stemi

42
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Anatomi Jantung Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid dan terletak di dalam pericardium di mediastinum. Bagian atas jantung yang disbut juga basis cordis, dihubungkan dengan pembuluh-pembuluh darah besar, baik arteri maupun vena. 1 Jantung mempunyai tiga permukaan: facies sternocostalis (anterior), facies diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior). Jantung juga memiliki apex yang arahnya ke bawah, depan, dan sebelah kiri. Pada facies sternocostalis, terutama dibentuk oleh atrium dan ventrikel dexter, yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan pinggir kirinya oleh sebagian kecil ventrikulus sinister serta auricula sinistra. Ventriculus dexter dan sinister dipisahkan oleh sulcus interventricularis anterior. Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus dexter dan sinister yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior. Selain itu permukaan inferior atrium dextrum juga ikut membentuk facies ini. Basis cordis atau facies posterior terutama dibentuk oleh atrium sinistrum, tempat muara keempat vena pulmonales. Basis cordis terletak berlawanan dengan apex cordis. Apex cordis dibentuk oleh ventriculus sinister, mengarah ke depan, bawah, dan kiri. Denyut apex biasa bisa dirasakan. Perhatikan bahwa jantung tidak terletak/bertumpu pada basisnya, tetapi jantung terletak pada facies diaphragmatica (inferior).=2 Ruang-Ruang Jantung Jantung terbagi menjadi empat ruangan, yaitu atrium dan ventrikel dexter, dan atrium dan ventrikel sinister. Atrium dan ventrikulus dexter terletak anterior terhadap atrium dan ventriculus sinister. 1 Atrium dextrum terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil yang disebut auricula. Tempat pertemuan atrium kanan dengan auricula kanan terdapat pada sebuah sulcus, yaitu sulcus terminalis, yang pada permukaan dalamnya disebut crista

Upload: vin-de-coco

Post on 08-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

terapi pada stemi

TRANSCRIPT

Page 1: Stemi

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Anatomi JantungJantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid dan

terletak di dalam pericardium di mediastinum. Bagian atas jantung yang disbut juga basis cordis, dihubungkan dengan pembuluh-pembuluh darah besar, baik arteri maupun vena.1

Jantung mempunyai tiga permukaan: facies sternocostalis (anterior), facies diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior). Jantung juga memiliki apex yang arahnya ke bawah, depan, dan sebelah kiri. Pada facies sternocostalis, terutama dibentuk oleh atrium dan ventrikel dexter, yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan pinggir kirinya oleh sebagian kecil ventrikulus sinister serta auricula sinistra. Ventriculus dexter dan sinister dipisahkan oleh sulcus interventricularis anterior. Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus dexter dan sinister yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior. Selain itu permukaan inferior atrium dextrum juga ikut membentuk facies ini. Basis cordis atau facies posterior terutama dibentuk oleh atrium sinistrum, tempat muara keempat vena pulmonales. Basis cordis terletak berlawanan dengan apex cordis. Apex cordis dibentuk oleh ventriculus sinister, mengarah ke depan, bawah, dan kiri. Denyut apex biasa bisa dirasakan. Perhatikan bahwa jantung tidak terletak/bertumpu pada basisnya, tetapi jantung terletak pada facies diaphragmatica (inferior).=2

Ruang-Ruang Jantung

Jantung terbagi menjadi empat ruangan, yaitu atrium dan ventrikel dexter, dan atrium dan ventrikel sinister. Atrium dan ventrikulus dexter terletak anterior terhadap atrium dan ventriculus sinister.1

Atrium dextrum terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil yang disebut auricula. Tempat pertemuan atrium kanan dengan auricula kanan terdapat pada sebuah sulcus, yaitu sulcus terminalis, yang pada permukaan dalamnya disebut crista terminalis. Dinding bagian dalam atrium dexter tersusun atas serabut otot yang disebut musculi pectinati. Pada atrium dexter terdapat muara-muara dari vena cava superior, vena cava inferior, sinus coronarius, dan ostium atrioventriculare dextrum. Pada atrium dexter juga terdapat fossa ovalis dan annulus ovalis yang terletak pada septum interatriale yang memisahkan atrium sinister dan dexter.1

Ventriculus dexter berhubungan dengan atrium dexter melalui ostium atrioventriculare dexter, dan dihubungkan dengan truncus pulmonalis oleh ostium trunci pulmonalis. Dinding ventriculus dexter tentu lebih tebal dari pada dinding atrium dexter, serta menunjukkan beberapa rigi yang menonjol ke dalam yang disebut trabeculae carneae. Lalu di antara trabeculae-trabeculae ini ada yang lebih menonjol karena diliputi oleh otot yaitu mm. papilares, yang pada puncaknya berlanjut sebagai chordae tendinae, untuk melekat kepada cuspis valva tricuspidalis, yang terdiri dari tiga cuspis. Pada ventriculus dexter juga terdapat valva trunci pulmonalis, yang melekat pada dinding arteri pulmonalis. Mulut cuspisnya mengarah ke atas, dan tidak ada chordae tendinae ataupun mm. papilares yang berhubungan dengan cuspis ini.1

Page 2: Stemi

Atrium sinistrum sama dengan atrium dextrum, terdiri atas rongga utama dan auricula sinistra. Bagian dalam atrium licin, tetapi auricula sinistra mempunyai rigi-rigi otot seperti pada auricula dextra. Pada atrium sinistrum juga terdapat muara-muara, yaitu muara keempat vena pulmonales, dan ostium atrioventriculare sinistrum yang dilindungi oleh valva mitralis.1

Ventriculus sinister berhubungan dengan atrium sinistrum melalui ostium atrioventriculare sinistrum dan dengan aortae melalui ostium aortae. Dinding ventriculus sinister tiga kali lebih tebal dibandingkan dengan dinding ventriculus dexter. Pada penampang melintang, ventriculus sinister berbentuk bulat, sedangkan ventriculus dexter berbentuk kresentik/bulan sabit. Terdapat juga trabeculae carneae, dan ada juga mm. papilares yang berlanjut sebagai chordae tendinae untuk menempel pada valva mitralis. Valva mitralis ini terdiri dari dua cuspis. Pada ventrikel sinister juga terdapat valva aortae yang melindungi ostium aortae yang memiliki struktur sama seperti valva trunci pulmonales.1

Perdarahan Jantung

Jantung mendapatkan perdarahan dari a. cornaria dextra dan sinistra, yang berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aortae. A. coronaria dextra berasal dari sinus anterior aortae dan berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis dan auricula dextra. Arteri ini berjalan turun hampir vertical di dalam sulcus atrioventriculare dextra, dan pada pinggir inferior jantung pembuluh ini melanjut ke posterior sepanjang sulcus atrioventricularis untuk beranastomosis dengan a. coronaria sinistra di dalam sulcus interventricularis posterior. Sedangkan a. coronaria sinistra, yang biasanya lebih besar dibandingkan dengan a. coronaria dextra, mendarahi sebagian besar jantung. Arteri ini berasal dari posterior kiri sinus aortae aorta ascendens dan kemudian berjalan ke depan di antara truncus pulmonalis dan juga auricula sinistra. Lalu pembuluh ini berjalan pada sulcus atrioventricularis dan kemudian bercabang dua menjadi ramus interventricularis anterior dan ramus circumflexus.1

Pembuluh Balik Jantung

Sebagian besar darah dari jantung mengalir ke atrium kanan melalui sinus coronarius, yang terletak pada bagian posterior sulcus atrioventriculare dan merupakan lanjutan dari vena cardiaca magna. Pembuluh ini bermuara ke atrium dextrum sebelah kiri vena cava inferior. Vena cardiaca parva dan vena cardiaca media merupakan cabang dari sinus coronarius. Sisanya dialirkan ke atrium dextrum melalui vena ventriculi dextri anterior dan melalui vena-vena kecil yang bermuara langsung ke ruang-ruang jantung.1

Fisiologi Jantung

Secara anatomi kita telah mengetahui bahwa di dalam jantung terdapat empat buah katup: katup mitral yang terletak antara atrium dan ventrikel kiri (katup AV/atrioventrikular kiri); katup tricuspid yang terletak antara atrium dan ventrikel kanan (katup AV/atrioventrikular kanan); katup semilunar aorta yang terletak antara ventrikel kiri dengan aorta; dan katup semilunar pulmonal yang terletak antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal. Seperti yang kita telah ketahui juga bahwa katup AV diikat oleh

