iptek sosek-9 pengkajian jalan tol dan kereta api

24
KAJIAN SOSIAL EKONOMI TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN JALAN TOL DAN/ATAU JALAN KERETA API DI PULAU JAWA I Deskripsi Kegiatan. Pembangunan jalan tol dan jalan kereta api memerlukan kesinambungan dari segi kebijakan dalam jangka panjang saling mendukung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam transportasi lokal maupun antar wilayah. Jaringan jalan tol harus sinergi dengan keberadaan jalan kereta api yang semakin menurun perhatiannya. Perhatian sinergi dan pembangunan jalan tol maupun kereta api harus dilihat dari berbagai aspek antara lain aspek keberlanjutan, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan untuk jangka panjang. Berbagai studi diperlukan untuk mengantisipasi ketepatan program pembangunan. II. Keunggulan studi. Keungggulan studi Kajian Sosial Ekonomi terhadap rencana pembangunan jalan tol dan/atau kereta api di pulau Jawa adalah : 1. Mencermati ketepatan kebijakan pembangunan jalan tol maupun kereta api. 2. Analisis holistik dari aspek peningkatan jumlah penduduk dan penggunaan lahan. 3. Analisis penggunaan lahan di pulau Jawa dalam jangka panjang. 4. Menyadarkan bahwa lahan di pulau Jawa tingkat kesuburan irigasi teknis sangat tinggi makin terdesak. 5. Memahami faktor pencemaran yang dominan dari 2 moda transportasi. 6. Biaya investasi maupun biaya pemeliharaan yang efisien. 7. Memperlajari penurunan penumpang kereta api yang sejajar dengan jalan tol. III. Kelemahan penelitian ini adalah : 1. Penggunaan data untuk analisis yang sangat terbatas. 2. Sumber daya manusia yang belum maksimal. 3. Prediksi bersifat global namun cukup dapat dimengerti oleh beberapa ahli lingkungan. 4. Analisis ekonomi masih perlu ditingkatkan khususnya untuk sinergi pembangunan jalan tol maupun kereta api. IV. Prinsip dalam penelitian. Beberapa prinsip dalam penelitian ini yang harus diperhatikan adalah : 1. Pertumbuhan penduduk pada umumnya mengalami kenaikan dan pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 233,5 juta jiwa dan tahun 2014 mencapai 244,8 juta jiwa. Di Pulau Jawa dihuni sebesar 58 persen dari total penduduk. Sebesar 65 persen berada 1

Upload: luthfikusuma

Post on 14-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

civil engineer, kereta api

TRANSCRIPT

Page 1: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

KAJIAN SOSIAL EKONOMI TERHADAP RENCANA PEMBANGUNAN JALAN TOL DAN/ATAU JALAN KERETA API DI PULAU JAWA

I Deskripsi Kegiatan. Pembangunan jalan tol dan jalan kereta api memerlukan kesinambungan dari segi kebijakan dalam jangka panjang saling mendukung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam transportasi lokal maupun antar wilayah. Jaringan jalan tol harus sinergi dengan keberadaan jalan kereta api yang semakin menurun perhatiannya. Perhatian sinergi dan pembangunan jalan tol maupun kereta api harus dilihat dari berbagai aspek antara lain aspek keberlanjutan, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan untuk jangka panjang. Berbagai studi diperlukan untuk mengantisipasi ketepatan program pembangunan. II. Keunggulan studi. Keungggulan studi Kajian Sosial Ekonomi terhadap rencana pembangunan jalan tol dan/atau kereta api di pulau Jawa adalah :

1. Mencermati ketepatan kebijakan pembangunan jalan tol maupun kereta api. 2. Analisis holistik dari aspek peningkatan jumlah penduduk dan penggunaan lahan. 3. Analisis penggunaan lahan di pulau Jawa dalam jangka panjang. 4. Menyadarkan bahwa lahan di pulau Jawa tingkat kesuburan irigasi teknis sangat

tinggi makin terdesak. 5. Memahami faktor pencemaran yang dominan dari 2 moda transportasi. 6. Biaya investasi maupun biaya pemeliharaan yang efisien. 7. Memperlajari penurunan penumpang kereta api yang sejajar dengan jalan tol.

III. Kelemahan penelitian ini adalah :

1. Penggunaan data untuk analisis yang sangat terbatas. 2. Sumber daya manusia yang belum maksimal. 3. Prediksi bersifat global namun cukup dapat dimengerti oleh beberapa ahli

lingkungan. 4. Analisis ekonomi masih perlu ditingkatkan khususnya untuk sinergi pembangunan

jalan tol maupun kereta api.

IV. Prinsip dalam penelitian.

Beberapa prinsip dalam penelitian ini yang harus diperhatikan adalah : 1. Pertumbuhan penduduk pada umumnya mengalami kenaikan dan pada tahun 2010

diperkirakan sebesar 233,5 juta jiwa dan tahun 2014 mencapai 244,8 juta jiwa. Di Pulau Jawa dihuni sebesar 58 persen dari total penduduk. Sebesar 65 persen berada

1

Page 2: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

di perkotaan (urban). Indeks Pembangunan Manusia tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta dan terendah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Sementara Indeks Kemiskinan terendah di Provinsi DKI Jakarta) dan tertinggi di Provinsi Gorontalo.

2. Tingkat kesuburan tanah di Pulau Jawa empat kali Pulau Sumatera dan enam kali Pulau Kalimantan. Konversi lahan tertinggi terjadi di Pulau Jawa, bangunan dan jalan memakan sawah, hutan-tanah-sungai Jawa jadi rusak hasilkan banjir dan erosi memukul yang miskin. Indikator “evaluasi daerah aliran sungai (DAS), daya dukung ekologi dan PDB hijau” membuktikan ambang-batas pulau dilampaui. “Market failure” dan “governance failure” diatasi dengan intervensi pasar oleh segi-tiga Pemerintah-Business-Madani. Penataan ruang berbasis resource-use plan bertujuan mengatasi “failures” untuk menanggapi tantangan pembangunan (Salim1, 2008). Hal-hal itulah yang akan menjadi tantangan ke depan dalam pembangunan khususnya di Pulau Jawa, agar lingkungan tetap terjaga dan pembangunan dapat berlangsung dengan sangat memperhatikan lingkungan.

3. Paradigma perencanaan tata-ruang berobah dari pola “business as usual” ke “change” menanggapi abad 21; Dengan pola orientasi ke “change” lokasi kegiatan harus perhitungkan daya dukung lingkungan, terutama kelangkaan tanah-air-hutan menanggapi tekanan energi-pangan-perkebunan-indusri. Rencana infrastruktur jalan-irigasi-listrik menggiring land dan resource use ke arah sasaran. Paradigma perencanaan tata-ruang adalah; infrastruktur jalan-listrik menggiring penggunaan sustainabilitas lahan.

