utara dan Perang
Korea.
Keadaan politik dan keamanan di Korea Selatan dapat menjadi penghambat
bagi Korea Selatan untuk meningkatkan reputasi negaranya. Terlebih lagi dalam
jajak pendapat tentang bagaimana Korea Selatan dipersepsikan, dari 1.000
responden yang merupakan orang asing yang tinggal di Seoul didapatkan hasil
bahwa sekitar 48,4% responden menjawab ketegangan keamanan antara Korea
Selatan dan Korea Utara menjadi penghalang utama bagi Korea Selatan untuk
meningkatkan citra negaranya, diikuti dengan terbatasnya kontribusi Korea dalam
komunitas internasional (44,1%) dan ketidakstablian sosio-politik (41,5%) (Hyun-
kyung Kang, 2011)6. Gejala politik semacam itu menjadi hambatan dan tantangan
5
Financial Times. Diakses melalui http://www.ft.com/intl/cms/s/0/b56f1ae0-417d-11de-bdb7-
00144feabdc0.html#axzz1ylOPZUjK . Pada 1 November 2018 6 Diakses melalui http://www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2011/04.html Pada 15 Oktober
2018
59
bagi Pemerintah Korea Selatan untuk mecapai misi dari program Hansik: Korean
Cuisine to the World.
91
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasar pada pembahasan bab sebelumnya penulis menarik kesimpulan
bahwa penerapan diplomasi publik melalui gastrodiplomasi dapat membantu
negara untuk mendukung kepentingan nasionalnya dengan menjadikan warisan
kuliner sebagai daya tarik (attractive power). Kuliner boleh jadi terlihat inferior
apabila dibandingkan dengan instrumen diplomasi lainnya, namun ia jelas
memiliki potensi besar dalam memperkuat soft power sebuah negara. Kuliner
merupakan perwujudan dari kebudayaan suatu komunitas atau bangsa yang
berperan sama pentingnya seperti bendera dan lagu kebangsaan sebagai simbol
dan etalase bangsa.
Pemerintah Korea Selatan telah terealisasikan namun belum sempurna
untuk memanfaatkan Korean Food sebagai media diplomasi dengan menerapkan
program gastrodiplomasi di negaranya melalui Hansik: Korean Cuisine to the
World. Dengan membuat lima strategi inti gastrodiplomasi, pemerintah Korea
Selatan dalam kurun waktu 2012 – 2016 pemerintah telah berhasil mencapai
beberapa targetnya, yaitu melibatkan selebriti untuk mempromosikan korean food,
menetapkan program kuliner Korea di sekolah kuliner internasional ternama Le
Cordon Bleu dan Culinary Institute of America, membentuk Korean Food
Foundation (KFF) lembaga untuk penglobalan korean food, melaksanakan
92
penggunaan media sosial untuk memporomosikan korean food, serta
meningkatkan perluasan industri makanan korea dengan membangun restoran di
luar negeri sebanyak 305 restoran. Strategi gastrodiplomasi tersebut juga
dimanfaatkan oleh pemerintah Korea Selatan untuk mendukung kepentingan
nasionalnya, baik yang bersifat inclusiveness, yaitu meningkatkan jumlah ekspor
makanan Korea dari 6574,44 dolar AS di tahun 2012 menjadi 6934,96 dolar AS di
tahun 2016, meningkatkan jumlah kunjungan wisata dari 8.656.818 kunjungan di
tahun 2012 menjadi 13.932.925 kunjungan di tahun 2016. Serta mendukung
kepentingan nasionalnya yang berisfat exclusiveness, yaitu mengelola sterotip
negatif dan meningkatkan peran dalam forum internasional dengan menjadi tuan
rumah berbagi kegiatan besar tingkat internasional.
6.2 Saran
Berdasarkan dari hasil analisis dan pemaparan kesimpulan di atas, sebagai
kelanjutan dari hasil analisis penelitian maka penulis akan memberikan saran yang
mungkin dapat dijadikan bahan pertimbangan, masukan dan juga saran kepada
pemerintah Korea Selatan dan peneliti selanjutnya.
1. Saran bagi Pemerintah Korea Selatan dalam pelaksanaan program
gastrodiplomasi untuk mendukung kepentingan nasionalnya, para pembuat
kebijakan dalam lembaga Pemerintah terkait harus bekerja sama dan
saling berkordinasi untuk membantu mempertahankan penyebaran dan
popularitas Korean food di dunia.
