skenario1

Upload: fitri-febrianti

Post on 19-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LAPORAN DISKUSI TUTORIALBLOK BIOETIKA DAN HUMANIORASKENARIO 1

KELOMPOK 7Ida Bagus Ananta W.(G0011113)R.A. Sitha Anisa P.(G0011161)Rachmania Budiati(G0011163)Arga Scorpianus(G0011035)Rifqi Hadyan(G0011171)Dhia Ramadhani (G0011073)Egtheastraqita C.(G0011081)Ery Radiyanti(G0011085)Fitri Febrianti R.(G0011095)Riyan Angga P.(G0011179)Siti Nurhidayah(G0011199)

NAMA TUTORIbu Fitriyah, M.Si.

I.PENDAHULUANSKENARIO 1Seorang anak perempuan umur 13 tahun duduk di kelas satu SMP hamil satu bulan karena diperkosa. Korban perkosaan depresi. Orang tua korban ingin kehamilan digugurkan. Orang tua korban konsultasi dengan dokter di rumah sakit. Dokter kemudian merangkan pada orang tua korban bahwa tindakan abortus itu terkait dengan masalah hukum, sementara dari segi disiplin tdak ada masalah secara teknis, dan juga kode etik kedokteran menyerahkan dalam hal ini kepada masing-masing dokter tergantung pada keyakinan dokter, sebab dokter juga terikat dengan sumpah dokternya dan kode etik kedokteran.Dokter tersebut juga menerangkan kalau masalah ini tidak dapat dia rahasiakan sendiri karena harus ditangani oleh tim jadi jika tindakan abortus akan dilakukan maka keputusan akan diambil oleh timyang terdiri atas dokter, ahli agama dan psikiater. Dokter menerangkan kepercayaan dan kerjasama dari pasien bahwa dokter akan berusaha yang terbaik bagi pasien, juga menerangkan bahwa kondisi seperti ini merupakan keputusan yang sulit dari aspek etik dan maupun hukum.Hasil keputusan tim dokter rumah sakit setempat setuju untuk dilakukan aborsi setelah mempertimbangkan profesionalisme, tapi orang tua masih bingung karena menurutnya agama dan hukum melarang aborsi.II. DISKUSI DAN STUDI PUSTAKALangkah 1: Membaca Skenario dan Memahami Pengertian Beberapa Istilah dalam SkenarioBeberapa istilah yang kurang kami fahami definisi maupun maksudnya secara jelas adalah rahasia kedokteran, depresi, hukum, psikiater, profesionalisme, sumpah dokter, aspek etik, segi disiplin, abortus, masalah teknis, pemerkosaan dan kode etik kedokteran. Berikut adalah hasil klarifikasi istilah tersebut.Rahasia kedokteran merupakan kewajiban dokter kepada pasien untuk merahasikan segala sesuatu yang dia ketahui tentang pasien dan penyakitnya karena adanya rasa saling percaya antara dokter dan pasien.Depresi, jika ditinjau dari bidang psikiatri, adalah suatu kesedihan yang tidak wajar, defeksi dan melankoli. Selain itu, depresi adalah keadaan mental mood yang menurunkan ditandai dengan perasaan sedih, putus asa, dan tidak bersemangat. Depresi berkisar dari perasaan sedih yang normal hingga gangguan distimik hingga gangguan depresi mayor. Dalam beberapa hal, menyerupai kedukaan dan ratapan yang menyertai rasa kehilangan, sering terdapat perasaan rasa rendah diri, rasa bersalah, dan menyalahkan diri sendiri, menarik diri dari kontak interpersonal dan gejala somatic seperti gangguan makan dan tidur. (kamus kedokteran Dorland edisi 31, 2010) Depresi merupakan penyebab utama terjadinya bunuh diri. Depresi dapat mempengaruhi jiwa dan raga karena berbagai peristiwa dalam hidup.Hukum merupakan peraturan perundangan, seperti terdapat dalam hukum pidana, perdata, tata negara dan administrasi negara. (Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2008) Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hukum adalah (1)Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikokohkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas, (2)Patokan (kaidah tertentu) mengenai peristiwa (alam, dsb) tertentu, (3)UU atau peraturan untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat dan (4)Keputusan atau pertimbangan yang ditetapkan oleh hakim di pengadilan (vonis). Jadi, hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup di masyarakat dan merupakan pedoman untuk menetapkan keputusan.Sedangkan hukum kesehatan menurut anggaran dasar perhimpunan hukum kesehatan Indonesia (PERHUKI) adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapan hak dan kewajiban baik bagi perseorangan maupun segenap lapisan masyarakat baik sebagai penerima pelayanan kesehatan dalam segala aspek organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum, serta sumber-sumber hukum lain. Hukum kesehatan mencakup hukum kedokteran dan kedokteran gigi, hukum keperawatan, hukum farmasi klinik, hukum rumah sakit, hukum kesehatan masyarakat, hukum kesehatan lingkungan, dan sebagainya. Hukum kedokteran adalah bagian dari hukum kesehatan yaitu yang menyangkut pelayanan kesehatan (medical care/service). (konas PERHUKI, 1993)Psikiater adalah dokter yang ahli dalam bidang penyakit jiwa.Profesionalisme mengandung pengertian memegang teguh kode etik sesuai bidangnya, penetapan keterampilan dan pengalaman tenaga medis dengan mengacu pada aturan yang berlaku, serta upaya dan kecakapan pengembangan suatu profesi dalam melaksanakan tanggung jawab berdasarkan panduan ilmu dan latihan serta kepakaran. Sikap professional adalah bekerja sesuai standar melaksanakan advokasi, menjamin keselamatan pasien, menghormati hak pasien. (Fachmi Idris, 2009)Sumpah dokter adalah janji yang diucapkan dokter sebelum pelantikan dan merupakan sumpah yang diucapkan oleh orang yang akan menjalani profesi secara resmi.Etik (ethics) berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti akhlak, adat kebiasaan, watak, perasaan, sikap, sesuatu yang baik, dan sesuatu yang layak. Menurut KKBI (Purwadarminta, 1953), etika adalah ilmu pengetahuan tentang azas akhlak. Sedangkan menurut KBBI dari department pendidikan dan kebudayaan (1988), etika adalah ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral, kumpulan atau seperangkat azas atau nilai yang berkenaan dengan azas, dan nilai yang benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. Aspek etik dibagi menjadi aspek etik subjektif jika mengatur tentang moral dan agama serta aspek etik objektif jika mengatur tentang sumber hukum. Menurut kamus kedokteran (Ramali dan Pamuncak, 1987), etika adalah pengetahuan tentang perilaku yang benar dalam suatu profesi. Menurut buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan (Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, 2009), etika adalah ilmu yang mempelajari azas akhlak sedangkan etik adalah seperangkat azas atau nilai yang berikatan dengan akhlak seperti dalam kode etik.Segi disiplin yang dimaksud di sini adalah prosedur yang mengkaji bidang yang dikuasainya.Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterus baik berupa embrio maupun fetus yang beratnya kurang dari 500 gram atau berumur kehamilan kurang dari 20 minggu (kamus kedokteran Dorland, 2010).Masalah teknis merupakan masalah prosedural.Pemerkosaan adalah suatu tindakan asusila yang dilakukan secara paksa untuk mendapat kenikmatan diri sendiri.Kode etik kedokteran (KODEKI) adalah kumpulan atau seperangkat etik yang berlaku dalam profesi kedokteran yang isinya mencakup kewajiban umum, kewajiban dokter terhadap pasien, kewajiban dokter terhadap teman sejawat, kewajiban dokter terhadap diri sendiri, serta penjelasan dan pedoman pelaksanaan KODEKI. (Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2009). Dapat juga diartikan sebagai pedoman bagi para dokter ketika melaksanakan profesinya maupun kontak kewajiban moral antara dokter dan sejawatnya.Langkah 2: Menentukan atau Mendefinisikan PermasalahanPermasalah dalam kasus di skenario satu adalah pertimbangan dalam pengambilan keputusan dilakukannya aborsi jika ditinjau dari segi hukum, etik, agama dan aspek norma yang lain; bagaimana sikap atau tanggapan kita nantinya jika menjadi seorang dokter jika dihadapkan pada kasus seperti pada skenario 1 ini; apakah aborsi yang dilakukan sesuai dengan skenario 1 dapat dikatakan ilegal serta bagaimana perbedaan regulasi mengatur aborsi yang dilakukan pada kehamilan yang terjadi diluar nikah, kehamilan karena diperkosa dan kehamilan yang tidak dikehendaki.Langkah 3: Menganalisis Permasalahan dan Membuat Pernyataan Sementara Mengenai Permasalahan (tersebut dalam langkah 2)Dalam dunia kedokteran, dikenal sebuah struktur penatalaksanaan yang menjadi kontroversi banyak ahli. Kontroversi tersebut adalah Abortion. Abortion atau aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dengan sperma sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau beratnya belum mencapai 500 gram.Aborsi sendiri sebenarnya dapat diklasifikasikan sebagai aborsi spontan, aborsi buatan, dan aborsi terapeutik. Aborsi spontan adalah aborsi yang terjadi bukan dikarenakan suatu alasan tertentu atau aborsi yang terjadi secara alamiah, sebagai contohnya adalah keguguran, kemudian aborsi buatan yaitu pengakhiran kehamilan secara disadari sebelum usia kandungan mencapai 28 minggu, dan yang terakhir aborsi terapeutik adalah aborsi yang dilakukan akibat adanya indikasi medic semisal calon ibu memiliki penyakit yang dapat membahayakan calon ibu dan janin (www.aborsi.org) Pengukuhan bahwa tindakan abortus itu merupakan tindakan yagn dapat ditolerir atau tidak adalah berdasarkan banyak tinjauan, bukan hanya dari segi hukum namun juga dari segi aspek etik, kode etik kedokteran, sumpah dokter, dan agama.Menurut hukum aborsi bertolak dari beberapa aturan sebagai berikut:1. Undang-undang RI no. 1 tahun 1946Yang intinya adalah dengan alasan apapun, aborsi merupakan tindakan melanggar hukum2. UU RI no.7 tahun 1984Yang intinya pengesahan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi pada perempuan3. UU RI no.23 tahun 1992Yang intinya adalah aborsi hanya boleh dilakukan untuk kondisi tertentu4. KUHP pasal 299, 346, 347, 348, 349Yang intinya tentang pelarangan pengguguran kandunganDiatas hanya beberapa contoh dari kesekian banyak hukum di Indonesia yagn mengatur pelarangan praktek aborsi, kemudian dalam tinjaunnya dengan agama adalah berpegangan pada Fatwa MUI (nomor 4 tahun 2005)Adapun inti dari bunyi fatwa tersebut adalah sebagai berikut:1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim2. Aborsi boleh dilakukan karena ada uzur, baik yang bersifat hajat maupun darurat, maksud dari bersifat hajat adalah jika tidak dilakukan aborsi akan mengalami kesulitan besar (boleh dilakukan aborsi sebelum janin berusia 40 hari), sedangkan yang bersifat darurat adalah aborsi boleh dilakukan jika hal tersebut tidak dilakukan akan menyebabkan kematianKemudian dipandang dari segi agama hindu : aborsi adalah Himsa Karma yaitu perbuatan dosa yagn disejajarkan dengan membunuh , menyakiti, dan menyiksa. Jadi dari pandangan dua aturan yagn mengatur tentang aborsi dalan dua agama yang berbeda menumbuhkan rangsang piker bahwa perlu adanya batasan-batasan dalam melakukan aborsi atau tidak sama sekaliSelanjutnya dipadang dari segi etik, berpedoman pada pasal 7c kode etok kedokteran bahwa abortus provotikus dapt dibenarkan dalam tindakan medis dan pada pasal 10 kode etik kedokteran menyatakan bahwa dokter wajib wajib mengingat akan kewajibannya menjaga hidup dari tiap insani.Dari inti-inti yang telah dikemukakan diatas memberikan gambaran teknis bahwa tidakan abortus didalamnya masih dikaji secara fleksibel, memperbolehkan keberadaannya dalam realita masyarakat kita, namun juga memiliki keadaan-keadaan yang membatasinya, akan tetapi batasan-batasan yagn mengatur tentang pertimbangan boleh atau tidak dilakukan aborsi di Indonesia masih terangkum secara kabur dalam tatanan hukum atapun norma bangsa Indonesia. Hal inilah penyebab kontroversi yang terjadi dan sulitnya pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan ini atau tidak.Langkah 4: Menginventarisasi Permasalahan-Permasalahan secara Sistematis dan Pernyataan Sementara Mengenai Permasalahan-Permasalahan pada Langkah 3

