stemi kardio

24
Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST Cecillia Yuniati 102012173 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana 2012 Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Jantung memiliki peranan yang besar dalam mengatur siklus kehidupan manusia. Apabila ada gangguan terhadap sirkulasi kerja jantung, maka akan mengganggu kehidupan manusia. Gejala yang ditimbulkan juga tidak semuanya dapat terlihat sehingga sulit untuk mendiagnosis. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendalami lebih lanjut mengenai infark miokard akut dengan elevasi gelombang ST (STEMI). Iskemia Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai okigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika. Manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respons vagus. 1 Iskemia miokardium biasanyadisertai oleh dua perubahan EKG akibat perubahan elektrofisiologi sel, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Suatu varian angina lainnya (disebut juga angina Prinzmetal) disebabkan oleh spasme arteria koroner yang berkaitan 1

Upload: nathania

Post on 10-Feb-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

STEMI KARDIO

TRANSCRIPT

Page 1: Stemi Kardio

Infark Miokard Akut dengan Elevasi STCecillia Yuniati

102012173Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana 2012

Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat 11510Email : [email protected]

Pendahuluan

Jantung memiliki peranan yang besar dalam mengatur siklus kehidupan manusia. Apabila ada gangguan terhadap sirkulasi kerja jantung, maka akan mengganggu kehidupan manusia. Gejala yang ditimbulkan juga tidak semuanya dapat terlihat sehingga sulit untuk mendiagnosis.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendalami lebih lanjut mengenai infark miokard akut dengan elevasi gelombang ST (STEMI).

Iskemia

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai okigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika. Manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respons vagus.1

Iskemia miokardium biasanyadisertai oleh dua perubahan EKG akibat perubahan elektrofisiologi sel, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Suatu varian angina lainnya (disebut juga angina Prinzmetal) disebabkan oleh spasme arteria koroner yang berkaitan dengan elevasi segmen ST. Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan sudah diperbaiki.1

Infark Miokardium

Infark miokardium adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respons letal terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel ireversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen.1

Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan; sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Infark digambarkan lebih lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior mengenai

1

Page 2: Stemi Kardio

dinding anterior ventrikel kiri Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian inferior, lateral, posterior, dan septum.2

Anamnesis

Hal pertama yang ditanyakan pada saat anamnesis ialah identitas pasien. Identias pasien yang ditanyakan adalah nama lengkap, usia, status pernikahan, pekerjaan, alamat, agama, suku bangsa, tempat tanggal lahir, jenis kelamin dan pendidikan terakhir.

Keluhan utama pasien adalah sesuatu yang membawa pasien datang ke dokter. Di dalam kasus ini, keluhan utama pasien nyeri dada kiri yang muncul tiba-tiba dan menjalar ke lengan kiri sejak 3 jam yang lalu.

Kemudian tanyakan riwayat penyakit sekarang kepada pasien. Pada anamnesis, pasien mengaku keluhan terjadi 3 jam yang lalu. Nyeri berkurang setelah istirahat, namun akan terus-menerus muncul kembali dan semakin memberat. Kelainan tidak disertai demam atau batuk.

Untuk riwayat penyakit dahulu, tanyakan apa saja keluhan yang pernah diderita oleh pasien sebelum datang ke dokter. Dari hasil anamnesis, diketahui bahwa sebelumnya pasien juga pernah merasakan nyeri dada kiri, namun tidak terlalu sakit dan hanya berlangsung sekitar 5 menit.

Tanyakan juga riwayat penyakit pada keluarga pasien, apakah anggota keluarga pasien ada yang menderita penyakit jantung, hipertensi, diabetes, stroke, dan lain sebagainya. Tanyakan juga riwayat pribadi pasien seperti sosial-ekonomi, atau kebiasaan-kebiasaan pasien seperti kebiasaan makan dan kebiasaan merokok.

