skrining fungi dan bakteri kitinolitik serta …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal jurnal...

11

Click here to load reader

Upload: ngodiep

Post on 06-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRINING FUNGI dan BAKTERI KITINOLITIK SERTA …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal Jurnal Hany Latifah... · bunga matahari, dan lainnya. ... bisa membuat hama dan penyakit

SKRINING FUNGI dan BAKTERI KITINOLITIK SERTA POTENSI

AKTIVITAS KITINASENYA

Hany Latifah Zein, Dra. Tri Aminingsih, M.Si, Ir. Elizabeth.C. Situmorang, M.Si

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Pakuan Bogor

ABSTRAK

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang banyak

dimanfaatkan oleh manusia. Salah satu kendala dalam industri kelapa sawit

adalah serangan penyakit busuk pangkal batang. Penyakit ini disebabkan oleh

fungi Ganoderma boninense yang hinggap pada batang tanaman kelapa sawit.

Pada saat ini upaya pengendalian Ganoderma boninense masih mengandalkan

pestisida. Perlu dilakukan pemilihan agen pengendali hayati yang efektif dan

ramah lingkungan berupa fungi dan bakteri yang melibatkan enzim kitinase.

Hasili penelitian menunjukkan bahwa telah terpilih 9 isolat , 4 isolat dari genus

bakteri yakni SMCC/B/09/00007, SMCC/B/09/00008,SMCC/B/09/00012,

SMCC/B/09/00033 dan 5 isolat dari genus fungi yakni SMCC/F/09/00013,

SMCC/F/09/00019, SMCC/F/09/00026, SMCC/F/09/00036 dan

SMCC/F/09/00037. Aktivitas enzim kitinase tertinggi pada bakteri ditunjukkan

oleh isolat SMCC/B/09/00008 dengan nilai ativitas sebesar 3,091 U/mL dan

aktivitas spesifik sebesar 1,370 mg/mL dihasilkan pada waktu inkubasi hari ke-4.

Untuk genus fungi ditunjukkan oleh SMCC/F/09/00026 dengan nilai aktivitas

enzim sebesar 2,190 U/mL dan aktivitas enzim spesifik sebesar 0,980 U/mg

dihasilkan pada waktu inkubasi hari ke-5. Isolat-isolat terpilih inilah yang dapat

dijadikan sebagai pengendali hayati Ganoderma boninense

Keyword : fungi, bakteri, enzim kitinase,aktivitas spesifik

PENDAHULUAN

Laju perkembangan industri

kelapa sawit di Indonesia semakin

pesat, terutama luas peningkatan luas

lahan kelapa sawit. Kelapa Sawit

adalah salah satu palma yang

menghasilkan minyak nabati, yang

lebih dikenal dengan sebutan palm

oil. Sumber minyak nabat dapat

berasal dari kelapa, kelapa sawit,

kacang tanah, kacang kedelai, biji

bunga matahari, dan lainnya. Kelapa

sawit adalah penyumbang minyak

nabati terbesar di dunia (2000-3000

kg/ha), manakala kelapa hanya

mencapai 700-1000 kg/ha (Siregar,

2006).

Salah satu kendala dalam

industri kelapa sawit adalah Penyakit

Busuk Pangkal Batang (BPB).

Penyakit ini merugikan karena dapat

mengakibatkan pelapukan batang

(Sinaga et al., 2003). Penyebab

penyakit BPB adalah Ganoderma

boninense yang merupakan

cendawan patogen tular tanah yang

menyebabkan kematian kelapa sawit

di beberapa perkebunan Indonesia

(Susanto, 2002).

