sosek mayarakat tani

40
PROPOSAL Penyusunan Database Dan Rencana Kebijakan Program Pertanian 5 Kecamatan Kabupaten Blitar Sebagai Studi Pendahuluan Di Kabupaten Blitar 1. Latar Belakang Dalam kehidupannya, manusia tidak akan terlepas dari pemenuhan kebutuhan yang terdiri dua unsur pokok yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Kedua kebutuhan ini selalu berjalan bersamaan dan berdampingan menuju satu kesejahteraan hidup. Di Indonesia, kesejahteraan hidup/rakyat, kemajuan bangsa ditopang oleh sumber daya tani. Sebagai bukti bahwa pada Rencana Pembangunan Lima Tahun II ( REPELITA II ) dikeluarkan satu tugas pokok yaitu dari sektor pertanian, dengan rumusan sebagai berikut : a. Meningkatkan produksi pertanian/pangan untuk mencapai taraf swasembada bahan makanan pokok dan perbaikan mutu gizi serta pola makanan rakyat banyak. b. Meningkatkan hasil devisa dan menghemat penggunaannya c. Manambah lapangan kerja d. Memelihara dan meningkatkan potensi kekayaan alam dan, e. Meningkatkan penghasilan dan daya beli serta kesejahteraan rakyat petani Berdasar pada pernyataan diatas harus kita sadari bahwa para petani yang kita harapkan agar cukup bergairah untuk meningkatkan produksi usaha taninya. Setelah adanya era reformasi, pembangunan di berbagai sektor yang ada di Indonesia mengalami pembaharuan yang diharapkan dapat menjadi ke arah yang lebih baik. Untuk sektor pertanian banyak kebijakan-kebijakan pada era orde baru yang perlu dikaji ulang. Hal tersebut bertujuan agar kebijakan baru dapat meningkatkan kesejahteraan para petani pada khususnya dan Badan Pertimbangan Penelitian Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Upload: anggi-setyo-wibowo

Post on 24-Nov-2015

60 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB I

Penyusunan Database Dan Rencana Kebijakan Program Pertanian 5 Kecamatan Kabupaten Blitar Sebagai Studi Pendahuluan Di Kabupaten Blitar

1. Latar Belakang

Dalam kehidupannya, manusia tidak akan terlepas dari pemenuhan kebutuhan yang terdiri dua unsur pokok yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Kedua kebutuhan ini selalu berjalan bersamaan dan berdampingan menuju satu kesejahteraan hidup. Di Indonesia, kesejahteraan hidup/rakyat, kemajuan bangsa ditopang oleh sumber daya tani. Sebagai bukti bahwa pada Rencana Pembangunan Lima Tahun II ( REPELITA II ) dikeluarkan satu tugas pokok yaitu dari sektor pertanian, dengan rumusan sebagai berikut :

a. Meningkatkan produksi pertanian/pangan untuk mencapai taraf swasembada bahan makanan pokok dan perbaikan mutu gizi serta pola makanan rakyat banyak.

b. Meningkatkan hasil devisa dan menghemat penggunaannya

c. Manambah lapangan kerja

d. Memelihara dan meningkatkan potensi kekayaan alam dan,

e. Meningkatkan penghasilan dan daya beli serta kesejahteraan rakyat petani

Berdasar pada pernyataan diatas harus kita sadari bahwa para petani yang kita harapkan agar cukup bergairah untuk meningkatkan produksi usaha taninya.Setelah adanya era reformasi, pembangunan di berbagai sektor yang ada di Indonesia mengalami pembaharuan yang diharapkan dapat menjadi ke arah yang lebih baik. Untuk sektor pertanian banyak kebijakan-kebijakan pada era orde baru yang perlu dikaji ulang. Hal tersebut bertujuan agar kebijakan baru dapat meningkatkan kesejahteraan para petani pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Sehingga sektor pertanian Indonesia dapat bersaing di pasar dunia dan berstandart skala internasional.Pembangunan pertanian tak lepas dengan kondisi politik dan sosial yang berlaku di Indonesia. Disadari sepenuhnya bahwa telah terjadi perubahan tatanan sosial politik masyarakat sehingga berbagai aspek pembangunan lebih terdesentralisasi dan berbasis pada partisipasi masyarakat. Permasalahan timbul terutama karena proses desentralisasi tersebut masih berada pada tahap proses belajar bagi semua pihak. Hal tersebut semakin diperberat ditengah kondisi dimana anggaran pemerintah semakin terbatas, perencanaan dan pelaksanaan pengembangan pangan yang kurang terfokus, berpendekatan proyek, parsial, dan tidak berkesinambungan.( Krisnamurthi, 2003 ).Sejalan dengan kebijakan sistem pemerintahan yang bersifat lebih desentralistis dengan otonomi di tingkat Kabupaten, pendekatan pembangunan pertanian mengalami perubahan, dari sentralistis ke otonomi daerah (desentralisasi), dari pendekatan target produksi komoditas ke pembangunan sistem usaha ekonomi kerakyatan, dari penanganan oleh pemerintah bergeser kepada penggerakan partisipasi masyarakat/dunia usaha, dan dari pembangunan subsektor diarahkan kepada pembangunan wilayah. (Saptana et,al 2005)Pembangunan pertanian dan ekonomi kerakyatan harus dikembangkan dengan berbasiskan ekonomi domestik (bila perlu pada daerah kabupaten/kota) dengan tingkat kemandirian yang tinggi, kepercayaan diri dan kesetaraan, meluasnya kesempatan berusaha dan pendapatan, partisipatif, adanya persaingan yang sehat, keterbukaan/demokratis, dan pemerataan yang berkeadilan. Semua ini merupakan ciri-ciri dari Ekonomi Kerakyatan yang kita tuju bersama (Prawirokusumo, 2001).Pada era otonomisasi saat ini, konsep pengembangan ekonomi kerakyatan harus diterjemahkan dalam bentuk program operasional berbasiskan ekonomi domestik pada tingkat kabupaten dan kota dengan tingkat kemandirian yang tinggi. Namun demikian perlu ditegaskan bahwa pengembangan ekonomi kerakyatan pada era otonomisasi saat ini tidak harus ditejemahkan dalam perspektif teritorial. Tapi sebaiknya dikembangkan dalam perspektif regionalisasi di mana di dalamnya terintegrasi kesatuan potensi, keunggulan, peluang, dan karakter sosial budaya. (Fredrik Benu, 2002).Sudah menjadi pengetahuan yang luas bahwa negara-negara maju termasuk beberapa negara berkembang, seperti Singapura mempunyai suatu sistem social security jangka panjang (yang berfungsi secara permanen) untuk membantu kelompok masyarakat yang inferior dalam kompetisi memperoleh akses ekonomi. (Budiantoro,2003). Sehingga kebijakan pertanian dibuat dan diterapkan mempunyai berbagai tujuan, diantaranya adalah untuk tujuan perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat tani yang kemudian akan berdampak pada ketahanan dan kekuatan ekonomi negara.Kebijakan dunia telah sadar bahwa pembangunan dan pengembangan sektor pertanian tidak boleh mengesampingkan kondisi lingkungan sehingga akan terwujud suatu sistem pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan (sustainable agriculture). Di konferensi pembangunan pertanian, besar dukungannya supaya kebijakan-kebijakan tersebut dikembangkan dengan konsultasi masyarakat supaya mereka sendiri memiliki ide-ide dari kebijakan itu. Kebijakan tersebut harusnya juga mencerminkan keperluan untuk menemukan solusi-solusi yang praktis dan keperluan-keperluan tersebut dirinci secara tertulis oleh sekelompok orang yang terdiri dari berbagai bidang keahlian. Kebijakan final harusnya termasuk pendapat dan keperluan masyarakat lokal. (contohnya, seharusnya kebijaksanaan pertanian mencerminkan keperluan petani-petani). Untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan tersebut aspek sumberdaya manusia tidak boleh dilupakan sehinggapemberdayaan kemampuan pada semua tingkat masyarakat mutlak diperlukan. Karena kita semua tahu bahwa tingkat pendidikan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat desa masih rendah. Untuk itu masyarakat harus dilibatkan dan diikutsertakan secara aktif dan dididik dalam proses pembangunan berkelanjutan. Misalnya dengan memberdayakan masyarakat pada tingkat lokal melalui struktur tradisional dan organisasi seperti golongan wanita, golongan pemuda, LSM dll, agar mereka dapat mengambil peran dalam pengambilan keputusan mengenai masalah-masalah yang ditentukan selama konferensi pembangunan berkelanjutan ini.Dari penjelasan tersebut maka perencanaan program pembangunan pertanian harus dibuat secara matang sehingga dengan keterbatasan dana pembangunan dapat digunakan secara efisien dan tepat sasaran. Agar terhindar dari analisa yang menyimpang maka penggalian data pada perencanaan harus lengkap dan didasarkan pada pengetahuan masyarakat lokal sehingga dapatt diketahui masalah yang sebenarnya dialami dan dirasakan oleh masyarakat yang dituju. Sedangkan untuk hubungannya manusia dengan lingkungan, diperlukan adanya pendekatan yang terpadu dan transparan yang diatur oleh pemerintah dan termasuk di dalamnya analisa dampak lingkungan (AMDAL). Perencanaan infrastruktur harus bersifat lintas-sektoral (misal, pembuangan sampah dan limbah sisa usahatani yaitu pemupukan dan pestisida harus dikoordinasikan dengan sektor pengairan, dan kapasitas aliran air harus ditinjau kembali jika perencanaan agropolitan dan keparawisataan dimulai).

