slide jiwas

47
GANGGUAN DEPERSONALISASI Lucky Randy C111 11 163 Residen Pembimbing dr. Veronika Suwono Supervisior Pembimbing dr. Hawaidah, Sp.KJ (K) BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

Upload: marcoangeloliwan

Post on 12-Sep-2015

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sadsdaf

TRANSCRIPT

GANGGUAN PANIK

GANGGUAN DEPERSONALISASILucky RandyC111 11 163

Residen Pembimbingdr. Veronika Suwono

Supervisior Pembimbingdr. Hawaidah, Sp.KJ (K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2015

DEFENISI Depersonalisasi adalah perasaan bahwa tubuh atau dirinya asing dan tidak nyata. Pasien dengan gangguan ini merasa bahwa dirinya robot, ada dalam mimpi, atau terpisah dari tubuhnyaEPIDEMIOLOGIGangguan ini merupakan gejala psikiatri ketiga yang sering dilaporkan setelah depresi dan anxietas. Depersonalisasi ditemukan pada wanita dua kali lebih sering terkena dibandingkan laki-laki. Hampir separuh dari orang dewasa pernah mengalami satu episode singkat dari gangguan tersebut yang dipicu oleh stress berat. Kejadian depersonalisasi berkembang hampir pada sepertiga individu yang mengalami peristiwa yang mengancam jiwa dan hampir 40% diantaranya dirawat dirumah sakit dengan gangguan mental

ETIOPATOGENESIS1. Psikodinamik2. Stres Traumatik3. Teori Neurobiologikal

PsikodinamikPendekatan psikodinamik tradisional menekankan pada diintegrasi dari ego atau merupakan suatu respon yang defensif dari ego. Hal tersebut menjelaskan bahwa stres yang meliputi pengalaman yang menyakitkan atau konflik-konflik tertentu merupakan penyebab terjadinya gangguan tersebut.

Stres TraumatikPada umumnya, sepertiga sampai setengah dari pasien dengan gangguan depersonalisasi dilaporkan mengalami trauma yang cukup signifikan. Beberapa penelitian tentang korban kecelakaan yang dimana sebanyak 60% mengalami kejadian yang mengancam nyawa dilaporkan mengalami gangguan depersonalisasi selama kejadian atau segera setelahnya. Penelitian tentang pelatihan militer menemukan bahwa gejala dari depersonalisasi ditimbulkan oleh stres dan kelelahan.Teori NeurobiologikalObat SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor) berespon baik terhadap gangguan depersonalisasi akibat migrain dan marijuana. Peningkatan gejala depersonalisasi dapat disebabkan oleh penurunan dari L-tryptotphan, suatu prekursor serotonin, yang mempengaruhi lingkungan serotoninergik. Selain itu, adanya bukti kuat mengenai N-Methyl-D-aspartate (NMDA) subtipe dari reseptor glutamat sebagai pusat dari pembentukan gejala depersonalisasi.

PsikodinamikPendekatan psikodinamik tradisional menekankan pada diintegrasi dari ego atau merupakan suatu respon yang defensif dari ego. Hal tersebut menjelaskan bahwa stres yang meliputi pengalaman yang menyakitkan atau konflik-konflik tertentu merupakan penyebab terjadinya gangguan tersebut.

2. Stres TraumatikPada umumnya, sepertiga sampai setengah dari pasien dengan gangguan depersonalisasi dilaporkan mengalami trauma yang cukup signifikan. Beberapa penelitian tentang korban kecelakaan yang dimana sebanyak 60% mengalami kejadian yang mengancam nyawa dilaporkan mengalami gangguan depersonalisasi selama kejadian atau segera setelahnya. Penelitian tentang pelatihan militer menemukan bahwa gejala dari depersonalisasi ditimbulkan oleh stres dan kelelahan.