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakkukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarganya.3

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadinya STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.3

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan keadaan umum, dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, dan pernapasan). Kemudian dilakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Pada hasil pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/90 mmHg, nadi 100 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,6C. Konjungtiva tidak anemis dan sclera tidak ikterik. Suara napas vesikuler. Bunyi jantung 1 dan 2 murni, reguler. Tidak terdapat murmur. Tidak terdapat gallop. Pada pemeriksaan abdomen, nyeri tekan tidak ada dan bising usus positif normal.

2

Page 3: Stemi Kardio

Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.3

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalamo evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau NSTEMI.3

Pada sebagian besar pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminologi Infark Miokard Akut (IMA) gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/nontransmural.3

Biasanya diagnosis STEMI bisa ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada dan yang khas dari gambaran EKG adanya elevasi 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau 2mm pada 2 sadapan ekstremitas.3

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI, namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi. Sel otot jantung atau kardiomiosit yang rusak akan mengeluarkan beberapa protein ke dalam darah, seperti myoglobin, Creatinine Kinase (CK), CK-MB, cardiac specific troponin (cTn) I dan (cTn) T, dan laktat dehidrogenase. cTn lebih disukai pemeriksaannya pada kerusakan miokard karena lebih spesifik, dan memiliki tingkat kesensitifan yang tinggi. CK-MB merupakan pilihan yang terbaik setelah pemeriksaan cTn. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).3,4

3

Page 4: Stemi Kardio

CK-MB merupakan isoenzim dari Creatinine Kinase. CK-MB banyak terdapat di myocardium, walaupun sebagian kecil (1-2%) juga dapat ditemukan pada otot skeletal, lidah, usus halus, dan diafragma. CK-MB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam waktu 10-24 jam dan akan kembali normal dalam waktu 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan karfioversi elektrik juga dapat meningkatkan kadar CK-MB.3,4

cTn dibagi menjadi 2 jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini biasanya akan meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan akan mencapai puncak dalam waktu 10-24 jam. cTn T biasanya masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.3,4

Myoglobin juga merupakan protein yang dihasilkan ketika terjadi kerusakan pada otot jantung. Myoglobin dapat dideteksi dalam satu jam setelah munculnya infark, dan akan mencapai puncak dalam 4-8 jam. Myoglobin tidak spesifik untuk mendiagnosa terjadinya infark miokard, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai pertanda utama kerusakan jantung.3,4

Creatinine Kinase (CK) kadarnya akan meningkat setelah 3-8 jam bila terjadi infark miokard dan akan mencapai puncak dalam waktu 10-36 jam, dan akan kembali normal dalam waktu 3-4 hari.3

Laktat Dehidrogenase (LDH) biasanya akan meningkat setelah 24-48 jam bila terjadi infark miokard, dan akan mencapai puncak dalam waktu 3-6 hari, dan kembali normal dalam 8-14 hari.3

Different Diagnosis

Angina Prinzmetal

Angina Prinzmetal atau varian merupakan angina yang terjadi ketika sedang beristirahat. Biasanya penyakit ini dapat membangunkan pasien ketika sedang tidur. Pemeriksaan angiografik memperlihatkan bahwa angina Prinzmetal berkaitan dengan spasme arteria koronaria. Walaupun biasanya terjadi di dekat suatu plak aterosklerosik, spasme dapat mengenai pembuluh darah normal. Penyebab dan mekanisme spasme semacam ini belum jelas, tetapi spasme berespon terhadap pemberian vasodilatator. Angina varian jangan dikacaukan dengan vasospasme yang terjadi di tempat ruptur plak.5

NSTEMI

Non ST elevation myocardial Infraction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak tak stabil biasanya memiliki inti lipid yang besar dan densitas otot polos rendah. Inti lemak yang cenderung ruptur memiliki konsentrasi ester kolesterol dengan proposi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi.3

Gejala klinis NSTEMI adalah nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan. Walaupun gejala