Page 2: SKRINING FUNGI dan BAKTERI KITINOLITIK SERTA …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal Jurnal Hany Latifah... · bunga matahari, dan lainnya. ... bisa membuat hama dan penyakit

2

Pada saat ini upaya

pengendalian terhadap hama dan

penyakit tanaman masih

mengandalkan pestisida sbagai

pengendalian utama. Kenyataannya

bahwa pengendaian dengan

menggunakan senyawa kimia bukan

merupakan alternatif yang terbaik,

karena sifat racun yang terdapat

dalam senyawa tersebut dapat

meracuni manusia, ternak piaraan,

serangga penyerbuk, musuh alami,

serta lingkungan yang dapat

menimbulkan polusi, bahkan

pemakaian dosis yang tidak tepat

bisa membuat hama dan penyakit

menjadi resisten. Berdasarkan hal

tersebut maka perlu diambil

alternatif pengendalian yang efektif

terhadap penyebab penyakit tanaman

tanpa mengandalkan fungisida

(Ismail & Tenrirawe, 2013).

Upaya pengendalian yang

efektif dan ramah lingkungan perlu

dilakukan, salah satunya adalah

menggunakan mikroorganisme

kitinolitik yang melibatkan enzim

kitinase (Muharni & Widjajanti,

2011). Enzim kitinase banyak

dimanfaatkan sebagai pengendali

hayati terutama pada bagi tanaman

yang terserang infeksi fungi patogen.

Hal ini dikarenakan kitin merupakan

komponen utama dinding sel fungi

yang dapat didegradasi oleh enzim

kitinase (Herdyastuti et al., 2009).

Beberapa genus baktei

kitinolitik adalah Aeromonas,

Psedomonas, Bacillus, Vibrio,

Xanthomonas, Serratia (Ayu et al.,

2010) dan Burkholderia

(Syamsuddin & Ulim, 2013). Selain

genus bakteri, alternatif

pengendalian penyakit tular tanah

secara biologi dapat pula dilakukan

mikroorganisme fungi seperti,

Trichoderma harzianum,

Trichoderma Viridae, Gliocladium

dan Asperigillus sp (Khaeruni &

Gusnawaty, 2012).

Dalam penelitian ini akan

dilakukan pengujian aktivitas enzim

kitinase dari berbagai koleksi

SInarmas Culture Collection

(SMCC). Isolat dengan aktivitas

kitinase tertinggi diharapkan menjadi

agen potensial untuk digunakan

sebagai komponen formula

biofungisida pengendali Ganodema

boninense .

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan

adalah sepuluh isolat bakteri dan

sepuluh isolat fungi koleksi Sinarmas

Culture Collection (SMCC), PDA,

PDB, NA,NB, koloidal kitin, Yeast

extract, Agar, Peptone, KH2PO4,

K2HPO4, (NH4)2SO4, Na2CO3,

MgSO4.7H20, CaCl.2H2O,

K3Fe(CN)6, Nacl 0,85%, buffer

Phosphate, CuSO4, Follin-Ciocalteu,

aquadest, spirtus, paper towel, plastik

cling wrap, alumunium foil..

Alat

Alat-alat yang digunakan

adalah cawan Petri, spatula, mikro

pipet, centrifuge, biosafety cabinet,

haemocytometer, autoklaf, kuvet, hot

plate, spektropotometer, pH, neraca

digital, microwave, magnetic stirer,

ose, api Bunsen, tusuk sate, sedotan,

Erlenmeyer, tabung reaksi, inkubator

kocok, rak tube, shaker, Schott

bottle, korek api, colony counter,

inkubator suhu 37 dan inkubator

suhu 30

Page 3: SKRINING FUNGI dan BAKTERI KITINOLITIK SERTA …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal Jurnal Hany Latifah... · bunga matahari, dan lainnya. ... bisa membuat hama dan penyakit

3

METODE KERJA

Isolat fungi dan isolat bakteri

yang diduga memiliki aktivitas

kitinolitik di skrining di media kitin

padat setelah terpilih isolat yang

memiliki aktivitas kitinolitik. Isolat

bakteri maka akan dibuat kurva

pertumbuhan bakteri untuk

mengetahui dimana fase inokulan

kitinase akan diambil, untuk isolat

fungi akan diuji kerapatan sporanya.