4. Hasil pembangunan konvensional Pulau Jawa dan Bali di tahun 2025 akan berdampak berikut ini (Salim, 2008) a. Ekspansi Jadebotabek” ke Rangkasbitung-Sukabumi-Cirebon dirangsang

“ribbon-road-development” makan tanah kebun dan sawah. b. Ekspansi “Jratunseluna” ke Solo-Yogjakarta. c. Ekspansi “Gerbangkertasusila” minus areal terbenam Lapindo ke Rembang-

Kediri. d. Areal Subak turun 30persen 2000-2007 akibat bangunan villa-resort di

persawahan Bali. e. Apabila jalan dibangun “business as usual”, maka 40 persen luas sawah di

Pulau Jawa akan berkurang, sehingga Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) business as usual perlu dikaji-ulang.

f. Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan jalan tol di Indonesia antara lain : a. Pembangunan jalan tol di Pulau Jawa mampu mengurangi beban jalan arteri

dan mengurangi biaya pemeliharaan (Prihartono, 2004) Jika angkutan

1 Disampaikan oleh Prof. Emil Salim pada Diskusi Kelompok Ahli Bappenas 6 November 2008 dengan topik

Perencanaan Penggunaan Lahan dalam Tata Ruang,

2

Page 3: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

barang ke jalan rel di Jawa bergeser 10 persen, maka akan diperoleh penghematan sekitar Rp 255 miliar per tahun atau 2,82 persen atau total APBN dari sektor transportasi tahun 2002 (Rp 9,02 triliun) (Emil dan Yohan, 2002)

b. Investasi jalan rel di Sumatera menghemat biaya transportasi 11,3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan investasi jalan raya

c. Pada saat musim lebaran dibutuhkan 8 lajur jalan di Pantura (Menko Ekuin, 2008)

5. Pembangunan infrastruktur tentu akan berdampak pada kebutuhan lahan pertanian

dan perkembangan perkotaan di Pulau Jawa. Ketersediaan lahan pertanian, perkembangan penduduk, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Area Lahan Padi Tahun 2000 dan Prediksi Tahun 2025

(Sumber: Salim, 2008)

3

Page 4: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

Gambar 2. Perkembangan area perkotaan tahun 2000 dan prediksi tahun 2025

(Sumber: Salim, 2008) IV. Kebijakan sinergitas. a. Kebijakan Pembangunan Jalan Tol dan Jaringan KA: Upaya Sinergisitas Pemerintah berupaya meningkatkan pembangunan jaringan-jalan sepanjang 1015 km, khususnya tol. Pada sisi lain, pemerintah meningkatkan pula pengembangan jaringan jalan kereta-api di pulau Jawa (a) jalur-jalur yang selama ini mati kelak diupayakan untuk dihidupkan kembali dan (b) sejumlah jaringan rel kereta-api akan ditingkatkan menjadi double track. b. Karakteristik Jalan Tol dan Jaringan KA: Indikasi dan Potensi Sinergisitas Pertumbuhan perekonomian nasional yang terus meningkat harus diikuti dengan penyediaan infrastruktur jalan maupun infrastruktur kereta api. Pembangunan jalan tol dan jalan kereta api merupakan dua moda sistem transportasi yang diperlukan untuk angkutan barang maupun penumpang yang diharapkan saling mendukung dalam pengembangan wilayah, pertumbuhan ekonomi, dan sebagai alat persatuan-kesatuan maupun mempermudah pengamanan ketahanan pangan suatu wilayah. Segi investasi: pembangunan jalan tol jauh lebih menarik dibandingkan pembangunan jalan kereta api maupun pengadaan sarananya (rambu-rambu, stasiun, pintu lintasan), pengadaan lokomotif, kereta penumpang, kereta barang, dan sebagainya. Sementara dari sisi pengembalian modal (return of investment) jalan tol mempunyai waktu pengembalian

4

Page 5: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

yang lebih cepat yaitu 5 - 10 tahun, sedangkan kereta api membutuhkan waktu minimal 50 tahun. Segi kemitraan: investasi jalan tol melibatkan kontribusi masyarakat dan swasta pada intensitas yang cukup besar; Pemerintah hanya menyediakan prasarana jalan, sedangkan sarananya menjadi tanggung jawab masyarakat serta dunia usaha. Sementara investasi jalan kereta api, seluruhnya harus ditanggung oleh pemerintah atau dunia usaha bermodal kuat.

Kotak 1 Kebutuhan BBM Transportasi 31 Juta Kilo Liter Selasa, 22 Agustus 2006Konsumsi bahan bakar minyak sektor transportasi setiap tahun mencapai 31 juta kilo liter. Jumlah tersebut 50 persen dari total kebutuhan nasional sebesar 60 juta kilo liter per tahun. Menteri Perhubungan Hatta Radjasa mengatakan, transportasi mengkonsumsi solar 14 juta kilo liter per tahun. Jumlah tersebut dinilai sangat besar dibandingkan dengan sektor lain. Menurut Hatta, jika energi alternatif mampu menyediakan lima persen dari total konsumsi transportasi tersebut,bisa menghemat penggunaan bahan bakar minyak. Dia menjelejaskan, pemerintah berencana mengganti bahan bakar kendaraan pengguna premium dengan gas. Menurut Hatta, pengguna premium sektor transportasi sebanyak 17 juta kilo liter per tahun. "Akan ada dana bergulir untuk menggantikan converter kendaraan sebesar Rp 9-10 juta per unit," katanya (Tempo Interaktif, 22 Agustus 2006)

Segi efisiensi: daya angkut kereta api berlipat kali dibandingkan dengan kapasitas transportasi jalan raya apapun namun dari sisi pengadaan lahan, jalan tol berlipat kali dibandingkan dengan kebutuhan lahan untuk pembangunan rel kereta api. Keterpaduan jaringan jalan kereta api memerlukan konsep atau kebijakan mendasar sebagai langkah konkrit untuk memadukan sistem transportasi nasional, regional atau lokal yang terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. B. Penggunaan Energi untuk Transportasi di Indonesia Tingkat kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia saat ini telah mencapai 1,3 juta barel per hari, padahal produksi BBM nasional hanya sebesar 900 ribu barel per hari. Kenaikan permintaan energi nasional yang terus melambung menyebabkan subsidi yang ditanggung pemerintah semakin tinggi. Peningkatan harga BBM menyebabkan subsidi yang ditanggung pemerintah tahun 2008 meningkat 51,3 persen atau sebesar Rp 126,8 triliun dibandingkan subsidi tahun 2007. Pulau Jawa-Bali berada pada urutan pertama penggunaan BBM, yakni sebanyak 57 persen dari keseluruhan penggunaan BBM nasional, sehingga menjadi dasar pemerintah untuk melaksanakan pencanangan.

5

Page 6: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

ecara umum, cara kita mengkonsumsi BBM adalah lebih boros dibandingkan negara-negara tetangga ASEAN maupun kawasan Asia lainnya. Intensitas minyak (oil intensity), yaitu rasio antara konsumsi minyak bumi dengan GDP yang dihasilkan suatu negara, lazim digunakan sebagai indikator untuk menunjukkan “boros” atau tidak produktifnya penggunaan minyak bumi di negara tersebut. Intensitas minyak bumi dapat diamati perkembangannya, misalnya dari statistik International Energy Agency yang diterbitkan saban tahun. Jepang merupakan contoh ekstrim dimana konsumsi minyak bumi sangat efisien. Indonesia termasuk yang terboros di antara negara-negara ASEAN dalam mengkonsumsi minyak bumi (Nugroho, 2005).