Sumpah DokterKODEKI

LegalIllegalAborsi

Aspek PsikologiHukum Kesehatan

Agama

Langkah 5: Merumuskan Tujuan PembelajaranTujuan pembelajaran yang ingin kami capai adalah:1. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan dilakukannya aborsi?2. Bagaimana peran kode etik kedokteran dan hukum kesehatan dalam menangani pasien?3. Apakah aborsi dalam kasus skenario 1 legal?4. Bagaimana sikap atau tanggapan kita sebagai seorang dokter nantinya jika dihadapkan pada suatu kasus seperti pada skenario 1 yang masih bingung mempertimbangkan aspek hokum dan agama dalam aborsi, setelah tim yang terdiri dari dokter, ahli agama, dan psikiater setuju dilakukan aborsi?Langkah 6: Mengumpulkan Informasi Baru (Belajar Mandiri)Langkah 7: Melaporkan, Membahas, dan Menata Kembali Informasi Baru yang DiperolehSetiap dokter dalam menjalankan profesinya terikat oleh sumpah dokter dan kode etik kedokteran. Kode etik kedokteran berasal dari dua hal yaitu hal yang bersifat subjektif dan objektif . Hal yang bersifat subjektif adalah pengambilan keputusan dokter yang berasal dari nilai nilai moral dan agama yang merupakan pedoman bagi dokter dalam penatalaksanaan sesuai dengan keyakinan masing-masing. Hal yang bersifat objektif adalah pengambilan keputusan dokter berdasarkan sumber hukum tentang perundang-undangan tentang hidup dan mati manusia. Di Indonesia, kode etik kedokteran berlandaskan etik dan norma-norma yang mengatur hubungan antara manusia berdasarkan azas filsafah pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan strukturil. Kode etik kedokteran ini dibentuk dengan tujuan untuk mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu kedokteran. Kode etik ini berlaku bagi para dokter baik yang tergabung dalam perhimpunan profesi IDI maupun secara fungsional terikat dalam organisasi pelayanan pendidikan dan penelitian. Ada dua versi kode etik kedokteran (KODEKI) yaitu yang sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 434/Menkes/SK/X/1983 dan yang sesuai dengan Surat Keputusan PB IDI No. 221/PB/A-4/04/2002. Karena ciri dari kode etik profesi adalah dibentuk atau disusun oleh organisasi profesi yang bersangkutan (PB IDI), maka para dokter dalam menjalankan profesinya berpedoman pada KODEKI yang sesuai dengan Surat Keputusan PB IDI No. 221/PB/A-4/04/2002.Sumpah dokter Indonesia sesuai dengan peraturan pemerintah No. 26 tahun 1960 yang disusul dengan SK Menkes RI No. 434/Menkes/SK/X/1983 adalah berdasarkan sumpah Hippokrates dan Deklarasi Jenewa dari ikatan dokter sedunia (World Medical Association, WMA 1948). (M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, 2008)Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin tersebut dapat hidup diluar kandungan, aborsi dibedakan menjadi tiga bagian:1. Aborsi spontan atau alamiah adalah pengeluaran hasil konsepsi dengan sendirinya (keguguran)2. Aborsi buatan adalah pengeluaran hasil konsepsi dengan disengaja karena tidak menginginkan janin tersebut 3. Aborsi medis adalah pengeluaran hasil konsepsi karena hasil pertimbangan medis yaitu proses kelahiran akan membahayakan calon ibu atau pun calon janinAborsi dibedakan menjadi dua menurut cara, diantaranya adalah:1. Aborsi yg dilakukan sendiri dengan melakukan perbuatan disengaja untuk menggugurkan calon bayi dengan cara membahayakan calon bayi2. Aborsi yang dilakukan dengan bantuan orang lain, baik dokter, bidan, maupun pelayan kesehatanFact of life (Brian Clowes) menyebutkan bahwa 57% wanita muda yg berumur kurang dari 25 tahun telah