2. Pemerintah Korea Selatan juga harus lebih menyiapkan strategi yang lebih
unik dan menarik dalam pelaksanaan program gastrodiplomasinya agar
93
dapat menjaga eksistensinya dalam bersaing dengan program-program
gastrodiplomasi milik negara-negara lain.
Untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti dengan tema yang sama
diharapkan dapat lebih baik lagi dan mencari objek yang lebih luas lagi dari
penelitian ini, serta diharapkan penelitian selanjutnya dapat lebih banyak mencari
referensi dari berbagai buku dan jurnal ataupun tulisan ilmiah lainnya untuk
mendukung penelitian dengan tema yang sama.
94
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Anholt, Simon. 2005. Brand New Justice: The Upside of Global Branding. Great
Britain, Elsevier.
Anselm. Strauss, Corbin. Juliet. 2003. Dasar - Dasar Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Baylis, J. Smith, S. 2005. The Globalization of World Politics. Oxford
Bobbit, R, & Sullivan, R. 2009. Developing the Public Relations Campaign: A
team based approach 2nd
ed. Boston, MA: Allyn & Bacon.
Coplin, William D. 1992. Pengantar Politik Internasional; Suatu Telaah Teoritis.
Bandung, CV. Sinar Baru
Dinnie, Keith. 2008. Nation Branding: Concepts, Issues, Practice. Great Britain,
Elsevier.
Dwirezanti, Adina. 2012. Budaya Populer Sebagai Alat Diplomasi Publik:
Analisa Peran Korean Wave dalam Diplomasi Publik Korea Periode 2005 –
2010. Depok, Universitas Indonesia
Freeman, Chas W. 1994. The Diplomat’s Dictionary. Washington DC, United
States Institute of Peace Press
Griffiths, M. ,& O‟Callaghan, T. 2002. International Relations, The Key Concepts.
Routledge
Fisher, Ali. 2010. Mapping the Great Beyond: Identifying Meaningful Networks in
Public Diplomacy. Los Angeles, Figueroa Press
Heaton, Janet. 2004. Reworking Qualitative Data. London. SAGE Publications
Ltd
Magnusson, Peter, Stanford A. 2011. “What? I Thought Samsung Was Japanese”
Accurate or Not , Perceived Country of Origin Matters. International
Marketing Review 28, no 5.
Mellisen, Jan. 2006. “Publik Diplomacy Between Theory and Practice”, The
Present and Future of Publik Diplomacy: A European Perspective.
California. Rand Corporation
Miles, B Matthew, Michael Huberman 1992. Analisis Data Kualitatif. Buku
Sumber Tentang Metode-metode Baru, Jakarta: UIP
95
Moleong, Lezy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya
Nye S. Joseph. 2004. ―Soft Power: The Means to Success in World Politics‖.
New York: Public Affairs
Plano, Jack C. Olton, R. 1999. The International Relations Dictionary. California,
ABC –Clio
Rahman, Bajora. 2012. Diplomasi Hip Hop Sebagai Diplomasi Budaya Amerika
Serikat. Depok, Universitas Indonesia
Samovar, Larry A. & Edwin R Mc Daniel, Richard E. Porter. 2010. Intercultural
Communication A reader Ninth Edition. Belmont: Wadsworth
Shoelhi, M. 2011. Diplomasi Praktik Komunikasi Internasional. Bandung,
Simbiosa Rekatama Medio
Sitepu, P. Anthonius. 2011. Studi Hubungan Internasional.Yogyakarta.Graha
Ilmu
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung,
ALFABETA
Sun, Q. 2009. An Analytical Model of The Determinants and Outcomes of Nation
Branding. Texas, University of North Texas
Jurnal:
A. Coulumbis, Theodore,James H. Walfe. 1990. Introduction To International
Relations : Power And Justice. London .Prentice Hall International
Chapple-Sokol, Sam. 2013.”Culinary Diplomacy : Breaking Bread to Win Hearts
and Mind”. The Hague Journal of Diplomacy, 8(2). USA. Martius Hijhoff
Publishers