Perencanaan pembangunan tersebut harus didukung oleh database yang baik. Di beberapa daerah, datanya sangat kurang dan kadang tidak ada, sedangkan daerah yang merupakan prioritas harus ditentukan agar dapat dikumpulkan datanya. Data-data dan informasi yang merupakan dasar dari semua keputusan perencanaan harus disediakan kepada masyarakat lokal. Keputusan mengenai pembagian wilayah, sumberdaya dan manajemen harus transparan dan bertanggung jawab. Data tersebut harus tersedia secara komprehensif darii keadaan lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Untuk lingkungan fisik meliputi kondisi geografis dan agroklimat, sedangkan untuk lingkungan sosial meliputi kondisi sosial ekonomi dan budaya. Dimana data tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda untuk tiap-tiap tempat dan wilayah. Perencanaan harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat, dan dilakukan melalui dua pendekatan sekaligus: Dari bawah ke atas (bottom-up) dan dari atas ke bawah (top-down), yang memungkinkan dua aliran pendapat sekaligus.

Dari permasalahan yang diungkapkan diatas maka untuk mencapai sistem database yang baik dan akurat didukung oleh berbagai informasi yang disajikan dalam bentuk peta atau informasi digital dengan sistem yang baku dan berkaitan dengan lokasi geografi disebut Sistem Informasi Geografi (GIS).2. Tujuan dan ManfaatTujuan kegiatan ini adalah untuk menyusun sistem database yang berisi tentang sistem informasi kegiatan pertanian wilayah Kabupaten Blitar dan penyusunan rencana program pertanian, dengan harapan akhir terciptanya peningkatan mutu dan hasil produksi pertanian di tahun mendatang sehingga kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat secara umum dan masyarakat tani Kabupaten Blitar secara khusus mengalami suatu peningkatan.Sedangkan manfaat hasil kegiatan ini adalah :

1. Tersedianya database sebagai salah satu informasi induk kegiatan pertanian Kabupaten Blitar yang sistematis, akurat, tepat, bisa dibaca dan dimengerti mulai dari tingkat operasional sampai tingkat manajerial dan mendukung Sistem Pengambilan Keputusan (Decission Support System / DSS),

2. Tersedianya informasi yang mudah diakses oleh masyarakat luas pelaku pembangunan (stakeholders) mengenai kegiatan pertanian wilayah Kabupaten Blitar, sehingga terlaksana pendekatan community driven planning dalam perencanaan, pemanfaatan dan peningkatan hasil tani wilayah Kabupaten Blitar.

3. Adanya informasi yang lengkap dan akurat pada pengelompokan (zoning) potensi pertanian sebagai dasar rencana program pertanian ditahun-tahun berikutnya.4. Tersusunnya rencana detail program pertanian yang terarah sistematis dan teranalisa.3. Lingkup Pekerjaan

Dalam studi ini merupakan studi pendahuluhan di Kabupaten Blitar, tentang penyusunan database dan rencana kebijakan program pertanian yaitu di 5 (lima) Kecamatan Kabupaten Blitar. 5 (lima) Kecamatan yang dipilih merupakan Kecamatan-kecamatan yang berada di pusat Kabupaten Blitar, yaitu : Sanan Kulon, Nglegok, Garum, Kanigoro, Srengat, seperti terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.Sedangkan lingkup pekerjaan ini mencakup rangkaian pekerjaan sebagai berikut :

1. Identifikasi batas wilayah Kabupaten, Kecamatan, dan Desa Blitar2. Penzoningan wilayah kegiatan pertanian Kabupaten Blitar3. Kegiatan survey data potensi dan penunjang pertanian 5 Kecamatan (Sanan Kulon, Nglegok, Garum, Kanigoro, Srengat) Kabupaten Blitar 4. Penyusunan sistem informasi kegiatan pertanian 5 (lima) Kecamatan wilayah Kabupaten Blitar5. Analisa sosial ekonomi pertanian dan penyusunan rencana program pertanian 5 (lima) Kecamatan wilayah Kabupaten Blitar.Deskripsi Lokasi StudiGeografi dan KlimatologiGeographyBlitar terletak pada 111 40' - 112 10' bujur timur dan 7 09' lintang selatan, dengan total luas daerah 1,588,79 km dan memiliki perbatasan dengan :- Bagian Utara : Kediri dan kabupaten malang- Bagian Selatan : Laut Indonesia- Bagian Timur : Kabupaten Malang- Bagian Selatan : Tulungagung dan KediriClimatea. Temperatur maksimum : 30 b. Temperatur terendah : 18Luasan WilayahTotal luas area adalah 1,588.9 km yang merupakan wilayah Sungai Brantas mengalir mulai dari timur menuju baratBagian utara : 898.79 km2, lahan subur dengan kemiringan 0 - 2%, jenis tanah regosol; litosol; dan material vulkanik pasir kwarsa halus. Bagian selatan : 690 km2, dengan jenis tanah : litosol, mediteran dan renzina pada rata ta kemiringan 5 - 40%.Persentase penggunaan lahan :- Lahan 30.74%- Hutan 21.56%- Perumahan/Pemukiman 16.96%- Kebun 8.48%- Perairan 0.05%- Lainnya 0.66%Land Structure and ElevationPembagian wilayah di tingkat Kabupaten Blitar yang berdasar pada kondisi topografis, yaitu di bagi menjadi 2 bagian wilayah oleh aliran Sungai Brantas dari timur menuju barat.Ketinggiana. Elevasi tertinggi : 800 m diatas permukaan air lautb. Elevasi terendah : 40 m diatas permukaan air lautLand UsePenggunaan lahan tingkatan Kabupaten Blitar dapat di jabarkan sebagai berikut :

