sindroma deconditioning

8
Sindroma deconditioning 1 Sindroma deconditioning adalah sekumpulan gejala yang timbul akibat imobilisasi dalam jangka lama sehingga menyebabkan penurunan kapasitas fungsional pada beberapa sistem tubuh. Timbulnya sindroma ini tergantung pada derajat dan lama imobilisasi pasien. Sindroma deconditioning merupakan suatu komplikasi imobilisasi jangka panjang yang memengaruhi fungsi sistem dalam tubuh. Sistem yang terkena Manifestasi klinis Sistem muskuloskeletal Kontraktur otot dan sendi Kelemahan otot dan atrofi Osteoporosis Sistem kardiovaskular Hipotensi ortostatik Tromboemboli vena Sistem respirasi Pneumonia Restriksi mekanik pernapasan Sistem kulit Ulkus dekubitus Edema Sistem gastrointestinal Konstipasi dan skibala Penurunan nafsu makan, penurunan sekresi lambung, atrofi mukosa intestinal, penurunan absorbsi Sistem genitourinaria Infeksi saluran kemih Formasi batu traktus urinarius

Upload: rizkidiantifitri

Post on 27-Oct-2015

50 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Sindroma deconditioning 1

Sindroma deconditioning adalah sekumpulan gejala yang timbul akibat imobilisasi

dalam jangka lama sehingga menyebabkan penurunan kapasitas fungsional pada beberapa

sistem tubuh. Timbulnya sindroma ini tergantung pada derajat dan lama imobilisasi pasien.

Sindroma deconditioning merupakan suatu komplikasi imobilisasi jangka panjang yang

memengaruhi fungsi sistem dalam tubuh.

Sistem yang terkena Manifestasi klinis

Sistem muskuloskeletal

Kontraktur otot dan sendi

Kelemahan otot dan atrofi

Osteoporosis

Sistem kardiovaskular Hipotensi ortostatik

Tromboemboli vena

Sistem respirasi Pneumonia

Restriksi mekanik pernapasan

Sistem kulit Ulkus dekubitus

Edema

Sistem gastrointestinal

Konstipasi dan skibala

Penurunan nafsu makan, penurunan

sekresi lambung, atrofi mukosa

intestinal, penurunan absorbsi

Sistem genitourinaria

Infeksi saluran kemih

Formasi batu traktus urinarius

Inkontinensia urin

Sistem metabolisme dan nutrisi

Penurunan BMI

Gangguan nutrisi

Meningkatnya ekskresi mineral dan

elektrolit

Sistem endokrin Penurunan respon hormon dan enzim

Intoleransi glukosa

Gangguan irama sirkadian

Gangguan temperatur dan respon

keringat

Gangguan regulasi hormon

Sistem neurologis, emosi, dan intelektual

Penurunan kemampuan sensoris

Penurunan kemampuan intelektual

Gangguan emosi dan perilaku

Meningkatnya ambang pendengaran

Penurunan kemampuan visual

Gangguan keseimbangan dan koordinasi

Sistem muskuloskeltal:

Kontraktur otot dan sendi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien

dengan riwayat tirah baring dalam waktu yang lama. Imobilisasi menyebabkan sendi-

sendi tidak digerakkan dan lama kelamaan akan menyebabkan rasa nyeri sehingga

pasien semakin tidak mau menggerakkan sendi tersebut. Penyebab kontraktur otot

adalah karena adanya perubahan patologis, spastisitas, dan neuroleptik. Kontraktur

sendi seringkali disebabkan karena inflamasi, luka sendi degeneratif, infeksi, dan

trauma. Metode yang biasa digunakan untuk mencegah kontraktur adalah mobilisasi

sendi secara dini dengan penatalaksanaan nyeri yang sesuai serta posisi yang optimal

dari ekstremitas yang terlibat.

Kelemahan otot juga disebabkan oleh imobilisasi lama yang akan mengakibatkan

atrofi otot dengan penurunan ukuran dan kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot

diperkirakan 1-2% per hari. Kelemahan otot pada pasien dengan imobilisasi seringkali

terjadi dan berkaitan dengan penurunan fungsional, kelemahan, dan jatuh. Perubahan

otot selama imobilisasi lama menyebabkan degenerasi serat otot, peningkatan jaringan

lemak, serta fibrosis.

Osteoporosis timbul dari ketidakseimbangan antara resorpsi dan pembentukan tulang.

Imobilisasi ternyata meningkatkan resorpsi tulang, meningkatkan kadar kalsium

serum, menghambat sekresi PTH, dan produksi vitamin D3 aktif. Kalsium tubuh total

menurun hingga 4% selama 7 minggu imobilisasi.

Sistem kardiovaskular:

Hipotensi postural adalah penurunan tekanan darah sebanyak 20 mmHg dari posisi

berbaring ke duduk dengan salah satu gejala klinik yang sering timbul adalah iskemia

serebral, khususnya sinkop. Tirah baring lama akan membalikkan respon

kardiovaskular normal menjadi tidak normal yang akan menghasilkan penurunan

volume sekuncup dan curah jantung.

Kondisi imobilisasi akan menyebabkan terjadinya akumulasi leukosit dan trombosit

teraktivasi. Kondisi tersebut menyebabkan gangguan pada sel-sel endotel dan juga

memudahkan terjadinya trombosis. Berbagai perubahan yang terjadi di sel-sel

endotel pembuluh darah akan mengubah sifat alamiah sel tersebut yang semula

bersifat antitrombotik menjadi bersifat trombotik, sehingga justru memudahkan

terjadinya keadaan trombosis. Emboli paru sebagai akibat trombosis merupakan

penyebab utama kesakitan dan kematian pada pasien-pasien di rumah sakit, terutama

pada pasien usia lanjut.