Selanjutnya dilakukan

pemurnian pada bakteri dan fungi.

Isolat bakteri diinokulasikan terlebih

dahulu ke dalam media NB untuk

mengetahui waktu inokulan yang

akan diambil, selanjutnya

diinokulasikan pada media kitin cair

untuk di uji aktivitas enzim kitinase,

kadar proteinnya serta aktivitas

spesifiknya. Hal yang sama pun

dilakukan pada fungi, hanya saja

fungi tidak melalui tahap inokulasi

pada medium NB.

Skrining Bakteri dan Fungi

Isolat fungi dan bakteri yang

diduga memiliki aktivitas kitinolitik

diuji pada medium kitin padat. Isolat

bakteri harus ditumbuhkan terlebih

dahulu pada medium Nutrient Broth

(NB) dengan umur 1×24 jam,

diteteskan pada edium kitin padat

sebanyak 20µL tepat di tengah

permukaan kitin padat, penyimpanan

dilakukan pada inkubator 37 .

Diamati perkembangannya sampai

terbentuk zona bening.

Isolat fungi ditumbuhkan

pada medium Potato Dextrose Agar

(PDA) sampai usia sepuluh hari dan

dipindahkan pada media kitin padat

dengan metode cuplik menggunakan

sedotan dan tusuk sate, penyimpanan

disc fungi dilakukan tepat ditengah

permukaan media kitin padat. Agar

tumbuh dengan sempurna fungi

disimpan di inkubator dengan suhu

30 , diamati perkembangannya

sampai terbentuk zona bening.

Pembuatan Kurva Pertumbuhan

Bakteri SMCC

Disiapkan isolat bakteri

SMCC terpilih, diinokulasikan pada

medium NB 10 mL, di inkubasi

selama 1×24 jam dengan inkubator

kocok, selanjutnya medium berisi

bakteri tersebut dipindahkan pada

medium NB 100 mL sebanyak 100

µL. Inilah yang akan menjadi starter

yang akan di ukur setiap 2 jam pada

panjang gelombang 600 nm

Pengujian Kerapatan Spora Fungi

SMCC

Pengujian kerapatan spora

pada fungi bertujuan untuk

mengetahui jumlah spora masing-

masing fungi. Fungi terpilih

ditumbuhkan pada medium PDA

selam 10 hari, dilepaskan sporanya

dengan cara dikeruk dan dilarutkan

dengan larutan NaCl 0,85%.

Diteteskan pada bidang

haemocytometer, diamati dibawah

mikroskop.

Pengujian Aktivitas Kitinase

Aktivitas enzim kitinas diuji

berdasarkan metode Schales

(Pratiwi, 2015) yang dimodifikasi.

Modifikasi ini dilakukan pada nilai

konsentrasi dan volume pereaksi.

Pengujian aktivitas enzim dilakukan

menggunakan substrat kolidal kitin

dengan konsentrasi 0,3% , 0,75

buffer phosphate , dan ekstrak kasar

dari fungi dan bakteri. Campuran

diinkubasi pada suhu 37 selama 30

menit. Selanjutnya disentrifugasi

pada kecepatan 6000 rpm selama 4

Page 4: SKRINING FUNGI dan BAKTERI KITINOLITIK SERTA …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal Jurnal Hany Latifah... · bunga matahari, dan lainnya. ... bisa membuat hama dan penyakit

4

menit. Pelet di buang, supernatan

diambil sebanyak 2,5 mL , lalu

ditambah dengan 2,5 aquadest dan 5

mL pereaksi Schales. Didihkan

selama 10 menit . setelah dingin,

absorbansi larutan diukur pada

panjang gelombang 420 nm.

Dilakukan pula pengujian untuk

kontrol dengan penambahn ekstrak

kasar fungi dan bakteri setelah

inkubasi. Satu unit aktivitas kitinase

didefinisikan sebagai jumlah enzim

yang menghasilkan 1 gula

reduksi N-asetilglukosamin selama 1

menit.

