kerjasama indonesia-korea selatan dalam …
TRANSCRIPT
42
KERJASAMA INDONESIA-KOREA SELATAN DALAM
PENGEMBANGAN DESA MELALUI SISTEM SAEMAUL UNDONG
(Studi Kasus Kerjasama Lintas Batas Daerah Istimewa Yogyakara-
Gyeongsangbuk-Do)
Firstyarinda Valentina Indraswari1
Abstract
The role of sub-state is getting wider and strategic in achieving the national
interest of the state. The scholars sees this entity could works beyond it’s state in
implementing their foreign policy. This capability could bring a positive and a negative
impact within the state and toward international system. The specific role of this sub-
state, such as province, districs, and village or rural area, has been studied in various
sector including in the concept of sister city and cross border cooperation. The studies
also covers various issues that needs multiactor participation to resolve it. The issues are
such as environment, rural development, healthy, conflict rehabilitation, etc.
This research tend to analyze the cooperation between Special Region of
Yogyakarta and Gyeongsangbuk-Do in the scope of rural development issue. These
provinces already cooperate for 10 years under various programmes cover by Saemaul
Undong system. This is the Korean system in developing rural area and has been adopted
in 14 states until today.
By using cross border cooperation concept, this qualitative research found that
these provinces has reached the third phase of cooperation process. The last phase, the
fourth one, still face a difficult path because of the limitation authority of the local
government. Various factors such as economic, culture, historical experience also
booster the cooperation.
Keywords: Cross Border Cooperation, Saemaul Undong, Special Region of
Yogyakarta, Gyeongsangbuk-Do
Pendahuluan
Peran sub-negara dalam pencapaian politik luar negeri suatu negara sudah
semakin meluas dan strategis pada abad ke 21. Negara tidak lagi bergerak sendiri
melalui kementerian luar negeri dan diplomatnya. Melainkan terdapat aktor-aktor
lain seperti organisasi, individu, termasuk pemerintah daerah. Pemerintah daerah
1 Penulis adalah Staf Pengajar pada Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. Fokus kajian pada keamanan internasional, khususnya
konflik kawasan Asia Timur, yaitu Semenanjung Korea.
Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|
ini yang dalam istilah dibeberapa negara diwakilkan dengan nama negara bagian,
kota, dan distrik. Pemerintah daerah diberi kewenangan tertentu untuk mencapai
kepentingan nasional daerahnya dengan membangun kerjasama dengan aktor sub-
negara lain di negara lain. Istilah kerjasama ini yang dikemudian hari dikenal
dengan paradiplomasi.
Pemerintah daerah melalui kota, kabupaten, bahkan hingga tingkat desa
sebenarnya, menjadi aktor penopang dalam aktivitas paradiplomasi ini.
Sayangnya yang masih lebih banyak dibahas adalah sisi pemerintah daerahnya
dalam mengaplikasi, mengembangkan, maupun mengevaluasi aktivitas tersebut.
Padahal, pada satu titik tertentu, aktor sub-daerah, yaitu desa juga sedikit banyak
berperan karena pada umumnya di wilayah merekalah titik budaya, sumber daya
alam, dan kearifan lokal secara teknis bertemu dan bersinergis satu sama lain.
Secara khusus, perhatian negara maupun komunitas internasional terhadap
pengembangan desa telah banyak dilakukan. Pola pengembangan yang dilakukan
pun beragam. Kerjasama sister city dan sister province merupakan skema yang
melibatkan kerjasama antara pemerintah daerah. Kerjasama antar pemerintah dan
INGO’s (International Non-Governmental Organizations) juga telah banyak
dilakukan melalui berbagai proyek. Dan diantara skema-skema tersebut, skema
yang melibatkan keterlibatan masyarakat desa setempat menjadi perhatian khusus
dan terbukti berpengaruh signifikan pada perubahan kondisi desa. Hal ini
disebabkan masyarakat desa sendiri yang mengetahui kebutuhan desanya
sehingga pembangunan yang dilakukan lebih tepat sasaran.
Salah satu skema yang pengembangan desa yang melibatkan masyarakat
desa dan berkembang menjadi gerakan global adalah sistem Saemaul Undong.
Sistem ini merupakan sistem pengembangan desa yang dilaksanakan oleh
pemerintah Korea Selatan di era 70-an. Sistem ini berbasis pengembangan
mandiri oleh masyarakat setempat, berdasarkan kebutuhannya, dan berfokus pada
pembangunan infrastruktur. Melalui kegiatan ini diharapkan masyarakat mampu
membangun desanya sesuai dengan kapasistas dan sumber daya masing-masing
wilayah. Di negaranya, sistem ini telah terbukti menyumbangkan penurunan
angka kemiskinan nasional sebesar 17,1 % di era 70-an (Sooyoung, 2009). Dan
44 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2
semenjak itu, sistem ini secara intensif dikaji, diformulasi secara terpadu, dan
telah diadopsi oleh 70 negara di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin
(Douglass, 2013). Pemerintah Korea Selatan melalui Pusat Saemaul Undong di
beberapa negara tersebut memberikan pendampingan dalam bentuk berbagai
proyek dan pelatihan.
Mengglobalnya adopsi sistem ini melalui kerjasama pemerintah Korea
Selatan menarik perhatian pemerintah Republik Indonesia. Di tingkat pemerintah
pusat kerjasama ini baru diinisiasi pada akhir tahun 2014. Prosesnya baru sampai
tahap penandatangan MoU dan belum sampai pada kerjasama teknis. Sedangkan
pada tingkat pemerintah daerah, terdapat satu provinsi yang telah lama
mengadakan kerjasama dengan provinsi lain di Korea Selatan. Kerjasama sister -
province telah terjalin antara Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan
Provinsi Gyeongsangbuk-Do sejak tahun 2005 (Biro Kerjasama Setda Propinsi
DIY, 2006) . Kerjasama pengembangan desa melalui Sistem Saemaul Undong ini
bahkan berlanjut hingga tahun 2015 ini (Giyanto, 2015).