3. Teori NeurobiologikalObat SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor) berespon baik terhadap gangguan depersonalisasi akibat migrain dan marijuana. Peningkatan gejala depersonalisasi dapat disebabkan oleh penurunan dari L-tryptotphan, suatu prekursor serotonin, yang mempengaruhi lingkungan serotoninergik. Selain itu, adanya bukti kuat mengenai N-Methyl-D-aspartate (NMDA) subtipe dari reseptor glutamat sebagai pusat dari pembentukan gejala depersonalisasi.GAMBARAN KLINISAwal penyakit berkisar antara umur 15 30 tahun, jarang terjadi setelah umur 30 tahun, hampir tidak pernah muncul pada umur tua. Onset dari gangguan depersonalisasi biasanya tiba-tiba dan seringkali terjadi ketika pasien cemas. Pasien sering merasa mati rasa dan diluar dari perasaan dan tubuhnya. Kadang-kadang mereka merasa seperti seorang pengamat yang mengamati diri mereka sendiri atau mereka seperti mesin otomatis di dalam suatu mimpi. Depersonalisasi sulit untuk di deskripsikan, dan pasien kadang menganggap dirinya akan gilaDIAGNOSISKriteria diagnosis gangguan depersonalisasi berdasarkan DSM IV:Pengalaman yang menetap dan berulang dari perasaan terpisah dan sebagai pengamat terhadap suatu proses mental atau tubuh (merasa seperti dalam mimpi)Selama mengalami gangguan depersonalisasi, respon dan tindakan masih intakDepersonalisasi secara klinis disebabkan oleh suatu stres atau ketidakcocokan terhadap lingkungan sosial, pekerjaan, atau fungsi penting dari area lainnya.Gangguan depersonalisasi tidak terjadi semata-mata karena suatu gangguan mental lainnya, gangguan disosiatif lainnya, dan bukan secara langsung akibat efek fisiologi dari suatu substansi (contohnya : penggunaan obat-obatan atau suatu terapi pengobatan) atau suatu kondisi medis tertentu (contohnya : epilepsi lobus temporalis).

Kriteria diagnosis gangguan depersonalisasi berdasarkan PPDGJ-III:Untuk diagnosis pasti, harus ada salah satu atau dua-duanya dari (a) dan (b), ditambah (c) dan (d).Gejala depersonalisasi, yaitu individu merasa bahwa perasaannya dan /atau pengalamannya terlepas dari dirinya, jauh, bukan dari dirinya, hilang dan sebagainya;Gejala derealisasi, yaitu objek,orang dan/atau lingkungan menjadi seperti tidak sesungguhnya (unreal), jauh, semu, tanpa warna, tidak hidup dan sebagainya;Memahami bahwa hal tersebut merupakan perubahan spontan dan subjectif, dan bukan disebabkan oleh kekuatan luar atau orang lain (insight cukup baik);Peng-inderaan tidak terganggu (clear sensorium) dan tidak ada toxic confusional satate atau epilepsy.Harus dapat dibedakan gangguan lain dengan gejala change of personality, seperti skizofrenia (F20); Gangguan disosiatif (F44) Epilepsi lobus temporalis (Pre/Post-ictal).DIAGNOSIS BANDINGBerbagai kondisi yang mempunyai komplikasi depersonalisasi dapat dimasukkan sebagai diagnosis banding dari gangguan depersonalisasi. Depersonalisasi dapat berasal dari kondisi medis atau kondisi neurologikal tertentu, intoksikasi atau putus obat, efek samping suatu terapi medis, atau bisa juga berhubungan dengan suatu serangan panik, fobia, gangguan stres akut, skizoprenia, atau gangguan dissosiatif lainnya. Evaluasi medis dan neurologis penting, termasuk diantaranya pemeriksaan laboratorium, EEG, dan skrining penggunaan obat-obatan. Depersonalisasi yang berhubungan dengan obat umumnya bersifat sementara, tetapi depersonalisasi yang persisten dapat terjadi pada pasien dengan intoksikasi akibat substansi tertentu, contohnya marijuana, kokain, dan obat psikostimulan lainnya. Kondisi neurologis diantaranya, epilepsi, tumor otak, gangguan metabolik, migrain dan vertigo juga dapat menyebabkan depersonalisasi.PENATALAKSANAANDepersonalisasi sering kali bersifat sementara dan dapat hilang tanpa pengobatan. Depersonalisasi yang bersifat sementara atau persisten sebaiknya dibedakan berdasarkan penyebabnya, yakni yang berasal dari gejalanya sendiri atau sebagai komplikasi dari sindrom yang membutuhkan terapi seperti gangguan cemas dan skizoprenia.Depersonalisasi yang berasal dari gejalanya sendiri mungkin dapat berespon terhadap selfhypnosis. Selain itu, psikoterapi yang bertujuan untuk mengobati berbagai peristiwa traumatik atau stresor-stresor lainnya juga dapat berguna dalam terapi.Beberapa bukti menunjukkan bahwa SSRI antidepresan, seperti fluoxetine (prozac), dapat membantu pasien-pasien dengan depersonalisasi. Beberapa pasien dengan depersonalisasi berespon cukup baik walaupun jarang terhadap obat-obat seperti: antidepresan, mood stabilizer, neuroleptik tipikal dan atipikal, dan antikonvulsan. Manajemen stres, pelatihan relaksasi dan kegiatan fisik mungkin juga dapat membantu beberapa pasien

