stemi
DESCRIPTION
stemiTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
ST-ELEVATION MIOCARD INFARK
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh:
Elmira Apriliani
20100310095
Diajukan kepada:
dr. Waisul Choroni Trenggono, Sp.PD
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Panembahan Senopati
2015
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
ST-ELEVATION MIOCARD INFARK
Disusun oleh:
Elmira Apriliani
20100310095
Disetujui dan disahkan pada tanggal: April 2015
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
dr. Waisul Choroni Trenggono, Sp.PD
BAB I
PENDAHULUAN
Infark miokard akut adalah suatu keadaan di mana terjadi nekrosis otot jantung akibat
ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai oksigen yang terjadi secara mendadak.
Penyebab yang paling sering adalah terjadinya sumbatan koroner sehingga terjadi gangguan
aliran darah. Sumbatan tersebut terjadi karena ruptur plak yang menginduksi terjadinya
agregasi trombosit, pembentukan trombus, dan spasme koroner.
Infark miokard akut merupakan masalah kesehatan utama karena prevalensi, angka
kematian, dan biaya perawatannya. Di Amerika sekitar 1,5 juta orang menderita IMA per
tahun dengan angka kematian 30% yang sering disebabkan oleh aritmia terutama fibrilasi
ventrikel. Di Indonesia kematian akibat penyakit jantung koroner diperkirakan 53,5 per
100.000 penduduk berdasarkan survai kesehatan rumah tangga nasional tahun 1986.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak
seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau
perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan
angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang
berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu
pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari.
BAB II
PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : Sopir
Alamat : Senggotan, Tirtonirmolo, Kasihan
Masuk RS tanggal : 11 Maret 2015, 7:53
Diagnosis masuk : Observasi chest pain DD Angina Pectoris, STEMI,
GERD
B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien:
Tanggal : 11 Maret 2015
Keluhan utama : Nyeri dada (+)
Keluhan tambahan : Nyeri ulu hati (+)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dari IGD dalam keadaan sadar, dengan keluhan nyeri dada (+) sejak 3
hari SMRS. Nyeri dada hilang timbul, seperti tertimpa beban, dan tidak menjalar,
berdebar-debar (-), sesak (-), nyeri ulu hati (+), mual (-), muntah (-), BAK dan BAB
tidak ada keluhan.
1 hari SMRS pasien periksa ke dokter spesialis penyakit dalam kemudian diberikan
obat ISDN, Captopril, Omeprazole, tetapi keluhan tidak membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (+)
GERD (+)
TBC disangkal
Asma bronchial disangkal
Diabetes Mellitus disangkal
Penyakit jantung disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi disangkal
TBC disangkal
Asma bronchial disangkal
Diabetes Mellitus disangkal
Penyakit jantung disangkal
Riwayat Personal Sosial
Pasien bekerja sebagai sopir
Merokok (+), kurang lebih 20 batang per hari.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : sedang
2. Kesadaran : E4 V5 M6
3. Tanda vital
Suhu: 36,40C
Nadi: 64 kali/menit, isi dan tegangan cukup
Pernafasan: 22 kali/menit, regular
Tekanan darah: 120/90 mmHg
4. Kepala: normochepale
Mata: pupil isokor, konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung: simetris, sekret (-/-)
Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda candidiasis
(-), sariawan (-), gusi berdarah (-)
Telinga: simetris, serumen (-/-), gendang telinga intak
5. Leher: pembesaran limfonodi (-), peningkatan JVP (-),
6. Thorax
a. Jantung
- Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi: iktus cordis teraba pada sela iga ke-4 linea midclavicula kiri
- Perkusi: (tidak dilakukan)
- Auskultasi: bunyi jantung S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
b. Paru-paru:
- Inspeksi: simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi substernal intracostal dan
substernal (-)
- Palpasi: fremitus normal.
- Perkusi: sonor (+/+)
- Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/-)
7. Abdomen:
- Inspeksi: supel
- Auskultasi: peristaltik (+)
- Perkusi: tympani (+)
- Palpasi: nyeri tekan epigastrik (+), turgor kulit baik, hepar teraba normal, lien tidak
teraba.
8. Ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, capillary refill time < 2 detik, edema (-)
9. Status neurologis:
- Reflex fisiologis (+) normal
- Reflex patologis (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
11 Maret 2015. 10:53
Parameter Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.7 gr% 14,0 – 18,0 gr/dL
Leukosit 8.8 ribu/uL 4 – 11 ribu/uL
Eritosit 4.29 ribu/uL 4,5 – 5,5 ribu/uL
Trombosit 260 ribu/uL 150 – 450 ribu/uL
Hematokrit 39.4 ribu/uL 42 – 52 ribu/uL
Eusinofil 1 % 2 – 4 %
Basofil 0 % 0 – 1 %
Batang 2 % 2 – 5 %
Segmen 63 % 51 – 67 %
Limfosit 28 % 20 – 35 %
Monosit 6 % 4 – 8 %
FUNGSI HATI
SGOT 44 <31
SGPT 18 <31
FUNGSI GINJAL
Ureum 38 17 – 43
Creatinin 0.94 0,6 – 1,1
DIABETES
GDS 116 80 – 200
ENZIM JANTUNG
CKMB 61 7-25 U/L
11 Maret 2015. 13:59
ENZIM JANTUNG
CKMB 97 7-25 U/L
Troponin T 328
PROFIL LIPID
Kolesterol Total 177 150-200 mg/dl
LDL-Cholesterol 131 <115 mg/dl
HDL-Cholesterol 31 >39 mg/dl
Trigliserida 154 60-150 mg/dl
Rontgen Thorax 11 Maret 2015
COR dan pulmo dalam batas normal
EKG
E. DIAGNOSA KLINIS
Hipertensi
STEMI
Dislipidemia
F. TERAPI
O2 3lpm
Infus Nacl 10 tpm
Injeksi Ranitidine 50mg/12jam
Injeksi Arixtra 1x1
Isosorbid Dinitrat 3x5mg
Captopril 3x12.5mg
Aspilet 2x80mg
Clopidogrel 1x75mg
Simvastatin 1x10mg
Alprazolam 1x0.5mg
Laxadyn syrup 3xCI
G. FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
12/3/2015 S: Nyeri dada (+) , sesak (-), pusing (+), nyeri ulu hati (-)
O: Keadan umum: sedang
T: 36,50C
R: 16 kali/menit
N: 62 kali/menit
TD: 130/90 mmHg
Kepala: mesochepale, rambut dan kulit sehat
Mata: pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung: simetris, sekret (-/-)
Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda
candidiasis oral (-), gusi berdarah (-), sariawan (-)
Telinga: simetris, serumen (-), gendang telinga intak
Leher: pembesaran limfonodi(-)
Thorax: perkembangan dada simetris, fremitus dbn, sonor (+/+), vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), suara jantung SI/SII reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen: supel, peristaltik (+), tympani (+), supel (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 detik, edema (-)
A:
STEMI
Hipertensi
Dislipidemia
P:
O2 3lpm
Infus Nacl 10 tpm
Injeksi Ranitidine 50mg/12jam
Injeksi Arixtra 1x1
Isosorbid Dinitrat 3x5mg
Captopril 3x12.5mg
Aspilet 2x80mg
Clopidogrel 1x75mg
Simvastatin 1x10mg
Alprazolam 1x0.5mg
Laxadyn syrup 3xCI
13/3/2015 S: Nyeri dada (+) , sesak (-), pusing (+), nyeri ulu hati (-)
O: Keadan umum: sedang
T: 36,40C
R: 16 kali/menit
N: 64 kali/menit
TD: 150/90 mmHg
Kepala: mesochepale, rambut dan kulit sehat
Mata: pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung: simetris, sekret (-/-)
Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda
candidiasis oral (-), gusi berdarah (-), sariawan (-)
Telinga: simetris, serumen (-), gendang telinga intak
Leher: pembesaran limfonodi(-)
Thorax: perkembangan dada simetris, fremitus dbn, sonor (+/+), vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), suara jantung SI/SII reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen: supel, peristaltik (+), tympani (+), supel (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 detik, edema (-)
A:
STEMI
Hipertensi
Dislipidemia
P:
O2 3lpm
Infus Nacl 10 tpm
Injeksi Ranitidine 50mg/12jam
Injeksi Arixtra 1x1
Isosorbid Dinitrat 3x5mg
Captopril 3x12.5mg
Aspilet 2x80mg
Clopidogrel 1x75mg
Simvastatin 1x10mg
Alprazolam 1x0.5mg