Sistem respirasi:

Pada posisi berbaring terjadi penurunan gerakan sendi kostovertebral dan

kostokondral yang menyebabkan restriksi mekanik pernapasan. Hal ini ditunjukkan

dari pernapasan pasien yang cepat dan dangkal sehingga terjadi kapasitas vital paru

berkurang diikuti menurunnya asupan O2.

Akibat imobilisasi retensi sputum dan aspirasi lebih mudah terjadi pada pasien

geriatri. Pada posiso berbaring otot diafragma dan interkostal tidak berfungsi dengan

baik sehingga gerakan dinding dada menjadi terbatas yang menyebabkan sputum sulit

keluar. Kondisi tersebut akan memudahkan usia lanjut untuk mengalami pneumonia.

Sistem kulit:

Skor aktivitas sakral pada pasien imobilisasi adalah nol gerakan per jam, yang

mengakibatkan peningkatan tekanan pada daerah kulit yang sama secara terus-

menerus. Relief bekas tekanan pada keadaan tersebut mengakibatkan pembuluh darah

tidak dapat terbuka dan pada akhirnya akan mengakibatkan luka. Luka akibat tekanan

merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan

imobilisasi yaitu ulkus dekubitus.

Keadaan pasien yang tidak bergerak dan diam ditempat saja menyebabkan cairan

tubuh menumpuk dan lama kelamaan akan mengisi ruang interseluler sehingga dapat

timbul edema.

Sistem gastrointestinal:

Konstipasi dan skibala merupakan masalah utama pada pasien usia lanjut dengan

imobilisasi. Imobilisasi lama akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon. Semakin

lama feses tinggal di usus besar, maka absorbsi cairan akan lebih besar sehingga feses

akan menjadi keras. Asupan cairan yang kurang, dehidrasi, dan penggunaan obat-

obatan juga dapat menyebabkan konstipasi pada pasien imobilisasi.

Penurunan nafsu makan pada pasien usia lanjut juga sering terjadi sehingga lama

kelamaan akan menimbulkan penurunan sekresi lambung yang diikuti dengan

atrofi mukosa intestinal karena berkurangnya makanan yang masuk untuk dicerna.

Pada akhirnya dapat terjadi penurunan absorbsi yang akan berpengaruh pada status

gizi pasien.

Sistem genitourinaria:

Imobilisasi yang lama pada pasien usia lanjut akan menyebabkan aliran urin yang

terganggu kemudian menyebabkan infeksi saluran kemih lebih mudah terjadi.

Pengisian kandung kemih yang berlebihan akan menyebabkan mengembang dinding

kandung kemih yang kemudian akan meningkatkan kapasitas kandung kemih dan

retensi urin. Retensi urin akan memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih dan bila

dibarengi dengan hiperkalsiuria akan mengakibatkan adanya formasi batu ginjal.

Inkontinensia urin juga sering terjadi pada usia lanjut yang mengalami imobilisasi

karena kelemahan otot daerah pelvis dan berkurangnya respon terhadap ADH.

Sistem metabolik dan nutrisi:

Penurunan BMI pada pasien usia lanjut yang imobilisasi disebabkan karena

berkurangnya absorbsi nutrisi dari makanan yang dapat menyebabkan penurunan

status gizi pada pasien. Selain itu penekanan sekresi hormon antidiuretik selama

imobilisasi juga akan mengakibatkan peningkatan diuresis dan pemecahan otot

sehingga akan terjadi penurunan berat badan.

Imobilisasi akan mempengaruhi sistem metabolik dan endokrin yang akibatnya akan

terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu gangguan nutrisi yang

terjadi adalah penurunan kadar metabolisme protein.

Meningkatnya ekskresi mineral dan elektrolit seperti nitrogen, kalsium, fosfor,

sulfur, natrium dan kalium.

Sistem endokrin:

Penurunan respon hormon dan enzim yang berfungsi meregulasi tiap sistem dalam

tubuh.

Pada pasien lansia dengan imobilisasi dapat terjadi intoleransi glukosa yang dapat

menyebabkan penurunan sensor insulin dan menurunkan sensitivitas otot untuk

sirkulasi insulin.

Gangguan irama sirkadian

Gangguan temperatur dan respon keringat

Gangguan regulasi hormon di seluruh tubuh seperti hormon paratiroid, tiroid,

adrenal, pituitari, GH, androgen, dan aktivitas renin plasma.

Sistem neurologis, emosi, dan intelektual:

Penurunan kemampuan sensoris seperti penurunan atensi, bingung, disorientasi,

dan gangguan koordinasi mata dan ekstremitas.

Penurunan kapasitas intelektual yang dapat dilihat dari penurunan fungsi berpikir

dan daya ingat.

Gangguan emosi dan perilaku yang labil.

Meningkatnya ambang pendengaran

Penurunan kemampuan visual

Gangguan keseimbangan dan koordinasi sehingga memungkinkan terjadinya jatuh

dan timbulnya fraktur yang memperparah imobilisasi.

Daftar pustaka:

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Kolopaking MS, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: EGC;2010. p.859-63.