PROGNOSISDepersonalisasi setelah suatu kejadian traumatik atau intoksikasi umumnya dapat sembuh sendiri. Sedangkan, depersonalisasi yang berhubungan dengan mood, psikotik atau gangguan cemas lainnya umumnya dapat hilang dengan terapi defenitif dari kondisi tersebut.SKIZOFRENIA PARANOIDLucky RandyC111 11 163

Residen Pembimbingdr. Veronika Suwono

Supervisior Pembimbingdr. Hawaidah, Sp.KJ (K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2015

STATUS PASIENIdentitas Pasien Nama: Ny.YUmur: 48 TahunAgama: IslamSuku: BugisStatus Pernikahan: MenikahPendidikan Terakhir: S1Pekerjaan: Karyawan SwasraAlamat: BTN Minasa Upa

Masuk RSKD Provinsi Sulawesi Selatan untuk pertama kalinya pada tanggal 05 Juni 2015, diantar oleh suami pasien.

2. Riwayat Psikiatri Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis dan alloanamnesis dari :Nama: Tn. AUmur: 50 TahunJenis kelamin: Laki-LakiAgama : IslamStatus : MenikahPendidikan Terakhir: S1Pekerjaan: PNSAlamat : BTN Minasa UpaHubungan dengan pasien: Suami pasien

Keluhan Utama : Gelisah

Riwayat Gangguan SekarangSeorang pasien perempuan datang ke RSKD pertama kali diantar oleh suami dengan keluhan utama gelisah, memberat 10 hari yang lalu. Pasien mondar-mandir, berbicara sendiri, menangis sendiri dan setiap hari terbangun terutama pada malam hari. Pasien juga mendengar suara-suara bisikan yang mengatakan bahwa pasien akan dibunuh (dipotong kepalanya) oleh seorang laki-laki. Pasien juga sering menuduh suami pasien akan meracuni pasien.

Perubahan perilaku dialami sejak 2 bulan yang lalu saat pasien dimutasi dari tempat kerjanya. Awal perubahan perilaku pasien terlihat gelisah. Pasien sulit tidur, berbicara sendiri dan sering mendengar bisikan-bisikan dari seorang laki-laki yang akan membunuh (memotong kepala pasien). Menurut suami pasien, pasien dahulunya bekerja sebagai staf administrasi yang kerjanya santai dan memperoleh gaji lebih besar. Kemudian pasien di mutasi ke tempat kerja di cabang lain sebagai pembantu umum yang kerjanya lebih sibuk dengan gajinya yang jauh lebih sedikit dari sebelumnya. Riwayat pengobatan tidak ada. Sebelum memgalami perubahan perilaku, pasien dikenal sebagai seseorang yang mudah bergaul di kantor dan rajin saat bekerjaRiwayat Gangguan Sebelumnya

a. Riwayat Penyakit DahuluTidak ditemukan adanya riwayat penyakit fisik seperti infeksi, trauma kapitis, ataupun kejang. b. Riwayat Penggunaan Zat PsikoaktifPasien tidak pernah merokok, mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang, c. Riwayat Gangguan Psikiatri SebelumnyaPasien tidak pernah mengalami gangguan psikiatri sebelumnya.