melakukan aborsi dan 24% dari mereka adalah wanita yg berumur kurang dari 19 tahun .Aborsi memberikan risiko kesehatan dan keselamatan fisik, diantaranya:1. Kematian mendadak akibat pendarahan hebat2. Kematian mendadak akibat kegagalan bius3. Kematian lambat akibat infeksi serius di sekitar kandungan4. Rahim sobek (uterine perforation)5. Kerusakan leher rahim (cervival lacerations)6. Kanker payudara akibat tidak seimbangnya hormone estrogen padda wanita7. Kanker indung telur(ovarium cancer)8. Kanker leher rahim (cervical cancer)9. Kanker hati (liver cancer)10. Kelainan pasenta (placenta previa)11. Mandul (ectopic pregnancy)12. Infeksi rongga panggul (pelvic inflammantory disease)13. Point 7,8,9 dapat mengakibatkan kecacatn bagi calon bayi yg dikandung berikutnyaTindakan aborsi dalam prakteknya sudah berlangsung seiring dengan zaman globalisasi, pada data yang diperoleh di www.aborsi.org, ditemukan empat juta kasus aborsi dengan 2 juta kasus aborsi dilakukan secara tidak aman. Aborsi tidak aman inilah yagn mengancam nyawa dan meperkeruh doktrin buruk bagi kegiatan aborsi itu sendiri. Aborsi sering dikait-kaitkan dengan ketidakinginkan seorang calon ibu terhdap janinnya akibat tindakan yang dianggap tidak bermoral dan hina dalam masyarakat. Hal ini memicu seringnya praktek aborsi illegal atau secara sembunyi-sembunyi. Bayangkan jika praktek aborsi diatur pada aturan yang tidak pasti dan aborsi tidak dikaitkan dengan perkara defisiensi moral tentu saja, praktek aborsi legal untuk kegiatan medis tertentu akan lebih mampu menjawab kebingungan dari wanita yang mederita kehamilan tidak dinginkan dan mampu memberikan keselamatan banyak jiwa. Kehamilan seharusnya adalah pilihan bukan paksaan (Joseph Fletcher, 1979), dalam sebuah buku dari Fletcher dikatakan seperti hal diatas, bahwa setiap wanita memiliki pilihan untuk hamil atau tidak, seusai dari hak asasi yang dimiliki, dan jika kehamilan itu terjadi akibat paksaan dari seseorang yang telah melanggar hak asasi wanita tersebut semisal diperkosa, tentunya jika kejadian tersebut benar-benar memberikan dampak negatif semisal depresi, harusnya aborsi legal baginya asalkan kandungan yang akan digugurkan masih berusia sebelum 100 hari, namun jika umur kehamilan sudah berlangsung 5 bulan, wanita tersebut harus mau melupakan keinginan untuk aborsi ( Prof.Dr. Gulardi Wikayodastro, SpOG). Aborsi saat ini masih menjadi kontroversi jika dilihat dari berbagai aspek, baik itu aspek etik, hukum kesehatan, agama, norma kesusilaan dan kesopanan serta aspek psikologi. Pembenaran tindakan aborsi tanpa indikasi medis masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Pro dan kontra terhadap aborsi memunculkan dua gerakan, yaitu gerakan pro-life dan gerakan pro-choice. Gerakan pro-life memandang dari sisi janin. Janin adalah calon manusia yang mempunyai hak untuk hidup dan wajib untuk dijaga kehidupannya.Karena itu tindakan aborsi, apa pun alasannya, merupakan tindakan yang sangat tidak dibenarkan karena melanggar hak hidup manusia. Berbeda dengan gerakan pro-choice yang memandang kepentingan aborsi dari sisi wanita. Wanita mempunyai hak untuk memilih dan menentukan apa pun yang terjadi di dalam tubuhnya.Jika ditinjau dari aspek etik, kode etik kedokteran mengatur kewajiban dokter, sebagaimana tertuang pada pasal 7d yang berbunyi setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pasal ini mengatur setiap dokter untuk senantiasa menghormati hak hidup setiap manusia mulai dari sejak awal kehidupan.

