skenario 6 (asma)

43
Jerry Berlianto Binti 10.2009.100 Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510 e-mail: [email protected] no. hp : 085252735528 Sesak Napas pada Anak Akibat Asma PENDAHULUAN Sesak nafas : Penyakit saluran pernafasan (asma, bronkitis kronis, emfisema, sumbatan laring, tertelan benda asing), Penyakit parenkimal ( pneumonia, gagal jantung kongestif dll), Penyakit vaskular paru (emboli paru, kor pulmonal, hipertensi paru primer, penyakit veno-oklusi paru), Penyakit pleura (pneumotoraks, efusi pleura, hemotoraks, fibrosis), Penyakit dinding paru (trauma, penyakit neurologik, kalainan tulang). Asma merupakan keadaaan inflamasi kronis yang menyebabkan obstruksi saluran pernapasan reversible misalnya seperti asma bronchial. Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronki 1

Upload: jerry-berlianto-binti

Post on 14-Feb-2015

99 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

ASMA

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 6 (Asma)

Jerry Berlianto Binti

10.2009.100

Alamat Korespondensi:

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510

e-mail: [email protected]

no. hp : 085252735528

Sesak Napas pada Anak Akibat Asma

PENDAHULUAN

Sesak nafas : Penyakit saluran pernafasan (asma, bronkitis kronis, emfisema, sumbatan

laring, tertelan benda asing), Penyakit parenkimal ( pneumonia, gagal jantung kongestif dll),

Penyakit vaskular paru (emboli paru, kor pulmonal, hipertensi paru primer, penyakit veno-oklusi

paru), Penyakit pleura (pneumotoraks, efusi pleura, hemotoraks, fibrosis), Penyakit dinding paru

(trauma, penyakit neurologik, kalainan tulang).

Asma merupakan keadaaan inflamasi kronis yang menyebabkan obstruksi saluran pernapasan

reversible misalnya seperti asma bronchial. Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang

ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronki terhadap berbagai macam

rangsangan yang manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan yang

menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitannya

dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat-obatan. Kelainan

dasarnya, tampaknya suatu perubahan status imunologis si penderita.

1

Page 2: Skenario 6 (Asma)

ANAMNESIS

Yang dapat ditanyakan pada pasien adalah:1

1. Gejala-gejalanya dapat mencakup batuk, mengi, kesulitan bernapas, dada terasa tertekan.

2. Tanyakan tentang penyakit yang menyertai: rhinitis, sinusistis, polip nasal, dermatitis

atopik.

3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap asma antara lain: infeksi pernapasan atas oleh

virus, alergen, iritan, emosi, obat, zat aditif pada makanan, udara dingin, olag raga.

Esofagitis refluks merupakan presipitan yang lazim untuk asma terutama jika gejala

nocturnal lebih menonjol.

4. Usia saat awitan, perkembangan penyakit.

5. Penanganan, pengobatan, respons terhadap pengobatan sebelumnya.

6. Pengelolaan sekarang, mencakup rencana untuk terjadinya eksaserbasi.

7. Kunjungan ke bagian gawat darurat sebelumnya, perawatan di rumah sakit, intubasi,

perawatan di ICU.

8. Tidak masuk sekolah atau kerja.

9. Gejala-gejala nokturnal.

10. Pengaruh pada gaya hidup, pertumbuhan, sekolah, kerja.

11. Merokok, menjadi perokok pasif, terpapar akibat pekerjaan.

12. Riwayat keluarga menderita asma atau atopi.

PEMERIKSAAN FISIK

Setelah penilaian umum keadaan pasien, pemeriksaan dada posterior dilakukan ketika

pasien masih duduk. Lengan pasien sebaiknya dilipat dan diletakkan di atas pangkuannya. Bila

pemeriksaan dada posterior sudah selesai, pasien diminta untuk berbaring dan pemeriksaan dada

anterior dimulai. Selama pemeriksaan, pemeriksa perlu berusaha membayangkan daerah paru-

paru di bawahnya.2,3

Jika pasiennya pria, pakaiannya harus dibuka sampai sebatas pinggang. Jika pasiennya

wanita, pakaiannya harus diatur sedemikian rupa untuk mencegah pemaparan payudara yang

tidak perlu dan memalukan. Pemeriksa berdiri menghadapi pasien.

2

Page 3: Skenario 6 (Asma)

Pemeriksaan dada anterior dan posterior mencakup:

1. Inspeksi

2. Palpasi

3. Perkusi

4. Auskultasi

Penilaian Umum

Inspeksi Ekspresi Wajah Pasien

Apakah pasien dalam keadaan menderita akut? Apakah cuping hidung mengembang atau

bernapas dengan bibir dikerutkan? Apakah ada tanda-tanda pernapasan yang dapat didengar,

seperti stridor dan wheezing? Ini berkaitan dengan obstruksi aliran udara.

Inspeksi Sikap Tubuh Pasien

Pasien dengan obstruksi saluran pernpasan cenderung memilih posisi di mana mereka

dapat menyokong lengan mereka dan memfiksasi otot-otot bahu dan leher untuk membantu

respirasi. Suatu tehnik yang lazim dipakai pasien dengan obstruksi bronkus adalah memegang

sisi-sisi tempat tidur dan memakai muskulus latisimus dorsi untuk membantu mengatasi

meningkatnya tahanan terhadap aliran keluar selama ekspirasi. Pasien dengan ortopnea duduk

atau berbaring di atas beberapa buah bantal.

