makalah stemi

34
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Blok 19 merupakan blok kardiovaskular 2. Dimana pada blok ini akan dibahas mengenai sistem kardiovaskular pada manusia dalam segi klinik. Oleh sebab itu makalah ini dibuat oleh penyusun, agar mengetahui lebih jelas lagi mengenai sistem kardiovaskular manusia beserta penyakit-penyakit yang banyak menyertainya. Dan juga untuk pemenuhan tugas PBL pada blok ini. II. Tujuan Tujuan dibuatnya makalah ini adalah lebih kepada pembelajaran mandiri mengenai system kardiovaskular manusia. Makalah ini dibuat berdasarkan diskusi kasus yang telah diberikan pada PBL 1 sebelumnya. Di makalah ini akan lebih membahas salah satu penyakit pada sistem kardiovaskular manusia, yaitu iskemik miokard dengan elevasi ST atau biasa disebut STEMI. Diharapkan dengan membuat makalah ini, penyusun dapat mengerti dengan baik mengenai penyakit tersebut, dan juga untuk pemenuhan tugas PBL kali ini. 1

Upload: ferry-afreo-tanama

Post on 29-Oct-2015

940 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

PBL Blok 19 Kardiovaskular IIFakultas Kedokteran UKRIDA 2008

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah STEMI

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Blok 19 merupakan blok kardiovaskular 2. Dimana pada blok ini akan dibahas

mengenai sistem kardiovaskular pada manusia dalam segi klinik. Oleh sebab itu makalah ini

dibuat oleh penyusun, agar mengetahui lebih jelas lagi mengenai sistem kardiovaskular

manusia beserta penyakit-penyakit yang banyak menyertainya. Dan juga untuk pemenuhan

tugas PBL pada blok ini.

II. Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah lebih kepada pembelajaran mandiri mengenai

system kardiovaskular manusia. Makalah ini dibuat berdasarkan diskusi kasus yang telah

diberikan pada PBL 1 sebelumnya. Di makalah ini akan lebih membahas salah satu penyakit

pada sistem kardiovaskular manusia, yaitu iskemik miokard dengan elevasi ST atau biasa

disebut STEMI. Diharapkan dengan membuat makalah ini, penyusun dapat mengerti dengan

baik mengenai penyakit tersebut, dan juga untuk pemenuhan tugas PBL kali ini.

1

Page 2: Makalah STEMI

BAB II

ISI

I. Pemeriksaan

Anamnesis

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat

apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada

yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan.

Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor

resiko antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stress serta sakit jantung

koroner pada keluarga.1

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti

aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa

terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa

jam setelah bangun tidur.1

Nyeri dada1

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat

apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam

jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.1

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Seorang dokter

harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada

lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.1

Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :

Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.

Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,

rasa diperas, dan dipelintir.

Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,

punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau oabat nitrat.

Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

2

Page 3: Makalah STEMI

Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemas.1

Dapat juga ditanyakan: Riwayat penyakit terdahulu, obat-obatan yang pernah dikonsumsi,

alergi terhadap sesuatu, riwayat penyakit keluarga2

Pemeriksaan Fisik2

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas

pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30menit dan banyak keringat

dicurigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3

gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung

kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara

karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai

38°C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.1

Kemudian pada pemeriksaan fisik lain, dapat dilihat;2

Apakah pasien tampak sakit berat?

Apakah pasien kesakitan, tertekan, nyaman, muntah, cemas, berkeringat, pucat, sianosis,

atau takipnea?

Apakah perfusi pasien cukup ataukah perifer teraba dingin?

Adakah stigmata kolesterolemia atau merokok?

Adakah anemia atau sianosis atau parut bedah (misalnya bekas CABG)?

Nadi: perhatikan kecepatan, irama, isi, dan sifat. Apakah nadi perifer teraba dan sama

kuat?

TD: apakah sama di kedua lengan?

JVP: meningkat atau tidak?