Riwayat Kehidupan Pribadi1. Riwayat Prenatal dan PerinatalPasien lahir normal di rumah, ditolong oleh bidan, cukup bulan, spontan, langsung menangis dan tidak terdapat kelainan. Berat badan lahir tidak diketahui. Ibu pasien cukup menjaga kesehatannya dengan baik serta teratur memeriksakan kandungannnya di dokter spesialis kandungan. Pada saat bayi, pasien tidak pernah mengalami panas tinggi dan kejang serta minum ASI cukup. 2. Riwayat Masa Kanak Awal (Usia 1-3 tahun)Pasien diasuh oleh kedua orangtua pasien. ASI diberikan sampai umur 2 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan pasien pada masa anak-anak awal sesuai dengan perkembangan anak seusianya. Tidak ada masalah perilaku yang menonjol. Waktu kecil mampu bermain bersama kakak, adik dan teman sebayanya.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4-11 tahun)Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan cukup mendapat perhatian dan kasih sayang. Pada usia 7 tahun pasien mulai masuk SD. Selama sekolah prestasi pasien biasa-biasa saja.4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (Usia 12-18 tahun)Tamat dari SD pasien melanjutkan ke SMP. Dan setelah lulus dari SMP, pasien melanjutkan ke SMA. Hingga akhirnya pasien melanjutkan kuliah dengan mengambil jurusan Ilmu Sosial. Selama sekolah, prestasi pasien biasa-biasa saja.

5. Riwayat Masa Dewasa a. Riwayat PekerjaanSetelah lulus dari perguruan tinggi, pasien melamar kerja di salah satu perusahaan swasta dan diterima sebagai staf administrasi di perusahaan tersebut. Jabatan tersebut dijalani selama 10 tahun. Pasien merasa cukup puas dengan jabatan tersebut karena jabatan tersebut tidak memerlukan tenaga yang berlebihan saat bekerja. Pasien mendapat gaji yang besar. Pasien merasa gaji tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Pada tahun 2015, pasien dimutasi dari tempat kerjanya ke cabang lain dan menjabat sebagai pembantu umum dengan gaji yang jauh lebih rendah dari sebelumnya serta memerlukan tenaga yang lebih saat bekerja. Hal tersebut membuat pasien selalu mengeluh dengan apa yang pasien kerjakan. b. Riwayat PernikahanPasien menikah bulan Mei tahun 1990 dengan laki-laki pilihan orangtuanya. Suami pasien berasal dari Pangkep yang bekerja sebagai seorang guru SMA. Pasien dan suaminya tinggal di rumah sendiri berupa rumah yang cukup layak. Suami pasien adalah seorang laki-laki yang baik dan cukup sabar, selama menikah pasien tidak pernah bertengkar atau dipukul suaminya. Pasien memiliki tiga orang anak (, , ). Anak pertama sudah menikah. Anak kedua berusia 15 tahun dan sedang menjalani pendidikan kelas 1 SMA. Anak ketiga berusia 13 tahun dan sedang menjalani pendidikan kelas 2 SMP. c. Riwayat Agama Pasien memeluk agama Islam dan menjalankan kewajiban agama dengan cukup baik. d. Riwayat MiliterPasien tidak pernah mengikuti kegiatan militer. e. Riwayat Pelanggaran HukumSelama ini pasien tidak pernah terlibat dengan masalah hukum. f. Aktivitas Sosial Pasien bergaul dengan teman sebayanya, tetangga dan rekan kerjanya di kantor serta aktif mengikuti kegiatan sosial di lingkungan sekitar rumah. 6. Riwayat KeluargaPasien anak pertama dari tiga bersaudara (, , ). Jarak usia pasien dengan saudara-saudaranya tidak berbeda jauh. Kedua adik laki-laki pasien sudah menikah dan tinggal di Makassar. Kedua orang tua pasien sudah meninggal. Tidak ada anggota keluarga atau kerabat yang diketahui menderita penyakit gangguan jiwa.7. Situasi Kehidupan Sekarang Sebelum dibawa ke RSKD pasien tinggal dengan suami dan ketiga anak-anaknya di sebuah rumah yang cukup layak. Sehari-harinya pasien bekerja di salah satu perusahaan swasta di MakassarPEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI

A. Status InternusKeadaan umum tidak tampak sakit, kesadaran komposmentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, frekwensi pernafasan 20 kali/menit, suhu tubuh 36,7 C, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru dan abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.B. Status NeurologiGejala rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), Kernigs sign (-)/(-), pupil bulat dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, refleks cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal, tidak ditemukan refleks patologis.

