skripsi pengaruh jenis pelarut pada ekstraksi...

75
SKRIPSI PENGARUH JENIS PELARUT PADA EKSTRAKSI DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus Benth) TERHADAP KADAR KALIUM JANUGRAHENI PRASETYA NINGRUM NIM. 35.2014.710961 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR 2018

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • SKRIPSI

    PENGARUH JENIS PELARUT PADA EKSTRAKSI DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus Benth) TERHADAP KADAR

    KALIUM

    JANUGRAHENI PRASETYA NINGRUM

    NIM. 35.2014.710961

    PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR2018

  • iii

    ii

    PENGESAHAN SKRIPSI

  • iv

    iii

    PERNYATAAN KEASLIAN

    Dengan ini saya,

    Nama : Janugraheni Prasetya Ningrum

    NIM : 35.2014.710961

    Fakultas : Ilmu Kesehatan

    Program Studi : Farmasi

    Judul : Pengaruh Jenis Pelarut Pada Ekstraksi Daun Kumis

    llllllllllllllllllllllllKucing (Orthosiphon Stamineus Benth) terhadap

    llllllllllllllllllllllllKadar Kalium

    Saya dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya

    saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

    kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun. Kecuali, secara tertulis menjadi

    acuan dalam naskah ini dengan referensi asli yang juga tercantum dalam daftar

    pustaka.

    Sebaliknya, jika ditemukan plagiarisme dalam skripsi ini, saya siap menerima

    sanksi sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

    Ngawi, 21 Rajab 1439 H 8 April 2018 M

    Penulis,

    Janugraheni Prasetya Ningrum NIM. 35.2014.710961

  • v

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.

    Skripsi ini disusun dalam rangka untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Ilmu Kesehatan di Universitas Darussalam Gontor dengan judul Pengaruh Jenis Pelarut Pada Ekstraksi Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) Terhadap Kadar Kalium.

    Pada kesempatan ini, penulis banyak mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Surya Amal, S.Si, M.Kes. Apt, selaku ketua KAPRODI Farmasi UNIDA Gontor yang selalu menyemangati dan telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Ibu Fitria Susilowati, S.Pd, M.Sc. dan Ibu Lija Oktya Artanti, S.Si, S.Pd, M.Pd. yang telah membimbing dan memberi saran kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Terima kasih kepada dosen-dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Bapak dan ibu dosen Prodi Farmasi yang telah mendidik selama jenjang pendidikan perkuliahan.

    Penulis juga mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada ayahanda tercinta Jaswadi dan Ibunda terkasih Kasri yang selalu memberikan motivasi dan do’a yang tulus serta pengorbanan berupa materi ataupun non materi. Kepada seluruh keluarga besar yang selalu mendo’akan dan memberikan dukungan. Kepada teman-teman seperjuangan angkatan pertama UNIDA Gontor yang telah memberikan dorongan, pelajaran dan pengalaman baru

  • vi

    kepada penulis, terima kasih untuk semangat dan kebersamaannya selama ini. Serta semua pihak yang membantu penulis selama ini, dan tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga Allah melipatgandakan pahala atas segala bantuan dan dukungannya kepada penulis.

    Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat untuk semuanya.

    v

    Semoga Allah melipatgandakan pahala atas segala bantuan dan dukungannya

    kepada penulis.

    Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan

    dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis

    menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis

    mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat untuk semuanya.

    Ngawi, 21 Rajab 1439 H 8 April 2018 M Penulis,

    Janugraheni Prasetya Ningrum NIM 35.2014.710961

  • vii

    ABSTRAK

    Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang tersebar di berbagai daerah, salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah kumis kucing. Kumis kucing memiliki beberapa metabolit sekunder, salah satunya adalah kalium yang merupakan senyawa yang bersifat diuretik. Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, kelumpuhan, mengigau, dan konstipasi. Sedangkan kelebihan kalium dapat menyebabkan gagal jantung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis pelarut dan menghitung kadar kalium terekstrak pada ekstraksi daun kumis kucing. Metode penelitian dilakukan menggunakan instrument spektrofotometri serapan atom. Sampel didapatkan dan diidentifikasi dari UPT Materia Medica Batu daerah Malang, Jawa Timur, sampel diekstrak dengan metode perkolasi (pelarut etanol 70%, etanol 96%, dan metanol) dan infus (pelarut air), kemudian didestruksi menggunakan HNO3 untuk mengubah logam organik menjadi anorganik, selanjutnya diukur absorbansi nya menggunakan spektrofotometri serapan atom menggunakan nyala udara-asetilen pada panjang gelombang 766,5. Keuntungan dari metode ini adalah dapat menentukan kadar logam hingga jumlah terkecil dan tidak dipengaruhi oleh logam lain. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa kadar kalium pada tanaman kumis kucing dalam pelarut air, etanol 70%, etanol 96%, dan metanol berturut-turut adalah (29,256 ± 1,581) mg/L, (51,294 ± 5,028) mg/L, (31,406 ± 2,777) mg/L, (58,351 ± 2,925) mg/L. Metode yang digunakan memiliki nilai simpangan baku masing-masing pelarut adalah; pelarut air 0,005, pelarut etanol 70% 0,017, pelarut etanol 96% 0,009, pelarut metanol 0,001. Berdasarkan perhitungan uji statistik menggunakan perhitungan uji beda lebih dari dua sampel terdapat perbedaan rata-rata kadar kalium antara masing-masing pelarut, dengan kadar kalium tertinggi terdapat pada pelarut metanol.

    Kata Kunci: tanaman kumis kucing, kalium, spektrofotometri serapan atom.

  • viii

    ABSTRACT

    Indonesia has a variety of biological resources in various regions, one of the plants that can be used as medicine is an Orthosiphon stamineus Benth. Orthosiphon stamineus Benth has some secondary metabolites, one of which is potassium that has a diuretic compound. Lack of potassium causes weaknesses, loss of appetite, paralysis, delirium, and constipation. While in more often potassium cause heart disease. This research aims to know the side effect of solvent type and calculate the extracted potassium level on the extraction of Orthosiphon stamineus Benth. The research method was done using atomic absorption spectrophotometry instrument. Samples were obtained and identified from UPT Materia Medica Batu Malang, East Java. Sample was extracted by percolation method (ethanol 70%, ethanol 96%, and methanol) and infusion (water solvent), then was destructied using HNO3 to transform organic metal into inorganic, then was measured the absorbance using atomic absorption spectrophotometry with an air-acetylene flame at wavelength 766,5. The benefit of this method was to establish the metal content to the smallest amount and did not have side effect by other metals. The result showed that the concentrati on of potassium in Orthosiphon stamineus Benth in water solvent, ethanol 70%, ethanol 96%, and methanol were (29,256 ± 1,581) mg/L, (51,294 ± 5,028) mg/L, (31,406 ± 2.777) mg/L, (58.351 ± 2.925) mg/L. The method had in standard deviation value of each solvent was; water solvent 0,005, ethanol 70% 0,017, ethanol 96% 0,009, and methanol 0,001. Based on statistical test calculations using different test calculations over two samples, there was a difference in average potassium levels between each solvent, with the highest potassium content was found in methanol solvent.

    Keywords: Orthosiphon stamineus Benth, potassium, atomic absorption spectrophotometry.

  • ix

    DAFTAR ISI

    PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................. iiPERNYATAAN KEASLIAN .............................................................. iiiUCAPAN TERIMA KASIH ............................................................... vABSTRAK .......................................................................................... viABSTRACT ........................................................................................ viiDAFTAR ISI ....................................................................................... viiiDAFTAR TABEL................................................................................ xDATAR GAMBAR ............................................................................. xiDAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xii

    BAB I

    PENDAHULUAN .............................................................................. 11.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 11.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 31.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 31.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 52.1 Penelitian Terdahulu .................................................................... 52.2 Landasan Teori ............................................................................ 6

    2.2.1 Tanaman Kumis Kucing Klasifikasi Tanaman .................. 62.2.2 Kalium ............................................................................... 92.2.3 Ekstraksi ............................................................................ 112.2.4 Pelarut ................................................................................ 122.2.5 Spektrofotometri Serapan Atom ........................................ 13

    2.3 Kerangka Konsep ........................................................................ 172.4 Hipotesis ...................................................................................... 17

  • x

    BAB IIIMETODE PENELITIAN .................................................................... 193.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 193.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 193.3 Rancangan Percobaan .................................................................. 19

    3.3.1 Jenis Penelitian .................................................................. 193.3.2 Variabel Penelitian ............................................................. 19

    3.4 Tahapan Penelitian ...................................................................... 203.4.1 Pembuatan Simplisia ......................................................... 203.4.2 Pembuatan Ekstrak ............................................................ 203.4.3 Pembuatan Larutan HNO3 ............................................... 203.4.4 Proses Destruksi Basah ..................................................... 203.4.5 Pembuatan Larutan Sampel ............................................... 213.4.6 Identifikasi Mengunakan Spektrofotometri

    Serapan Atom .................................................................... 213.5 Analisis Data ............................................................................... 22

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 254.1 Pengambilan Sampel ................................................................... 254.2 Identifikasi Sampel ...................................................................... 254.3 Pembuatan Ekstrak Tumbuhan .................................................... 254.4 Proses Destruksi Basah ............................................................... 264.5 Identifikasi Menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom ....... 26

    BAB V

    PENUTUP ........................................................................................... 335.1 Kesimpulan .................................................................................. 335.2 Saran ........................................................................................... 33

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 35

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Instrumentasi Spektrofotmetri Serapan Atom ................. 14Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ........................................... 14Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalium ........................... 26Gambar 4.2 Perbandingan Kadar Kalium Pelarut Air, Etanol 70%, Etanol 96%, Metanol. ........................................................................ 29

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Kandungan Kimia Tanaman Kumis Kucing. ...................... 28Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Kalium Dalam Sampel ...................... 28Tabel 4.2 Nilai Konstanta Dielektrik Beberapa Pelarut ...................... 30Tabel 4.3 Nilai Simpangan Baku Relatif Kalium ............................... 30

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel ................................................ 39Lampiran 2. Serbuk daun kumis kucing ............................................. 40Lampiran 3. Data Kalibrasi Kalium dengan Spektrofotometer

    Serapan Atom dankPerhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi ................................................... 41

    Lampiran 4. Hasil penetapan kadar kalium pada sampel ................... 43Lampiran 5. Perhitungan kadar kalium dalam pelarut air ................... 44Lampiran 6. Perhitungan kadar kalium dalam pelarut etanol 70% ..... 46Lampran 7. Perhitungan kadar kalium dalam pelarut etanol 96% ...... 48Lampiran 10. Perhitungan statistik kadar kalium dalam pelarut

    etanol 70% .................................................................... 53Lampiran 11. Perhitungan statistik kadar kalium dalam pelarut

    etanol 96% .................................................................... 54Lampiran 12. Perhitungan statistik kadar kalium dalam pelarut

    metanol ......................................................................... 55Lampiran 13. Uji beda rata-rata kadar kalium antara pelarut air,

    etanol 70%, etanol 96%, dan metanol ......................... 56Lampiran 14. Tabel larutan standar kalium ........................................ 58Lampiran 15. Hasil analisis spektrofotometri serapan atom

    masing-masing pelarut ................................................ 59Lampiran 16. Tabel distribusi t ........................................................... 60Lampiran 17. Tabel distribusi f ........................................................... 61

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang MasalahIndonesia memiliki beragam tumbuhan yang tersebar di berbagai

    daerah, di mana keanekaragaman hayati tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pengobatan. Kekayaan sumberdaya hayati Indonesia tercatat sekitar 30.000 jenis tanaman berbunga dan sekitar 9.606 spesies diketahui berkhasiat obat, 940 jenis tanaman obat sudah ditemukan tetapi baru 80 jenis yang sudah diproduksi untuk pembuatan obat (Mahendra dan Fauzi, 2005). Beragamnya keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia menjadikan tumbuhan-tumbuhan tersebut belum sepenuhnya dipelajari secara menyeluruh, khususnya kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan tersebut.

    Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah kumis kucing, tumbuhan ini dapat dimanfaatkan dalam pengobatan beberapa penyakit, seperti antihiperlipidemia, antioksidan, analgesik dan antipiretik, diuretik, penghambat produksi asam urat, dan anti-inflamasi (Dalimartha, 2000). Kumis kucing merupakan salah satu tanaman kalkugama yang dapat memberikan efek pencegahan dan peluruhan batu ginjal, serta melancarkan buang air kecil yang membantu pengeluaran kristal dari saluran urin.

    Dalam suatu tanaman mengandung beberapa metabolit sekunder, salah satu metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan dan diambil khasiatnya adalah mineral kalium. Kalium dapat ditemukan dalam beberapa tumbuhan, salah satunya terdapat pada tumbuhan kumis kucing. Tanaman yang tumbuh di bumi semata-mata tidak dapat tumbuh dengan sendirinya, melainkan atas izin Allah SWT. Dengan tanaman-tanaman itu, kita dapat mengambil salah satu manfaatnya untuk pengobatan, karena sesungguhnya setiap penyakit itu pasti ada obatnya. Seperti firman Allah dalam surat Asy-Syu’araa’ ayat 7-8, yang berbunyi “Dan apakah mereka

  • 2

    tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat suatu tanda kekuasaan Allah, dan kebanyakan mereka tidak beriman”.

    Kumis kucing memiliki beberapa kandungan kimia, di antaranya flavon, polifenol, protein aktif, glikosida, minyak atsiri dan kalium. Kumis kucing mengandung zat berkhasiat obat yang dikenal sebagai obat penggempur batu ginjal yaitu orthosiphon dan garam kalium dengan kadar 0,7% - 2,36% (Rukmana, 1995). Menurut Anggraeni dan Triantoro (1992) kandungan utama tanaman kumis kucing adalah kalium dan saponin. Menurut penelitian Lusi (2015) terdapat perbedaan yang signifikan dalam kadar kalium pada daun kumis kucing, daun pegagan, dan daun salam masing-masing secara berurutan adalah (611,2501 ± 1,3393) mg/100g, (496,9701 ± 0,9422) mg/100g, (326,3965 ± 0,9174) mg/100g. Kalium dalam kumis kucing tersimpan di vakuola dalam bentuk senyawa orthosiphon glikosida.

    Mineral terdapat di dalam tubuh dan memegang peran penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh. Keseimbangan mineral di dalam tubuh diperlukan untuk pengaturan kerja enzim, pemeliharaan keseimbangan asam basa, pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Budiyanto, 2001). Kalium merupakan salah satu mineral makro yang berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan tubuh (Almatsier, 2013). Kekurangan kalium dapat terjadi karena terjadinya kehilangan melalui saluran cerna dan ginjal. Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, dan konstipasi. Kelebihan kalium akut dapat terjadi bila konsumsi tidak diimbangi oleh kenaikan ekskresi.

    Ekstraksi merupakan cara yang digunakan untuk mengisolasi senyawa yang ada pada tumbuhan. Ekstrak tumbuhan yang dibuat dari simplisia dapat digunakan sebagai obat, untuk itu ekstrak yang dibuat harus memenuhi standar mutu. Beberapa faktor yang memengaruhi mutu ekstrak diantaranya yaitu faktor kimia seperti jenis dan jumlah senyawa kimia, metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan (Depkes RI, 2000). Menurut

  • 3

    penelitian Arifianti (2014) jenis dan konsentrasi pelarut dapat memengaruhi tingkat kepolaran suatu ekstraksi, sehingga akan memengaruhi hasil dari senyawa yang terekstrak. Untuk mendapatkan ekstraksi yang menyeluruh dan mendapatkan senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas farmakologi, maka pemilihan pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi merupakan faktor yang penting (Wijesekera, 1991). Jenis pelarut pengekstraksi merupakan faktor penting yang akan memengaruhi senyawa terkandung dalam ekstrak, sesuai konsep like dissolves like, di mana senyawa yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa yang bersifat non polar akan larut dalam pelarut non polar.

    Penetapan kadar kalium dapat dilakukan dengan metode gravimetri dan spektrofotometri serapan atom (Basset, et al., 1991). Penelitian ini menggunakan metode spektrofotometri serapan atom karena alasan pelaksanaannya relatif cepat dan sederhana, serta spesifik untuk setiap logam tanpa dilakukan pemisahan dan dapat menentukan kadar suatu unsur dengan konsentrasi yang rendah (Khophar, 1985). Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh jenis pelarut terhadap kadar kalium dalam ekstrak daun kumis kucing.

    1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini

    dapat dirumuskan sebagai berikut :

    1. Bagaimanakah pengaruh jenis pelarut terhadap kadar kalium dalam ekstrak daun kumis kucing?

    2. Berapakah kadar kalium dalam setiap pelarut ekstrak daun kumis

    kucing?

    1.3 Tujuan PenelitianBerdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini

    adalah :

    1. Mengetahui pengaruh dari jenis pelarut terhadap kadar kalium dalam ekstrak daun kumis kucing.

  • 4

    2. Menghitung kadar kalium terekstrak dalam setiap pelarut ekstrak daun kumis kucing.

    1.4 Manfaat PenelitianBerdasarkan tujuan penelitian, maka manfaat yang dapat diambil

    dari penelitian ini adalah :

    1. Manfaat TeoritisDiharapkan dapat memberikan pengetahuan lebih khususnya

    dalam bidang pemilihan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi tanaman kumis kucing.

    2. Manfaat PraktisDiharapkan dapat menjadi acuan untuk peneliti selanjutnya

    dalam pemilihan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi kalium pada daun kumis kucing, serta dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh jenis pelarut dalam ekstraksi kadar kalium pada ekstak daun kumis kucing (Orthosiphon stameineus Benth), sehingga kalium yang telah diekstraksi dari daun kumis kucing dapat dimanfaatkan untuk pengobatan, salah satunya untuk mengobati penyakit batu ginjal.

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Penelitian TerdahuluPenelitian ini mengenai pengaruh variasi jenis pelarut pada ekstraksi

    daun kumis kucing terhadap kadar kalium. Berdasarkan eksplorasi peneliti, ditemukan beberapa tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian pertama adalah penelitian dari Lusiana Arifianti, dkk (2014) yang berjudul “Pengaruh Jenis Pelarut Pengekstraksi terhadap Kadar Sinensetin dalam Ekstrak Daun Orthosiphon aristatus (Blume) Miq”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelarut yang efektif digunakan untuk ekstraksi kadar sinensetin dalam ekstrak daun kumis kucing, dengan menggunakan densitometer.

    Penelitian kedua adalah penelitian dari Lusi Ayulita Sinaga (2015) dengan judul “Analisis Perbandingan Kadar Kalium Pada Daun Kumis Kucing, Daun Pegagan dan Daun Salam Secara Spektrofotometri Serapan Atom”. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar kalium yang terkandung dalam daun kumis kucing, daun pegagan dan daun salam dan untuk melihat perbedaan kadar kalium yang terkandung dalam daun kumis kucing, daun pegagan dan daun salam.

    Penelitian ketiga adalah penelitian dari Yolanda Bethesda Pardede (2015) dengan judul “Penetapan Kadar Kalium dalam Daun Segar, Jamu, Infus Daun Segar dan Seduhan Jamu Daun Kumis Kucing (Orthosipon aristatus(Blume) Miq) Secara Spektrofotometri Serapan Atom”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kalium yang terkandung dalam daun kumis kucing segar dan jamu kumis kucing. Selain itu, untuk mengetahui perbedaan kadar kalium yang terdapat pada daun kumis kucing segar dengan jamu daun kumis kucing serta antara infus daun kumis kucing segar dan seduhan jamu daun kumis kucing.

  • 6

    Adapun perbedaan penelitian yang dilaksanakan peneliti dengan penelitian yang relevan tersebut di atas adalah untuk mengetahui variasi jenis pelarut yang efektif dalam pengambilan ekstrak kalium pada ekstrak daun kumis kucing menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom.

    2.2 Landasan Teori

    2.2.1 Tanaman Kumis Kucing Klasifikasi TanamanMenurut UPT Materia Medica Batu dalam determinasi tanaman

    kumis kucing, klasifikasi tanaman kumis kucing adalah sebagai berikut :

    Kingdom : PlantaeSub Kingdom : TracheobiontaSuper Divisi : SpermathophytaDivisi : AngiospermaeKelas : DicotyledonaeBangsa : TubifloraeSuku : LabiataeMarga : OrthhosiponJenis : Orthosipon stamineus BenthNama umum : Kumis KucingNama daerah : Kumis kucing (Melayu – Sumatera),

    kumis kucing (Sunda),remujung(Jawa), songkot koceng (Madura).

