skripsi oleh : dia agustina alfera nim a1a014023repository.unib.ac.id/20940/1/bismillah cetak...

161
RAGAM BAHASA PADA TUGAS MENULIS PANTUN SISWA KELAS VIII-5 DI SMP NEGERI 4 KOTA BENGKULU SKRIPSI OLEH : DIA AGUSTINA ALFERA NIM A1A014023 UNIVERSITAS BENGKULU FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM SARJANA (S-1) PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA APRIL 2019

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • RAGAM BAHASA PADA TUGAS MENULIS PANTUN SISWA KELAS VIII-5 DI SMP NEGERI 4 KOTA BENGKULU SKRIPSI OLEH : DIA AGUSTINA ALFERA NIM A1A014023 UNIVERSITAS BENGKULU FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM SARJANA (S-1) PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA APRIL 2019

  • i MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO: “Bertaqwalah kepada Allah, maka Dia akan membimingmu. Sesunguhnya Allah mengetahui segala sesuatu.” (Q.S Al-Baqarah: 282) “Kesuksesan terpenuhi dalam hati ialah apabila sudah mengetahui batas tercapainya tujuan dan ikhlas atas hasil yang diberikan kepada kita sebagai rezeki yang harus disyukuri” (Dia Agustina Alfera) PERSEMBAHAN: Dengan memanjatkan rasa syukur kehadirat ALLAH SWT serta shalawat beriringi salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Kupersembahkan sebuah karya sederhana ini kepada : 1. Kedua orangtuaku, Ibu (Almarhuma NAZOTI) dan Ayah (Almarhum SOFIAN SORI) atas semua pengorbanan, kerja keras, dan doa yang tulus untukku meraih mimpi dan cita-citaku. Pengorbanan dan kerja keras mereka semoga Allah hadiahkan dengan surga. 2. Kakak-kakakku LILIS SUMIYATI, BUDI SUHENDRA, S.H., YENI DARLIYA, FAKHRUDDIN IMANSYAH, ISMET BEHLUL IDANA, S.H., dan juga adikku IRFHAN SETIAWAN yang selalu menyemangatiku dalam meraih cita-citaku dan selalu memberikan dukungan, dan doa demi kebahagiaan serta kesuksesanku. 3. Sahabatku APRILIANDI yang telah banyak mengorbankan yang ia miliki untuk membahagiakanku, selalu memberikanku motivasi untuk menyegerakan revisi skripsi, dan selalu menjadi penyemangat dalam menjalani kehidupan ini.

  • ii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat, karunia, dan kehendak-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Ragam Bahasa Pada Tugas Menulis Pantun Siswa Kelas VIII-5 di SMP Negri 4 Kota bengkulu” dengan lancar, serta dapat selesai dengan waktu yang baik. Proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ridwan Nurazi, S.E., M.Sc, M.Akt., selaku Rektor Universitas Bengkulu. 2. Prof. Dr. Sudarwan Danim, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 3. Dr. Ria Ariesta, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni 4. Dr. Didi Yulistio, M.Pd. selaku Ketua Program Sarjana (S-1) Pendidikan Bahasa Indonesia. 5. Dr. Dian Eka Chandra W., M.Pd. selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing dan mengarahkan penulis dan memberikan kritik, masukan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Dr. Irma Diani, M.Hum. selaku pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing dan mengarahkan penulis, memberikan kritik, masukan dalam penyusunan skripsi ini.

  • iii 7. Dr. Suryadi, M.Hum. selaku penguji satu yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan skripsi. 8. Dra. Ngudining Rahayu, M.Hum. selaku penguji dua yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan skripsi. 9. Dra. Emi Agustina, M.Hum. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran, nasehat dan mengarahkan penulis. Dalam kesempatan ini pula, penulis menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak atas semua kekurangan ataupun kesalahan yang terdapat baik pada penulisan maupun di luar penulisan skripsi ini. Seiring dengan itu, Penulis juga menyadari dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan dan kekurangan dari segi tulisan maupun isi. Untuk itu, kritik dan saran sangat dibutuhkan demi lebih baiknya penulisan selanjutnya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, bagi penelitian selanjutnya, dan bagi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Bengkulu. Bengkulu, April 2019 Dia Agustina Alfera A1A014023

  • iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN……………………………………... i KATA PENGANTAR............................................................................... ii DAFTAR ISI.............................................................................................. iii ABSTRAK.................................................................................................. vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................... 1 B. Rumusan Masalah............................................................. 8 C. Batasan Masalah……….................................................... 8 D. Tujuan Penelitian.............................................................. 9 E. Manfaat Penelitian............................................................ 9 F. Definisi Istilah................................................................... 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Sosiolingui..................................................... 12 B. Masyarakat Tutur………………………………………. 14 C. Konteks Penggunaan Bahasa……………………………. 15 D. Ragam Bahasa…………………….................................. 17 E. Pantun.............................................................................. 25 F. Diksi…………………………………………………… 33 G. Kalimat……….……………………………………….... 34 H. Pragmatik………………………………………………. 38 I. Makna…………………………………………………… 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian............................................................ 42 B. Waktu dan Tempat Penelitian.......................................... 43

  • v C. Data dan Sumber Data..................................................... 43 D. Teknik Pengumpulan Data............................................... 44 E. Langkah-langkah Analisis Data....................................... 45 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian................................................................. 47 B. Pembahasan....................................................................... 58 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan....................................................................... 102 B. Saran................................................................................. 104 DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 105 LAMPIRAN........................................................................................ 107

  • vi ABSTRAK Alfera, Dia Agustina. 2018. Ragam bahasa pada tugas menulis pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu. Pembimbing Utama Dr. Dian Eka Chandra W., M.Pd. dan Pembimbing Pendamping Dr. Irma Diani, M. Hum. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Bengkulu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan bentuk ragam bahasa dan makna ragam bahasa pada tugas menulis pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu berdasarkan konteks penggunaan bahasa. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik dokumentasi sebagai alat pengumpulan data. Untuk analisis data digunakan langkah-langkah berikut: 1) Membaca teks pantun, 2) Mengidentifikasi data teks pantun, 3) Mengklasifikasi data teks pantun dari segi (jenis, rima, diksi, kalimat dan makna berdasarkan konteks penggunaan bahasa), 4) Menganalisis data dalam bentuk tabel yang terdiri dari kolom jenis, rima, diksi, kalimat dan makna berdasarkan konteks penggunaan bahasa, 5) Membuat kesimpulan tentang penggunaan ragam bahasa. Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh gambaran ragam bahasa dalam pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu dilihat dari jenis, rima, diksi, kalimat, dan makna berdasarkan konteks penggunaan bahasanya ini merupakan ragam bahasa sastra dan ragam bahasa tulis yang dituliskan. Terdapat dua jenis pantun yaitu, jenis pantun remaja dan pantun orang tua. Tema yang ditulis oleh siswa ada tiga yaitu tema cinta, pendidikan dan nasihat. Rima yang terdapat pada pantun yaitu rima a-a-a-a dan rima a-b-a-b. pada isi pantun terdapat Sembilan jenis kalimat yaitu, 1) kalimat imperatif suruhan dan kalimat deklaratif, 2) kalimat deklaratif, 3) kalimat imperatif permintaan, 4) kalimat deklaratif dan imperatif ajakan, 5) kalimat imperatif suruhan, 6) kalimat eksklamatif, 7) kalimat eksklamatif dan imperatif ajakan, 8) kalimat imperatif dan deklaratif, dan 9) kalimat imperatif dan imperatif suruhan. Makna pada teks pantun siswa dengan tema cinta secara keseluruhan merupakan penyampaian perasaan dari penulis kepada pembaca seperti ungkapan perasaan yang menyatakan perasaan mereka saat merindukan pasangannya dan ada pula ungkapan rayuan untuk pasangannya. Sedangkan makna pada teks pantun siswa yang berjeniskan pantun orang tua dengan tema nasihat dan tema pandidikan ini secara keseluruhan merupakan ungkapan motivasi dari penulis kepada pembaca tentang pesan-pesan kehidupan dalam meraih kesuksessan khususnya di dunia pendidikan. Kata kunci: pantun, ragam bahasa.

  • 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Menurut Keraf (1997:3) bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yaitu sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial. Ilmu bidang bahasa yang sehubungan dengan berbagai macam ragam bahasa dan fungsi pemakaiannya masing-masing disebut dengan sosiolinguistik. Sosiolinguistik secara etimologi berasal dari dua kata bahasa Inggris socio dan linguistics. Linguistik yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa seperti fonem, morfem, kata, kalimat dan hubungan antara unsur-unsur itu termasuk hakikat dan pembentukan unsur-unsur tersebut. Unsur sosio seakar dengan sosial, yaitu berhubungan dengan masyarakat, kelompok masyarakat dan fungsi kemasyarakatan. Jadi sosiolinguistik adalah studi dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-

  • 2 aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya ragam yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor kemasyarakatan Rokhman (2013: 1). Ragam bahasa sastra biasanya menekankan bahasa dari segi estetis, sehingga dipilihlah dan digunakanlah kosa kata yang secara estetis serta daya ungkap yang paling tepat. Warren dan Wellek (2014:15), mendeskripsikan bahwa bahasa sastra berkaitan lebih mendalam dengan struktur historis bahasa, serta menekankan kesadaran atas tanda. Bahasa sastra memiliki segi ekspresif dan pragmatis yang dihindari sejauh mungkin oleh bahasa ilmiah. Bahasa dalam sastra mengemban fungsi utamanya sebagai fungsi komunikatif. Sastra, khususnya fiksi, di samping sering disebut dunia dalam kemungkinan, juga dikatakan sebagai dunia dalam kata. Pantun merupakan sebuah karya sastra yang termasuk ke dalam jenis puisi rakyat atau puisi lama. Jenis puisi lama ini merupakan puisi yang masih terikat erat dengan kaidah dan aturan-aturan penulisan yang berlaku. Terdapat beberapa jenis dari puisi lama atau puisi rakyat ini salahsatunya pantun. Dalam pembelajaran Kurikulum 2013 pantun masih dimasukkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan dipakai dalam pembelajaran di sekolah, khususnya sekolah menengah pertama (SMP). Dalam dunia pendidikan pantun masuk dalam materi pembelajaran bahasa Indonesia. Materi pantun terdapat pada kompetensi dasar 3.9, 3.10, 4.9, dan 4.10. Materi ini adalah untuk membuat siswa menguasai dan

  • 3 terampil mengidentifikasi informasi, menyimpulkan isi, menelaah struktur dan kebahasaan, serta mahir mengungkapkan gagasan, perasaan, pesan dan bentuk pantun secara lisan dan tulis dengan memperhatikan struktur, rima, dan penggunaan bahasa. Materi pantun masih ada di dalam pembelajaran bahasa Indonesia karena pantun merupakan bagian dari karya sastra, yaitu masuk dalam puisi lama. Pantun sebagai karya sastra memiliki banyak manfaat, salah satunya sebagai media pendidikan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai moral, nasehat, dan nilai kebaikan lainnya. Pembelajaran menulis puisi lama (pantun) ini membutuhkan sebuah daya imajinasi. Dalam pembelajaran yang ada pada kelas VIII (delapan) di sekolah menengah ini, rata-rata siswanya berumuran 14 hingga 15 tahun. Di usia ini potensi siswa untuk berkreasi dan berimajinasi masih sangat luas, sehingga untuk pembelajaran menulis pantun ini dapat dijadikan sebagai wadah siswa untuk menuangkan gagasan atau imajinasi-imajinasi yang ada dalam pikiran itu menjadi sebuah karya sastra yang indah. Berdasarkan hasil observasi hari Selasa tanggal 25 september 2018, hasil tes belajar siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu tahun ajaran 2018/2019 diperoleh informasi bahwa siswa pada pembelajaran menulis pantun menemukan kendala, yaitu siswa mengalami kesulitan dalam menulis dan menentukan diksi pada pantun. Menulis pantun sendiri merupakan salah satu keterampilan yang tidak lahir secara alami melainkan dengan pembelajaran yang efektif dari penulis itu sendiri.