4

Page 5: Stemi Kardio

khas rasa tidak enak di dada, iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien berusia di atas 65 tahun.3

Gambaran EKG, secara s menunjukkan deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan predictor outcome buruk.3

Unstable Angina Pectoris

Unstable angina pectoris atau angina pektoris tak stabil terkadang disebut juga angina kresendo, ditandai dengan nyeri angina yang frekuensinya meningkat. Serangan cenderung dipicu oleh olahraga yang semakin ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama daripada episode angina pektoris stabil. Angina tak-stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel sehingga disebut angina prainfark. Pada sebagian besar pasien, amgina ini dipicu oleh perubahan akut pada plak disertai trombosis parsial, embolisasi distal thrombus, dan / atau vasospasme. Perbuahan morfologik pada jantung adalah aterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya.3

Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil, yaitu : 1. pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat, dan frekuensi cukup sering (lebih dari 3 kali per hari); 2. pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasinya makin ringan.3

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan America Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dengan NSTEMI adalah apakah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakkan pada miokardium, sehingga adanya petanda kerusakkan miokardium dapat diperiksa.3

Diagnosa angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemia sedangkan tak ada kenaikkan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikkan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tak bisa dibedakan dengan NSTEMI.3

Perikarditis

Perikarditis adalah peradangan kantung perikardium yang berisi cairan dan mengelilingi jantung. Perikarditis dapat terjadi akibat segala jenis trauma jantung, trauma tumpul atau tembus dada, infeksi, neoplasma, dan infark miokardium. Infark miokardium gelombang-Q (infark transmural) dapat menyebabkan cedera lapisan epikardium miokardium yang kontak dengan perikardium sehingga terjadi iritasi dan inflamasi.1,2

Pada trauma, penyakit, atau infeksi, peradangan jaringan perikardium menyebabkan penimbunan cauran di ruang interstitium. Eksudat ini dapat bersifat purulen apabila terdapat infeksi bakteri. Perikarditis akut biasanya menghilang sendiri 2-6 minggu.1-3

5

Page 6: Stemi Kardio

Perikarditis dicirikan dengan nyeri dada berat yang berkaitan dengan gerakan pasien. Nyeri tajam terasa di dada, dan memburuk bila pasien bernapas, batuk, atau mengubah posisi. Biasanya terjadi demam. Pemeriksaan jasmai didapatkan friction rub (suara garukan kasar). Kadang-kadang terjadi efusi perikardium atau penimbunan cairan.1-3

Penimunan jantung jarang menyebabkan perubahan hemodinamik, seperti tamponade jantung (penekanan jantung akibat penimbunan berlebihan cairan/darah dalam kantung perikardium, terjadi bila tekanan di kantung perikardium meningkat sehingga setara atau lebih besar dari tekanan diastolic jantung). Elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen ST. Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada miokarditis akan ke bawah (inversi).1-3

Aneurisma Aorta Torakalis

Secara garis besar, aneurisma adalah kelainan setempat yang terjadi pada arteri berupa penggelembungan pembuluh. Faktor penyebab utamanya ialah kelainan dinding pembuluh akibat arteriosklerosis dan/ atau hipertensi. Penyebab lain adalah sifilis, mikosis, dan trauma. Aneurisma juga dapat timbul akibat pascastenosis dan secara kongenital.6

Aneurisma aorta torakalis dibagi menjadi aneurisma pada aorta asendens, arkus aorta, dan aorta desendens. Nyeri yang ditimbulkan dapat berupa disfagia akibat tekanan terhadap esofagus, suara parau bila menekan n. rekurens, stridor atau dispnea bila menekan trakea atau bronkus utama. Bisa juga dirasakan nyeri dada yang menyebar ke punggung.6