Inspeksi leher

Apakah pernapasan pasien dibantu oleh kerja otot-otot tambahan? Pemakaian otot-otot

tambahan merupakan salah satu tanda paling dini adanya obstruksi saluran pernapasan. Pada

distres pernapasan, muskulus trapezius dan sternokleidomastoideus berkontraksi selama

inspirasi. Otot-otot tambahan membantu dalam ventilasi, karena mereka mengangkat klavikula

dan dada anterior untuk meningkatkan volume paru-paru dan memperbesar tekanan negated di

dalam toraks. Ini menyebabkan retraksi fosa supraklavikular dan otot-otot interkostal. Gerakan

ke atas klavikula dari 5 mm selama pernapasan berkaitan dengan penyakit obstruksi paru-paru

yang berat.

3

Page 4: Skenario 6 (Asma)

Inspeksi Konfigurasi Dada

Berbagai macam keadaan dapat mengganggu ventilasi yang memadai, dan konfigurasi

dada mungkin menunjukkan penyakit paru. Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dijumpai

pada COPD tingkat lanjut. Diameter AP cenderung mendekati diameter lateral, sehingga

terbentuk dada berbentuk tong. Iga-iga kehilangan sudut 45o dan menjadi lebih horizontal. Suatu

flait chest adalah konfigurasi dada di mana satu sisi dada bergerak secara paradoksal ke dalam

selama inspirasi. Keadaan ini dijumpai pada fraktur iga multipel. Kifoskoliosis adalah deformitas

tulang punggung di mana terdapat lengkungan tulang punggung abnormal AP dan lateral

sehingga pengembangan dada dan paru-paru menjadi sangat terbatas. Pectum excavatum, atau

dada corong, adalah cekungan pada sternum, akan menimbulkan masalah restriktif pada paru-

paru hanya jika cekungannya jelas. Pectus carinatum, atau dada burung merpati, adalah suatu

deformitas yang lazim ditemukan, tetapi tidak mengganggu ventilasi.

Gambar 1. Konfigurasi dada yang lazim ditemukan.3

Menilai Laju dan Pola Respirasi

Bila menilai laju respirasi, jangan meminta pasien untuk bernapas “secara normal”.

Orang secara volunteer akan mengubah pola dan laju pernapasannya bila mereka menjadi

menjadi menyadarinya. Cara yang lebih baik adalah, setelah menghitung denyut radial, arahkan

mata Anda ke dada dan mengevaluasi pernapasan pasien sementara masih memegang

pergelangan tangannya. Pasien tidak menyadari bahwa Anda sudah tidak menghitung denyut

nadi lagi, dan perubahan napas secara volunter tidak akan terjadi. Hitunglah jumlah pernapasan

4

Page 5: Skenario 6 (Asma)

dalam periode 30 detik dan kalikanlah angkanya dengan 2 untuk mendapatkan laju pernapasan

yang akurat.

Orang dewasa bernapas kira-kira 10-14 kali semenit, Bradipnea adalah perlambatan

respirasi secara abnormal; takipnea adalah peningkatan abnormal. Apnea adalah berhentinya

pernapasan untuk sementara. Istilah hiperpnea adalah peningkatan dalamnya pernapasan,

biasanya berkaitan dengan asidosis metabolik. Dikenal pula sebagai pernapasan Kussmaul. Ada

bayak macam pola pernapasan abnormal.

Dada Posterior

Sekarang Anda harus pindah ke punggung pasien untuk memeriksa dada posterior.

Palpasi adalah “meletakkan tangan”. Palpasi dipakai dalam pemeriksaan dada untuk memeriksa

hal-hal berikut ini:

Daerah nyeri tekan

Kesimetrisan pergerakan dada

Fremitus taktil

Palpasi untuk Nyeri Tekan

Semua daerah dada harus diperiksa untuk mengetahui adanya daerah-daerah nyeri tekan.

Pukul perlahan punggung pasien dengan kepalan tangan Anda. Keluhan “nyeri dada” mungkin

hanya dengan penyakit muskuloskeletal setempat dan tidak berkaitan dengan penyakit jantung

atau paru-paru. Berlakulah dengan sangat cermat dalam memeriksa daerah-daerah nyeri tekan di

dada.

5

Page 6: Skenario 6 (Asma)

Gambar 2. Teknik memeriksa pergerakan dada posterior. A. Penempatan tangan selama ekspirasi normal. B.

Lokasi setelah inspirasi normal.3

Pemeriksaan Pergerakan Dada Posterior

Derajat simetri pergerakan dada dapat ditentukan dengan meletakkan tangan secara

mendatar pada punggung pasien dengan ibu jari sejajar dengan garis tengah kira-kira setinggi iga

ke sepuluh dan menarik kulit di bawahnya sedikit ke arah garis tengah. Pasien diminta untuk

menarik napas dalam, dan perhatikan gerakan tangan. Penyakit paru setempat dapat

menyebabkan satu sisi dada bergerak lebih sedikit ketimbang sisi lainnya. Peletakkan tangan

diperlihatkan dalam Gambar 2.

Prinsip Fremitus Taktil

Kata yang diucapkan menimbulkan getaran yang dapat didengar bila seseorang

mendengarkannya di dada dan paru-paru. Ini disebut fremitus vokal. Bila orang mempalpasi

dinding dada ketika ia sedang berbicara, getaran ini dapat dirasakan. Ini adalah fremitus taktil.

Suara dihantarkan dari laring melalui percabangan bronkus ke parenkim paru-paru dan dinding

dada. Fremitus taktil memberikan informasi yang berguna mengenai kepadatan jaringan paru-

paru dan rongga dada di bawahnya. Keadaan-keadaan yang meningkatkan penghantaran fremitus

taktil. Jika ada jaringan lemak yang berlebihan di dada, udara atau cairan di dalam rongga dada,

atau paru-paru yang mengembang secara berlebihan, fremitus taktil akan melemah.