    Merupakan tanaman yang tumbuh tegak, pada buku-bukunya berakar tetapi tidak tampak nyata, tinggi tanaman sampai 2 m. Batang bersegi empat agak beralur. Helai daun berbentuk bundar telur lonjong, lanset, lancip atau tumpul pada bagian ujungnya, ukuran daun panjang 1-10 cm dan lebarnya 7,5 mm – 1,5 cm, urat daun sepanjang pinggir berbulu tipis, kedua permukaan berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang jumlahnya sangat banyak, panjang tangkai daun 7-29 mm. Kelopak bunga berkelenjar, urat dan pangkal berbulu pendek dan

  • 7

    jarang sedangkan di bagian yang paling atas gundul. Mahkota bunga berwarna ungu pucat atau putih, dengan panjang13-27 mm, bagian atas ditutupi oleh bulu pendek, panjang tabung 10-18 mm, panjang bibir 4,5-10 mm, helai bunga tumpul, bundar. Benang sari ukurannya lebih panjang dari tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian atas. Buah geluk berwarna coklat gelap, panjang 1,75-2 mm (Depkes, 1980).

    Khasiat TanamanBeberapa penelitian pra-klinik tentang manfaat tanaman kumis

    kucing dalam pengobatan beberapa penyakit, seperti berikut :

    1. Sebagai antihiperlipidemia (Umbare et al., 2009).2. Sebagai antimikroba dan antioksidan (Basheer dan Abdil,

    2010).3. Sebagai agen anti-angiogenik (Basheer dan Abdil, 2010).4. Sebagai penyeimbang level nitrat oksida (Basheer dan Abdil,

    2010).5. Sebagai antipiretik dan analgesik (Basheer dan Abdil, 2010).6. Sebagai pengatur gula darah sehingga digunakan untuk

    pengobatan alternatif diabetes (Himani et al., 2013).7. Memiliki aktivitas dalam menghambat penempelan platelet-

    platelet darah dan memiliki sifat hemolitik kuat yang dapat menurunkan tekanan darah sehingga dapat menjadi alternatif pengobatan untuk tekanan darah tinggi serta untuk mengurangi kolesterol, yang sering digunakan dalam obat tradisionl (Himani et al., 2013).

    8. Berguna untuk membersihkan racun dalam darah sehingga telah digunakan sebagai obat herbal tradisional dalam proses detoksifikasi dan juga dapat menghapus sisa metabolisme di dalam tubuh sehingga berguna dalam upaya penurunan berat badan (Himani et al., 2013).

    9. Sebagai diuretik sehingga bermanfaat dalam pengobatan batu

  • 8

    gunjal dan pembilasan ginjal serta saluran kemih (Himani et al., 2013).

    10. Sebagai penghambat produksi asam urat yang dapat digunakan dalam membantu kondisi seperti gout dan radang sendi karena tingginya kadar asam urat dalam tubuh (Himani et al., 2013).

    11. Sebagai anti-inflamasi yang dapat digunakan dalam pengobatan herbal untuk arthritis dan rematik (Himani et al., 2013).Committee on Herbal Medical Products/HMPC (2010)

    menyebutkan tentang manfaat daun kumis kucing yang telah melalui uji klinik yaitu sebagai diuretik, peningkat sekresi empedu dari hati dan pengobatan batu ginjal. Ekstrak air daun kumis kucing yang diberikan 5x100 ml sekali sehari selama 10-15 hari, dapat meningkatkan volume urin serta meningkatkan eliminasi urea dan klorida pada 14 pasien dengan kondisi azotaemik uraemia. Ekstrak daun kumis kucing juga dapat meningkatkan produksi empedu dan eliminasi asam empedu dari kantung empedu pada sukarelawan sehat. Kumis kucing telah banyak digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai antihipertensi, hipolipidemik, hipoglikemik rematik, antiinflamasi, antibakteri, dan antijamur.

    Kandungan Kimia TanamanKumis kucing banyak mengandung flavon, polifenol, protein

    aktif, glikosida, minyak atsiri dan kalium. Lebih dari 12 senyawa fenolik yang telah diisolasi dari tanaman kumis kucing seperti : flavon lipofilik, glikosida flavonol, turunan asam kafeat (asam rosmarinat an 2,3-dicaffeoyltartaric acid), asam oleanolat, asam ursolat dan β-sitosterol. Kandungan orthosiphonin dan garam kalium (terutama pada daunnya) adalah komponen utama yang membantu larutnya asam urat, fosfat dan oksalat alam tubuh manusia (terutama dalam kandung kemih, empedu maupun ginjal) sehingga dapat mencegah endapan batu ginjal (Wulandari, 2011).

  • 9

    Tabel 2.1 Kandungan Kimia Tanaman Kumis Kucing.

    Nama senyawa Contoh senyawa

    Senyawa Flavonoid

    Sinensetin, Tetramethylscutellarein, Eupatroin, Salvigenin, Cirsimaritiin, Pilloin, Rhamnazin, Trimethylapigenin, Tetramethylluteolin

    Senyawa DiterpenOrthosiphone, Orthosiphonone-B, Orthosiphol-A, Orthosiphol-B, Orthosiphol-F, Orthosiphol-G, Orthosiphol-H, Neoorthosiphols-A, Staminol-A.

    BenzochromenesOrthochromene-A, Methylripariochromene-A, Acetovaillochromene

    Minyak AtsiriΒ-elemene, β-caryophyllene, α-humulene, β- caryophyllene oxide, Can-2-one, Palmitic acid

    Sumber: Himani et al, 2013

    Zat-zat dan kegunaan zat yang terkandung di dalam daun kumis kucing antara lain minyak atsiri dapat digunakan sebagai anti nyeri, anti infeksi, dan pembunuh bakteri; flavonoid dapat digunakan sebagai melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang, antibiotik, dan antivirus; orthosiphon glikosida dapat digunakan sebagai diuretik dan antiinflamasi; saponin dapat digunakan sebagai antiseptik dan menghambat Na+/D-glucose cotransport system (SGLUT) di membran brush border intestinal; garam kalium dapat digunakan sebagai metabolisme energi serta katalisator sintesis glikogen dan protein; myoinositol dapat digunakan sebagai aktivitas lipotropik, mengatur respon sel terhadap rangsang dari luar, transmisi saraf, serta pengaturan aktivitas enzim.

    2.2.2 KaliumKadar kalium dapat ditetapkan dengan analisis kualitatif maupun

    kuantitaif. Analisis kuantitatif kadar kalium dapat dilakukan dengan metode gravimetri dan spektrofotometri serapan atom (Basset, et al., 1991). Sedangkan analisis kualitatif kalium dapat dilakukan dengan uji natrium heksanitritokobalat, larutan natrium heksanitritokobalat, larutan asam tartarat, larutan asam perkolat, reagensia asam

  • 10

    heksakloroplatinat, reagensia dipikrilamina, uji kering (pewarnaan nyala) dan uji natrium tetrafenilboron (Vogel, 1990).

    Kalium berperan dalam pemeliharaan keseimbangan elektrolit, cairan dan keseimbangan asam basa. Kalium dan kalsium berperan dalam transmisi saraf serta relaksasi otot di dalam sel, kalium berfungsi sebagai katalisator dalam reaksi biologik, terutama dalam metabolisme energi, sintesis glikogen dan protein. Kalium juga berperan dalam pertumbuhan sel. Taraf kalium dalam otot memiliki hubungan dengan masa otot dan simpanan glikogen, oleh karena itu apabila otot berada dalam pembentukan dibutuhkan kalium dalam jumlah cukup. Tekanan darah normal memerlukan perbandingan antara natrium dan kalium yang sesuai di dalam tubuh (Almatsier, 2013). Kalium terdapat dalam semua makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Sumber utama makanan mentah/segar, terutama buah, sayuran, dan kacang-kacangan (Almatsier, 2013).

    Kekurangan kalium dapat terjadi karena kebanyakan kehilangan melalui saluran cerna atau ginjal. Kehilangan kalium melalui saluran cerna dapat terjadi karena muntah-muntah, diare kronis atau kebanyakan menggunakan laksan. Sedangkan kehilangan melalui ginjal dapat disebabkan karena penggunaan obat-obat diuretik terutama untuk pengobatan hipertensi. Kekurangan kalium dapat menyebabkan kehilangan nafsu makan, lemah, lesu, kelumpuhan, mengigau dan konstipasi. Jantung akan berdebar, serta menurunkan kemampuannya untuk memompa darah (Almatsier, 2013). Kelebihan kalium akut dapat terjadi bila konsumsi melalui saluran cerna (enteral) atau tidak melalui saluran cerna (parenteral) melebihi 12 g/m2 permukaan tubuh sehari (18 g untuk orang dewasa) tanpa diimbangi oleh kenaikan ekskresi. Hiperkalemia akut dapat menyebabkan gagal jantung yang berakibat kematian. Kelebihan kalium juga dapat terjadi bila ada gangguan fungsi ginjal (Almatsier, 2013).

  • 11

    2.2.3 EkstraksiEkstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia

    menggunakan pelarut cair untuk memisahkan senyawa yang dapat larut sehingga terpisah dari senyawa yang tidak dapat larut. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang terkandung dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam beberapa golongan, misalnya minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain (Depkes, 2000).

    Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari (Depkes, 2008).

    Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Simplisia segar adalah bahan alam segar yang belum dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Depkes, 2008).

    Metode EkstraksiMenurut Depkes (2000) metode ekstraksi menggunakan pelarut

    dibagi menjadi dua cara yaitu cara dingin dan cara panas.

    1. Cara dingina. Maserasi Merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan

    cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

    b. Perkolasi Perkolasi merupakan salah satu ekstraksi dengan pelarut yang

    selalu menetes sehingga pelarut yang digunakan akan selalu baru dan umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

  • 12

    2. Cara panasa. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

    didihnya, selang waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendinginan balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses residu pertama sehingga terjadi proses ekstraksi sempurna.

    b. Sokhletasi Sokhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu

    baru umumnya dilakukan dengan alat khusus (seperangkat alat sokhlet) sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

    c. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu)

    pada temperature 40-50ºC.d. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

    penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih), temperatur terukur 96-98ºC selama 15-20 menit.

    e. Dekok Dekok adalah ekstraksi infus dengan selang waktu yang lebih

    lama dan temperatur titik didih air mencapai ≥ 30ºC.