  • 4 Pantun juga merupakan suatu budaya dari salah satu suku yang ada di Indonesia dan mesti dilestarikan yaitu suku melayu. Sehingga dalam pembelajaran di kelas seorang guru harus memberikan suatu metode yang tepat untuk mengasah kemampuan siswa dalam menulis pantun. Namun sangat disayangkan, disaat ini kebanyakan dari guru di sekolah dalam memaparkan pembelajaran pantun ini hanya sekedar memperkenalkan teori dan kurangnya metode yang variatif saat mengajar, sehingga pembelajaran menulis pantun di kelas terkesan monoton dan membosankan. Apabila hal ini dibiarkan secara berlanjut, tanpa ada inovasi pembelajaran dari guru, maka dapat berdampak buruk bagi kemampuan siswa dalam pembelajaran menulis khususnya menulis pantun. Berikut salah satu contoh karya siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu. Pantun 1 - Nama : Huria Zulfa Hanniya Basri Kelas : VIII-5 SMP Negeri 4 Kota Bengkulu. Jalan-jalan kekota Jakarta Jalannya melewati padang Kalau mau terhindar narkoba Ayo! Coba cegah dari sekarang Pantun 1 bertemakan tentang nasihat. Pantun ini termasuk pada pantun jenis pantun remaja. Diksi yang digunakan pada sajak pantun ini yaitu “jakarta” dan “narkoba” dan “padang dan sekarang”. Dilihat dari diksinya pengarang pada pantun ini menggunakan sajak a-b-a-b dengan bunyi rima yang sesuai antara kata sampiran satu dengan kata isi bait pertama dan begitu juga

  • 5 dengan kata sampiran kedua dengan kata bait isi kedua. Dilihat dari bentuk kalimatnya isi pantun ini menggunakan kalimat deklaratif dan kalimat imperatif ajakan. Pada kalimat sajak baris pertama isi pantun yang berkalimatkan “kalau mau terhindar narkoba” merupakan salah satu bentuk kalimat deklaratif. Kemudian pada sajak baris terakhir pada isi pantun kalimat ini merupakan bentuk kalimat imperatif ajakan. Kalimat imperatif ajakan ini ditandai dengan diksi Ayo!. yang berkalimat “Ayo! Coba cegah dari sekarang”. Kontek penyampaian isi pantun ini yaitu tentang bahaya narkoba. Pada penggunaan bahasanya pengarang bertujuan ingin mengajak semua orang terutama remaja (para siswa di SMPN 4 Kota Bengkulu) agar menghindari narkoba dengan mencegahinya dari sekarang. Narkoba bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi kita. Kita telah sering mendengar dan membaca berita mengenai narkoba diberbagai media seperti di media elektronik maupun di media cetak. Di Indonesia, peredaran obat terlarang ini sangat meluas di kalangan generasi muda karena didukung oleh faktor budaya global dan sudah menjadi salah satu permasalahan utama yang harus segera diatasi. Pantun ini bermaknakan kepedulian seorang remaja terhadap anak-anak bangsa atau para generasi-generasi muda Indonesia. Pantun 2 - Nama : Muhammad Fahrur Rozi Kelas : VIII-5 SMP Negeri 4 Kota Bengkulu. Jalan Jalan Kekota Padang Jangan lupa membeli rendang Ingatlah selalu akan kasih sayang Karena, aku akan selalu sayang

  • 6 Pantun 2 bertemakan tentang cinta. Pantun ini termasuk pada pantun jenis pantun remaja. Diksi yang digunakan pada sajak pantun ini yaitu “padang” dan “sayang” dan “rendang dan sayang”. Dilihat dari diksinya pengarang menggunakan sajak a-a-a-a. Dilihat dari bentuk kalimatnya isi pantun ini menggunakan kalimat imperatif suruhan dan kalimat deklaratif. Pada kalimat sajak baris pertama isi pantun ini termasuk pada bentuk kalimat imperatif suruhan yang berkalimat “ingatlah selalu akan kasih sayang”. Kalimat imperatif suruhan ini ditandai oleh diksi atau kata “ingatlah selalu”, yang merupakan tata suruhan untuk selalu mengingat akan kasih sayangnya. Kemudian pada baris terakhir pada isi pantun yang berkalimat “karena, aku akan selalu sayang”. merupakan bentuk kalimat deklaratif. Kalimat deklaratif tersebut ditandai oleh diksi “karena,” yang memperjelaskan pemberitahuan dari makna kalimat isi pantun tentang rasa sayang. Kasih sayang merupakan hubungan antara dua orang yang lebih dari rasa simpati atau persahabatan. Konteks penggunaan bahasanya pantun remaja di atas sangat berhubungan dengan perasaan kasih sayang yang sangat identik dengan kehidupan remaja yang sedang jatuh cinta. Pantun ini bertujuan untuk meningkatkan kasih sayang antar sesama. Siapa ke siapa dalam pantun ini yaitu anatara penulis ke pembaca, penulis ke orang yang disayanginya. Penulis seorang remaja yang ingin menyampaikan pesan perasaan kasih sayang ke pasangannya. Pantun di atas bermaknakan betapa pentingnya kasih sayang dari seseorang yang selalu menyayangi.

  • 7 Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini adalah Asep Jejen Jaelani mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan tahun 2014 dengan judul “Kajian Variasi Bahasa pada status yang dibuat oleh Pengguna Twitter yang Bergabung dengan Akun Twitter Saqina Melisa Periode Januari 2014”. Dalam hasil penelitiannya terdapat variasa bahasa yang dilihat dari tingkat, golongan, status dan kelas sosial para penuturnya selama periode Januari 2014 sebanyak 114 status yang dibuat oleh pengguna twitter yang bergabung dengan twitter Saqina Melisa. Penggunaan variasi bahasa dilihat dari tingkat, golongan, status dan kelas sosial kelas penuturnya, hanya menggunakan variasi bahasa sebanyak 74 status bahasa slang/prokem dan 40 status lainnya dalam variasi bahasa akrolek. Selain Asep Jejen Jaelani, pada tahun 2014, Fahmi 2005 juga melakukan penelitian tentang ragam bahasa dengan judul “Analisis Ragam Bahasa Siswa Kelas X H SMA Negeri 2 Kota Bengkulu di Facebook”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ragam bahasa yang digunakan oleh siswa kelas X H SMA Negeri 2 Kota Bengkulu dalam media sosial Facebook. Ragam bahasa dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga): (1) Tema (2) ciri kebahasaan dan (3) nonkebahasaan. Tema yang muncul cukup beragam, namun dalam arti lebih banyak ungkapan bernada positif yang terdiri dari: interaksi, interaksi khusus, ungkapan kegiatan, ungkapan bijak, ungkapan perasaan, ungkapan perasaan memancing perhatian, ungkapan secara khusus, dan informasi. Sedangkan ungkapan perasaan negatif. Identitas diri asli (status akun nama asli) terdiri dari

  • 8 19 orang siswa dan sisanya 5 siswa dengan identitas samaran (status akun nama samaran). Berdasarkan uraian penelitian relevan di atas, dapat dikatakan bahwa relevansinya terdapat pada aspek variasi atau ragam bahasa. Penelitian yang dilakukan oleh Asep Jejen mengacu pada variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status dan klas sosial penuturnya sedangkan penelitian Fahmi mengacu pada variasi bahasa mencakup pada tema, ciri kebahasaan, dan non kebahasaan. Penelitian sekarang adalah penelitian ragam bahasa pada tugas menulis pantun siswa kelas VIII/5 di Smp Negeri 4 Kota Bengkulu. Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian variasi bahasa yang dilakukan oleh peneliti sekarang dengan penelitian yang dilakukan oleh Asep Jejen Jaelani dan Fahmi ada persamaan dan perbedaannya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permsalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana penggunaan ragam bahasa pada tugas menulis pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu ? 2. Bagaimana makna ragam bahasa pada tugas menulis pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu berdasarkan konteks penggunaan bahasa? C. Batasan masalah Penentuan batasan masalah penelitian ini sangat penting supaya penulis tidak terjerumus pada sekian banyak data yang ditelitih. Dalam

  • 9 suatu penelitian penting adanya pembatasan masalah, untuk memperlancar jalannya penelitian dan menghindari agar tidak terjadi penyimpangan dalam membahas pook permasalahan, maka penulis membatasi masalah penelitian pada penggunaan bentuk ragam bahasa dilihat dari diksi, rima, dan kalimat isi pantun dalam tugas menulis pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu dan Makna penggunaan ragam bahasa yang digunakan penulis pada pantun tersebut berdasarkan konteks penggunaan bahasa. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan dan batasan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan penggunaan bentuk ragam bahasa pada tugas menulis pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu. 2. Mendeskripsikan makna ragam bahasa pada tugas menulis pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu berdasarkan konteks penggunaan bahasa. E. Manfaat Penelitian Setiap penelitian selalu memiliki manfaat begitu juga dengan penelitian ini: 1. Manfaat Teoretis a. Memperluas wawasan yang berkaitan dengan ragam bahasa dengan penanda kebaasaannya baik prasa, klausa dan kalimat serta dengan konteks penggunaannya.

  • 10 b. Memperluas wawasan kebahasaan, khususnya linguistik, dalam hal ini adalah kebahasaan dalam lingkup sosiolinguistik khususnya ragam bahasa pada pantun. 2. Manfaat Praktis a. Bagi prodi Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan petimbangan bagi mahasiswa dan sebagai bahan tambahan informasi untuk penelitian selanjutnya, sehingga ada peningkatan Dallam penelitian kebahasaan. b. Bagi sekolah Penelitian ini diharapkan mampu digunakan oleh guru bahasa dan sastra Indonesia di sekolah sebagai bahan pelajaran khususnya ragam bahasa. c. Bagi penelitian lain Penelitian ragam bahasa ini diharapkan dapat menimbulkan motivasi peneliti-peneliti lain untuk melakukan penelitian yang sama dan hasil yang lebih baik. F. Definisi Istilah 1. Menurut Kartomihardjo dalam Rokhman (2013: 15) ragam disebutkan sebagai suatu piranti untuk menyampaikan makna sosial atau artistik yang tidak dapat disampaikan melalui kata-kata dengan makna harfiah. 2. Ragam bahasa adalah sejenis variasi bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan kaidah-

  • 11 kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan (Padmadewi 2014: 7-8). 3. Pantun adalah salah satu jenis puisi lama yang terdiri atas empat baris bersajak ab-ab atau aa-aa. Dua baris pertama sampiran, dua baris terakhir berupa isi. 4. Menulis adalah suatu kegiatan komunikasi dengan simbol atau lambang yang bersumber dari pemikiran, gagasan, atau ide-ide yang dituangkan dalam bentuk tulis. 5. Tugas menulis puisi lama (pantun) ini membutuhkan sebuah daya imajinasi. Dalam pembelajaran Kurikulum 2013 pantun masih dimasukkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan dipakai dalam pembelajaran di sekolah, khususnya sekolah menengah pertama (SMP). Berdasarkan Kurikulum 2013, materi pantun terdapat pada kompetensi dasar 3.9, 3.10, 4.9, dan 4.10. 6. Berdasarkan kurikulum 2013 tujuan pembelajaran pantun adalah untuk membuat siswa menguasai dan terampil mengidentifikasi informasi, menyimpulkan isi, menelaah struktur dan kebahasaan, serta mahir mengungkapkan gagasan, perasaan, pesan dan bentuk pantun secara lisan dan tulis dengan memperhatikan struktur, rima, dan penggunaan bahasa.

