sindroma nefrotik.doc

25
Sindroma nefrotik bukan suatu penyakit tetapi merupakan manifestasi penyakit glomerular yang berbeda dan banyak terjadi pada anak-anak yang dapat mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan kebocoran protein yaitu keluarnya protein melalui ginjal secara massif. Sindroma nefrotik adalah suatu kondisi yang ditandai dengan proteinuria > 40 mg/m 2 /jam, hiperlipidemia > 400 mg/dL, hipoalbuminemia < 2,5 g/dL, dan edema. Kelainan primernya berupa peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangannya muatan negati membran basal. Peningkatan permeabilitas inilah yang menyebabkan proteinuria masif yang disertai dengan hipoproteinemia sekunder. Tekanan onkotik plasma menurun, yang menyebabkan pergeseran cairan dari komparteman vaskular ke interstisial. Aliran darah ginjal dan GFR biasanya tidak menurun dan pada beberapa keadaan GFR dapat berada diatas normal, tetapi dengan hipoalbuminemia yang berat, GFR menurun. Selain penurunan tekanan onkotik plasma hiponatremia, pembentukan edema diperbesar oleh penurunan volum darah efektif dan oleh peningkatan reabsorpsi natrium oleh tubulus yang disebabkan oleh aktivasi sistem renin-angiotensis-aldosteron. Kebanyakan lipid serum dan kadar lipoprotein meningkat karena hipoproteinemia merangsang sistesis lipoprotein hati, sehinggga metabolisme lipid menurun. A. Anamnesis 1

Upload: aditya-rania

Post on 23-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: sindroma nefrotik.doc

Sindroma nefrotik bukan suatu penyakit tetapi merupakan manifestasi penyakit

glomerular yang berbeda dan banyak terjadi pada anak-anak yang dapat mengubah fungsi

glomerulus sehingga mengakibatkan kebocoran protein yaitu keluarnya protein melalui ginjal

secara massif. Sindroma nefrotik adalah suatu kondisi yang ditandai dengan proteinuria > 40

mg/m2/jam, hiperlipidemia > 400 mg/dL, hipoalbuminemia < 2,5 g/dL, dan edema. Kelainan

primernya berupa peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan

kehilangannya muatan negati membran basal. Peningkatan permeabilitas inilah yang

menyebabkan proteinuria masif yang disertai dengan hipoproteinemia sekunder. Tekanan

onkotik plasma menurun, yang menyebabkan pergeseran cairan dari komparteman vaskular ke

interstisial. Aliran darah ginjal dan GFR biasanya tidak menurun dan pada beberapa keadaan

GFR dapat berada diatas normal, tetapi dengan hipoalbuminemia yang berat, GFR menurun.

Selain penurunan tekanan onkotik plasma hiponatremia, pembentukan edema diperbesar oleh

penurunan volum darah efektif dan oleh peningkatan reabsorpsi natrium oleh tubulus yang

disebabkan oleh aktivasi sistem renin-angiotensis-aldosteron. Kebanyakan lipid serum dan kadar

lipoprotein meningkat karena hipoproteinemia merangsang sistesis lipoprotein hati, sehinggga

metabolisme lipid menurun.

A. Anamnesis

Pada saat melakukan anamnesis dengan pasien yang menderita sindroma nefrotik

maka dapat kita tanyakan hal-hal berikut :

1. Riwayat penyakit sekarang

Adakah riwayat edema ? jika ya, dimana ?

Pernahkah urin pasien berbuih ?

2. Riwayat penyakit dahulu

Adakah riwayat :

Penyakit ginjal yang diketahui ?

Biopsi ginjal sebelumnya ?

Episode edema sebelumnya dan respons terhadap terapi ?

Proteinuria sebelumnya ?

Penyakit terkait lain seperti SLE ?

1

Page 2: sindroma nefrotik.doc

3. Obat-obatan

Apakah pasien menggunakan diuretik ?

Apakah pasien menjalani pengobatan yang menimbulkan imunosupresi (misalnya

kortikosteroid, siklofosfamid, siklosporin) ?

Apakah pasien menggunakanOAINS (bisa menimbulkan sindroma nefrotik) ?

Apakah pasien menggunakan obat antikoagulasi ?

4. Riwayat kesehatan keluarga, menanyakan apakah ada keluarga dengan penyakit ginjal

kongenital ?1

B. Pemeriksaan

1. Pemeriksaan fisik

Tanda-tanda vital: tekanan darah (pada sindoma nefrotik dpat ditemukan TD yang

normal atupun tinggi), suhu, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan,

Antropometri: mengukur berat badan psien (merupakan indikator yang paling akurat

dalam menilai pengurangan dan penambahan cairan).

Inspeksi

Melihat keadaan umum dan letak edema apakah ada edema preorbital atukah edema

anasarka.

