stadium anestesi

6
Stadium Anestesi Stadium 1 (Induksi) = periode sejak masuknya obat induksi hingga hilangnya kesadaran, yang ditandai dengan hilangnya reflex bulu mata. Stadium 2 (Eksitasi) = timbul eksitasi dan delirium, pernafasan irregular, terjadi REM, timbul gerakan-gerakan involunter seringkali spastik, bias terjadi muntah yang dapat membahayakan jalan napas, aritmia jantung dapat terjadi, pupil dilatasi. Stadium ini beresiko tinggi. Stadium 3 (Pembedahan) = dibagi atas 4 plana (plane), pada stadium ini otot-otot skeletal akan relaks, pernafasan menjadi teratur, pembedahan dapat dimulai. Plana 1 : mata berputar, kemudian terfiksasi Plana 2 : reflex kornea, dan reflex laring hilang Plana 3 : dilatasi pupil, reflex cahaya hilang Plana 4 : kelumpuhan otot intercostal, pernafasan menjadi abdominal dan dangkal. Stadium 4 (Overdosis obat anestetik) : anestesi terlalu dalam, terjadi depresi berat semua system tubuh, termasuk batang otak. Stadium ini letal. Namun seiring berkembangnya teknologi, obat- obat induksi sekarang bekerja lebih cepat melampaui stadium 2, sehingga hanya dikenal 3 stadium dalam anesthesia yaitu induksi, rumatan, dan emergensi Komplikasi general anestesi meliputi durante operasi dan pasca operasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada durante operasi dapat meliputi obstruksi respirasi, batuk, depresi respirasi, hipotensi, hipertensi, aritmia, hiccup (cegukan), gigi patah, mual muntah, menggigil Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia, dengan tujuan Memberikan rasa nyaman bagi pasien. Membuat amnesia. Memberikan analgesia. Mencegah muntah. Memperlancar induksi. Mengurangi jumlah obat obat anestesika. menekan reflek reflek yang tidak diinginkan. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas Indikasi

Upload: hermansyah-chiu

Post on 31-Jan-2016

104 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

pdf

TRANSCRIPT

Page 1: Stadium Anestesi

Stadium Anestesi Stadium 1 (Induksi) = periode sejak masuknya obat induksi hingga hilangnya kesadaran, yang ditandai dengan hilangnya reflex bulu mata.  Stadium 2 (Eksitasi) = timbul eksitasi dan delirium, pernafasan irregular, terjadi REM, timbul gerakan-gerakan involunter seringkali spastik, bias terjadi muntah yang dapat membahayakan jalan napas, aritmia jantung dapat terjadi, pupil dilatasi. Stadium ini beresiko tinggi. Stadium 3 (Pembedahan) = dibagi atas 4 plana (plane), pada stadium ini otot-otot skeletal akan relaks, pernafasan menjadi teratur,  pembedahan dapat dimulai.  Plana 1 : mata berputar, kemudian terfiksasi  Plana 2 : reflex kornea, dan reflex laring hilang  Plana 3 : dilatasi pupil, reflex cahaya hilang  Plana 4 : kelumpuhan otot intercostal, pernafasan menjadi abdominal dan dangkal.  Stadium 4 (Overdosis obat anestetik) : anestesi terlalu dalam, terjadi depresi berat semua system tubuh, termasuk batang otak. Stadium ini letal.  Namun seiring berkembangnya teknologi, obat-obat induksi sekarang bekerja lebih cepat melampaui stadium 2, sehingga hanya dikenal 3 stadium dalam anesthesia yaitu induksi, rumatan, dan emergensi Komplikasi general anestesi meliputi durante operasi dan pasca operasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada durante operasi dapat meliputi obstruksi respirasi, batuk, depresi respirasi, hipotensi, hipertensi, aritmia, hiccup (cegukan), gigi patah, mual muntah, menggigil

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia, dengan tujuan Memberikan rasa nyaman bagi pasien. Membuat amnesia. Memberikan analgesia. Mencegah muntah. Memperlancar induksi. Mengurangi jumlah obat obat anestesika. menekan reflek reflek yang tidak diinginkan. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas

Indikasia. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.  b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri. c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial toilet. d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi. e. Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit. f. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan, karena pada kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli bedah. g. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tidak ada ketegangan. h. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan mudah, memudahkan respiration control dan mempermudah  pengontrolan tekanan intra pulmonal. i. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.  j. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme. k. Tracheostomni. l. Pada pasien dengan fiksasi vocal chords