Page 3: Stemi

korda tendinae, yang kemudian melekat pada muskulus papilaris, yang menonjol dari permukaan dinding dalam ventrikel. Ketika ventrikel berkontraksi, maka otot papilaris juga akan berkontraksi, menarik korda tendinae ke bawah, sehingga menutup katup AV. Hal ini akan membantu menjaga katup AV tetap tertutup rapat ketika menghadapi gradien tekanan besar yang mengarah ke belakang. Sedangkan katup semilunar berbeda dengan katup AV. Katup ini memiliki tiga daun katup yang masing-masing berbentuk seperti bulan sabit/setengah bulan. Katup ini akan membuka saat ventrikel berkontraksi untuk mengalirkan darah ke arteri-arteri besar, kemudian akan tertutup kembali saat ventrikel relaksasi. Tetapi kita melihat bahwa antara vena dengan atrium tidak terdapat katup, tetapi tidak pernah terjadi masalah pada jantung kita. Hal ini terjadi karena dua alasan:

(1) Tekanan atrium biasanya tidak pernah melebihi tekanan dari vena (2) Tempat di mana vena kava masuk ke atrium mengalami penekanan parsial

ketika atrium berkontraksi.

Dinding jantung utama terdiri dari serat otot jantung yang tersusun spiral dengan arah yang berbeda-beda. Sehingga ketika berkontraksi, jantung akan memendek ke segala dimensi, tidak hanya satu arah. Masing-masing dari sel otot jantung ini saling berhubungan satu sama lainnya, melalui struktur khusus yang disebut diskus interkalaris. Di dalam lempeng ini terdapat dua buah membran: desmosome dan gap junction. Desmosome merupakan penyatu antara membran satu dengan membran lainnya. Sedangkan gap junction merupakan daerah yang memiliki resistensi listrik yang sangat rendah (1/400), memungkinkan potensial aksi untuk mudah sekali menyebar dari sel jantung satu ke sel jantung lainnya. Sehingga ketika terdapat potensial aksi, seluruh otot jantung akan berkontraksi sebagai suatu sinsitium fungsional tunggal, tetapi terpisah antara atrium dengan ventrikel. Hal ini terjadi karena tidak terdapat taut celah yang menyatukan sel kontraktil atrium dan ventrikel. Namun terdapat sistem penghantar khusus penting yang mempermudah dan mengoordinasikan transmisi eksitasi listrik dari atrium ke ventrikel untuk memastikan sinkronisasi antara pompa atrium dan pompa ventrikel.2

Aktivitas Listrik Jantung

Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh potensial aksi yang menyapu ke seluruh membran sel otot. Jantung berkontraksi, secara ritmis akibat potensial aksi yang dihasilkannya sendiri, suatu sifat otorimisitas. Terdapat dua jenis sel otot jantung:

(1) Sel kontraktil, merupakan 99% dari sel otot jantung manusia, memiliki kemampuan untuk berkontraksi, namun tidak membentuk potensial aksi sendiri

(2) Sel otoritmik, hanya 1% dari sel-sel jantung. Sel ini tidak dapat melakukan kontraksi, namun dapat membentuk potensial aksi sendiri.

Sel-sel tersebut terletak pada tempat-tempat tertentu di jantung, yaitu: nodus sinoatrialis (nodus SA), nodus atrioventrikularis (nodus AV), berkas his, dan serat purkinje.2

Sel otoritmik jantung memiliki aktivitas pemacu. Berbeda dengan saraf dan otot rangka, memiliki potensial istirahat yang mantap dan konstan, namun pada sel otoritmik jantung tidak demikian. Hal ini disebabkan karena sel otoritmik ini akan menimbulkan

Page 4: Stemi

depolarisasi lagi setelah repolarisasi untuk menimbulkan denyut yang ritmis tanpa rangsangan saraf apapun, sehingga tidak terdapat masa istirahat yang mantap.2

Potensial pemacu disebabkan oleh adanya interaksi kompleks beberapa mekanisme ionik yang berbeda. Perubahan terpenting dalam perpindahan ion yang menimbulkan potensial pemacu adalah (1) penurunan arus K (kalium) ke luar disertai dengan arus Na (natrium) yang masuk konstan, dan (2) peningkatan arus Ca (kalsium) masuk. Fase awal adalah depolarisasi lambat yang terjadi karena penurunan influks pasif K keluar, namun permabilitas Na tidak berubah, sehingga secara normal akan tetap ada Na yang masuk ke dalam, sehingga keadaan di dalam sel menjadi lebih positif, akhirnya akan menuju ke ambang letup meski lambat (depolarisasi lambat). Ketika sudah mencapai ambang letup, maka terjadilah peningkatan permeabilitas saluran Ca, sehingga terjadi influks Ca dalam jumlah besar, sehingga keadaan menjadi positif dalam waktu cepat. Ketika sudah mencapai keseimbangan (titik nol), maka dimulailah fase repolarisasi oleh efluks K yang terjadi ketika permeabilitas K meningkat akibat pengaktifan saluran K berpintu voltase. Setelah potensial aksi selesai, terjadi depolarisasi lambat berikutnya menuju ambang akibat penutupan saluran K.2

Gambar 1. Aktivitas Sel Otoritmik.2

Setelah mengetahui bagaimana potensial aksi yang terjadi pada sel otoritmik, kita juga harus mengerti dan memahami fungsi dan karakteristik dari masing-masing sel otoritmik yang telah disebutkan sebelumnya. Nodus SA berbentuk kecil, tipis, dan ellipsoid. Nodus SA terletak pada superior posterolateral pada dinding atrium dextra, di bawah dan lateral dari mulut vena cava superior. Nodus AV juga memiliki bentuk yang kecil dan terletak pada dasar atrium kanan dekat dengan septum pembatas antara atrium kiri dengan atrium kanan, di atas dari titik pertemuan antara atrium dengan ventrikel. Berkas His adalah suatu jaras yang keluar dari nodus AV dan kemudian masuk ke dalam septum interventrikularis. Pada bagian ini, berkas His akan terbagi dua cabang, ke kiri dan kanan yang masing-masing berjalan menuruni septum, kemudian melengkung mengelilingi ujung rongga ventrikel, dan kemudian berjalan kembali ke arah atrium sepanjang dinding terluarnya. Jenis yang terakhir adalah sel purkinje/serat purkinje,

Page 5: Stemi

berbentuk kecil juga dan merupakan penjuluran dari berkas His, kemudian menyebar ke seluruh miokardium ventrikel seperti suatu ranting kecil dari cabang-cabang pohon.2

Perlu diketahui bahwa masing-masing dari sel otoritmik ini memiliki laju depolarisasi lambat menuju ambang yang berbeda-beda, tentu kemampuan untuk menciptakan potensial aksi dari masing-masing sel ini juga berbeda. Sel otoritmik jantung yang memiliki kecepatan yang paling tinggi dalam mencetuskan potensial aksi adalah nodus SA. Sekali potensial aksi terjadi di sel otot jantung manapun, potensial aksi tersebut akan disebarkan hingga ke seluruh miokardium melewati gap junction dan juga oleh sistem penghantar khusus. Karena itu, nodus SA, yang secara normal memiliki kecepatan tertinggi untuk menghasilkan otoritmisitas yaitu sekitar 70-80 potensial aksi per menit, akan mengandalikan seluruh bagian jantung dalam kondisi ini, sehingga nodus SA dikenal sebagai pacemaker dari jantung. Seluruh jantung akan tereksitasi, memicu sel-sel jantung untuk berkontraksi dan memicu jantung untuk berdetak dengan kecepatan atau frekuensi yang telah diset oleh nodus SA, yaitu normal sekitar 70-80 denyutan per menit. Jaringan otoritmik lainnya tidak dapat mengeluarkan irama natural mereka yang memiliki kecepatan yang lebih lambat, karena mereka sudah teraktivasi terlebih dahulu oleh potensial aksi yang berasal dari nodus SA sebelum mereka mencapai ambang letup mereka masing-masing yang lebih lambat.2

Penyebaran eksitasi jantung harus dikoordinasikan untuk menjamin pompa yang efisien. Sekali nodus SA teraktifkan, maka potensial aksi akan menyebar ke seleuruh jantung. Agar pompa jantung menjadi efisien, penyebaran dari eksitasi ini harus mampu memenuhi tiga kriteria:1. Eksitasi atrium dan kontraksinya harus sudah selesai sebelum kontraksi dari ventrikel

di mulai. Hal ini menjamin agar ventrikel terisi penuh secara sempurna sebelum akhirnya ventrikel berkontraksi untuk memompakan darah ke seluruh bagian tubuh.

