stemi

Upload: fitria-wahyuningsih

Post on 07-Jan-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KARDIOLOGI STEMI

TRANSCRIPT

1.Definisi

American heart association (AHA) mendefinisikan STEMI ( ST elevation myocard infarction ) sebagai suatu sindrom yang ditandai dengan gejala klinis iskemia miokard dan diikuti dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) ST elevasi persisten minimal pada 2 lead yang saling berhubungan.European society of cardiology (ESC) mendiagnosis STEMI dengan gejala iskemia, perubahan segmen ST elevasi atau new left bundle-branch block (LBBB), perubahan gelombang Q patologis dan diikuti peningkatan enzim jantung.

2.EpidemiologiCoronary artery disease (CAD) merupakan penyabab utama kematian didunia, lebih dari 7 juta orang meninggal setiap tahunnya karena CAD. Data di Amerika Serikat pada tahun 2009 menunjukkan 683.000 pasien diagnosis sebagai sindrom koroner akut, dengan 25%-40% merupakan STEMI dan 30% pasien dengan STEMI diantaranya adalah wanita. Di Indonesia, 478.000 pasien didiagnosa sebagai penyakit jantung koroner pada tahun 2013, prevalensi STEMI meningkat 25%-40% dari presentasi infark miokard.

3.Etiologi Penyebab terjadinya STEMI salah satunya adalah aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya dan mengakibatkan trombus akut yang menyumbat arteri koroner sehingga terjadi penurunan aliran darah koroner secara mendadak.

Terjadinya arterosklerosis dipengaruhi oleh faktor resiko yang berbeda-beda pada setiap individu. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain adalah usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung koroner pada usia muda, sedangkan faktor resiko terjadinya aterosklerosis yang dapat dimodifikasi adalah merokok, hipertensi, dislipidemia, diabetes mellitus dan aktifitas fisik yang kurang.Penyebab lain dari infark miokard selain aterosklerosis antara lain:1. Oklusi koroner akibat vaskulitis2. Hipertrofi ventrikel (hipertrofi ventrikel kiri, idiopathic hypertrophic subaortic stenosis (IHSS),penyakit jantung katup)3. Emboli arteri koroner, yang diakibatkan oleh kolesterol dan udara4. Anomali koroner kongenital5. Vasospasme koroner primer (angina varian)6. Anomali koroner, termasuk aneurisma arteri koroner7. Faktor yang menyebabkan konsumsi oksigen meningkat seperti latihan fisik yang berat, demam, hipertiroidisme8. Disseksi aorta, dengan keterlibatan retrograd arteri koroner9. Infeksi katup jantung melalui patent foramen ovale (PFO)4.Patofisiologi STEMI umumnya terjadi karena aliran darah koroner menurun secara mendadak diakibatkan oklusi trombus dari plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya.. Plak aterosklerosis yang mengalami ruptur (cenderung pada plak yang mempunyai fibrous cap yang tipis dengan inti yang kaya lipid) akan memicu trombogenesis sehingga terjadi trombus pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Pada STEMI gambaran patalogis nya terdiri dari fibrin rich red trombus sehingga dipercaya memberikan respon terhadap terapi trombolitik.Pada lokasi ruptur berbagai agonis (kolagen, adp, epinefrin dan serotonin) memicu aktifasi trombosit yang akan melepaskan tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Aktifasi trombosit memicu perubahan reseptor glikoprotein IIb/IIIa yang akan memiliki afinitas tinggi terhadap integrin dan fibrinogen yang akan mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan jaringan lunak pada sel endotel yang rusak yang akan mengaktifkan faktor VII dan X diaktivasi dan mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin dan mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.

5.DiagnosisMenurut European Society of Cardiology dan AHA diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dengan gambaran EKG adanya ST elevasi minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan (>2mm pada pria dan >1,5 mm pada wanita) bisa diikuti dengan perubahan gelombang Q patologis serta didapati peningkatan enzim jantung.

5.1AnamnesisBila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita infark miokard akut (IMA) atau tidak, nyeri dada harus dibedakan apakah berasal dari jantung atau diluar jantung. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut: 1. Lokasi: substernal dan prekordial2. Sifat nyeri: rasa sakit seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir.3. Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga keleher, rahang bawah, gigi, punggung, perut dan dapat juga ke lengan kanan.4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat.5. Faktor pencetus: latihan fisik dan stres emosi.6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.

5.2 Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan gelisah dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit diikuti keringat yang banyak dapat dicurigai adanya STEMI.

5.3Pemeriksaan penunjang

1. Elektrokardiografi Elektrokardiografi (EKG) memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada awal serangan perubahan segmen ST menjadi elevasi denan perkembangan gambaran ekg diikuti Q patalogis

Menentukan lokasi iskemia atau infark miokard serta predileksi pembuluh koroner mana yang terlibat, diperlukan dua atau lebih sadapan yang berhubungan yang menujukkan gambaran anatomi daerah jantung yang sama dan dapat ditentukan sebagai berikut :

2.Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium harus dilakukan namun tidak sampai menunda tindakan reperfusi. Tropinin T dan I merupakan pilihan untuk pemeriksaan biomarker karena memberikan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi untuk nekrosis miokard. 3.Diagnosis invasifDiagnosis invasif dilakukan bila alat tersedia da nada SDM yang mampu melakukannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan angiografi korener untuk mendeteksi lokasi sumbatan.

