Download - Skenario 5
BAB I
PENDAHULUAN
I.A Latar Belakang
Fraktur merupakan kasus yang sering terjadi pada masyarakat. Fraktur dapat terjadi
akibat berbagai hal seperti jatuh, kecelakaan, maupun patologis. Di Indonesia, kasus kecelakan
sangat tinggi, sehingga pasien yang mengalami fraktur juga tinggi bahkan banyak yang hingga
mengalami kematian.
I.B Tujuan
Adapun pembuatan tulisan ini memiliki beberapa tujuan. Beberapa tujuan tersebut
adalah:
1. Sebagai persyaratan pemenuhan tugas Mandiri PBL
2. Memperdalam ilmu mengenai fraktur
3. Memperdalam ilmu mengenai cara penanganan darurat terhadap korban fraktur
4. Meningkatkan ilmu mengenai diagnosis, penanganan, serta dan pencegahan fraktur
1
BAB II
PEMBAHASAN
II. A Anamnesis
Hal yang perlu ditanyakan pada pasien yang datang dengan keluhan pada
ekstremitasnya adalah:
- Riwayat penyebab, seperti jatuh, ditabrak, atau riwayat penyakit
- Kapan terjadi trauma
- Dimana letak trauma
- Arah trauma
- Berat/ringan trauma
- Lokasi yang dirasa nyeri
- Keluhan apa saja yang dirasakan pasien
- Gerakan apa saja yang dapat dan tidak dapat dilakukan setelah trauma terjadi
- Gejala yang muncul seperti demam, bengkak, dan lain-lain
- Dan lain-lain
II.B Pemeriksaan
Pemeriksaan terbagi dua, yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
Lihat apakah ada deformitas seperti penonjolan abnormal, angulasi, rotasi, dan
pemendekan. Cari functio lesa (hilangnya fungsi), bandingkan antara sinistra dan
dextra apakah ada kelainan atau tidak seperti panjang pendek kedua
ekstermitas .
2
- Palpasi
Merasakan adanya nyeri tekan atau tidak, namun selain di tempat trauma
(selain pemeriksaan nyeri sumbu) karena kalau tidak akan menambah trauma.
Merasakan adanya kalor atau tidak sebagai salah satu gejala inflamasi.
- Pemeriksaan Gerak
Menguji kemampuan gerak ekstremitas dengan tes gerak sendi normal. Pada
ekstremitas normal, tidak akan menemukan kesulitan untuk melakukannya.
Perhatikan adanya krepitasi atau tidak, nyeri saat digerakkan, serta seberapa
jauh gangguan-gangguan fungsi gerak yang ditimbulkan oleh fraktur (range of
motion) serta kekuatan ekstremitas sendiri.
- Pemeriksaan Khusus
Menguji gerakan sendi dengan gerakan yang khusus dapat dilakukan oleh
ekstremitas yang tanpa mengalami gangguan/masalah.
Pemeriksaan penunjang
- Ronsen
Menerapkan hukum DUA, yaitu: dua sendi (proksimal dan distal dari letak
trauma), dua sisi (anterior proksimal dan lateral), serta dua ekstremitas yang
serupa (sebagai perbandingan, ekstremitas sinistra dan destra).
- MRI
- CT-Scan
- APTT dan APP
II.C Diagnosis
Working Diagnosis
Diagnosis fraktur dapat ditegakkan dengan melihat tanda pasti fraktur yaitu
angulasi, false movement, rotasi, dan krepitasi. Jika keempat hal tersebut terdapat pada
trauma seseorang maka dapat dipastikan terjadi fraktur. Apabila dari luar tidak tampak
keempat tanda pasti fraktur, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
ronsen, CT-Scan, MRI, dll.
3
Differential Diagnosis
Fraktur hampir tidak memiliki differential diagnosis. Namun kelainan yang sering
menyertai atau mirip dengan fraktur adalah dislokasi. Dislokasi merupakan keadaan
dimana keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya.1 Dislokasi merupakan
suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera.
II.D Etiologi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.1 Fraktur dapat
merupakan keadaan patologis jika pada dasarnya dalam tubuh seseorang (di skelet)
terdapat patogen seperti virus atau karsinoma atau fraktur tanpa riwayat trauma.
Namun fraktur tidak dikatakan fraktur patologis apabila fraktur didapatkan oleh
intervensi luar.
II.E Epidemiologi dan Faktor Risiko
Fraktur sering terjadi pada lansia (lanjut usia, >65 tahun) yang umumnya telah
mengalami degenerasi sehingga terdapat penyakit degeneratif pada rangka skelet.
Penyakit degeneratif seperti osteoporosis, osteoarthritis dapat menyebabkan ketidak
seimbangan dalam bergerak serta tulang yang rapuh. Dengan kondisi yang demikian,
apabila terjatuh tulang menjadi mudah fraktur.
Selain itu fraktur juga sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda (<20
tahun) yang sedang aktif dan selalu ingin mencoba sesuatu. Fraktur sering terjadi ketika
anak-anak sedang bermain di tempat yang tinggi seperti ayunan, atau jatuh dari
sepeda. Sedangkan kasus fraktur lainnya sering didapati pada korban kecelakaan atau
pada keadaan fraktur patologis (misalnya sarcoma).
Tercatat terdapat sekitar 14% kasus fraktur radius distal dari total seluruh kasus
fraktur.2 Jika dibandingkan, kasus fraktur pada antebrachii pada anak-anak jauh lebih
4
banyak daripada fraktur antebrachii pada lansia yang lebih banyak mengalami fraktur
column femoris.
II.F Patofisiologi
Tulang merupakan bagian tubuh yang tersusun dari dua macam material. 3 Yang
pertama merupakan material ekstraselular organic yang terdiri dari kolagen (sekitar 30-
35% dari berat tulang) yang menyusun tulang sehingga fleksibel dan ketahanan tulang.
Sedangkan material kedua adalah kalsium dan garam fosfor, terutama hidroksi apatit
[Ca10(PO4)6(OH)2] yang berjumlah sekitar 65-70% dari berat tulang dan berperan dalam
penyusun keras dan kekakuan tulang. Secara mikroskopis tulang dapat dibedakan
menjadi tulang pipih (lamellar) dan tulang panjang (woven).
Tulang mulai terbentuk saat janin. Ketika anak-anak, tulang tumbuh memanjang
dan membesar sesuai dengan asupan nutrisi, lingkungan, serta faktor genetik keluarga.
Pada anak-anak, pertumbuhan tulang dapat optimal karena adanya lempeng epifisis
(epiphyseal growth plate). Lempeng epifisis merupakan lapisan dimana sel mesenkim
berdiferensiasi dan tersusun sebagai tulang. Umumnya lempeng epifisis akan terus aktif
hingga puber (perempuan hingga datang menstruasi dan sekitar <17 tahun, laki-laki
sekitar <21 tahun). Umumnya setelah melewati masa puber, seseorang tidaklah lagi
mengalami pertumbuhan yang signifikan karena lempeng epifisis akan menghilang dan
selebihnya mengalami perkembangan.
Fraktur merupakan keadaan dimana tulang tidak lagi bersatu (non-union),
keadaan yang sering disebut sebagai patah tulang. Fraktur dapat disebabkan berbagai
hal, namun untuk terjadinya fraktur hanyalah membutuhkan satu syarat, yaitu adanya
beban yang diterima tulang melebihi kekuatan topang tulang.2
Fraktur Tertutup (closed)
Jika tidak adanya celah antara fraktur dengan lingkungan luar, tidak terdapatnya
luka seperti sobek di tempat fraktur.
Fraktur Terbuka (open/compound)
5
Jika terdapatnya celah antara fraktur dengan lingkungan luar karena adanya luka di
kulit pada tempat fraktur.
- Derajat I
Dengan ciri-ciri seperti luka <1cm, kerusakan jaringan lunak sedirik, tak ada
tanda luka remuk, fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif
ringan, serta kontaminasi minimal.
- Derajat II
Dengan cirri-ciri luka >1cm, ada kerusakan jaringan lunak namun tidak luas,
flap/avulse, merupakan fraktur kominutif sedang serta terdapat kontaminasi
sedang.
- Derajat III
Dengan cirri-ciri terdapat kerusakan jaringan lunak yang luas pada kulit, otot,
serta neurovascular serta adanya kontaminasi berat.
Selain kriteria berat-ringannya fraktur, fraktur dibagi menjadi beberapa keadaan
lain, yaitu:
- Komplit/tidak komplit
Komplit bila garis patahan melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
Tidak komplit (incomplete) bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang, seperti hairline fracture, Buckle Fracture atau torus
fracture, green stick fracture (pada tulang panjang anak-anak).
- Bentuk garis fraktur yang berhubungan dengan mekanisme trauma
Garis patah melintang : trauma angulasi atau langsung
Garis patah oblik : trauma angulasi
Garis patah spiral : trauma rotasi
Fraktur avulsi : trauma tarikan/traksi otot pada insersi di tulang
- Jumlah garis fraktur
Fraktur kominutif : lebih dari satu dan saling berhubungan
Fraktur segmental : lebih dari satu, tidak berhubungan
Fraktur multiple : lebih dari satu, di tulang berlainan
6
- Pergeseran yang terjadi
Displaced : terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur
Ad longitudinam cum contractionum dan distructionum, dislokasi ad
axim, dislokasi ad latus
Undisplaced : garis patah komplit namun fragmen tidak bergeser serta
periosteum tetap utuh.
- Komplikasi/tanpa komplikasi
Fraktur dapat terjadi pada distal, proksimal, maupun tengah tergantung arah
trauma.
Fraktur Antebrachii
Antebrachii terdiri dari dua tulang, yaitu radius dan ulna.4 Fraktur antebrachii
sering dikarenakan jatuh yang menyebabkan tangan tertarik ke depan maupun ke
belakang.5 Umumnya kedua tulang mengalami patah secara bersamaan, namun ada
kalanya hanya salah satu yang mengalami fraktur. Hal tersebut dapat dikarenakan
trauma secara langsung.
Dua tipe fraktur antebrachii:
Monteggia
Fraktur pada ulna dengan dislokasi pada radius proksimal
Galeazzi
Fraktur pada radius dengan dislokasi pada ulna distal
Smith’s fraktur/ reverse Colles’ fracture
Fraktur dengan angulasi pada radius distal dengan pergelangan tangan dan tangan
terputar.
Barton’s fracture
Fraktur dengan dislokasi dengan fraktur intraartikular pada carpal dan pada radius distal.
Chauffeur’s fracture
Fraktur pada stiloideus radius
7
Ketika terjadi fraktur, pembuluh darah di dalamnya mungkin saja terkena
sehingga tulang mengalamai avaskular serta akan terdapat bagian tulang yang nekrosis.
Namun tulang merupakan bagian tubuh yang terus melakukan sirkulasi (resorpsi dan
pembentukan) sehingga tulang dapat kembali pulih apabila ditangani dengan baik.
Kasus fraktur pada anak-anak umumnya lebih cepat untuk pulih karena pada
anak-anak sedang masa pertumbuhan dimana metabolisme baik. Penyembuhan fraktur
pada umumnya melewati lima tahap, yaitu trauma, inflamasi, pembentukan kalus halus,
pembentukan kalus kasar, dan remodeling. 2,5
Trauma merupakan awal, dimana fraktur terjadi. Ketika fraktur terjadi
menyebabkan hematoma di tempat fraktur, nekrosis di ujung fraktur, serta infiltrat
inflamasi. Jaringan granulasi secara berkala menggantikan hematoma, fibroblast
menghasilkan kolagen dan osteoklas mulai meresorpsi bagian tulang yang nekrosis.
Rasa sakit dan bengkak yang dihasilkan menjadi sinyal terjadinya tahap pembentukan
kalus halus. Tahap ini ditandai dengan ciri khas peningkatan vaskularitas dan
pembentukan tulang kartilago baru. Tahap selanjutnya ditandai dengan jaringan
kartilago atau fibrosa menyatukan fragmen-fragmen. Kemudian kartilago berubah
menjadi woven bone. Secara klinis, pada tahapan ini tulang sudah terlihat pulih. Tahap
akhir menunjukkan adanya remodeling dari woven bone menjadi lamellar bone dan
pembentukan kembali kanalis medularis.
II.G Penatalaksanaan
Penanganan fraktur merupakan tindakan yang agresif.1-5 Sehingga tindakan
tersebut harus dilakukan secepat mungkin. Umumnya pasien dengan kasus fraktur
datang dengan keadaan luka luar sehingga perlu dilakukan debrideman. Untuk pasien
gawat darurat, perlu dilakukan tindakan medis seperti pemeriksaan jalan napas
(airway), proses pernapasan (breathing), serta sirkulasi apakah terjadi syok apa tidak
sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat.
Golden period dari fraktur adalah 1-6 Jam.6 Jika lewat dari 6 jam, maka
komplikasi dari infeksi akan segera menyebar dan dapat menyebabkan odem di
8
jaringan lunak. Ketika odem terjadi, kita tidak dapat melakukan tindakan untuk
menangani fraktur. Yang dapat dilakukan adalah penanganan pada jaringan lunak yang
mengalami odem.
Medika Mentosa
Pada kasus fraktur, pasien akan merasakan sakit terutama jika fraktur hebat.
Terkadang rasa sakit tersebut tidak tertahankan sehingga perlu dibantu dengan
obat-obatan analgesic seperti dari golongan NSAID.7 Pada trauma berat, sangat
mungkin untuk diberikan obat analgesic golongan opioid.
Selain itu untuk membantu mempercepat pemulihan tulang dibantu dengan banyak
mengkonsumsi kalsium dan vitamin D baik dari makanan maupun suplemen
tambahan.
Non-Medika Mentosa
Tulang yang fraktur memanglah dapat pulih dengan sendirinya. Namun apabila
dibiarkan saja, maka hasilnya mungkin tidak akan baik seperti semula tampak
luarnya.
Terdapat dua terapi yang dapat dilakukan untuk membantu, yaitu konservatif dan
operatif.
- Terapi konservatif terdiri dari proteksi, imobilisasi, reposisi, traksi
Tujuan utama dari terapi konservatif adalah untuk mengurangi rasa sakit dari
gerakan tulang yang fraktur, membantu union tetap dalam posisi yang sesuai,
memungkinkan pergerakan dini, serta mengembalikan fungsi normal. Selain itu juga
untuk melindungi fraktur dari intervensi yang memungkinkan terganggunya
pemulihan tulang seperti trauma kembali, infeksi lanjutan dari udara luar.
Umumnya yang digunakan pada fraktur adalah bidai (splint). Namun pada kondisi
gawat dan mendesak (seperti di jalanan) dapat digunakan badan atau ekstremitas
kontralateral (untuk fraktur pada ekstremitas bawah) sebagai pengganti bidai.
- Terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka fiksasi interna, reposisi tertutup dengan
kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna.
Yang dimaksud dengan reposisi terbuka adalah dengan melakukan tindakan bedah,
membuka jaringan lunak pada tempat fraktur kemudian membetulkan tulang yang
fraktur. Kemudian reposisi tertutup adalah dengan melakukan tindakan bedah
tanpa membuka jaringan lunak. Caranya dengan dibantu monitor. Sedangkan fiksasi
9
interna adalah dengan menggunakan bantuan plate and screw untuk tulang-tulang
atau fragmen yang kecil dan pendek. Sedangkan untuk tulang-tulang panjang dan
besar dapat digunakan nail serta Kirschner wire.1-3
II.H Komplikasi
Kasus fraktur dapat menyebabkan komplikasi. Yang paling sering berupa
sambungan yang tidak sesuai posisi (malunion), cidera nervus (nerve injury), cidera
tendon (tendon injury), kekakuan (stiffness), dan distrofi refleks simpatik.4 Komplikasi
lain yang mungkin terjadi adalah emboli lemak akibat cidera pada pembuluh darah.