Cho, Hong-Sik. 2006. Food and Nationalism-Kimchi and Korean National
Identity‖. The Korean Journal of International Relations 46, no5
Dinnie, Keith. 2003. Place Branding: Overview of an Emerging Literature. Japan,
Temple University Japan
Hye-Kyung, Hwang, 2009. The Korean Wave Causing Changes in the Perception
of Korean and Japanese-Korean in the Japanese Society, Journal of the
Japanese Culture vol. 42
Kim, Regina. 2011. “South Korean Cultural Diplomacy and Efforts to Promote
the ROK’s Brand Image in The United State and Around The World”. Johns
Hopkins School of Advanced International Studies
Kurniawan, Wahyu M. Analisis Strategi Gastrodiplomasi Dalam Pendekatan
Gastronasionalisme Terhadap Dinamika Perkembangan Ekonomi Politik
Korea Selatan, Universitas Bakrie
Nye S. Joseph. 2008. “Public Diplomacy and Soft Power‖America. The ANNALS
of the American Academy of Political and Social Science
96
Pham, Mary Jo A, 2013. ―South Korea Gastrodiplomacy‖, Journal of
International Service (JIS), Washington DC, American University
Pham, Mary Jo A, 2013 Food As Communication: A Case Study of South Korea’s
Gastrodiplomacy, Journal of International Service, School of International
Service. Washington DC, American University
Pujayanti, Adirini. 2017. Gastrodiplomasi-Upaya Memperkuat Diplomasi
Indonesia. Peneliti Madya Masalah-Masalah Hubungan Internasioanl, Pusat
Penelitian Badan Keahlian DPR
Rochester, J. Martin. 1978. “The “National Interest‖ and Contemporary World
Politics”. The Review of Politics, Vol. 40, No. 1, 1978
Rockower, Paul S. .2011. Projecting Taiwan: Taiwan’s Publik Diplomacy
Outreach 47. Taiwan, Taipei, Institute of International Relations, National
Chengchi University
Rockower, Paul S. 2013. The Gastrodiplomacy Cookbook. The Huffington Post
Rockower, Paul S. 2012. ―Recipes for Gastrodiplomacy‖. Place Branding and
Public Diplomacy.
Sakamoto, R., & Allen, M. (2011). There‟s something fishy about that sushi: How
Japan interprets the global sushi boom. Japan Forum, 23(1). Schneider, Chyntia P. 2006. “Cultural Diplomacy : Hard to define, But You Know
it if You Saw it.‖ The Brown Journal of World Affairs, Fall/Winter. Vol.
XIII, Issues I
Wang, Jay. 2006. “Public Diplomacy and Global Business‖, The Journal of
Business Strategy 2 no 1
Wilson, Rachel. 2013. Cocina Peruana Para El Mundo: Gastrodiplomacy, The
Culinary Nation Brand, and The Context of National Cuisine in Peru.
Syracus University
Zhang, Juyan. 2015. The Foods of the Worlds:Mapping and Comparing
Contemporary Gastrodiplomacy Campaigns. The University of Texas,
International Journal of Communication 9(2015).
Internet:
Bradley, Cat. 2014. Gastrodiplomacy: Eating for Understanding, Diakses melalui
http://foodfieldnotes.uoregon.edu/article/gastrodiplomacy-eating-for-
understanding/ Pada 25 Juli 2018
Cummings Jr, Milton C. 2003. Cultural Diplomacy and the United States
Government: a Survey Center for Arts and Culture Diakses melalui
http://ics.leeds.ac.uk/papers/pmt/exhibits/1434/MCCpapers.pdf Pada 18
Agustus 2018
Duta, Diemas Kresna, 2016. Hanya Tumbuh 2,6%, Ekonomi Korea Terendah
Sejak 2012. CNN Indonesia. Diakses melalui
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi20160126113837-78-
97
106711/hanya-tumbuh-26-ekonomi-korea-terendah-sejak-2012# Pada 25
Desember 2018
Food Reference, 2015. Diakses melalui www.foodreference.com/html/korea-
food-shows.html Pada 17 Desember 2018
Guk, H.C., Jie, W., & Fulai, S, 2016. Do Hallyu (Korean Wave) exports promote
Korea’s consumption goods exports?. The Association of Korean Economic