Komplikasi aneurisma dapat berupa ruptur atau emboli. Ruptur aneurisma aorta abdominalis sering terjadi. Emboli yang berasal dari thrombus di dalam anerurisma dapat menyebabkan obstruksi arteri di ekstremitas maupun alat dalaman. Komplikasi utama berkenaan dengan aneurisma adalah ruptur, yang menimbulkan hemoragi dan kemungkinan kematian. Hipertensi berat meningkatkan resiko ruptur.6

Diseksi Aorta Akut

Diseksi aorta akut merupakan kelainan yang membahayakan dan sering menyebabkan kematian mendadak. Robekan pada tunika intima aorta memungkinkan aorta mengalami diseksi atau tercarik pada lapisan subintimanya. Proses ini dapat diawali oleh perdarahan spontan pada satu area dinding aorta diikuti oleh robekan tunika intima, atau robekan dapat disebabkan tenaga regangan dari dalam lumen aorta.7

Gambaran klinis pada penyakit ini dapat berupa nyeri mendadak (seperti dirobek, lokasi interskapular atau di dada depan), mual, muntah, diaforesis, dan sinkop.Diseksi yang melibatkan arteri koroner dapat menyebabkan iskemia miokard, dan bila diseksi ruptur ke dalam perikard terjadi tamponade akut.7

Working Diagnosis

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, didapatkan bahwa pasien (wanita) yang berusia 50 tahun mengeluh nyeri dada kiri yang muncul tiba-tiba dan menjalar ke lengan kiri sejak 3 jam yang lalu. Nyeri dirasakan sedikit berkurang saat istirahat namun terus-menerus muncul kembali dan semakin memberat. Keluhan tidak disertai demam dan batuk.

6

Page 7: Stemi Kardio

Etiologi

Penyebab tersering adalah trombosis sehubungan dengan plak ateromatosa yang telah pecah atau ruptur. Nekrosis otot yang diperdarahi oleh pembuluh darah diikuti pembentukan parut. Penyebab yang jarang (dipertimbangkan pada pasien muda tanpa faktor resiko) adalah8:

Emboli arteri koroner dari trombus pada atrium atau ventrikel kiri, atau lesi katup mitral atau aorta.

Kelainan kongenital, seperti anomali percabangan arteri koroner dari arteri pulmonalis.

Vaskulitis arteri pulmonalis; pertimbangkan penyakit Kawasaki pada anak-anak.

Diseksi aneurisma disertai sumbatan arteri koroner.

Epidemiologi

Penyakit arteri koroner adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas di masyarakat Barat dan merupakan epidemi di seluruh dunia. Pada tahun 2001, diperkirakan bahwa di seluruh dunia, penyakit jantung iskemik bertanggung jawab atas 11,8 persen dari semua kematian (5,7 juta) di negara-negara berpenghasilan rendah dan 17,3 persen (1,36 juta) dari semua kematian di negara-negara berpenghasilan tinggi. Sekitar 865.000 orang Amerika menderita infark miokard akut (AMI) per tahun, sepertiga dari yang disebabkan oleh infark miokard elevasi segmen ST akut (STEMI). Insiden AMI telah menurun selama dua dekade terakhir dari 244 per 100.000 penduduk pada tahun 1995 yang di rumah sakit angka kematian juga telah menurun dari 18 persen pada 1975 menjadi 12 persen pada tahun 1995.4

Patofisiologi

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi ketika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.3

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi ruptur yang menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrious cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI, gambaran patologi klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terjadap terapi trombolitik.3

Selanjutnya, pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand

7

Page 8: Stemi Kardio

(vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet dan agregasi.3

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.3

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.3

Manifestasi Klinis

Gejala klasik dari AMI adalah ketidaknyamanan prekordial atau retrosternal yang biasanya digambarkan sebagai tekanan, tertindih, sakit, atau sensasi terbakar. Penyebaran ras ketidaknyamanan ke leher, punggung, atau lengan sering terjadi, dan rasa sakit biasanya persisten. Ketidaknyamanan ini biasanya mencapai intensitas maksimum selama beberapa menit dan dapat dikaitkan dengan mual, diaphoresis, rasa lemah, dan rasa takut akan kematian yang mendekat. Beberapa pasien, terutama lansia, mungkin juga terdapat sinkop, mual dan muntah yang tidak dapat dijelaskan, kebingungan akut, agitasi, atau palpitasi.4