    2.2.4 PelarutPelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah pelarut

    yang optimal, dengan demikian kandungan senyawa yang aktif dapat terpisahkan dari kandungan senyawa lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar kandungan senyawa yang diinginkan dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung. Menurut Wulandari (2011), faktor untuk pertimbangan pada pemilihan cairan

  • 13

    pelarut adalah sebagai berikut :

    1. Selektif2. Kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut3. Ekonomis4. Ramah lingkungan5. Keamanan

    Etanol merupakan cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna. Memiliki bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah, mudah menguap pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78º dan mudah terbakar, etanol dapat bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik. Metanol merupakan cairan tidak berwarna, memiliki bau khas, dapat bercampur dengan air membentuk cairan jernih tidak berwarna, digunakan sebagai pereaksi. Air merupakan cairan jernih, tidak berwarna dan tidak berasa serta tidak berbau, dan digunakan sebagai pereaksi (Depkes RI, 1995).

    2.2.5 Spektrofotometri Serapan Atom

    Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom

    Spektrofotometri serapan atom merupakan metode yang didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet. Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Spektrofotometri serapan atom memiliki kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm) sehingga cocok untuk analisis logam, pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2015).

    Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat unsurnya. Sebagai contoh kalium menyerap cahaya pada panjang gelombang 766,5 nm. Energi

  • 14

    yang dimiliki cahaya pada panjang gelombang ini dapat digunakan untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dengan menyerap suatu energi, maka atom pada keadaan dasar dapat dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1985).

    Prinsip dari metode ini adalah atom-atom suatu logam diuapkan dalam suatu nyala dalam serapannya pada suatu pita radiasi sempit yang dihasilkan oleh suatu lampu katoda rongga, dilapisi dengan logam tertentu yang sedang ditentukan, diukur. Atom-atom logam diuapkan dalam suatu nyala dan radiasi dilewatkan melalui nyala tersebut. Atom yang diuapkan berada dalam keadaan dasarnya (tidak memancarkan energi) dan akan menyerap radiasi yang berkaitan dengan perbedaan antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasinya. Lampu yang digunakan disebut ‘lampu katoda rongga’ dan dilapisi dengan logam yang akan dianalisis. Kerugian teknik ini adalah bahwa hanya satu unsur yang dapat dianalisis serta lampu harus selalu diganti tiap kali suatu unsur yang berbeda sedang dianalisis (Watson, 2005).

    Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

    Instrumentasi spektrofotometri serapan atom dapat dilihat pada gambar 2.1

    13

    pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman,

    2015).

    Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorbsi cahaya oleh

    atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu

    tergantung pada sifat unsurnya. Sebagai contoh kalium menyerap cahaya pada

    panjang gelombang 766,5 nm. Energi yang dimiliki cahaya pada panjang

    gelombang ini dapat digunakan untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom.

    Dengan menyerap suatu energi, maka atom pada keadaan dasar dapat dinaikkan

    tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1985).

    Prinsip dari metode ini adalah atom-atom suatu logam diuapkan dalam suatu

    nyala dalam serapannya pada suatu pita radiasi sempit yang dihasilkan oleh suatu

    lampu katoda rongga, dilapisi dengan logam tertentu yang sedang ditentukan,

    diukur. Atom-atom logam diuapkan dalam suatu nyala dan radiasi dilewatkan

    melalui nyala tersebut. Atom yang diuapkan berada dalam keadaan dasarnya (tidak

    memancarkan energi) dan akan menyerap radiasi yang berkaitan dengan perbedaan

    antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasinya. Lampu yang digunakan disebut

    ‘lampu katoda rongga’ dan dilapisi dengan logam yang akan dianalisis. Kerugian

    teknik ini adalah bahwa hanya satu unsur yang dapat dianalisis serta lampu harus

    selalu diganti tiap kali suatu unsur yang berbeda sedang dianalisis (Watson, 2005).

    Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

    Instrumentasi spektrofotometri serapan atom dapat dilihat pada gambar 2.1

    Gambar 2.1 Instrumentasi Spektrofotmetri Serapan Atom Gambar 2.1 Instrumentasi Spektrofotmetri Serapan Atom

  • 15

    a. Sumber SinarSumber sinar yang sering digunakan adalah lampu katoda

    berongga, yang terdiri atas tabung kaca tertutup serta mengandung suatu katoda dan anoda yang terbuat dari logam. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia dengan tekanan rendah. Apabila logam ini diberi selisih tegangan yang tinggi maka katoda akan memancarkan elektron menuju anoda. Elektron yang bertekanan tinggi ini akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi. Akibatnya unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif yang selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan yang tinggi. Unsur-unsur ini akan bertabrakan dengan ion positif gas mulia yang mengakibatkan unsur akan terlempar keluar permukaan katoda dan akan mengalami eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Gandjar dan Rohman, 2015).

    b. Tempat SampelDalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel

    yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Alat yang dapat digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap yaitu dengan nyala dan dengan tanpa nyala. Sampel yang digunakan diubah menjadi bentuk uap atomnya pada suatu nyala. Suhu yang dapat dicapainya tergantung pada gas yang digunakan. Sedangkan untuk tanpa nyala, pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit. Sistem pemanasan dengan tanpa nyala dapat dilalui dengan 3 tahap : pengeringan, pengabuan dan pengatoman. Suhu pemanasan tanpa nyala dilakukan dengan cara terprogam (Gandjar dan Rohman, 2015).

    c. MonokromatorPada spektrofotometri serapan atom, monokromator

    dimaksudkan untuk memisahakan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinu yang disebut chopper (Gandjar dan Rohman, 2015).

  • 16

    d. DetektorKegunaan detektor dalam spektrofotometri serapan atom

    adalah sebagai pengukuran intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton. Dua cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu: yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinu; dan yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Gandjar dan Rohman, 2015).

    e. ReadoutReadout merupakan alat yang digunakan dalam sistem

    pencatatan hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2015).

    Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom

    Spektrofotometri serapan atom memiliki gangguan yang dapat menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Beberapa gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometri serapan atom antara lain: gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat memengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala; gangguan kimia yang dapat memengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala; gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis; gangguan oleh penyerapan non-atomik (Gandjar dan Rohman, 2015).

  • 17

    2.3 Kerangka Konsep

    16

    2.3 Kerangka Konsep

    Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

    2.4 Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah :

    1. Pelarut air, etanol 70%, etanol 96% dan metanol dalam tanaman kumis kucing

    memiliki kadar kalium dalam jumlah tertentu.

    2. Terdapat perbedaan rata-rata kadar kalium antara masing-masing pelarut.

    Tanaman kumis kucing

    Ekstraksi

    Etanol 96% Etanol 70% Metanol Air

    Ekstrak kental

    Spektrofotometri Serapan Atom

    Pembuatan kurva kalibrasi Penetapan kadar kalium Perhitungan kadar kalium dalam sampel

    Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

    2.4 HipotesisBerdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah :

    1. Pelarut air, etanol 70%, etanol 96% dan metanol dalam tanaman kumis kucing memiliki kadar kalium dalam jumlah tertentu.

    2. Terdapat perbedaan rata-rata kadar kalium antara masing-masing pelarut.

  • 19

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian dilakukan pada bulan November 2017 sampai Januari

    2018. Metode ekstraksi dilakukan di Laboratorium Universitas Darussalam Gontor dan pengukuran kadar menggunakan spektrofotometri serapan atom dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas

    Gadjah Mada.

    3.2 Alat dan Bahan PenelitianAlat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik,

    blender, ayakan no.60, rotary evaporator, spatula, botol kaca dan peralatan gelas, serta Spktrofotometer Serapan Atom. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kumis kucing, etanol 70%, etanol 96%, metanol, serta akua demineralisata.

    3.3 Rancangan Percobaan

    3.3.1 Jenis PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan

    metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) tiga kali ulangan dengan menggunakan empat taraf yaitu substitusi variasi konsentrasi pelarut terhadap kadar kalium dengan menggunakan pelarut air, etanol 70%, etanol 96%, dan metanol.

    3.3.2 Variabel Penelitian

    Variabel Bebas

    Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstraksi kalium pada daun kumis kucing dengan jenis pelarut yang berbeda-beda. Variabel bebas yang akan diukur adalah pelarut air, etanol 70%, etanol 96%, dan metanol.

  • 20

    Variabel TerikatVariabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar kalium dalam

    daun kumis kucing.

    3.4 Tahapan Penelitian

    3.4.1 Pembuatan SimplisiaTanaman diperoleh dari UPT Materia Medica Batu daerah

    Malang, Jawa Timur. Simplisia kumis kucing diayak dengan ayakan 60 mesh sampai diperoleh serbuk yang memiliki ukuran yang sama.

    3.4.2 Pembuatan EkstrakSerbuk daun kumis kucing ditimbang masing-masing 100 gram

    untuk setiap pelarut, diekstraksi secara perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol 70%, etanol 96% dan metanol. Setelah selesai proses ekstraksi, kemudian ekstrak yang diperoleh diuapkan hingga diperoleh hasil akhir berupa ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya diambil sebanyak 1,5 gram dan dilarutkan dengan air hingga diperoleh volume 300 ml.

    Untuk pelarut air, serbuk yang telah diayak, ditimbang sebanyak 1,5 gram dan dimasukkan kedalam panci infus yang berisi 300 ml air dan dipanaskan dengan suhu 90ºC kurang lebih selama 15 menit. Kemudian diserkai dengan kain flannel dan ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus 300 ml.

    3.4.3 Pembuatan Larutan HNO3 Larutan HNO3 (1:1) dibuat dengan mengencerkan 50 ml HNO3

    65% b/v dan air sebanyak 50 ml.

    3.4.4 Proses Destruksi BasahHasil dari pembuatan ekstrak ditambahkan 10 ml larutan

    HNO3, didiamkan selama kurang lebih 24 jam dan dipanaskan pada suhu 80ºC selama 2 jam hingga diperoleh larutan bening dan disaring

  • 21

    menggunakan kertas whatman.

    3.4.5 Pembuatan Larutan SampelHasil destruksi dilarutkan dengan 5 ml HNO3 (1:1), kemudian

    dimasukkan labu ukur 50 ml dan ditambahkan aquades hingga garis tanda kemudian disaring menggunakan kertas whatman.

    3.4.6 Identifikasi Mengunakan Spektrofotometri Serapan Atom

    Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium

    Larutan baku kalium dibuat dengan berbagai macam konsentrasi, yaitu 0,1; 0,2; 0,5; 08; 1; 1,5; 2; 4; 6 dan 8 mg/L kemudian diukur pada panjang gelombang 766,5 nm.