menggunakan teknik irigasi : 19,102,753 Ha

menggunakan semi irigasi : 5,171,367 Ha

tidak menggunakan system irigasi : 6,327,729 Ha

sawah tadah hujan : 1,133,700 Ha Dengan jenis penggunaan lahan sebagai berikut :- Sawah : 32,962,589 hecatres - Tegalan : 48,047,258 hectares- Kolaman : 136,040 hectares- Perumahan/pemukiman : 27,761,934 hectares - perkebunan : 13,279,303 hectares- Hutan produksi : 3,474,759 hectares- Hutan : 23,737,200 hectares - Uncultivated land : 250,000 hectares- Campuran : 8,630,081 hectares Secara garis besar Wilayah Blitar dapat dibagi menjadi 2 bagian wilayah besar yaitu wilayah selatan wilayah utara, sebagai berikut :B. Blitar Selatan

Kecamatan Kademangan

Kecamatan Bakung

Keamatan Wonotirto

C. Blitar Utara

Kecamatan Garum

Kecamatan Kanigoro

Kecaman Sanan Kulon

Kecamatan Nglegok

Berdasarkan lingkup pekerjaan diatas, maka berikut ini adalah diskripsi lokasi studi, yaitu 5 (lima) Kecamatan yang dipilih sebagai lokasi studi pendahuluhan.

a) Kecamatan Sanan KulonPendudukKecamatan Sanan Kulon, jumlah penduduk 46.668 jiwa, penduduk laki-laki 23.002 jiwa, penduduk perempuan 23.666 jiwa atau dalam sex rasio 97.19, menurut data Tahun 1996.Penggunaan LahanMayoritas penggunaan lahan di Kecamatan Sanan Kulon adalah : sawah 1208 ha, tegal/ladang seluas 1008 ha, pekarangan 738 ha, pengolahan lahan lainnya 379 ha.

Dalam pengolahan lahan sawah, yang menggunakan sistem pengairan secara teknis adalah seluas 834 ha, semi 259 ha, dan secara sederhana 115 ha.b) Kecamatan NglegokKecamatan Nglegok, jumlah penduduk 63.324 jiwa, penduduk laki-laki 31.018 jiwa, penduduk perempuan 32.308 jiwa atau dalam sex rasio 98.01, menurut data Tahun 1996.

Penggunaan LahanMayoritas penggunaan lahan di Kecamatan Nglegok adalah : sawah 1597 ha, tegal/ladang seluas 1163 ha, pekarangan 2018 ha, pengolahan lahan lainnya 4478 ha.

Dalam pengolahan lahan sawah, yang menggunakan sistem pengairan secara teknis adalah seluas 618 ha, semi 574 ha, dan secara sederhana 405 ha.c) Kecamatan GarumKecamatan Garum, jumlah penduduk 54.586 jiwa, penduduk laki-laki 7.280 jiwa, penduduk perempuan 27.306 jiwa atau dalam sex rasio 99.90, menurut data Tahun 1996.

Penggunaan LahanMayoritas penggunaan lahan di Kecamatan Garum adalah : sawah 2193 ha, tegal/ladang seluas 797 ha, pekarangan 1.348 ha, pengolahan lahan lainnya 1118 ha.

Dalam pengolahan lahan sawah, yang menggunakan sistem pengairan secara teknis adalah seluas 1495 ha, semi 147 ha, dan secara sederhana 551 ha.d) Kecamatan KanigoroKecamatan Kanigoro, jumlah penduduk 57.624 jiwa, penduduk laki-laki 28.692 jiwa, penduduk perempuan 28.932 jiwa atau dalam sex rasio 99.17, menurut data Tahun 1996.

Penggunaan LahanMayoritas penggunaan lahan di Kecamatan Kanigoro adalah : sawah 1803 ha, tegal/ladang seluas 114 ha, pekarangan 2929 ha, pengolahan lahan lainnya 3043 ha.

Dalam pengolahan lahan sawah, yang menggunakan sistem pengairan secara teknis adalah seluas 1568 ha, semi 161 ha, dan secara sederhana 72 ha, tadah hujan 2 ha.

e) Kecamatan SrengatKecamatan Srengat, jumlah penduduk 57.505 jiwa, penduduk laki-laki 28.723 jiwa, penduduk perempuan 28.782 jiwa atau dalam sex rasio 99.8, menurut data Tahun 1996.

Penggunaan LahanMayoritas penggunaan lahan di Kecamatan Sanan Kulon adalah : sawah 1622 ha, tegal/ladang seluas 2814 ha, pekarangan 452 ha, pengolahan lahan lainnya 511 ha.

Dalam pengolahan lahan sawah, yang menggunakan sistem pengairan secara teknis adalah seluas 1088 ha, semi 113 ha, dan secara sederhana 421 ha.

Gambar 1. Lokasi Usulan Pekerjaan4. Methodologi4.1 Hubungan Lingkungan Biofisik dengan Lingkungan SosialLingkungan hidup terdiri atas dua aspek, yaitu tediri dari aspek biofisik dan aspek sosial. Kedua aspek tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi untuk mencapai suatu keseimbangan dan keberlangsungan hidup yang teratur, sehingga apabila salah satu aspek diabaikan maka akan terjadi suatu gangguan. Oleh sebab itu dalam suatu perencanaan pembangunan kedua aspek tersebut harus diperhatikan.

Dalam suatu perencanaan pembangunan dan penciptaan teknologi sering dijumpai dalam penggalian sumber datanya hanya mengutamakan aspek biofisik saja. Padahal hal tersebut akan menyebabkan suatu tujuan tidak akan tercapai apabila mengabaikan aspek lingkungan sosial. Yang mana menurut Soemarwoto (2001) sangatlah penting untuk menggunakan pendekatan secara holistic apabila ingin merencanakan suatu program proyek-proyek pembangunan. Dalam aspek sosial adalah mengkaji mengenai manusia dan bagaimana hubungannya dengan manusia lain serta hubungannya dengan keadaan lingkungan biofisik disekitarnya. Aspek sosial biasanya terbagi dalam beberapa sektor yang saling berkaitan yaitu aspek ekonomi, politik dan sosial budaya. Hal tersebut terkait dengan kebutuhan dasar manusia untuk kelangsungan hidupnya.