Pemeriksaan Fremitus Taktil

Fremitus taktil dapat diperiksa dengan salah satu dari dua cara. Pada tehnik pertama

pemeriksa meletakkan sisi ulnar tangan kanan pada dinding dada, seperti terlihat pada Gambar 3,

dan meminta pasien untuk mengatakan “tujuh puluh tujuh”. Fremitus taktil dinilai, dan tangan

pemeriksa di gerakkan ke posisi yang sama pada sisi yang berlawanan. Fremitus taktil kemudian

dibandingkan dengan sisi yang berlawanan. Dengan menggerakkan tangan dari sisi ke sisi dan

dari atas ke bawah, pemeriksa dapat mendeteksi perbedaan penghantaran suara ke dinding dada.

“Tujuh puluh tujuh” adalah salah satu frasa yang dipakai karena ia menimbulkan bunyi vibrasi

yang baik. Meminta pasien untuk berbicara laebih keras atau lebih dalam akan meningkatkan

sensasi taktil. Fremitus taktil sebaiknya diperiksa pada lima atau enam lokasi seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 4.

6

Page 7: Skenario 6 (Asma)

Cara lain untuk memeriksa fremitus taktil adalah memakai ujung jari sebagai pengganti

sisi ulnar tangan. Posisi yang dipakai sama seperti diperlihatkan dalam Gambar 4: sisi ke sisi dan

atas ke bawah. Anda hanya perlu melakukan pemeriksaan dengan salah satu tehnik ini. Mula-

mula pemeriksa harus mencoba kedua cara ini untuk menentukan metode mana yang lebih

disukainya.

Gambar 3. Teknik memeriksa fremitus taktil.3 Gambar 4. Lokasi pemeriksaan fremitus

taktil pada dada posterior.3

Tabel 1 memuat daftar beberapa kelainan patologik penting yang meyebabkan perubahan pada

fremitus taktil.

Tabel 1. Fremitus Taktil.3

Prinsip Perkusi

Perkusi adalah mengetuk pada permukaan untuk menentukan struktur di bawahnyaa.

Sangat mirip dengan radar atau sistem deteksi dengan gema. Pengetukan pada dinding dada

dihantarkan ke jaringan di bawahnya, dipantulkan kembali, dan diindera oleh indera taktil dan

pendengaran pemeriksa. Bunyi yang terdengar dan sensasi taktil yang dirasakantergantung pada

7

Page 8: Skenario 6 (Asma)

rasio udara jaringan. Getaran yang ditimbulkan dengan perkusi hanya dapat menilai jaringan

paru sampai sedalam 5-6 cm, tetapi perkusi berguna karena banyak perubahan rasio udara-

jaringan segera dapat diketahui.

Perkusi di atas organ padat, seperti hati, menimbulkan bunyi redup, berlangsung singkat

dan beramplitudo rendah tanpa resonansi. Perkusi di atas struktur yang mengandung udara dan

jaringan, seperti paru-paru, menghasilkan bunyi sonor dengan amplitude lebih tinggi dan tinggi

nada lebih rendah. Perkusi di atas struktur berlubang yang berisi udara, seperti lambung,

menghasilkan bunyi timpani, dengan tinggi nada tinggi, dan bergaung. Perkusi di atas massa otot

yang besar, seperti paha, menimbulkan bunyi pekak dengan tinggi nada tinggi.

Pada dada normal, redup di atas jantung dan sonor di atas lapangan paru dapat terdengar

dan dirasakan. Ketika paru-paru berisi cairan dan menjadi lebih padat, sperti pada pneumonia,

sonor digantikan oleh redup. Istilah hipersonor dipakai untuk bunyi perkusi pada paru-paru yang

kepadatannya berkurang, seperti pada emfisema. Hipersonor adalah bunyi resonansi dengan

tinggi nada rendah, bergaung, dan terus menerus yang mendekati bunyi timpani.

Teknik Perkusi

Perkusi dada memakai jari tengah tangan kiri yang diletakkan dengan kuat pada dinding

dada sejajar dengan iga pada sela iga dengan telapak tangan dan jari lain tidak menyentuh dada

tersebut. Ujung jari tengah tangan kanan mengetuk dengan cepat dan tajam pada falang terminal

jari kirir yang berada di atas dinding dada. Gerakan jari pengetuk harus berasal adari pergelangan

tangan, bukan dari siku. Pemain tenis meja memakai gerakan ini, sebagaimana pemain tenis

lapangan harus memusatkan perhatiannya dengan menggunakan gerakan pergelangan tangan.

Tehnik perkusi ini dilukiskan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Teknik Perkusi.3

8

Page 9: Skenario 6 (Asma)

Perkusi Dada Posterior

Tempat-tempat perkusi pada dada posterior adalah di atas, di antara dan di bawah scapula

di sela iga, seperti diperlihatkan pada Gambar 6. Tulang skapula tidak diperkusi. Pemeriksa

harus mulai dari atas ke bawah, dari sisi ke sisi, dengan membandingkan satu sisi dengan sisi

lainnya.

Gambar 6. A. Memperlihatkan posisi tangan kanan yang siap melakukan perkusi. B. Memperlihatkan lokasi jari

setelah mengetuk. Perhatikanlah bahwa gerakannya dilakukan pada pergelangan tangan.3

Memeriksa Gerakan Diafragma

Perkusi dipakai pula untuk mendeteksi gerakan diafragma. Pasien diminta untuk menarik

napas dalam dan menahannya. Perkusi pada basis paru-paru kanan menentukan daerah sonor

terendah, yang mencerminkan batas diafragma terendah. Di bawah batas ini ada redup hati.