  • 12 BAB II LANDASAN TEORI Penelitian ini menggunakan landasan teori di antaranya sosiolinguistik, masyarakat tutur, konteks penggunaan bahasa, ragam bahasa, pantun, diksi, kalimat, dan makna. A. Sosiolinguistik Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sosiolinguitik. Sosiolinguitik merupakan salah satu bidang dalam ilmu linguistik. Sosiolinguistik membahasas hubungan bahasa dengan masyarakat penggunanya. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki manusia. Bahasa dapat dikaji secara internal maupun eksternal. Dalam studi linguistik umum (general linguistik), kajian secara internal disebut sebagai kajian bidang mikrolinguistik dan kajian secara eksternal disebut sebagai kajian bidang makrolinguistik. Kajian secara internal dilakukan dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur yang ada dalam disiplin linguistik, seperti fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Sementara itu, kajian bahasa secara eksternal melibatkan dua disiplin ilmu atau lebih sehingga wujudnya berupa ilmu antardisiplin, seperti Psikolinguistik, Sosiolinguistik, dan lain-lain. Kajian bahasa secara internal akan menghasilkan perian-perian bahasa secara objektif deskriptif dalam wujud sebuah buku tata bahasa. Buku-buku tata bahasa biasanya hanya menyajikan kaidah-kaidah bahasa tanpa mengaitkannya dengan kaidah-kaidah penggunaan bahasa. Tanpa

  • 13 ilmu sosiolinguistik, pengajaran ragam bahasa menggunakan tata bahasa ini akan mengalami kesulitan. Ragam bahasa yang diajarkan buku tata bahasa hanya berupa ragam bahasa baku. Padahal dalam buku tersebut sejatinya terekam juga hasil parian ragam nonbaku. Sosiolinguistik secara etimologi berasal dari dua kata bahasa Inggris socio dan linguistics. Linguistik yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa seperti fonem, morfem, kata, kalimat dan hubungan antara unsur-unsur itu termasuk hakikat dan pembentukan unsur-unsur tersebut. Unsur sosio seakar dengan sosial, yaitu berhubungan dengan masyarakat, kelompok masyarakat dan fungsi kemasyarakatan. Jadi sosiolinguistik adalah studi dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya ragam yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor kemasyarakatan Rokhman (2013: 1). Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan semua masalah sosial dalam satu masyarakat, akan diketahui cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bagaimana mereka bersosialisasi, dan menempatkan diri dalam tempatnya masing-masing di dalam masyarakat. Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan yang sangat erat. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai

  • 14 manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. B. Masyarakat tutur Setiap populasi ada terdapat banyak masyarakat hujaran (speecacaummunity) dengan demikian sudah barang tentu adanya tumpang tindih keangotaan dan sistem kebahasaan. Fishman (dalam Alwasila 1985: 42) mengatakan suatu masyarakat ujaran adalah satu masyarakat yang semua anggotanya memiliki bersama paling tidak satu ragam ujaran dan norma-norma untuk pemakaiannya yang cocok. Suatu masyarakat ujaran bisa jadi sesempit satu jaringan interaksi tertutup, keseluruhan anggotanya menganggap satu sama lainnya berada dalam satu kapasitas. Setiap bahasa membatasi satu masyarakat ujaran baik dalam keseluruhan kelompok orang yang berhubungan satu sama lainnya, baik langsung maupun tidak langsung, melalui bahasa yang sama. Masyarakat tutur adalah sekelompok orang dalam lingkup luas atau sempit yang berinteraksi dengan bahasa tertentu yang dapat dibedakan dengan kelompok masyarakat tutur yang lain atas dasar perbedaan bahasa yang bersifat signifikan (Wijaya dan Rohmadi, 2013:46). Wijaya dan Rohmadi (2013:48) mengatakan bahwa masyarakat tutur dapat dibedakan dua jenis penutur, yakni penutur yang berkompeten (fullyfletge spike) dan penutur partisipatif (unfullyfletge spike). Penutur berkopeten adalah penutur yang benar-benar mampu menggunakan bahasa dalam berbagai tindak komunikasi. Penutur berkopeten tidak hanya

  • 15 memiliki pengetahuan tentang kosakata dan stuktur bahasa yang bersangkutan, tetapi juga mempunyai kemampuan untuk mengkomunikasikannya secara fragmatik. Wijaya dan Rohmadi (2013: 48) mengatakan bahwa seorang penutur yang berkompeten memiliki: 1. Pengetahuan mengenai gramatikal dan kosa kata suatu bahasa. 2. Pengetahuan mengenai kaidah-kaidah berbahasa. 3. Pengetahuan tentang bagaimana menggunakan dan merespon tipe-tipe tindak tutur yang berbeda-berbeda, seperti perintah, permohonan, permintaan maaf, ucapan terima kasih, ajakan, dan sebagainya. 4. Pengetahuan tentang bagaimana berbicara secara wajar. C. Konteks Penggunaan Bahasa Dell Hymes (1972) dalam (Chaer, 2004) suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, kedelapan komponen itu adalah: a. Setting and scene. Setting Berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, situasu tutur yang berbeda dapat menyebankan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. b. Participants. Pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara, dan pendengar, penyapa, pesapa, atau pengirim, dan penerima (pesan). c. Ends, merujuk pada maksud dan tujuan. d. Act sequence, Mengacu pada bentuk dan ujaran.

  • 16 e. Key, Mengacu pada nada, cara, semangat dimana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, serius, singkat, dan sebagainya. f. Instrumentalities, Mengacu pada jalur bahasa yang digunaka, seperti jalur lisan dan tulisan. g. Norm of Interaciton and interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Seperti cara beriterupsi, bertanya. h. Genre, mengacu pada jenis bentuk dan penyampaian. Seperti narasi, puisi, pepatah, dan sebagainya. Menurut Halliday dan Hasan (1985) (dalam Wardhana 2006) konteks sebagai teks yang menyertai teks lain. Sesuatu yang menyertai teks lain bukan hanya yang dilisankan atau dituliskan tetapi termasuk peristiwa-peristiwa nonverbal atau keseluruhan lingkungan teks itu. Peranan konteks sangat penting dalam menginterprestasikan suatu wacana atau kalimat. Konteks sangat mempengaruhi arti ujaran. Oleh karena itu, apabila konteks berubah, berubah pula arti suatu ujaran (Wardhana, 2006 : 32). Konteks dalam penggunaan bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu, (1) konteks fisik, meliputi tempat kejadian penggunaan bahasa dalam suatu komunikasi, (2) konteks epistemis, merupakan latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh partisipan, (3) konteks linguistik yang terdiri atas kalimat atau ujaran-ujaran yang mendahului dan mengikuti ujaran tertentu dalam peristiwa komunikasi atau disebut juga sebagai konteks, dan (4) konteks sosial adalah relasi sosial dan

  • 17 latar yang melengkapi hubungan antara penutur dan mitra tutur (Mey, 1998 : 157) dalam disertasi Wardhana (2006 : 32). D. Ragam Bahasa Pada penelitian ini, penulis juga akan memberikan penjelasan mengenai ragam bahasa. Ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana (dalam Chaer, 2004: 61) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri ragam bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri ragam bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan. Sebagai sebuah langue sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut, meski berada dalam masyarakat tutur, tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret, yang disebut parole, menjadi tidak seragam. Terjadinya keragaman bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas. Misalnya, bahasa Inggris yang digunakan hampir di seluruh dunia; bahasa Arab yang luas wilayahnya dari Jabal Thariq di Afrika Utara sampai perbatasan Iran (dan juga sebagai bahasa agama Islam

  • 18 dikenal hampir di seluruh dunia); dan bahasa Indonesia yang wilayah penyebarannya dari Sabang sampai Merauke. Dalam hal ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi ragam bahasa itu terjadi akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Andaikata penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen, baik etnik, status sosial maupun lapangan pekerjaannya, maka keragaman itu tidak akan ada; artinya bahasa itu menjadi seragam. Kedua, ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Kedua pandangan ini dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat social Chaer (2004 : 61-62). Ragam bahasa adalah sejenis variasi bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan Patmadewi (2014 : 7-8). Menurut Kartomihardjo (dalam Rokhman, 2013: 15) ragam disebutkan sebagai suatu piranti untuk menyampaikan makna sosial atau artistik yang tidak dapat disampaikan melalui kata-kata dengan makna harfiah. Dari berbagai pengertian tentang ragam bahasa dapat disimpulkan bahwa ragam bahasa merupakan cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri ragam bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri ragam

  • 19 bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan. Dalam pemakaian ragam bahasa, disesuaikan dengan fungsi dan situasi bahasa digunakan, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Fatur (2013: 16) membedakan ragam bahasa dilihat dari beberapa aspek. Pertama, dilihat dari segi pemakaiannya dapat dibedakan atas ragam lisan dan ragam tulis. Kedua, didasarkan pada tingkat keresmian situasi pemakaiannya. Hartman dan Stork dalam Chaer (2004 : 62) membedakan ragam bahasa berdasarkan kriteria (a) latar belakang geografi dan sosial penutur, (b) medium yang digunakan dan (c) pokok pembicaraan. Ragam bahasa itu pertama-tama dibedakan berdasarkan penutur dan penggunaannya. Berdasarkan penutur berarti, siapa yang menggunakan bahasa itu, di mana tinggalnya, bagaimana kedudukan sosialnya di dalam masyarakat, apa jenis kelaminnya, dan kapan bahasa itu digunakannya. Berdasarkan penggunaannya, berarti bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang apa, apa jalir dan alatnya, dan bagaimana situasi keformalannya. 1. Jenis ragam bahasa Ragam bahasa dapat dibedakan atas beberapa jenis. Pertama, dilihat dari segi sarana pemakainnya dapat dibedakan atas ragam lisan dan ragam tulis. Antara kedua ragam tersebut terdapat pebedaan yang tidak begitu mencolok. Jadi untuk mengetahui kedua ragam tersebut harus memperhatikan kedua jenis ragam tersebut secara seksama. Dalam ragam lisan unsur-unsur bahsa yang digunakan cenderung sedikit dan sederhana.