Laxadyn syrup 3xCI
14/3/2015 S: Nyeri dada (-), sesak (-), pusing (+), nyeri ulu hati (-)
O: Keadan umum: sedang
T: 360C
R: 14 kali/menit
N: 82 kali/menit
TD: 110/70 mmHg
Kepala: mesochepale, rambut dan kulit sehat
Mata: pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung: simetris, sekret (-/-)
Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda
candidiasis oral (-), gusi berdarah (-), sariawan (-)
Telinga: simetris, serumen (-), gendang telinga intak
Leher: pembesaran limfonodi(-)
Thorax: perkembangan dada simetris, fremitus dbn, sonor (+/+), vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), suara jantung SI/SII reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen: supel, peristaltik (+), tympani (+), supel (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 detik, edema (-)
A:
STEMI
Hipertensi
Dislipidemia
P:
O2 3lpm
Infus Nacl 10 tpm
Injeksi Ranitidine 50mg/12jam
Injeksi Arixtra 1x1
Isosorbid Dinitrat 3x5mg
Captopril 3x12.5mg
Aspilet 2x80mg
Clopidogrel 1x75mg
Simvastatin 1x10mg
Alprazolam 1x0.5mg
Laxadyn syrup 3xCI
16/3/2015 S: Nyeri dada (-), sesak (-), pusing (-), nyeri ulu hati (-)
O: Keadan umum: sedang
T: 36,50C
R: 13 kali/menit
N: 68 kali/menit
TD: 80/50 mmHg
Kepala: mesochepale, rambut dan kulit sehat
Mata: pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung: simetris, sekret (-/-)
Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda
candidiasis oral (-), gusi berdarah (-), sariawan (-)
Telinga: simetris, serumen (-), gendang telinga intak
Leher: pembesaran limfonodi(-)
Thorax: perkembangan dada simetris, fremitus dbn, sonor (+/+), vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), suara jantung SI/SII reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen: supel, peristaltik (+), tympani (+), supel (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 detik, edema (-)
A:
STEMI
Hipertensi
Dislipidemia
P:
O2 3lpm
Infus Nacl 10 tpm
Injeksi Ranitidine 50mg/12jam
Injeksi Arixtra 1x1
Isosorbid Dinitrat 3x5mg
Captopril 3x12.5mg
Aspilet 2x80mg
Clopidogrel 1x75mg
Simvastatin 1x10mg
Alprazolam 1x0.5mg
Laxadyn syrup 3xCI
17/3/2015 S: Nyeri dada (-), sesak (-), pusing (-), nyeri ulu hati (-)
O: Keadan umum: sedang
T: 36,50C
R: 17 kali/menit
N: 60 kali/menit
TD: 120/80 mmHg
Kepala: mesochepale, rambut dan kulit sehat
Mata: pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung: simetris, sekret (-/-)
Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda
candidiasis oral (-), gusi berdarah (-), sariawan (-)
Telinga: simetris, serumen (-), gendang telinga intak
Leher: pembesaran limfonodi(-)
Thorax: perkembangan dada simetris, fremitus dbn, sonor (+/+), vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), suara jantung SI/SII reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen: supel, peristaltik (+), tympani (+), supel (+), nyeri tekan (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 detik, edema (-)
A:
STEMI
Hipertensi
Dislipidemia
P:
O2 3lpm
Infus Nacl 10 tpm
Injeksi Ranitidine 50mg/12jam
Injeksi Arixtra 1x1
Isosorbid Dinitrat 3x5mg
Captopril 3x12.5mg
Aspilet 2x80mg
Clopidogrel 1x75mg
Simvastatin 1x10mg
Alprazolam 1x0.5mg
Laxadyn syrup 3xCI
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat trombus
arteri koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptor plak yang kemudian di
ikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. STEMI umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak.