Kotak 2 Peningkatan Konsumsi BBM Transportasi Bebani Negara? Peningkatan konsumsi BBM sektor transportasi dinilai akan membebani keuangan pemerintah dalam anggaran belanja dan pendapatan negara (APBN). Hal ini belum dicari solusi oleh pemerintah. Effendi Siradjuddin, ketum Kaukus Migas Nasional, menyatakan konsumsi BBM sektor transportasi diprediksi naik sebesar 500.000 barel per hari sampai 2015. Hal ini terjadi akibat penambahan mobil sekitar lima juta per tahun dan sepeda motor sebesar 500.000 unit per tahun. Dengan begitu pemerintah harus merencanakan konsumsi bahan bakar minyak sektor transportasi secara tepat. Hal ini dilakukan guna antisipasi kenaikan konsumsi BBM sektor transportasi sebesar 500.000 barel per hari sampai 2015. Peningkatan konsumsi BBM sebesar 500.000 barel per hari sampai 2015, ujar Effendi, akan membebani keuangan pemerintah dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Hal itu terjadi akibat jenis BBM (premium dan solar) yang dikonsumsi sektor transportasi masih disubsidi APBN. Effendi berpendapat jika pemerintah tidak mencari solusi atas kenaikan konsumsi BBM sebesar 500.000 barel per hari, maka hal ini menjadi salahsatu dari lima faktor yang dapat membangkrutkan negara. Namun, dia tidak menyebutkan empat faktor lain penyebab kebangkrutan tersebut. Sementara itu kebutuhan minyak sebesar 1,3 juta barel di Indonesia sekarang. Dari angka itu sekitar 70persen diimpor dari negara-negara lain (Warta Ekonomi, 20 Mei 2009)

Pemakai terbesar BBM nasional adalah sektor transportasi (lihat Gambar 3). Bagi sektor transportasi sendiri, BBM adalah bahan bakar utama (nyaris 100 persen) yang

sulit digantikan dengan bahan bakar lain. Tidak efisiennya pemakaian BBM di sektor transportasi sangat jelas diperlihatkan terutama pada transportasi darat di kota-kota besar, mobil-mobil tua yang boros BBM dan kemacetan (penghamburan BBM secara sia-sia) menjadi pemandangan sehari-hari. Dengan laju pertumbuhan kendaraan yang sangat cepat, yang tak diimbangi dengan pertambahan infrastrukturnya, tidak efisiennya penggunaan BBM di sektor transportasi ini menjadi masalah yang makin berat yang dihadapi pemerintah kota. Di Indonesia pernah dicobakan penggunaan BBG (bahan bakar gas) sebagai alternatif bahan bakar untuk transportasi, namun proyek tersebut kini tak dilanjutkan. Dari jenis-jenis BBM yang diatur harganya oleh pemerintah, bensin (premium gasoline) digunakan untuk transportasi; minyak disel digunakan untuk transportasi, industri dan pembangkit tenaga listrik, minyak bakar digunakan oleh industri, sedangkan minyak tanah digunakan oleh sektor rumah tangga (dan sebagian industri).

6

Page 7: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

Gambar 3. Konsumsi BBM (pangsa sektor) 1993-2002 (Sumber: Ditjen. Migas)

Di Indonesia, sektor transportasi paling besar mengkonsumsi energi yang berasal dari bahan bakar minyak (BBM). Data dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, menunjukkan di tahun 2005 mengkonsumsi BBM sekitar 48 persen dari konsumsi nasional. Kemudian berturut-turut diikuti industri (21,9 persen), rumah tangga (19,1 persen), listrik 11,0 persen). Angka 48 persen itu terbagi untuk transportasi darat 47,5 persen dan transportasi non darat (laut dan udara) sebesar 0,5 persen (lihat Gambar 4).

Gambar 4. Proporsi penggunaan BBM di Indonesia tahun 2005 (Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, 2008)

Untuk tahun 2005, dari sektor transportasi, konsumsi BBM digunakan untuk angkutan jalan 88 persen. Untuk angkutan kereta api dan SDP (sungai, danau dan penyeberangan) hanya mengkonsumsi 1 persen. (lihat Gambar 5).

Gambar 5. Proporsi penggunaan BBM di sektor transportasi (Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, 2008)

7

Page 8: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

Di tahun 2007, data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat proporsi konsumsi BBM untuk transportasi meningkat menjadi 56 persen. Di sektor rumah tangga menurun menjadi 14 persen, sektor industri 18 persen, sektor komersial mengkosumsi tiga persen dan lainnya sembilan persen. Selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini.

Gambar 6. Proporsi penggunaan BBM di Indonesia tahun 2006

(Sumber: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2008) Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, pemakaian BBM untuk moda angkutan jalan hampir 50 persen dikonsumsi oleh mobil pribadi dan sepeda motor, kemudian diikuti oleh angkutan barang.

Gambar 7. Konsumsi BBM angkutan jalan (Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, 2008)

Beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi BBM, antara lain peningkatan pemilikan kendaraan pribadi, harga bahan bakar rendah, kemacetan lalu lintas, pelayanan angkutan umum yang rendah (kualitas pelayanan menurun) dan pertumbuhan ekonomi. Penambahan kendaraan bermotor membuat konsumsi BBM setiap tahun bertambah 100.000 barrel per hari.

8

Page 9: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

V. Permasalahan penelitian. a. Perumusan masalah. Permasalahan yang dirumuskan adalah manfaat sosial ekonomi yang terkait dengan pembangunan jalan tol atau kereta api. b. Tujuan Penelitian. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui (a) kebijakan dan proyeksi kondisi pembangunan jalan tol dan atau jalan kereta api, (b) dampak sosial-ekonomi-lingkungan pembangunan jalan tol dan atau jalan kereta api, (c) memformulasi sinergi pembangunan jalan tol dengan jalan kereta api terutama di pulau Jawa. VI. Output 2: Upaya Sinergi Pengembangan Jalan Tol dan Jaringan KA a. Identifikasi dan Pengumpulan Data (1) Optimasi pengembangan: mencakup data distribusi spasial, jarak fungsional dan

diskrepansi. (2) Eliminasi konflik: mencakup data segmen pasar/klien yang telah terbangun,

karakteristik dan arah perkembangan pasar/klien, pola pergerakan orang/barang/jasa, karakteristik dan perkembangan wilayah/kota.

(3) Keseimbangan pengembangan: mencakup data kebijakan perkembangan moda, pola pembiayaan, pola kemitraan, peraturan yang berdampak terhadap moda (insentif, disinsentif).

b. Analisis-Sintesis

Analisis-sintesis dilakukan melalui sudut pandang ecological transportation serta upaya pencapai sinergisitas antar moda.

c. Interpretasi

Interpretasi dilakukan melalui indikasi pencapaian kondisi ecological transport: reduksi traffic, akselerasi waktu tempuh, reduksi angka emisi gas buang, peningkatan kualitas udara ambient.

9

Page 10: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

Gambar 8. Implementasi Konseptual Sinergi Jalan Tol dan Jalur Kereta Api

d. Konklusi dan Rekomendasi. Konklusi di arahkan untuk menilai status sinergisitas, kendala, serta peluang yang telah maupun akan terbangun Rekomendasi diarahkan ke dalam pernyataan-pernyataan yang mendukung pencapaian visi “sinergi dan ecological transport’ berdasar sejumlah tahapan-potensial yang beranjak dari kondisi faktual yang diperoleh studi ini. D. Hasil Penelitian 1: Profil Pengembangan Jalan Tol dan Jaringan KA 1. Kebijakan Pengembangan Sektor Transportasi a. Hirarki Pusat Permukiman dan Sektor Transportasi Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali mengembangkan jaringan jalan dan jalur kereta api sebagai subordinat rencana struktur-ruang (pengembangan sistem pusat-pusat permukiman dan pengembangan sistem jaringan prasarana-wilayah). Pengembangan sistem pusat-pusat permukiman di P. Jawa, sesuai PP. No. 26 Tahun 2008, ditekankan pada pembentukan fungsi dan hirarki pusat-pusat permukiman. b. Arah Pengembangan Sub-sektor Transportasi.

(1) Transportasi Jalan

Arah pengembangan jaringan transportasi jalan-primer diarahkan untuk ditingkatkan kemampuan dan daya dukungnya terutama yang melayani dan menghubungkan PKN, PKW serta kawasan-kawasan andalan yang cepat berkembang.

10

Page 11: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

(2) Transportasi Jalan Rel Pengembangan jaringan transportasi jalan rel diarahkan untuk angkutan penumpang jarak jauh dan angkutan-barang berkapasitas-besar; jalan rel di wilayah perkotaan diarahkan sebagai tulang punggung transportasi perkotaan khususnya di Kota Raya seperti DKI Jakarta, Surabaya dan Medan.