Penentuan Kadar Protein

Kadar protein ditentukan

menggunakan metode Lowry dan

sebagai standar digunakan Bovine

Serum Albumin (Dewi, 2013)

Penetuan Aktivitas Spesifik

Aktivitas spesifik dapat

ditentukan dengan perbandingan

antara Aktivitas Enzim Kitinase dan

Konsentrasi Protein

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil skrining pada media

kitin padat menunjukkan bahwa dari

20 isolat bakteri dan fungi SMCC

terdapat 9 isolat yang menunjukkan

adanya aktivitas kitinase, 4 isolat

bakteri (Gambar 1) dan 5 isolat fungi

(Gambar 2).

Indeks kitinolitik tertinggi

pada isolat bakteri terdapat pada

isolat SMCC/B/09/00008 sebesar 1,5

cm dan terendah adalah isolat

SMCC/B/09/00012 sebesar 0,2 cm.

Hasil skrining fungi SMCC

menunjukkan bahwa isolat fungi

dengan kode SMCC/F/09/00026

memiliki indeks kitinolitik tertinggi

yaitu sebesar 1,1 cm, dan yang

memiliki indeks kitinolitik terendah

adalah SMCC/F/09/00036 dan

SMCC/F/09/00037 sebesar 0,1 cm.

Gambar 1. Aktivitas

Kitinolitik Bakteri SMCC

Indeks Kitinolitik dari

masing-masing isolat berbeda-beda.

Terjadinya perbedaan indeks

kitinolitik ini disebabkan oleh

perbedaan aktivitas kitinase dari

masing-masing isolat bakteri dan

fungi.

Gambar 2. Aktivitas

Kitinolitik Fungi SMCC

Menurut Dewi (2008),

besarnya zona bening yang

Page 5: SKRINING FUNGI dan BAKTERI KITINOLITIK SERTA …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal Jurnal Hany Latifah... · bunga matahari, dan lainnya. ... bisa membuat hama dan penyakit

5

dihasilkan tergantung pada jumlah

monomer N-asetilglukosamin yang

dihasilkan dari proses hidrolisis

kitin. Semakin banyak jumlah

monomer N-asetilglukosamin yang

dihasilkan maka akan semakin besar

zona bening yang terbentuk disekitar

koloni, zona yang dihasilkan akan

menunjukkan besar kecil aktivitas

kitinolitik.

Variasi zona bening yang

dihasilkan yang ditemukan dari tiap

isolat diduga disebabkan perbedaan

suhu dan pH baik pada kondisi alami

maupun perlakuan di laboratorium

selama penelitian berlangsung.

Seperti dikemukakan Lehninger

(1998), bahwa aktivitas suatu enzim

dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu pH, suhu, aktivator, inhibitor,

konsentrasi substrat dan enzim

Kurva Pertumbuhan Bakteri

Kitinolitik

Kurva pertumbuhan bakteri

merupakan hal yang penting untuk

dilakukan dalam karakterisasi

bakteri. Dari pengukuran kurva

pertumbuhan maka akan diketahui

fase-fase dalam pertumbuhan bakteri

Isolat bakteri

SMCC/B/09/00007 dan

SMCC/B/09/00033 mengalami laju

yang lambat dibandingkan

SMCC/B/09/00008 dan

SMCC/09/00012 karena memasuki

fase eksponensial pada jam ke-6

sampai jam ke-16, kemudian masuk

fase stasioner setelah kultur bakteri

berumur 18 jam. Isolat bakteri

SMCC/B/09/00008 dan

SMCC/B/09/00012 mengalami laju

pertumbuhan yang lebih cepat

karena memasuki fase eksponensial

pada pertumbuhan ke-2 sampai jam

ke-10, mulai memasuki fase

stasioner setelah kultur berumur 12

jam.

Menurut Cahyani (2013)

inokulum untuk produksi kitinase

dipilih pada fase pertengahan atau

fase eksponensial sampai fase

stasioner awal, pada fase ini

metabolisme optimum dan sintesis

bahan sel sangat cepat dengan

jumlah konstan, sehingga pada fase

ini bakteri sangat baik apabila

dijadikan sebagai inokulum.