Lingkungan sosial budaya dan ekonomi sangatlah penting bagi kesinambungan pembangunan yang berkelanjutan. Sebab pembangunan dilakukan oleh dan untuk manusia yang hidup di dalam kondisi sosial budaya dan ekonomi tertentu.4.2 Daya Dukung Lingkungan Agraris

Menurut Soemarwoto (2001) konsep daya dukung lingkungan paling mudah diterapkan pada sistem agraria yang masih sederhana. Dalam sistem itu populasi manusia hidupnya bertumpu pada pertanian dalam arti luas, termasuk peternakan dan perikanan dan belum berkembang teknologi modern serta sistem ekonomi pasar. Dalam keadaan ini kita tinjau adalah daya dukung lingkungan alamiah, yaitu sistem yang tak tersubsidi.

Pada dasarnya daya dukung itu tergantung pada persentase lahan yang dapat dipakai untuk pertanian dan besarnya hasil pertanian persatuan luas dan waktu (Soemarwoto, 2001).

A. Persentase Lahan Pertanian

Makin besar persentase lahan yang dapat dipakai untuk pertanaian makin besar daya dukung daerah itu.

Persentase lahan itu ditentukan oleh :

1. kesesuaian tanah untuk pertanian,

2. kebutuhan lahan untuk keperluan lain di luar sector pertanian

3. dan adanya penyakit hewan atau penyakit manusai yang berbahaya.

Tanah dapat tidak sesuai untuk pertanian karena sifat kimianya, misalnya kandungan unsur hara yang rendah tingkat keasaman tinggi (pHnya rendah) dan mengandung zat beracun. Dapat juga karena sifat fisik misalnya berbatu-batu, terendam air atau kekurangan air dan kemiringan lereng yang besar. Karena di daerah di luar Jawa banyak yang berupa rawa atau mempunyai sifat kimia yang tidak baik untuk pertanian. Persentase daerah yang sesuai untuk pertanian lebih rendah dari daerah yang ada di Pulau Jawa, dan karena itu daya dukung umumnya juga lebih rendah.

Untuk hidupnya manusia juga membutuhkan lahan untuk keperluan yang lain dari pertanian. Misalnya untuk pemukiman, jalan, kuburan dan gedung umum seperti sekolah dan masjid. Ironinya makin tinggi kepadatan penduduk, sehingga dibutuhkan makin banyak pangan, makin banyak pula kebutuhan lahan diluar sektor pertanian. Karena itu dengan kenaikan kependudukan itu umumnya justru terjadi penurunan daya dukung lingkungan.

Adanya penyakit hewan atau penyakit manusia yang berbahaya di suatu daerah juga menyebabkan menurunya persentase lahan yang dapat digunakan untuk pertanian (Soemarwoto, 2001).

B. Hasil Pertanian per Satuan Luas dan Waktu

Hasil pertanian persatuan luas dan waktu ditentukan oleh :

1. iklim,

2. kesuburan tanah,

3. dan sistem pertaniannya.

Untuk Indonesia faktor iklim yang terpenting ialah curah hujan. Suhu hanya penting untuk pertanian di daerah pegunungan di atas 1.000 meter dari permukaan laut. Di jawa musim hujan makin pendek bila kita bergerak dari Jawa Barat ke Jawa Timur. Oleh karena itu pada umunya, jika tak ada pengairan, produksi pertanian makin ke timur makin berkurang. Di Jawa Barat banyak daerah dapat memanen padi dua kali dalam satu tahun dengan mengandalkan hujan. Tetapi makin ke timur ,semakin banyak daerah yang hanya dapat ditanami satu kali dalam satu tahun. Yaitu dalam masa musim hujan saja sedangkan dalam musim kemarau lahan tidak bisa ditanami apa-apa.

Kesuburan tanah sangat menentukan besarnya produksi pertanian. Di Indonesia kesuburan tanah berkaitan erat dengan kegiatan volkanisme. Sistem pertanian sangat berkaitan dengan iklim dan kesuburan tanah. Hal tersebut dapat terlihat dari pola tanam dari berbagai daerah. Di daerah dengan musim hujan yang pendek dan musim kemarau yang panjang, orang hanya dapat menanam satu kali dalam satu tahun. Sisa waktunya tidak dapat digunakan. Daerah dengan sistem penenaman sekali dalam satu tahun mempunyai dayadukung lebih rendah daripada daerah dengan dengan sistem penanaman dua kali dalam satu tahun (Soemarwoto, 2001).4.3 Rasio Manusia-Lahan, kepadatan penduduk dan Daya Dukung

Lahan yang tersedia tidak akan bertambah, tetapi jumlah penduduk yang semakin meningkat membutuhkan terus menerus kebutuhan lahan dari tahun ke tahun. Akan menyebabkan rasio manusia-lahan menjadi semakin besar, meskipun pemanfaatannya pada setiap jengkal lahan sangat dipengaruhi oleh taraf perkembangan kebudayaan suatu masyarakat.

Rasio manusia-lahan adalah hasil perbandingan antara jumlah orang dan luas lahan di suatu daerah. Dalam hubungan ini, konsep kuantitatif yang mendapat penggunaannya secara meluas adalah kepadatan penduduk. Sedangkan untuk mengoperasikan konsep kepadatan penduduk secara umum hanya diperlukan data luas wilayah dan jumlah penduduk yang bertempat tinggal di wilayah bersangkutan. Kepadatan penduduk dapat didefinisikan sebagai jumlah orang persatuan luas lahan (per km, per mil2) di suatu daerah.

Di Indonesia kepadatan penduduk, umumnya dinyatakan sebagai jumlah orang (penduduk) per km2 luas wilayah. Kepadatan penduduk secara umum ini disebut juga kepadatan penduduk geografis. Angka kepadatan penduduk keseluruhan bagi wilayah Indonesia kurang bermakna karena masalah sebaran penduduk yang tidak merata. Maka untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam dari kepadatan penduduk dalam arti umum, maka sering pula kepadatan penduduk diperinci dalam konsep-konsep yang lebih khusus, umpamanya di hitung per satuan luas lahan pertanian, bahkan untuk daerah tertentu per luas sawah (Rusli,1995).

Lahan pertanian dalam arti luas tidak hanya arable land atau cultivable land seperti sawah dan tegalan/ladang tetapi juga productive non-arable land (Hutan, padang penggembalaan dan lain-lain). Lahan pertanian dalam arti luas ini merupakan lahan-lahan yang dapat bermanfaat untuk pertanian (usable agricultural land). Dalam hubungan ini konsep kepadatan agraris (agrarian density), biasanya menghubungkan jumlah penduduk yang mengggantungkan hidupnya dari pertanian dengan luas lahan pertanian yang dapat diusahakannya (arable land) atau (cultivable land) atau kadangkala dengan luas lahan yang diusahakannya (cultivated land) (Rusli, 1995).