2. Eksitasi dari serat otot jantung harus dikoordinasikan untuk menjamin bahwa tiap-tiap rongga jantung berkontraksi sebagai satu unit untuk memompa secara efisien. Jika serat otot pada rongga jantung tereksitasi dan berkontraksi secara acak bukan berkontraksi secara simultan dan terkoordinasi, maka jantung akan tidak bisa memompa darah dengan efisien.

3. Baik sepasang atrium maupun sepasang ventrikel jantung harus bisa terkoordinasi secara fungsional bahwa kaedua anggota pasangan tersebut dapat berkontraksi secara simultan. Koordinasi ini memungkinkan darah akan dipompakan ke sirkulasi pulmonal dan sistemik yang tersinkronisasi.

Penyebaran dari eksitasi jantung diatur secara cermat untuk menjamin bahwa semua kriteria yang ada terpenuhi dan jantung berfungsi secara efisien, berikut adalah penjelasannya.2

Pertama-tama adalah eksitasi atrium. Potensial aksi yang berasal dari nodus SA pertama kali akan menyebar menuju ke kedua atrium, terutama dari sel ke sel jantung lainnya melalui gap junction. Selain itu, ada beberapa penghantar khusus yang memiliki batas yang kurang jelas mempercepat hantaran impuls ke seluruh atrium, yaitu:1. Jalur interatrial (interatrial pathway) terbentang dari nodus SA di dalam atrium kanan

menuju ke atrium kiri. Karena jalur ini mentransmisikan potensial aksi dari nodus SA menuju ke jalur terminal pada atrium kiri dengan sangat cepat, maka gelombang eksitasi ini dapat tersebar melalui gap junction di seluruh atrium kiri dengan waktu

Page 6: Stemi

yang hampir bersamaan dengan eksitasi yang menyebar pada seluruh atrium kanan. Ini mamastikan bahwa kedua atrium akan berdepolarisasi untuk berkontraksi secara simultan.

2. Jalur internodal terbentang dari nodus SA menuju ke nodus AV. Nodus AV adalah titik kontak elektrik satu-satunya antara antrium dan ventrikel; dalam kata lain, karena atria dan ventrikel secara struktural terhubungkan dengan jaringan ikat yang tidak dapat menghantarkan listrik, satu-satunya cara agar potensial aksi dari atrium dapat menyebar hingga ke ventrikel adalah dengan melewati nodus AV. Jalur penghantar internodal ini mengarahkan penyebaran/penyaluran potensial aksi yang berasal dari nodus SA ke nodus AV untuk menjamin kontraksi berirama ventrikel setelah kontraksi atrium. Karena dipercepat oleh jalur penghantar ini, maka potensial aksi akan sampai di nodus AV dalam waktu 30 milidetik setelah nodus SA melepaskan muatannya.2

Sebelum terjadi eksitasi ventrikel, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa yang terjadi di antara atrium dan ventrikel, terutama sebelum memasuki ventrikel. Potensial aksi yang berasal dari nodus SA akan sampai pada nodus AV, seperti yang telah kita ketahui sebelumnya. Pada nodus AV ini potensial aksi akan dihantarkan cukup lambat. Hal ini menguntungkan karena untuk menyelesaikan pengisian ventrikel cukup membutuhkan waktu Impuls tersebut mengalami perlambatan skitar 100 milidetik (AV delay), yang memungkinkan atrium untuk bisa berdepolarisasi sempurna dan berkontraksi, mengosongkan isinya ke ventrikel, sebelum depolarisasi dan kontraksi ventrikel terjadi.2

Tahap selanjutnya adalah eksitasi ventrikel. Setelah terjadinya AV delay, impuls tersebut kemudian bergerak dengan cepat menuruni septum jantung melalui cabang kiri dan cabang kanan dari berkas His dan kemudian menyebar hingga ke miokardium ventrikel melalui serat Purkinje. Anyaman serat pada sistem penghantar ventrikel ini terspesialisasi dalam menyalurkan potensial aksi dengan sangat cepat. Keberadaan sistem ini mempercepat dan mengkoordinasikan penyebaran penyebaran eksitasi ventrikel untuk menjamin ventrikel akan berkontraksi sebagai satu buah unit. Potensial aksi ini disalurkan melalui seluruh sel Purkinje dalam waktu sekitar 30 milidetik.2

Gambar 2. Sistem Penghantar Khusus.2

Setelah melihat bagaimana perjalanan impuls nodus SA hingga menyebabkan jantung berkontraksi, kita juga perlu melihat potensial aksi yang terjadi pada sel otot jantung (sel kontraktil jantung) ketika menerima impuls.2

Potensial aksi yang terjadi pada sel kontraktil jantung, meskipun dipicu oleh sel-sel nodal pemicu, sel kontraktil jantung memiliki berbagai variasi yang mencolok dalam mekanisme ionik dan bentuk disbanding potensial pada nodus SA. Tidak seperti

Page 7: Stemi

membran sel otoritmik jantung, membran sel kontraktil jantung pada saat istirahat berada pada beda potensial -90 mV hingga akhirnya akan tereksitasi oleh impuls listrik yang dihasilkan oleh pacemaker. Sekali membran sel kontraktil miokardium ventrikel terdepolarisasi mencapai ambang melalui alur tertentu melewati gap junction, potensial aksi akan terbentuk melalui proses rumit perubahan permeabilitas dan perubahan membran potensial sebagai berikut:2

1. Selama masa fase naik dari potensial aksi, potensial membran ini secara cepat berbalik ke nilai positif sekitar +20 mV hingga +30 mV (tergantung dari sel miokardium itu sendiri) sebagai hasil dari pengaktifan channel Na berpintu voltase dan Na dengan cepat masuk ke dalam sel, seperti yang terjadi pada sel-sel peka rangsang lainnya.

2. Di ujung potensial aksi, channel K dalam subkelas yang berbeda kemudian membuka sementara. Resultan yang terbatas dari pengeluaran K melalui channel yang sementara ini bersifat singkat, repolarisasi kecil dari membran menjadi lebih curam, kurang positif dari kepositifan awal.

3. Keunikan dari sel jantung ini, potensial membran ini dipertahankan dalam taraf positif dekat dengan ujung potensial aksi dalam waktu beberapa ratus milidetik, membentuk fase plateau dari potensial aksi ini. Hal ini berbeda dengan potensial aksi pendek yang terjadi pada sel saraf dan otot yang berkisar 1 sampai 2 milidetik. Fase plato ini dipertahankan oleh dua perubahan permeabilitas dependen voltase: aktivasi lambat channel Ca tipe L dan penurunan mencolok permeabilitas K. Perubahan permeabilitas ini terjadi sebagai bentuk respon dari perubahan voltase secara tiba-tiba ketika fase naik potensial aksi.