Kerapatan Spora Fungi Kitinolitik

Uji kerapata spora

dimaksudkan untuk mengetahui

jumlah spora pada isolat serta

kemampuan hidup spora pada fungi

Tabel 1. Kerapatan Fungi Kitinolitik

Kode Isolat Kerapatan Spora Kerapatan Spora

SMCC/F/09/00013 2,29× 108 2,29 × 10

8

SMCC/F/09/00019 3,65 × 108

SMCC/F/09/00026 3,75 × 108

SMCC/F/09/00036 5,97 × 107

SMCC/F/09/00037 5,19 × 107

Berdasarkan Tabel 1

diketahui kerapatn spora paling

tinggi ditunjukkan isolat

SMCC/F/09/00026 dan yang

terendah ditunjukkan isolat

SMCC/F/09/00037. Menurut

Situmorang (2012) perbedaan

pertumbuhan spora diakibatkan

adanya faktor kematangan spora

pada saat pembuatan inokulum, serta

periode dorman dan germinasi

Aktivitas Enzim Kitinase Fungi

dan Bakteri SMCC

Hasil pengukuran aktivitas

enzim kiinase dilakukan pada isolat

Page 6: SKRINING FUNGI dan BAKTERI KITINOLITIK SERTA …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal Jurnal Hany Latifah... · bunga matahari, dan lainnya. ... bisa membuat hama dan penyakit

6

terpilih hasil skrining yakni empat isolat bakteri dan lima isolat fungi

Gambar 3. Aktivitas Kitinase Bakteri SMCC pada Berbagai Waktu Inkubasi

Gambar 4. Aktivitas Kitinase Fungi SMCC pada Berbagai Waktu Inkubasi

Bakteri SMCC menpunyai

aktivitas tertinggi pada hari ke-4, dan

nilai aktivitas tertingg ditunjukkan

oleh SMCC/B/09/00008 sebesar

3,091 U/mg dan aktivitas terendah

ditunjukkan SMCC/B/09/00012

dengan nilai aktivitas sebesar 1,539

U/mL. Berdasarkan Gambar 3

diketahui perbedaan nilai aktivitas

berdasarkan zona bening yang

terbentuk SMCC/B/09/00033

memiliki zona bening terbesar kedua

setelah SMCC/B/09/00008 tetapi

menghasilkan aktivitas yang kecil

yakni sekitar 2,116 jika

dibandingkan SMCC/B/09/00007

yang memiliki aktivitas kitinolitik

kecil tapi menghasilkan aktivitas

enzim kitinasenya sekitar 2,319

U/mL.

Diduga zona bening yang

terbentuk pada saat itu disebabkan

kkondisi yang diinginkan

SMCC/B/09/00007 tidak optimum.

Seperti dilaporkan Muharni &

Widjajanti (2011), beberapa faktor

seperti perbedaan jenis

mikroorganisme, kecepatan

pertumbuhan setiap isolat pada

medium padat dan cair, jumlah

inokulum yang diberikan pada

medium , diduga menjadi penyebab

tidak berkolerasinya nilai aktivitas

hidrolisis enzim kitinase.

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

1 2 3 4 5 6 7

Ak

tiv

itas

Kit

ina

se

(Un

it/m

L)

Waktu Inkubasi (Hari ke-)

SMCC/B/09/00007

SMCC/B/09/00008

SMCC/B/09/00012

SMCC/B/09/00033

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

1 2 3 4 5 6 7

Ak

tivit

as

Kit

inase

(Un

it/m

L)

Waktu Inkubasi (Hari ke-)

SMCC/F/09/00013

SMCC/F/09/00019

SMCC/F/09/00026

SMCC/F/09/00036

SMCC/F/09/00037

Page 7: SKRINING FUNGI dan BAKTERI KITINOLITIK SERTA …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal Jurnal Hany Latifah... · bunga matahari, dan lainnya. ... bisa membuat hama dan penyakit