Dalam pedoman Kode Etik Kedokteran Indonesia, keputusan melakukan tindakan aborsi atas indikasi medis sekurang-kurangnya harus dilakukan dua dokter dengan persetujuan dari wanita hamil bersangkutan, suaminya, dan atau keluarganya yang terdekat. Pertama,kepentingan yang positif. Dilakukan atas indikasi medis untuk menolong jiwa ibu. Kedua, kepentingan yang negatif. Jenis yang negatif ini yang umum dilakukan secara ilegal. Aborsi dilakukan tanpa indikasi medis. Mulai dari yang masuk akal sampai yang memang nakal seperti kegagalan penggunaan alat kontrasepsi, janin yang tumbuh dengan cacat yang serius, korban incest maupun pemerkosaan dan kehamilan di luar nikah.

Jika ditinjau dari aspek hukum, Republik Indonesia yang berdasarkan hukum telah membuat hukum yang mengatur aborsi, dalam KUHP dan UU Kesehatan. Dasar hukum tentang tindakan aborsi yang diatur di dalam UU Kesehatan dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dianggap sangat kaku.Dalam UU Kesehatan dikemukakan bahwa tindakan aborsi dengan alasan apa pun dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan, kecuali atas indikasi medis tertentu. UU Kesehatan mengemukakan bahwa sanksi hukum bagi yang melanggar adalah penjara, yaitu paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 500 juta rupiah.Aborsi yang dilakukan bersifat legal karena berdasarkan indikasi medis yang kuat. Dalam Deklarasi Oslo 1970 dan UU No 23 Tahun 1992 tentang ketentuan-ketentuan mengenai abortus buatan legal menyatakan bahwa yang dimaksud dengan indikasi medis dalam aborsi buatan legal adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan tersebut sebab tanpa tindakan tersebut dapat membahayakan jiwa ibu atau adanya ancaman gangguan fisik, mental, dan psikososial jika kehamilan dilanjutkan, atau risiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat mental, atau cacat fisik yang berat. Selain itu pelegalan aborsi dalam kasus tersebut diperkuat dengan adanya UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 75 ayat 2 point (b) mengenai pengecualian aborsi bagi kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. (etika kedokteran dan hukum kesehatan, 2008).Jika aborsi dilakukan oleh korban perkosaan bukankah dalam hal ini nyawa si ibu tidak terancam dan janin juga dapat lahir tanpa menyebabkan kematian. Dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan dalam Pasal 75 terkandung makna bahwa kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Menurut hemat penulis jalan keluar yang tepat adalah dengan memberikan konseling secara khusus baik dari konselor ataupun pemuka agama, dan melakukan terapi khusus kepada korban. Janin yang dikandung juga harus tetap dilahirkan, jika si ibu tidak menginginkan anaknya tersebut dapat dijauhkan dari sang ibu. Setelah pasca melahirkan si korban juga harus tetap diberikan terapi dan konseling khusus kalau memang mengalami tarauma secara psikis sampai dia sembuh dan dapat menerima kembali anak tersebut. Dalam hal ini juga diperlukan bantuan pemerintah dalam melindungi korban perkosaan dan memudahkan anak tersebut dalam pembuatan akte kelahiran sehingga tidak mempersulit anak tersebut kelak ketika besar.KUHP menyatakan segala macam bentuk aborsi dilarang, bahkan dengan tujuan menyelamatkan nyawa Ibu. Sementara UU Kesehatan menyatakan pembolehan aborsi apabila nyawa Ibu dapat terancam apabila kehamilan diteruskan lebih lanjut. Jadi, hal ini masih rancu. Ada ketidakcocokan antara KUHP dengan UU Kesehatan, padahal sebagai dokter ada aturan-aturan hukum tertentu yang wajib dipatuhi, sehingga penulis berpendapat bahwa dalam kasus ini aborsi tidak dibenarkan dan tidak perlu dilakukan.Dalam KUHP Bab XIX pasal 299, 342, 346-349, dan 535 tidak ada satupun yang melegalkan aborsi. Tiap tindakan aborsi mempunyai sanksi hukum baik bagi si ibu maupun orang yang menolong aborsi itu dalam hal ini dokter, bidan, dan lain-lain.Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP):PASAL 299 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat pulu ribu rupiah. 2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan,perawat atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.PASAL 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.PASAL 347 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.PASAL 348 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.PASAL 349 Jika seorang dokter, bidan,perawat atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengn sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.PASAL 535 Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Jika ditinjau dari aspek agama, agama Islam mengatur sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 228 yang artinya Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yg diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Maksut dari ayat tersebut adalah agama Islam melarang mencari alasan untuk menggugurkan kandunganmu dan menghindari darinya dengan cara apapun, dan apabila ruh telah ditiupkan ke dalam kandungan dan janin itu kemudian mati karena aborsi, maka hal itu merupakan pembunuhan yang diharamkan oleh Allah SWT dan termasuk pembunuhan jiwa tanpa hak.Menurut sebagian imam, yang membunuh janin wajib membayar kafarat yaitu dengan memerdekakan budak perempuan mukmin, jika tidak mendapatkannya maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Sedangkan menurut Majelis ulama besar no . 140 tanggal 20 juni 1407 :1. Tidak boleh menggugurkan kandungan dalam berbagai usia, kecuali ada sebab syari yg dibenarkan dan denagn ketentuan yg sangat ketat sekali2. Apabila usia kandungan berada di masa pertama yaitu 40 hari , sedang penggugurannya adalah masalah syariyyah atau untuk mencegah bahaya , maka diperbolehkan menggugurkannya . Namun pengguguran pada masa sekarang karena alasan takut akan kesulitan mendidik anak , atau takut akan kelemahan dalam memenuhi kebutuhan hidup dan mengasihnya , atau karena berkaitan dengan masa depan mereka , maka hal tersebut tidak diperbolehkan.3. Tidak boleh menggugurkan janin , walaupun baru berbentuk alaqah (segumpal darah), sampai diputuskan tim dokter yang dipercaya bahwa kelanjutannya akan membahayakan, seperti kematian sang ibu, itupun setelah berbagai cara untuk menghindari bahaya tersebut (Shalih Syaikh, 2009). Dikatakan juga oleh Prof. Ali Yafie ketua MUI, bahwa jika kehamilan yang terjadi akibat kecelakaan atau kegagalan KB, jangan dilakukan aborsi, bila kehamilan dapat mengancam keselamatan jiwa, boleh dilakukan aborsi dan bila kehamilan merupakan hasil dari pemerkosaan, wajib (berupa pilihan yagn ditetapkan oleh calon ibu) untuk dilakukan aborsi.Menaggapi hal diatas, penulis berpedoman pada dua hadis nabi yang disampaikan sebagai berikut:Dari Abi Abd Rahman Abdillah bin Masud RA berkata: Rasulullahmenceritakan kepada kami sesungguhnya seseorang dari kamu kejadiannyadikumpulkan dalam perut ibumu selama 40 hari berupa nuthfah, kemudianmenjadi segumpal darah (alaqah) dalam waktu yang sama, kemudian menjadisegumpal daging (mudghah) juga dalam waktu yang sama. Sesudah itumalaikat diutus untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diutus untuk melakukanpencatatan empat perkara, yaitu mencatat rizkinya, usianya, amalperbuatannya dan celaka atau bahagia (HR. Muslim).29

Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa apabila nutfah telahmelewati empat puluh dua hari, Allah mengutus malaikat untuk membentukrupanya, menjadikan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya,dan tulangnya, kemudian malaikat bertanya: Wahai Tuhanku, apakah dijadikanlaki-laki atau perempuan? Lalu Allah menentukan apa yang dikehendaki, lalumalaikat itu pun menulisnya.(HR. Muslim)30Hal diatas memberikan parameter bahwa sebelum umur 40 hari, aborsi boleh dilakukan, namun batasan-batasan yang ada adalah menyangkut keikhlasan dari calon ibu dan kondisi psikis calon ibu yagn dapat mempengaruhi keselamatan jiwanya. Intinya juga adalah kembali ke pilihan masing-masing, karena individu masing-masinglah yang mengalami, daripada memberikan kesengsaraan yagn berkepanjangan terhadap janin kelak ketika menjadi manusia lebih baik dicegah sedini mungkin dengan melakukan aborsi untuk alasan yang dipatutkan menurut hukum yang berlaku di masingmasing negara tempat kita berada. Sebagai seorang dokter atau tenaga medis lain yang menghormati kode etik yang berlaku, kita harus menerima apapun keputusan dari pasien kita, karena mereka memiliki hak untuk mendapakan perawatan dan profesionalisme dari kita. Dilihat dari sudut pandang agama, secara umum agama Islam tidak membolehkan pelaksanaan aborsi. Namun, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan antara lain, kehamilan akibat perkosaan dapat digugurkan, apabila usia kehamilan tidak lebih dari 40 hari. Hal ini pun harus ditetapkan oleh tim yang berwenang yang terdiri dari keluarga korban, dokter, dan polisi. Hal ini mungkin didasarkan pada pertimbangan bahwa depresi yang diderita pasien akan mencapai tahapan yang lebih buruk, misalnya mengarah ke percobaan bunuh diri, jika kehamilan diteruskan. Fatwa MUI ini jelas bukan sekadar pertimbangan asal-asalan. Fatwa ini merupakan konsensus bersama sejumlah besar cendekiawan muslim yang sudah mempretimbangkan matang-matang sebab dan akibatnya.Menurut agama Kristen, dalam alkitab aborsi dilarang karena janin dalam kandungan sesungguhnya ada dalam rencana Tuhan, dalam Yesaya 1:5 Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dab sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa bangsa. Tuhan punya rencana dalam setiap pribadi manusia, bahkan sebelum pribadi itu ada dalam kandungan. Jadi, tidak berhak untuk manusia menggagalkan rencana Tuhan. Percaya bahwa Tuhan mampu memelihara hidup seseorang, siapapun itu, termasuk dalam kasus skenario satu.Jika dilihat dari segi psikologi, depresi pada ibu hamil sedikit banyak mempengaruhi perkembangan janin, bahkan masih berpengaruh dalam tahap perkembangan awal bayi setelah kelahiran. Peningkatan hormon stres pada ibu juga mengakibatkan hal yang sama pada janin. Hal ini tidak membahayakan nyawa ibu, hanya dapat mengakibatkan bayi lahir prematur dan berat badan dibawah normal. Selain itu, respon bayi terhadap lingkungannya kurang peka bila dibandingkan dengan bayi dari ibu yang tidak mengalami depresi. (Field, et.al., 2004) Sikap kita sebagai dokter seharusnya melakukan tindakan tindakan yang diperlukan sebelum melakukan aborsi. Seperti dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 Pasal 75 ayat 3, Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. Tindakan dalam pasal (2) yang dimaksud adalah aborsi, jadi sebelum aborsi dilakukan perlu dilakukan konseling kepada pasien oleh konselor yang kompeten dan berwenang dengan melihat dari berbagai aspek, hukum, etika dan agama.