Fase turun yang sangat cepat dari potensial aksi dihasilkan dari inaktivasi channel ion Ca dan pengaktifan tertunda dari channel K berpintu voltase, sama seperti pada sel saraf dan sel otot. K yang keluar menyebabkan kepositifan membran sel berkurang drastis kembali seperti keadaan semula. Pada saat potensial istirahat, channel K berpintu voltase kembali tertutup dan channel ion K yang tidak berpintu kembali membuka.2

Gambar 3. Aktivitas Sel Kontraktil.2

2. Infark Miokard Akut

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di Negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju mortalita

Page 8: Stemi

menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25% yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.3

Infark miokard biasanya disebabkan oleh thrombus arteri koroner. Terjadinya thrombus disebabkan oleh rupture plak yang kemudia diikuti oleh pembentukan thrombus oleh trombosit. Lokasi dan lausnya miokard infark tergantung pada artei yang oklusi dan aliran darah kolateral.3

Infark miokard yang mengenai endokardium sampai epikardium disebut infark transmural, namun bias juga mengenai daerah subendokardial. Setelah 20 menit terjadi sumbatan infark sudah dapat terjadi pada subendokardium dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam terjadi infark transmural. Hal ini kadang-kadang belum selesai karena daerah sekitar infark masih dalam bahaya bila proses iskemia masih berlanjut.3

Bila arteri anterior descending sinistra yang oklusi, infark mengenai dinding anterior ventrikel kiri dan bias mengenai septum. Bila arteri sirkumpfleksa kiri yang oklusi, infark mengenai dinding lateral atau posterior dari ventrikel kiri. Bila arteri koroner kanan yang oklusi, infark terutama mengenai dinding anterior dari ventrikel kiri, tetapi bias juga septum dan ventrikel kanan.3

Oklusi arteri koronaria bisa juga tidak sampai menimbulkan infark bila daerah yang diperdarahi arteri yang oklusi tersebut mendapat pasokan oleh pembuluh arteri kolateral lainya.3

Infark miokard jenis STEMI adalah infark miokard yang terjadi pada pasien dengan Typical Chest Pain dan menetap (>20 menit) dengan gambaran EKG adanya ST Elevasi. Diagnosis STEMI ditegakkan dari ditemukannya Chest Pain, ST segmen elevasi atau diperkirakan adanya LBBB yang baru pada gambaran EKG (kompleks QRS pada sadapan merekam ventrikel kiri (I, AVL, V5, V6). Gelombang R akan melebar pada puncak atau berlekuk dan pada sadapan yang merekam ventrikel kanan akan menunjukkan Gelombang S yang dalam, lebar dan terbalik) serta ditemukannya peningkatan enzim yang menunjukkan terjadinya nekrosis miokard (troponin T, CKMB).3

Diagnosis infark miokard jenis NSTEMI adalah nyeri dada berupa perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan di substernal atau epigastrium. Pada EKG didapatkan ST segmen depresi dan T wave inverted. Selanjutnya juga didapatkan peningkatan biomarker kerusakan miokard yaitu peningkatan troponin dalam 3-4 jam dan CKMB.3

Dalam penatalaksanaan STEMI dapat dilakukan pra rumah sakit, di rumah sakit dan pasca rumah sakit. Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang ataupun consensus dari para ahli sesuai pedoman.

Tujuan utama penatalaksanaan IMA adalah diagnosis cepat menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian anti trombotik dan teapi anti platelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman dalam tatalaksana IMA dengan ST elevasi

Page 9: Stemi

yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003/ walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana dan fasilitas di tempat masing-masing serta kemampuan ahli yang ada.

Pada referat ini akan dijelaskan mengenai Infark Miokard Akut Jenis STEMI serta penatalaksaan terapi fibrinolitik pada STEMI.

BAB 2

PEMBAHASAN

1) Definisi STEMI

Page 10: Stemi

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi  pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.1,4

Gambar 4 : Perbedaan EKG Normal dan EKG pada STEMI

2) Epidemiologi STEMI

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.3

Di Amerika Serikat, sekitar 650.000 pasien mengalami IMA pertama kali dan 450.000 pasien mengalami IMA yang rekuren setiap tahunnya. Mortalitas pun meningkat empat kali lipat pada pasien dengan usia di atas 75 tahun jika dibandingkan dengan pasien usia muda.4

3) Patofisiologi STEMI

STEMI biasanya terjadi ketika aliran darah koroner menurun tiba-tiba setelah terjadinya oklusi trombotik pada arteri koronaria yang sebelumnya terdapat

Page 11: Stemi

aterosklerosis. STEMI tidak terjadi jika adanya stenosis arteri koronaria berat yang berkembang lambat, karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi terjadinya jejas pada pembuluh darah. Jejas ini terjadi/terbentuk karena beberapa faktor seperti merokok, hipertensi, dan penumpukan lemak. Pada kebanyakan kasus, STEMI terjadi ketika permukaan dari plak aterosklerotik mengalami gangguan, sehingga menyebabkan isi dari plak tersebut masuk ke dalam peredaran darah dan mendukung untuk terjadinya trombogenesis baik lokal maupun sistemik, sehingga terbentuklah trombus mural pada bagian plak yang mengalami ruptur, sehingga arteri koroner yang terlibat mengalami penyumbatan. Pemeriksaan histologi menemukan bahwa plak koroner yang mudah ruptur adalah plak yang dindingnya mengandung banyak lemak dan fibrous cap yang tipis. Setelah fase awal di mana trombosit membentuk lapisan trombosit monolayer pada bagian plak yang ruptur, berbagai agonis seperti kolagen, ADP, epinefrin, serotonin, menambah aktivasi trombosit. Setelah stimulasi trombosit oleh agonis tadi, terjadilah pelepasan tromboksan A2, yang merupakan vasokonstriktor lokal poten, terjadi juga aktivasi trombosit lebih lanjut, hingga perkembangan yang berpotensi melawan terjadinya fibrinolisis.4

Selain terjadinya pembentukan tromboksan A2, aktivasi trombosit karena agonis tadi juga mencetuskan terjadinya perubahan komformasi dari reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Sekali terubah menjadi bentuk aktifnya, maka reseptor ini memiliki afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adesif yang larut air (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWB) dan fibrinogen. Karena keduanya merupakan molekul yang multivalent, keduanya dapat mengikat dua trombosit secara langsung, sehingga terjadilah cross-linking pada trombosit dan agregrasi trombosit.4

Kaskade koagulasi terus teraktivasi atas pajanan tissue factor dalam sel endotelial yang mengalami kerusakan pada tempat terjadinya ruptur plak tadi. Faktor VII dan X juga diaktivasi, sehingga menyebabkan terjadinya konversi protrombin menjadi trombin, yang akan mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Selanjutkan kaskade pembekuan darah terus terjadi sehingga arteri koronaria sendiri mengalami penyumbatan akibat trombus yang mengandung agregasi trombosit dan benang-benang fibrin.4

Pada beberapa kasus, STEMI dapat terjadi karena oklusi koronaria yang disebabkan oleh emboli koroner, kelainan kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik lainnya yang kebanyakan adalah penyakit inflamasi. Besarnya gangguan yang terjadi pada jantung karena oklusi pembuluh darah koroner tergantung kepada:

a) Daerah yang diperdarahi oleh arteri koroner tersebut

b) Apakah sumbatan tersebut menyumbat total aliran darah atau tidak

c) Durasi terjadinya oklusi koroner

d) Jumlah darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral kepada jaringan yang terkena

Page 12: Stemi

e) Kebutuhan miokardium akan oksigen karena terjadi kehilangan suplai oksigen tiba-tiba

f) Faktor endogen yang dapat memproduksi zat untuk melisis secara cepat dan spontan terhadap trombus tersebut

g) Apakah perfusi miokard yang mengalami infark cukup adekuat atau tidak ketika aliran darah sudah kembali normal pada arteri koroner yang mengalami sumbatan tadi.

Pasien yang beresiko tinggi mengalami STEMI adalah mereka yang memiliki banyak faktor resiko terjadinya aterosklerosis dan mereka dengan angina tidak stabil. Kondisi lain yang cukup jarang terjadi adalah hiperkoagulabilitas, penyakit kolagen vaskular, penyalahgunaan kokain, dan trombi intrakardial atau massa yang dapat menyebabkan emboli koroner.4

4) Diagnosis STEMI

Pada sepertiga kasus, faktor-faktor pencetus terjadi lebih dulu sebelum terjadi STEMI, seperti olahraga yang berlebihan dan stres emosional. Meskipun STEMI dapat terjadi pada waktu kapanpun, siang maupun malam, namun ternyata irama sirkadian dapat cukup mempengaruhi, dapat terjadi serangan pada beberapa jam setelah bangun tidur.4

Nyeri, merupakan keluhan utama pasien yang mengalami STEMI. Tipe nyeri adalah nyeri dalam dan viseral. Sifat nyeri biasanya dijelaskan sebagai nyeri yang berat, seperti tertindih dan teremas, meskipun kadang-kadang dapat dijelaskan juga sebagai rasa tertusuk dan terbakar. Sifat-sifat tersebut cukup mirip dengan karakteristik nyeri pada angina pectoris, namun biasanya STEMI muncul pada saat istirahat, lebih berat, dan nyeri bertahan cukup lama. Biasanya nyeri melibatkan bagian sentral dada atau epigastrium, dan menjalar menuju lengan. Tempat penjalaran lain yang cukup jarang adalah abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Lokasi tersering terdapatnya nyeri biasanya di bawah xiphoid dan epigastrium, dan pasien biasanya menolak jika dikatakan sebagai serangan jantung karena lebih dikira sebagai gangguan pencernaan. Selain nyeri, biasanya diikuti dengan adanya kelelahan/kelemahan, berkeringat banyak, nausea, vomiting, gelisah, dan rasa akan meninggal dalam waktu dekat. Nyeri dapat muncul saat istirahat, namun jika nyeri muncul saat aktivitas, biasanya tidak mereda dengan penghentian aktivitas, berbeda dengan pada angina pektoris.4