Gerak dada: apakah mengembang simetris?

Apakah nyeri timbul/diperberat bila dada ditekan?

Auskultasi: apakah lapang paru bersih? Adakah bunyi tambahan—ronki, rub, atau

wheezing? Periksa bunyi jantung untuk mencari murmur, gesekan perikard, dan irama

gallop.

Periksa edema perifer, pergelangan tungkai, dan sakrum. Abdomen: adakah nyeri tekan,

tahanan, nyeri lepas, bising

usus, organomegali, aneurisma? Adakah keluaran urin? SSP: adakah kelemahan, defisit

fokal?

EKG sangat vital dalam diagnosis MI

3

Page 4: Makalah STEMI

Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada

atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit

sejak kedatangan IGD. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi

pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-

10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk

mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. pada pasien dengan STEMI inferior.

EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.1

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi

menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q.

sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi thrombus

tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak

ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil

atau Non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan

gelombang Q disebut infark non Q. sbelumnya istilah infark miokard transmural digunakan

jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non

transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T,

namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologisi EKG dengan lokasi infark

(mural/ transmural) sehingga terminology IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA

mural/ nontransmural.1

4

Page 5: Makalah STEMI

Gambaran spesifik pada rekaman EKG3

Daerah infark Perubahan EKG

Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan

resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.

Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan

resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.

Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.

Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF,

terutama gelombang R pada V1 – V2.

Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

Lokasi Infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner

Anteroseptal

Anterior

Lateral

V1 dan V2

V3 dan V4

V5 dan V6

LAD

LAD

LCX

5

Page 6: Makalah STEMI

Anterior ekstrinsif

High lateral

Posterior

Inferior

Right ventrikel

I, a VL, V1 – V6

I, a VL, V5 dan V6

V7 – V9 (V1, V2*)

II, III, dan a VF

V2R – V4R

LAD / LCX

LCX

LCX, PL

PDA

RCA

Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 – V2 sebagi mirror image dari perubahan

sedapan V7 – V9.

LAD    = Left Anterior Descending artery; PL = PosteriorDescending Artery.4

LCX    = Left Circumflex.; RCA= Right Coronary Artery.

Laboratorium

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific

troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda

optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini

juga akan diikuto peningkatan CKMB, pada pasoen dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi

reperfusi diberikan segera meungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.1

Peningkatn nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis

jantung (infark miokard).

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-

24 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi

elektrik dapat meningkatkan CKMB.1,5

cTn: ada 2 jenis cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2jam bila ada infark

miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah

5- 14 hari, sedangkan cTnI setelah 5- 10 hari.1,5

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu1,5:

Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4- 8 jam.

Creatinine kinasi (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai

puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.

Latic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada infark miokard,

mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8- 14 hari.

6

Page 7: Makalah STEMI

Ekokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler

dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk melihat luasnya iskemia bila

dilakukan waktu dada sedang berlangsung.6

Angiografi Koroner

Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan

pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada

arteri koroner.6

II. Differntial Diagnosis

1.Angina Pectoris Stabil

Sindroma klinis yang episodik ini disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara.7

Biasanya mempunyai karakteristik tertentu:

Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikitdi kirinya, dengan penjalaran ke leher,

rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung/pundak kiri.1

Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi tak berhubungan dengan

gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan kekanan. Nyeri juga dapat dipresipitasi

oleh stres fisik ataupun emosional.8

Kuantitas: Nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit

sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus

dipertimbangkan sebagai angina tak stabil (unstable angina pectoris = UAP) sehingga

dimasukkan ke dalam sindrom koroner akut = "acute coronary syndrome" = ACS, yang

memerlukan perawatan khusus.7,8

Pada AP stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat, sekalipun tidak termasuk UAP,

berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan, kemudian

menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pada beban/stres yang tertentu atau

lebih berat dari sehari-harinya).7,8

Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya bahkan berkurang terus sampai akhirnya

menghilang, yaitu menjadi asimtomatik, walaupun sebetulnya adanya iskemia tetap dapat

terlihat misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan yang disebut sebagai "silent iskhemia"