Pasien kemudian disuruh untuk mengeluarkan napas sebanyak mungkin, dan perkusinya

diulangi. Pada ekspirasi, paru-paru akan mengecil, hati akan bergerak ke atas, dan daerah yang

sama akan menjadi redup. Batas pekak telah bergerak ke atas. Perbedaan antara batas pada waktu

inspirasi dengan batas pada waktu ekspirasi merupakan gerakan diafragma, biasanya sebesar 4-5

cm. pasien dengan empfisema mempunyai gerakan diafragma yang berkurang. Pasien dengan

kelumpuhan nervus frenikus tidak mempunyai gerakan diafragma.

9

Page 10: Skenario 6 (Asma)

Gambar 7. Teknik memeriksa gerakan diafragma. Selama inspirasi, pada gambar kiri, perkusi pada sela iga ketujuh

posterior pada garis midskapular akan sonor karena adanya paru-paru di bawahnya. Selama ekspirasi, pada gambar

kanan, hati dan diafragma bergerak ke atas. Perkusi di daerah yang sama sekarang akan menghasilkan bunyi redup,

karen adanya hati di bawahnya.3

Tehnik Auskultasi

Auskultasi adalah tehnik mendengarkan bunyi yang dihasilkan di dalam tubuh.

Auskultasi dada dipakai untuk mengenali bunyi paru-paru. Stetoskop biasanya mempunyai dua

kepala: bel dan diafragma. Bel dipakai untuk mendeteksi bunyi dengan tinggi nada rendah,

sedangkan diafrgama lebih baik untuk mendeteksi bunyi dengan tinggi nada lebih tinggi . bel

harus ditempelkan secara longgar pada kulit; jika ia ditekan terlalu kuat, kulit akan berlaku

sebagai diafragma dan bunyi tinggi nada rendah akan tersaring. Sebaliknya, difragma

ditempelkan secara kuat pada kulit. Pada orang yang sangat kakhetik, bel mungkin lebih berguna

karena pemakaian diafragma lebih sulit pada pasien-pasien ini disebabkan menonjolnya iga-iga

mereka.

Gambar 8. Cara meletakkan kepala stetoskpo. A. Cara meletakkan diafragma yang tepat. Perhatikan bahwa

kepala stetoskop tersebut diletakkan dengan kuat pada kulit. B. Cara meletakkan bel. Perhatikan bahwa bel

diletakkan secara ringan pada kulit.3

10

Page 11: Skenario 6 (Asma)

Jangan mendengarkan melalui pakaian! Bel atau diafragma stetoskop harus selalu

berhubungan dengan kulit.

Jenis Bunyi Pernapasan

Bunyi pernapasan terdengar pada hampir seluruh lapangan paru. Bunyi pernapasan terdiri

dari fase inspirasi diikuti dengan fase ekspirasi. Ada empat macam bunyi pernapasan abnormal,

yaitu:

Trakeal

Bronkial

Bronkovesikular

Vesikular

Bunyi pernapsan trakeal adalah bunyi yang sangat kasar, keras, dan dengan tinggi nada

tinggi yang terdengar pada bagaian trakea ekstratoraks. Kedua komponennya kira-kira sama

panjangnya. Meskipun selalu ada bila didengarkan pada trakea, bunyi ini jarang dievaluasi

karena tidak mencerminkan problem klinis apapun juga pada paru.

Bunyi pernapasan bronkial adalah bunyi yang keras, dengan tinggi nada tinggi, seperti

udara mengalir melalui pipa. Komponen ekspirasinya lebih keras dan lebih lama ketimbang

komponen inspirasi. Bunyi ini biasanya ada bila kita mendengarkan dengan cermat, ada jeda

yang jelas di antara kedua fase.

Bunyi pernapasan bronkovesikular adalah campuran bunyi bronkial dan bunyi vesikular.

Komponen inspirasi dan ekspirasinya sama panjang. Dalam keadaan normal bunyi ini hanya

terdengar pada sela iga pertama dan kedua di bagian depan dan di atntara skapula di bagian

belakang. Ini di dekat karina dan bronkus utama.

Bunyi pernapasan vesikular adalah bunyi lemah dengan tinggi nada rendah yang

terdengar di atas kebanyakan lapangan paru. Komponen inspirasinya jauh lebih panjang

ketimbang komponen ekspirasi, yang jauh lebih lemah dan seringkali tidak terdengar.

11

Page 12: Skenario 6 (Asma)

Gambar 9. Empat macam bunyi pernapasan.3

Auskultasi Dada Posterior

Auskultasi harus dilakukan dalam lingkungan yang tenang. Pasien diminta menarik dan

mengeluarkan napas melalui mulutnya. Pemeriksa mula-mula harus memusatkan perhatian pada

panjang ekspirasi. Bila bunyi pernapasan sangat lemah, dipakai istilah jauh. Bunyi pernapasan

yang jauh lazim ditemukan pada pasien dengan paru-paru hiperinflasi, seperti pada emfisema.

Pemeriksaan harus dilakukan dari sisi ke sisi dan dari atas ke bawah, dengan

membandingkan satu sisi dengan sisi lainnya. Karena kebanyakan bunyi pernapasan mempunyai

tinggi nada tinggi, diafragma dipakai untuk memeriksa bunyi paru-paru.