Nyeri pada STEMI dapat meniru/mirip seperti nyeri yang timbul pada penyakit lain seperti pericarditis akut, emboli pulmonal, diseksi aorta akut, costochondritis, dan gangguan gastrointestinal. Kondisi ini harus dapat dipertimbangkan sebagai diferensial diagnosis. Penjalaran nyeri hingga trapezius biasanya tidak terjadi pada STEMI dan lebih diperkirakan sebagai pericarditis. Meskipun demikian, nyeri tidak selalu terjadi pada pasien dengan STEMI. Jumlah pasien STEMI tanpa nyeri lebih banyak dari pada pasien STEMI dengan nyeri, terutama jika pasien tersebut juga mengalami diabetes melitus, serta meningkat

Page 13: Stemi

seiring dengan meningkatnya umur. Pada orang tua, STEMI dapat terjadi berupa rasa sulit bernafas yang tiba-tiba muncul, yang dapat berlanjut menjadi edema pulmonal. Dapat juga gejala lain, dengan rasa nyeri ataupun tidak, yaitu adalah hilangnya kesadaran secara tiba-tiba, kebingungan, kelemahan yang sangat mendalam, aritmia, hingga sekedar penurunan tekanan arterial tiba-tiba tanpa sebab.4

Pemeriksaan Fisik pada STEMIKebanyakan pasien terlihat cemas dan gelisah, berusaha untuk menghilangkan

rasa sakit dengan terus merubah posisi tidur hingga stretching, namun biasanya tidak berhasil. Wajah pasien biasanya pucat, di mana hal ini berhubungan dengan keringat dan dingin pada ekstremitas yang terjadi cukup sering. Nyeri dada substernal menetap hingga lebih dari 30 menit dan diaforesis merupakan kombinasi gejala yang sangat kuat merujuk kepada STEMI. Meskipun kebanyakan pasien STEMI memiliki frekuensi nadi dan tekanan darah yang normal pada satu jam pertama serangan, namun sekitar seperempat pasien dengan infark anterior termanifestasi sebagai hiperaktivitas sistem saraf simpatis, yaitu muncul sebagai takikardi dan/atau hipertensi, dan sekitar setengah pasien dengan infark posterior menunjukkan hiperaktivitas sistem saraf parasimpatis, yaitu bradikardia dan/atau hipotensi.4

Prekordial (permukaan ventral tubuh yang berada di atas jantung dan gaster, yang meliputi epigastrium dan bagian bawah-tengah dari toraks) biasanya tenang, dan iktus kordis biasanya sulit diraba. Pada pasien dengan infark anterior, dapat terjadi pulsasi sistolik yang abnormal pada daerah periapikal dalam hari pertama gejala dan dapat hilang dengan sendirinya, yang disebabkan karena pergerakan yang tidak teratur akibat adanya perbesaran pada dinding miokardium yang mengalami infark. Tanda fisis lain yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikel adalah terdengarnya suara bunyi jantung ke-4 dan ke-3, sehingga dikatakan sebagai gallop, penurunan intesitas bunyi jantung pertama dan split yang paradoksikal bunyi jantung yang kedua. Dapat ditemukan murmur middiastolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral. Pada STEMI transmural, dapat terdengar pericardial friction rub pada kebanyakan pasien, kapanpun selama proses perjalanan penyakit masih berlangsung, dan jika pasien tersebut diperiksa secara rutin. Pulsasi karotis sering menurun dalam hal volume, yang mencerminkan adanya penurunan stroke volume. Suhu dapat meningkat hingga 38oC dalam minggu pertama pasca STEMI. Tekanan arterial dapat bervariasi; pada pasien dengan infark transmural, tekanan sistolik menurun sekitar 10-15 mmHg dari saat sebelum infark.4

Pemeriksaan PenunjangProgesivitas infark miokard melalui tiga tahap: (1) akut (awal terasa nyeri hingga hari ke-7) (2) penyembuhan (hari ke-7 sampai hari ke-28)(3) sembuh (≥29 hari).

Dalam mengevaluasi diagnosis akhir sebagai STEMI, harus dapat menentukan adanya infark sementara yang terjadi. Pemeriksaan laboratorium yang digunakan adalah: (1) EKG(2) serum cardiac biomarkers

Page 14: Stemi

(3) radiologi jantung.

EKG pada STEMIPemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan

nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.4

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG. Meskipun begitu, gelombang Q yang berada di atas zona infark tersebut dapat bervariasi dalam besarnya gelombang dan bahkan hanya ditemukan secara transien, tergantung dari status reperfusi dari iskemi miokardium dan restorasi potensial transmembran seiring berjalannya waktu. Sebagian kecil dari pasien dengan ST elevasi tidak membentuk gelombang Q, dan terjadi jika trombus tidak benar-benar menyumbat, obstruksi sementara, dan terdapat banyak arteri kolateral lainnya. Pada pasien yang mengalami nyeri iskemik tapi tidak ditemukan elevasi ST, namun jika serum cardiac biomarker of nekcrosis positif, diagnosis berubah menjadi NSTEMI. Hanya sedikit dari pasien tanpa elevasi ST berkembang menjadi gelombang Q.4

Sebelumnya, istilah miokard infark transmural ditunjukkan dengan adanya gelombang Q atau hilangnya gelombang R, dan infark miokard nontransmural ditunjukkan dengan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T. Namun ternyata tidak ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural), sehingga terminologi IMA gelombang Q/non Q/transmural /nontransmural telah diganti menjadi STEMI dan NSTEMI. Penelitian menggunakan MRI menunjukkan adanya pembentukan gelombang Q pada EKG lebih tergantung kepada volume jaringan yang terkena infark dibandingkan dengan hubungannya pada transmuralitas.4

Serum Cardiac BiomarkersBeberapa protein, yang akhirnya disebut sebagai serum cardiac biomarkers,

dilepas ketika sel otot jantung mengalami nekrosis setelah terjadinya STEMI. Tingkat pembebasan protein-protein ini berbeda-beda, tergantung dari lokasi pada intraselulernya, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik lokal. Biomarker jantung ini menjadi terdeteksi pada pembuluh darah perifer ketika pembuluh limfe jantung sudah terlalu penuh dalam membersihkan interstitial pada daerah yang mengalami infark, sehingga masuk ke dalam pembuluh darah vena. Perhitungan/penentuan penglepasan protein yang termporer tersebut memang penting, tapi selama menunggu

Page 15: Stemi

hasil lab, strategi reperfusi harus langsung ditentukan berdasarkan gejala klinis dan hasil EKG. Pemeriksaan rapid whole-blood bedside assays untuk serum marker jantung sudah tersedia dan dapat membantu dalam menentukan penanganan, terutama pada pasien dengan hasil EKG yang nondiagnostik.4

Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI) memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari pada yang dihasilkan oleh otot rangka pada umumnya. Perbedaan ini memperbolehkan pemeriksaan kuantitatif untuk cTnT dan cTnI dengan antibodi monoklonal yang sangat spesifik. Selama cTnT dan cTnI dalam keadaan normal tidak terdeteksi dan dapat meningkat >20 kali setelah STEMI, pengukuran cTnT dan cTnI sangatlah diagnostik, dan keduanya lebih dipilih sebagai pemeriksaan marker biokimia dalam miokard infark. Pemeriksaan troponin jantung sangatlah bermanfaat jika ada kecurigaan adanya cedera otot rangka atau miokard infark kecil (small MI) yang dimana kedua kondisi tersebut justru mengurangi efektivitas pemeriksaan CK dan CKMB, sedangkan CK dan CKMB diperlukan untuk membedakan antara UA (unstable angina) dengan NSTEMI. Kadar cTnT dan cTnI akan tetap tinggi selama 7-10 hari setelah terjadinya STEMI.4