(3) Transportasi Perkotaan

Pengembangan transportasi di wilayah perkotaan diarahkan untuk transportasi berkapasitas-besar serta keterpaduan antar jaringan transportasi jalan dengan transportasi jalan rel.

E. Hasil Penelitian 2: Dampak Pengembangan Jalan Tol dan Jaringan KA 1. Dampak Positif a. Dampak Positif Melalui Perspektif Dimensi-Sosial Jalan Tol: pembangunan jalan tol Trans-Jawa mempunyai dampak positif dan negatif yang berimbang. Beberapa dampak positif antara lain: (1) aksesibilitas masyarakat dan industri semakin tinggi, (2) percepatan pengembangan wilayah, (3) arus barang industri terhindar dari segenap pungutan liar dan perampokan barang yang kerap terjadi di jalan Nasional, (4) alternatif Peningkatan dan Diversifikasi Sektor ekonomi di tingkat Lokal, (5) peningkatan harga lahan disekitar jalan tol, (6) penyerapan tenaga kerja, dan (7) potensi perkembangan sektor informal pendukung kegiatan konstruksi maupun operasional jalan tol. Jaringan KA: sementara pembangunan jalan kereta api justru memiliki dampak sosial yang positif lebih besar, antara lain: (1) tidak terlampau menggunakan banyak lahan untuk pengembangannya sehingga tidak berpotensi mengganggu ketersediaan sawah irigasi teknis di Jawa, (2) potensi konflik pembebasan lahan yang lebih rendah dibandingkan pengembangan tol (3) optimasi potensi jaringan yang sudah ada (4) massal, minim pencemaran dan penggunaan bahan bakar, (5) potensi perkembangan sektor informal pendukung kegiatan konstruksi, (6) potensi penglibatan masyarakat sebagai tenaga kerja saat konstruksi maupun operasional. b. Dampak Positif Melalui Perspektif Dimensi-Ekonomi Efisiensi Jalan Tol: bagi perekonomian, estimasi nilai moneter peningkatan efisiensi biaya operasional kendaraan (B.O.K.) yang mencakup bahan bakar, perawatan, penggunaan ban, sampai ke biaya depresiasi menunjukkan angka yang cukup signifikan, yaitu mendekati Rp 14 juta per kendaraan untuk seluruh ruas di lingkup tol Trans Jawa. Sementara dari sisi penghematan waktu (efisiensi waktu, EW), diperoleh manfaat efisiensi waktu sebesar Rp 320 ribu untuk supir dan Rp 318 ribu untuk penumpang pada ruas tol Trans Jawa. Jaringan KA: kecepatan tempuh kereta api jauh lebih baik (sebagai pembanding, waktu tempuh ke Surabaya : 14-16 jam pada jalan tol, 10-12 jam pada jalur KA); hal ini merupakan keuntungan dari sudut efisiensi waktu.

11

Page 12: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

(1) Output Perekonomian Jalan Tol: pembangunan jalan tol juga akan menimbulkan biaya ekonomi bagi investor maupun Pemerintah. Komponen biaya dari proyek pembangunan jalan tol meliputi biaya konstruksi, pembebasan lahan, biaya perawatan dan operasi, serta biaya pengadaan sumber dana dan bunga. Agregat total biaya dari pembangunan jalan tol trans Jawa adalah sekitar Rp 4,3 triliun untuk biaya pembebasan tanah dan sekitar Rp.40,9 triliun untuk biaya investasi. Akibatnya nilai agregat dari dua komponen biaya ekonomi pembangunan tol trans Jawa adalah sekitar Rp 45 triliun. Nilai ini masih under estimate atas ketiadaan informasi untuk beberapa ruas di Tangerang, Surabaya dan Probolinggo-Banyuwangi. Jaringan KA: setiap investasi sebesar Rp 1.000.000 di sektor angkutan kereta api akan menaikkan output sebesar Rp 2.025.000 di sektor hulu (angkutan kereta api; industri minyak dan gas; listrik, gas dan air bersih; bangunan dan industri alat pengangkutan dan perbaikan) dan Rp 1.018.000 di sektor hilirnya. Investasi sebesar Rp 1.000.000 di sub-sektor angkutan kereta api. Selanjutnya akan tercipta pendapatan sebesar Rp 375.000 bagi pekerja di sektor hulunya dan Rp 233.000 bagi pekerja yang bekerja di sektor hilirnya. (2) Keterkaitan dengan Sektor Pemasok Jalan Tol: walaupun nilai IDP (Indeks Daya Penyebaran; backward linkage) subsektor angkutan jalan raya lebih rendah daripada angkutan kereta api, tetapi keterkaitan ke hilirnya (nilai Indeks Derajat Kepekaan; forward linkage) lebih tinggi dan melibatkan lebih banyak sektor. Sektor Angkutan jalan raya mempunyai keterkaitan yang cukup tinggi dengan 8 sektor di hulu dan 20 sektor di hilirnya. Hal ini disebabkan telah berkembangnya jasa penunjang sektor angkutan jalan raya, termasuk dengan adanya rest area di sepanjang jalan tol serta tempat makan dan rekreasi di sepanjang jalan raya. Keadaan ini juga memungkinkan, karena angkutan jalan raya memang lebih memiliki keleluasaan dibandingkan dengan angkutan kereta api yang hanya berhenti di tempat-tempat tertentu. Pola serupa juga terlihat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jaringan KA: Kereta api mempunyai keterkaitan output terhadap sektor-sektor pemasok (backward linkage) lebih tinggi dibandingkan dengan angkutan jalan raya, namun sektor ini tidak banyak terkait dengan sektor di hilirnya, selain kegiatan yang termasuk dalam kelompok sektor yang sama. Keadaan ini sangat mungkin terjadi mengingat investasi di sektor ini hanya difokuskan pada perbaikan sarana. (3) Dukungan Terhadap Pembangunan Jalan Tol: pada tingkat Nasional, jalan raya dapat dianggap sebagai sektor kunci dalam upaya pengembangan perekonomian Indonesia. Jaringan KA: pada tingkat Nasional, angkutan kereta api dapat dianggap sebagai sektor kunci dalam upaya pengembangan perekonomian Indonesia. Pengecualian terjadi di tingkat Propinsi, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur; angkutan kereta api kurang