    Penetapan Kadar Kalium

    Larutan sampel sebanyak 1 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah dikondisikan dan diatur metodenya, dimana pengujian kadar kalium dilakukan pada panjang gelombang 766,5 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

    Perhitungan Kadar Kalium dalam SampelMenurut Gandjar dan Rohman (2015) kadar kalium dalam

    sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

    19

    3.4.6 Identifikasi Mengunakan Spektrofotometri Serapan Atom Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium

    Larutan baku kalium dibuat dengan berbagai macam konsentrasi, yaitu 0,1;

    0,2; 0,5; 08; 1; 1,5; 2; 4; 6 dan 8 mg/L kemudian diukur pada panjang gelombang

    766,5 nm.

    Penetapan Kadar Kalium

    Larutan sampel sebanyak 1 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan

    dicukupkan dengan aqua demineralisata hingga garis tanda. Lalu diukur

    absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom yang telah

    dikondisikan dan diatur metodenya, dimana pengujian kadar kalium dilakukan pada

    panjang gelombang 766,5 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam

    rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel

    ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

    Perhitungan Kadar Kalium dalam Sampel

    Menurut Gandjar dan Rohman (2015) kadar kalium dalam sampel dapat

    dihitung dengan cara sebagai berikut:

    Kadar (mg/L) = C X V X Fp𝑊𝑊

    Keterangan:

    C = konsentrasi logam dalam larutan sampel (mg/L)

    V = volume larutan (ml)

    Fp = faktor pengenceran

    W = volume sampel (ml)

    3.5 Analisis Data

    Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan konsentrasi kalium pada

    tanaman kumis kucing dengan berbagai macam pelarut pengekstraksi, maka

    dilakukan analisis data menggunakan metode statistik yang telah tersedia. Kalium

    yang diperoleh dianalisis dengan metode standar deviasi menggunakan rumus:

  • 22

    Keterangan:C = konsentrasi logam dalam larutan sampel (mg/L)V = volume larutan (ml)Fp = faktor pengenceranW = volume sampel (ml)

    3.5 Analisis DataUntuk mengetahui ada tidaknya perbedaan konsentrasi kalium pada

    tanaman kumis kucing dengan berbagai macam pelarut pengekstraksi, maka dilakukan analisis data menggunakan metode statistik yang telah tersedia. Kalium yang diperoleh dianalisis dengan metode standar deviasi menggunakan rumus:

    20

    SD = √∑(Xi – X̅)²n − 1

    Keterangan:

    Xi = kadar sampel X̅ = kadar rata-rata sampel

    Kadar kalium yang diperoleh pada masing-masing pelarut diuji dengan uji-

    t untuk mengetahui data ditolak atau diterima, dengan rumus:

    thitung = |Xi - X̅SD/√n|

    Nilai thitung yang diperoleh ditinjau dengan tabel distribusi t, apabila thitung < ttabel

    maka data tersebut diterima. Kadar kalium dalam sampel ditentukan dengan tingkat

    kepercayaan 99% (α = 0,01; dk = n-1), dapat digunakan rumus:

    µ = X̅ ± (t (α/2,dk) x SD / √n )

    Keterangan:

    µ = kadar sampel

    X̅ = kadar rata-rata sampel t = nilai t tabel sesuai dengan α = 0,01; dk = n-1

    SD = standar deviasi

    √n = jumlah pengulangan Pengujian Beda Rata-rata Kadar Kalium masing-masing Pelarut

    Untuk mengetahui beda nilai rata-rata kadar kalium masing-masing pelarut

    dilakukan perhitungan statistik uji beda lebih dari dua sampel dengan beberapa

    asumsi; varian homogen, sampel bersifat independen, data terdistribusi normal, dan

    jenis data yang dianalisis adalah numerik dan kategorik. Rumus uji beda lebih dari

    dua sampel adalah sebagai berikut:

    F = Sb2

    Sw2

    Sw2 = (n1 − 1)s12 + (n2 − 1)s22 + ⋯ + (nk − 1)sk2

    N − k

    20

    SD = √∑(Xi – X̅)²n − 1

    Keterangan:

    Xi = kadar sampel X̅ = kadar rata-rata sampel

    Kadar kalium yang diperoleh pada masing-masing pelarut diuji dengan uji-

    t untuk mengetahui data ditolak atau diterima, dengan rumus:

    thitung = |Xi - X̅SD/√n|

    Nilai thitung yang diperoleh ditinjau dengan tabel distribusi t, apabila thitung < ttabel

    maka data tersebut diterima. Kadar kalium dalam sampel ditentukan dengan tingkat

    kepercayaan 99% (α = 0,01; dk = n-1), dapat digunakan rumus:

    µ = X̅ ± (t (α/2,dk) x SD / √n )

    Keterangan:

    µ = kadar sampel

    X̅ = kadar rata-rata sampel t = nilai t tabel sesuai dengan α = 0,01; dk = n-1

    SD = standar deviasi

    √n = jumlah pengulangan Pengujian Beda Rata-rata Kadar Kalium masing-masing Pelarut

    Untuk mengetahui beda nilai rata-rata kadar kalium masing-masing pelarut

    dilakukan perhitungan statistik uji beda lebih dari dua sampel dengan beberapa

    asumsi; varian homogen, sampel bersifat independen, data terdistribusi normal, dan

    jenis data yang dianalisis adalah numerik dan kategorik. Rumus uji beda lebih dari

    dua sampel adalah sebagai berikut:

    F = Sb2

    Sw2

    Sw2 = (n1 − 1)s12 + (n2 − 1)s22 + ⋯ + (nk − 1)sk2

    N − k

    Kadar kalium yang diperoleh pada masing-masing pelarut diuji dengan uji-t untuk mengetahui data ditolak atau diterima, dengan rumus:

    20

    SD = √∑(Xi – X̅)²n − 1

    Keterangan:

    Xi = kadar sampel X̅ = kadar rata-rata sampel

    Kadar kalium yang diperoleh pada masing-masing pelarut diuji dengan uji-

    t untuk mengetahui data ditolak atau diterima, dengan rumus:

    thitung = |Xi - X̅SD/√n|

    Nilai thitung yang diperoleh ditinjau dengan tabel distribusi t, apabila thitung < ttabel

    maka data tersebut diterima. Kadar kalium dalam sampel ditentukan dengan tingkat

    kepercayaan 99% (α = 0,01; dk = n-1), dapat digunakan rumus:

    µ = X̅ ± (t (α/2,dk) x SD / √n )

    Keterangan:

    µ = kadar sampel

    X̅ = kadar rata-rata sampel t = nilai t tabel sesuai dengan α = 0,01; dk = n-1

    SD = standar deviasi

    √n = jumlah pengulangan Pengujian Beda Rata-rata Kadar Kalium masing-masing Pelarut

    Untuk mengetahui beda nilai rata-rata kadar kalium masing-masing pelarut

    dilakukan perhitungan statistik uji beda lebih dari dua sampel dengan beberapa

    asumsi; varian homogen, sampel bersifat independen, data terdistribusi normal, dan

    jenis data yang dianalisis adalah numerik dan kategorik. Rumus uji beda lebih dari

    dua sampel adalah sebagai berikut:

    F = Sb2

    Sw2

    Sw2 = (n1 − 1)s12 + (n2 − 1)s22 + ⋯ + (nk − 1)sk2

    N − k

    Nilai thitung yang diperoleh ditinjau dengan tabel distribusi t, apabila thitung < ttabel maka data tersebut diterima. Kadar kalium dalam sampel ditentukan dengan tingkat kepercayaan 99% (α = 0,01; dk = n-1), dapat digunakan rumus:

  • 23

    20

    SD = √∑(Xi – X̅)²n − 1

    Keterangan:

    Xi = kadar sampel X̅ = kadar rata-rata sampel

    Kadar kalium yang diperoleh pada masing-masing pelarut diuji dengan uji-

    t untuk mengetahui data ditolak atau diterima, dengan rumus:

    thitung = |Xi - X̅SD/√n|

    Nilai thitung yang diperoleh ditinjau dengan tabel distribusi t, apabila thitung < ttabel

    maka data tersebut diterima. Kadar kalium dalam sampel ditentukan dengan tingkat

    kepercayaan 99% (α = 0,01; dk = n-1), dapat digunakan rumus:

    µ = X̅ ± (t (α/2,dk) x SD / √n )

    Keterangan:

    µ = kadar sampel

    X̅ = kadar rata-rata sampel t = nilai t tabel sesuai dengan α = 0,01; dk = n-1

    SD = standar deviasi

    √n = jumlah pengulangan Pengujian Beda Rata-rata Kadar Kalium masing-masing Pelarut

    Untuk mengetahui beda nilai rata-rata kadar kalium masing-masing pelarut

    dilakukan perhitungan statistik uji beda lebih dari dua sampel dengan beberapa

    asumsi; varian homogen, sampel bersifat independen, data terdistribusi normal, dan

    jenis data yang dianalisis adalah numerik dan kategorik. Rumus uji beda lebih dari

    dua sampel adalah sebagai berikut:

    F = Sb2

    Sw2

    Sw2 = (n1 − 1)s12 + (n2 − 1)s22 + ⋯ + (nk − 1)sk2

    N − k

    Pengujian Beda Rata-rata Kadar Kalium masing-masing PelarutUntuk mengetahui beda nilai rata-rata kadar kalium masing-masing

    pelarut dilakukan perhitungan statistik uji beda lebih dari dua sampel dengan beberapa asumsi; varian homogen, sampel bersifat independen, data terdistribusi normal, dan jenis data yang dianalisis adalah numerik dan kategorik. Rumus uji beda lebih dari dua sampel adalah sebagai berikut:

    21

    F = Sb2

    Sw2

    Sw2 = (n1 − 1)s12 + (n2 − 1)s22 + ⋯+ (nk − 1)sk2

    N − k

    Sb2 = n1(x1 − x)2 + n2(x2 − x)2 + ⋯+ nk(xk − x)2

    k − 1

    x = n1 × x1 + n2 × x2 +⋯+ nk × xkN

    Keterangan:

    F = nilai statistik hitung

    df = k-1 untuk pembilang, n-k untuk penyebut

    n1 = jumlah sampel kelompok-1; s1 = standar deviasi kelompok 1

    n2 = jumlah sampel kelompok-2; s2 = standar deviasi kelompok 2

    nk = jumlah sampel kelompok-k; sk = standar deviasi kelompok k

    N = jumlah seluruh data

    x1 = rata-rata kelompok 1

    x2 = rata-rata kelompok 2

    xk = rata-rata kelompok k

    x = rata-rata seluruh data

    Seluruh sampel dinyatakan berbeda apabila nilai statistik hitung lebih besar

    daripada nilai tabel.