Untuk melihat jumlah manusia yang dapat ditampung di suatu unit wilayah, konsep yang dipandang lebih bermakana dari konsep kepadatan penduduk adalah konsep daya dukung. Secara singkat daya dukung dapat dibatasi sebagai kemampuan mendukung kehidupan manusia, yaitu untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Dalam hubungan dengan daya dukung ini perlu diungkapkan hasil pemikiran menurut Otto Soemarwoto yang mengemukakan suatu model kuantitatif tekanan penduduk untuk masyarakat-masyarakat agraris sebagai berikut :

di mana t = periode waktu

PPt= indeks tekanan penduduk pada waktu t

Lt= luas lahan pertanian pada waktu t

Z=luas lahan pertanian rata-rata yang diperlukan oleh tiap penduduk

petani pada suatu standar hidup yang diingikan (standar hidup yang dipandang memadai)

Po= Jumlah penduduk pada awal periode

R= reit erkembangan penduduk tahunan pada periode t

F= proporsi penduduk petani

= proporsi pendapatan petani yang bersumber dari aktivitas-

aktivitas non-pertanian.

Dalam hal ini besaran Z adalah fungsi dari standar hidup yang dipandang memadai (H), Iklim (C), Lahan (S), input teknologi (T), kandungan hara (N), dan nilai pasar dari hasil-hasil produksi pertanian (M) atau dapat ditulis Z = g(H,C,S,T,N,M). Besaran Z ini merupakan salah satu faktor yang sangat menetukan ada tidaknya tekanan penduduk di suatu wilayah, tetapi besaran ini juga tidak mudah ditentukan. Sebagaimana terlihat pada model tersebut, faktor lain yang menentukan adalah besaran jumlah penduduk petani dan proporsi pendapatan non-pertanian yang juga harus dilakukan perkiraan-perkiraan secara khusus (Rusli, 1995).4.4 Penentuan garis kemiskinan

Biro pusat statistik menetapkan garis kemiskinan berdasarkan tingkat kecukupan konsumsi kalori yaitu 2.100 kalori per kapita per hari. Suatu keluarga digolongkan sangat miskin jika pendapatannya hanya mampu memenuhi kebutuhan minimum kalori yang ditetapkan, sedangkan bila pendapatannya selain mampu memenuhi kebutuhan kalorinya juga mampu memenuhi kebutuhan pokok lainnya seperti perumahan, air, sandang dan pendidikan digolongkan keluarga miskin. Dalam hal ini Bank Dunia menggunakan kriteria US$ 50 per kapita per tahun untuk daerah pedesaan sebagai batas garis kemiskinan (Rusli,1995).4.5 Keadaan Lingkungan Sosial

Keadaan lingkungan sosial yang meliputi aspek ekonomi dan sosial budaya, dapat dilihat dari data kependudukan. Data kependudukan yang terpenting ialah data kepadatan penduduk. Hal tersebut menurut Rusli (1995) dikarenakan secara alamiah daya dukung lingkungan sangat erat berkaitan dengan kepadatan penduduk. Hal ini telah banyak dipelajari di berbagai Negara. Penelitian itu menunjukkan di dalam masyarakat terdapat cara atau pranata untuk mengatur laju pertumbuhan penduduk, agar kepadatan penduduk tetap ada dibawah daya dukung lingkungan. Meskipun demikian, sering tidak ada bukti nyata pranata itu mempunyai tujuan khusus untuk mengatur laju pertumbuhan penduduk. 4.6 Komposisi Penduduk

Penduduk merupakan jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil proses-proses demografi yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi. Komposisi penduduk menggambarkan susunan pendududk menurut karakteristik-karakteristik yang sama. Beragam pengelompokkan dapat dibuat berdasarkan atas etnis, agama kewarganegaraan, bahasa, pendidikan yang diselesaikan, umur, jenis kelamin, dan golongan pendapatan. Adakalanya, istilah tertentu digunakan untuk komposisi atas dasar karakteristik tertentu umpamanya, struktur penduduk dan piramida penduduk bagi komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, dan distribusi penduduk bagi komposisi penduduk menurut geografis tempat tinggal ( Rusli, 1995).4.7 Komposisi penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin

Diantara beragam komposisi penduduk yang dapat disusun komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin bagi suatu masyarakat penting baik dalam kerangka biologis, ekonomis maupun sosial. Umpamanya penting dalam pertaliannya dengan angka-angka kelahiran, kematian, rasio beban tanggungan dan jumla penduduk usia sekolah.

Menurut Rusli (1995) Rasio jenis kelamin pada umumnya dinyatakan sebagai perbandingan jumlah laki-laki per 100 perempuan. Angka rasio jenis kelamin dapat dihitung menurut golongan umur disamping bagi penduduk total. Angka-angka rasio jenis kelamin menurut golongan umur ini disebut age specific sex ratios. Pola rasio jenis kelamin menunjukkan angka-angka rasio jenis kelamin dalam berbagai golongan umur di suatu masyarakat. Bukti-bukti empiris menunjukkan angka rasio jenis kelamin pada saat lahir sekitar 103-105, ini merupakan gejala alami. Dalam keadaan normal angka rasio jenis kelamin pada saat lahir ini secara perlahan menurun hingga menjadi kurang lebih 100 (berimbang) pada golongan-golongan umur muda dan selanjutnya terus menurun sedikit di bawa 100 pada golongan-golongan umur tua.

Selain faktor rasio jenis kelamin pada saat lahir, tinggi rendahnya angka-angka rasio jenis kelamin secara total maupun bagi golongan-golongan umur di suatu masyarakat atau komonitas dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat kematian laki-laki dan perempuan secara relative, dan oleh perbedaan-perbedaan tingkat migrasi neto antar jenis kelamin.4.8 Angkatan kerja, Partisipasi angkatan kerja, pengangguran dan Kesempatan Kerja.

Angkatan kerja (labour force) merupakan konsep yang memperlihatkan economically active population, sedangkan bukan angkatan kerja adalah mereka yang tergolong non-economically population. Konsep man power juga menunjuk pada labour force , ini berbeda dengan penduduk usia kerja, karena tak semua penduduk usia kerja tergolong dalam angkatan kerja. Akan tetapi hanyalah mereka yang dinyatakan sebagai tergolong dalam usia kerja yang diperhatikan apakah tergolong angkatan kerja atau bukan.

Penetapan usia kerja sendiri tak lepas dari masalah-masalah. Bagi penetapan usia kerja, yang memerlukan kehati-hatian adalah penetapan batas umur bawah dan batas umur atas seperti halnya yang telah dikemukakan pada uraian tentang konsep angka rasio beban tanggungan. Sedikit, banyak, batas-batas usia kerja dari penduduk warga suatu masyarakat merupakan fungsi dari kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Di Indonesia banyak diantara golongan perempuan tercatat sebagai "pegurusan rumah tangga" yang dalam definisi sensus penduduk, mereka ini tidak termasuk angkatan kerja (Rusli, 1995).4.9 Reit Pertisipasi Angkatan keja Menurut Umur dan jenis kelamin dan reit pengangguran

Secara umum reit partisipasi angkatan kerja dapat dinyatakan sebagai jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja per 100 penduduk usia kerja. Jika penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk 15-55 tahun, maka

Reit partisipasi Angkatan Keja :

(RPAK)= (Jumlah angkatan kerja/penduduk 15-55 th) x 100

Sedangkan untuk reit angkatan kerja menurut golongan umur dan jenis kelamin adalah;

RPAKM15-19 =(Jumlah angkatan kerja laki-laki 15-19 th/penduduk laki-laki 15-55 th) x 100

Reit partisipasi angkatan kerja umumnya rendah atau agak rendah pada usia muda dan tua. Sebagian mereka yang berusia muda masih sekolah, sedangkan sebagian pada usia tua telah tidak bekerja ataupun mencarai pekerjaan. Reit partisipasi angkatan kerja penduduk perempuan biasanya lebih rendah daripada penduduk laki-laki. Hal ini dikarenakan banyak diantara golongan perempuan tercatat sebagai pengurusan rumah tanggga. Di pedesaan reit partisipasi angkatan kerja mungkin pula berfluktuasi menurut musim. Pada masa sibuk yaitu masa-masa panen dan masa pengolahan lahan hingga penanaman reit partisipasi angkatan kerja biasanya lebih tinggi dibanding dengan masa senggang yaitu masa menunggu panen dan setelah panen.