Pemeriksaan Status MentalA. Deskripsi Umum1.Penampilan Seorang perempuan, wajah sesuai umur, perawakan sedang, kulit sawo matang, memakai jilbab hitam, baju kemeja coklat dan celana kain hitam, perawatan diri cukup, sikap tubuh biasa.2. Kesadaran :Berubah3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor Pasien tampak cukup tenang duduk di hadapan pemeriksa.4. Pembicaraan Pasien menjawab pertanyaan dengan spontan, lancar, dan intonasi biasa.5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

Keadaan Afektif1.Mood: Sulit dinilai2.Afek: Tumpul3.Keserasian: Tidak serasi4.Empati: Tidak dapat dirabarasakan

Fungsi Intelektual (Kognitif)1. Taraf Pendidikan : Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan tingkat pendidikannya.2.Orientasia. Waktu: Baik b. Tempat: Baikc. Orang: Baik3.Daya Ingata. Jangka Panjang: Baikb. Jangka Sedang: Baikc. Jangka Pendek: Baikd. Jangka Segera: Baik4. Konsentrasi dan Perhatian: Cukup5.Pikiran Abstrak: Baik6.Bakat Kreatif: Tidak ada7. Kemampuan Menolong Diri Sendiri: Cukup

D.Gangguan Persepsi1.Halusinasi Halusinasi auditorik : Suara laki-laki (satu orang) yang selalu mengancam akan membunuh (memotong kepala) pasien.2. Ilusi : Tidak ada3. Depersonalisasi dan Derealisasi Tidak ada

E.Proses Berpikir1.Arus Pikiran Produktivitas cukup, kontinuitas relevan dan tidak ada hendaya dalam berbahasa.2. Isi Pikiran Terdapat gangguan isi pikiran berupa :a. Waham kejaran (+) : pasien yakin dirinya sedang diikuti oleh seorang laki-laki yang akan akan membunuh (memotong kepalanya).b. Waham curiga (+) : pasien yakin suaminya akan meracuni dirinya dengan makanan atau minuman yang diberikan.

F.Pengendalian ImpulsBaikG.Daya Nilai dan Tilikan1.Norma Sosial: Terganggu2.Uji Daya Nilai: Terganggu3.Penilaian Realitas: Terganggu4.Tilikan: Pasien merasa dirinya tidak sakit (Derajat I)H.Taraf Dapat DipercayaDapat dipercaya

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Seorang pasien perempuan datang ke RSKD pertama kali diantar oleh suami dengan keluhan utama gelisah, memberat yang lalu. Pasien mondar-mandir, berbicara sendiri, menangis sendiri dan setiap hari terbangun terutama pada malam hari. Pasien juga mendengar suara-suara bisikan yang mengatakan bahwa pasien akan dibunuh (dipotong kepalanya) oleh seorang laki-laki. Pasien juga sering menuduh suami pasien akan meracuni pasien.Perubahan perilaku dialami sejak 2 bulan yang lalu saat pasien dimutasi dari tempat kerjanya. Awal perubahan perilaku pasien terlihat gelisah. Pasien sulit tidur, berbicara sendiri dan sering mendengar bisikan-bisikan dari seorang laki-laki yang akan membunuh (memotong kepala pasien). Menurut suami pasien, pasien dahulunya bekerja sebagai staf administrasi yang kerjanya santai dan memperoleh gaji lebih besar. Kemudian pasien di mutasi ke tempat kerja di cabang lain sebagai pembantu umum yang kerjanya lebih sibuk dengan gajinya yang jauh lebih sedikit dari sebelumnya. Riwayat pengobatan tidak ada. Sebelum memgalami perubahan perilaku, pasien dikenal sebagai seseorang yang mudah bergaul di kantor dan rajin saat bekerja.

Pada pemeriksaan status mental didapatkan penampilan seorang perempuan, wajah sesuai umur, perawakan sedang, kulit coklat, memakai jilbab hitam, kemeja coklat, celana kain hitam, perawatan diri cukup, sikap tubuh biasa. Kesadaran berubah, perilaku dan aktivitas psikomotor cukup tenang, pembicaraan spontan, menjawab sesuai pertanyaan, intonasi biasa, sikap terhadap pemeriksa kooperatif. Keadaan afektif, mood sulit dinilai, afek tumpul, empati tidak dapat dirabarasakan. Taraf pendidikan sesuai, orientasi waktu, tempat dan orang baik, daya ingat jangka panjang, sedang, pendek, dan segera baik. Konsentrasi dan perhatian cukup, pikiran abstrak cukup, kemampuan menolong diri sendiri kurang. Terdapat gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik yaitu suara laki-laki yang selalu mengancam akan membunuh (memotong kepala) pasien. Pada proses pikir produktivitas cukup, kontinuitas relevan dan tidak ditemukan adanya hendaya dalam berbahasa. Terdapat gangguan isi pikir berupa adanya waham kejar berupa pasien yakin dirinya selalu diikuti oleh seorang laki-laki yang akan membunuh (memotong kepala) pasien, dan waham curiga berupa pasien yakin suminya akan meracuni pasien dengan makanan dan minuman yang diberikan. Pengendalian impuls baik, uji daya nilai terganggu, norma sosial dan penilaian realitas terganggu. Pasien merasa dirinya tidak sakit. Secara umum yang diutarakan oleh pasien dapat dipercaya.