7

Untuk isolat fungi. Tiga

isolat fungi mencapai nilai aktivitas

tertinggi pada hari ke-5 dan dua

lainnya pada hari ke-6. Isolat yang

mencapai aktivitas tertinggi pada

hari ke-5 adalah SMCC/F/09/00013

sebesar 1,885 U/mL, isolat fungi

SMCC/F/09/00019 sebesar 2,001

U/mL dan SMCC/F/09/0026 sebesar

2,190 U/mL. Dua isolat yang

mencapai nilai aktivitas tertinggi

pada hari ke-6 adalah

SMCC/F/09/00036 sebesar 1,693

dan SMCC/F/09/00037 dengan nilai

aktivitas sebesar 1,590 U/mL

Menurut Dewi (2008),

kehadiran enzim kitinolitik pada

medium pertumbuhan dapat dilihat

dari reaksi pelepasan N-asetil D-

glukosamin dari koloidal kitin.

Kemampuan bakteri dan fungi untuk

memproduksi kitinase sangat

bervariasi, mungkin disebabkan

perbedaan kecil pada gen yang

mengkodenya. Setiap spesies

memiliki variasi terhadap perlakuan

suhu yang berimplikasi terhadap

diproduksi dan diseksresikannya

enzim pada medium

Tabel 2. Kadar Protein Fungi SMCC Pada Berbagai Waktu Inkubasi

Gambar 5. Aktivitas Spesfik Kitinase Fungi SMCC

Kode Isolat

Kadar Protein (mg/mL

Waktu Inkubasi (Hari ke-)

1 2 3 4 5 6 7

SMCC/F/09/00013 2,226 2,224 2,236 2,214 2,236 2,244 2,237

SMCC/B/09/00019 2,231 2,247 2,261 2,249 2,230 2,250 2,231

SMCC/B/09/00026 2,224 2,223 2,239 2,227 2,236 2,240 2,244

SMCC/B/09/00036 2,241 2,229 2,234 2,224 2,232 2,230 2,238

SMCC/B/09/00037 2,226 2,229 2,241 2,228 2,238 2,243 2,246

0.000

0.200

0.400

0.600

0.800

1.000

1.200

1 2 3 4 5 6 7

Ak

tivit

as

Sp

esif

ik (

U/m

g)

Waktu Inkubasi (Hari ke-)

SMCC/F/09/00013

SMCC/F/09/00019

SMCC/F/09/00026

SMCC/F/09/00036

SMCC/F/09/00037

Page 8: SKRINING FUNGI dan BAKTERI KITINOLITIK SERTA …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal Jurnal Hany Latifah... · bunga matahari, dan lainnya. ... bisa membuat hama dan penyakit

8

Tabel.3. kadar Protein Bakteri SMCC Pada Berbagai Waktu Inkubasi

Gambar 6. Aktivitas Spesifik Kitinase Bakteri SMCC

Kadar Protein dan Aktivitas

Spesifik Fungi dan Bakteri SMCC

Untuk menentukan aktivitas

spesifik maka harus didaptakan

terlebih dahulu kadar proteinnya.

Hasil kadar protein dan aktivitas

spesifik enzim kitinase bakteri

SMCC yang diperoleh dapat dilihat

pada Tabel 3 dan Gambar 6.

Aktivitas spesifik enzim kitinase

tertinggi ditunjukkan oleh

SMCC/B/09/00008 dengan nilai

aktivitas 1,370 U/mg dan yang

terendah ditunjukkan isolat

SMCC/B/09/00012 dengan nilai

aktivitas sebesar 0,682 U/mg.

Hasil kadar protein dan

aktivitas spesifik enzim kitinase

fungi SMCC yang diperoleh dapat

dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 5.

Tiga isolat fungi menunjukkan

puncak aktivitas tertinggi pada hari

ke-5 dan dua lainnya menunjukkan

aktivitas tertinggi pada hari ke-6.