  • 20 Artinya tidak selengkap pada ragam tulis karena pada ragam lisan dalam menyampaikan informasi dapat disertai dengan gerakan anggota tubuh tertentu (mimik) yang dapat mendukung maksud informasi yang disampaikan dan menggunakan intonasi sebagai penekan. Di samping itu, satu hal lagi yang membuat ragam bahasa lisan lebih sederhana adalah adanya situasi tempat pembicaraan berlangsung. Semua hal tersebut dapat memperjelas informasi yang kita sampaikan kepada mitra tutur. Akan tetapi, tiga hal tersebut tidak dapat terjadi atau tidak akan terdapat dalam penggunaan ragam tulis, sehingga ragam ini cenderung lebih rumit. Hal ini disebabkan pada ragam tulis mau tidak mau harus menggunakan unsur-unsur bahasa yang lebih banyak dan lengkap agar informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik dan jelas oleh orang yang diberi informasi (si penerima informasi). Jadi penulisan secara lengkap unsur-unsur bahasa dalam ragam tulis ini bertujuan untuk menghindari terjadinya salah mengerti atau menerima pesan dari si pemberi pesan. kedua, didasarkan pada pada tingkat keresmian situasi pemakainnya, ragam bahasa dibedakan menjadi ragam resmi (ragam formal) dan ragam tidak resmi (ragam informal). Sesuai dengan namanya, ragam formal adalah ragam yang digunakan dalam situasi yang tidak resmi. Ciri dari dua ragam ini adalah tingkat kebakuan pada bahasa yang digunakan. Dengan demikian ragam resmi ditandai dengan pemakaian unsur-unsur kebahasaan yang menunujukan tingkat kebakuannya yang rendah.

  • 21 Keempat ragam bahasa yang dibedakan atas dasar dua segi seperti telah diuraikan diatas, apabila kita gabungkan akan menjadi ragam yang namanya gabungan pula. Ragam bahasa hasil penggabungan atau perpaduan dari dua segi (sarana pemakaiannya dan tingkat keresmian situasi pemakaiannya) menghasilkan ragam lisan resmi (ragam lisan formal) ragam lisan tidak resmi (ragam lisan informal), ragam tulis resmi (ragam tulis formal), dan ragam tulis tidak resmi (ragam tulis informal). Ragam lisan resmi biasanya digunakan dalam forum yang sifatnya resmi pula. Misalnya dalam rapat-rapat, seminar, pidato, symposium, dan dalam perkuliahan (proses belajar mengajar). Ragam lisan tidak resmi dapat dilihat dalam pembicaraan di kafe, di pasar, di terminal, di rumah, di kebun, di kampus (bukan dalam proses belajar mengajar) antarmahasiswa atau antardosen, dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan pengguna ragam lisan resmi, penutur cenderung dipengaruhi oleh faktor situasi dan mitra tutur, di samping faktor lain. Umpamanya ketika penutur berbicara dengan atasannya, tentunya gaya bicara dalam hal ragam bahasa yang digunakan berbeda dengan ketika ia berkomunikasi atau berbicara dengan teman sebayanya atau bahwa teman dibawah umurnya. Selain perbedaan tersebut, ditinjau dari segi norma pemakaiannya, ragam bahasa dibedakan atas ragam baku dan ragam tidak baku. Ragam baku adalah ragam bahasa yang dalam pemakaiannya sesuai dengan kaidah yang berlaku, yaitu kaidah tata bahasa dan ejaan yang berlaku disebut ragam tidak baku.

  • 22 Kalau dalam pembahasan di atas ragam bahasa dibedakan menjadi ragam lisan resmi, ragam lisan tidak resmi, ragam tulis resmi, dan ragam tulis tidak resmi, maka dalam pembahasan ini akan dibahas adanya pembedaan ragam lisan baku, ragam lisan tidak baku, ragam tulis baku, dan ragam tulis tidak baku. Ragam lisan baku dalam pemakaiannya sejalan dengan ragam lisan resmi dan ragam lisan tidak baku pemakaiannya sejalan dengan ragam lisan tidak resmi. Demikian pula penggunaan ragam tulis baku yang memiliki korelasi dengan ragam tulis resmi dan ragam tulis tidak baku dengan ragam tulis tidak resmi. Pada dasarnya ragam baku digunakan dalam konteks situasi yang resmi dan ragam tidak baku digunkan dalam konteks situasi yang tidak resmi. Dengan demikian penggunaan ragam baku dengan ragam resmi atau ragam tidak baku dengan ragam tidak resmi sering kali dianggap sama oleh sekelompok orang. Apabila dibedakan berdasarkan pemakaiannya, ragam bahasa dapat dibedakan atas ragam sastra, ragam buku, ragam jurnalistik, ragam teknologi, ragam ekonomi, dan lain-lain. Artinya ragam tersebut digunakan sesuai dengan konteks yang ada dalan situasi tutur tersebut. Dilihat dari segi pendidikan, ragam bahasa dibedakan menjadi ragam pendidikan dan ragam nonpendidikan. Ciri ragam ini, bagi orang yang berpendidikan lazimnya dapat melafalkan bunyi-bunyi bahasa secara fasih dan dapat menyusun kalimat secara taratur dan benar. Sebaliknya, bagi orang yang tidak berpendidikan cenderung kurang dapat memenuhi syarat tersebut.

  • 23 Lebih lanjut, ihwal penggolongan bahasa Alwi (dalam Rokhman : 17) menjelaskan bahwa jika dilihat dari sudut pandang penutur, dapat dirinci menurut patokan daerah, pendidikan, dan sikap penutur. Ragam daerah dikenal dengan sebuah dialek atau logat. Dialek atau logat merupakan ragam bahasa yang hidup didaerah-daerah tertentu yang berdekatan. Jadi apabila masyarakat dari dua daerah yang berdekatan bertemu dan terjadi komunikasi dengan menggunakan dialek masing-masing, mereka masih bias saling memahami pembicaraan tersebut. Akan tetapi jika dialek tersebut hidup di daerah yang berjauhan yang dibatasi oleh gunung atau selat misalnya, lambat laun dalam perkembangannya akan mengalami banyak perubahan, maka dialek tersebut akhirnya dianggap bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penutur (terutama pendidikan formal) akan menunjukan perbedaan yang jelas antara masyarakat yang berpendidikan formal dengan masyarakat yang tidak berpendikan formal. Perbedaan di sini lebih banyak terjadi dalam pelafalan kata atau bunyi serta penguasaan penggunaan bahasa secara baik (dalam hal tata bahasanya). Kedua hal tersebut akan berbeda tingkat kemampuan dan penguasaan antara orang yang berpendidikan formal dengan yang tidak berpendidikan formal. Misalnya dalam melafalkan kata film, fitnah, dan kompleks, oleh orang berpendidikan formal kata-kata tersebut tentunya akan dilafalkan dengan benar sesuai dengan bunyi fonem yang benar, yaitu film, fitnah, dan kompleks. Akan tetapi berbeda dengan orang yang tidak

  • 24 mengalami pendidikan formal mungkin akan melafalkan dengan pilm, pitnah, dan komplek. Sedangkan dalam tata bahasa ketika seseorang mengucapkan” saya akan bekar itu sampah setelah saya mandi” barangkali orang lain dapat menangkap maksud yang disampaikan. Akan tetapi, dari segi tata bahasa, kalimat tersebut kurang baik. Sedangkan yang baik menurut tata bahasa adalah” saya akan membakar sampah itu setelah saya mandi”. Menurut sikap penutur, ragam bahasa mencakup sejumlah corak bahasa dimana pemilihannya tergantung pada sikap penutur terhadap orang diajak bicara atau mitra tutur. Sikap berbahasa di antaranya dipengaruhi oleh umur dan kedudukan mitra tutur. Tingkat keakraban anatarpenutur pokok persoalan yang dibicarakan hendak disampaikan serta tujuan penyampaian informasinya ragam bahasa dalam hal ini berhadapan dengan pemilihan bentuk-bentuk bahasa tertentu yang manggambarkan sikap yang resmi, santai, dingin, hangat atau yang lain. Sedangkan perbedaan berbagai gaya tersebut tercermin dalam kosakata yang digunakan oleh penutur ketika berbicara dengan mitra penuturnya. 2. Ragam sastra Sastra adalah hasil cipta manusia dengan menggunakan media bahasa tertulis maupun lisan, bersifat imajinatif, disampaikan secara khas, dan mengandung pesan yang bersifat relatif. Pamungkas (2012 : 105) Menurut Pamungkas (2012 : 105) ragam bahasa sastra adalah ragam bahasa yang banyak menggunakan kalimat tidak efektif. Penggambaran

  • 25 yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Ciri-ciri ragam bahasa sastra antara lain: 1. Menggunakan kalimat yang tidak efektif. 2. Menggunakan kata-kata yang tidak baku. 3. Adanya rangkaian kata yang bermakna konotasi. Melalui karyanya pengarang ingin agar pembaca dapat merasakan apa yang telah dirasakannya. Pengarang mengundang pembaca memasuki pengalaman nyata dan dunia imajinasinya yang diperoleh melalui pengalaman batin yang paling dalam. Wujud pengalaman batin seorang pengarang itu dapat dikatakan suatu karya sastra jika di dalamnya tercermin keserasian antara keindahan bentuk dan isi. Dalam karya itu terungkap norma estetik, norma sastra, dan norma moral. Setiap karya (fiksi) yang baik tidak hanya berisi perkembangan suatu peristiwa atau kejadian, tetapi juga menyiratkan pokok pikiran yang akan dikemukakan pengarang kepada pembaca. Karya sastra dapat menjadi lebih menarik apabila pokok perbincangan itu baru, hangat, atau bercorak lain dari pada yang lain. E. Pantun Menurut Sugiarto (2008: 10) pantun merupakan jenis Puisi Lama yang memilki beberapa ciri, yaitu (1) dalam setiap bait terdiri atas empat bait, (2) baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat adalah isi, (3) jumlah suku kata setiap baris antara delapan sampai dengan dua belas suku kata, dan (4) rima akhir setiap bait adalah a-b-a-b.

  • 26 Dari pengertian di atas, pantun yaitu suatu karangan karya sastra dari jenis puisi lama yang terdiri atas empat baris, baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat berupa isi. Pantun juga terdapat rima dan bersajak ab-ab serta aa-aa. 1. Ciri-ciri pantun Menurut Sugiarto (2010: 21) yakni, setiap untai (bait) terdiri atas empat larik (baris), banyaknya suku kata tiap larik sama atau hampir sama (biasanya terdiri atas 8 sampai 12 suku kata), pola sajak akhirnya ab-ab, larik pertama dan kedua disebut sampiran, sedangkan larik ketiga dan keempat disebut isi pantun (makna, tujuan, dan tema pantun), larik sampiran ini mengandung tenaga pengimbau bagi pendengar atau pembaca untuk segera mendengar atau membaca larik ketiga dan keempat. Ciri-ciri pantun juga dikemukakan oleh Waridah Rani (2015: 12), yaitu tidak boleh diubah. Jika diubah, pantun tersebut akan menjadi seloka, gurindam, atau bentuk puisi lama lainnya. Ciri-ciri pantun yaitu tiap bait terdiri atas empat baris (larik), tiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata, rima akhir setiap baris a-b-a-b, baris pertama dan kedua merupakan sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi. 2. Sajak dan Rima a. Sajak Menurut Dendi Sugono (2003 : 125) sajak merupakan karya sastra berciri mantra, rima, tanpa rima, ataupun kombinasi kedua-duanya. Kekhususan sajak, jika dibandingkan dengan bentuk sastra lain, terletak

  • 27 pada kata-katanya yang topang- menopang dan berjalinan dalam arti dan irama. Dalam sajak terdapat rima, yaitu pengulangan bunyi berselang yang terjadi dalam larik (baris, leret) atau pada akhir larik-larik yang berdekatan. b. Rima Rima adalah pengulangan bunyi berselang dalam sajak, baik dalam larik (baris, leret) maupun pada akhir larik-larik yang berdekatan. Agar terasa keindahannya, bunyi yang berirama itu ditampilkan oleh tekanan nada, atau pemanjang suara. Jenis rima, antara lain, runtun vokal atau asonansi, purwakanti atau aliterasi dan rima sempurna. 3. Jenis-jenis pantun Berdasarkan maksud, isi, dan temanya pantun dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu pantun anak-anak, pantun remaja atau dewasa dan pantun orangtua. Masing-masing kelompok menunjukan kekhasan tema sesuai dengan perilaku pemiliknya. Pantun anak-anak menggambarkan dunia anak-anak yang biasanya berisi rasa senang dan sedih. Oleh karena itu pantun anak dibagi menjadi dua yaitu pantun bersuka cita dan pantun berduka cita. Sedangkan pada pantun remaja atau dewasa berisi kehidupan remaja atau dewasa. Tema cinta sangat dominan dalam pantun remaja atau dewasa. Pantun remaja atau dewasa dibagi beberapa jenis, yaitu pantun perkenalan, pantun berkasih-kasihan atau percintaan, dan pantun perceraian atau perpisahan.