Jika reit partisipasi angkatan kerja merupakan hasil perbandingan antara angkatan kerja dengan penduduk usia kerja, maka reit penganggguran hanya mempersoalkan komponen-komponen angkatan kerja yaitu yang bekerja dan yang sedang mencari kerja. Reit pengannguran (RP) dapat didefinisikan sebagi jumlah pengangguran per 100 orang yang tergolong angkatan kerja.

Reit pengangguran (RP) =( Penduduk yang menganggur / angkatan kerja) x 100

Dalam sensus penduduk yang digolongkan bekerja adalah :

1. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan suatu pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam selama seminggu yang lalu.

2. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari satu jam, tetapi mereka adalah :

a. pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintah atau swasta yang sedang tidak masuk bekerja karena cuti, sakit, mogok, mangkir, perusahaan menghentikan kegiatannya sementara dan sebagainnya.

b. Petan-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menunggu panenan atau menunggu hujan untuk menggarap dan sebagainya.

c. Orang-orang yang bekerja di bidang keahlian seperti dokter, tukang cukur, tukang pijat, dan sebagainya (Rusli, 1995).

Sesuai dengan pendekatan labour utilization menurut Rusli (1995) angkatan kerja terdiri dari mereka yang sudah termanfaatkan secara penuh dan mereka yang belum termanfaatkan secara penuh. Angkatan kerja yang belum termanfaatkan secara penuh dapat dibagi dalam kategori-kategori:

1. penganggur (penganggur terbuka)

2. Jam kerja kurang

3. tingkat pendapatan rendah meskipun jam kerja cukup

4. Tidak sesuai antara pekerjaan dan pendidikan/ketrampilan yang diperoleh

5. Pengangguran pasif atau tenaga kerja yang kehilangan harapan

Penggolongan lapangan pekerjaan (industry) yang biasa dipakai seperti dalam sensus Penduduk 1971 dan 1980 menurut Ruli (1995) terdiri dari :

1. Pertanian, Perburuan, Kehutanan dan Perikanan (Agriculture, Hunting, Forestry and Fishing).

2. Pertambangan dan penggalian (Mining and quarriying).

3. Industri pengolahan (Manufacturing)

4. Listrik, gas dan air (Electricity)

5. Bangunan (Construction)

6. Perdagangan, Rumah Makan, dan Hotel (Wholesale and Retail Trade, Restaurants and Hotels)

7. Pengangkutan, Penyimpanan/pergudangan dan Komunikasi (Transport, Storage, and Communication)

8. Keuangan, Asuransi dan Perdagangan tak bergerak/Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, Jasa, Perusahaan (Financing, Insurance, Real Estate and Business Service )

9. Jasa-jasa kemasyarakatan, Sosial dan Pribadi (Community, Social and Personal Services/Publik Services).4.10 Gerak Penduduk dan Urbanisasi

Penghambatan penduduk tersebut dalam suatu masyarakat bisa berupa pranata budaya, bencana alam baik yang disengaja maupun tidak disengaja, serta migrasi penduduk. Proses migrasi yang sering ditemukan di Indonesia adalah urbanisasi. Proses itu umumnya makin kuat, apabila makin besar suatu kota. Urbanisasi sering disebutkan sebagai hasil dua kekuatan besar, yaitu pada satu pihak dorongan dari desa dan pada pihak lain tarikan dari kota.

Dorongan dari desa ialah kepadatan penduduk yang melampaui dayadukung lingkungan, sehingga pangan tidak mencukupi dan lingkungan mengalami kerusakan. Dorongan ini disebut tekanan penduduk. Mereka yang tidak menyerah pada nasib akan mencari kesempatan baru di tempat lain, umumnya adalah di kota. Dorongan lain untuk meninggalkan desa dapat juga buruknya keamanan dan bencana alam. Kedua faktor ini mempunyai aspek ekologi yang lain dari kepadatan penduduk. Kedua faktor ini juga mempunyai efek negative terhadap dayadukung lingkungan. Orang desa yang bermigrasi ke kota umumnya mempunyai pendidikan yang rendah dan tidak trampil (Rusli, 1995).

Menurut Rusli (1995) di berbagai desa dan kelurahan di indonesia terdapat data perpindahan penduduk hasil sistem pencatatan penduduk yang berlangsung. Namun kegunaan dari data ini terbatas oleh karena bukan hanya sering tidak dapat dipakai untuk mengukur migrasi penduduk antar ruang geografis yang lebih tinggi dari tingkat desa atau kelurahan. Yang dilaporkan biasanya adalah berapa jumlah penduduk yang datang dan yang pergi ke dan dari desa-desa atau kelurahan-kelurahan yang bersangkutan dan secara implisit ini berarti definisi migrasi adalah penduduk yang melakukan perpindahan melintasi ruang geografis desa atau kelurahan.

Menurut Rusli (1995) apabila untuk tahun tertentu di suatu daerah terdapat data jumlah migran masuk dan migran keluar atau jumlah migrasi masuk dan migarsi keluar, dapat dihitung reit migrasi sebagai berikut :

Ret Migrasi Kasar (RMK) =

Ret Migrasi Masuk

=

Ret Migrasi Keluar

=

Ret Migrasi Neto

=

Dimana:

M= Jumlah migran (migrasi ) masuk dan migran (migrasi) keluar selama tahun tertentuMm= Jumlah migran (migrasi) masuk selama tahun tertentuMk=Jumlah migran (migrasi) keluar selama tahun tertentuPtt= penduduk tengah tahun dari tahun yang bersangkutanK= misalnya 1000

Tetapi kenyataannya angka-angka jumlah migran (migrasi) sebagai hasil pencatatan langsung sering tidak tersedia.

Reit migrasi neto untuk daerah tertentu dapat diperkirakan secara tidak langsung bilamana bagi daerah yang bersangkutan tersedia cukup memadahi tentang reit kelahiran dan reit kematian di samping tentang reit perkembangan penduduk. Dalam hal cukup memdai tersedianya data kelahiran dan kematian, akan dapat ditentukan reit perkembangan penduduk alami dan selanjutnya angka reit migrasi neto merupakan selisih antara reit perkembangan penduduk tahunan dan reit perkembangan penduduk alami.