12

Page 13: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

mampu berkontribusi cukup untuk mendorong perkembangan sektor-sektor di hulunya. Keadaan ini mungkin dipengaruhi oleh kondisi bahwa ke dua propinsi tersebut masih belum terlalu banyak memanfaatkan jasa angkutan kereta api. (4) Pendapatan Jalan Tol: subsektor angkutan jalan raya lebih mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi bagi pekerja di sektor hilirnya. Investasi di subsektor angkutan jalan raya sebesar Rp 1.000.000 akan menciptakan pendapatan sebesar Rp 306.000 bagi pekerja di sektor hulunya dan Rp 280.000 bagi pekerja di sektor hilirnya. Jaringan KA: subsektor angkutan kereta api menciptakan pendapatan lebih tinggi bagi tenaga kerja yang bekerja di sektor hulunya. Berdasar jumlah sektor yang terkait, kembali terlihat bahwa sektor yang terhubung dengan angkutan kereta api jauh lebih sedikit dari subsektor jalan raya. Keadaan ini sedikit berbeda di Jawa Timur, dimana pengaruh subsektor angkutan kereta api untuk menciptakan pendapatan tampak lebih tinggi dibandingkan dengan subsektor angkutan jalan raya, baik di sektor hulu maupun hilirnya. Sementara di Jawa Tengah, walaupun polanya mirip dengan nasional, namun pengaruhnya relatif lebih seimbang. Keadaan ini sangat mungkin disebabkan oleh jenis penggunaan angkutan subsektor kereta api yang berbeda antara Jawa dan luar Jawa, atau lebih persis lagi Sumatera. Di Sumatera, umumnya kereta api digunakan untuk angkutan barang, sehingga keterkaitannya dengan sektor lainnya relatif tidak besar, sementara di Jawa umumnya digunakan sebagai angkutan penumpang, sehingga keterkaitannya dengan sektor lain relatif lebih tinggi. c. Dampak Positif Melalui Perspektif Dimensi Lingkungan Jalan Tol: pengelolaan tata-hijau sepanjang area-sempadan jalan tol dapat berperan sebagai konservasi vegetasi yang mendukung eksistensi area resapan-air. Jaringan KA: transportasi kereta api tidak menggunakan banyak lahan untuk pengembangannya sehingga tidak berpotensi mengganggu ketersediaan sawah irigasi teknis di Jawa, minim pencemaran dan hemat penggunaan bahan bakar. 2. Dampak Negatif a. Dampak Negatif Melalui Perspektif Dimensi-Sosial Jalan Tol: pada fase pembebasan-lahan mengakibatkan (i) penduduk setempat kehilangan mata pencaharian, (ii) pemunculan kendala dan polemik yang berujung konflik sosial; pada fase operasional menyebabkan (i) reduksi aksesibilitas antar komunitas yang terbelah wilayah permukimannya karena pengembangan jalan tol, (ii) tingkat kecelakaan lalu lintas yang lebih tinggi dibandingkan moda transportasi lainnya, dan mendorong (iii) arus pendatang untuk masuk lalu mempengaruhi sistem nilai dan struktur sosial.

13

Page 14: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

Jaringan KA: konflik lahan dalam skala kecil karena penggusuran masyarakat yang sudah menempati lahan-lahan di bantaran rel yang notabene milik PT K.A.I. dan potensi arus pendatang yang besar ke daerah ini akan berpengaruh pada sistem nilai, struktur sosial, dan sebagainya (social habit). b. Dampak Negatif Melalui Perspektif Dimensi-Ekonomi Jalan Tol: polemik penyerapan tenaga kerja oleh sektor usaha tol, baik dalam tahap konstruksi maupun operasional, semakin tingginya tingkat kemiskinan akibat dari penduduk yang tergusur kehilangan mata pencaharian, sektor usaha di jalan nasional akan sulit untuk berkembang. Jaringan KA: kereta api hanya dapat menciptakan pendapatan yang signifikan di 9 sektor hulu dan hanya 1 sektor di hilir. c. Dampak Negatif Melalui Perspektif Dimensi Lingkungan (1) Konversi Lahan Jalan Tol: lahan produktif komoditas pangan sebagian besar ada di Jawa dan saat ini keberadaannya terus menyusut akibat konversi lahan yang kurang terkendali. Jumlah luas lahan pertanian di pulau Jawa jumlahnya terus berkurang sejak tahun 1999 hingga 2007. Berikut ini grafik luas lahan pertanian di Jawa:

Gambar 10. Luas Lahan Pertanian di Pulau Jawa

(Sumber: Statistik Indonesia, 2008)

Perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah akan mengorbankan lahan sawah subur 3,1 juta hektar, 1,67 juta hektar terjadi di Jawa sehingga kontribusi Jawa dalam produksi padi yang saat ini mencapai 60 persen dipastikan akan terganggu. Semakin padatnya penduduk telah mendesak areal pertanian yang ada untuk berbagai kepentingan lain. Lahan-lahan

14

Page 15: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

pertanian di Pulau Jawa menyusut 40 ribu hektare/tahun dalam duapuluh tahun belakangan ini, yang artinya mengurangi sekitar 3,4persen pasokan padi dari pulau Jawa/tahun. Sementara itu, kemampuan cetak sawah maksimal masih di bawah laju alih fungsinya. Khusus untuk Jawa Tengah, setiap tahun sekitar 2.400-2.500 hektar lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan tidak produktif, seperti perumahan dan pabrik. Jika separuh lahan itu merupakan sawah, potensi kehilangan beras dapat mencapai 12.000-12.500 ton per tahun, dengan asumsi panen dua kali per tahun dan sekali panen setiap hektar sawah menghasilkan lima ton beras. Jaringan KA: sempadan jalur K.A. yang melintasi area perkotaan cenderung dimanfaatkan secara ilegal sebagai permukiman; secara tidak langsung, karakteristik sempadan rel serta tingkat pengawasan penggunaan-lahan yang minimum akan memicu kekumuhan perkotaan. (2) Pencemaran Udara Jalan Tol: gas buang kendaraan darat seperti mobil pribadi, motor, truk, mendominasi dengan rata-rata 98 persen berbanding 1 persen untuk kapal laut dan kereta api. Hanya pencemaran gas CO saja yang jumlahnya hampir seimbang dengan kapal laut. Jaringan KA: pada sisi lain kereta api memberikan kontribusi yang tergolong sangat kecil untuk pencemaran lingkungan. Pencemaran yang tinggi disepanjang jalan tol akan mengurangi tingkat kesehatan masyarakat.

Tabel 7. Perbandingan Tingkat Pencemaran Berdasarkan Moda

Sumber Pencemaran Debu S02 N02 HC CO Kendaraan darat 98.87 98.78 98.58 98.08 53.72 Kapal laut 0.62 0.62 0.62 0.64 46.28 Kereta Api 0.51 0.59 0.79 0.28 0.01

(Sumber: Tataran Transportasi Wilayah Propinsi Jawa Tengah 2003-2008)

(3) Keselamatan

Jalan Tol: tingkat kecelakaan di jalan raya maupun tol yang dialami oleh kendaraan pribadi, bus, dan sepeda motor lebih tinggi dibandingkan moda transportasi kereta api. Jaringan KA: total tingkat kecelakaan untuk moda transportasi darat mencapai angka 4498 kecelakaan pada tahun 2006 dan meningkat menjadi 4631 pada tahun 2007 lalu. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan kereta api yang pada tahun 2007 lalu hanya sebanyak 23 kasus.

15

Page 16: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

Tabel 8. Perbandingan Resiko Kecelakaan Berbagai Moda Transportasi di Indonesia Moda Transportasi Kematian/ 1 juta jam

Bus 0,05 Mobil pribadi 0,06 Sepeda Motor 9,00 Kereta api 0,02 Penerbangan 1,00

(Sumber: Data Sistem Transportasi Nasional)