  • 28 Menurut Sugiarto (2010: 25) pantun remaja atau dewasa, khususnya pantun muda (pantun cinta kasih), digunakan untuk bersilat lidah dalam memadu cinta kasih di antara muda-mudi. Pantun orang tua berisi Pendidikan dan ajaran agama. Pantun jenis ini dibagi menjadi beberapa macam, di antaranya pantun nasihat, pantun adat, pantun agama, pantun budi, pantun kepahlawanan, pantun kias, dan pantun peribahasa. Pantun orang tua dipakai dalam pertemuan adat sebagai selingan penegas dalam berdialog dan berdebat. Selain itu, pantun orang tua juga digunakan sebagai kias dan ibarat ketika orang tua menasihati anak atau cucunya. Kata-kata yang digunakan dalam pantun agama (pantun orang tua), biasanya akan berbeda dengan kata-kata yang sering dipakai dalam pantun percintaan (pantun remaja) maupun dalam pantun bersukacita (pantun anak-anak). Mengingat kosakata adalah salah satu hal yang harus diperhatikan dalam menulis pantun, sebelum mulai menulis pantun alangkah lebih baik jika membuat daftar kosakata apa saja yang kira-kira sesuai atau cocok untuk menulis pantun dengan jenis atau tema tertentu. Salah satu syarat pantun yang baik adalah memiliki persajakan yang indah. Oleh karena itu, kekayaan kosakata adalah salah satu modal penting dalam menulis pantun sehingga pantun yang kita tulis memiliki persajakan yang indah.

  • 29 Berikut contoh kata-kata yang sering digunakan dalam pantun sesuai dengan jenis atau kelompok pantun Sugiarto (2010: 39). 1. Pantun anak: a. Bersukacita: bagus, bahagia, bernyanyi, ceria, enak, gembira, girang, indah, kenyang, lega, nikmat, sukacita, sukaria, manja, puas hati, senang, riang, dan sebagainya. b. Berdukacita: berduka, berpulang, bersedih hati, buruk, bimbang, cemas, dibenci, ditinggalkan, duka, dukacita, fakir, gelisah, gundah, iba, ibu tiri, kecewa, kesal, lara, masygul, mati, melarat, menangis, merana, miskin, muram, murung, nestapa, papa, piatu, pialu, sebatang kara, sedih, seduh, sendiri, susah hati, tangis, wafat, yatim dan sebagainya. 2. Pantun remaja atau dewasa: a. Nasib atau dagang: apes, bahagia, bandar, berlabuh, celaka, dagang, dermaga, garis hidup, jual, melarat, menderita, merana, mujur, negeri orang, nahkoda, nasib, niaga, pangkalan, perahu, perantau, peruntungan, petualang, rantau, rezeki, rugi, saudagar, sensara, sial, suratan, susah, takdir, untung dan sebagainya. b. Perkenalan: anggun, berkenalan, bertanya, cantic, elok, gagah, jelita, kenal, masnis, menawan, mengenal, molek, rupawan, tampan, dan sebagainya.

  • 30 c. Berkasih-kasih: adinda, asmara, berahi, cinta, cium, dinda, hasrat, hati, jantung hati, jatuh hati, kalbu, kakanda, kanda, kangen, kasih, kasmaran, kecup, kekasih, kembang, kesuma, kumbang, mabuk kepayang, merayu, puspa, puspita, purti, rayu, rindu, saying, sunting, terjerat, terpesona, terpikat, terpukau, tertambat, tertawan, dan sebagainya. d. Perceraian: air mata, berduka, bimbang, cedera, cerai, gagal, hampa, hancur, hilang, kandas, kecewa, lebur, lenyap, luntur, menangis, meratap, musnah, padam, patah, pergi, pudar, pupus, putus, ragu, sedih, sesal, sirna, tangis, tercampak, dan sebagainya. 3. Pantun orang tua: a. Nasihat: alim, amanah, angkuh, arogan, berbudi, benar, benci, bohong, congkak, dengki, dendam, hasad, hikmat, hina, ilmu, ikhlas, iri, jahat, jujur, keji, khianat, khilaf, licik, lurus, maaf, menyesal, pandai, pongah, rela, sesal, sombong, takabur, tulus, dan sebagainya. b. Adat: adat, aturan, berbudi, bertuah, datuk, hormat, imam, leluhur, penghulu, perangai, pusaka, santun, sembah, simpuh, tradisi, tabiat, takzim, tetua, undang-undang, dan sebagainya. c. Agama: agama, akhirat, akhlak, ampun, azab, celaka, dosa, dunia, ingat, kubur, malaikat, mati, maut, neraka, nyawa,

  • 31 puasa, selamat, sembahyang, sengsara, surge, taubat, tawakal, tua, Tuhan, umur, usia, dan sebagainya. 4. Syarat-syarat Menulis Pantun Sugiarto (2010:10) berpendapat syarat-syarat pantun dibagi menjadi empat antara lain: a) Setiap untai (bait) terdiri atas empat larik (baris). Untaian bait pantun yang tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang barisnya dari empat baris. Pergi saja ke laut Aru Cari tupai di dalam kota Ikuti saja nasehat guru Agar tercapai cita-cita b) Terdiri dari 8-12 suku kata pada tiap larik atau baris. Pergi saja ke laut Aru Cari tupai di dalam kota Ikuti saja nasehat guru Agar tercapai cita-cita Dalam kalimat Pergi saja ke laut Aru terdapat sembilan suku kata, yaitu per-gi-sa-ja-ke-la-ut-a-ru. Begitu juga dalam kalimat Cari tupai di dalam kota juga terdapat sembilan suku kata, yaitu ca-ri-tu-pai-di-da-lam-ko-ta.

  • 32 c) Bersajak ab-ab. Dimaksudkan sajak atau rima adalah kemiripan pengucapan atau persamaan bunyi pengucapan antar baris 1 dengan baris 3 dan baris 2 dengan baris 4. Contoh: Pergi saja ke laut Aru (a) Cari tupai di dalam kota (b) Ikuti saja nasehat guru (c) Agar tercapai cita-cita (d) Pantun di atas dianggap benar karena baris 1 dengan baris 3 memiliki kemiripan bunyi atau mempunyai sajak yang sama yaitu (a). Begitu juga pada baris 2 dengan baris 4 memilki kemiripan bunyi atau mempunyai sajak yang sama yaitu (b). d) Baris 1 dan baris 2 disebut sampiran, sedangkan baris 3 dengan baris 4 disebut isi pantun. Contoh sampiran : Pergi saja ke laut Aru (baris 1) Cari tupai di dalam kota (baris 2) Dua baris di atas merupakan sampiran dari sebuah pantun. Sampiran itu sendiri adalah kiasan yang dijadikan isi di dalam pantun.

  • 33 Contoh Isi : Ikuti saja nasehat guru (baris 3) Agar tercapai cita-cita (baris 4) Dua baris di atas merupakan isi pantun tersebut. Isi pantun adalah apa yang akan disampaikan si penulis dalam pantun yang dibuatnya. F. Diksi Menurut Tarigan (1993: 30) pilihan kata yang tepat dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanat, efek, nada suatu puisi dengan tepat. Pilihan kata juga berhubungan dengan masalah sintagmatik dan paradigmatik. Sintagmatik berkaitan dengan hubungan antarkata secara linier untuk membentuk sebuah kalimat. Bentuk-bentuk kalimat yang diinginkan dan disusun, misalnya sederhana, lazim, unik, atau dari yang lain, dalam banyak hal akan mempengaruhi kata, khususnya bentuk kata. Paradigmatik berkaitan dengan pilihan kata diantara sejumlah kata yang berhubungan dengan makna. Masalah pemilihan kata, menurut Chapmen dalam (Nurgiyantoro, 2010: 290) dapat melalui pertimbangan-pertimbangan formal tertentu. Pertama, pertimbangan fonologis, misalnya untuk kepentingan alitrasi, irama, dan efek bunyi tertentu, khususnya dalam karya puisi. Dalam fiksi walau tak seintensif seperti halnya dalam sajak, unsur fonologis mungkin juga dipertimbangkan pengarang. Kedua, pertimbangan dari segi mode, bentuk, dan makna yang dipergunakan sebagai sarana mengkonsentrasikan

  • 34 gagasan. Masalah konsentrasi ini penting sebab hal inilah yang menbedakannya dengan stile (gaya bahasa) nonsastra seperti karya ilmiah. Diksi atau pilihan kata yang digunakan dalam pantun merupakan arti pemilihan yang sangat cermat. Kata-katanya merupakan hasil pertimbangan, tinggi makna, susunan bunyinya, maupun hubungan kata dengan kata dengan kata-kata lain dalam baris dan baitnya. Kata-kata memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pantun. G. Kalimat Menurut Kusno (1990 : 10) kalimat adalah gugusan kata berstuktur, yang mengandung makna secara lengkap. Berdasarkan isi dan bentuknya, kita mengenal adanya bermacam-macam kalimat. Ada kalimat berita, kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat logis, dan masih banyak lagi jenis yang lain. Namun apa jenisnya dan bagaimanapun bentuknya, kalimat selalu harus diikat oleh suatu struktur dan menimbulkan pengertian yang lengkap. Berstuktur, artinya bahwa suatu kalimat dibentuk oleh kata-kata atau kelompok kata- kelompok kata yang diletakan atau diatur berdasarkan fungsi dan arti yang didudukinya. Setiap jenis kalimat mempunyai persyaratan-persyaratan tertentu yang berbeda satu dengan yang lain. Sedangkan kalimat harus menimbulkan pengertian yang lengkap, artinya bahwa setiap kalimat harus mampu menyampaikan pikiran atau gagasan secara lengkap kepada pendengar atau pembacanya.