Sekitar 20 persen pasien AMI tidak menunjukkan gejala atau memiliki gejala atipikal yang tidak dikenali sejak awal. Infark miokard tanpa rasa sakit terjadi lebih sering pada orang tua, wanita, penderita diabetes, dan pasien pasca operasi. Pasien-pasien ini cenderung mengalami dyspnea atau gagal jantung kongestif sebagai gejala awal.4

Penatalaksanaan

Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalm 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga, elmen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain3 :

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan

resusitasi Transportasipasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta

staf medis dokter dan perawat yang terlatih Melakukan terapi reperfusi

Tatalaksana di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien mencakup : mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segeram dan mengindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.3

8

Page 9: Stemi Kardio

Tatalaksana Umum

Oksigen, harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Terapi oksigen aliran rendah yang diberikan melalui kanula nasal harus rutin diberikan selama 24 sampai 48 jam dan mungkin beberapa hari setelah infark miokard akut pada sebagian besar pasien. STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.3

Nitrogliserin (NTG), nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain untuk mengurangi nyeri dada, NGT dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload, meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat diberi NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih, dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.3

Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada

Mengurangi/menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivitas simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.3

Morfin, untuk mengurangi nyeri dada, dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0.9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardi atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5 mg IV. Depresi pernapasan juga dapat terjadi dan perawatan yang dilakukan harus diperhatikan supaya pasien tidak over sedate.3

Aspirin, merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut dan harus diberikan sedini mungkin dan terus menerus. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi, dan selanjutnya 75-162 mg. Dalam kasus alergi aspirin atau intoleransi utama, clopidogrel harus diganti.3

9

Page 10: Stemi Kardio

Beta blocker, diberikan jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metropolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir, dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.3

Reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Sasaran reperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.3

Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang teroklusi. PCI lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis.3

Reperfusi farmakologis

Fibrinolisis

Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door-to-needle time <30 menit). Tujuan utamanya adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik, antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisikan trombus fibrin. Terdapat 2 kelompok, yaitu golongan spesifik fibrin seperti tPA dan non spesifik fibrin seperti streptokinase.3

Terapi fibrinolitik dapat menurunkan resiko relatif kematian di rumah sakit sampai 50% jika diberikan dalm jam pertama onset gejala STEMI, dan manfaatini dipertahankan sampai 10 tahun.3

Streptoinase (SK), merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tiak jarang ditemukan.3

Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase), Global Use of Strategies to Open Coronary Arteries-1 (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari

10

Page 11: Stemi Kardio

sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA dibandingkan SK. Namun harganya lebih mahal daripada SK, dan resiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.3

Reteplase (Retavase), INJECT trial ,menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.3

Tenekteplase (TNKase), keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Tenekteplase mempunyai komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.3

Tatalaksana di Rumah Sakit

ICCU

Dalam 12 jam pertama, pasien harus istirahat. Karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak <30% kalori total dan kandungan kolesterol <300mg/hari. Menu harus diperkaya dengan makanan yang kaya serat, kalium, magnesium dan rendah natrium.3

Istirahat di tempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangka nyeri sering mengakibatkan konstipasi Dianjurkan penggunaan kursi komodo di samping tempat tidur, diet tinggi serat dan penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfoduksinat 200mg/hari).3

Pasien juga memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg, atau lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3 tau 4 kali sehari biasanya efektif.3