Dada Anterior

Pemeriksa sekarang harus pindah ke depan pasein. Bagian pertama pemeriksaan dada

anterior dilakukan dengan pasien dalam posisi duduk, setelah itu pasien diminta untuk berbaring.

Evaluasi Posisi Trakea

Posisi trakea dapat ditentukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan di incisura

suprasternal dan menggerakkannya sedikit ke lateral untuk meraba lokasi trakea. Teknik ini

diulangi, dengan menggerakkan jari dari incisura suprasternal ke sisi lain. Ruang di antara trakea

dan klavikula harus sama. Pergeseran mediastinum dapat memindahkan trakea ke satu sisi.

Pemeriksaan Mobilitas Trakea

12

Page 13: Skenario 6 (Asma)

Gerakan trakea ke atas dipakai untuk menentukan apakah trakea terfiksasi pada

mediastinum. Teknik ini disebut tarikan trakea. Kepala pasien harus agak difleksikan, dan

tangan kiri pemeriksa harus menyokong bagian belakang kepala pasien. Tangan kanan pemeriksa

harus diletakkan sejajar dengan trakea dengan telapak tangan menghadap keluar. Jari tengah

dimasukkan ke dalam ruang krikotiroid, dan laring didorong ke atas. Laring dan trakea biasanya

bergerak kira-kira 1-2 cm. setelah menggerakkan laring ke atas, secara perlahan-lahan turunkan

sebelum melepaskan jari-jari pemeriksa. Jangan melepaskannya secara tiba-tiba dari posisinya di

bagian atas. Trakea yang terfiksasi menunjukkan fiksasi mediatinal, yang dapat terjadi pada

neoplasma atau tuberculosis. Pemeriksa harus berhati-hati untuk tidak meletakkan jari-jari yang

memeriksa secara horizontal, mendorong ke belakang atau menjatuhkan trakea. Tindakan-

tindakan ini dapat menimbulkan perasaan tidak enak pada pasien.

Sekarang mintalah pasien untuk berbaring pada punggungnya untuk pemeriksaan dada

anterior. Lengan pasien diletakkan pada sisi tubuhnya. Jika pasiennya wanita, mintalah

kepadanya untuk mengangkat payudaranya atau pindahkanlah sendiri bila perlu selama palpasi,

perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan di atas jaringan payudara.

Gambar 10. Teknik menentukan posisi trakea.3 Gambar 11. Teknik untuk memeriksa tarikan trakea.3

Pemeriksaan Pergerakan Dada Anterior

Pemeriksaan kesimetrisan pergerakan dada anterior dilakukan dengan meletakkan kedua

tangan sepanjang margi iga lateral. Suruhlah pasien untuk menarik napas dalam ketika pemeriksa

mengamati gerakan tangannya.

13

Page 14: Skenario 6 (Asma)

Gambar 12. Teknik memeriksa pergerakan dada anterior. A. Memperlihatkan penempatan tangan selama ekspirasi

normal. B. Memperlihatkan lokasinya setelah inspirasi normal.3

Pemeriksaan Fremitus Taktil

Fremitus taktil diperiksa di fosa supraklavikular dan sela iga anterior secara bergantian,

dimulai di klavikula. Teknik pemeriksaan fremitus taktil telah diuraikan di atas. Pemeriksaan

mulai dari fosa supraklavikular ke bawah, dengan membandingkan satu sisi dengan sisi lainnya.

Perkusi Dada Anterior

Perkusi dada anterior mencakup fosa supraklavikular, aksila dan sela iga anterior. Bunyi

perkusi pada satu sisi selalu dibandingkan dengan posisi yang sama pada sisi lain. Bunyi redup

mungkin timbul pada sela iga ketiga sampai kelima di bagian kiri sternum, yang berkaitan

dengan adanya jantung. Penting untuk melakukan perkusi pada aksila, karena lobus atas paling

baik diperiksa pada posisi ini. Perkusi aksila kadang-kadang lebih mudah dilakukan sementara

pasien dalam posisi duduk.

14

Page 15: Skenario 6 (Asma)

Gambar 13. Lokasi perkusi dan auskultasi pada dada anterior.3

Auskultasi Dada Anterior

Auskultasi dada anterior dilakukan pada fosa supraklavikular, aksila, dan sela iga

anterior. Teknik auskultasi telah diuraikan di atas. Bunyi pernapasan pada satu sisi dibandingkan

dengan bunyi pernapasan dada posisi yang sama di sisi lain.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:4

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal.

Eosinopil.

Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang

bronkus.

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid

dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2. Pemeriksaan darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana

menandakan terdapatnya suatu infeksi.

3. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan

menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan

peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat

komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin

bertambah.

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.

15

Page 16: Skenario 6 (Asma)

Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka

dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

4. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan

reaksi yang positif pada asma.

5. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3

bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise

rotation.

Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right bundle

branch block).

Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau

terjadinya depresi segmen ST negatif.

6. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama

serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

7. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan

sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan

spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau

nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%

menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.

Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk

menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan

spirometrinya menunjukkan obstruksi.

16

Page 17: Skenario 6 (Asma)

DIAGNOSIS BANDING

1. Bronkitis kronis

Ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling

sedikit terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita >

35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi,

menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-

tanda kor pumonal.1

2. Emfisema paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang

menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase

remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di

dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler

sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi.

3. Gagal jantung kiri

Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal

dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika

penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.

4. Pneumotoraks traumatik

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi

maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.

Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas

kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari

tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

17

Page 18: Skenario 6 (Asma)

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi

dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.