CK meningkat dalam waktu 4-8 jam setelah serangan dan akan kembali normal dalam 48-72 jam. Kelemahan CK yang paling utama adalah tingkat spesifitasnya yang rendah dalam deteksi STEMI, dan CK juga dapat meningkat pada penyakit otot rangka ataupun adanya trauma otot rangka, termasuk injeksi intramuskular. Isoenzim dari CK, yaitu CKMB, cukup lebih spesifik dibandingkan dengan CK, karena tidak terdapat banyak pada organ ekstrakardial.4

Kebanyakan rumah sakit memilih melakukan pemeriksaan cTnT dan cTnI dibandingkan dengan CKMB dalam mendiagnosis STEMI, meskipun sebenarnya melakukan keduanya sebenarnya secara klinis asih dapat diterima, namun dapat menguras kantong pasien lebih banyak lagi dikarenakan kedua pemeriksaan ini cukup mahal.4

Sementara itu, telah lama diketahui bahwa jumlah/banyaknya protein yang terlepas berkorelasi dengan seberapa besar lokasi infark yang terjadi, konsentrasi puncak (peak) hanya berkorelasi lemah dengan besarnya infark. Proses rekanalisasi arteri koroner yang mengalami oklusi (baik secara spontan maupun farmakologik) pada jam-jam pertama terjadinya STEMI dapat menyebabkan peningkatan jumlah protein yang terlepas dalam pemeriksaan marker biokimia. Hal ini disebabkan karena pembersihan yang terlalu cepat dari interstitium daerah yang mengalami infark, dengan cepat melebihi klirens protein oleh pembuluh limfe.4

Reaksi nonspesifik lain yang dapat muncul sebagai akibat dari cedera miokardial adalah leukositosis, yang terjadi beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap 3-7 hari, berkisar antara 12.000-15.000/uL. ESR/LED meningkat lebih lambat dari pada peningkatan leukosit, mulai meningkat hingga puncak dalam minggu pertama, dan menetap hingga 1-2 minggu.4

Diagnosis Kerja

Page 16: Stemi

Diagnosis infark miokard akut dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi segmen ST lebih dari 2 mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau lebih dari 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat dapat memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksanan infark miokard akut, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.4

5) Penatalaksanaan STEMI

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.4

Tatalaksana AwalTatalaksana awal pada pasien STEMI dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana

pra rumah sakit dan tatalaksana di ruang emergensi.

Tatalaksana Pra Rumah SakitSebagian besar kematian di luar RS pada STEMI biasanya disebabkan adanya

fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala, dan lebih dari separuh terjadi pada satu jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:4

1. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis2. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi3. Transportasi pasien ke RS yang mempunyai fasilitas serta staf medis dokter dan

perawat yang terlatih4. Melakukan terapi reperfusi

Tatalaksana di Ruang EmergensiTujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:

mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.4

Tatalaksana Umum- Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.4

- NitrogliserinNitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg

dan dapat diberikan sampai 3 dosis dalam interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan

Page 17: Stemi

meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner. Jika nyeri dada terus berlangsung berikan NTG intravena, yang sekaligus dapat mengendai=likan hipertensi dan edema paru.4

- Mengurangi Nyeri DadaUntuk mengurangi nyeri dada dapat menggunakan morfin, aspirin, penyekat

beta. Morfin biasanya sangat efektif, namun jika tidak berespon dengan morfin dapat diberikan penyekat beta intravena.4

- Terapi Reperfusi & Terapi FarmakologisTerapi reperfusi dini dapat memperpendek lamanya oklusi koroner,

meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel, dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure. Reperfusi farmakologis juga dapat dilakukan dengan menggunakan fibrinolysis seperti streptokinase, tissue plasminogen activator, reteplase, dan tenekteplase. Terapi farmakologis dapat menggunakan obat-obat antitrombotik, penyekat beta, dan ACE inhibitor.4

BAB 3

FIBRINOLITIK

Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada tempat-tempat yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam waktu yang disarankan. Terapi fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis pertama (Kelas I-A). Pada pasien-pasien yang datang segera (<2 jam sejak awitan gejala) dengan infark yang besar dan risiko perdarahan rendah, fibrinolisis perlu dipertimbangkan bila waktu antara kontak medis pertama dengan inflasi balon lebih dari 90 menit (Kelas IIa-B). Fibrinolisis harus dimulai pada ruang gawat darurat.5

Fibrinolitik bekerja sebagai trombolitik dengan cara mengaktifkan plasminogen untuk membentuk plasmin, yang mendegradasi fibrin dan kemudian memecah trombus. Manfaat obat

Page 18: Stemi

trombolitik untuk pengobatan infark miokard telah diketahui dengan pasti. Yang termasuk dalam golongan obat ini di antaranya streptokinase, urokinase, alteplase, dan anistreplase.5

Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) lebih disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin (streptokinase) (Kelas I-B).5

Rekomendasi Terapi Fibrinolitik5

Rekomendasi Kelas Level

Terapi fibrinolitik sebaiknya diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak dapat dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis pertama

I A

Fibrinolisis perlu dipertimbangkan untuk pasien yang dating awal (<2 jam sejak awitan gejala) dengan infark luas dan risiko perdarahan rendah apabila waktu dari kontak medis pertama hingga balloon inflation >90 menit

IIa B

Bila memungkinkan, fibrinolisis sebaiknya dimulai di rumah sakit

IIa A

Agen spesifik fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase lebih disarankan dibanding dengan agen yang tidak spesifik terhadap fibrin

I B

Aspirin oral harus diberikan I B

Clopidogrel disarankan untuk diberikan bersama dengan aspirin

I A

Antikoagulasi disarankan untuk pasien STEMI yang diberikan agen fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila

Page 19: Stemi

dilakukan) atau selama pasien dirawat di rumah sakit hingga hari ke 8. Pilihan antikoagulan:

- Enoksaparin i.v diikuti s.c

- Heparin tidak terfraksi, diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan dan infuse

I

I

A

C

Pada pasien yang diberikan streptokinase, berikan fondaparinuks bolus i.v, diikuti dengan dosis s.c 24 jam kemudian

IIa B

Setelah diberikan fibrinolisis, semua pasien perlu dirujuk ke rumah sakit yang dapat menyediakan IKP

I A

PCI “rescue” diindikasikan segera bila fibrinolisis gagal (<50% perbaikan segmen ST setelah 60 menit)

I A

PCI emergensi diindikasikan apabila terjadi iskemia rekuran atau bukti reoklusi setelah fibrinolisis yang berhasil

I B

Angiografi darurat dengan tujuan revaskularisasi diindikasikan untuk pasien gagal jantung/syok

I A

Angiografi dengan tujuan untuk melakukan revaskularisasi (pada arteri yang mengalami infark) diindikasikan setelah fibrinolisis yang berhasil

I A

Waktu optimal angiografi IIa A

Page 20: Stemi

untuk pasien stabil setelah lisis yang berhasil adalah 3-24 jam

Page 21: Stemi

Gambar 5: Langkah-Langkah Reperfusi5

Page 22: Stemi

MEKANISME FIBRINOLITIK

Obat trombolitik melarutkan gumpalan darah dengan mengaktifkan plasminogen yang membentuk produk yang disebut plasmin. Plasmin adalah enzim penghancur protein yang dapat memutuskan ikatan antara molekul fibrin, yang menyusun gumpalan darah. Karena mekanisme ini, obat trombolitik disebut juga ‘aktivator plasminogen’ dan ’obat fibrinolitik’.Ada tiga kelas utama obat fibrinolitik, yaitu Aktivator Plasminogen Jaringan (tPA), Streptokinase (SK), dan Urokinase (UK). Meskipun obat-obat ini dapat melarutkan gumpalan darah namun berbeda dalam mekanismenya.5

Gambar di atas menggambarkan mekanisme fibrinolitik tPA dan SK. Turunan tPA adalah obat trombolitik yang paling sering digunakan terutama untuk gumpalan darah di koroner dan pembuluh darah serebral, karena kekhususannya mengaktifkan plasminogen yang terikat di fibrin. Mekanisme tPA menghancurkan gumpalan yaitu tPA terikat ke fibrin di permukaan gumpalan darah, mengaktivasi plasminogen yang terikat ke fibrin. Plasmin dilepaskan dari plasminogen yang terikat fibrin, kemudian molekul fibrin dihancurkan oleh plasmin dan gumpalan terlarut.5