Studies. Diakses melalui http://www.akes.or.kr/eng/papers(2016)/F38.pdf
Pada 20 Januari 2019
Hansik, Diakses melalui http://www.hansik.org Pada 12 Oktober 2018
Himawi, W. 2015. Thailand Gajah Asean Berlari Kencang. Diakses dari
http://pm.unpar.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/WH-Edisi-
GASTRODIPLOMACY-November-2015.compressed.pdf diakses pada 17
Desember 2018
Jeong, Yong-Chan. 2012. “Gastronomic Tourism in Korea: Globalizing Hansik.‖
UN World Tourism Organization Diakses melalui
http://dtxtq4w60xqpw.cloudfront.net/sites/all/files/pdf/food_tourism_ok.pdf
Pada 20 November 2018 Korean Export Commodity, Diakses melalui https://knoema.com/atlas/Republic-
of-Korea/topics/Economy Pada 3 Januari 2019
Kang, Hyun-kyung. 2011. “Brand Korea Plan Called Too Ambitious”, Diakses
melalui http://www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2011/04.html Pada
15 Oktober 2018
Kim, Hyun-cheol, 2012. Global Hansik Off to Strong Start” Diakses melalui
http://www.koreatimes.co.kr/www/news/biz/2009/04/123_42711.html ,
Pada 11 Oktober 2018
Kim, Hyun-cheol, 2009. “Campaign Starts to Globalize Korean Food” Diakses
melalui http://www.koreatimes.co.kr/www/news/biz/2009/10.html Pada 12
Oktober 2018
Knoema, Korean Food Export Report, Diakses melalui
http://knoema.com/atlas/Republic-of-korea/topics/economy Pada 3 Januari
2019
Korea, I. Y, 2016, Hansik Korean Cuisine, Diakses melalui Imagine Your Korea
http://english.visitkorea.or.kr/e_book/ecatalog.jsp?Dir=542&catimage=&ecl
ang=english Pada 12 Januari 2018
Korea Tourism Organinization, Visitor Arrival, Korean Departures, Int’l Tourism
Receipts & Expenditurs, Diakses melalui http://ktp.visitkorea.or.kr/eng Pada
5 November 2018
Korean Bibigo Website Diakses melalui www.bibigo.com//brand-story Pada 10
Oktober 2018
Korean wave, KOCIS, Diakses melalui http://www.
korea.net/Government/Current Affairs/Korean Wave?affairId=209, Pada 15
Agustus 2018
98
Korean Food Foundation, “Korean Food Globalilazation with the People’s
Support”, News and Media, Diakses dari www.hansik.org Pada 12 Oktober
2018
McCurry, Justin, “More Than Kimchi: Korean Food’s Popularity Soars‖ Global
Post, Diakes melaluihttp://www.globalpost.com/dispatch/news/regions/asia-
pacific/south-korea/120528/more-kimchi-korean-food-puplarity-soars. Pada
11 Oktober 2018
Mee-yoo Kwon, 2009. “First Lady Kim on Food Mission” Korea Times, Diakses
melalui http://www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2009/11/117_53372
Pada 12 Oktober 2018
Moskin, Julia. “Culinary Diplomacy with a side of Kimchi‖. New York Times.
Diakses melalui http://www.nytimes.com/2009/09/23/dining/23kore.html
Pada 1 November 2018
New York Times, Culinary Diplomacy With a Side of Kimchi, Diakses melalui
http://www.nytimes.com/2009/09/23/dining/23kore.html Pada 18 Desember
2017
Oliver, Christian, “Outside Edge: Seoul Food Aims for Top Table‖. Financial
Times. Diakses melalui http://www.ft.com/intl/cms/s/0/b56f1ae0-417d-
11de-bdb7-00144feabdc0.html#axzz1ylOPZUjK . Pada 1 November 2018
Rockower, Paul S. “Korea Tacos and Kimchi Diplomacy” (USC Center on Public
Diplomacy, 2010), Diakses melalui http://uscpublicdiplomacy.org/korean
Pada 15 Agustus 2018
South Korea Export Report, Diakses melalui https://data.worldbank.org/topic
Pada 12 November 2018
South Korea FDI Report. Diakses melalui https://data.worldbank.org/topic Pada
12 November 2018
The Economist:Food as Ambassador, Thailand’s Gastro-diplomacy, Diakses dari
http://www. economist. com/node/999687 Pada 14 Agustus 2018