F. Hasil Penelitian 3: Sinergi Pengembangan Jalan Tol dan Jaringan KA Sinergi pengembangan jalan Tol dan Jaringan Kereta Api harus nampak terutama dalam pengembangan transportasi di Pulau Jawa. Jaringan jalan Tol telah ditetapkan oleh pemerintah akan dibangun sepanjang 1015 km menghubungkan antara Anyer sampai Banyuwangi. Beberapa ruas telah dilakukan tender untuk mendukung mendukung pengembangan wilayah,serta pertumbuhan ekonomi dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka fungsi pelayanan umum transportasi adalah melalui penyediaan jasa transportasi guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat luas dengan harga terjangkau baik di perkotaan maupun perdesaan, serta mendorong pertumbuhan sub sektor-sub sektor ekonomi nasional. Jalan tol sebagai salah satu infrastruktur pendukung dalam suatu sistem transportasi sangat mendorong terjadinya pengembangan wilayah. Pengalaman pada beberapa ruas jalan tol menunjukkan bahwa ketika jalan tol tersebut sudah terbangun maka timbullah sejumlah kegiatan ekonomi seperti industri, pergudangan dan permukiman. Jalan tol juga sering dijadikan sebagai akses menuju suatu tempat atau kawasan tertentu seperti pelabuhan, bandara, kawasan berikat, dan lain-lain. Menyadari betapa vitalnya peran jalan tol tersebut, maka kemudian pemerintah bertekad untuk membangun jalan tol Trans Jawa yang menghubungkan antara Merak dengan Banyuwangi. Pembangunan jalan tol Trans Jawa ini diharapkan akan semakin memudahkan akses bagi masyarakat dan pada akhirnya nanti juga dapat memacu perkembangan wilayah. Sejumlah ruas tol Trans Jawa ini juga sudah ditentukan dan kontraknya juga sudah ditandatangani. Namun di sisi lain pembangunan jalan tol ini juga dapat menimbulkan masalah lainnya. Yang paling disoroti adalah perkembangan yang tidak teratur dan cenderung semrawut terutama di sekitar exit atau entry jalan tol. Pembukaan exit atau entry tol yang tidak tepat juga dapat menimbulkan masalah, seperti adanya konversi dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya, pengalihan lapangan pekerjaan, kehilangan pendapatan dari sektor ekonomi non formal. Atau menimbulkan kemacetan di jalan tol itu sendiri karena jarak

16

Page 17: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

antara gerbang yang terlalu berdekatan. Di sisi lain juga di ruas jalan non tol, tidak adanya perawatan jalan yang maksimal, sehingga memaksa pengguna jalan gunakan jalan tol. Padahal jalan tol sebagai bagian dari sistem jaringan jalan umum yang merupakan lintas alternatif. Kondisi saat ini yaitu untuk tol Trans Jawa telah ditentukan ruasnya. Beberapa ruas, bahkan sudah mulai dilakukan konstruksi.

Gambar 11 Ruas jalan Tol Trans Jawa

Memperhatikan tabel dan gambar di atas, maka terlihat pembangunan jalan tol Trans Jawa tidak boleh tidak jadi mengingat sejumlah ruas sudah beroperasi dan yang belum terbangun pun kontraknya sudah ditandatangani. Meskipun demikian karena belum semua wilayah di Pulau Jawa terkoneksi dengan Jalan Tol Trans Jawa, maka di situlah sebaiknya dilakukan pengembangan kereta api. Apalagi untuk Pulau Jawa sudah banyak rel yang terbangun dan menghubungkan hampir sebagian besar wilayah di Pulau Jawa. Kajian ini menunjukkan bahwa Pemerintah saat ini lebih mendukung pengembangan jalan tol daripada kereta api sehingga belum ada sinergi dalam pengembangan jalan tol dan kereta api. Akibatnya kemudian terjadi kompetisi antara jalan tol dengan kereta api yang berimbas dengan menurunnya angkutan penumpang dan barang di kereta api. Jalan Tol dari hasil kajian dapat diketahui bahwa pemerintah telah menetapkan pembangunan ruas jalan tol telah dan akan dimulai dibangun diantara Anyer sampai Banyuwangi, sedangkan jalan kereta api telah beroperasi sejak zaman Belanda. Sinergi jalan tol antara ruas Jakarta ke Cirebon masih cukup ideal karena tidak mematikan jaringan kereta api, pasar untuk kereta api dari Jakarta ke Cirebon maupun dari Cirebon ke Jakarta mempunyai segmen yang sesuai dibandingkan pengguna jalan tol.

17

Page 18: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

Sedangkan untuk tol dari Cirebon ke Semarang atau sebaliknya masih memungkinkan dikembangkan tetapi lalu lintas harian yang akan melewati jalan tol tersebut belum mendukung, menginat jalan nasional maupun jalan kereta api masih diminati, disamping itu untuk ruas tol Kanci Pejagan telah terpecah antara jalur dari Cirebon ke Semarang melalui brebes atau Pejagan dan jalur yang langsung ke Semarang. Keadaan ini tidak mendukung peningkatan volume lalu lintas yang memadai dalam jangka pendek. Sedangkan untuk jalur kereta api dari Cirebon ke Yogya akan lebih tepat dikembangkan menjadi double track, tidak perlu dikembangkan jalur jalan tol kearah selatan dari Cirebon ke Purwokerto sampai Yogyakarta. Demikian pula pengembangan jaringan jalan tol dari Semarang ke Surabaya dalam waktu ke Solo – Ngawi sampai Surabaya akan mempengaruhi pangsa pasar penumpang kereta api akan menurun terutama untuk Penumpang Solo ke Surabaya atau sebaliknya sehingga diperlukan jalur kereta api untuk tujuan jarak jauh tidka hanya dari Solo ke Surabaya tetapi dari Bandung ke Surabaya atau dari Jakarta ke Surabaya. Disamping itu untuk mempertahankan sinergi antara jalan tol trans Jawa dengan kereta api perlu dipahami pengguna kereta dan pengguna tol sebaiknya tidak dibangun sejajar dengan jalan tol. Wilayah selatan di Jawa Tengah lebih diprioritaskan untuk pengguna kereta api sehingga di wilayah selatan tidak perlu dikembangkan jaringan jalan tol. Jaringan jalan tol Surabaya ke Banyuwangi dapat dibangun tetapi untuk kereta api prioritas cukup ditingkatkan pelayanan yang prima sesuai dengan pasar yang ada. Sinergi diterjemahkan ke dalam konsep-operasional berupa (a) optimasi, (b) eliminasi konflik, serta (c) keseimbangan pengembangan; tiap-tiap konsep-operasional tersebut akan dicapai melalui sejumlah langkah-teknis sedangkan indikasi progres-sinergi diketahui melalui kriteria-desain. Konsep operasional merupakan suatu kesatuan serta saling-mempengaruhi; kondisi ideal yang hendak dicapai dari perencanaan sinergisitas tersebut merupakan keseimbangan pengelolaan antara aspek ekonomi (barang/jasa) dengan aspek lingkungan (udara bebas polusi, komunitas sehat, konservasi lahan agrikultural). Perlu dicatat bahwa klasifikasi dan arah perkembangan suatu wilayah/kota merupakan faktor determinan yang vital; misal, suatu kota yang dikembangkan menuju kota inti-satelit akan cenderung mendukung jalan tol jarak dekat (< 300 kilometer) dan KA komuter (< 75 kilometer). Pada akhirnya pilihan yang harus ditetapkan (kombinasi tol-KA ataukah salah satu) dipengaruhi pertumbuhan segmen-pasar /klien moda tersebut; pertumbuhan segmen pasar/klien dipengaruhi oleh aspek kebijakan (pajak kendaraan, insentif transportasi ramah lingkungan) serta proyeksi atas jenis-dan-pergerakan orang maupun barang di masa depan.