Menarik kemudian melihat bagaimana proses kerjasama antara
pemerintah DIY dengan Gyeongsangbuk-Do dalam pengembangan desa melalui
sistem Saemaul Undong ini. Hal ini disebabkan kerjasama ini adalah yang pertama
kali diselenggarakan di Indonesia. Selain itu, sejauh ini masih sedikit yang
membahas mengenai kerjasama pengembangan desa di tingkat daerah dengan
aktor pelaku yang melintasi batas-batas negara. Pengkaji paradiplomasi seperti
Mukti lebih melihat peran pemerintah daerah dalam berbagai aspek kerjasama
(Mukti,2013). Sedangkan Yuana lebih melihat pada evaluasi pelaksanan
paradiplomasi antara DIY dan Gyeongsangbuk-Do (Yuana,2014). Dalam salah
satu skripsi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), kajian
yang dibahas adalah kerjasama antara kedua provinsi namun menggunakan
konsep kerjasama internasional dan kerjasama sister-province (thesis.umy.ac.id,).
Penelitian ini bermaksud melihat proses kerjasama dalam konteks tingkatan
kerjasama yang telah tercapai dalam 10 tahun ini melalui konsep kerjasama lintas
batas (cross-border cooperation). Proses ini secara spesifik melihat tahapan-
tahapan dalam proses kerjasama. Dari proses identifikasi dan analisa dari
Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|
kerjasama ini diharapkan dapat membantu pemerintah di tingkat pusat untuk
mempersiapkan skema kerjasama yang komprehensif.
Pengkajian proses kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Korea
Selatan perlu dilihat berdasarkan konsep maupun teori yang sesuai dengan ruang
lingkup kerjasama itu sendiri. Teori kerjasama yang tepat dibutuhkan untuk
memberikan sudut pandang yang komperhensif dalam proses adopsi sistem
Saemaul Undong yang meliputi banyak aspek. Selain itu pemahaman mendasar
mengenai sistem Saemaul Undong ini sendiri menjadi hal yang vital diperlukan
mengingat terdapat sejumlah strategi, proses, dan tahapan yang khas yang
memerlukan dasar pengetahuan dan penyesuaian kebijakan secara terpadu. Oleh
karena itu, beberapa tulisan berikut disajikan dalam upaya memberikan
pemahaman menyeluruh terhadap proses kerjasama yang terjalin antara kedua
negara.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan sumber data
tekstual. Data yang akan dipergunakan terdiri dari data sekunder yang terdiri dari
sejumlah jurnal dan hasil penelitian terkait aplikasi sistem Saemaul Undong.
Adapun sumber referensi primer seperti wawancara dengan pihak-pihak terkait
sayangnya tidak bisa terpenuhi karena lambatnya respon atas pengajuan
permohonan penelitian dan tidak tersedianya data kerjasama. Secara khusus,
metode analisis data yang digunakan adalah dengan melalui pemahaman akan
studi kasus (www.sagepub.com). Kerjasama Provinsi DIY dengan Provinsi
Gyeongsangbuk-Do menjadi contoh studi kasus dari penelitian ini. Analisa data
dilaksanakan secara deskripsi analitik.
Konsep Cross border cooperation (kerjasama lintas batas) menjadi
instrumen yang dipergunakan untuk melihat proses kerjasama tersebut. Untuk
memahami konsep ini, dipergunakan kajian pustaka dari Luis De Sousa yang
berjudul ‘Understanding Europe Cross-Border Cooperation: A Framework for
Analysis” (De Sousa, 2012). Dengan melihat fenomena integrasi Eropa, De Sousa
melihat bahwa integrasi membawa konsekuensi kerjasama antar negara-negara
46 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2
anggota yang lebih intens dan idealnya membawa harmonisasi yang lebih baik.
Tetapi hal tersebut disadari tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat mengingat
berbagai elemen yang terhubung antara negara yang satu dengan negara yang lain.
Elemen tersebut antara lain ketakutan historis, identitas, dan hambatan
perdagangan yang tidak terlihat (Van Houtum, 2002, dalam De Sousa, 2012).
Upaya Uni Eropa dalam mengharmonisasikan kerjasama antar negara ini
kemudian diformulasikan dalam program-program INTERREG dan pembentukan
kelompok kerjasama teritorial (Grouping of Territorial Cooperation (EGTC)).
Melalui program dan kelompok yang dibentuk tersebut, terdapat kerangka
konseptual yang diberikan untuk memahami pertumbuhan dan keragaman
regionalisme lintas batas di dalam konteks Uni Eropa. Kerangka tersebut meliputi
kerangka pendorong dan kerangka tingkat kerjasama. Kerangka pendorong
tersebut antara lain adalah empati historis dan kultural, pola-pola kerjasama lintas
wilayah yang sudah ada sebelumnya, kelengkapan sektor-sektor ekonomi,
kapasitas institusi dan kesiapan otoritas regional ataupun lokal dalam merespon
tantangan.(De Sousa, 2012). Kerangka pendorong ini dirangkum dalam tiga aspek
besar yaitu pendorong ekonomi, pendorong kepemimpinan politik, dan pendorong
geografis. (De Sousa, 2012).
Dari kerangka tingkat kerjasama, beragam kerangka pendorong di atas
dapat membawa kerjasama antar negara tersebut pada tingkat komitmen yang
meliputi empat tingkatan. Yang pertama yaitu peningkatan kesadaran kerjasama.
Ini adalah tingkat terendah dari komitmen poliitk yang mensyaratkan minimal
terjadinya kunjungan bilateral secara reguler dan adanya pengaturan kerjasama
dalam mempromosikan budaya dan ikatan komersial. Yang kedua, kerjasama
bantuan mutual. Kerjasama ini merupakan kesepakatan antara kedua pihak dalam
memberikan pendampingan lintas batas juridiksi. Kerjasama ini menanggapi
respon darurat yang melibatkan sumber-sumber lokal seperti bencana-bencana
alam dan manusia. Kerjasama tersebut dapat berbasis ad hoc ataupun dapat berupa
kesepakatan formal. Bentuk lainnya dapat berupa manajemen darurat yang secara
mendasar diterapkan secara kontinu antara petugas-petugas publik di perbatasan.
Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|
Kerjasama fungsional merupakan tingkat ketiga dari komitmen antara
kedua negara. Kerjasama ini lebih permanen. Ia mensyaratkan pemberdayaan
sumber-sumber yang lebih besar. Selain itu juga membutuhkan komitmen yang
lebih besar dari pejabat-pejabat publik administratif dan politik di tingkat lokal
ataupun regional. Kerjasama di tingkat ini bertujuan untuk menyelesaikan
sejumlah masalah, menciptakan kesempatan bisnis serta mempromosikan
pertukaran budaya dan mengurangi hambatan tak terlihat pada mobilitas buruh.