  • 35 Menurut Kunjana Rahardi (2005: 74-86) kalimat dibedakan menjadi lima macam yaitu, (1) kalimat berita (deklaratif), (2) kalimat tanya (interogatif), (3) kalimat perintah (imperatif), (4) kalimat seruan (eksklamatif), (5) kalimat penegas (empatik). 1. Kalimat deklaratif Kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia mengandung maksud memberitakan sesuatu kepada mitra tutur. Sesuatu yang diberitakan kepada mitra tutur itu, lazimnya, merupakan pengungkapan sesuatu peristiwa atau suatu kejadian. Kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia dapat merupakan tuturan langsung dan dapat pula merupakan tuturan tidak langsung. 2. Kalimat interogatif Kalimat interogatif adalah kalimat yang mengandung maksud menanyakan sesuatu kepada simitra tutur dengan perkataan lain, apabila seorang penutur bermaksud mengetahui jawaban terhadap suatu hal atau suatu keadaan, penutur akan bertutur dengan menggunakan kalimat interogatif kepada simitra tutur. Didalam bahasa Indonesia, terdapat paling tidak lima macam cara untuk mewujudkan tuturan interogatif. Diantaranya yaitu, (1) dengam membalik urut kalimat, (2) dengan menggunakan kata apa atau apakah, (3) dengan menggunakan kata bukan atau tidak, (4) dengan mengubah intonasi kalimat menjadi intonasi tanya, dan (5) dengan menggunakan kata-kata tanya tertentu.

  • 36 3. Kalimat imperatif Kalimat imperatif mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melaukan sesuatu sebagaimana diinginkan si penutur. Kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia dapat berkisar antara suruhan yang sangat keras atau kasar sampai dengan permohonan yang sangat halus atau santun. Kalimat imperatif dapat pula berkisar antara suruhan untuk melakukan sesuatu sampai dengan larangan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kalimat inperatif dalam bahasa Indonesia itu kompleks dan banyak variasinya. Secara singkat, kalimat inperatif bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan secara formal menjadi lima macam, yakni (1) kalimat imperatif biasa, (2) kalimat imperatif permintaan, (3) kalimat imperatif pemberian izin, (4) kalimat imperatif ajakan, dan (5) kalimat imperatif seruan. 3.1 Kalimat imperatif biasa Didalam bahasa Indonesia, kalimat imperatif biasa, lazimnya, memiliki ciri-ciri berikut: (1) berintonasi keras, (2) didukung dengan kata kerja dasar, dan (3) berpartikel pengeras- lah. Kalimat imperatif jenis ini dapat berkisar anatara imperatif yang sangat halus sampai dengan imperatif yang sangat kasar. 3.2 Kalimat imperatif permintaan Kalimat imperatif permintaan adalah kalimat imperatif dengan kadar suruhan sangat halus. Lazimnya, kalimat imperatif permintaan disertai dengan sikap penutur yang lebih merendah dibandingkan

  • 37 dengan sikap penutur pada waktu menuturkan kalimat imperatif biasa. Kalimat imperatif permintaan ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan tolong, coba, harap, mohon, dan bebarapa ungkapan lain, seperti sudilah kiranya, dapatkah seandainya, diminta dengan hormat, dan dimohon dengan sangat. 3.3 Kalimat imperatif pemberian izin Kalimat imperatif yang dimaksudakan untuk memberikan untuk memberikan izin dindai dengan penanda kesantunan silakan, biarlah, dan beberapa ungkapan lain yang bermakna mempersilakan, seperti diperkenankan, dipersilakan, dan diizinkan. 3.4 Kalimat imperatif ajakan Kalimat imperatif ajakan biasanya digunakan dengan penanda kesantunan ayo (yo), biar, coba, marih, harap, hendaknya, dan hendaklah. 3.5 Kalimat imperatif suruhan Kalimat imperatif suruhan, biasanya, digunakan bersama penanda ayo, biar, coba, harap, hendaknya, hendaklah, mohon, silakan, dan tolong. 4. Kalimat Eklamatif Kalimat eklamatif adalah kalimat yang dimaksudkan untuk menyatakan rasa kagum. Karena kalimat eklamatif menggambarkan suatu keadaan yang mengundang kekaguman, biasanyya, kalimat ini disusun dari kalimat deklaratif yang berpredikat adjektif. Ketentuan-ketentuan

  • 38 berikut dapat digunakan untuk membentuk tuturan eksklamatif: (1) susunan kalimat dibuat inversi, (2) partikel-nya melekat pada predikat yang telah diletakkan di depan subjek, (3) kata seru alangkah dan bukan main diletakan diposisi terdepan. 5. Kalimat empatik Kalimat empatik adalah kalimat yang didalamnya terkandung maksud memberikan penekanan khusus. Dalam bahasa Indonesia, penekanan khusus itu, biasanya dikenakan pada bagian subjek kalimat. Penekanan khusus itu dapat dilakukan dengan cara menambahkan informasi lebih lanjut tentang subjek itu. Dengan demikian, terdapat dua ketentuan pokok yang dapat digunakan untuk membentuk kalimat empatik dalam bahasa Indonesia, yakni (1) menambahkan partikel- lah pada subjek dan (2) menmbahkan kata sambung yang dibelakang subjek. H. Pragmatik Di sini kita berurusan dengan sebuah persoalan yang pada dasarnya bersifat filosofis, dan yang menimbulkan berbagai konsekuensi serius baik bagi linguisti teoritis maupun bagi pengguna bahasa kita ; oleh karena itu, acuan juga merupakan persoalan pragmatik, dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi ( dalam pengertian yang paling luas ) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak kodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistic yang digunakan, namun yang (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada

  • 39 makna-makna yang dikodekan secara konvensioanal dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut . Menurut Ibrahaim, ( 1999 : 2 ) pragmatik sebagai salah satu bidang ilmu linguistik, mengkhusukan pengkajian pada hubungan antara bahasa dan konteks tuturan. Telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa yang menghubungkan serta menyerasikan kalimat dan konteks. Namun dihubungkan dengan situasi atau konteks diluar bahwa tersebut, dan dilihat sebagai sarana interaksi atau komunikasi didalam masyarakat. Bahasa dan pemakai bahasa tidak teramati secara individual tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatan dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang gejala individual tetapi juga gejala sosial. Salah satu bidang pragmatik yang menonjol adalah tindak tutur mempunyai hubungan yang erat. Hal ini terlihat dalam bidang kajiannya. Secara garis besar antara tindak tutur dan pragmatik membahas tentang makna yang sesuai konteksnya. Hal itu sesuai dengan, David R dan Daugthy ( dalam Ibrahim, 1999 : 57 ), secara singkat menjelaskan bahwa sesungguhnya ilmu pragmatik adalah telaah terhadap pertuturan langsung maupun tidak langsung, presuposisi, implikatur, entailment, dan percakapan anatara kegiatan konvensional anatara penutur dan mitra tutur. I. Makna Menurut Poerwadarminata (dalam pateda, 1986: 45) mengatakan makna adalah arti atau maksud. Sedangkan Hornby (dalam pateda, 1986: 45) berpendapat makna ialah apa yang kita artikan atau apa yang dimaksud.

  • 40 Pantun pasti memiliki makna yang ingin disampaikan. Makna sebuah pantun pada umumnya baru dapat dipahami setelah seseorang membacanya, memahami arti tiap kata dan kiasan yang dipakai dalam pantun, juga memerhatikan unsur-unsur pantun yang mendukung makna. Selain itu, Chaer (2009:33) berpendapat bahwa makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai gejala-dalam ujaran (utterance-internal-phenomenon). Sebuah kata mengandung makna atau konsep yang umum, sedangkan sesuatu yang dirujuk yang berada di luar dunia bahasa, bersifat tertentu. Hubungan makna dengan kata bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan wajib antara deretan fonem pembentuk kata itu dengan maknanya. Namun, hubungannya bersifat konvensional artinya disepakati oleh setiap masyarakat suatu bahasa. Maka dapat disimpulkan makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih yang mengandung konsep umum yang bersifat arbitrer dan konvensional dalam artian makna konsep/arti. Jadi, makna yang dimaksud dalam pantun adalah arti dari teks atau isi pantun pada satu tema. Makna dalam kajian pragmatik merupakan suatu hubungan yang melibatkan tiga sisi (triadic relation) atau hubungan tiga arah, yaitu bentuk, makna, dan konteks. Konteks adalah segala latar belakang pengetahuan yang dapat dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur Wijana (dalam Rahardi, 2005: 17). Makna berperan penting dalam kehidupan sehari-hari dengan adanya makna, pembaca atau pendengar dapat mengetahui

  • 41 informasi sama halnya dengan makna kontekstual. Makna kontekstual memiliki peranan penting dalam suatu sastra. Dengan demikian yang dikaji oleh pragmatik adalah maksud penutur, dapat ditegaskan bahwa hubungan antara bahasa dengan konteks merupakan dasar dalam pemahaman pragmatik. Pemahaman yang dimaksud adalah memahami maksud penutur atau penulis, lawan tutur atau pembaca dan partisipan yang melibatkan konteks. Konteks memiliki peranan kuat dalam menemukan maksud penutur dalam berinteraksi dengan lawan tutur. Tanpa konteks akan sulit untuk dapat memaknai makna eksternal bahasa dan maksud tuturan penutur atau penulis dan lawan tutur atau pembaca. Makna dalam kajian pragmatik merupakan suatu hubungan yang melibatkan tiga sisi yaitu bentuk, makna dan konteks. Oleh karena itu, pragmatik mengkaji maksud tuturan yang terkait konteks dengan memanfaatkan berbagai piranti-piranti pragmatik. Konsep pengalaman bersama sangat mendukung dalam mendeskripsikan berbagai maksud tersirat dari penutur bagi lawan tutur dalam berbagai konteks pembicaraan.

  • 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini dibaas topik-topik yang berkenaan dengan metode penelitian yang dilakukan secara berurutan disajikan metode penelitian, sumber data dan data dan teknik penelitian. A. Metode Penelitian Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati. Penelitian kualitatif dilakukan berdasarkan paradigma, strategi, dan model yang dikembangkan secara kualitatif. Secara umum, ditandai dengan beberapa hal seperti: data disikapi sebagai data verbal atau sebagai sesuatu yang dapat transposisikan sebagai data verbal; diorientasikan pada pemahaman makna baik itu merujuk pada ciri, hubungan sistematika, konsepsi, nilai, kaidah, dan abstrak formulasi pemahaman; mengutamakan hubungan secara langsung antara peneliti dengan hal yang diteliti; dan mengutamakan peran peneliti sebagai instrumen kunci (Basrowi & Suwandi, 2008, hal. 20). Dalam penelitian kualitatif, terdapat metode deskriptif. Secara bahasa, deskriptif adalah cara kerja yang sifatnya mengabarkan, melukiskan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau sebagai variabel yang diamati. Dalam konteks penelitian, metode deskriptif adalah cara kerja

  • 43 penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan, melukiskan, atau memaparkan keadaan suatu objek (realitas atau fenomena) secara apa adanya, sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat penelitian itu dilakukan (Ibrahim, 2015, hal. 59). Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, karena penelitian ini menggunakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati dan mengutamakan hubungan secara langsung antara peneliti dengan hal yang diteliti; dan mengutamakan peran peneliti sebagai instrumen kunci. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul “Ragam bahasa pada tugas menulis pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu” ini merupakan penelitian kualitatif yang menganalisis data dokumen berupa teks pantun siswa kelas VIII-5 SMP Negeri 4 Kota Bengkulu. Penelitian ini dilakukan di SMP 4 Kota Bengkulu. Keseluruhan proses penelitian ini dilaksanakan pada 8 Oktober- 20 Oktober 2018. C. Data dan Sumber Data Penelitian 1. Data Penelitian ini perlu adanya data. Menurut Ibrahim (2015, hal. 67) data adalah bentuk informasi, fakta, dan realita yang terkait atau relevan dengan apa yang dikaji/diteliti. Data dalam penelitian ini adalah ragam bahasa berupa (jenis pantun, rima, diks, kalimat dan makna berdasarkan

  • 44 konteks penggunaan bahasa) dalam teks pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu. 2. Sumber Data Penelitian ini juga perlu adanya sumber data. Menurut Ibrahim (2015, hal. 67) sumber data adalah segala bentuk informasi fakta dan realitas yang terkait dengan apa yang diteliti atau dikaji. Sumber data adalah orang, benda, atau objek yang dapat memberikan data, informasi, fakta, dan realitas, yang terkait/relevan dengan apa yang dikaji atau diteliti. Sumber data dalam penelitian ini adalah semua bahasa dalam teks pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memahami standar data yang ditetapkan. Pada tahap pengumpulan data, penulis menggunakan teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan bukan berdasarkan perkiraan. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen (Basrowi & Suwandi, 2008, hal. 158).