18

Page 19: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

\1. Optimasi: Integrasi Pengembangan a. Distribusi Spasial Analisis distribusi spasial diarahkan untuk menemukan (a) tata ruang wilayah dan posisi geografikal atas moda, (c) jarak fungsional (functional distance) antar moda, serta (c) posibilitas konektivitas pada jarak fungsional antar moda berdasar konsep Transit Oriented Development (T.O.D.) b. Tata Ruang Wilayah dan Sebaran Geografis Strategi pengembangan sistem jaringan jalur kereta-api di P. Jawa, mencakup upaya-upaya untuk mengembangkan stasiun KA sebagai simpul jaringan jalur kereta api yang diarahkan pada kota-kota PKN (Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dsb,) dan PKW (Pandeglang, Cianjur, Cikampek, Pekalongan, Salatiga, Malang, Banyuwangi, dsb.). c. Transit-Oriented Development (T.O.D.) Transit-Oriented Development muncul melalui ecological city pada sub topik ecological-trasportation yang hendak mencapai kondisi mass rapid transit (MRT) dalam radius-kluster 2 kilometer, walking distance 15 menit, non-motorized vehicle, reduksi konsumsi fossil fuel; secara singkat T.O.D. mendukung public transportation serta lingkungan yang berkualitas. Penerapan T.O.D. membutuhkan integrasi berbagai sektor-pembangunan, kebijakan yang menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan lingkungan ,serta penegakan hukum (law enforcement); secara teknis, upaya implementasi T.O.D. akan berhasil jika terdapat kesinambungan antar moda. 2. Eliminasi Konflik Pengembangan: Segmentasi Pasar (Market Segmentation) a. Segmentasi Pasar/Klien Segmentasi pasar/klien jalan tol maupun jalur KA menunjukkan bahwa terdapat positioning yang kuat antara moda tersebut [ Lihat Tabel 8]; hal ini berarti bahwa terdapat peluang untuk saling menguntungkan (mutualistik) jika persebaran spasial serta pola pergerakan manusia/barang/jasa dapat dikelola sesuai karakteristik pasar/klien tersebut. Guna mereduksi bias-preferensi pada klien serta memupuk sentimen-positif terhadap moda maka perlu dipetakan preferensi klien melalui Analytical Hierarchycal Process (AHP) agar pihak pengelola transportasi melakukan peningkatan kualitas-penyelenggaraan secara kontinu. Sinergi antara Tol dan KA dapat dibuat dengan memprioritaskan pengembangan moda jalan Tol untuk jarak menengah dan dekat. Sementara KA lebih diprioritaskan untuk jarak jauh dan kebutuhan komuter. Departemen perhubungan, dalam hal ini Direktorat jenderal Perkereta-apian juga harus mempertimbangkan menyusun sebuah kajian segmentasi barang yang layak dan lebih menguntungkan diangkut dengan moda KA dibandingkan tol, antara lain bahan bakar minyak, batubara, dan lain sebagainya.

19

Page 20: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

Tabel 8. Segmentasi Jalan Tol dan Jalur KA

(Sumber: Tim Sebranmas, 2008)

b. Perkuatan Citra dan Kinerja Tahun 2005, moda KA hanya mengangkut 150.275.225 penumpang (7,32 persen) dari total kuantitas Nasional. Barang yang diangkut moda KA hanya 17.45 ton (0,63 persen) dari total kuantitas Nasional. Prestasi atau peran KA angkutan barang yang dulu 3 : 1 dengan penumpang, sekarang mungkin hanya 0,3 : 1. Semua barang berat ringan beralih ke jalan raya, tanpa ada usaha yang gigih mengembalikannya ke KA. 3. Keseimbangan Pengembangan: Kebijakan dan Implementasi a. Kebijakan Kemitraan Upaya menggiatkan moda KA untuk berperan lebih besar telah mendapat momentum dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian; muatannya telah membuka peluang bagi Pemerintah Daerah dan swasta untuk ikut serta berpartisipasi.

20

Page 21: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

Pemda DKI bergiat untuk melakukan kerja sama meningkatkan Ciliwung Blue Line untuk mengatasi kemacetan; Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berkoordinasi untuk mengoperasikan jaringan KA yang mengitari wilayahnya. Wilayah Joglosemar (Jogyakarta-Solo-Semarang) merupakan wilayah yang berpotensi berkembang di masa datang dengan aset-aset yang dimiliki. b. Keseimbangan Ekonomi-Lingkungan Penerapan pajak akumulatif terhadap kepemilikan kendaraan bermotor, kawasan lalu lintas terbatas (Jakarta; 3 on 1), sebenarnya menunjukkan preferensi atas pengelolaan lingkungan yang berkualitas sembari mengembangkan sektor ekonomi. c. Aspek Finansial Return of investment jalan raya sekitar 5-10 tahun, sedangkan KA sekitar 50 tahun; kondisi ini menghambat KA untuk meningkatkan daya tarik investasinya. Sebuah upaya untuk memperkecil waktu pengembalian-investasi dapat dilakukan melalui (i) pemetaan komponen pembiayaan, (ii) pembentukan task force yang bertugas untuk mendesain upaya efisiensi dan pemangkasan-biaya (abating cost), (iii) penghimpunan pendanaan internall maupun eksternal. 4. Strategi Sinergi Berdasar data, proyeksi, serta posibilitas pengembangan menuju visi “sinergi pengembangan jalan tol dan jalur KA” maupun “ecological transportation” maka sejumlah strategi implementatif mencakup: (a) Menetapkan kebijakan transportasi sesuai dengan karakteristik kota. (b) Penetapan Master Plan Transportasi Inter-Regional yang mengintegrasikan

pembangunan jalanTol dan KA antar kota-Propinsi. (c) Penetapan Transit Oriented Development (T.O.D.) sebagai kebijakan internal

perkotaan. (d) Pada sisi kebijakan (policy) perlu dilakukan: (i) Pengendalian emisi kendaraan, (ii)

penyediaan bahan bakar yang ramah lingkungan, (iii) pembatasan populasi kendaraan pribadi: pembatasan usia kendaraan, jalur terbatas melalui program pemberlakuan hari tanpa berkendaraan, tarif jalur padat, (iv) pembatasan parkir kendaraan, (v) penetapan daerah bebas mobil, (vi) pengaturan jam operasi, dan sebagainya.

G. Kesimpulan 1. Dimensi Sosial (a) Potensi dampak sosial pengembangan jalan tol akan lebih besar pada aspek

penggunaan lahan untuk jalan tol maupun tekanan penduduk yang harus mencari lahan disisi jalan tol akibat terkena pembebasan lahan.

21

Page 22: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

(b) Konversi lahan menjadi hal sangat dominan dalam pembangunan jalan tol; hal ini menekan para pemilik maupun pengarap lahan irigasi walaupun mendapatkan ganti rugi yang memadai. Tekanan sejenis amatlah minim pada kasus penyediaan lahan untuk jalur kereta api.

(c) Secara sosial mengembangkan jaringan jalan KA akan lebih menguntungkan dibandingkan mengembangkan jalan tol, khususnya di pulau Jawa; hal ini disebabkan pertimbangan atas kebutuhan transportasi massal yang akomodatif.

(d) Image kereta yang kurang baik di mata masyarakat akibat (i) kapabilitas manajemen yang kurang memadai dalam pelayanan serta (ii) tingkat kecelakaan KA yang tinggi di tanah air.

2. Dimensi Ekonomi (a) Permintaan terhadap angkutan penumpang dan barang masih cukup tinggi baik untuk

jalan tol maupun KA. Terdapat pula pola kebutuhan angkutan yang tergantung pada waktu; khusus untuk antar kota, arus penumpang relatif padat pada akhir/awal minggu, bulan dan pada hari-hari libur/raya keagamaan.

(b) Pembangunan jalan secara signifikan menciptakan manfaat bagi masyarakat pengguna jalan, masyarakat bisnis, serta pelaku kegiatan yang mempunyai keterkaitan yang cukup tinggi dengan sektor ini.

(c) Penentuan harga biaya perjalanan berdasarkan W.T.P. untuk menggunakan jaringan jalan tol menunjukkan bahwa biaya untuk jarak dekat tidak menjadi masalah namun bisa jadi terlalu mahal jika perjalanan dilakukan secara individual dan melalui seluruh ruas tol.

(d) Keterkaitan antar sektor untuk jaringan jalan-raya terindikasi di sepanjang jaringan jalan ; keterkaitan antar sektor pada angkuatan KA hanya terdapat di sentra-sentra tertentu, terutama di stasiun besar.