Plasmin adalah protease yang dapat menghancurkan molekul fibrin, sehingga dapat melarutkan gumpalan. Namun, penting dicatat bahwa plasmin juga menghancurkan protein sistemik lain termasuk fibrinogen. Namun karena spesifitas fibrin yang dihancurkan oleh tPA, pelarutan gumpalan dari fibrinogen sirkulasi lebih sedikit daripada SK dan UK. Meskipun tPA cenderung selektif untuk plasminogen yang terikat pada fibrin, tPA mengaktifkan plasminogen

Page 23: Stemi

sirkulasi dengan melepaskan plasmin yang menyebabkan penghancuran fibrinogen sirkulasi dan menimbulkan keadaan fibrinolitik sistemik. Dalam keadaan normal, α2-antiplasmin yang bersirkulasi dalam darah menginaktifkan plasmin tetapi dosis terapetik tPA dan SK menyebabkan pembentukan plasmin berkurang untuk mengatasi konsentrasi α2-antiplasmin yang bersirkulasi. Secara ringkas, meskipun tPA relatif selektif bekerja pada fibrin gumpalan darah, tetapi dapat memicu keadaan lisis sistemik dan perdarahan yang tidak diharapkan5

SK bukan protease dan tidak memiliki aktivitas enzimatik, namun membentuk kompleks dengan plasminogen yang melepaskan plasmin. Berbeda dengan tPA, SK tidak terikat terutama pada fibrin gumpalan darah dan oleh karena itu terikat secara seimbang pada plasminogen yang bersirkulasi maupun yang tidak bersirkulasi. Oleh karena itu, SK memproduksi fibrigenolisis dan fibrinolisis gumpalan signifikan. Karena alasan ini, tPA lebih disukai sebagai agen trombolitik daripada SK, terutama untuk melarutkan gumpalan di koroner dan pembuluh darah serebral. Karena SK dibuat dari streptococci, pasien yang memiliki riwayat infeksi streptococci membutuhkan dosis SK yang lebih tinggi untuk memproduksi trombolisis.5

Penting dicatat bahwa efektivitas obat trombolitik bergantung pada umur gumpalan. Gumpalan yang lebih lama memiliki fibrin yang berhubungan silang dan lebih padat. Oleh karena itu, gumpalan lebih sulit dilarutkan. Untuk mengobati infark miokardial akut, obat trombolitik idealnya diberikan dalam 2 jam pertama. Lebih dari itu, efektivitasnya berkurang dan dosis yang lebih tinggi dibutuhkan untuk mencapai lisis yang diharapkan.5

KLASIFIKASI

Aktivator Plasminogen Jaringan

Kelompok obat trombolitik digunakan pada infark miokardial akut, stroke thrombotik serebrovaskular dan embolisme pulmoner. Untuk infark miokardial akut, aktivator plasminogen jaringan secara umum lebih disukai dari streptokinase.5

Alteplase (Activase®; rtPA) adalah bentuk rekombinan dari tPA manusia. Alteplase memiliki waktu paruh pendek (5 menit) dan oleh karena itu diberikan secara bolus intravena diikuti dengan infus.5

Retaplase (Retavase®) dibuat secara genetik, turunan yang lebih kecil dari tPA rekombinan yang telah ditingkatkan potensinya dan bekerja lebih cepat dari rTPA. Retaplase biasanya diberikan sebagai injeksi bolus IV. Retaplase digunakan pada infark miokardial akut dan embolisme paru.5

Tenecteplase (TNK-tPA) memiliki waktu paruh yang lebih panjang dan afinitas ikatan yang lebih besar untuk fibrin daripada rTPA. Karena kwatu paruh yang lebih panjang, dapat diberikan secara IV bolus. TNK-TPA hanya digunakan pada infark miokardial akut.5

StreptokinaseStreptokinase dan anistreplase digunakan pada infark miokardial akut, thrombosis vena dan aterial, dan embolisme paru. Ikatan ini antigenik karena diturunkan dari bakteri streptokokus.

Page 24: Stemi

Streptokinase alami (SK) bekerja kurang spesifik sehingga kurang diminati sebagai obat trombolitik daripada tPA karena menyebabkan banyak fibrigenolisis.5

Anistreplase (Eminase) adalah kompleks SK dan plasminogen. Anistreplase lebih memiliki spesifitas bekerja pada fibrin dan aktivitas yang lebih lama daripada SK alami. Namun, menyebabkan fibrigenolisis.5

UrokinaseUrokinase (Abbokinase®; UK) aktivator plasminogen tipe urine (uPA) karena dibentuk di ginjal dan ditemukan di urine. Urokinase jarang digunakan karena seperti SK, UK menyebabkan fibrigenolisis. Satu kelebihan UK dari SK adalah nonantigenik.5

Langkah-langkah pemberian fibrinolisis pada pasien STEMI5

Langkah 1: Nilai waktu dan risiko- Waktu sejak awitan gejala (kurang dari 12 jam atau lebih dari 12 jam dengan tanda dan

gejala iskemik)- Risiko fibrinolisis dan indikasi kontra fibrinolisis- Waktu yang dibutuhkan untuk pemindahan ke pusat kesehatan yang mampu melakukan

IKP (<120 menit)

Langkah 2: Tentukan pilihan yang lebih baik antara fibrinolisis atau strategi invasif untuk kasus tersebut. Bila pasien <3 jam sejak serangan dan IKP dapat dilakukan tanpa penundaan, tidak ada preferensi untuk satu strategi tertentu.5

Keadaan di mana fibrinolisis lebih baik:5

- Pasien datang kurang dari 3 jam setelah awitan gejala dan terdapat halangan untuk strategi invasive

- Strategi invasif tidak dapat dilakukano Cath-lab sedang/tidak dapat dipakaio Kesulitan mendapatkan akses vascularo Tidak dapat mencapai laboratorium/pusat kesehatan yang mampu melakukan IKP

dalam waktu <120 menit- Halangan untuk strategi invasive

o Transportasi bermasalaho Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle lebih dari 60 menito Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-to-balloon lebih dari 90

menit

Keadaan di mana strategi invasif lebih baik:5

- Tersedianya cath-lab dengan dukungan pembedahano Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-to-balloon kurang dari 90

menito Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle kurang dari 1 jam

- Risiko tinggi STEMI

Page 25: Stemi

o Syok kardiogeniko Kelas Killip ≥ 3

- Indikasi kontra untuk fibrinolisis, termasuk peningkatan risiko perdarahan dan perdarahan intracranial

- Pasien datang lebih dari 3 jam setelah awitan gejala- Diagnosis STEMI masih ragu-ragu

Kontra Indikasi Terapi Fibrinolitik

Kontra Indikasi Absolut Kontra Indikasi Relatif

Stroke hemoragik atau stroke yang penyebabnya belum diketahui, dengan awitan kapanpun.

Transient Ischemic Attack dalam 6 bulan terakhir

Stroke iskemik 6 bulan terakhir Pemakaian antikoagulan oral

Kerusakan system saraf sentral dan neoplasma Kehamilan atau dalam 1 minggu post partum

Trauma operasi/trauma kepala yang berat dalam 3 minggu terakhir

Tempat tusukan yang tidak dapat dikompresi

Perdarahan saluran cerna dalam 1 bulan Resusitasi traumatic

Penyakit perdarahan Hipertensi refrakter (tekanan darah sistolik >180 mmHg)

Diseksi aorta Penyakit hati lanjut

Infeksi endokarditis

Ulkus peptikum yang aktif

Regimen Fibrinolitik untuk Infark Miokard Akut

Dosis Awal Koterapi antitrombin

Indikasi Kontra Spesifik

Streptokinase (Sk) 1,5 juta U dalam 100 ml Dextrose 5% atau larutan salin 0,9% dalam waktu 30-60 menit

Heparin i.v selama 24-48 jam

Sebelum Sk atau anistreplase

Alteplase (tPA) Bolus 15 mg intravena 0,75 mg/kg selama 30 menit

Heparin i.v selama 24-48 jam

Page 26: Stemi

kemudian 0,5 mg/kg selama 60 menit.