2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam

rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada

pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

DIAGNOSIS KERJA

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan laboratorium bahwa itu adalah asma

bronchial. Gejalanya timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas

bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan.

Gejala-gejala asma antara lain:

• Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop

• Batuk produktif, sering pada malam hari

• Napas atau dada seperti tertekan

• Gejalanya bersifat paroksimal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari.

Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:

• Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)

Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen

dan sifat-sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada keluarga tidak ada yang

menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan dengan pekerjaan

atau beban fisik, rangsangan psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma,

perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan peka bagi

penderita.

• Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).

Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan terhadap alergen lingkungan yang

spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial.Pada

tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada famili ada yang menderita asma,

18

Page 19: Skenario 6 (Asma)

adanya eksim pada waktu bayi, sering menderita rinitis.Di Inggris jelas penyebabya House Dust

Mite, di USA tepungsari bunga rumput

• Asma bronkial campuran (Mixed)

Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik

EPIDEMIOLOGI

Asma adalah penyebab tunggal terpenting untuk morbiditas penyakit pernapasan dan

menyebabkan 2000 kematian/tahun. Prevalensinya, sekarang sekitar 10-15%, semakin

meningkat di masyarakat Barat. Insidensi mengi tertinggi pada anak-anak (satu dari tiga anak

mengalami mengi dan satu dari tujuh anak sekolah terdiagnosis asma).5

ETIOLOGI

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan

asma bronkhial.6

a. Faktor predisposisi

Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana

cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga

dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah

terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas

saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. Genetik diturunkan dalam keluarga dan

berhubungan dengan atopi. Penelitian genetic menunjukkan adanya hubungan reseptor IgE

afinitas tinggi dan gen sitokin T-helper (Th2) (kromosom 5)

b. Faktor presipitasi

Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

ex: makanan dan obat-obatan

Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

ex: perhiasan, logam dan jam tangan

19

Page 20: Skenario 6 (Asma)

Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir

yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang

serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal

ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa

memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera

diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk

menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya

belum bisa diobati.

Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini

berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,

industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani

atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma

karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

PATOGENESIS

Meskipun terdapat ketumpangtindihan bermakna antara du kelompok, penyebab asma

dapat dibagi menjadi dua kategori utama: ekstrinsik dan intrinsik.6,7

Asma ekstrinsik (alergis) secara umum mempengaruhi anak atau remaja muda yang

sering mempunyai riwayat keluarga atau pribadi tentang alergi, bentol-bentol, ruam, dan eczema.

Hasil dari tes kulit biasanya positif pada alergen spesifik, yang menunjukkan kemungkinan

bahwa asma ekstrinsik adalah alergis. Obstruksi pernapasan akut, tekanan pada aliran udara, dan

turbulensi dari aliran udara dikaitkan dengan tiga respons berikut : 1) spasme bronkus, yang

melibatkan irama peremasan jalan napas oleh otot yang mengitarinya; 2) produksi mukus kental

yang banyak; dan 3) respons inflamasi, yang mencakup peningkatan permeabilitas kapiler dan

edema mukosa.

20

Page 21: Skenario 6 (Asma)

Asma intrinsik (idiosinkratik) biasanya mempengaruhi orang dewasa, termasuk mereka

yang tidak mengalami asma atau alergi sebelum usia dewasa tengah. Riwayat pribadi atau

keluarga negative untuk alergi, eksema, bentol-bentol, dan ruam.

Asma ringan sampai sedang dikarakteristikan dengan kontraksi otot polos saluran napas,

edema mukosa, infiltrasi seluler, dan sumbatan mukus dalam lumen saluran napas, yang

merupakan faktor yang berkontribusi pada bronkokonstriksi dan hiperaktivitas saluran napas.

Hal ini dihasilkan dari hiperrespons otot polos dan trakeobronkial terhadap ransangan mekanik

kimia, lingkungan, alergik (asma ekstrinsik), farmakologik, atau ransangan yang tidak diketahui.

Hipotesis Mc Fadden (1986) menyatakan bahwa pada perangsangan saluran napas

penderita asma akan terjadi reaksi pada sel-sel sasaran, yaitu sel mastosit dan basofil yang

membebaskan mediator aktif reaksi alergi yang menyebabkan terjadinya reaksi lambat dan reaksi

cepat pada saluran napas.

1. Reaksi cepat, timbul beberapa menit sampai 2 jam (maksimum) berupa pembebasan

mediator reaksi alergi dari sel mast. Reaksi cepat terutama menyebabkan bronkospasme.

2. Reaksi lambat, timbul setelah 3-5 jam kemudian. Pada reaksi lambat ini juga terjadi

spasme bronkus yang disertai dengan edema mukosa dan inflamasi saluran napas,

mencapai maksimum setelah 4-8 jam dan menghilang setelah 8-12 jam atau lebih lama.

Reaksi lambat ini berupa reaksi inflamasi (peradangan saluran napas karena infiltrasi sel

radang terutama sel eosinofil), hiperreaktivitas saluran napas dan bronkospasme.

Peningkatan hiperreaktivitas saluran napas timbul 8 jam setelah perangsangan dengan

alergen atau stimulus lain dan menetap atau bertambah berat sampai beberapa hari,

bahkan dapat sampai beberapa minggu. Bila terjadi peningkatan hiperreakitvitas bronkus,

akan terjadi peningkatan sensitivitas terhadap stimulasi non-alergik, seperti asap, debu,

udara dingin, kerja fisik, emosi, histamin, metakolin, dan toluen diisosianat. Inilah yang

menyebabkan penyakti asma makin memberat.