Dalam menggali data keadaan sosial masyarakat petani maka kosep petani harus diketahui. Hal tersebut bertujuan agar dapat diketahui batasan antara petani kaya, petani penyakap dan buruh tani. Menurut frank Ellis (2003) tujuan dari pendefinisian tersebut yaitu agar dapat membedakan antara petani penyakap dari :

1. Kelompok sosial lainnya khusus kelompok petani yang mengusahakan perkebunan, perusahaan pertanian padat modal

2. Di dalam konsep petani penyakap terdapat konsep waktu dan perubahan untuk membedakannya dari stagnasi dan usahatani tradisional

3. Konsep tersebut harus dapat dianalisi secara ekonomis.

Beberapa gambaran usahatani petani penyakap adalah sebagai berikut :

1. kegiatan ekonomi utama . petani gurem adalah petani yang umumnya memperoleh sumber pendapatan untuk menunjang hidupnya dari bertani pada sebidang lahan.

2. Lahan. Petani kecil dengan buruh tani adalah bahwa petani kecil memiliki akses terhadapa lahan pertanian yang digunakan sebagai basis untkmemenuhi kebutuhan hidup keluarganya

3. tenaga kerja. Salah satu hal yang membedakan petani kecil dari petani besar lainnya adalah penggunaan tenaga kerja. Petani kecil masih melibatkan tenaga kerja keluarga.

4. Modal usaha tani. Petani kecil adalah usaha tani untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Petani kecil membelanjakan modalnya bukan semata atas pertimbangan kebutuhan usahatani tetapi akan sangat tergantung pada kebutuhan keluarga.

5. Konsumsi. Fenomena mendasar yang mewarnai usahatani petani kecil adalah pola usahatani subsisten. Petani inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa akses mereka ke pasar menjadi terbatas.

Penelitian sosial ekonomi pertanian kadang-kadang tidak merasa puas dengan terkumpulnya data penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani. Sebab ia ingin lebih jauh mengkaitkan dengan faktor penyebab lainnya, misalnya mengapa pendapatan petani itu kecil apa kaitannya dengan keadaan sosial ekonomi keluarga, tingkat kesehatan keluarga dan lainnya.4.11 Pengumpulan Data Sosial Ekonomi yang Lainnya

Menurut Soekartawi (2002) pengumpulan data sosial lainnya selain data kependudukan adalah data yang berkaitan dengan variabel sosial, yaitu : tingkat dan sumber pendapatan, pendidikan, kesehatan, perumahan, sarana air bersih dan sanitasi.

Data tentang tingkat dan sumber pendapatan ini dapat dikelompokkan berdasakan sumbernya : misalnya pendapatan yang diperleh dari kegiatan pertanian, pekarangan, peternakan, perikanan dan kegiatan di luar pertanian atau sumber pendapatan lainnya.

Data yang berkaitan dengan pendidikan adalah tingkat pendidikan baik formal maupun nonformal. Kegiatan penyuluhan (pertanian, kelurga berencana atau KB) kegiatan karyawisata pertanian dan lain-laian perlu diketahui. Sebab data ini dipakai untuk mengantisipasi kaitan tingkat pendidikan dengan keberhasilan suatu proyek usahatani.

Data kesehatan yang perlu dikumpulkan adalah berkaitan dengan aspek :

(a) banyaknya orang sakit dan macamnya

(b) pelayanan kesehatan (medical service)

(c) frekuensi orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit

Data rumah juga penting karena rumah dapat dipakai sebagai indikasi pengaruh tidak langsung dari suatu proyek. Data ini meliputi bentuk dan asal bahan rumah.4.12 Pengumpulan Data Kelembagaan

Macam data kelembagaan di pedesaan yang perlu dikupulkan menurut Soekartawi (2002) adalah semua data kelembagaan yang sekiranya berkaitan dengan kegiatan usahatani, misalnya (a) data yang berkaitan dengan tersedianya sarana produksi seperti data kegiatan KUD (b) kelembagaan keuangan (bank swata, bank pemerintah, atau kelembagaan keuangan yang tidak resmi) (c) data yang berkaitan dengan kegiatan penyuluhan pertanian atau penyuluhan lainnya, (d) data yang berkaitan dengan organisasi kemasyarkatan seperti kontak tani, gotong royong atau lainnya.4.13 Data Prilaku petani dalam usahatani

Data prilaku petani dapat dilihat dalam penerapan penggunaan factor-faktor produksi pertanian. Faktor produksi dalam usahatani menurut soekartawi (2002) antara lain:

1. pengolahan tanah

Pengolahan tanah yang dilakukan, pengolahan sempurna atau sesuai dengan kebutuhan. Selain itu alat bantu dalam pengolahan tanah, bisa berupa mesin juga bisa berupa hewan ternak.

2. Penggunaan bibit, pupuk, dan pestisida

Penggunaam bibit dapat berupa bibit local atau bibit unggul, serta ukurannya dalam penanaman

Jenis upuk yang digunakan, dosis yang diberikan serta cara melakukan pemupukan.

Jenis pestisida yang digunakan, dosis yang diberikan serta cara melakukan pemupukan.

3. Pengairan

Pengairan yang digunakan, teknis, setengah teknis atau tadah hujan.

Menurut soekartawi (2002) dalam penenlitian mengenai usahatani paling tidak mencakup informasi sebagai berikut :

a) identitas sample

b) Idenitas KK dan keluarganya

c) Identitas usahatani keseluruhan

d) Identitas usahatani keseluruhan parsial

e) Identitas sarana pendukung usahatani (kelembagaan) seperti informasi tentang KUD (Koperasi Unit Desa), PPL, BRI (Bank Rakyat Indonesia).

f) Identitas keadaan prasaranan (lokasi usahatani, keadaan jalan, akses usahatani terhadap pengaruh teknologi dan sebagainya), dan

g) Identitas lain yang dianggap perlu.4.14 Metode Penggalian Data

Untuk mengetahui data kondisi sosial ekonomi masyarakat petani maka perlu diketahui unit yang ingin diteliti, dalam suatu penelitian data tersebut biasanya berupa unit individu dan bisa pula unit kelompok. Menurut Faisal Sanapiah, unit penelitan individu biasanya berupa perseorangan sedangkan untuk kelompok, bisa berupa unit kelompok terkecil yaitu keluarga (nuclear family), kelompok-kelompok masyarakat, institusi-institusi sosial dan juga lingkungan-lingkungan sosial yang lebih luas.

Di dalam menggali data mengenai keadaan sosial ekonomi dari suatu unit analisa maka perlu menggunakan pendekatan, apakah dengan menggunakan metode sensus atau dengan menggunakan metode survai. Untuk metode sensus, maka penggalian data dilakukan pada semua populasi. Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh Daniel (2001) bahwa "sensus biasanya digunakan untuk mengumpulkan data secara menyeluruh, dimana akurasi atau tingkat kebenaran mendekati 100 %. Sedangkan untuk metode survai yaitu data yang diambil dibatasi melalui penggunaan sample. Sampel tersebut diambil untuk mewakili seluruh populasi.