Tidak harus kita memutuskan aborsi secara langsung. Kita perlu melihat dulu perkembangan kondisi si ibu maupun janin, ketika memang tidak ada dampak medis yang bisa mengakibatkan kematian pada salah satu pribadi (ibu atau janin), tidak perlu dilakukan aborsi. Tetapi ketika ada indiksi medis yang dapat mengakibatkan kematian pada kedua pribadi, maupun pada salah satu pribadi, dapat dilakukan terminasi. Dalam UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, prinsin terminasi kehamilan adealah suatu tindakan terapeutik. Artinya bahwa tindakan itu bertujuan untuk alasan medis, yaitu untuk menyelamatkan salah satu atau kedua pribadi ( ibu dan janin ) ketika benar ada indikasi medis.

Tim yang mengambil keputusan untuk melakukan tindakan abortus terdiri dari dokter, psikiater dan ahli agama. Fungsi psikiater dalam tim ini adalah memberikan konseling bagi pasien yang ini aborsi baik saat pra aborsi maupun pasca-aborsi. Tujuan adanya psikiater dalam tim untuk mempersiapkan psikis pasien untuk memutuskan tindakan yang akan diambil selanjutnya karena dalam memutuskan tindakan aborsi harus memperhatikan psikis pasien. Jika saat setelah konseling pra aborsi kondisi psikis pasien membaik dan dapat, menerima keadaannya maka tindakan aborsi dapat dibatalkan. Sedangkan jika setelah konseling pra-aborsi ini psikis pasien tidak membaik maka tindakan untuk aborsi akan terus dilanjutkan dan setelah tindakan aborsi masih tetap dilakukan juga untuk menjaga psikis pasien agar tetap stabil.(Hanafiah,M.Jusuf,Amri Amir.2008).Dalam mengambil keputusan dilakukannya aborsi ada baiknya tim yang akan melakukan tindakan aborsi meninjaunya dari berbagai aspek. Faktor-faktor dalam pengambilan keputusan aborsi dibagi menjadi dua, diantaranya: (Tirthahusada, K., 1993)a) Alasan medis atau alasan kedokteran: disini keputusan diambil karenakesehatan ibu atau ancaman nyawa ibuyang sedang menderita suatu penyakit.b) Alasan non medis: biasanya alasan sosial, ekonomi sepertikehamilan sebelum atau diluar nikah,sudah terlalu banyak anak, kesulitandalam hal biaya hidup dan lainnya.Berdasarkan uraian diatas, kami menyimpulkan bahwa abortus dinilai legal jika: (a) Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut. Indikasi medis, yaitu sesuatu yang membahayakan jiwa ibu, termasuk mental dan psikososial dan jika anak yang akan dilahirkan beresiko cacat mental dan fisik. (b) Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan. (c) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan/ suami/ keluarganya. (d) Sarana kesehatan tertentu. Keputusan ini tentu saja diambil berdasarkan pertimbangan dari berbagai aspek, diantaranya: Dalam pedoman Kode Etik Kedokteran Indonesia, keputusan melakukan tindakan aborsi atas indikasi medis sekurang-kurangnya harus dilakukan dua dokter dengan persetujuan dari wanita hamil bersangkutan, suaminya, dan atau keluarganya yang terdekat. Aborsi dapat dilakukan untuk kepentingan yang positif yaitu dilakukan atas indikasi medis untuk menolong jiwa ibu. UU No.36 th.2009 Pasal 75(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; ataub. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.(3)Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 76Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:a. sebelum kehamilan berumur enam minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dane. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 77Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hukum agama IslamMajelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang membolehkan aborsi adalah: Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh tim dokter. Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah: a. Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan. b. Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama. c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.Selain itu berbagai pertimbangan dari segi psikologi maupun kesehatan juga patut menjadi pertimbangan, diantaranya:a. Memperparah kondisi psikologi yang belum siapb. Korban belum siap memberikan kasih sayang kepada anakc. Belum jelas bagaimana masa depan si ibu kelakd. Rahim belum siap dibuahi (kesehatan ibunya ketika hamil)e. Kehamilan 20 tahun bisa menimbulkan resiko kematian lebih besarSedangkan tindakan abortus illegal jika dilihat dari uraian berikut:Dalam KUHP pasal 299, 342, 346-349, tidak ada satupun yang melegalkan aborsi. Tiap tindakan aborsi mempunyai sanksi hukum baik bagi si ibu maupun orang yang menolong aborsi itu dalam hal ini dokter, bidan, dan lain-lain.Menurut hukum agama Kristen, Secara singkat di dalam Al Kitab dapat disimpulkan bahwa aborsi dalam bentuk dan alasan apapun dilarang karena :1. Apabila ada sperma dan ovum telah bertemu maka unsur kehidupan telah ada.2. Abortus pada janin yang cacat tidak diperbolehkan karena Tuhan mempunyai rencana lain pada hidup seorang manusia.3. Anak adalah pemberian Tuhan.4. Bila terjadi kasus pemerkosaan, diharapkan keluarga serta orang-orang terdekat dapat memberi semangat.5. Aborsi untuk menyembunyikan aib tidak dibenarkan.