7

Page 8: Makalah STEMI

sedangkan pasien-pasien lainnya lagi yang telah menjadi asimtomatik, EKG istirahatnya

normal pula, dan iskemia baru terlihat pada stres tes pengobatan, kemudian menetap

(misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pada beban/stres yang tertentu atau lebih

berat dari sehari-harinya).8

2. Angina Pectoris Tak Stabil

Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu: (1) pasien dengan angina yang

masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari

3 kali per hari. (2) pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina

stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan

faktor presipitasi makin ringan. (3) pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.6,7

Menurut pedoman American College of ( (ACC) dan America Heart Association (AHA)

angina tak stabil dan infark tanpa elevasi (NSTEMI = non ST elevation myocardial

infarktion) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga menimbulkan kerusakan

pada miokardium, sehingga petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina

tak stabil bila pasien mempunyai keluhan sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun

dengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk seperti adanya depresi segmen ST ataupun

elavasi sebentar atau adanya gelombang T yang negatif kenaikan enzim biasanya dalam

waktu 12 jam tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tak bias dibedakan dari

NSTEMI.6

Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-

tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai

penyempitan yang minimal. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi

platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh

darah 100% terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak

menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak

stabil.6,7

3. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST

Angina pektoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi

ST (non ST elevation miocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu

kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya

penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan

8

Page 9: Makalah STEMI

manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan

biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri pda, yang menjadi

salah sata gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD.9

Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan

suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh

obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner.

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti

diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau

tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Walaupun gejala

khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak

khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas,

atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari

65 tahun.9

Gambaran elektrokardiogram (EKG), secara spesifik berupa deviasi segmen ST

merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in

Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV

merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan risiko

outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST,

dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan

informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.9

4. Perikarditis

Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, iseralis atau keduanya. Respons

perikard terhadap eradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah Efusi perikard),

deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, embentukan granuloma atau kalsifikasi. Itulah

sebabnya manifestasi klinis perikarditis sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai yang

khas.10

Perkarditis akut adalah perdangan primer maupun sekuder perkardium

parietalis/viseralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis,

jamur,uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik.1

Nyerinya bersifat khas yaitu retrosternal dan prekordial kiri, menjalar ke belakang dari

tepi trapezius. Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, retrosternal atau

sebelah kiri. Bertambah sakit bila bernapas, batuk atau menelan.6 Keluhan lainnya rasa sulit

9

Page 10: Makalah STEMI

bernapas karena nyeri pleuritik di atas atau karena efusi perikard. Pemeriksaan jasmani

didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi banyak atau cepat

terjadi,akan didapatkan tanda tamponad. Elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen ST.

Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada miokarditis akan ke bawah (inversi).7,10

Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapat normal

atau menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC, dan lain-lain).

Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan: leukosit, ureum, kreatinin, enzim jantung,

mikrobiologis parasitologis, serologis, virologis, patologis dan imunologis untuk mencari

penyebab peradangan dari sediaan darah, ciran perikard dan atau jaringan biopsy perikard.10

5. Miokarditis

Miokarditis merupakan penyakit inflamasi pada miokard, yang bisa disebabkan karena

infeksi maupun non infeksi. Patofisologi miokarditis belum sepenuhnya dimengerti.

Miokarditis primer diduga karena infeksi virus akut atau lespons autoimun pasca infeksi viral.