Pada tingkat yang terakhir, keempat, De Souse melihat dari asumsi ketiga
tingkat sebelumnya yang dapat memicu terbentuknya kapasitas institusional
antara kedua negara. Tingkat ini ditandai dengan adanya layanan publik maupun
sumber-sumber publik yang memiliki pengelolaan yang sama atau umum antara
kedua wilayah. Kerjasama di tingkat ini yang memang cenderung masih lemah
dan mengurangi keharmonisan hubungan karena perbedaan desain layanan.
Keempat tingkatan di atas menjadi salah satu acuan dalam melihat dan
mengidentifikasikan dalamnya hubungan kerjasama lintas batas antar negara.
Diharapkan melalui proses yang bertahap masing-masing negara dapat mencapai
harmonisasi hubungan dengan negara yang lintas batas dengannya.
Konsep kerjasama lintas batas ini kemudian perlu disinergikan dengan
sistem Saemaul Undong yang menjadi potensi adopsi dari kerjasama kedua
negara. Sistem ini merupakan sistem yang dikembangkan oleh President Park
Chung Hee di era 70-an. Sistem ini oleh Edward P.Reed dianggap sebagai upaya
menarik wilayah pedesaan agar dapat mengikuti laju pertumbuhan perekonomian
negara yang meningkat melalui industrialisasi di perkotaan (Reed, 2010).
Sedangkan oleh Park Sooyoung, sistem ini dianggap sebagai strategi untuk
mengurangi angka kemiskinan nasional (Sooyong, 2009). Sistem ini berhasil
mengangkat derajat taraf hidup masyarakat di daerah pedesaan di Korea Selatan
sehingga menarik negara lain di Asia dan Afrika untuk mengadopsi sistem ini.
Sistem ini melibatkan elemen masyarakat desa, pemerintah lokal dan
pemerintah pusat sebagai satu kesatuan perangkat yang prosesnya terbagi dalam
tiga tahap. Tahap pertama diprioritaskan pada tingkat pedesaan dimana dilakukan
48 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2
peningkatan pada infrastruktur fisik desa. Pemerintah memberikan sejumlah
contoh proyek yang dapat dijadikan panduan oleh masyarakat desa untuk
mengembangkan ide-ide original sesuai dengan apa yang mereka mampu lakukan.
Pada tahap ini kepercayaan diri masyarakat desa dibangun sebagai langkah awal
yang sangat vital. Kepercayaan diri terhadap kemampuan yang dimiliki dan
infrastruktur dasar yang ada penting untuk meningkatkan produktifitas pertanian
mereka. Pada tahap selanjutnya, setelah masyarakat desa cukup percaya diri,
sistem ini mengalihkan fokusnya pada proyek peningkatan pendapatan
masyarakat desa. Pada tahap terakhir, fokus sistem ini ditujukan pembanguna
kapasitas dan perubahan sikap dengan cakupan berbagai proyek yang telah
diiniasi dari tahap awal, semakin dikembangkan lebih luas (Sooyoung, 2009).
Baik Sooyoung maupun Reed melihat berbagai kesamaan dari aplikasi
sistem ini bagi aktor-aktor eksternal yang ingin mengadopsinya. Kedua melihat
bahwa apa yang terjadi di Korea Selatan, melalui sistem ini, tidak serta merta
dapat membawa hasil yang sama di negara lain. Keduanya melihat bahwa masing-
masing negara pengadopsi harus dengan cermat melihat kondisi sosial, politik,
masyarakat di dalam negara mereka sebelum mengadopsi penuh sistem ini.
Berbagai penyesuaian dari sistem dasar Saemaul Undong ini mutlak dilakukan
mengingat sumber daya, pola hidup masyarakat, kebijakan pemerintah lokal dan
pemerintah pusat berbeda di masing-masing negara. Selain itu, kedua pengkaji ini
juga melihat bahwa sistem ini bukanlah sistem instan yang akan membawa
perubahan signifikan bagi masyarakat desa dalam waktu singkat. Jika dipandang
dalam konteks mengurangi angka kemiskinan di wilayah pedesaan saja, maka
sistem ini dapat dikatakan gagal oleh Sooyoung. Proses menyeluruh yang perlu
dikawal dari sistem ini yaitu sinergisitas dari tingkat masyarakat desa itu sendiri
hingga pemerintah pusat yang memiliki satu pola yang sama, desain besar yang
sama dan kokoh dalam upaya mengembangkan pedesaan sebagai salah satu pilar
yang berkontribusi terhadap pertumbuhan negara. Faktor lain yang tidak kalah
penting yaitu pola kepemimpinan kepala negara yang secara intensif dan kontinu
mengawal pelaksanaan sistem ini, bahkan tidak jarang turun tangan langsung di
lapangan untuk melihat perkembangan pelaksanaan sistem ini.
Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|
Hasil
Gambaran Umum Kerjasama Indonesia-Korea Selatan
Tidak bisa dipungkiri masa Perang Dingin membawa sejumlah perubahan
signifikan bagi aktivitas dan interaksi negara-negara dalam sistem internasional.
Bagi negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS) dan Rusia kala itu,
aktivitas dan interaksi difokuskan pada perluasan pengaruh melalui ideologi yang
dibawa. Sedangkan bagi negara-negara berkembang atau kecil, momen tersebut
menjadi titik awal dari kemandirian mereka dalam memutuskan akan berinteraksi
dengan negara mana saja untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Aktivitas
interaksi yang ditargetkan tidak lagi hanya berfokus dengan negara tetangga yang
berbatasan langsung dengannya, tetapi juga sudah melampaui sub kawasan dan
kawasan.