  • 45 Adapun teknik pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Membaca teks pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu untuk mengidentifikasi bentuk ragam bahasa yang terdapat pada pantun tersebut. 2. Mengidentifikasi bentuk (jenis, rima, diksi, kalimat dan makna berdasarkan kontek penggunaan bahasa) ragam bahasa yang ada pada teks pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu. 3. Mengklasifikasi bentuk (jenis, rima, diksi, kalimat dan makna berdasarkan kontek penggunaan bahasa) ragam bahasa yang ada pada teks pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu. 4. Menginterpretasi ragam bahasa yang ada pada teks pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu 5. Menyusun data secara umum. E. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, peneliti melakukan penelitian dengan memperhatikan langkah-langkah analisis datanya. Langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:(2015)

  • 46 1. Menentukan jenis penggunaan bahasa pada teks pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu yang menunjukkan ragam bahasa. 2. Menginterpretasi makna ragam bahasa yang ada dalam Menentukan jenis penggunaan bahasa pada teks pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu yang menunjukkan ragam bahasa berdasarkan konteks penggunaan bahasa. 3. Mengklasifikasi data ragam bahasa dari segi (jenis, rima, diksi, kalimat dan makna berdasarkan konteks penggunaan bahasa). 4. Menganalisis data dalam bentuk tabel yang terdiri dari kolom jenis, rima, diksi, kalimat dan makna berdasarkan konteks penggunaan bahasa. 5. Membuat kesimpulan tentang penggunaan ragam bahasa.

  • 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan diuraikan hasil dan pembahasan yang telah dideskripsikan berdasarkan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Hasil penelitian mengenai ragam bahasa pada tugas menulis pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu yang meliputi: jenis pantun, diksi, rima, kalimat isi pantun dan makna penggunaan bahasa berdasarkan konteks. A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai ragam bahasa pada tugas menulis pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu digunakan bahasa tulis yang ditulis. Bentuk ragam bahasa dalam teks pantun siswa kelas VIII-5 SMP Negeri 4 Kota Bengkulu merupakan ragam bahasa sastra. Ragam bahasa yang menggunakan kalimat tidak efektif. Penggambaran yang jelas melalui rangkaian kata bermakna konotasi. Ciri-ciri ragam bahasa sastra yang terdapat di dalamnya adalah: Menggunakan kalimat yang tidak efektif, menggunakan kata-kata yang tidak baku, dan adanya rangkaian kata yang bermakna konotasi. Bentuk ragam bahasa yang dilihat dari jenis, diksi, rima, kalimat dan makna berdasarkan konteks penggunaan bahasa. Hasil penelitian terdapat beberapa data ragam bahasa. Pada pantun terdapat dua jenis pantun yaitu, jenis pantun remaja dan pantun orang tua. Tema yang ditulis oleh siswa yaitu tema cinta, pendidikan dan nasihat. Rima yang

  • 48 terdapat pada pantun yairu rima a-a-a-a dan rima a-b-a-b. pada isi pantun terdapat Sembilan bentuk kalimat yaitu, 1) kalimat imperatif suruhan dan kalimat deklaratif, 2) kalimat deklaratif, 3) kalimat imperatif permintaan, 4) kalimat deklaratif dan imperatif ajakan,

  • 49 5) kalimat imperatif suruhan, 6) kalimat eksklamatif, 7) kalimat eksklamatif dan imperatif ajakan, 8) kalimat imperatif dan deklaratif, dan 9) kalimat imperatif dan imperatif suruhan. Makna pada teks pantun siswa dengan tema cinta secara keseluruhan merupakan penyampaian perasaan dari penulis kepada pembaca sedangkan makna pada teks pantun siswa dengan tema nasihat dan tema pandidikan ini secara keseluruhan merupakan motivasi dari penulis kepada pembaca tentang pesan-pesan kehidupan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini merupakan penelitian ragam bahasa pada pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu dari segi diksi, rima dan kalimat isi pantun berdasarkan konteks penggunaan bahasa. Data ragam bahasa yang diklasifikasikan terdiri dari Ragam bahasa dari segi jenis, rima, diksi, kalimat dan makna berdasarkan kontek penggunaan bahasa dalam Pantun siswa kelas VIII-5 di SMP Negeri 4 Kota Bengkulu yang dilaksanakan pada 8 oktober-20 oktober 2018. No Pantun Jenis Rima dan Diksi Kalimat imperatif suruhan dan Deklaratif Makna berdasarkan konteks penggunaan bahasa 1 Jalan Jalan Kekota Padang Jangan lupa membeli rendang Remaja a-a-a-a “pada dan rending” Imperatif suruhan dan deklaratif Kasih sayang merupakan hubungan antara dua orang yang lebih dari rasa simpati atau persahabatan. Konteks penggunaan bahasanya pantun remaja di atas sangat berhubungan dengan kasih sayang yang sangat identik dengan remaja yang sedang jatuh cinta. Pantun ini bertujuan untuk meningkatkan kasih sayang antar sesama. Siapa ke siapa dalam pantun ini yaitu anatara

  • 50 Ingatlah selalu akan kasih sayang Karna, aku akan selalu sayang (berkasih sayang/ cinta) “sayang dan sayang” penulis ke pembaca, penulis ke orang yang disayanginya. Penulis seorang remaja yang ingin menyampaikan pesan kasih sayang ke remaja lainnya. Pantun di atas bermaknakan betapa pentingnya kasih sayang dari seseorang yang menyayangi. 2 Sungguh besar pohon sagu Namun taka da yang berkayu Janganlah adik bimbang dan ragu Karena cintaku hanya untukmu Remaja (berkasih sayang/ cinta) a-a-a-a “sagu dan berkayu” “ragu dan untukmu” Imperatif suruhan dan deklaratif Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi seseorang. Konteks penggunaan bahasanya pantun remaja ini berhubungan dengan cinta yang merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pantun ini bertujuan untuk selalu berfikir sebelum menentukan sesuatu agar mendapatkan keputusan yang benar, meragukan cinta tulus seseorang itu bukanlah sifat yang baik. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu remaja ke remaja, pengarang ke pembaca. Makna pada pantun di atas yaitu untuk mengingatkan bahwa menjalani hubungan percintaan belajarlah saling mempercayai. Kepercayaan adalah salah satu kunci hubungan percintaan yang baik. 3 Pergi melaut membawa jala Jala di tebar sampai mengingat Meski hidup banyak kendala Haruslah kita selalu semangat Orang tua (Nasehat) a-b-a-b “jala dan kendala” “mengingat dan semangat” Deklaratif dan imperatif suruhan Kata kendala adalah kata yang tidak ada yang ingin apalagi menyukainya karena kandala dapat merusak impian. Konteks penggunaan bahasanya pantun remaja ini berhubungan dengan nasehat untuk yang merasakan keputus asaan dalam menjalankan kehidupan. Pantun ini bertujuan untuk selalu mengingatkan bahwa janganlah mudah berputus asa dalam menjalani hidup yang selalu dihadapin oleh bermacam kendala atau rintangan yang tidak disukai. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu remaja ke remaja, pengarang ke pembaca (semua orang). Makna pada pantun di atas yaitu untuk mengingatkan bahwa menjalani hidup tidaklah muda meskipun banyak rintangannya sebaiknya selalu saja nikmati prosesnya dan terus semanagat menjalaninya dan percayalah allah tidak akan menguji hambanya lebih dari kemampuannya. 4 Enak rasanya bubur yang hangat Enak dimakan bersama kerupuk Hidup emang harus semangat Orang tua (Nasehat) a-b-a-b “hangat dan semangat” Deklaratif dan imperatif suruhan Kata terpuruk. Konteks penggunaan bahasanya pantun remaja ini berhubungan dengan nasehat untuk yang merasakan keputus asaan dalam menjalankan kehidupan. Pantun ini bertujuan untuk selalu mengingatkan bahwa janganlah mudah berputus asa dalam menjalani hidup yang selalu dihadapin oleh bermacam kendala atau rintangan yang tidak disukai. Siapa

  • 51 Jangan lah mudah kita terpuruk “kerupuk dan terpuruk” ke siapa pada pantun ini yaitu remaja ke remaja, pengarang ke pembaca (semua orang). Makna pada pantun di atas yaitu untuk mengingatkan bahwa menjalani hidup tidaklah muda meskipun banyak rintangannya sebaiknya selalu saja nikmati prosesnya dan terus semanagat menjalaninya dan percayalah allah tidak akan menguji hambanya lebih dari kemampuannya. 5 Kain dijahit jadi baju Bukan menjadi nisan jenazah Sekolah untuk mencari ilmu Bukan sekedar dapat ijazah Orang tua (Nasehat) a-b-a-b “baju dan ilmu” “jenazah dan ijazah” Deklaratif dan imperatif suruhan Ijazah adalah surat keterangan yang diperoleh setelah seseorang menyelesaikan jenjang pendidikan formal tertentu, dan lulus ujian akhir. Konteks penggunaan bahasanya tergolong dalam nasehat karena isinya mengandung nasehat untuk menuntut ilmu dengan sunggu-sunggu. Tujuan dari pantun ini adalah mengingatkan bahwa sekolah bukanlah hanya ajang mendapatkan ijazah. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu penulis ke pembaca. Makna yang terdapat didalamnya adalah ijaza yang didapat dalam proses yang dilalui dengan bersekolah bukan tujuan utama ketika sekolah melainkan ilmunya yang menjadi tujuan utamanya. No Pantun Jenis Rima dan Diksi Kalimat Deklaratif Makna berdasarkan konteks penggunaan bahasa 1 Merantau orang ke Jakarta Untuk mencari sesuap nasi Meski engkau jauh dimata Namun selalu dekat dihati Remaja (berkasih sayang/ cinta) a-b-a-b “jakarta dan dimata” “nasi dan hati” Deklaratif Kata-kata jauh dimata dekat dihati merupakan sebuah kata motivasi penyemangat untuk pasangan yang menjalin hubungan yang dipisahkan oleh jarak. Konteks penggunaan bahasanya pantun remaja ini berhubungan dengan hubungan yang dijalani dengan jarak yang berjauhan. Pantun ini bertujuan untuk merayu pasayangannya sekaligus menyakinkannya walaupun dipisahkan oleh jarak yang jauh tetapi perasaanya tidak akan berubah ataupun beralih ke yang lain. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu remaja ke remaja, pengarang ke pembaca. Makna pada pantun di atas yaitu untuk mengingatkan bahwa meskipun jarak memisahkan untuk jarang dan susahnya berjumpa namun baginya itu bukan masalah karna dekat ataupun jauh baginya sama saja seperti saat-saat sedang bersama.