21

Page 22: Skenario 6 (Asma)

Gambar 14. Hipotesis terjadinya bronkokonstriksi.7

Asma Sebagai Suatu Penyakit Inflamasi

Sekarang terdapat bukti yang meyakinkan bahwa beberapa jenis sel inflamasi, seperti sel

mastosit, makrofag, eosinofil, limfosit dan sel-sel epitel termasuk dalam patogenesis asma.

Banyak sekali mediator inflamasi yang telah dibuktikan dalam asma, termasuk histamin,

produk siklooksigenase (prostaglandin, leukotrien, dan sitokin), produk lipooksigenase, platelet

activating factors, kinin, adenosin, komplemen, serotonin, faktor kemotaktik, dan oksigen

radikal, yang memperantarai respons awal asmatik, termasuk bronkokonstriksi, edema mukosa,

sekresi mukus, dan respo asma akhir berupa infiltrasi selular, kerusakan epitel, dan hiperaktivitas

saluran napas.

Pada asma berat terjadi hipertrofi otot polos saluran napas dan kelenjar sekretori,

pengelupasan epitelium, dan terlihat pula adanya penebalan lamina propria. Mekanisme yang

mendasari patogenesis asma bersifat multifaktorial; tetapi sebagian besar dipicu oleh degranulasi

sel mastosit dan diikuti dengan pembebasan mediator-mediator inflamasi.

Pada asma ekstrinsik, mekanisme yang mendasari bronkokonstriksi berawal ketika

pemicu pertama menyebabkan pasien mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen, seperti

inhalasi polen yang kemudian dicerna oleh lisozim mukosa membebaskan protein yang larut

dalam air. Absorpsi protein-protein ini menghasilkan pembebasan imunoglobin spesifik (IgE)

oleh sel-sel plasma jaringan limfoid dalam saluran napas. IgE yang terbebas ini menempel pada

22

Page 23: Skenario 6 (Asma)

permukaan sel-sel mastosit dan sel basofil. Pada pemaparan berikutnya terhadap polen yang

sama pada pasien atopik akan menimbulkan reaksi alergik. Pada waktu ini terjadi, dengan

adanya antigen, sel-sel mastosit yang mengandung IgE yang telah disensitisasi membebaskan

zat-zat farmakologik aktif (mediator), seperti hisatamin slow reaction substance of anaphylaxis

(SRS-A) eosinophilic chemotactic factor of anaphylaxis, serotonin, kinin, dan prostaglandin. Zat

ini memberikan efek vasodilatasi, sekresi mukus yang kental, edema mukosa (vasodilatasi),

inflamasi, bronkokonstriksi, dan kombinasi dari faktor-faktor ini menimbulkan obstruksi

bronkial diikuti oleh gejala-gejala khas asma bronkial. Infeksi juga mempunyai potensi untuk

menimbulkan bronkokonstriksi yang disebabkan oleh edema dan inflamasi. Senyawa seperti

kromolin natrium yang mencegah pembebasan mediator merupakan zat profilaksis yang sangat

berguna dalam pengelolaan asma.

Mekanisme Neurogenik

Sistem saraf otonom juga memiliki peranan penting dalam pengaturan otot polos

bronkial, pembuluh darah bronkial, dan kelenjar bronkial. Stimulasi serabut parasimpatik (vagus)

menyebabkan vasodilatasi, bronkokonstriksi, dan meningkatkan sekresi kelenjar. Oleh karena

itu, jelaslah bahwa obat kolinomimetik; seperti metakolin, dikontraindikasikan pada pasien

dengan asma bronkial. Stimulasi serabut simpatik (sisi reseptor beta-2) menimbulkan dilatasi

bronkial dan mengurangi sekresi kelenjar. Agonis beta-adrenergik (misalnya terbutalin)

merupakan obat antiasma yang paling berguna.

Patofisiologi dispnea. Hipoksia dan hiperkapnia menyebabkan dispnea yang berat. Prinsip

utama terapi dispnea adalah pengobatan penyakit dasar. Pada pasien asma, pemberian

bronkodilator dapat menghilangkan dispnea secara komplet, namun pada pasien dengan

obstruksi saluran napas menahun dispnea tidak dapat dihilangkan secara komplet.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas

bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan.

Gejala-gejala asma antara lain:8

1. Dispnea yang bermakna.

2. Batuk, terutama di malam hari.

23

Page 24: Skenario 6 (Asma)

3. Pernapasan yang dangkal dan cepat.

4. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar hanya saat

ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.

5. Peningkatan usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan kondisi,

napas cuping hidung.

6. Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat udara yang cukup.

7. Udara terperangkap karena obstruksi aliran udara, terutama terlihat selama ekspirasi pada

pasien asma. Kondisi ini terlihat denganmemanjangnya waktu ekspirasi.

8. Di antara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi, dalam

pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat bahkan di antara serangan pada

pasien yang memiliki asma persisten.

Tabel 2. Manifestasi klinis dan patofisiologi dasar asma.8

PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi asma adalah:2

1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.

2. Mencegah kekambuhan.

3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.

4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise.

5. Menghindari efek samping obat asma.

6. Mencegah obstruksi jalan napas yang ireversibel.

24

Page 25: Skenario 6 (Asma)

Tabel 3. Pengobatan asma jangka panjang berdasarkan berat penyakit.2

Derajat Asma Obat Pengontrol (Harian) Obat Pelega

Asma Persisten Tidak perlu Bronkodilator aksi

singkat, yaitu inhalasi

agonis β2 bila perlu.

Intensitas pengobatan

tergantung berat

eksaserbasi.