Begitupun yang terjadi antara Indonesia dan Korea Selatan. Kedua negara
ini memulai hubungannya di tahun 1966 pada tingkat konsuler dan disempurnakan
dengan hubungan diplomatik pada tahun 1973 ( Yoon, 2007). Semenjak itu
berbagai sektor menjadi pintu masuk beragam skema kerjasama. Penanaman
modal asing Korea Selatan di Indonesia hingga tahun 2007 tercatat menempati
posisi ke empat (Yoon, 2007). Keseriusan kedua negara dalam membangun
hubungan semakin diperkuat dengan penandatangan Joint Declaration pada masa
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhono dan Presiden Roh Moo Hyun
pada tahun 2006. Penandatangan ini membawa kedua negara kepada babak baru
hubungan yang lebih strategis dalam kerangka strategic partnership (Indonesian
Embassy Seoul,2014).
Dan hubungan baik ini terus dijaga hingga pada masa pemerintahan
Presiden Joko Widodo. Preiden baru Republik Indonesia yang resmi dilantik pada
20 Oktober 2014 ini ingin membawa Indonesia ke arah kemandirian yang kuat
dan berkelanjutan.Transformasi Kementerian transmigrasi menjadi Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KPDT) merupakan
salah satu upaya strategis untuk mempercepat pemulihan wajah pedesaan di
Indonesia ke arah yang lebih baik.
50 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2
KPDT resmi dibentuk pada tahun 2014 dengan fokus kerja pada sektor
pengembangan desa, pengembangan wilayah transmigrasi dan daerah tertinggal.
Pada perencanaan dan pelaksanaan fungsi-fungsi kerja tersebut, KPDT tidak
hanya berkoordinasi dan bekerja sama dengan kementerian terkait lainnya, tetapi
juga dengan aktor-aktor lain termasuk negara lain dan sejumlah LSM. Luasnya
cakupan aktor kerjasama ini diharapkan lebih mengoptimalkan peran KPDT
dalam membangun desa di Indonesia. Tercatat 17 kementerian lain akan
bersinergi dengan KPDT dalam menjalankan program kerjanya
(www.kemendesa.go.id, 2014). KPDT juga tidak menutup diri dari upaya
membangun desa dengan negara lain. Adapun negara-negara yang tertarik untuk
bekerjasama dengan KPDT adalah Korea Selatan. Sedangkan untuk negara yang
ditargetkan oleh KPDT untuk melakukan kerjasama antara lain dengan Jepang,
Australia, AS, dan beberapa negara lain (www.kemendesa.go.id, 2015).
Ketertarikan Korea Selatan terhadap KPDT ditunjukkan dengan
kunjungan Duta Besar Korea Selatan untuk Republik Indonesia, Taiyoung Cho,
dua bulan setelah kementerian ini terbentuk (www.kemendesa.go.id, 2014). Hal
ini tentunya membawa pesan tersendiri dimana Korea Selatan melihat institusi ini
menjadi titik yang cukup strategis dalam meningkatkan hubungan kerjasama
antara kedua negara. Dari kunjungan pertama tersebut, inisiasi kerjasama sudah
tersampaikan dari kedua belah pihak.
Proses Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam Membangun Desa melalui
sistem Saemaul Undong
Proses Kerjasama di tingkat Pusat (Negara-Negara)
Inisiasi yang dilakukan duta besar Korsel untuk Indonesia membawa angin
segar dalam strategi pembangunan desa di Indonesia. Pasalnya negara ini telah
memiliki sebuah sistem pembangunan desa yang terbukti mampu meningkatkan
Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|
kesejahteraan masyarakat desa dan memberikan kontribusi pada pertumbuhan
perekonomian negara. Sistem tersebut disebut juga dengan Sistem Saemaul
Undong. Sistem ini berfokus pada pemberdayaan masyarakat sebagai jantung
pembangunan desa. Hal ini sesuai dengan prinsip pembangunan desa yang
sebelumnya pun sebenarnya sudah dimiliiki oleh masyarakat indonesia, yang kita
kenal dengan istilah gotong royong.
Pada kunjungan perdana duta besar Korsel untuk Indonesia, inisiasi secara
spesifik dalam bentuk kerjasama pembangunan desa melalui sistem Saemaul
Undong telah terwacanakan. Menteri KPDT, Marwan Jafar pun sudah
membayangkan dalam aspek apa saja Indonesia mampu membangun kerjasama
melalui sistem ini. “Secara lebih mendalam, usulan kerja sama akan mengangkat
peluang penerapan pembangunan. Mungkin dimulai dari sisi teknologi,
mengangkat potensi ekonomi serta perbaikan infrastruktur di perdesaan tersebut,”
Sementara itu, duta besar Korsel menyampaikan aspek kerjasama yang dibangun
dapat melalui pemberdayaan masyarakat desa melalui sektor usaha kecil
menengah (UKM) yang berkoordinasi dengan berbagai perusahaan asal Korea
Selatan. (www.kemendesa.go.id, 2014).
Inisiasi kerjasama ini ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU pada
bulan Agustus 2015. Penandatangan MoU dilakukan oleh Menteri KPDT
Republik Indonesia dengan Menteri Administrasi Pemerintahan dan Dalam
Negeri Republik Korea di Jakarta. Kerjasama konkrit akan disepakati dalam
kunjungan KPDT ke Korea Selatan pada bulan November 2015
(www.kemendesa.go.id, 2015).
Proses Kerjasama di tingkat Provinsi (Provinsi-Provinsi)
Jika pada level pusat, atau kementerian kerjasama Indonesia-Korea
Selatan terkait pembangunan desa baru terinisiasi pada tahun 2014, maka pada
level provinsi, ternyata kerjasama ini sudah terbentuk dari tahun 2008. Provinsi
DIY menjadi pelopor dalam kerjasama ini dengan Provinsi di Korea Selatan, yaitu
Gyeongsangbuk-Do dalam kerangka sister city.(treaty.kemlu.go.id, 2013).
52 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2
Kerjasama ini dirintis sejak tahun 2001 dimana utusan Provinsi Gyeongsangbuk-
Do yang mengawali inisiasi kerjasama. Proses selanjutnya dtandai dengan
serangkaian pertemuan dan penandatangan berbagai kesepakatan. Pada tahun
2003, delegasi DIY berkunjung ke Provinsi Gyeongsangbuk-Do, Korea Selatan
untuk penandatanganan Leter of Intent (LoI). Dua tahun berikutnya, pada tahun
2005, Gubernur kedua Provinsi sepakat menandatangi Memorandum of
Understanding (MoU) di Yogyakarta.(Biro Kerjasama Setda Propinsi DIY,
2006). Berbagai keuntungan yang dirasakan kedua belah pihak ternyata sampai
membawa keduanya pada keputusan keberlanjutan LoI pada bulan September
2015 yang lalu. Sri Sultan HB X menyatakan bahwa keberlanjutan ini disepakati
karena melihat karakteritik khusus dari Saemaul Undong yang mampu diadopsi
dengan oleh masyarakat desa Yogyakarta dan terbukti meningkatkan
kesejahteraan hidup mereka.(Giyanto, 2015).