Miokarditis sekunder adalah inflamasi miokard yang disebabkan patogen spesifik.11

Manifestasi klinis miokarditis bervariasi, mulai dari asimptomatik (self-limited

disease) sampai syok kardiogenik. Gejala paling jelas yang menunjukkan miokarditis adalah

sindrom infeksi viral dengan demam, nyeri otot, nyeri sendi, dan malaise. Sebagian besar

pasien tidak mempunyai keluhan kardiovaskular yang spesifik namun mungkin memiliki

kelainan segmen ST dan gelombang T pada elektrokardiogram (EKG). Nyeri dada ditemukan

sampai dengan 35 persen pasien dan mungkin berupa iskemia yang khas, atau pada umumnya

perikardial. Nyeri dada biasanya menunjukkan perikarditis yang terkait, namun terkadang

dikarenakan adanya iskemia miokard.11

Kadang-kadang pasien mengalami sindrom klinik serupa dengan infark miokard akut,

dengan nyeri dada iskemia dan elevasi segmen ST pada EKG. Disfungsi pada ventrikel kiri

mungkin muncul pada kurang dari setengah pasien dan cenderung bersifat difus. Vasopasme

koroner juga dihubungkan dengan miokarditis akut.11

III. Working Diagnosis

10

Page 11: Makalah STEMI

Berdasarkan anamanesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah disebutkan dalam

data skenario. Pria tersebut dapat didiagnosis menderita sindroma koroner akut. Sindroma

koroner akut adalah suatu keadaan klinis tingkat miokard iskemik akut tergantung derajat

oklusi yang terjadi, dapat berupa angina pectoris tidak stabil, infark miokad akut elevasi ST

dan infark miokard akut tanpa elevasi ST.12 Namun dalam scenario kasus diatas, pria tersebut

dapat digolongkan dalam infark miokard dengan elevasi ST.

Penyakit jantung iskemik tersebut adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang

disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah.

Penyebab tersering penyakit jantung iskemik adalah menyempitnya lumen arteria koronaria

oleh aterosklerosis. Bila terjadi penyempitan aterosklerotik lumen sebesar 75% atau lebih

pada satu atau lebih arteria koronaria besar, setiap peningkatan aliran darah koroner yang

mungkin terjadi akibat vasodilatasi koroner kompensatorik akan kurang memadai untuk

memenuhi peningkatan kebutuhan jantung.13

IV. Etiologi

Terjadinya Infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah

koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh

trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Ini semua juga sering

mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Penurunan aliran darah

koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragic. Ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen miokard merupakan dasar dari terjadinya proses iskemik tersebut.1,14

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang

disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai

penyakit inflamasi sistemik.1

V. Epidemiologi

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di

negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh

kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun

sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada

perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.1 Di Inggris penyakit

kardiovaskular membunuh 1 dari 2 penduduk dalam populasi, dan menyebabkan hamper

sebesar 250.000 kematian pada tahun 1998.15

11

Page 12: Makalah STEMI

VI. Patofisiologi

Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah

koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang

sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya

tidak metnicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI

terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi ipjuri vaskular, di mana

injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.1

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur

atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi

trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.1,14 Pada STEMI

gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar

sehingga STEMI memberikan respons terhadap trombolitik.1

Keterangan gambar:

1) Lesi inisiasi dan akumulasi lipid ekstraselular dalam intima;

2) Evolusi stadium fibrofatty,

12

Page 13: Makalah STEMI

3) Lesi progresi dengan ekspresi prokoagulan dan lemahnya fibrous cap. Sindrom koroner

akut berkembang jika plak vulnerabel dan risiko tinggi mengalami disrupsi pada fibrous

cap.

4) Disrupsi plak adalah rangsangan terhadap trombogenesis. Resorpsi trombus dilanjutkan

dengan akumulasi kolagen dan pertumbuhan sel otot polos.

5) Selanjutnya disrupsi plak vulnerabel atau plak risiko tinggi mengakibatkan pasien

mengalami nyeri iskemia akibat penurunan aliran arteri koroner epikardial yang terlibat.