Dosis total tidak lebih dari 100 mg

Koterapi antikogulan1. Pasien yang mendapat terapi reperfusi fibrinolisis, sebaiknya diberikan terapi

antikoagulan selama minimum 48 jam (Kelas II-C) dan lebih baik selama rawat inap, hingga maksimum 8 hari (dianjurkan regimen non UFH bila lama terapi lebih dari 48 jam karena risiko heparin-induced thrombocytopenia dengan terapi UFH berkepanjangan (Kelas II-A)

2. Pasien STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi, dapat diberikan terapi antikoagulan (regimen non-UFH) selama rawat inap, hingga maksimum 8 hari pemberian (Kelas IIa-B)

3. Strategi lain yang digunakan adalah meliputi LMWH (Kelas IIa-C) atau fondaparinuks (Kelas IIa-B) dengan regimen dosis sama dengan pasien yang mendapat terapi fibrinolisis.

4. Pasien yang menjalani IKP Primer setelah mendapatkan antikoagulan berikut ini merupakan rekomendasi dosis:

a. Bila telah diberikan UFH, berikan bolus UFH tambahan sesuai kebutuhan untuk mendukung prosedur, dengan pertimbangan GP IIb/IIIA telah diberikan (Kelas II-C).

b. Bila telah diberikan enoksaparin, dosis subkutan terakhir diberikan dalam 8 jam, tak perlu dosis tambahan, bila dosis subkutan terakhir antara 8-12 jam, maka ditambahkan enoxapain intravena 0,3 mg/kg (Kelas II-B)

c. Bila telah diberikan fondaparinuks, diberikan antikoagulan tambahan dengan aktivitas anti IIa dengan pertimbangan telah diberikan GP IIb/IIIa (Kelas II-C)

5. Karena adanya risiko trombosis kateter, fondaparinuks tidak dianjurkan digunakan sebagai antikoagulan tunggal pendukung IKP, sebaiknya ditambahkan antikoagulan lain dengan aktivitas anti IIa (Kelas III-C)

Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Kariadi Semarang didapatkan gambaran secara umum yang menunjukkan bahwa jumlah kasus infark miokard yang diketahui dari data rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang selama bulan Januari sampai dengan Desember 2011 sebanyak 409 kasus. Data tersebut diperoleh dengan cara memasukan kode diagnosis infark miokard, unspecified, dengan kode I21-9 pada sistem data di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.Kariadi. Terdapat 16 pasien yang rekam mediknya tidak berhasil didapatkan, sehingga hanya 393 kasus infark miokard yang dapat dianalisis.

Setelah dilakukan pemilahan lebih lanjut, terdapat 139 kasus STEMI dan 254 kasus NSTEMI, dan untuk kasus STEMI terdapat 34 kasus yang tidak memenuhi kriteria inklusi penelitian, sehingga hanya 105 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Page 27: Stemi

Kecepatan penanganan pasien di rumah sakit dinilai dari time window antara pasien tiba di rumah sakit dan mendapat terapi, pada pasien STEMI yang dapat dinilai adalah pasien mendapat terapi reperfusi yaitu door-to-needle time dan door-to-balloon time. Sasaran untuk memulai terapi fibrinolitik (door-to-needle time) adalah 30 menit, sedangkan untuk Primary PCI (door-to-ballon time) adalah 90 menit. Jumlah pasien yang mendapat reperfusi sebanyak 21 pasien, tetapi hanya 13 data door-to-needle/door-to-balloon time yang dapat dianalisis karena 8 data sisanya tidak dapat ditemukan. Tabel 16 menunjukkan bahwa pasien dengan door-to-needle time >30 menit (80%) lebih banyak daripada ≤ 30 menit (20%), begitu pula pasien dengan door-to-balloon time >90 menit (75%) lebih banyak daripada ≤ 90menit (25%).

Door to balloon time dan Door to needle time pada pasien STEMI dengan fibrinolitik dan Primary PCI

Door to balloon time Door to needle time<90 menit >90 menit <30 menit >30 menit2 (25%) 6 (75%) 1 (20%) 4 (80%)

Pada table tersebut menunjukkan bahwa kecepatan penanganan pada pasien dengan Primary PCI bervariasi dari 71-253 menit dan pada pasien fibrinolitik bervariasi dari 22-239 menit.

Komplikasi STEMI pada Pasien yang Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi

Kejadian komplikasi STEMI lebih sering terjadi pada pasien yang tidak mendapat terapi reperfusi. Hal ini tampak pada gagal jantung sebagai komplikasi tersering, lebih banyak terjadi pada pasien yang tidak mendapat terapi reperfusi (25%). Pada pasien yang mendapat terapi reperfusi, komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan minor (19,1%).

- Komplikasi STEMI pada Pasien yang Mendapat Terapi Reperfusi Kejadian komplikasi STEMI dari 21 pasien yang mendapat terapi reperfusi yang terbanyak adalah perdarahan minor sebesar 4 kasus (19,1%). Perdarahan minor berupa hematuria dan perdarahan di gusi dan mulut. Komplikasi lain yang sering terjadi adalah gagal jantung (14,3%), henti jantung (9,5%), dan kematian (9,5%). Seorang pasien STEMI dapat mengalami lebih dari 1 jenis komplikasi, seperti pada tabel berikut.Komplikasi STEMI Frekuensi Persentase (%)Perdarahan minor 4 19,1Gagal jantung 3 14,3Henti jantung 2 9,5Kematian 2 9,5Blok AV derajat 1 2 9,5Perdarahan mayor 1 4,8Syok kardiogenik 1 4,8Atrial takikardi 1 4,8Atrial fibrilasi 1 4,8Ventrikel ekstra sistol 1 4,8Disfungsi ventrikel kiri 1 4,8Stroke non hemoragik 1 4,8

Page 28: Stemi

- Komplikasi STEMI pada Pasien yang Mendapat Terapi Fibrinolitik Kejadian komplikasi STEMI dari 9 pasien yang mendapat fibrinolitik yang terbanyak adalah perdarahan minor (44,4%), berupa hematuria dan perdarahan di gusi dan mulut. Komplikasi lain yang sering terjadi adalah kematian, henti jantung, gagal jantung, atrial takikardi, atrial fibrilasi, dan atrial takikardi (22,2%). Seorang pasien dapat mengalami lebih dari satu jenis komplikasi, seperti terlihat pada tabel berikut.Komplikasi STEMI Frekuensi Persentase (%)Perdarahan Minor 4 44,4Gagal jantung 2 22,2Henti jantung 2 22,2Kematian 2 22,2Blok AV derajat 1 1 11,1Perdarahan mayor 1 11,1Syok kardiogenik 1 11,1Atrial takikardi 1 11,1Atrial fibrilasi 1 11,1Disfungsi ventrikel kiri 1 11,1Stroke non hemoragik 1 11,1

BAB 4

Page 29: Stemi

KESIMPULAN

Infark miokard biasanya disebabkan oleh thrombus arteri coroner. Terjadinya thrombus disebabkan oleh rupture plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan thrombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral.

Infark miokard jenis STEMI adalah infark miokard yang terjadi pada pasien dengan Typical Chest Pain dan menetap (>20 menit) dengan gambaran EKG adanya ST elevasi. Diagnosis STEMI ditegakkan dari ditemukannya Chest Pain, ST segmen elevasi atau diperkirakan adanya LBBB yang baru pada gambaran EKG ( kompleks QRS pada sadapan yang merekan ventrikel kiri (I,AVL,V5,V6), gelombang R akan melebar pada puncak atau berlekuk dan pada sadapan yang merekam ventrikel kanan akan menunjukkan gelombang S yang dalam, lebar dan terbalik) serta ditemukannya peningkatan enzim yang menunjukan terjadinya nekrosis miokard (troponin T, CKMB).Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin diakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplateet, pemverian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana / fasilitas di tempat masing-masing center dan kemampuan ahli yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Page 30: Stemi

1. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2006. h. 83-4, 99-118.

2. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 7th ed. USA: Cengage Learning,

2010. p. 303-27, 377-8.

3. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s

principles of internal medicine. 18thed Vol II. Philadelphia: The McGraw-Hill Companies;

2012. p. 1817-8; 2021-4.

4. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. USA: The

McGrawHill Companies; 2013. p. 365.

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kerdiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Sindrom

Koroner Akut. Edisi Ketiga. Jakarta: PP PERKI, 2015. h. 51-6.