Berdasarkan konsep kerjasama lintas-batas (cross border cooperation) De
Sousa, kerangka tingkatan kerjasama antara provinsi DIY dengan
Gyeongsangbuk-Do dapat dilihat dari proses awal tahun 2001 hingga 2015.
Terhitung semenjak tahun 2003 hingga 2005 kedua belah pihak rutin melakukan
kunjungan bilateral. Kunjungan tersebut dalam rangka penandatangan MoU dan
LoI. Program-program yang disepakati dalam MoU dan LoI meliputi bidang
budaya, pendidikan, ekonomi, seni, pertanian, perdagangan, industri dan investasi
serta pariwisata(Biro Kerjasama Setda Propinsi DIY, 2006).
Secara spesifik proses kerjasama yang terjalin dalam kurun waktu 2001
hingga 2005 tersebut dijelaskan secara detail oleh Takdir Ali Mukti dalam salah
satu bukunya yang berjudul ‘Paradiplomasi : Kerjasama Luar Negeri oleh
PEMDA di Indonesia’(Mukti, 2013). Inisiasi kerjasama dilakukan oleh pihak
Gyeongsangbuk-Do dengan mengirimkan surat kepada pihak pemerintah DIY
yang dalam hal ini adalah BAPPEDA. Surat tersebut berisi undangan yang
ditindaklanjuti dengan kedatangan delegasi DIY ke Provinsi tersebut dua tahun
kemudian, yaitu pada September 2003. Di sana kedua pihak sepakat untuk
bekerjasama. Dan pada awal tahun 2005, kesepakatan penandatangan MoU
dilakukan di DIY. Secara eksplisit kerjasama sama tersebut difokuskan pada
Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|
pembangunan desa. Aktivitas ini menurut De Sousa dapat dikategorikan pada
tingkat pertama dari kerjasama, yaitu peningkatan kesadaran kerjasama.
Pada tingkatan selanjutnya, yaitu kerjasama bantuan mutual, kedua belah
pihak juga teridentifikasi melaksanakan berbagai aktivitas tersebut. De Sousa
mensyaratkan adanya aktivitas yang terkait dengan kesepakatan pendampingan
lintas batas dalam aspek kemanusiaan dan bencana alam. Dalam hal ini, Pihak
Provinsi Gyengsangbuk-do telah memiliki program rutin berupa pengiriman
relawan muda semenjak tahun 2009-2011 di beberapa wilayah desa di DIY seperti
Desa Karangtalun(Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Prov.DIY, 2011).
Tidak hanya para relawan muda, tetapi para tenaga pengajar, serta staf medis dari
Korea Selatan juga secara rutin melaksanakan sejumlah aktivas bersama
mahasiswa UGM (https://ugm.ac.id, 2010).Secara detail, De Sousa menyatakan
bentuk kerjasama pada tingkat ini sebaiknya tercermin dalam bentuk ad hoc atau
kesepakatan formal, maupun sistem manajemen darurat yang dapat diterapkan
secara kontinu antara kedua belah pihak. Hal ini yang sejauh ini belum ditemukan
dalam proses kerjasama antara DIY dan Gyeongsangbuk-do.
Pada tingkatan ketiga, kerjasama fungsional yang lebih permanen
diharapkan dapat terbentuk. Pada tingkat ini adanya pemberdayaan sumber-
sumber yang lebih besar dan komitmen dari pejabat-pejabat publik dibutuhkan.
Secara khusus, komitmen ini ditujukan untuk menyingkapi sejumlah
permasalahan yang akan dihadapi kedepan; menciptakan kesempatan
bisnis;mempromosikan pertukaran budaya; serta mengurangi hambatan tak lihat
pada mobilitas buruh. Pada tingkatan ini, pemberdayaan sumber-sumber yang
lebih besar dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu dengan menetapkan lokasi
baru pelaksanaan sistem Saemaul Undong pada tahun 2010. Lokasi tersebut
terletak di Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo.
Perluasan lokasi ini menindaklanjuti dari kesuksesan desa pilot project
sebelumnya yiatu Desa Kampung di Kabupaten Ngawen, Kabupaten Gunung
Kidul. Di wilayah tersebut, sistem yang dijalankan sejak tahun 2007-2009 berhasil
mendirikan Balai Pertemuan Desa, membudidayakan penggemukkan 15 sapi,
54 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2
membangun lima sumur bor, dan membangun infrastruktur jalan sepanjang 1000
meter (https://ugm.ac.id,2010).
Komitmen dari pejabat publik sendiri dapat teridentifikasi pada momen
peresmian Pusat Studi Tri Sakti dan Saemaul Undong awal september 2015. Pusat
Studi ini didirikan atas kerjasama Fakultas Filsafat, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Pertanian, Fakultas Kehutanan UGM
dengan pemerintah Korea Selatan. Pusat studi ini diharapkan mampu
berkontribusi pada pengembangan kapasitas masyarakat pedesaan. Gubernur DIY
yang hadir pada peresmian itu menyatakan harapannya untuk mampu
berpartisipasi dalam kontribusi pusat studi ini yang akan membawa manfaat tidak
hanya bagi masyarakat Yogyakarta, tetapi juga rakyat Indonesia
(http://ugm.ac.id,2015). Penandatanganan LoI lanjutan pada bulan yang sama
juga menunjukkan komitmen dari kedua belah pihak untuk menguatkan
keberlangsungan kerjasama ini (Giyanto, 2015).
Terkait dengan tingkatan keempat, yaitu terbentuknya institusional antara
dua negara. Sejauh ini, dari level pusat, belum sampai pada tahap tersebut. Hal
dikarenakan negara yang diwakili oleh KPDT baru menyepakati MoU pada bulan
Agustus 2015 yang lalu.