    Keterangan:F = nilai statistik hitungdf = k-1 untuk pembilang, n-k untuk penyebutn1 = jumlah sampel kelompok-1; s1 = standar deviasi kelompok 1n2 = jumlah sampel kelompok-2; s2 = standar deviasi kelompok 2nk = jumlah sampel kelompok-k; sk = standar deviasi kelompok kN = jumlah seluruh datax1 = rata-rata kelompok 1x2 = rata-rata kelompok 2

  • xk = rata-rata kelompok kx = rata-rata seluruh data

    Seluruh sampel dinyatakan berbeda apabila nilai statistik hitung lebih besar daripada nilai tabel.

  • 25

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Pengambilan SampelSampel diperoleh dari UPT Materia Medica Batu daerah Malang,

    Jawa Timur. Sampel yang diperoleh berupa daun dari tanaman kumis kucing yang telah dikeringkan dan dihaluskan. Pengambilan simplisia dilakukan dengan metode pengambilan sampel secara random, dengan prinsip sampel yang dianalisis bersifat representatif atau dapat mewakili populasi dari sampel tersebut.

    4.2 Identifikasi SampelSampel diidentifikasi oleh UPT Materia Medica Batu Malang

    terhadap daun kumis kucing adalah jenis Orthosiphon stamineus Benth. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada lampiran 1.

    4.3 Pembuatan Ekstrak TumbuhanMetode ekstraksi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan cara

    dingin dan cara panas, cara dingin dilakukan dengan menggunakan metode perkolasi (pelarut etanol 70%, etanol 96%, dan metanol), sedangkan cara panas dengan menggunakan metode infus (pelarut air). Metode perkolasi digunakan karena senyawa yang akan diekstrak tidak bersifat termolabil, dan sampel akan senantiasa dialiri oleh pelarut yang selalu baru sehingga senyawa akan terekstrak sempurna. Perbedaan metode ekstraksi yang dilakukan memiliki pengaruh besar dalam hasil analisis kandungan kalium pada daun kumis kucing, hal ini dapat dilihat dari hasil analisis pada pelarut air yang menghasilkan kadar kalium terendah dan sangat signifikan dibandingkan dengan pelarut yang lain.

  • 26

    4.4 Proses Destruksi BasahSampel yang digunakan dalam instrumentasi spektrofotometri

    serapan atom harus berupa larutan jernih, untuk itu perlu dilakukan suatu perlakuan untuk menguraikan logam organik menjadi anorganik. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan destruksi basah, menggunakan asam kuat tunggal atau campuran. Salah satu contoh larutan yang sering digunakan dalam proses destruksi adalah HNO3 atau campurannya dengan asam kuat lainnya.

    Larutan jernih merupakan indikator keberhasilan destruksi, bahwa logam telah terurai dengan sempurna, serta senyawa yang terbentuk setelah destruksi merupakan senyawa yang stabil dan dapat disimpan dalam beberapa hari. Metode destruksi basah dilakukan untuk menghindari hilangnya bahan atau senyawa pada saat pengabuan serta dapat digunakan untuk analisis logam dengan konsentrasi yang sangat rendah.

    4.5 Identifikasi Menggunakan Spektrofotometri Serapan AtomKurva Kalibrasi Kalium

    Kurva kalibrasi kalium diperoleh dari pengukuran absorbansi larutan standar kalium pada panjang gelombang 766. Kurva kalibrasi kalium dapat dilihat pada gambar 4.1

    23

    campuran. Salah satu contoh larutan yang sering digunakan dalam proses destruksi

    adalah HNO3 atau campurannya dengan asam kuat lainnya.

    Larutan jernih merupakan indikator keberhasilan destruksi, bahwa logam

    telah terurai dengan sempurna, serta senyawa yang terbentuk setelah destruksi

    merupakan senyawa yang stabil dan dapat disimpan dalam beberapa hari. Metode

    destruksi basah dilakukan untuk menghindari hilangnya bahan atau senyawa pada

    saat pengabuan serta dapat digunakan untuk analisis logam dengan konsentrasi

    yang sangat rendah.

    4.5 Identifikasi Menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom

    Kurva Kalibrasi Kalium

    Kurva kalibrasi kalium diperoleh dari pengukuran absorbansi larutan

    standar kalium pada panjang gelombang 766. Kurva kalibrasi kalium dapat dilihat

    pada gambar 4.1

    Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalium

    Larutan standar digunakan sebagai pengukuran yang hasilnya akan

    diplotkan dengan kurva kalibrasi untuk mendapatkan garis regresi dan koefisien

    korelasi, jika nilai regresi yang dihasilkan mendekati 1, maka hasil perhitungan

    Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalium

  • 27

    Larutan standar digunakan sebagai pengukuran yang hasilnya akan diplotkan dengan kurva kalibrasi untuk mendapatkan garis regresi dan koefisien korelasi, jika nilai regresi yang dihasilkan mendekati 1, maka hasil perhitungan memiliki keakuratan yang dapat dipertanggungjawabkan. Sampel yang dianalisis menggunakan spektrofotometri serapan atom harus berada dalam matrik larutan standar. Metode yang digunakan memiliki kepekaan yang sangat tinggi sehingga kandungan kadar kurang dari 1 mg/L masih dapat ditentukan. Spektrofotometri serapan atom juga dapat menganalisa logam yang memiliki campuran dengan unsur logam lain tanpa dilakukan pemisahan terlebih dahulu.

    Dari pengukuran kurva kalibrasi kalium dapat diperoleh persamaan garis regresi yaitu y=a+bx a=0,0361373 b=0,1456561. Berdasarkan kurva di atas, diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,985591002. Nilai r ≥ 0,098 menunjukkan adanya korelasi linear yang menyatakan adanya hubungan antara X (konsentrasi) dan Y (absorbansi) (Ermer,2005). Data perhitungan persamaan garis regresi dan koefisien korelasi dapat dilihat pada lampiran 3.

    Pengukuran Kadar Kalium dalam Pelarut Air, Etanol 70%, Etanol 96% dan Metanol

    Pengukuran kadar kalium dilakukan menggunakan spektrofotometri serapan atom di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Konsentrasi kalium ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan baku kalium. Data hasil analisis penetapan kadar kalium dalam sampel dapat dilihat pada lampiran 4 dan perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 5-8. Hasil analisis kadar kalium dalam sampel dapat dilihat pada tabel 4.1

  • 28

    Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Kalium Dalam Sampel

    No Sampel Kadar Kalium (mg/L)1 Pelarut Air 29,256 ± 1,581

    2 Pelarut Etanol 70% 51,294 ± 5,028

    3 Pelarut Etanol 96% 31,406 ± 2,777

    4 Pelarut Metanol 58,351 ± 2,925

    Berdasarkan hasil analisis dalam sampel pada tabel di atas, kadar kalium dari masing-masing pelarut memiliki hasil yang berbeda-beda. Perbedaan dari jenis pelarut akan memengaruhi jumlah ekstrak yang dihasilkan. Tingginya rendemen senyawa kalium dalam ekstrak daun kumis kucing menunjukkan bahwa pelarut metanol pada daun kumis kucing mampu mengekstrak senyawa kalium lebih baik, karena perolehan senyawa didasarkan pada sifat kepolaran terhadap pelarut. Metanol merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga mampu mengikat hampir semua komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Metanol mudah masuk kedalam sel tumbuhan, sehingga kandungan senyawa yang terdapat dalam sitoplasma akan terlarut dan terekstraksi sempurna (Lenny, 2006).

    Metanol memiliki molekul CH3OH, memiliki gugus hidroksil (-OH) yang bersifat polar dan gugus metil (-CH3) yang bersifat non-polar, sehingga mampu melarutkan hampir semua senyawa organik baik polar maupun non polar. Pelarut metanol dapat mengekstrak kadar kalium terbanyak pada daun kumis kucing. Perbedaan kadar kalium terekstrak masing-masing pelarut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya mungkin karena kepolaran pelarut ekstraksi dan cara ekstraksi yang digunakan. Untuk pelarut air, ekstraksi menggunakan cara infus, sedangkan untuk pelarut etanol dan metanol menggunakan perkolasi.

  • 29

    Perbandingan Kadar Kalium dalam Pelarut Air, Etanol dan Metanol

    Perbandingan kadar kalium dalam pelarut air, etanol dan metanol dapat dilihat pada gambar 4.2

    25

    Berdasarkan hasil analisis dalam sampel pada tabel di atas, kadar kalium

    dari masing-masing pelarut memiliki hasil yang berbeda-beda. Perbedaan dari jenis

    pelarut akan memengaruhi jumlah ekstrak yang dihasilkan. Tingginya rendemen

    senyawa kalium dalam ekstrak daun kumis kucing menunjukkan bahwa pelarut

    metanol pada daun kumis kucing mampu mengekstrak senyawa kalium lebih baik,

    karena perolehan senyawa didasarkan pada sifat kepolaran terhadap pelarut.

    Metanol merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga mampu mengikat

    hampir semua komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Metanol mudah

    masuk kedalam sel tumbuhan, sehingga kandungan senyawa yang terdapat dalam

    sitoplasma akan terlarut dan terekstraksi sempurna (Lenny, 2006).

    Metanol memiliki molekul CH3OH, memiliki gugus hidroksil (-OH) yang

    bersifat polar dan gugus metil (-CH3) yang bersifat non-polar, sehingga mampu

    melarutkan hampir semua senyawa organik baik polar maupun non polar. Pelarut

    metanol dapat mengekstrak kadar kalium terbanyak pada daun kumis kucing.

    Perbedaan kadar kalium terekstrak masing-masing pelarut dapat disebabkan oleh

    beberapa faktor, salah satunya mungkin karena kepolaran pelarut ekstraksi dan cara

    ekstraksi yang digunakan. Untuk pelarut air, ekstraksi menggunakan cara infus,

    sedangkan untuk pelarut etanol dan metanol menggunakan perkolasi.

    Perbandingan Kadar Kalium dalam Pelarut Air, Etanol dan Metanol

    Perbandingan kadar kalium dalam pelarut air, etanol dan metanol dapat dilihat

    pada gambar 4.2

    Gambar 4.2 Perbandingan Kadar Kalium Pelarut Air, Etanol 70%, Etanol 96%,

    Metanol.

    0

    20

    40

    60

    80

    Air Etanol70%

    Etanol96%

    Metanol

    kadar mg/L

    Gambar 4.2 Perbandingan Kadar Kalium Pelarut Air, Etanol 70%, Etanol 96%, Metanol.