Infark mokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infrarction =
STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindroma koroner akut (SKA) yang terdiri
dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.
B. ETIOLOGI
Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan
dengan kebutuhan oksigen miokard.
Etiologi SKA antara lain:
1. Penyempitan arteri koroner karena robek/ pecahnya trombus yang ada pada plak
aterosklerosis.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri
koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos
pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/trombus, terjadi pada
sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang
setelah intervensi koroner perkutan.
4. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Adanya
makrofag dan limfosit T meningkatkan sekresi metaloproteinase, sehingga terjadi
penipisan dan ruptur plak.
5. Keadaan atau faktor pencetus:
Peningkatan kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis
Penurunan aliran darah koroner
Penurunan pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia
C. PATOFISIOLOGI
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-
faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Pada sebagian kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
ruptur, atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur
jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada
STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya
menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah
mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen
asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat
mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet
dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi
trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri
agregat trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jaran, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
D. DIAGNOSIS
Diagnosis infark miokard akut dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST>2mm,
minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau >1mm pada 2 sadapan
ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat,
memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu
menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip
utama penatalaksanaan adalah time is muscle.
Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis
secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung. Jika
dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya
berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark
miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes
mellitus, dislipidemia, merokok, stress, serta riwayat sakit jantung koroner pada
keluarga.
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI,
seperti aktivitas berat, stres emosi, atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI
bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari
dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan
tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau salah,
dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.
Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
Penjalaran: biasnya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas, dan lemas.
Pemeriksaan fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30menit
dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark
anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan /atau
hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena
disfungsi aparatus katup mitral dan periocard friction rub. Peningkatan suhu sampai
38oC dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.
Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan
segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD
merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang
bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak
diagnostik untuk STEMI tetapi pasiem tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat
STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan
secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi
segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk
mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard
gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara
atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien
tersebut hanya mengalami angina pektoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian
pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark
non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG
menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokardnon
transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan
gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG
dengan lokasi infark sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q
menggantikan IMA mural/transmural.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana
pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi.
Petanda (biomarker) kerusakan jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK) dan
cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn 1 dan dilakukan secara serial. cTn
harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB. Pada paien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi
diberikan segera mungkin dan tidak bergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal
menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard).
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
Creatinin kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard
dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4
hari.
Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
E. TERAPI
TATALAKSANA AWAL
Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi
umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).
Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya
fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset
gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama
tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih
Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan
selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri
dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi
dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai
pentingnya tatalaksana dini.
Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/ menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
TATALAKSANA UMUM
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasidapat diberikanoksigen selama 6
jam pertama.
Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0.4mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan
preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh
koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus
berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk
mengendalikan hipertensi atau edema paru..
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik<90
mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior
pada EKG, JVP meningkat, paru bersih, dan hipotensi).
Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phospodiesterase-5
inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi
nitrat.
Mengurangi/ Menghilangkan Nyeri Dada
Mengurangi/ menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban
jantung.
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksananyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4mg dan
dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20mg. Efek samping
yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar
melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi
curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi
tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl
0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonikyang menyebabkan bradikardia
atau blok jantungderajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini
biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5mg IV.
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit
yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162mg.
Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta
IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol
5mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60menit,
tekanan darah sistolik >100mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronkhi tidak lebih dari
10cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100mg
tiap 12 jam.
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.
Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau
medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam
30 menit atau door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat
dicapai dalam 90 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Idrus. 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Aaronson, Philip. 2010. The Cardiovascular System at a Glance. Jakarta: Erlangga.
Harun, S., 2000. Infark Miokard Akut. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi 3. Jakarta:
FKUI. Hal: 1090-1108.
Isselbacher, J Kurt. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 3.
Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam Patofisiologi : konsep klinis
proses-proses penyakit Edisi 6.Jakarta : EGC.