Pembahasan
Di tingkat provinsi, keberhasilan adopsi sistem Saemaul Undong antara
DIY dan Gyeongsangbuk-do ini tidak terlepas dari sejumlah faktor pendorong. De
Sousa melihatnya dari empat faktor seperti historis dan kultural; pola kerjasama
yang sudah terjalin sebelumnya; kelengkapan sektor ekonomi;kapasistas institusi;
dan kesiapan otoritas regional ataupun lokal dalam merespon tantangan(De Sousa,
2012). Secara kultural sistem Saemaul Undong Korea Selatan ini memliki
kemiripan dengan sistem gotong royong dalam masyarakat Indonesia. Ada nilai
yang sama dari keduanya yaitu keinginan untuk membangun dengan partisipasi
masyarakat secara mandiri. Hanya saja, menurut wakil rektor bidang sumber daya
manusia UGM, Bapak Prof.Dr.Ir.Budi Santoso Wignyosukarto, Dip.HE, nilai ini
di Indonesia semakin tergerus dengan orientasi pembangunan ekonomi yang
Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|
mengeksploitasi wilayah-wilayah tanpa mempertimbangkan asas nilai
tambah(http://ugm.ac.id,2014). Selain itu kesamaan pengalaman sejarah, berupa
sama-sama negara bekas jajahan juga mempengaruhi solidaritas diantara kedua
negara( Yuana, 2014).
Pola kerjasama yang terjalin sejak tahun 1966 hingga 2015 sejauh ini
menunjukkan trend yang positif. Deklarasi bersama terkait kerjasama strategis
pada tahun 2006 semakin memantapkan pentingnya hubungan kedua belah pihak
dalam aspek politik keamanan; ekonomi perdagangan dan investasi; serta sosial
budaya. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, upaya menghidupkan
kembali Joint Commission Meeting (JCM) pada tingkat Menteri Luar Negeri
kedua Negara disepakati Presiden Park Geu-Hen pada 11 Desember 2014.
Dampak yang dirasakan dari kedua rangkaian kerjasama ini bahkan menempatkan
Korea Selatan sebagai investor terbesar ke-4 bagi Indonesia, setelah Jepang,
Singapura, dan AS (www.kemlu.go.id, 2009).
Dari aspek kapasitas institusi, keberadaan Pemerintah Provinsi DIY yang
didukung oleh institusi pendidikan UGM dapat dikatakan memberi pondasi dan
penopang dalam suksesnya realisasi sistem ini di lapangan. Pemerintah Provinsi
DIY melalui Badan koordinasi Pelayanan Modal (BKPM) menjadi pintu masuk
bagi kerjasama dengan provinsi Gyeongsangbuk-Do. Sedangkan UGM sebagai
institusi pendidikan menopang metode dan aplikasi lapangan yang tepat dengan
didukung oleh para akademisi dan mahasiswa yang berpengalaman.
Dalam melihat aspek kelengkapan sektor ekonomi, sejauh ini data yang
tersedia menunjukkan kesiapan dari pihak Gyeongsangbuk-Do dalam
menyiapkan sejumlah dana bantuan. Tercatat terdapat dana sebesar 1,5 milyar
yang disalurkan untuk pembangunan gedung Saemaul Undong pada masa
kerjasama antara kedua pihak (Mukti, 2013). Sedangkan pihak DIY lebih kepada
pengelolaan dan pengembangan dana tersebut dari aktivitas sistem Saemaul
Undong. Hal tersebut dapat dilihat dari dialokasikannya dana untuk pembangunan
Balai Pertemuan Desa, penggemukan sapi, pembuatan sumur bor, dan
pembangunan infrastruktur jalan di Desa Kampung pada tahun 2009.
56 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2
Kemampuan provinsi DIY dalam merintis dan mengembangkan
pembangunan desa di atas dapat menjadi contoh bagi pemerintah pusat dalam
menyusun skema kerjasama yang lebih optimal dan komprehensif. Secara khusus,
kerjasama melalui sistem Saemaul Undong ini menjadi cocok diadopsi oleh
provinsi DIY karena terdapat sejumlah faktor pendorong yang cukup membantu.
Selain itu tidak adanya resistensi mayor dari masyarakat desa tempat proyek
Saemaul Undong dijalankan, juga mencerminkan bagaimana kearifan lokal akan
penerimaan budaya asing menjadi aspek penting yang tidak bisa dilepaskan.
Namun disisi lain, terdapat beberapa evaluasi yang juga perlu menjadi
pertimbangan dalam mengadopsi proses kerjasama di tingkat daerah ini. Mukti
menyatakan bahwa MoU yang disepakati belum ditindaklanjuti secara optimal di
lapangan. Tidak ada program kerja lanjutan yang konkrit. Tidak siapnya birokrasi
mengelola kerjasama lintas batas negara ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah
daerah dalam menghadapi tantangan global (Mukti,2013). Sisi pandang lain
diungkapkan Suci Lestari Yuana yang melihat kompleksnya mekanisme
pengambilan kebijakan di pemerintah daerah menyebabkan kerjsama yang sudah
diinisiasi tidak dapat berjalan secara berkelanjutan. Ketidakpastian kerangka
hukum dan kewenangan yang terbatas di daerah juga cukup menghambat langkah
daerah untuk bergerak dalam skala internasional. Sebagaimana diketahui,
perumusan kebijakan luar negeri di daerah membutuhkan persetujuan DPR,
berbeda dengan di tingkat pusat yang tidak memerlukan persetujuan DPR.
(Yuana, 2014).
Penggunaan sistem Saemaul Undong ini telah terbukti mampu menopang
konsep sister-city(province) jika dilihat dari studi kasus antara Provinsi DIY
dengan Provinsi Gyeongsangbuk-Do. Sistem ini pada tahap pertama
memprioritaskan peningkatan infrastruktur fisik desa. Desa Kampung yang
menjadi lokasi pilot project sistem ini memperoleh akses 1.000 m. Hal tersebut
tentunya menjadi awal kemudahan mobilitas aktivitas masyarakat desa setempat.