Inhalasi agonis β2 atau

kromolin dipakai sebelum

aktivitas atau pajanan

alergen.

Asma Persisten Ringan Inhalasi kortikosteroid

200-500 μg/ kromolin/

nedokromil atau teofilin

lepas lambat.

Bila perlu ditingkatkan

sampai 800 μg atau

ditambahkan bronkodilator

aksi lama terutama untuk

mengontrol asma malam.

Dapat diberikan agonis β2

aksi lama inhalasi atau oral

atau teofilin kepas lambat.

Inhalasi agonis β2 aksi

singkat bila perlu dan

tidak melebihi 3-4 kali

sehari.

Asma Persisten Sedang Inhalasi kortikosteroid

800-2000 μg

Bronkodilator aksi lama

terutama untuk mengontrol

asma malam, berupa

agonis β2 aksi lama

Inhalasi agonis β2 aksi

singkat bila perlu dan

tidak melebihi 3-4 kali

sehari.

25

Page 26: Skenario 6 (Asma)

inhalasi atau oral teofilin

lepas lambat.

Asma Persisten Berat Inhalasi ortikosteroid 800-

2000 μg atau lebih.

Bronkodilator aksi lama,

berupa agonis β2 inhalasi

atau oral atau teofilin lepas

lambat.

Kortikosteroid oral jangka

panjang

Yang termasuk obat antiasma adalah:

1. Bronkodilator.

a. Agonis β 2

Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan feneterol

memiliki lama kerja 4-6 jam, sedangkan β 2 long-acting bekerja lebih dari 12 jam,

seperti salmeterol, formoterol, bambuterol, dan lain-lain. Banyak aerosol dan inhalasi

memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu

sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.

b. Metilxantin.

Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengan

konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan dengan

pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.

c. Antikolinergik.

Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsic dari saluran napas.

2. Antiinflamasi.

Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan napas dan mempunyai efek supresi dan

profilaksis.

a. Kortikosteroid.

26

Page 27: Skenario 6 (Asma)

b. Natrium kromolin (sodium cromoglycate) merupakan antiinflamasi nonsteroid.

Terapi awal yaitu:

1. Oksigen 4-6 liter/menit.

2. Agonis β 2 ( Salbutamol 5 mg atau Feneterol 2,5 mg atau Terbutalin 10 mg) inhalasi

nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian

agonis β 2 dapat secara subkutan atau iv dengan dosis Salbutamol 0,25 mg atau

Terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan diberikan perlahan.

3. Aminovilin bolus iv 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam

sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.

4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg iv jika tidak ada respon segera pasien sedang

menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

Respon terhadap terapi awal baik, jika didapatkan keadaan berikut:

Respons menetap selama 60 menit setelah pengobatan.

Pemeriksaan fisik normal.

Arus puncak ekspirasi (APE) > 70%

Jika respons tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka pasien sebaiknya dirawat di

rumah sakit.

Terapi asma kronik adalah sebagai berikut:

1. Asma ringan: agonis β2 inhalasi bila perlu atau agonis β2 oral sebelum exercise atau

terpapar alergen.

2. Asma sedang: antiinflamasi setiap hari dan agonis β2 inhalasi bila perlu.

3. Asma berat: steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis β2 long acting,

steroid oral selang sehari atau dosis tunggal harian dan agonis β2 inhalasi sesuai

kebutuhan.

KOMPLIKASI

27

Page 28: Skenario 6 (Asma)

Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang mengancam

jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi pada beberapa individu. Pada

kasus ini, kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan meningkat, kebutuhan

oksigen juga meningkat. Karena individu yang mengalami serangan asma tidak dapat memenuhi

kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen

yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme

bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat menyebabkan

pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan,

dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian.8

PROGNOSIS

Sejalan dengan bertambahnya usia anak, sebagian besar anak akan mengalami perbaikan.

Pada anak-anak prasekolah yang mengalami mengi hanya pada saat pilek, mungkin gejala akan

menghilang setelah usia 5-8 tahun. Secara umum, semakin berat suatu asma maka perbaikan

akan tercapai pada usia yang lebih tua. Asma mungkin berulang pada masa dewasa, dan remaja

sebaiknya tidak merokok dan menghindari alergen potensial di tempat bekerja.9

PREVENTIF

1. Penyuluhan pasien penting untuk keberhasilan penatalaksanaan, khususnya penjelasan

mengenai pemicu, penggunaan dan peran obat-obatan dan bagaimana mendeteksi dan

bereaksi terhadap perburukan.5

2. Menghindari pemicu lingkungan atau alergen penting, terutama menghindari asap rokok.5

KESIMPULAN

Pengelolaan penderita asma akut dan status asmatikus, apalagi yang menunjukkan tanda

yang sudah mengancam jiwa penderita, hendaknya dilaksanakan di Unit Pelayanan Kesehatan

yang memiliki tenaga medic yang sudah berpengalaman dan fasilitas yang memadai.4

DAFTAR PUSTAKA

28

Page 29: Skenario 6 (Asma)

1. Grabber MA, Toth PP, Robert L. Buku saku kedokteran keluarga. Edisi ke-3. Jakarta:

EGC; 2006.h.151-2.

2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta

kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2000.h.456-62.

3. Swartz MH. Bukua ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 1995.h.161-75.

4. Bakta IM, Suastika IK. Gawat darurat di bisang penyakit dalam. Jakarta: EGC;

1999.h.43-51.

5. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga;2005.h.178-80.

6. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;2008.h.571-86.

7. Tambayong J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC;2000.h.97-100.

8. Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.566-71.

9. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;2008.h.126-9.

29