    Berdasarkan gambar di atas, terdapat perbedaan kadar kalium antara pelarut air, etanol 70%, etanol 96% dan metanol. Perbedaan konsentrasi senyawa kalium dalam ekstrak daun kumis kucing secara kuantitatif ditentukan oleh kemampuan jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi untuk melarutkan senyawa kalium.

    Penggunaan metanol sebagai pelarut pada proses ekstraksi daun kumis kucing memberikan hasil terbaik diantara pelarut lainnya karena metanol merupakan senyawa yang bersifat sangat polar. Etanol juga merupakan pelarut yang baik untuk ekstraksi, etanol 70% dapat mengekstrak kadar kalium terbanyak setelah metanol karena sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana sangat sedikit bahan pengganggu yang turut ke dalam cairan pengekstraksi.

  • 30

    Tabel 4.2 Nilai Konstanta Dielektrik Beberapa Pelarut

    Pelarut eºn-Heksana 0.00Benzene +0.025

    Dietil eter +0.29Kloroform +0.31

    Aseton +0.43Etil asetat +0.45Asetonitril +0.50

    Etanol +0.68Metanol +0.73

    Dilihat dari tabel konstanta dielektrik beberapa pelarut, bahwa metanol memiliki nilai konstanta dielektrik paling tinggi yang menunjukkan bahwa pelarut metanol merupakan pelarut paling polar jika dibandingkan dengan etanol. Dilihat dari kepolaran pelarut, air merupakan pelarut yang paling polar, namun ion K pada pelarut metanol memiliki nilai tertinggi, dengan range kepolaran yang berbeda-beda menunjukkan bahwa ion K memiliki kecocokan dengan pelarut metanol.

    Berdasarkan perhitungan statistik dengan uji beda lebih dari dua sampel diperoleh nilai statistik hitung (1301,051) lebih besar daripada nilai tabel (7,59), yang menyatakan ada perbedaan rata-rata kadar kalium antara masing-masing pelarut. Perhitungan uji beda lebih dari dua sampel dapat dilihat pada lampiran 13. Metode spektrofotometri serapan atom yang digunakan memiliki nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif kalium masing-masing pelarut yang dapat dilihat pada tabel 4.3.

    Tabel 4.3 Nilai Simpangan Baku Relatif Kalium

    Pelarut Simpangan Baku Simpangan Baku RelatifAir 0,005 0,7%

    Etanol 70% 0,017 1,5%Etanol 96% 0,009 1,2%

    Metanol 0,001 0,8%

  • 31

    Tingkat ketelitian analisis dapat diukur dengan besarnya RSD yang diperoleh, semakin kecil %RSD yang diperoleh maka semakin tinggi ketelitian analisis. Tingginya ketelitian analisis biasanya memiliki nilai persentase RSD kurang dari 2%. Menurut Gandjar dan Rohman (2015), nilai simpangan baku relatif untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit adalah tidak lebih dari 15%. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa metode yang dilakukan memiliki nilai simpangan baku yang baik.

  • 33

    BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulana. Hasil analisis kadar kalium menggunakan spektrofotometri serapan

    atom pada tanaman kumis kucing dengan pelarut air, etanol 70%, etanol 96% dan metanol masing-masing adalah (29,256 ± 1,581) mg/L, (51,294 ± 5,028) mg/L, (31,406 ± 2,777) mg/L, (58,351 ± 2,925) mg/L.

    b. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji beda lebih dari dua sampel menunjukkan terdapat perbedaan kadar kalium pada tanaman kumis kucing dengan pelarut air, etanol 70%, etanol 96% dan metanol. Kadar kalium tertinggi terdapat pada pelarut metanol.

    5.2 Saran a. Disarankan kepada penelitian selanjutnya untuk lebih dapat

    memvariasikan macam-macam pelarut dalam ekstraksi tanaman kumis kucing terhadap kadar kalium.

    b. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memberikan perlakuan yang sama dalam ekstraksi kadar kalium pada tanaman kumis kucing.

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    Almatsier, S. 2013. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

    Anggraeni dan Triantoro. 1992. Kandungan Utama Daun Kumis Kucing. Proseding Forum Komunikasi Ilmiah Hasil Penelitian Plasma Nutfah dan Budidaya Tanaman Obat 1992. Balittro. Bogor.

    Arifianti, L., dkk. 2014. Pengaruh Jenis Pelarut Pengektraksi terhadap Kadar Sinensetin Dalam Ekstrak Daun Orthosiphon stamineus Benth. E-Journal Planta Husada Vol.2, No.1

    Basher, A, dan Abdil, M. 2010. Medicinal Potentials of Orthosiphon Stamineus Benth. Webmed Central. Vol. 1, No. 2.

    Bassett, J., Denney, R.C., Jeffery, G.H., dan Mendham, J. 1991. Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis. Penerjemah: Ahmad Hadiyana Pudjaatmaka dan Lukman Setiono. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Budiyanto, M.A.K. 2001. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Edisi Kedua. Cetakan I. Malang : UMM Press.

    Commite on Herbal Medicinal Products/HMPC. 2010. Assessment Report on Orthosiphon Stamineus Benth. Folium. Europian Mediicines Agency.

    Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Vol. 2. Jakarta : Trubus Agriwidya.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : Depkes RI.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

  • 36

    Ermer, J., dan Miller, J.H.McB. 2005. Method Validation in Pharmaceutical Analysis. A Giude to Best Practice. Weinheim: Wiley-VchVerlag GmbH & Co. KGaA.

    Fauzana, D. 2015. Pengaruh Pemeberian Ekstrak Etanol 96% Herba Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Total Pada Tikus Jantan yang Diinduksi Pakan Hiperkolesterol. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

    Gandjar, I.G, dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Himani, B., Bisht, S., Nath, B., Yadav, M., Singh, V., dan Singh, M. 2013. Mishai Kuching: A Glimpse of Maestro. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research. Vol, 22, No. 2.

    Khopkar, S.M. 1985. Basic Concepts of Analytical Chemistry. Penerjemah: Saptorahardjo, A. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

    Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida dan Alkaloida. Fakultas Matematika dan Ilmu Alam. Universitas Sumatera Utara. Sumatra.

    Mahendra, B, Fauzi, R.K. 2005. Kumis Kucing, Pembudidayaan dan Pemanfaatan untuk Penghancur Batu Ginjal. Jakarta : Penebar Swadaya.

    Marlina, E. 2013. Aplikasi Kemometrik untuk Kendali Mutu Simplisia Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Muntasiroh, A. 2010. Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Fraksi Teraktif Buah Merah (Pandanus Conoideus Lam) Hasil Uji Toksisitas Secara Brine Shrimp Lethality Test. Jurusan Kimia. Fakultas Matemtika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

    Nora, Z. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan Bunga Kenop (Gomphrena globosa L.) terhadap Poliferasi Sel Limfosit Tikus. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

  • 37

    Pardede, Y.B. 2015. Penetapan Kadar Kalium Dalam Daun Segar, Jamu, Infus Daun Segar Dan Seduhan Jamu Daun Kumis Kucing (Orthosipon aristatus (Blume) Miq) Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

    Rachmat, M. 2012. Buku Ajar Statistika Aplikasi pada Penelitian Kesehatan. Jakarta : EGC.

    Ramdani, D., Marjuki dan Siti, C. 2017. Pengaruh Perbedaan Jenis Pelarut dalam Proses Ekstraksi Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) pada Pakan terhadap Viabilitas Protozoa dan Produksi Gas In-Vitro. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. Vol 27. No 2.

    Rukmana, R. 1995. Kumis Kucing. Jakarta : Kanisius.Sinaga, L.A., 2015. Analisis Perbandingan Kadar Kalium pada Daun Kumis

    Kucing, Daun Pegagan Dan Daun Salam Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

    Suryani, N.C., Purnama, Jambe, A. 2015. Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Kandungan Total Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Matoa (Pometia pinnata). Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Bali.

    Umbrae, R.P., Patil, S.M., Mate, G.S., dan Dongare, S.S. 2009. Hypolipidemic Activity of Orthosiphon stamineus Benth. Bark Extract. Journal of Pharmacy Research. Vol. 2, No. 11.

    Vogel, A.I. 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis.Penerjemah: Setiono dan Hadyana Pudjaaatmaka. 1990. Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Bagian I. Jakarta: Kalman Media Pustaka.

    Wijesekera, ROB. 1991. The Medicinal Plant Industry. Washington DC : CRC Press.

    Watson, D.G. 2005. Pharmaceutical Analysis: A Textbook for Pharmacy Students and Pharmaceutical Chemist. 2 edition. Penerjemah: Syarief, W.R. (2007). Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi. Edisi Kedua. Jakarta: EGC.

    Wulandari, I. 2011. Teknologi Ekstraksi dengan Metode Maserasi dalam Etanol 70 % pada Daun Kumis Kucing (Orthosiphon Stamineus Benth) di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2p2to-Ot) Tawamangmangu. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas maret. Surakarta.

  • 39

    Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

    32

    Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

  • 40

    Lampiran 2. Serbuk daun kumis kucing

    33

    Lampiran 2. Serbuk daun kumis kucing

  • 41

    Lampiran 3. Data Kalibrasi Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom dan kPerhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi

    34

    Lampiran 3. Data Kalibrasi Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom dan kPerhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi

    No Konsentrasi (mg/L) (X)

    Absorbansi (Y)

    1. 0 -0,00389 2. 0,1 0,02008 3. 0,2 0,03606 4. 0,5 0,08699 5. 0,8 0,14950 6. 1 0,19616 7. 1,5 0,29796 8. 2 0,37624 9. 4 0,68332

    10. 6 0,93223 11. 8 1,1332

    No X Y XY X2 Y2 1. 0 -0,00389 0,00000 0,00000 0,00000 2. 0,1 0,02008 0,00200 0,01 0,00040 3. 0,2 0,03606 0,00721 0,04 0,00130 4. 0,5 0,08699 0,04341 0,25 0,00757 5. 0,8 0,14950 0,1196 0,64 0,02236 6. 1 0,19616 0,19616 1 0,03848 7. 1,5 0,29796 0,44694 2,25 0,08879 8. 2 0,37624 0,75248 4 0,14156 9. 4 0,68332 2,73328 16 0,46692 10. 6 0,93223 5,59338 36 0,86906 11. 8 1,1332 9,0656 64 1,28414 ∑ 24,1