Terapi Farmakologis

Antitrombotik

Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Klopidogrel harus diberikan sesegera mungkin pada semua pasien STEMI yang mengalami PCI. Pada pasien yang mengalami PCI dianurkan loading dose 600 mg. Sedangkan yang tidak menjalani PCI loading dose 300 mg, dilanjutkan dosis pemulihan 75 mg/hari.3

Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Obat antitrombin standar yang diguakan dalam praktek klinis aalah unfractioned heparin. Pemberian UHF IV segera sebagai ambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif (tPA, rPA atau TNK), membantu trombolisis dan memantapkan serta mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Antikoagulan alternatif pada pasien STEMI adalah low-molecular-weight heparin (LMWH).3

11

Page 12: Stemi Kardio

Pada pasca STEMI dengan onset <12 jam yang tidak diberikan terapi reperfusi, atau pasien STEMI dengan onset >12 jam, aspirin, klopidogren dan obat anti trombin (heparin, enoksapirin atau fondaparinux) harus diberikan sesegera mungkin.3

Beta Blocker

Manfaat beta blocker pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi: yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian penyekat beta akut IV memperbaiki keseimbangan suplai dan kebtuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan menurunkan resiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.3

Terapibeta blocker pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali pad pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurn, blok jantung, hipotensi ortostatik atau riwayat asma).3

Inhibitor ACE

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca SEMI dan manfaat terhadap mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan beta blocker. Manfaat maksimal tampak pada pasien dengan resiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan/atau fungsi ventrikel kiri menurun global), namun bukti menunjukkan manfaat jangka pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil pada STEMI pasien dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg. Kejdian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark.3

Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukka penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif.3

Komplikasi

Disfungsi Ventrikular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventriular dan umumnya mmendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark, ventrikel kiri mengalami dilatasi. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apex ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain.4

Gangguan Hemodinamik

Komplikasi utama yang paling umum termasuk: syok kardiogenik, infark ventrikel kanan, regurgitasi mitral akut, ruptur septum ventrikular, dan free wall rupture.4

Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik akibat disfungsi LV berat terjadi pada sekitar 7 persen dari pasien dengan infark miokard dan memiliki angka kematian bersejarah sekitar 80 persen. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit

12

Page 13: Stemi Kardio

arteri koroner multivesel. Hipovolemia lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua, mereka yang menerima terapi diuretik kronis, dan orang-orang yang menerima narkotika atau preload-reducing agents, harus dikoreksi.4

Infark Ventrikel Kanan

Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferoposterior menunjukkan sekurang-kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Diagnosis hemodinamik RVI signifikan bertumpu pada triad klinis berupa hipotensi, peningkatan tekanan vena jugularis, dan bidang paru-paru yang jelas pada pasien dengan MI akut rendah. Teknik diagnostik tambahan yang dapat mendokumentasikan keterlibatan RV termasuk elevasi segmen ST pada sandapan EKG sisi kanan, terutama sandapan V4R, sering dijumpai dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan; visualisasi kelainan gerak dinding RV, dan dilatasi RV pada angiografi radionuklida atau echocardiography.4

Regurgitasi Mitral Akut

Regurgitasi mitral parah yang disebabkan oleh ruptur otot papilaris bertanggung jawab untuk sekitar 5 persen kematian pada pasien AMI. Ruptur mungkin lengkap atau sebagian, dan biasanya melibatkan otot papilaris posteromedial. Presentasi klinis ruptur otot papilaris adalah onset akut edema paru, biasanya dalam waktu 2 sampai 7 hari setelah MI inferior. Karakteristik murmur bervariasi; sebagai hasil dari peningkatan pesat dari tekanan di atrium kiri, tidak ada murmur mungkin terdengar.4

Dengan tingkat kecurigaan yang tinggi, terutama pada pasien dengan infark dinding inferior diperlukan untuk diagnosis. Pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi menunjukkan sebagian atau seluruhnya kepala otot papilaris dan segmen flail dari katup mitral yang terpisah. Fungsi LV menjadi hiperdinamik sebagai akibat dari regurgitasi berat ke dalam impedansi rendah atrium kiri; dengan penemuan ini sendiri, pada pasien dengan gagal jantung kongestif berat, mengarah ke diagnosis.4