Aktivitas spesifik tertinggi

ditunjukkan oleh isolat

SMCC/F/09/00026 dengan nilai

aktivitas sebesar 0,980 U/mg. Dan

yang terendah ditunjukkan oleh

Kode Isolat

Kadar Protein (mg/mL

Waktu Inkubasi (Hari ke-)

1 2 3 4 5 6 7

SMCC/B/09/00007 2,251 2,248 2,260 2,253 2,226 2,244 2,230

SMCC/B/09/00008 2,239 2,233 2,248 2,257 2,247 2,252 2,231

SMCC/B/09/00012 2,251 2,253 2,251 2,258 2,224 2,260 2,228

SMCC/B/09/00033 2,247 2,248 2,246 2,261 2,242 2,250 2,233

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

1 2 3 4 5 6 7Ak

tiv

itas

Kit

inase

(U

nit

/mL

)

Waktu Inkubasi (Hari ke-)

SMCC/B/09/00007

SMCC/B/09/00008

SMCC/B/09/00012

SMCC/B/09/00033

Page 9: SKRINING FUNGI dan BAKTERI KITINOLITIK SERTA …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal Jurnal Hany Latifah... · bunga matahari, dan lainnya. ... bisa membuat hama dan penyakit

9

isolat SMCC/F/09/00037 dengan

nilai aktivitas sebesar 0,709 U/mg

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian

yang berjudul “Skrining Fungi dan

Bakteri SERTA POTENSI

AKTIVITAS KITINASENYA”.

Disimpulkan bahwa :

1. Telah terpilih isolat

bakteri dan isolat fungi

yang memiliki aktivitas

kitinolitik. Dari genus

bakteri terdapat empat

isolat yaiu

SMCC/B/09/00007,

SMCC/B/09/00008,

SMCC/B/09/00012,

SMCC/B/09/00033. Dari

genus fungi terdapat lima

isolat yaitu :

SMCC/F/09/00013,

SMCC/F/09/00019,

SMCC/F/09/00026,

SMCC/F/09/00036,

SMCC/F/09/00037.

2. Aktivitas enzim kitinase

tertinggi dicapai pada

hari ke-4. Isolat bakteri

yang menunjukkan

aktivitas kitinase tertinggi

adalah

SMCC/B/09/00008

dengan nilai aktivitas

kitinase sebesar 3,091

U/mL dan untuk isolat

fungi aktivitas tertinggi

dicapai pada hari ke-5

dan ke-6. Isolat fungi

yang menunjukkan

aktivitas enzim kitinase

tertinggi adalah

SMCC/F/)9/00026

dengan nilai aktivitas

sebesar 2,190. Aktivitas

tertinggi pada bakteri

dicapai pada hari ke-4.

Isolat bakteri yang

menunjukkan aktivitas

spesifik tertinggi

ditunjukkan oleh

SMCC/B/09/00008

dengan nilai aktivitas

spesifik sebesar 1,370

U/mg. Pada genus fungi

aktivitas spesifik tertinggi

dicapai pada hari ke-5

dan 6. Isolat fungi yang

menunjukkan aktivitas

spesifik tertinggi adalah

SMCC/F/09/00026

dengan nilai aktivitas

sebesar 0,980 U/mg.

Isolat-isolat terpilih inilah

yang bisa dijadikan

sebagai pengendali hayati

untuk Ganoderma

boninense

Saran

Saran dari penelitian

“SKRINING FUNGI dan BAKTERI

KITINOLITIK SERTA POTENSI

AKTIVITAS KITINASENYA”

yaitu perlu dilakukan penelitian

lanjutan sehingga dapat ditentukan

waktu pemanenan, pH dan faktor

fisik lain yang memungkinkan

diperolehnya kondisi optimal agar

kitinase dapat maksimal diproduksi

DAFTAR PUSTAKA

Ayu A, Suryanto D, Nurwahyuni I.