Reduksi aliran dapat menyebabkan oklusi trombus total (bawah kanan) atau oklusi trombus

subtotal (bawah kiri) Pasien dengan nyeri iskemia dapat berupa elevasi ST atau tanpa

elevasi segmen ST pada EKG. Pasien dengan elevasi ST sebagian besar berkembang

menjadi infark miokard gelombang Q, sebagian kecil berkembang menjadi infark miokard

gelombang non Q. Pasien tanpa elevasi segmen ST dapat mengalami angina pektoris tak

stabil atau infark miokard akut tanpa elevasi ST. Sebagian besar pasien dengan NSTEMI

berkembang menjadi infark miokard non Q, dan sebagian kecil menjadi infark miokard

gelombang Q.1

Dari keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa proses aterosklerosis atau dapat disebut

aterogenesis merupakan hal yang berperan penting dalam penyakit sindroma koroner akut

termasuk di dalamnya infark miokard akut dengan elevasi ST. Berikut ini akan dibahas

selanjutnya mengenai aterosklerosis dan patofisiologinya.

Aterosklerosis

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koronaria yang

paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa

dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila

lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan

aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan

diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar.

Dengan demikian keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak

stabil sehingga membahayakan miokardium.14

Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi komplikata

(Gbr. 31-3), sebagai berikut:

13

Page 14: Makalah STEMI

1. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan dengan

penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama kolesterol oleat) pada

daerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri). Makrofag tersebut akan memfagosit

lemak dan berubah menjadi foam sel. Sebagian endapan lemak berkurang, tetapi yang lain

berkembang menjadi plak fibrosa.14

2. Plak fibrosa (atau plak ateromatosa) merupakan daerah penebalan tunika intima yang

meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis. Biasanya,

plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opak dan mengilat yang menyembul ke

arah lumen sehingga menyebabkan obstruksi. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan

debris sel nekrotik yang ditutupi pleh jaringan fibromuskular mengandung banyak sel-sel

otot polos dan kolagen. Sejalan dengan semakin matangnya lesi, terjadi pembatasan aliran

darah koroner dari ekspansi abluminal, remodeling vaskular, dan stenosis luminal. Setelah

itu terjadi perbaikan plak dan disrupsi berulang yang menyebabkan rentan timbulnya

fenomena yang disebut "ruptur plak" dan akhirnya trombosis vena.14

3. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami gangguan

akibat kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi dan dapat

menyebabkan infark miokardium.14

Meskipun penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan pembuluh darah

untuk berespons juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum tampak sampai proses

14

Page 15: Makalah STEMI

aterogenik mencapai tingkat lanjut. Lesi bermakna secara klinis yang mengakibatkan iskemia

dan disfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih dari 75% lumen pembuluh darah.2,4

Penting diketahui bahwa lesi-lesi aterosklerotik biasanya berkembang pada segmen

epikardial di sebelah proksimal dari arteria koronaria, yaitu pada tempat lengkungan tajam,

percabangan, atau perlekatan. Lesi-lesi ini cenderung terlokalisasi dan fokal dalam

penyebarannya tetapi, pada tahap lanjut, lesi-lesi yang tersebar difus menjadi menonjol.14

Patogenesis Aterosklerosis

Patogenesis aterosklerosis merupakan suatu proses interaksi yang kompleks, dan hingga

saat ini masih belum dimengerti sepenuhnya. Interaksi dan respons komponen dinding

pembuluh darah dengan pengaruh unik berbagai stresor (sebagian diketahui sebagai faktor

risiko) yang terutama dipertimbangkan. Dinding pembuluh darah terpajan berbagai iritan yang

terdapat dalam hidup keseharian. Diantaranya adalah faktor-faktor hemodinamik, hipertensi,

hiperlipidemia, serta derivat merokok dan toksin (misal, homosistein atau LDL-C teroksidasi).

Dari kesemua agen ini, efek sinergis gangguan hemodinamik yang menyertai fungsi sirkulasi

normal yang digabungkan dengan efek merugikan hiperkolesterolemia dianggap merupakan

factor terpenting dalam pathogenesis aterosklerosis. Berikut ini gambaran terjadinya proses

aterosklerosis yang berperan penting dalam patofisiologi infark miokard secara umum.13,14

15

Page 16: Makalah STEMI

VII. Penatalaksanaan

Tatalaksana Awal

1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika pada pramedis di

ambulans yang sudah terlatih untuk mengintepretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan kendali

komando medis online yang bertanggung jawab pasa pemberian terapi. Di Indonesia saat ini

pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.1,16

2. Tatalaksanan di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup : mengurangi /

menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi

segera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang tepat di rumah sakit dan menghindari

pemulangan cepat pasien dengan STEMI.1

Tatalaksana Umum

16

Page 17: Makalah STEMI

1. Oksigen

Suplemen Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.

Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.1

2. Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat

diberikan smapai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga

dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan

meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena

infark atau pembuluh kolateral.1

3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada

a. Morfin

Morfin sangan efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam

tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat

diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.1

b. Aspirin

Inhibisi cepat sikooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2

dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.

Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.1,16

c. Penyekat beta

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain

nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5

menit sampai total 3 dosis. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan

dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan

100 mg tiap 12 jam.1,6

4. Inhibitor ACE

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas

bertambah dengan penambahanaspirin dan penyekat beta. Pemberian inhibitor ACE

harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung.1,16

Terapi Reperfusi Farmakologis1

17

Page 18: Makalah STEMI

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan disfungsi dan

dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI menjadi pump failure atau

takiaritmia ventrikular yang maligna.

Sasaran terapi hiperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical

contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau

door-to-balloon (atau medical contact-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90

menit.

Obat fibrinolitik yang dapat diberikan untuk terapi reperfusi adalah streptokinase (SK),

Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase), reteplase (retavase), Tenekteplase (TNKase).

Percutaneous Coronary Intervention (PCI)1

Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa didahului

fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengambalikan perfusi pada STEMI

jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari

fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome

klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI

primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien < 75 tahun), risiko

perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang – kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan

darah lebih matur dan mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih

mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya

sarana, hanya di beberapa rumah sakit.

VIII. Prognosis

Terdapat bcberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA:

Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop, kongesti paru

dan syok kardiogenik. Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks

jantung dan pulmonary capillary-wedge pressure.1

18

Page 19: Makalah STEMI

IX. Komplikasi

1. Disfungsi Ventrikular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran dan

ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling

ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam

hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setalah infark ventrikel kiri mengalami

dilatasi.. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan

yang disproposional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan

yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada

apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan. 1

2. Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit

pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal

pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang

tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada

pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.1

3. Syok Kardiogenik

Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri

koroner multivesel.1,16

19

Page 20: Makalah STEMI

4. Infark Ventrikel Kanan

Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferiposterior menunjukkan sekurang-

kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas

primer pada ventrikel kanan. Infrak ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal

ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul’s, hepatomegali) dengan

atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST sadapan EKG sisi kanan, terutama sadapan V4R,

seting dijumpai dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan. 1

5. Aritmia Pasca STEMI

Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setlah onset gejala.

Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan system saraf autonom,

gangguan elektrolit, iskemia pada perlambatan konduksi di zona iskemia miokard.1

6. Ekstrasistol Ventrikel

Depolarisasi pematur ventrikel sporadic yang tidak sering, dapat terjadi pada hampir

semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Hipokalemia dan hipomagnesimia

merupakan factor resiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI, konsentrasi kalium serum

diupayakan mencapai 4,5 mmol?liter dan magnesium 2,0 mmol/liter.1

7. Takikardia dan Fibrilasi Ventrikel

Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventricular dapat terjadi tanpa

tanda bahaya aritmia sebelumnya.1

8. Fibrilasi ventrikel

9. Fibrilasi atrium

10. Aritmia supraventrikular

11. Asistol Ventrikel

12. Bradiaritmia dan blok

13. Komplikasi mekanik\

14. Perikarditis1

X. Preventive

20

Page 21: Makalah STEMI

Sepertinya yang sering disinggung sebelumnya etiologi utama STEMI ini adalah karena

thrombus yang diinduksi oleh pembentukan plak aterosklerotik. Oleh sebab itu, upaya

preventif atau pencegahan yang dapata dilakukan ialah lebih diutamakan pada pencegahan

pembentukan aterosklerotik dalam pembukuh darah koroner. Sekarang dianggap terdapat

banyak faktor yang saling berkaitan dalam mempercepat proses aterogenik. Telah ditemukan

beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap

terjadinya aterosklerosis koroner pada individu tertentu.1,14 Tiga faktor risiko biologis yang

tidak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin laki-laki, dan riwayat keluarga. Faktor risiko

tambahan lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi memperlambat proses aterogenik.

Faktor risiko utama yang dapat diubah adalah: peningkatan kadar lipid serum; hipertensi;

merokok sigaret; diabetes melitus; gaya hidup yang tidak aktif, obesitas (terutama ripe

abdominal), dan peningkatan kadar homosistein.14 Oleh sebab itu, tentunya untuk mencegah

terjadinya penyakit ini, perlu memperbaiki factor-faktor resiko yang dapat diubah, seperti

tidak merokok, gaya hidup sehat, dan pola makan yang baik.

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan21

Page 22: Makalah STEMI

Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, maka saya dapat

menyimpulkan bahwa pria dalam scenario kasus tersebut dapat didiagnosis menderita

sindroma koroner akut dengan jenis infark miokard dengan elevasi ST. Jadi berdasarkan

semua hal yang telah dipelajari, dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard dengan Elevasi ST. Idrus Alwi(eds). Buku ajar IPD.

Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;2009.h.1741-54.

22

Page 23: Makalah STEMI

2. Gleadle Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit

Erlangga; 2007.h.166;170-71;112-3

3. Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, EGC : Jakarta; 1995

4. Dharma Surya. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. EGC: Jakarta; 2009

5. Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Edisi 6. Jakarta. EGC:

2007. h.149-5;295-7

6. Sudoyo Aru W, et all. Angina Pektoris Tak Stabil. Hanafi B. Trisnohadi(eds). Buku ajar

IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;2009.h.1728-32.

7. Isselbacher, et all. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam (eds 13). Volume 3.

Jakarta: EGC;2008.h.1201-44.

8. Sudoyo Aru W, et all. Angina Pektoris Stabil. A. Muin Rahman(eds). Buku ajar IPD. Jilid

2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;2009.h.1735-9.

9. Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. A. Muin Rahman(eds).

Buku ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia;2009.h.1757-65.

10. Sudoyo Aru W, et all. Perikarditis. Marulam M. Panggabean(eds). Buku ajar IPD. Jilid 2.

Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;2009.h.1725-26.

11. Sudoyo Aru W, et all. Miokarditis. Idrus Alwi, Lukman H. Makmun(eds). Buku ajar IPD.

Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;2009.h.1711-3.

12. Corry Catharina Silaen. Perbandingan Kadar Adiponektin Antara Angina Pektoris Stabil

Dengan Sindroma Koroner Akut. Makalah. Medan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK

Universitas Sumatera Utara;2008.

13. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robbins. Buku ajar patologi robbins. Edisi ke-7.

Jakarta: EGC; 2007.h.408-15

14. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.

Jakarta: EGC; 2005.h.578-87.

15. H Gray, Keith D, Morgan. Lecture Notes Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta:

Erlanga;2005.h.107-50

23

Page 24: Makalah STEMI

16. Diana Lyrawati. Sindrom Koroner Akut - Farmakologi. 30 Oktober 2010. Diunduh dari:

http//yrawati.files.wordpress.com.pdf

24