6.Penatalaksanaan - Saat tiba di IGD Perawatan selama serangan angina pektoris : O2 terapi Tanda-tanda vital, monitor EKG Menghilangkan rasa sakit dengan Nitrat (5 mg SL) Aspilet (320 mg), clopidogrel (300mg) Akses IV (Ambil sampel darah untuk cek enzim jantung) Analgesik narkotik jika masih sakit (Morfin 2 -4 mg) Penilaian respon pasien terhadap terapiAlgoritma penatalaksanaan STEMI berdasarkan AHA 2013:

Percutaneous Coronary Interventions (PCI) Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.AHA merekomendasikan dilakukan PCI pada beberapa pasien yang termasuk dalam kelas berikut:

Kelas I1. Primary PCI harus dilakukan pada pasien dengan STEMI dan gejala iskemik durasi kurang dari 12 jam.2. Primary PCI harus dilakukan pada pasien dengan STEMI dan gejala iskemik durasi kurang dari 12 jam yang memiliki kontraindikasi untuk terapi fibrinolitik, terlepas dari waktu tunda FMC3. Primary PCI harus dilakukan pada pasien dengan STEMI dan syok kardiogenik atau HF akut, terlepas dari waktu tunda dari MI onset.Kelas IIaPrimary PCI masih dapat dikerjakan pada pasien dengan STEMI jika ada bukti klinis dan atau EKG iskemia masih berlangsung antara 12 dan 24 jam setelah onset gejala.Kelas IIIPCI tidak boleh dilakukan dalam arteri noninfarct pada saat primery PCI pada pasien dengan STEMI yang hemodinamik stabilFibrinolitikPemberian fibronolitik menjadi pilihan jika waktu untuk PCI lebih dari 120 menit dari first medical contact. AHA membaginya dalam 3 kelas :IA : Dengan tidak adanya kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan kepada pasien dengan STEMI dan timbulnya gejala iskemik dalam 12 jam sebelumnya ketika diantisipasi bahwa primeri PCI tidak dapat dilakukan dalam waktu 120 menit dari FMC.IIC : Dengan tidak adanya kontraindikasi dan ketika PCI tidak tersedia, terapi fibrinolitik wajar untuk pasien dengan STEMI jika ada bukti klinis dan / atau EKG iskemia berlangsung dalam waktu 12 sampai 24 jam dari onset gejala dan banyaknya miokardium berisiko atau hemodinamik tidak stabil.IIIB : Terapi fibrinolitik tidak boleh diberikan kepada pasien dengan ST depresi kecuali bila posterior benar (inferobasal) MI dicurigai atau bila dikaitkan dengan ST elevasi di lead aVR.Sebelum pemberian fibronolitik harus disingkirkan kontraindikasi pemberian fibrinoliktik terlebih dahulu yaitu :fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya adalah patensi arteri koroner dengan menghancurkan trombus.

Indikasi terapi fibrinolitik menurut ACCF-AHA 2013: Kelas I :1. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan elevasi ST > 0,1 mV pada minimal 2 sandapan prekordial atau 2 sandapan ekstremitas 2. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan LBBB baru atau diduga baru.

Kelas II a 1. Jika tidak ada kontraindikasi, dipertimbangkan terapi fibrinolitik pada pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan EKG 12 sandapan konsisten dengan infark miokard posterior. 2. Jika tidak ada kontraindikasi, dipertimbangkan terapi fibrinolitik pada pasien STEMI dengan onset mulai dari < 12 jam sampai 24 jam yang mengalami gejala iskemi yang terus berlanjut dan elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau minimal 2 sandapan ekstremitas. Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik. Kontraindikasi terapi fibrinolitik:Kontraindikasi absolut1. Setiap riwayat perdarahan intraserebral 2. Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV) 3. Terdapat neoplasia ganas intrakranial 4. Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam 5. Dicurigai diseksi aorta 6. Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi) 7. Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan Kontraindikasi relatif 1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali 2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau TDS>110 mmHg) 3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi 4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar (5 hari sebelumnya atau reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini 8. Kehamilan 9. Ulkus peptikum aktif Obat Fibrinolitik1. Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang rendah. Dosis streptokinase adalah 1,5 juta unit dalam 100 cc NaCl 0,9% atau dextrose 5% diberikan secara infus selama 30-60 menit.2. Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi. Dosis tPA 15 mg bolus IV, dilanjutkan 0,75 mg/kgBB dalam 60 menit. Dosis tidak boleh lebih dari 100 mg.3. Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.4.Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA

Terapi lainnya ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien dengan STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker.7

7. Komplikasi1. Disfungsi Ventrikular Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.2. Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.3. Syok kardiogenik Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.4. Infark ventrikel kanan Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.5. Aritmia paska STEMI Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard.6. Ekstrasistol ventrikel Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama.8. Fibrilasi atrium 9. Aritmia supraventrikular 10. Asistol ventrikel 11. Bradiaritmia dan Blok