(unpad.ac.id)Dalam Buddha kehamilan dihitung sejak bertemunya sel telur dengan sperma. Karena pada saat itu, ada kemungkinan datangnya "kesadaran penerus" yang akan membentuk batin bersamaan dengan sel telur dan sperma membentuk badan suatu mahluk. Oleh karena itu, dalam Buddha Dhamma, seorang bayi yang baru saja dilahirkan, ia sudah langsung berusia sekitar 9 bulan. Jadi, pada ulang tahun pertamanya, bayi tersebut sebenarnya telah berusia lebih dari satu tahun, bahkan hampir dua tahun. Dengan demikian, melakukan aborsi walaupun dalam usia kehamilan yang masih sangat muda, dalam Agama Buddha sudah termasuk pelanggaran sila pertama atau pembunuhan dalam Pancasila Buddhis. (www.samaggi-phala.or.id)Hampir sama dengan pernyataan agama Kristen, dalam agama Katolik aborsi juga dilarang. Pengajaran Alkitab dan Gereja Katolik menyatakan, Kehidupan manusia adalah sakral karena sejak dari awalnya melibatkan tindakan penciptaan Allah. Kehidupan, seperti halnya kematian adalah sesuatu yang menjadi hak Allah, dan manusia tidak berkuasa untuk mempermainkannya. Perbuatan aborsi menentang hukum alam dan hukum Allah, maka tak heran, perbuatan ini mengakibatkan hal yang sangat negatif kepada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Aborsi adalah tindakan pembunuhan manusia, walaupun ada sebagian orang yang menutup mata terhadap kenyataan ini. Gereja Katolik tidak pernah urung dalam menyatakan sikapnya yang pro-life atau mendukung kehidupan, sebab, Gereja menghormati Allah Pencipta yang memberikan kehidupan itu. Tindakan melindungi kehidupan ini merupakan bukti nyata dari iman kita kepada Kristus, yang adalah Sang Hidup (Yoh 14:6) dan pemberi hidup itu sendiri. (www.katolisasi.org)Menurut agama Hindu, Aborsi dalam Teologi Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut Himsa karma yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti, dan menyiksa. Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa, maka aborsi dalam Agama Hindu tidak dikenal dan tidak dibenarkan.III.SIMPULAN Sebagai seorang dokter kita harus dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan berlandaskan etika dan hukum kedokteran serta mempertimbangkan segala sesuatunya dari aspek jasmani, rohani dan sosio-budaya (holistik).IV.SARANAda kalanya dalam suatu diskusi sering menjumpai beberapa hal seperti hambatan dan kekurangan, itu pula yang dirasakan oleh kelompok kami. Hambatan yang kami temui selama berlangsungnya sesi diskusi tutorial ini adalah adanya beberapa perbedaan pendapat mengenai masalah abortus pada korban perkosaan pada skenario satu blok dua apakah kehamilan tersebut harus dilanjutkan ataukah harus berakhir dengan aborsi, mungkin setidaknya menilik dari sudut janin yang tidak bersalah dalam kasus tersebut, sehingga diperlukan persamaan persepsi di sini dalam hal ini mengenai kelegalan suatu aborsi dipandang dari berbagai aspek. Tak hanya hambatan saja, kami pun juga masih turut merasakan adanya kekurangan seperti terlalu lamanya berkutit pada langkah satu dan dua dalam seven jump, sehingga banyak waktu yang terbuang sia-sia padahal bisa dimanfaatkan untuk membahas yang lain. Semoga dengan adanya hambatan dan kekurangan ini, dapat memacu kami untuk lebih dan lebih lagi dalam mencari dan mengolah suatu informasi sehingga tercapai suatu tujuan pembelajaran serta memahami dalam setiap pelik persoalan seperti kasus aborsi kali ini yang erat hubungannya dengan penerapan praktik kedokteran kita nantinya.

V.DAFTAR PUSTAKA1. Shalih Syaikh, 2009. Panduan Fiqih Praktis bagi Wanita hal : 45-49. Cetak ulang ke-3. Pustaka Sumayyah2. Hanafiah,M.Jusuf,Amri Amir.2008.Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan.Jakarta:EGC3. Dr dr Fachmi Idris, Mkes. 2009. kontroversi aborsi4. Aborsi di Indonesia.http://www.guttmacher.org/5. Tirthahusada, K. 1993. Suatu tinjauan medis, psikologis dan moral. Surabaya: PT. Universitas Airlangga6. www.katolisasi.org7. www.samaggi-phala.or.id8. unpad.ac.id21