    X̅ = 2,19090 3,90785

    𝑌𝑌 = 0,35526 18,96006 124,19 2,92058

    b = ∑XY−∑X∑Y/n∑𝑋𝑋²−(∑ 𝑋𝑋)²/𝑛𝑛

    = 18,96006−(24,1)(3,90785)/11124,19−(24,1)²/11

    = 10,3983171,38901

    = 0,14566 Y = a �̅�𝑋 + b a = Y – b �̅�𝑋

  • 42

    35

    Lampiran 3 (lanjutan)

    = 0,35526 – (0,14566 x 2,19090)

    = 0,03613

    Maka persamaan garis regresinya adalah : Y=0,03613X+0,14566

    r = ∑XY−∑X∑Y/n√(∑X²−(∑X)²)/n)(∑Y²−(∑Y)²/n)

    r = 18,96006−(24,1)(3,90785)/11√(124,19−(24,1)²/11)(2,92058−(3,90785)²/11)

    r = 10,3983110,55033

    = 0,98551

  • 43

    Lampiran 4. Hasil penetapan kadar kalium pada sampel

    36

    Lampiran 4. Hasil penetapan kadar kalium pada sampel A. Pelarut Air

    No Sampel Pelarut

    Volume Sampel

    (ml)

    Serapan (A)

    Konsentrasi (mg/L)

    Kadar (mg/L)

    1 Air 1 50 0,12052 0,57937 28,96850 2 Air 2 50 0,12207 0,59000 29,50000 3 Air 3 50 0,12150 0,58601 29,30050

    B. Pelarut Etanol 70%

    No Sampel Pelarut

    Volume Sampel

    (ml)

    Serapan (A)

    Konsentrasi (mg/L)

    Kadar (mg/L)

    1 Etanol 70% 1 50 0,18359 1,01236 50,61800 2 Etanol 70% 2 50 0,18846 1,04571 52,28550 3 Etanol 70% 3 50 0,18464 1,01957 50,97850

    C. Pelarut Etanol 96%

    No Sampel Pelarut

    Volume Sampel

    (ml)

    Serapan (A)

    Konsentrasi (mg/L)

    Kadar (mg/L)

    1 Etanol 96% 1 50 0,12924 0,63922 31,96100 2 Etanol 96% 2 50 0,12663 0,62130 31,06500 3 Etanol 96% 3 50 0,12700 0,62386 31,19300

    D. Metanol

    No Sampel Pelarut

    Volume Sampel

    (ml)

    Serapan (A)

    Konsentrasi (mg/L)

    Kadar (mg/L)

    1 Metanol 1 50 0,20706 1,17349 58,67450 2 Metanol 2 50 0,20444 1,15541 57,77050 3 Metanol 3 50 0,20694 1,17267 58,63350

  • 44

    Lampiran 5. Perhitungan kadar kalium dalam pelarut air

    37

    Lampiran 5. Perhitungan kadar kalium dalam pelarut air

    1. Kadar Kalium dalam Pelarut Air 1

    Volume sampel = 50 ml

    Absorbansi (Y) = 0,12052

    Persamaan regresi = Y = 0,03613X+0,14566

    X = 0,12052−0,036130,14566 = 0,57937 mg/L

    Konsentrasi Kalium = 0,57937 mg/L

    Kadar Kalium (mg/L) =

    𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿) 𝑥𝑥 𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝐿𝐿𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑉𝑉) 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐾𝐾𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝑚𝑚𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝑆𝑆𝐾𝐾𝑚𝑚𝑆𝑆𝐾𝐾𝑉𝑉 (𝑚𝑚𝑉𝑉)

    = 0,57937 𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿 𝑥𝑥 50 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑥𝑥 5050 𝑚𝑚𝑚𝑚

    = 28,9685 mg/L

    2. Kadar Kalium dalam Pelarut Air 2

    Volume sampel = 50 ml

    Absorbansi (Y) = 0,12207

    Persamaan regresi = Y = 0,03613X+0,14566

    X = 0,12207−0,036130,14566 = 0,59000 mg/L

    Konsentrasi Kalium = 0,59000 mg/L

    Kadar Kalium (mg/L) =

    𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿) 𝑥𝑥 𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝐿𝐿𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑉𝑉) 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐾𝐾𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝑚𝑚𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝑆𝑆𝐾𝐾𝑚𝑚𝑆𝑆𝐾𝐾𝑉𝑉 (𝑚𝑚𝑉𝑉)

    = 0,59000 𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿 𝑥𝑥 50 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑥𝑥 5050 𝑚𝑚𝑚𝑚

    = 29,5 mg/L

  • 45

    Lampiran 5 (lanjutan)

    38

    Lampiran 5 (lanjutan)

    3. Kadar Kalium dalam Pelarut Air 3

    Volume sampel = 50 ml

    Absorbansi (Y) = 0,12150

    Persamaan regresi = Y = 0,03613X+0,14566

    X = 0,12150−0,036130,14566 = 0,58601 mg/L

    Konsentrasi Kalium = 0,58601 mg/L

    Kadar Kalium (mg/L) =

    𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿) 𝑥𝑥 𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝐿𝐿𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑉𝑉) 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐾𝐾𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝑚𝑚𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝑆𝑆𝐾𝐾𝑚𝑚𝑆𝑆𝐾𝐾𝑉𝑉 (𝑚𝑚𝑉𝑉)

    = 0,58601𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿 𝑥𝑥 50 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑥𝑥 5050 𝑚𝑚𝑚𝑚

    = 29,3005 mg/L

  • 46

    Lampiran 6. Perhitungan kadar kalium dalam pelarut etanol 70%

    39

    Lampiran 6. Perhitungan kadar kalium dalam pelarut etanol 70%

    1. Kadar Kalium dalam Pelarut Etanol 70% 1

    Volume sampel = 50 ml

    Absorbansi (Y) = 0,18359

    Persamaan regresi = Y = 0,03613X+0,14566

    X = 0,18359−0,036130,14566 = 1,01236 mg/L

    Konsentrasi Kalium = 1,01236 mg/L

    Kadar Kalium (mg/L) =

    𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿) 𝑥𝑥 𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝐿𝐿𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑉𝑉) 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐾𝐾𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝑚𝑚𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝑆𝑆𝐾𝐾𝑚𝑚𝑆𝑆𝐾𝐾𝑉𝑉 (𝑚𝑚𝑉𝑉)

    = 1,01236 𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿 𝑥𝑥 50 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑥𝑥 5050 𝑚𝑚𝑚𝑚

    = 50,618 mg/L

    2. Kadar Kalium dalam Pelarut Etanol 70% 2

    Volume sampel = 50 ml

    Absorbansi (Y) = 0,18846

    Persamaan regresi = Y = 0,03613X+0,14566

    X = 0,18846−0,036130,14566 = 1,04571 mg/L

    Konsentrasi Kalium = 1,04571 mg/L

    Kadar Kalium (mg/L) =

    𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿) 𝑥𝑥 𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝐿𝐿𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑉𝑉) 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐾𝐾𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝑚𝑚𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝑆𝑆𝐾𝐾𝑚𝑚𝑆𝑆𝐾𝐾𝑉𝑉 (𝑚𝑚𝑉𝑉)

    = 1,04571 𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿 𝑥𝑥 50 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑥𝑥 5050 𝑚𝑚𝑚𝑚

    = 52,2855 mg/L

  • 47

    Lampiran 6 (lanjutan)

    40

    Lampiran 6 (lanjutan)

    3. Kadar Kalium dalam Pelarut Etanol 70% 3

    Volume sampel = 50 ml

    Absorbansi (Y) = 0,18464

    Persamaan regresi = Y = 0,03613X+0,14566

    X = 0,18464−0,036130,14566 = 1,01957 mg/L

    Konsentrasi Kalium = 1,01957 mg/L

    Kadar Kalium (mg/L) =

    𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿) 𝑥𝑥 𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝐿𝐿𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑉𝑉) 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐾𝐾𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝑚𝑚𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝑆𝑆𝐾𝐾𝑚𝑚𝑆𝑆𝐾𝐾𝑉𝑉 (𝑚𝑚𝑉𝑉)

    = 1,01957𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿 𝑥𝑥 50 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑥𝑥 5050 𝑚𝑚𝑚𝑚

    = 50,9785 mg/L

  • 48

    Lampran 7. Perhitungan kadar kalium dalam pelarut etanol 96%

    41

    Lampran 7. Perhitungan kadar kalium dalam pelarut etanol 96%

    1. Kadar Kalium dalam Pelarut Etanol 96% 1

    Volume sampel = 50 ml

    Absorbansi (Y) = 0,12924

    Persamaan regresi = Y = 0,03613X+0,14566

    X = 0,12924−0,036130,14566 = 0,63922 mg/L

    Konsentrasi Kalium = 0,63922 mg/L

    Kadar Kalium (mg/L) =

    𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿) 𝑥𝑥 𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝐿𝐿𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑉𝑉) 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐾𝐾𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝑚𝑚𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝑆𝑆𝐾𝐾𝑚𝑚𝑆𝑆𝐾𝐾𝑉𝑉 (𝑚𝑚𝑉𝑉)

    = 0,63922 𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿 𝑥𝑥 50 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑥𝑥 5050 𝑚𝑚𝑚𝑚

    = 31,961 mg/L

    2. Kadar Kalium dalam Pelarut Etanol 96% 2

    Volume sampel = 50 ml

    Absorbansi (Y) = 0,12663

    Persamaan regresi = Y = 0,03613X+0,14566

    X = 0,12663−0,036130,14566 = 0,62130 mg/L

    Konsentrasi Kalium = 0,62130 mg/L

    Kadar Kalium (mg/L) =

    𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿) 𝑥𝑥 𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝐿𝐿𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑉𝑉) 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐾𝐾𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝑚𝑚𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝑆𝑆𝐾𝐾𝑚𝑚𝑆𝑆𝐾𝐾𝑉𝑉 (𝑚𝑚𝑉𝑉)

    = 0,62130 𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿 𝑥𝑥 50 𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑥𝑥 5050 𝑚𝑚𝑚𝑚

    = 31,065 mg/L

  • 49

    Lampian 7 (lanjutan)

    42

    Lampian 7 (lanjutan)

    3. Kadar Kalium dalam Pelarut Etanol 96% 3

    Volume sampel = 50 ml

    Absorbansi (Y) = 0,12700

    Persamaan regresi = Y = 0,03613X+0,14566

    X = 0,12700−0,036130,14566 = 0,62386 mg/L

    Konsentrasi Kalium = 0,62386 mg/L

    Kadar Kalium (mg/L) =

    𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿) 𝑥𝑥 𝑉𝑉𝐾𝐾𝑉𝑉𝑉𝑉𝑚𝑚𝐾𝐾 𝐿𝐿𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 (𝑚𝑚𝑉𝑉) 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐾𝐾𝐹𝐹𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝑚𝑚𝐾𝐾𝐾𝐾𝑃𝑃𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝑉𝑉