skenario 5

17
BAB I PENDAHULUAN I.A Latar Belakang Fraktur merupakan kasus yang sering terjadi pada masyarakat. Fraktur dapat terjadi akibat berbagai hal seperti jatuh, kecelakaan, maupun patologis. Di Indonesia, kasus kecelakan sangat tinggi, sehingga pasien yang mengalami fraktur juga tinggi bahkan banyak yang hingga mengalami kematian. I.B Tujuan Adapun pembuatan tulisan ini memiliki beberapa tujuan. Beberapa tujuan tersebut adalah: 1. Sebagai persyaratan pemenuhan tugas Mandiri PBL 2. Memperdalam ilmu mengenai fraktur 3. Memperdalam ilmu mengenai cara penanganan darurat terhadap korban fraktur 4. Meningkatkan ilmu mengenai diagnosis, penanganan, serta dan pencegahan fraktur 1

Upload: abraham-bayu-theodoron

Post on 13-Aug-2015

17 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 5

BAB I

PENDAHULUAN

I.A Latar Belakang

Fraktur merupakan kasus yang sering terjadi pada masyarakat. Fraktur dapat terjadi

akibat berbagai hal seperti jatuh, kecelakaan, maupun patologis. Di Indonesia, kasus kecelakan

sangat tinggi, sehingga pasien yang mengalami fraktur juga tinggi bahkan banyak yang hingga

mengalami kematian.

I.B Tujuan

Adapun pembuatan tulisan ini memiliki beberapa tujuan. Beberapa tujuan tersebut

adalah:

1. Sebagai persyaratan pemenuhan tugas Mandiri PBL

2. Memperdalam ilmu mengenai fraktur

3. Memperdalam ilmu mengenai cara penanganan darurat terhadap korban fraktur

4. Meningkatkan ilmu mengenai diagnosis, penanganan, serta dan pencegahan fraktur

1

Page 2: Skenario 5

BAB II

PEMBAHASAN

II. A Anamnesis

Hal yang perlu ditanyakan pada pasien yang datang dengan keluhan pada

ekstremitasnya adalah:

- Riwayat penyebab, seperti jatuh, ditabrak, atau riwayat penyakit

- Kapan terjadi trauma

- Dimana letak trauma

- Arah trauma

- Berat/ringan trauma

- Lokasi yang dirasa nyeri

- Keluhan apa saja yang dirasakan pasien

- Gerakan apa saja yang dapat dan tidak dapat dilakukan setelah trauma terjadi

- Gejala yang muncul seperti demam, bengkak, dan lain-lain

- Dan lain-lain

II.B Pemeriksaan

Pemeriksaan terbagi dua, yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik

- Inspeksi

Lihat apakah ada deformitas seperti penonjolan abnormal, angulasi, rotasi, dan

pemendekan. Cari functio lesa (hilangnya fungsi), bandingkan antara sinistra dan

dextra apakah ada kelainan atau tidak seperti panjang pendek kedua

ekstermitas .

2

Page 3: Skenario 5

- Palpasi

Merasakan adanya nyeri tekan atau tidak, namun selain di tempat trauma

(selain pemeriksaan nyeri sumbu) karena kalau tidak akan menambah trauma.

Merasakan adanya kalor atau tidak sebagai salah satu gejala inflamasi.

- Pemeriksaan Gerak

Menguji kemampuan gerak ekstremitas dengan tes gerak sendi normal. Pada

ekstremitas normal, tidak akan menemukan kesulitan untuk melakukannya.

Perhatikan adanya krepitasi atau tidak, nyeri saat digerakkan, serta seberapa

jauh gangguan-gangguan fungsi gerak yang ditimbulkan oleh fraktur (range of

motion) serta kekuatan ekstremitas sendiri.

- Pemeriksaan Khusus

Menguji gerakan sendi dengan gerakan yang khusus dapat dilakukan oleh

ekstremitas yang tanpa mengalami gangguan/masalah.

Pemeriksaan penunjang

- Ronsen

Menerapkan hukum DUA, yaitu: dua sendi (proksimal dan distal dari letak

trauma), dua sisi (anterior proksimal dan lateral), serta dua ekstremitas yang

serupa (sebagai perbandingan, ekstremitas sinistra dan destra).

- MRI

- CT-Scan

- APTT dan APP

II.C Diagnosis

Working Diagnosis

Diagnosis fraktur dapat ditegakkan dengan melihat tanda pasti fraktur yaitu

angulasi, false movement, rotasi, dan krepitasi. Jika keempat hal tersebut terdapat pada

trauma seseorang maka dapat dipastikan terjadi fraktur. Apabila dari luar tidak tampak

keempat tanda pasti fraktur, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti

ronsen, CT-Scan, MRI, dll.

3

Page 4: Skenario 5

Differential Diagnosis

Fraktur hampir tidak memiliki differential diagnosis. Namun kelainan yang sering

menyertai atau mirip dengan fraktur adalah dislokasi. Dislokasi merupakan keadaan

dimana keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya.1 Dislokasi merupakan

suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera.

II.D Etiologi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.1 Fraktur dapat

merupakan keadaan patologis jika pada dasarnya dalam tubuh seseorang (di skelet)

terdapat patogen seperti virus atau karsinoma atau fraktur tanpa riwayat trauma.

Namun fraktur tidak dikatakan fraktur patologis apabila fraktur didapatkan oleh

intervensi luar.

II.E Epidemiologi dan Faktor Risiko

Fraktur sering terjadi pada lansia (lanjut usia, >65 tahun) yang umumnya telah

mengalami degenerasi sehingga terdapat penyakit degeneratif pada rangka skelet.

Penyakit degeneratif seperti osteoporosis, osteoarthritis dapat menyebabkan ketidak

seimbangan dalam bergerak serta tulang yang rapuh. Dengan kondisi yang demikian,

apabila terjatuh tulang menjadi mudah fraktur.

Selain itu fraktur juga sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda (<20

tahun) yang sedang aktif dan selalu ingin mencoba sesuatu. Fraktur sering terjadi ketika

anak-anak sedang bermain di tempat yang tinggi seperti ayunan, atau jatuh dari

sepeda. Sedangkan kasus fraktur lainnya sering didapati pada korban kecelakaan atau

pada keadaan fraktur patologis (misalnya sarcoma).

Tercatat terdapat sekitar 14% kasus fraktur radius distal dari total seluruh kasus

fraktur.2 Jika dibandingkan, kasus fraktur pada antebrachii pada anak-anak jauh lebih

4

Page 5: Skenario 5

banyak daripada fraktur antebrachii pada lansia yang lebih banyak mengalami fraktur

column femoris.

II.F Patofisiologi

Tulang merupakan bagian tubuh yang tersusun dari dua macam material. 3 Yang

pertama merupakan material ekstraselular organic yang terdiri dari kolagen (sekitar 30-

35% dari berat tulang) yang menyusun tulang sehingga fleksibel dan ketahanan tulang.

Sedangkan material kedua adalah kalsium dan garam fosfor, terutama hidroksi apatit

[Ca10(PO4)6(OH)2] yang berjumlah sekitar 65-70% dari berat tulang dan berperan dalam

penyusun keras dan kekakuan tulang. Secara mikroskopis tulang dapat dibedakan

menjadi tulang pipih (lamellar) dan tulang panjang (woven).

Tulang mulai terbentuk saat janin. Ketika anak-anak, tulang tumbuh memanjang

dan membesar sesuai dengan asupan nutrisi, lingkungan, serta faktor genetik keluarga.

Pada anak-anak, pertumbuhan tulang dapat optimal karena adanya lempeng epifisis

(epiphyseal growth plate). Lempeng epifisis merupakan lapisan dimana sel mesenkim

berdiferensiasi dan tersusun sebagai tulang. Umumnya lempeng epifisis akan terus aktif

hingga puber (perempuan hingga datang menstruasi dan sekitar <17 tahun, laki-laki

sekitar <21 tahun). Umumnya setelah melewati masa puber, seseorang tidaklah lagi

mengalami pertumbuhan yang signifikan karena lempeng epifisis akan menghilang dan

selebihnya mengalami perkembangan.

Fraktur merupakan keadaan dimana tulang tidak lagi bersatu (non-union),

keadaan yang sering disebut sebagai patah tulang. Fraktur dapat disebabkan berbagai

hal, namun untuk terjadinya fraktur hanyalah membutuhkan satu syarat, yaitu adanya

beban yang diterima tulang melebihi kekuatan topang tulang.2

Fraktur Tertutup (closed)

Jika tidak adanya celah antara fraktur dengan lingkungan luar, tidak terdapatnya

luka seperti sobek di tempat fraktur.

Fraktur Terbuka (open/compound)

5

Page 6: Skenario 5

Jika terdapatnya celah antara fraktur dengan lingkungan luar karena adanya luka di

kulit pada tempat fraktur.

- Derajat I

Dengan ciri-ciri seperti luka <1cm, kerusakan jaringan lunak sedirik, tak ada

tanda luka remuk, fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif

ringan, serta kontaminasi minimal.

- Derajat II

Dengan cirri-ciri luka >1cm, ada kerusakan jaringan lunak namun tidak luas,

flap/avulse, merupakan fraktur kominutif sedang serta terdapat kontaminasi

sedang.

- Derajat III

Dengan cirri-ciri terdapat kerusakan jaringan lunak yang luas pada kulit, otot,

serta neurovascular serta adanya kontaminasi berat.

Selain kriteria berat-ringannya fraktur, fraktur dibagi menjadi beberapa keadaan

lain, yaitu:

- Komplit/tidak komplit

Komplit bila garis patahan melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang.

Tidak komplit (incomplete) bila garis patah tidak melalui seluruh

penampang tulang, seperti hairline fracture, Buckle Fracture atau torus

fracture, green stick fracture (pada tulang panjang anak-anak).

- Bentuk garis fraktur yang berhubungan dengan mekanisme trauma

Garis patah melintang : trauma angulasi atau langsung

Garis patah oblik : trauma angulasi

Garis patah spiral : trauma rotasi

Fraktur avulsi : trauma tarikan/traksi otot pada insersi di tulang

- Jumlah garis fraktur

Fraktur kominutif : lebih dari satu dan saling berhubungan

Fraktur segmental : lebih dari satu, tidak berhubungan

Fraktur multiple : lebih dari satu, di tulang berlainan

6

Page 7: Skenario 5

- Pergeseran yang terjadi

Displaced : terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur

Ad longitudinam cum contractionum dan distructionum, dislokasi ad

axim, dislokasi ad latus

Undisplaced : garis patah komplit namun fragmen tidak bergeser serta

periosteum tetap utuh.

- Komplikasi/tanpa komplikasi

Fraktur dapat terjadi pada distal, proksimal, maupun tengah tergantung arah

trauma.

Fraktur Antebrachii

Antebrachii terdiri dari dua tulang, yaitu radius dan ulna.4 Fraktur antebrachii

sering dikarenakan jatuh yang menyebabkan tangan tertarik ke depan maupun ke

belakang.5 Umumnya kedua tulang mengalami patah secara bersamaan, namun ada

kalanya hanya salah satu yang mengalami fraktur. Hal tersebut dapat dikarenakan

trauma secara langsung.

Dua tipe fraktur antebrachii:

Monteggia

Fraktur pada ulna dengan dislokasi pada radius proksimal

Galeazzi

Fraktur pada radius dengan dislokasi pada ulna distal

Smith’s fraktur/ reverse Colles’ fracture

Fraktur dengan angulasi pada radius distal dengan pergelangan tangan dan tangan

terputar.

Barton’s fracture

Fraktur dengan dislokasi dengan fraktur intraartikular pada carpal dan pada radius distal.

Chauffeur’s fracture

Fraktur pada stiloideus radius

7

Page 8: Skenario 5

Ketika terjadi fraktur, pembuluh darah di dalamnya mungkin saja terkena

sehingga tulang mengalamai avaskular serta akan terdapat bagian tulang yang nekrosis.

Namun tulang merupakan bagian tubuh yang terus melakukan sirkulasi (resorpsi dan

pembentukan) sehingga tulang dapat kembali pulih apabila ditangani dengan baik.

Kasus fraktur pada anak-anak umumnya lebih cepat untuk pulih karena pada

anak-anak sedang masa pertumbuhan dimana metabolisme baik. Penyembuhan fraktur

pada umumnya melewati lima tahap, yaitu trauma, inflamasi, pembentukan kalus halus,

pembentukan kalus kasar, dan remodeling. 2,5

Trauma merupakan awal, dimana fraktur terjadi. Ketika fraktur terjadi

menyebabkan hematoma di tempat fraktur, nekrosis di ujung fraktur, serta infiltrat

inflamasi. Jaringan granulasi secara berkala menggantikan hematoma, fibroblast

menghasilkan kolagen dan osteoklas mulai meresorpsi bagian tulang yang nekrosis.

Rasa sakit dan bengkak yang dihasilkan menjadi sinyal terjadinya tahap pembentukan

kalus halus. Tahap ini ditandai dengan ciri khas peningkatan vaskularitas dan

pembentukan tulang kartilago baru. Tahap selanjutnya ditandai dengan jaringan

kartilago atau fibrosa menyatukan fragmen-fragmen. Kemudian kartilago berubah

menjadi woven bone. Secara klinis, pada tahapan ini tulang sudah terlihat pulih. Tahap

akhir menunjukkan adanya remodeling dari woven bone menjadi lamellar bone dan

pembentukan kembali kanalis medularis.

II.G Penatalaksanaan

Penanganan fraktur merupakan tindakan yang agresif.1-5 Sehingga tindakan

tersebut harus dilakukan secepat mungkin. Umumnya pasien dengan kasus fraktur

datang dengan keadaan luka luar sehingga perlu dilakukan debrideman. Untuk pasien

gawat darurat, perlu dilakukan tindakan medis seperti pemeriksaan jalan napas

(airway), proses pernapasan (breathing), serta sirkulasi apakah terjadi syok apa tidak

sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat.

Golden period dari fraktur adalah 1-6 Jam.6 Jika lewat dari 6 jam, maka

komplikasi dari infeksi akan segera menyebar dan dapat menyebabkan odem di

8

Page 9: Skenario 5

jaringan lunak. Ketika odem terjadi, kita tidak dapat melakukan tindakan untuk

menangani fraktur. Yang dapat dilakukan adalah penanganan pada jaringan lunak yang

mengalami odem.

Medika Mentosa

Pada kasus fraktur, pasien akan merasakan sakit terutama jika fraktur hebat.

Terkadang rasa sakit tersebut tidak tertahankan sehingga perlu dibantu dengan

obat-obatan analgesic seperti dari golongan NSAID.7 Pada trauma berat, sangat

mungkin untuk diberikan obat analgesic golongan opioid.

Selain itu untuk membantu mempercepat pemulihan tulang dibantu dengan banyak

mengkonsumsi kalsium dan vitamin D baik dari makanan maupun suplemen

tambahan.

Non-Medika Mentosa

Tulang yang fraktur memanglah dapat pulih dengan sendirinya. Namun apabila

dibiarkan saja, maka hasilnya mungkin tidak akan baik seperti semula tampak

luarnya.

Terdapat dua terapi yang dapat dilakukan untuk membantu, yaitu konservatif dan

operatif.

- Terapi konservatif terdiri dari proteksi, imobilisasi, reposisi, traksi

Tujuan utama dari terapi konservatif adalah untuk mengurangi rasa sakit dari

gerakan tulang yang fraktur, membantu union tetap dalam posisi yang sesuai,

memungkinkan pergerakan dini, serta mengembalikan fungsi normal. Selain itu juga

untuk melindungi fraktur dari intervensi yang memungkinkan terganggunya

pemulihan tulang seperti trauma kembali, infeksi lanjutan dari udara luar.

Umumnya yang digunakan pada fraktur adalah bidai (splint). Namun pada kondisi

gawat dan mendesak (seperti di jalanan) dapat digunakan badan atau ekstremitas

kontralateral (untuk fraktur pada ekstremitas bawah) sebagai pengganti bidai.

- Terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka fiksasi interna, reposisi tertutup dengan

kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna.

Yang dimaksud dengan reposisi terbuka adalah dengan melakukan tindakan bedah,

membuka jaringan lunak pada tempat fraktur kemudian membetulkan tulang yang

fraktur. Kemudian reposisi tertutup adalah dengan melakukan tindakan bedah

tanpa membuka jaringan lunak. Caranya dengan dibantu monitor. Sedangkan fiksasi

9

Page 10: Skenario 5

interna adalah dengan menggunakan bantuan plate and screw untuk tulang-tulang

atau fragmen yang kecil dan pendek. Sedangkan untuk tulang-tulang panjang dan

besar dapat digunakan nail serta Kirschner wire.1-3

II.H Komplikasi

Kasus fraktur dapat menyebabkan komplikasi. Yang paling sering berupa

sambungan yang tidak sesuai posisi (malunion), cidera nervus (nerve injury), cidera

tendon (tendon injury), kekakuan (stiffness), dan distrofi refleks simpatik.4 Komplikasi

lain yang mungkin terjadi adalah emboli lemak akibat cidera pada pembuluh darah.