Ventricular Septal Rupture

Biasanya, ventricular septal rupture (VSR) yang berhubungan dengan infark anterior terletak di septum apikal, dan yang berhubungan dengan infark inferior terletak di septum rendah basal. Diagnosis harus dicurigai secara klinis ketika murmur pansistolik baru muncul. Seperti ruptur jantung lainnya, manajemen pembedahan dianjurkan, meskipun hasilnya tidak begitu memuaskan seperti di regurgitasi mitral akut, karena tingkat nekrosis miokard umumnya lebih besar.4

Aritmia Pasca STEMI

Insidens artmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setelah onset gejala. Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemia, dan perlambatan konduksi di zona iskemia miokard.3

Pencegahan Sekunder

Manajemen kolesterol, berdasarkan National Cholesterol Education Program (NCEP) ahli pada deteksi, evaluasi, dan pengobatan kolesterol darah tinggi pada orang dewasa, pasien dengan penyakit arteri koroner harus memenuhi tujuan lipid berikut: LDL <100 mg / dL, HDL >40 mg / dL pada pria dan >50 mg / dL pada wanita, dan tingkat trigliserida serum <150 mg / dL. Data baru dari PROVE-IT dan Treating to New Targets (TNT) menunjukkan bahwa LDL <70 mg / dL dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit di masa mendatang.4

13

Page 14: Stemi Kardio

Terapi diet yang rendah lemak jenuh dan kolesterol (kurang dari 7 persen dari total kalori sebagai lemak jenuh dan kurang dari 200 mg/dL untuk kolesterol) harus dimulai setelah sembuh dari STEMI. Peningkatan konsumsi berikut : omega-3 asam lemak, buah-buahan, sayuran, serat, dan biji-bijian harus ditingkatkan. Asupan kalori harus seimbang dengan output energi untuk mencapai dan mempertahankan berat badan seimbang.4

Tingkat kolesterol LDL setelah STEMI harus secara kurang dari 100 mg / dL. Untuk pasien dengan kadar kolesterol yang tinggi bisa diberikan statin untuk membantu penurunan kadar kolesterol. Pasien dengan kadar non-HDL kolesterol yang kurang dari 130 mg / dL dan memiliki tingkat kolesterol HDL kurang dari 40 mg / dL harus menerima penekanan khusus pada terapi nonfarmakologis (olahraga, penurunan berat badan, dan berhenti merokok) untuk meningkatkan HDL.4

Pengurangan berat badan, obesitas merupakan faktor risiko untuk penyakit arteri koroner. Diperkirakan bahwa 65% dari populasi di Amerika Serikat mengalami kelebihan berat badan atau obesitas dan prevalensinya meningkat terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Pengurangan berat badan melalui diet dan olahraga merupakan aspek penting dari pencegahan sekunder pada pasien STEMI. Dalam 6 bulan, 10% dari berat badan harus dapat dikurangi.4

Pengukuran lingkar pinggang dan perhitungan indeks massa tubuh sangat direkomendasikan. Indeks massa tubuh yang dianjurkan adalah 18,5-24,9 kg/m2. Sebuah lingkar pinggang lebih besar dari 40 inci pada pria dan 35 inci pada wanita juga membantu menyeimbangkan berat badan.4

Berhenti merokok, penyalahgunaan tembakau merupakan salah satu faktor risiko untuk penyakit arteri koroner. Untuk pasien STEMI, harus diberikan konseling untuk berhenti merokok selama awal tinggal di rumah sakit. Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok mencakup penggantian nikotin dan diberi terapi bupropion.4