Evaluasi multi aksialAksis IBerdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan gejala klinis yang bermakna yaitu berupa pola perilaku gelisah, mondar-mandir, bicara dan menangis sendiri. Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) pada pasien dan keluarga serta terdapat hendaya (disability) pada fungsi psikososial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita gangguan jiwa.

Pada pemeriksaan status mental ditemukan hendaya berat dalam menilai realita berupa waham dan halusinasi sehingga didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik.Pada pemeriksaan status internus dan neurologik tidak ditemukan adanya kelainan, sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organik dapat disingkirkan dan didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik Non Organik. Dari alloanamnesis, autoanamnesis, dan pemeriksaan status mental didapatkan afek yang inappropriate, gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik yang terus menerus, dan sudah berlangsung sudah lebih dari 1 bulan yang sesuai dengan 1 gejala untuk didiagnosis sebagai Skizofrenia (ICD-10/PPDGJ III: F 20). Pada pasien ini sangat menonjol halusinasi auditorik, waham curiga dan waham kejarannya, dan tidak didapatkan pembicaraan yang kacau maupun perilaku yang kacau atau katatonik, sehingga berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III) maupun menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth EditionText Revision (DSM IV-TR) diagnosis dapat diarahkan pada Skizofrenia ParanoidAksis II Dari informasi yang didapatkan, belum cukup untuk mengarahkan pasien ke salah satu ciri kepribadian. Aksis III Tidak ada diagnosaAksis IV Stressor psikososial gangguan saat ini adalah masalah pekerjaan dimana pasien dimutasi dari tempat kerjanya.Aksis VGAF Scale saat ini : 50-41, Gejala berat, disabilitas berat.

DAFTAR MASALAHOrganobiologikTidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi karena terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter maka pasien memerlukan psikofarmakoterapi.PsikologikDitemukan adanya hendaya berat dalam menilai realitas berupa halusinasi dan waham yang menimbulkan gejala psikis sehingga pasien memerlukan psikoterapi. SosiologikDitemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehingga perlu dilakukan sosioterapi.

VIII.PROGNOSIS Dubia

Rencana TerapiA. Psikofarmakoterapi :Haloperidol tablet 5 mg 3x1Chlorpromazine tablet 100 mg 0 0 - IB.PsikoterapiSuportif :Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien sehingga dapat membantu pasien dalam memahami dan cara menghadapi penyakitnya, manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau minum obat secara teratur. Sosioterapi : Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat pasien sehingga bisa menerima keadaan pasien dan memberikan dukungan moral serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses penyembuhan dan keteraturan pengobatan.

X.FOLLOW UP Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan penyakitnya, selain itu menilai efektivitas dan kemungkinan efek samping.

DISKUSISkizofrenia adalah suatu sindrom klinis yang beragam dan berubah-ubah dan sangat mengganggu, sebuah kumpulan gejala psikopatologi yang melibatkan fungsi kognitif, emosi, persepsi, dan aspek perilaku lainnya. Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III), skizofrenia paranoid dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, ditambah dengan : Halusinasi atau waham harus menonjol, berupa suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal, atau halusinasi penciuman atau pengecapan rasa atau bersifat seksual, halusinasi visual mungkin ada namun jarang menonjol; dan waham dapat berupa hampir setiap jenis tapi waham dikendalikan, dipengaruhi, passivity, atau kejar adalah yang paling khas.Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

Prognosis pasien ini adalah dubia dinilai dengan melihat faktor-faktor pendukung dan penghambat penyembuhannya. Faktor pendukung berupa : Gambaran klinis adalah simptom positifAda faktor pencetus yang jelasTidak ada riwayat keluarga dengan skizofreniaFaktor Penghambat berupa :Pasien tidak minum obat teratur

TERIMA KASIH