(e) Investasi di jalan KA maupun jalan raya akan menyebabkan output perekonomian tumbuh meningkat dari besarnya investasi yang dilakukan, sehingga perlu diimplementasikan sebuah sistem transportasi terpadu di masing-masing wilayah sesuai dengan karakteristik lingkungan, budaya dan perekonomiannya.

(f) Kebijakan Pemerintah lebih condong pada pengembangan jalan tol daripada jalan KA. Jalan tol trans-Jawa didukung penuh Pemerintah, sebaliknya pengembangan jalur KA terhambat akibat minim dukungan kebijakan pendanaan, investasi maupun kemudahan keterlibatan swasta.

(g) Kebijakan pengembangan jalan tol saat ini belum bersinergi dengan pengembangan jalan KA; dampak negatif bagi KA berupa penurunan angkutan penumpang.

(h) Sinergisitas antara jalan tol dan jalur KA dapat dilaksanakan mempertimbangkan segmentasi jarak ideal dari kedua moda tersebut, segmentasi penumpang dan barang, mewujudkan sistem transportasi terpadu, mempertimbangkan rencana pengembangan wilayah dan sistem transportasi di tingkat pulau, propinsi dan kabupaten/kota.

22

Page 23: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

3. Dimensi Lingkungan (a) Pembangunan jalan tol juga ditengarai menjadi salah satu sektor pemicu percepatan

konversi lahan. (b) Pengembangan jalan tol yang berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaraan

menjadi isu penting terkait kenaikan harga bahan bakar dunia yang berasosiasi dengan gerakan hemat energi serta upaya reduksi pencemaran udara kendaraan bermotor.

(c) Kereta api memiliki beberapa kelebihan dalam hal penggunaan bahan bakar, tingkat pencemaran, tingkat kecelakaan, daya tampung dan kebutuhan lahan; walaupun demikian, aksesibilitas KA relatif rendah, karena membutuhkan infrastruktur khusus.

LAMPIRAN:

Tabel 9. Perbandingan Karakteristik Jalan Tol dan Jalur Kereta Api

Aspek Jalan Tol Jalan Kereta Api Kesimpulan Penggunaan Bahan Bakar/energi Catatan: solar dan bensin juga memiliki margin harga 1.200 rupiah

• 12.422,15 gram bensin/orang

• Kendaraan pribadi 1 liter/ 10 kilometer. Cnth: Jakarta-Surabaya 67,4 liter.

• Maka satu orang memerlukan 12.422,157 gram bensin. (1 mobil diisi 4 orang)

• Rata-rata konsumsi bahan bakar bus mencapai 0,012 liter per orang.

• 1589,50 gram solar/orang • Lokomotif diesel jenis CC 201

atau CC 203 menghabiskan 2 liter/kilometer. Contoh: Jakarta-Surabaya butuh 1348 liter solar.

• KA Gumarang kelas bisnis, dg 12 gerbong (60 penumpang/gerbong)

• Satu orang cuma butuh 1,87 liter solar.

• Rata-rata konsumsi bahan bakar kereta api hanya 0,002 liter per orang,

• Kereta api lebih hemat dibanding mobil pribadi atau bus yang melewati jalan tol

• Perbandingan bahan bakar adalah 1: 8,12. (dibanding mobil pribadi)

• Perbandingan bahan bakar adalah 1: 6. (dibanding bus)

Tingkat pencemaran

Pencemaran karbondioksida ke udara sebesar 862,65 mol atau 20.703,6 liter/orang yang diangkut

Pencemaran karbon dioksida yang dihasilkan 114 mol atau cuma 2736 liter/orang.

Tingkat pencemaran tol hampir 10 kali lipat pencemaran KA

Perbandingan waktu

14-16 jam ke Surabaya 10 – 12 Jam ke Surabaya Hampir sama/sedikit lebih cepat KA

Pilihan Jarak tempuh Konsumen

• Dekat ( < 300 kilometer) • Sedang ( 300 – 800 kilometer) • Mayoritas dalam propinsi Cenderung menjadi pilihan angkutan barang pada jarak < 300 Kilometer

• Jauh (> 800 kilometer) • Komuter (< 75 kilometer) • Mayoritas antar propinsi Menjadi pilihan angkutan barang pada jarak antara 300 – 700 kilometer

Jalan Tol, cenderung untuk jarak dekat dan sedang. Jalan KA untuk jarak jauh dan komuter

Daya Tampung • Bus (kapasitas 40 orang) membutuhkan konsumsi BBM 0,5 liter/kilometer (0,0125 liter/orang).

• Truk untuk mengangkut barang 2000 ton diperlukan 400 truk.

• KA (ekonomi) dapat mengangkut penumpang hingga 1.500 orang dengan konsumsi BBM 3 liter/kilometer (0,002 liter per orang).

• KA dapat mengangkut barang hingga 2000 ton dengan perjalanan sejauh 420 kilometer. Konsumsi BBM-nya 2.940 liter.

Daya tampung KA lebih besar

23

Page 24: IPTEK Sosek-9 Pengkajian Jalan Tol Dan Kereta API

Aspek Jalan Tol Jalan Kereta Api Kesimpulan Segmen Pengguna

• Masyarakat kelas menengah atas dan atas

• Untuk barang seperti alat rumah tangga, pakaian, sepeda motor, buku-buku

• Masyarakat kelas menengah dan bawah

• Untuk barang seperti produk pertanian, BBM, batubara, bahan makanan, bahan bangunan, alat rumah tangga.

• Tol (menengah atas dan atas)

• KA (menengah dan bawah)

Kebutuhan Investasi

• Biaya Investasi Jalan Tol = 12 s/d 70 Milyar/ Kilometer

• Rata-rata 40 miliar/Kilometer • Semarang Bawen 90 milyard/km

Satu Kilometer lintasan rel membutuhkan biaya pembangunan antara Rp 10 miliar

Biaya investasi/Kilometer = 1: 4 Catatan: investasi KA belum memperhitungkan gerbong KA, pemb stasiun, dll

Tingkat kebutuhan lahan

• Lahan yang dibutuhkan lebih luas • Harus melakukan pembebasan

tanah baru

• Lahan yang dibutuhkan terbatas

• Umumnya sudah ada jaringan jalan KA sejak jaman Belanda.

• Sempadan rel jarak 15-20 m merupakan lahan milik KA

Tol membutuhkan lahan lebih besar dibandingkan KA

Aksesibilitas • Jalan tol mempunyai aksesibilitas yang tinggi dibandingkan KA dan lebih fleksibel

• Hanya terbatas di sentra-sentar tertentu (stasiun)

Aksesibilitas sangat menguntungkan dalam pembangunan jalan tol

Pengembangan wilayah

• Pengembangan wilayah lebih cepat.

• Potensi pengembangan wilayah terkonsentrasi di pusat-pusat.

Jalan tol mempercepat pengembangan suatu wilayah

Kenaikan harga lahan

• Jalan tol memungkinkan tumbuhnya industri dan perdagangan yang meningkatkan harga lahan di sekitar jalan tol

• Lebih aman dalam pengendalian lahan disepanjang jalur kereta api.

Jalan tol mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah.

Kepemilikan lahan

• Kepemilikan lahan disepanjang jalan tol menimbulkan kemiskinan bagi para petani atau penggarap yang tidak mampu alih profesi

• Perubahan lahan lebih terkendali dengan adanya jalan kereta api.

Jalan tol mempercepat alih fungsi lahan disekitarnya.

Konflik dalam pembebasan lahan

• Sangat dominan terjadi dalam pembangunan jalan tol

• Relatif kecil sehingga tidak terjadi dalam pengembangan jaringan rel KA

Tingkat kerawanan terjadinya konflik mudah terjadi dalam pembangunan jalan tol.

(Sumber: Kompilasi oleh Tim Sebranmas, 2008)

24