  • 52 2 Langit biru terlihat sendu Warna hijau biru dan semu Jarak jauh tumbuhkan rindu Ingin selalu dekat denganmu Remaja (berkasih sayang/ cinta) a-a-a-a “sendu dan rindu” “semu dan denganmu” Deklaratif Rindu merupakan suatu perasaanyang sering dirasakan seseorang ketika menjalin hubungan yang dipisahkan oleh waktu dan jarak. Konteks penggunaan bahasanya pantun remaja ini berhubungan dengan hubungan yang dijalani dengan jarak yang berjauhan atau sedang dalam situasi yang sibuk sehingga membuat jarang bertemu dan akhirnya timbulah rasa rindu ingin bertemu. Pantun ini bertujuan untuk menyampaikan isi perasannya saat dipisahkan oleh waktu dan jarak yang menyebabkan timbulnya rasa rindu. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu remaja ke remaja, pengarang ke pembaca. Makna pada pantun di atas yaitu setiap kali sedang berjauhan rasa rindu itu selalu timbul dan perasaan ingin selalu bersama-samapun sering terlintas dipikiran. 3 Ikan nila dimakan berang-berang Katak hijau melompat ke kiri Jika berada di rantau orang Baik-baik membawa diri Orang tua (Nasehat) a-b-a-b “berang-berang dan orang” “kiri dan diri” Deklaratif Diperantauan suasananya tidak akan sama halnya dengan keberadaan di kampong halaman sendiri. Konteks penggunaan bahasanya tergolong dalam nasehat karena isinya mengandung nasehat untuk berhati-hatila saat berada diperantauan. Tujuan pada pantun diatas adalah mengingatkan bahwa saat merantau ke tempat orang baik-baiklah disana, jangan sombong dan banyak ulah. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu penulis ke semua orang. Makna yang terkandung dalam pantun ini adalah saat berada di perantauan janganlah sampai salah pergaulan. 4 Kepada siapa datangnya wahyu Kepada nabi wahyu turun Dari mana datangnya ilmu Dari belajar dengan tekun Orang tua (Nasehat) a-b-a-b “wahyu dan ilmu” “turun dan tekun” Deklaratif Kata tekun merupakan sesuatu yang patut ditiruh. Tekun adalah salah satu sifat yang baik untuk dimiliki. Konteks penggunaan bahasanya tergolong dalam nasehat karena isinya mengandung nasehat untuk tidak bermalas-malasan jika ingin sukses,dengan adanya sifst tauladan akan memudahkan meraih cita-cita. Tujuan dari pantun ini adalah memotifasi akan pentingnya memiliki sifat tekun untuk menuntut ilmu. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu penulis ke semua orang. Makna yang terdapat didalamnya adalah segala sesuatu itu dapat diperoleh melalui usaha yang tekun karena, proses tidak akan menghianati hasil.

  • 53 No Pantun Jenis Rima dan Diksi Kalimat Imperatif Permintaan Makna berdasarkan konteks penggunaan bahasa 1 Buat apa mencari muka Kalau untuk diingkari Jika kita diputus cinta Jangan lalu gantung diri Remaja (berkasih sayang/ cinta) a-b-a-b “muka dan diingkari” “cinta dan diri” Imperatif permintaan Putus cinta merupakan hal yang paling menyakitkan bagi semua orang. banyak orang galau, trauma, bahkan banyak juga yang memilih bunuh diri karena putus cinta. Sepanjang tahun 2012 komisi nasional perlindungan anak (komnas PA) telah menerima pengaduan 31 kasus (percobaan) bunuh diri. Anak-anak dengan rentan usia terbanyak 13-17 tahun (remaja). Konteks penggunaan bahasanya pantun remaja ini berhubungan dengan cinta. Pantun ini bertujuan untuk selalu berfikir positif dan jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu penulis ke pembaca, semua orang. Penulis merupakan seorang remaja yang ingin menyampaikan nasehatnya keremaja lainnya. Makna yang terkandung di pantun ini yaitu dalam hubungan percintaan janganlah sampai membutakan akal pemikiran apalagi sampai menyia-nyiakan nyawa hanya karena putus cinta. 2 Buah nanas buah nangka Harumnya wangi sepanjang masa Kalau emang engkau cinta Janganlah engkau bohongi rasa Remaja (berkasih sayang/ cinta) a-a-a-a “nangka dan masa” “Cinta dan rasa” Imperatif permintaan Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Konteks penggunaan bahasanya pantun remaja ini berhubungan dengan cinta yang merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pantun ini bertujuan untuk mengingatkan pembaca apabila mencintai seseorang janganlah takut untuk mengungkapkan perasaan dengan benar dan percaya diri. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu remaja ke remaja, pengarang ke pembaca. Makna pada pantun di atas yaitu untuk mengingatkan bahwa menjalani hubungan percintaan memang tidaklah muda tetapi kesempatan jarang datang untuk yang kedua kalinya, maka ungkapkan saja perasaanmu dengan benar tanpa ada kemunafikan. 3 Pantai Bengkulu panjang sekali Di smp sedang ada pensi Jika ingin dicintai Remaja a-a-a-a “sekali dan pensi” Imperatif permintaan Dicintai merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang yang di berikan seseorang kepada orang yang disayangnya. Konteks penggunaan bahasanya pantun remaja ini berhubungan dengan cinta dan kasih sayang. Pantun ini bertujuan untuk selalu berfikir sebelum menentukan sesuatu agar mendapatkan keputusan yang benar,

  • 54 Janganlah engkau menyakiti (berkasih sayang/ cinta) “Dicintai dan menyakiti” menyakiti hati atau perasaan seseorang bukan lah perbuatan yang baik karena bias memberi dampak buruk pada diri kita sendiri. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu remaja ke remaja, pengarang ke pembaca. Makna pada pantun di atas yaitu untuk mengingatkan bahwa menjalani hubungan percintaan belajarlah saling mempercayai. Kepercayaan adalah salah satu kunci hubungan percintaan yang baik dan janganlah sesekali menyakiti perasaan seseorang dengan sengaja apabila kita tak ingin disakiti. No Pantun Jenis Rima dan Diksi Kalimat Deklaratif dan imperatif ajakan Makna berdasarkan konteks penggunaan bahasa 1 Jalan-jalan kekota Jakarta Jalannya melewati padang Kalau mau terhindar narkoba Ayo! Coba cegah dari sekarang Remaja (Nasehat) a-b-a-b “Jakarta dan padang” “Narkoba dan sekarang” Deklaratif dan imperatif ajakan Narkoba bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi kita. Kita telah sering mendengar dan membaca berita mengenai narkoba diberbagai media seperti di media elektronik maupun di media cetak. Di Indonesia, peredaran obat terlarang ini sangat meluas di kalangan generasi muda karena didukung oleh faktor budaya global dan sudah menjadi salah satu permasalahan utama yang harus segera diatasi. Pada penggunaan bahasanya pengarang bertujuan untuk mengajak semua orang terutama remaja (para siswa di SMPN 4 Kota Bengkulu) agar menghindari narkoba dengan mencegahinya dari sekarang. Pantun ini bermaknakan kepedulian seorang remaja terhadap anak-anak bangsa atau para generasi-generasi muda Indonesia. 2 Ayahku seorang petani Punya sawah punya ladang Mari belajar hari ini Agar masa depan lebih gemilang Orang tua (Nasehat) a-b-a-b “petani dan ini” “ladang dan gemilang” Imperatif ajakan dan deklaratif Kata gemilang merupakan tentang hasil suatu pekerjana dan sebagainya. Konteks penggunaan bahasanya tergolong dalam nasehat karena isinya mengandung nasehat untuk tidak bermalasan belajar. Tujuan dari pantun ini adalah mengajak agar tidak menunda-nunda waktu untuk belajar. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu penulis ke pembaca. Makna yang terdapat didalamnya adalah agar masa depan gemilang jangan pernah menyia-nyiakan waktu.

  • 55 3 Pisau didapur harus diasah Supaya daging dapat dicacah Belajarlah tanpa mengenal lelah Niscaya nanti dapat faedah Orang tua (Nasehat) a-a-a-a “diasah dan lelah” “lelah dan faedah” Imperatif ajakan dan deklaratif Kata faedah yang berartikan sesuatu yang menguntungkan. Konteks penggunaan bahasanya tergolong dalam nasehat karena isinya mengandung nasehat untuk tidak gampang putus asa agar dapat meraih cita-cita. Tujuan dari pantun ini adalah memotifasi akan pentingnya memiliki sifat tauladan, tekun dan selalu semangat untuk menuju sukses dan berprestasi. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu penulis ke semua orang yang membaca. Makna yang terdapat didalamnya adalah segala sesuatu itu dapat diperoleh melalui usaha yang tekun karna segala sesuatunya nanti aka nada untungnya dan bermanfaat. No Pantun Jenis Rima dan Diksi Kalimat Imperatif Suruhan Makna berdasarkan konteks penggunaan bahasa 1 Penghasilan batik di Yogyakarta Kalaulah brebet penghasilan beras Berusahalah terus mengejar cita-cita Sambil berdoa dan kerja keras Orang tua (Nasehat) a-b-a-b “yogyakarta dan cita-cita” “beras dan keras” Imperatif suruhan Konteks penggunaan bahasanya tergolong dalam nasehat karena isinya mengandung nasehat untuk belajar terus dan selalu berusaha. Tujuan dari pantun ini adalah memberitahu bahwa untuk meraih cita-cita tidaklah mudah.. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu penulis ke semua orang. Makna yang terkandung dalam pantun ini adalah menggapai cita-cita tidak hanya memerlukan usaha, karna usaha tindak lengkap tanpa disertai dengan do’a yang menguatkan kerja keras untuk menggapainya. 2 Kota sempit di kalimantan Kota makasar di Sulawesi Teruslah berusaha jadi teladan Raihlah cita-cita raihlah prestasi Orang tua (Nasehat) a-b-a-b “kalimantan dan teladan” “Sulawesi dan prestasi” Imperatif suruhan Kata teladan merupakan sesuatu yang patut ditiruh. Teladan adalah salah satu sifat yang baik untuk dimiliki. Konteks penggunaan bahasanya tergolong dalam nasehat karena isinya mengandung nasehat untuk tidak bermalas-malasan jika ingin sukses,dengan adanya sifst tauladan akan memudahkan meraih cita-cita. Tujuan dari pantun ini adalah memotifasi akan pentingnya memiliki sifat tauladan untuk menuju sukses dan berprestasi. Siapa ke siapa pada pantun ini yaitu penulis ke semua orang. Makna yang terdapat didalamnya adalah segala sesuatu itu dapat diperoleh melalui usaha yang teladan dan bersunggu-sunggu karena, proses tidak akan mengh