Metode sensus biasanya digunakan pada pengambilan data kependudukan, misalnya data komposisi penduduk. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh Biro Badan Pusat Statistik Penduduk. Sedangkan untuk metode survei biasanya digunakan pada data mengenai prilaku penduduk, misalnya perilaku dalam usahatani (dosis pemakian pupuk, pestisida, bibit), tingkat partisipatif dalam suatu kelembagaan, respon terhadap proyek pembangunan jalan lain sebagainya.4.15 Besar-kecilnya Sampel

Salah satu hal yang penting dalam menentukan besar-kecilnya sample adalah homogenitas populasi. Jika keadaan populasi homogen, jumlah sample hampir tidak menjadi persoalan. Namun jika keadaan populasi sangat heterogen , maka peneliti perlu meneliti kategori-kategori heterogenitas . Hal tersebut dimaksudkan dalam kategori tersebut diperoleh kumpulan anggota populasi yang relatif homogen (Soekartawi, 2002).4.16 Teknik pengambilan Sampel

Agar sampel yang diambil dapat mewakili populasi, maka harus menggunakan teknik pengambilan sample yang tepat. Berikut ini adalah beberapa teknik pengambilan sample (Singarimbun, 1981):

A. Random Sampling : adalah prosedur pengambilan sample secara acak sederhana.

B. Stratified Random Sampling : adalah prosedur pengambilan sample secara acak sederhana dari sub populasi (strata). Beberapa tahap di dalam melaksanakan prosedur pemilihan contoh secara stratified random sampling dapat dikemukakan sebagai berikut:

C. Pertama : mengadakan stratifikasi, di mana pada masing-masing strata mempunyai anggota yang relative homogen

D. Kedua : setelah populasi selesai di stratifikasi, kemudian pada masing-masing strata dipilih sejumlah contoh sesuai dengan yang dikehendaki

E. Systematik Sampling ; adalah prosedur pengambilan contoh berdasarkan interval tertentu. Beberapa tahap di dalam melaksanakan prosedur pengambilan contoh secara systematic sampling dapat dikemukakan sebagai berikut:

F. Pertama : mengadakan pemilihan secara random (1) contoh antara nomor populasi 1 dan nomor K (interval), di mana besarnya interval merupakan hasil bagi antara jumlah populasi dan jumlah contoh (N/n)

Contoh :

Cluster sampling : adalah prosedur pemilihan contoh berdasarkan cluster dalam populasi. Pengambilan contoh cluster sampling dapat dilakukan dengan prosedur random sampling atau systematic sampling

5. Pelaporan Laporan yang harus diserahkan dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah :

a. Laporan PendahuluanLaporan ini berisi tentang pendekatan dan metodologi penyusunan data, rencana kerja. Laporan Pendahuluan ini dibuat rangkap 10 (sepuluh) eksemplar.b. Laporan Antara

Laporan ini berisi tentang hasil survey sosial ekonomi petani dan penyusunan database. Laporan Antara ini dibuat rangkap 10 (sepuluh) eksemplar.c. Draft Laporan Akhir

Laporan ini berisi tentang penyajian dalam bentuk uraian, perhitungan, tabel, peta, gambar dan dokumentasi yang bersifat sementara. Draft Laporan Akhir ini dibuat rangkap 10 (sepuluh) eksemplar. d. Laporan Akhir

Laporan ini berisi tentang penyajian dalam bentuk uraian, perhitungan, tabel, peta, gambar dan dokumentasi yang bersifat final dan merupakan perbaikan dari Draft Laporan Akhir. Laporan Akhir ini dibuat rangkap 10 (sepuluh) eksemplar. Indeks Peta (Ukuran kertas A-1)

Album Peta (ukuran kertas A-3)

e. Laporan Ringkas (Executive Summary)

Laporan ini berisi tentang ringkasan dari Laporan Akhir dan dibuat rangkap 10 (sepuluh). f. Album Gambar

Album gambar hasil dokumentasi pada kertas A3 sebanyak 5 (lima) eksemplar.g. Compact Disk (CD)CD Hasil Kegiatan dan CD Software Penyusunan Data Base masing-masing 2 (dua) keping.6. Tenaga ahli yang diperlukan

Kebutuhan tenaga ahli yang akan digunakan dalam Kegiatan Sistem Data Base Dan Rencana Program Pertanian Kabupaten Blitar ini adalah :

A. Tenaga Ahli (Professional Staff)

1. Ketua Tim/Ahli Sosial Ekonomi :

Ahli di bidang Pertanian, analisa sosial ekonomi pertanian, dan perencana pengembangan sumberdaya pertanian (Pendidikan S-1 Pertanian dengan pengalaman minimal 10 tahun atau pendidikan S-2/S-3 Pertanian dengan pengalaman minimal 5 tahun).2. Ahli Manajemen :

Ahli di bidang Manajemen, (Pendidikan S-1 Ekonomi dengan pengalaman minimal 8 tahun atau Pendidikan S-2/S-3 Ekonomi dengan pengalaman minimal 3 tahun).

3. Ahli Sistem Informasi Geografi :

Ahli dibidang Penafsiran Potret/Foto Udara, Sistem Informasi Geografi dan Ahli Pemetaan (Pendidikan S-1 Teknik Sipil/Geodesi dengan pengalaman minimal 8 tahun atau Pendidikan S-2 dengan pengalaman minimal 3 tahun).

4. Ahli Informatika :

Ahli dibidang Sistem Informasi Monitoring, Data Base, dan Program Komputer (Pendidikan S-1 Teknik Informatika/Elektro dengan pengalaman minimal 6 tahun atau Pendidikan S-2 atau S-3 Teknik Informatika/Elektro dengan pengalaman minimal 3 tahun).

B. Tenaga Teknisi (Sub Professional Staff)

1. Ahli Muda Bidang Pertanian :

Ahli Muda dibidang Pertanian (Pendidikan S-1 Pertanian dengan pengalaman minimal 3 tahun).

2. Ahli Muda Pemetaan :

Ahli Muda dibidang Pemetaan dan Penafsiran Potret/Foto Udara (Pendidikan S-1 Teknik Sipil/Geodesi dengan pengalaman minimal 3 tahun).3. Ahli Muda Informatika :

Ahli Muda dibidang Sistem Informasi Monitoring, Data Base, dan Program Komputer (Pendidikan S-1 Teknik Informatika/Elektro dengan pengalaman minimal 3 tahun).

C. Tenaga Penunjang (Supporting Staff)

1. Surveyor

2. Tenaga Administrasi / Sekretaris

3. Operator Komputer

7. Waktu Pelaksanaan

Waktu pelaksanaan pekerjaan ini direncanakan selama 3.5 (lima) bulan atau 105 (seratus lima) hari kalender setelah dikeluarkannya SPMK.

Jadwal pelaksanaan sebagai berikut :

Bulan ke-

No.Uraian PekerjaanIIIIIIIVVVI

123412341234123412341234

1Pekerjaan Persiapan

2Survey dan Inventarisasi

3Pengolahan Data

4Presentasi dan Diskusi

5Pelaporan

a.Laporan Pendahuluan

b. Laporan Antara

c. Laporan Bulanan

d. Draft Laporan Akhir

e. Laporan Final

Badan Pertimbangan Penelitian Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

_1198245787.unknown

_1198247257.unknown

_1198247292.unknown

_1198247323.unknown

_1198247158.unknown

_1198245221.unknown