Selain itu penanganan yang terlambat pada fraktur terbuka juga dapat
menyebabkan infeksi sekunder seperti adanya emboli udara oleh Clostridium
perforinges. Penanganan yang tidak sesuai prosedur, misalnya melakukan tindakan
operasi ketika jaringan lunak pada fraktur masih dalam keadaan odem. Hal tersebut
dapat menyebabkan jaringan lunak rusak dan tidak dapat diperbaiki.
II. I Prognosis
Prosedur penanganan yang dilakukan, waktu pelaksanaan, usia pasien, serta
faktor lain dapat mempengaruhi prognosis kasus fraktur. Adapun prognosis fraktur
pada anak-anak adalah baik dan tidak mengganggu pertumbuhan tulang (artinya tulang
masih dapat tumbuh panjang) selama lempeng epifisis tetap dalam keadaan yang baik.
Namun harus berhati-hati jika terdapat emboli.
II.J Pencegahan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya fraktur antara lain
cukup mengkonsumsi vitamin D, Kalsium, dan fosfor sehingga matriks tulang lebih
kokoh. Kemudian selalu mengenakan pengaman saat melakukan aktivitas yang berisiko
tinggi.
10
BAB III
KESIMPULAN
Ketika pasien datang denga keluhan nyeri pada ekstremitaas hal yang perlu
ditanyakan adalah riwayat kemungkinan penyebab terjadinya keluhan. Selain itu perlu
dilakukan pemeriksaan fisik berupa inspeksi, palpasi, pemeriksaan sendi normal, serta
pemeriksaan khusus. Penting untuk melakukan pemeriksaan penunjang seperti ronsen,
CT-Scan, atau MRI untuk menegakkan apa permasalahannya. Namun jika terdapat
tanda seperti angulasi, rotasi, gerakan yang salah, serta pemendekan, dapat dipastikan
bahwa itu adalah fraktur. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Dapat terjadi akibat adanya beban yang menimpa melebihi kekuatan tulang.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua yaitu medika mentosa (penggunaan
analgesik serta mengkonsumsi banyak kalsium dan vitamin D) dan non medika mentosa
(konservatif dan operatif). Fraktur dapat menyebabkan komplikasi seperti sambungan
yang tidak sesuai posisi (malunion), cidera nervus (nerve injury), cidera tendon (tendon
injury), kekakuan (stiffness), dan distrofi refleks simpatik. Komplikasi lain yang mungkin
terjadi adalah emboli lemak akibat cidera pada pembuluh darah. Prognosis fraktur pada
anak-anak umumnya baik dan tulang tetap dapat tumbuh memanjang selama lempeng
epifisis baik. Fraktur dapat dicegah dengan cukup mengkonsumsi vitamin D, kalsium,
dan fosfor serta menggunakan pengaman saat melakukan aktivitas berisiko tinggi.
11
Daftar Pustaka
1. Skinner HB. Current diagnosis and treatment; orthopedics. 4th Ed, International
Ed. USA : McGraw-Hill. 2006. Pg 104-9.
2. Way LW, Doherty GM. Current; surgical diagnosis and treatment. 11th Ed,
International Ed. USA : McGraw-Hill. 2003. Pg 1144-284.
3. Springfiel D. Orthopedics. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,
Hunter JG, Pollock RE. Schwartz’s principles of surgery. USA : McGraw-Hill. 2005.
Pg. 1697-700.
4. Bell S, Elbow and Brukner P, Khan K. Clinical sports medicine. 3rd Ed. Australia :
McGraw-Hill. 2005. Pg 303-6.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Media Aeskulapius. 2000. Hal. 346-52.
6. Alatas A, Hassan R. Buku kuliah 3; ilmu kesehatan anak. Edisi 11. Jakarta :
Infomedika Jakarta. 2007. Hal. 955-61.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 4, Jilid I. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal. 904-6.
12