Dampak positifnya dirasakan dengan terbantunya aktivitas perekonomian dan
perdagangan. Selain itu pembangunan instalasi air seperti sumur bor juga
membantu masyarakat setempat yang memang membutuhkan air bersih. Seluruh
Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|
pembangunan tersebut tentunya dilaksanakan oleh masyarakat desa secara
mandiri dengan bantuan pendampingan dari relawan Korea Selatan dan
mahasiswa UGM.
Pada tahap selanjutnya, fokus kegiatan diarahkan pada peningkatan
pendapatan masyarakat. Pada tahap ini, program penggemukan sapi yang
dilaksanakan di Desa Kampung tentunya menciptakan pendapatan alternatif bagi
masyarakat setempat.
Dan di tahap terakhir, fokus sistem ini ditujukan pada pembangunan
kapasitas dan perubahan sikap dengan cakupan berbagai proyek yang telah
diiniasi dari tahap awal, semakin dikembangkan lebih luas. Dalam hal ini,
langkah yang diambil oleh kedua provinsi adalah memperluas wilayah proyek ke
Desa Salamrejo, kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2010.
Tahapan adopsi sistem Saemaul Undong di tingkat provinsi ini kemudian
bisa menjadi bahan bagi skema besar pelaksanaan Saemaul Undong di desa-desa
lain di Indonesia. Negara melalui KPDT bisa menjadikan studi kasus di DIY ini
sebagai acuan dasar pelaksanaan sistem ini secara nasional.
Dari identifikasi proses kerjasasama serta proses adopsi sistem Saemaul
Undong di atas, dapat dilihat bahwa masih diperlukan perjalanan panjang untuk
sampai pada pembangunan desa yang optimal. Berdasarkan studi kasus, proses
kerjasama antara Provinsi DIY dengan Gyeongsangbuk-Do, meskipun sudah
berjalan kurang lebih 10 tahun, ternyata masih menghadapi permasalahan
mendasar di aspek pengelolaan birokrasi. Padahal aspek tersebut yang menopang
keseluruhan gerak kerjasama daerah dengan lingkungan nasional terlebih
internasional. Reformasi kebijakan secara efektif dan efisien diperlukan dalam
waktu yang mendesak mengingat DIY menjadi pelopor kerjasama sister-city di
Indonesia dan telah memiliki jumlah kerjasama yang dengan provinsi lain selain
Gyeongsangbuk-Do. Bahwa diperlukan pelatihan-pelatihan bagi staf pemerintah
daerah untuk meningkatkan kapabilitas diplomasi dan negosiasi untuk menjawab
tantangan globalisasi (Yuana, 2014).
58 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2
Akan tetapi proses kerjasama yang telah terjalin 10 tahun antara kedua
provinsi setidaknya sejauh ini menjadi referensi pionir dalam kajian kerjasama
pembangunan desa di Indonesia. Kajian yang dimaksudkan khususnya dalam
konteks kerjasama dengan aktor dari negara lain, baik negara maupun non-negara.
Kwon menguatkan dengan menyatakan bahwa
“Mentransfer pengalaman (Saemaul Undong) Korea ke komunitas lain tanpa
memahami komunitas lain, akan menjadi hal yang sia-sia. Kolaborasi
internasional menjadi penting untuk dilakukan misalnya seperti membentuk
worksho para akademisi dan membuat berbagai proyek komunitas umum”
(Kwon, 2010).
Dalam upaya membangun desa, masyarakat internasional dapat bahu-
membahu melaksanakannya secara bersama-sama, baik dengan sistem lokal
maupun dengan adopsi dari sistem eksternal yang tetap menghargai kearifan lokal.
Dengan kolaborasi yang luas dan komprehensif ini, desa diharapkan mampu
memberikan peran yang tidak kalah strategis dan vital bagi negaranya maupun
masyarakat internasional secara keseluruhan.
Penutup
Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam membangun desa melalui
sistem Saemaul Undong ternyata telah lebih dahulu dilaksanakan di tingkat
provinsi. Secara khusus, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi provinsi
pertama di Indonesia yang berhasil melaksanakan sistem ini. Tiga dari empat
tingkatan kerjasama telah berhasil dicapai dengan diawali dari kesadaran bekerja
sama, dilanjutkan dengan kerjasama bantuan mutual dan kerjasama fungsional.
Adapun pembangunan institusi antara dua negara menjadi ranah pemerintah pusat
untuk melakukannya yang hingga saat ini belum dilaksanakan. Sistem ini sendiri
masih dilanjutkan dengan adanya penandatanganan LoI oleh Gubernur DIY dan
Gubernur Gyeongsangbuk-Do pada tahun 2015 ini. Oleh karenanya, negara yang
diwakili institusi Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi dapat melihat dan menjadikan contoh adopsi di DIY sebagai salah
satu referensi skema pembangunan kerjasama yang lebih komprehensif dengan
pihak pemerintah dalam negeri Korea Selatan. Pelaksanaan adopsi dari sistem ini
Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|
tentu saja harus disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing wilayah
pedesaan. Selain itu juga perlu melihat hasi evaluasi dari para akademisi yang
meneliti perjalanan kerjasama tersebut selama ini untuk hasil yang lebih optimal.
Adapun beberapa saran untuk optimalnya kerjasama kedua belah pihak
maupu untuk penelitian selanjutnya antara lain :
1. Mengadakan penelitian lanjutan mengingat proses kerjasama antara kedua
provinsi berlanjut. Dari cakupan proyek desa yang berbeda dan dari
evaluasi pelaksanaan di desa pertama, akan dapat dilihat apakah terdapat
perubahan yang lebh baik dalam peningkatan proses kerjasama tersebut.
Hal tersebut dapat memberi kontribusi tambahan dalam pengembangan
skema kerjasama pembangunan desa di tingkat pusat.
2. Pihak KPDT mengajak pihak provinsi DIY beberapa pihak terkait dalam
ranah birokrasi dan akademisi untuk duduk bersama membahas skema
kerjasama yang tepat dalam membangun desa melalui sistem Saemaul
Undong tersebut.
3. Mengadakan penelitian perbandingan dengan melihat pelaksanaan
kerjasama serupa di negara lain sebagai referensi untuk melengkapi skema
kerjasama Indonesia-Korea Selatan.
REFERENSI
Buku, Jurnal, Dokumen Resmi
Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Prov.DIY. 2011. Monitoring dan Evaluasi
Kerjasama Luar Negeri Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta.