Page 2: Stadium Anestesi

Kontraindikasi:a. Trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya

intubasi. b. Trauma servical yang memerlukan keadaan mobilisasi tulang vertebra servical

sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Skoring Mallampati: 1 Terlihat tonsil, uvula, dan palatum mole secara keseluruhan II. Terlihat palatum mole dan durum, bagian atas tonsil dan uvula III. Terlihat palatum mole dan durum, dan dasar uvula IV. Hanya terlihat palatum durum

Cara kerja midazolamKeuntungan gaAldrette score

PacuKriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari PACU adalah:

a. Fungsi pulmonal yang tidak terganggu

b. Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat

c. Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah

d. Orientasi pasien terhadap tempat, waktu, dan orang

e. Produksi urin tidak kurang dari 30 ml/jam

f. Mual dan muntah dalam control

g. Nyeri minimal

Page 3: Stadium Anestesi

Cara intubasi Rapid sequence induction dan awake intubation a. Rapid sequence induction: Teknik intubasi dengan induksi cepat dilakukan dengan menidurkan  pasien terlebih dahulu. Urutan tindakan induksi cepat adalah : posisi kepala dan badan atas agak tinggi 20-30 derajat (anti Trendelenburg), preoksigenasi (diberi O2 tinggi dulu dengan sungkup muka), memberi obat pelumpuh otot non-depolarisasi dosis kecil dulu sebelum memberi suksinil kolin, tekanan  pada tulang krikoid, tanpa melakukan ventilasi positif dengan sungkup muka, suntikan obat induksi yang cepat (tiopental), suntikan obat pelumpuh otot (suksinil kolin), kemudian intubasi yang langsung diikuti dengan mengembangkan balon pipa endotrakea. Tekanan pada krikoid yang dilakukan oleh asisten harus sudah dimulai waktu menyuntikkan obat induksi anastesia dan diteruskan sampai intubasi berhasil dan balon sudah dikembangkan. Pipa nasogastrik bila sudah terpasang harus dihisap dan sesudahnya diangkat sebelum melakukan induksi anastesia.  b. Awake intubation: Intubasi endotrakea dalam keadaan pasien sadar dengan anastesia topikal, pilihan teknik untuk mencegah bahaya aspirasi pada kasus trauma  berat pada muka, lehar, perdarahan usus dsb. Intubasi sadar dilakukan dengan pertolongan obat penenang seperti diazepam, fentanil atau petidin untuk mempermudah kooperasi pasien tanpa harus menghilangkan refleks jalan napas atas (yang harus mencegah aspirasi).

  E. Alat-alat yang dipergunakan

 Didalam melakukan intubasi sebaiknya kita mengingat kata S (Scope) : - laringoskop dipilih yang sesuai dan lampunya harus terang - stetoskop untuk memeriksa apakah ujung pipa berada di tempat yang benar. T (Tube) : Pipa trakea yang sesuai dengan ukuran dan sediakan satu ukuran yang lebih besar dan satu yang lebih kecil. Olesi dengan pelicin jeli. A (Airway) : Pipa nafas mulut faring T (Tape) : Plester untuk memfiksasi pipa di mulut I (Introducer) : Mandrin atau stilet untuk memandu saat memasukkan ujung  pipa trakea. C (Connector) : alat penyambung pipa kea lat anestesi S (Suction) : Alat penyedot lendir/sekret dan muntah pasien 1. Laringoskop. Ada dua jenis laringoskop yaitu : - Blade lengkung (McIntosh) untuk dewasa. - Blade lurus (Blade Magill) untuk bayi dan anak-anak. 2. Pipa endotrakheal. terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu misalnya didaerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff)  pada ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8–9,0 mm dan perempuan 7,5 – 8,5 mm. 3. Pipa orofaring atau nasofaring. Untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena  jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi. 4. Plester. Untuk memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi. 5. Stilet atau forsep intubasi. (McGill). Untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring. 6. Alat pengisap atau suction.

F. Prosedur Tindakan Intubasi.

Page 4: Stadium Anestesi

 a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus)à kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.  b. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit.Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan. c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Blade laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Blade laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan bentuk huruf V. d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan  blade laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester. e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di  pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda  berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih  berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup. f. Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien  bersangkutan.