Pasien pulih dari STEMI yang memiliki riwayat merokok harus didorong untuk berhenti merokok dan menghindari asap rokok. Konseling harus diberikan kepada pasien dan keluarga bersama dengan terapi farmakologis (termasuk pengganti nikotin dan bupropion). Semua STEMI pasien harus dinilai riwayat merokoknya.4

Kontrol glukosa, hiperglikemia merupakan faktor risiko untuk penyakit arteri koroner. Dilakukan kontrol glukosa ketat, dimana dilakukan pemeriksaan HbA1. Bila HbA1 kurang dari 7 persen maka dapat menghasilkan infark miokardium yang berkurang hingga 2.7%. Oleh karena itu, semua pasien STEMI harus diskrining untuk diabetes dan orang-orang dengan kadar glukosa darah harus menerima manajemen agresif.4

Depresi, banyak pasien menderita depresi setelah infark miokard. Telah diperkirakan bahwa 45% dari pasien yang dirawat karena infark miokard akut menderita episode depresi dalam waktu 4. Depresi setelah infark miokard berhubungan dengan penurunan kepatuhan minum obat, olahraga, dan diet. Selain penurunan kepatuhan, depresi juga menghasilkan empat sampai lima kali lipat angka kematian setelah infark miokard. Akibatnya, penting untuk mendiagnosa dan mengobati depresi pada pasien pasca pelanggaran kepatuhan.4

Prognosis

14

Page 15: Stemi Kardio

Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA, yaitu klasifikasi Killip, Forrester, dan berdasarkan TIMI risk score. Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik. Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP). TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik.3

Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut.3

Klas Definisi Mortalitas (%)

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II + S3 dan/atau ronki basah 17

III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80

Tabel 2. Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut.3

Klas Indeks Kardiak (L/min/m2)

PCWP (mmHg)

Mortalitas (%)

> 2,2 < 18 3

> 2,2 > 18 9

< 2,2 < 18 23

< 2,2 > 18 51

Tabel 3. Risk Score untuk Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI).3

Faktor Risiko (Bobot) Skor Risiko/Mortalitas 30 hari (%)

Usia 65-74 tahun (2poin) 0 (0.8)

Usia >75 tahun (3 poin) 1 (1.6)

Diabetes mellitus/hipertensi/angina (1 poin) 2 (2.2)

Tekanan darah sistolik >100 mmHg (3 poin) 3 (4.4)

Frekuensi jantung >100 kali/menit (2 poin) 4 (7.3)

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 5 (12.4)

Berat >67 kg (1 poin) 6 (16.1)

15

Page 16: Stemi Kardio

Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 7 (23.4)

Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 8 (26.8)

Skor resiko = total poin 0-14 >8 (35.9)

Kesimpulan

Meskipun sudah banyak kemajuan dalam pengelolaan penyakit STEMI, tetap saja penyakit ini merupakan salah satu dari penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Diagnosis yang cepat dan tepat, penanganan yang baik, serta pemberian obat terapeutik awal yang tepat pada pasien STEMI, serta mengedukasi pasien untuk menghindari faktor resiko STEMI, dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas STEMI.

Daftar Pustaka

1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Volume 1. Jakarta : EGC; 2005; h. 588-90, 592, 596.

2. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta : EGC; 2009; h. 367, 372.

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi-5. Jakarta : Interna Publishing; 2009; h. 1725, 1741-54, 1757-8.

4. Fuster V, Walsh RA, Harrington RA. Hurst’s the heart. 12th ed. China : McGraw-Hill; 2008; p. 1375-6, 1392-5, 1399-400.

5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. Edisi ke-7. Jakarta : EGC, 2007; h. 410.

6. Sjamsuhidajat, R. Buku ajar ilmu bedah sjamsuhidajat-de jong. Edisi ke-3. Jakarta : EGC; 2010; h. 571-3.

7. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta : Erlangga; 2009; h. 235-6.

8. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta : Erlangga; 2010; h. 301,304.

16