Selain itu penanganan yang terlambat pada fraktur terbuka juga dapat

menyebabkan infeksi sekunder seperti adanya emboli udara oleh Clostridium

perforinges. Penanganan yang tidak sesuai prosedur, misalnya melakukan tindakan

operasi ketika jaringan lunak pada fraktur masih dalam keadaan odem. Hal tersebut

dapat menyebabkan jaringan lunak rusak dan tidak dapat diperbaiki.

II. I Prognosis

Prosedur penanganan yang dilakukan, waktu pelaksanaan, usia pasien, serta

faktor lain dapat mempengaruhi prognosis kasus fraktur. Adapun prognosis fraktur

pada anak-anak adalah baik dan tidak mengganggu pertumbuhan tulang (artinya tulang

masih dapat tumbuh panjang) selama lempeng epifisis tetap dalam keadaan yang baik.

Namun harus berhati-hati jika terdapat emboli.

II.J Pencegahan

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya fraktur antara lain

cukup mengkonsumsi vitamin D, Kalsium, dan fosfor sehingga matriks tulang lebih

kokoh. Kemudian selalu mengenakan pengaman saat melakukan aktivitas yang berisiko

tinggi.

10

Page 11: Skenario 5

BAB III

KESIMPULAN

Ketika pasien datang denga keluhan nyeri pada ekstremitaas hal yang perlu

ditanyakan adalah riwayat kemungkinan penyebab terjadinya keluhan. Selain itu perlu

dilakukan pemeriksaan fisik berupa inspeksi, palpasi, pemeriksaan sendi normal, serta

pemeriksaan khusus. Penting untuk melakukan pemeriksaan penunjang seperti ronsen,

CT-Scan, atau MRI untuk menegakkan apa permasalahannya. Namun jika terdapat

tanda seperti angulasi, rotasi, gerakan yang salah, serta pemendekan, dapat dipastikan

bahwa itu adalah fraktur. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas

jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

Dapat terjadi akibat adanya beban yang menimpa melebihi kekuatan tulang.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua yaitu medika mentosa (penggunaan

analgesik serta mengkonsumsi banyak kalsium dan vitamin D) dan non medika mentosa

(konservatif dan operatif). Fraktur dapat menyebabkan komplikasi seperti sambungan

yang tidak sesuai posisi (malunion), cidera nervus (nerve injury), cidera tendon (tendon

injury), kekakuan (stiffness), dan distrofi refleks simpatik. Komplikasi lain yang mungkin

terjadi adalah emboli lemak akibat cidera pada pembuluh darah. Prognosis fraktur pada

anak-anak umumnya baik dan tulang tetap dapat tumbuh memanjang selama lempeng

epifisis baik. Fraktur dapat dicegah dengan cukup mengkonsumsi vitamin D, kalsium,

dan fosfor serta menggunakan pengaman saat melakukan aktivitas berisiko tinggi.

11

Page 12: Skenario 5

Daftar Pustaka

1. Skinner HB. Current diagnosis and treatment; orthopedics. 4th Ed, International

Ed. USA : McGraw-Hill. 2006. Pg 104-9.

2. Way LW, Doherty GM. Current; surgical diagnosis and treatment. 11th Ed,

International Ed. USA : McGraw-Hill. 2003. Pg 1144-284.

3. Springfiel D. Orthopedics. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,

Hunter JG, Pollock RE. Schwartz’s principles of surgery. USA : McGraw-Hill. 2005.

Pg. 1697-700.

4. Bell S, Elbow and Brukner P, Khan K. Clinical sports medicine. 3rd Ed. Australia :

McGraw-Hill. 2005. Pg 303-6.

5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Media Aeskulapius. 2000. Hal. 346-52.

6. Alatas A, Hassan R. Buku kuliah 3; ilmu kesehatan anak. Edisi 11. Jakarta :

Infomedika Jakarta. 2007. Hal. 955-61.

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Edisi 4, Jilid I. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal. 904-6.

12