2010. Potensi Bakteri

Kitinolitik Dalam

Pengendalian Asperigillus

niger Penyebab Penyakit

Busuk Pangkal Akar Pada

Tanaman Kacsang Tanah.

Medan : USU Repository.

Page 10: SKRINING FUNGI dan BAKTERI KITINOLITIK SERTA …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal Jurnal Hany Latifah... · bunga matahari, dan lainnya. ... bisa membuat hama dan penyakit

10

Cahyani L. 2013. Pemanfaatan

Tepung Cangkang Udang

Sebagai Media Produksi

Kitinase Oleh Bakteri

Kitinolitik Isolat 26. Skripsi.

Fakultas Matemtika dan Ilmu

Pengetahuan Alam

Universitas Jember.

Dewi IM. 2008. Isolasi Bakteri dan

Uji Aktivitas Kitinase

Termofilik Kasar Dari

Sumber Air Panas Tinggi

Raja, Simalungun Sumatera

Utara. Tesis. Sekolah

Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Dewi NY. 2013. Penetapan Kadar

Dan Analisis Profil Protein

Dan Asam Amino

Ekstrak Ampas Biji Jinten

Hitam (Nigella sativa Linn.)

Dengan Metode SDS-PAGE

dan KCKT. Skripsi. Fakultas

Keokteran dan Ilmu

Kesehatan Program Studi

Farmasi Universitas Islam

Negeri Jakarta.

Herdyastuti N, Raharjo TJ, Mudasir,

Matsjeh S. 2009. Kitin Dari

Limbah Cangkang Udang

Sebagai Media Untuk Bakteri

Kitinolitik Yang Diisolasi

Dari Lumpur Sawah. J

Manusia dan Lingkungan

Vol 16 No.2 Juli 2009: 115-

121.

Ismail N., Tenrirawe A. 2013.

Potensi Agens Hayati

Tricoiderma spp. Sebagai

Agens Pengendali Hayati.

Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian,Sulawesi Utara.

Lehninger A .1998. Dasar-Dasar

Biokimia.Jilid 1.Cetakan

Pertama. Jakarta: Penerbit

Erlangga

Khaeruni A, Gusnawaty HS. 2012.

Utilization of Bacillus spp.As

Biological Control Fusarium

Wilt Disease on Hot Pepper.

Jurnal Agroteknos 2(3) : 182-

189.

Muharni & H Widjajanti. 2011.

Skrining bakteri kitinolitik

antagonis terhadap

pertumbuhan jamur akar

putih (Rigidoporus lignosus)

dari rizosfir tanaman karet.

Jurnal Penelitian Sains

14(1):50-56

Pratiwi RS, Susanto TE, Wardani

YAK, Sutrisno A. 2015.

Enzim Kitinase dan Aplikasi

di Bidang Industri : Kajian

Pustaka. Jurnal Pangan dan

Agroindustri 3:878-88

Siregar AZ.2006. Kelapa Sawit :

Minyak Nabati Berprospek

Tinggi. Medan : USU

Repository.

Situmorang EC. 2012. Teknuk

Perbanyakan Spora dan

Penyimpanan Spora

Indigenus Trichoderma

asperellum T13 Dan

Asperigillus niger A1. Tesis.

Sekolah Pascasarjana.

Institiut Pertanian Bogor.

Susanto A. 2002. Kajian

pengendalian hayati

Ganoderma boninense Pat.

penyebab penyakit busuk

pangkal batang kelapa sawit.

Disertasi Doktor.

Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Syamsuddin, Ulim MA. 2013. Daya

Hambat Kandidat Agens

Biokontrol Terhadap

Pertumbuhan Koloni Patogen

Phytophthora Capsici Secara

In Vitro. Jurnal Floratek

8:64-72.

Page 11: SKRINING FUNGI dan BAKTERI KITINOLITIK SERTA …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal Jurnal Hany Latifah... · bunga matahari, dan lainnya. ... bisa membuat hama dan penyakit

11