Biro Kerjasama Setda Propinsi DIY.2006. Bunga Rampai Kerjasama Luar Negeri
Propinsi DIY. Fotocopy:Yogyakarta.
60 | JURNAL ILMIAH TRANSFORMASI GLOBAL VOL 2 NO 2
Douglass, Mike.2013. The Saemaul Undong : South Korea’s Rural Development
Miracle in Historical Perspective. Working Paper Series No.197. Asia Research
Institute:Singapura.
Kwon, Huck-ju.2010. Implications of Korea’s Saemaul Undong for International
Development Policy- A Structural Perspective. The Korean Journal of Policy
Studies.Vol.25, No.3, p.87-100.
Mukti, T. A.2013. Paradiplomacy : Kerjasama Luar Negeri oleh PEMDA di Indonesia.
Yogyakarta : The Phinisi Press Yogyakarta
Reed, Edward P. 2010. Is Saemaul Undong a Model for Developing Countries Today?.
Paper pada International Symposium in Commemoration of the 40th Anniversary
of Saemaul Undong.
Sooyoung, Park.2009. Analysis of Saemaul Undong : A Korean Rural Development
Programme in the 1970s dalam Asia-Pacific Development Journal, Vol.16 No 2
December 2009.
Yoon, Yang Seung.2007. Perjalanan Studi Bahasa Indonesia di Korea : Dahulu,
Sekarang, dan Mendatang. Terdapat dalam Humaniora Vol.19 No.2 Juni 2007,
p.175-184.
Yuana, Lestari Suci. 2014. Sister-Province Partnership between Indonesia and South
Korea. Terdapat dalam Local Governments Newsletter UCLG ASPAC Volume
21, May-October 2014.
_________________.2014. Kerjasama Sister City antara Indonesia dan Korea Selatan
: Peran Pemerintah Daerah dalam Kerjasama Internasional.Draft Paper.
Unpublished.
Situs Online Anymous, Penguatan Desa Bisa Meniru Program Saemuel Undong. kompas.com
dalam http://www.kemendesa.go.id/berita/1357/penguatan-desa-bisa-meniru-
program-saemuel-undong-di-korea.Diakses pada 21 Oktober 2015
Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri, RI.
2013. Daftar Perjanjian Internasional (Tersimpan di Kementerian Luar Negeri,
Republik Indonesia). Terdapat dalam
http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index?fullPage=1&Treaty_page=116&
sort =treaty_title.desc. Diakses pada 21 Oktober 2015.
Giyanto, Arif. 2015. Saling Menguntungkan, Kerja Sama DIY dengan Provinsi
Gyeongsangbuk-Do Berlanjut. Terdapat dalam
http://jogjadaily.com/2015/09/saling-menguntungkan-kerja-sama-diy-dengan-
provinsi-gyeongsangbuk-do-berlanjut/. Diakses pada 21 Oktober 2015.
Indonesia Embassy Seoul. 2014. Bilateral RI-Korsel. Terdapat dalam
http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/indokor. Diakses pada 21 Oktober 2015
Jafar, Marwan. Indonesia-Korsel Kolaborasikan Gerakan Bangun Desa. Terdapat
dalam http://www.kemendesa.go.id/berita/1594/indonesia-korsel-kolaborasikan-
gerakan-bangun-desa, 25/08/2015, diakses pada 21 Oktober 2015
Firstyarinda Valentina Indraswari, Kerjasama Indonesia-Korea Selatan dalam ….|
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Seoul-Korea Selatan.2009.Korea.Terdapat dalam
http://www.kemlu.go.id/seoul/Pages/CountryProfile.aspx?l=id.2009, diakses
pada 21 Oktober 2015.
Kemendesa.2014. Demi Pengembangan Desa, Marwan Jafar Kerja Sama dengan Korea
Selatan. [ONLINE] tersedia pada http://www.kemendesa.go.id/berita/ 1356/demi-
pengembangan-desa-marwan-jafar-kerja-sama-dengan-korsel {Diakses 7 Mei
2015]
Marwati.2010. From the International Symposium on Saemaul Undong:Movement for
Villages in Yogyakarta. Terdapat dalam https://ugm.ac.id/en/news/5827-
from.the.international.symposium.on.saemaul.undong:.movement.for.villages.in.y
ogyakarta. Diakses pada 21 Oktober 2015.
______.2014. UGM, Yogyakarta, and Gyeongsangbuk-do Establish Cooperation.
Terdapat dalam https://ugm.ac.id/en/news/9438-
ugm.yogyakarta.and.gyeongsangbuk-do.establish. cooperation. Diakses pada 21
Oktober 2015.
_______.2015. UGM-Gyeongsangbuk-do Provincial Government Instal Trisakti-
Saemaul Undong Centre. Terdapat dalam https://ugm.ac.id/en/news/10376-ugm.-
.gyeongsangbuk-do.provincial.government.install.trisakti.-
.saemaul.undong.centre. Diakses pada 21 Oktober 2015
nn.no date. Qualitative Data Analysis – Sage Publications. Terdapat dalam
www.sagepub.com/upm-data/43454_10.pdf. Diakses pada 21 Oktober 2015.
nn.no date.The Process of Sister Province. Terdapat dalam
thesis.umy.ac.id/datapublik/t51851.pdf. Diakses pada 22 Oktober 2015.
Purnomo, Abdi. 2014. Kabupaten Malang Promosikan 13 Desa Wisata. [ONLINE]
tersedia pada http://www.tempo.co/read/news/2014/04/23/203572767/
Kabupaten-Malang-Promosikan-13-Desa-Wisata [Diakses 6 Mei 2015]
Rok. Rp 1,4 M untuk Setiap Desa Sedang Disiapkan. inilah.com terdapat dalam
http://www.kemendesa.go.id/berita/1316/rp14-m-untuk-setiap-desa-sedang-
disiapkan. 11 November 2014. Diakses pada 21 Oktober 2015.
Sihaloho, Markus Junianto /AF. 2015. Demi Pengembangan Desa, Marwan Jafar Kerja
Sama dengan Korsel. beritasatu.com dalam
http://www.kemendesa.go.id/berita/1356/demi-pengembangan-desa-marwan-
jafar-kerja-sama-dengan-korsel, diakses pada 21 Oktober 2015