Palpasi

Jika pasien mengalami edema dapat dilakukan palpalsi dengan menekan pada bagian

yang edema. Hal ini dilakukan untuk menilai apakah edema tersebut bersifat pitting

(bisa kembali lagi).

Perkusi

Pemeriksaan palpasi dapat dilakukan pada pasien dengan asietes. Abdomen yang

buncit dengan bagian pinggang yang membenjol menunjukkan kemungkinan adanya

cairan asites. Ada dua teknik yang membantu memastikan keberadaan asites:

a. Tes untuk pekak pindah (shifting dullness). Setelah membuat peta yang

memperlihatkan batas antara bunyi timpani dan redup, minta pasien untuk

memutar tubuhnya ke salah satu sisi. Lakukan perkusi dan tandai batas tersebut

sekali lagi. Pada pasien yang tidak mengalami asites, biasanya batas antara bunyi

timpani dan redup reelatif tidak berubah.

2

Page 3: sindroma nefrotik.doc

b. Tes untuk gelombang cairan. Minta pasien atau asisten menekan dengan kuat ke

arah bawah pada garis tengah abdomen menggunakan permukaan ulnar kedua

tangan mereka. Tekanan ini membantu menghentikan transmisi gelombang

melalui jaringan lemak. Sementara itu, anda menggunakan ujung jari-jari tangan

untuk mengetuk dengan cepat pada salah satu pinggang pasien, raba sisi pinggang

yang lain untuk merasakan impuls yang ditransmisikan melalui cairan asites.

Sayangnya, tanda ini seringkali positif pada orang-orang yang tidak memiliki

asites.

Auskultasi. Dilakukan untuk mendengar apakah ada bruit pada a. renalis.2

2. Pemeriksaan penunjang

Urinalisis: dalam keadaan normal ekskresi protein urin 50-150 mg/24 jam. Kadar

protein urin biasanya sangat sedikit dan tidak terdeteksi dengan pemeriksaan rutin.

Pada sindroma nefrotik dijumpai proteinuria berat dengan ekskresi protein > 40

mg/m2/jam. Pemeriksaan proteinuria terdiri dari:

a. Semi kuantitatif:

- Cara turbidimetrik. Prinsip pemeriksaan: penambahan asam dan pemansan

urin yang mengandung protein akan menyebabkan terjadinya presipitasi

protein. Asam yang digunakan adalah asam sulfosalisilat dan asetat.

- Cara carik celup: albustix, combistix, labstix.

b. Kualitatif

Protein bence jones mempunyai sifat fisik larut pada suhu didih urin dan pada tes

pemanasan dengan asam asetat, kekeruhan akan timbul kembali bila uri

didinginkan pada suhu 60 ̊ C. Bila urin dipanaskan lagi, kekeruhan akan

menghilang kembali. Pemeriksaannya dengan cara: osgod, TSA, dan

immunoelektroforesa.

c. Kuantitatif

Cara esbach.

Pada pemeriksaan mikroskopik urin dapat ditemukan adanya hematuria, oval fat

bodies, silinder lemak dan silinder lilin.

3

Page 4: sindroma nefrotik.doc

Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan adanya hipoalbuminemia < 2,5 g/dL

(normalnya 3,5-5 g/dL) dan hiperlipidemia > 400 mg/dL (normalnya ≤ 200 mg/dL).3

Biopsi ginjal. Untuk mengetahui jenis kerusakan/lesis pada sindoma nefrotik primer.

C. Diagnosis banding

1. Glomerulonefritis akut

Merupakan infeksi yang mengenai glomerulus, biasanya didahului oleh infeksi post

streptococcus β hemolitycus dapat berupa faringitis ataupun impetigo. Adanya endapan

kompleks Ag-Ab pada membrana basalis glomerulus menyebabkan GFR terganggu

sehingga terjadi penurunan GFR yang mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi Na

sehingga volum plasmapun meningkat. Karena hal ini tubuh menjadi edema, yaitu berupa

edema preorbital dan mengalami hipertensi terjadi pada 50-90% dari kejadian

glomerulonefrits akut komplikasi serius dari hipertensi ini dapat mengakibatkan

encephalophati yang manifestasi klinisnya berupa kejang-kejang. Glomerlonefritis akut

sering terjadi pada anak sekolah rata-rata usia 7 tahun, lebih sering terjadi pada anak laki-

laki daripada perempuan. Selain edema dan hipertensi gejala lain yang dapat dilihat

adalah adanya hematuria (gross hematuria), dapat pula terjadi oliguria karena retensi

cairan dalam tubuh. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya proteinuria

ringan-sedang, leukositosis, silinder eritrosit, gangguan elektrolit, serologi ASTO yang

meningkat karena infeksi Streptococcu β hemolitycus, serta menurunnya komplemen C3

merupakan suatu keadaan darurat medis dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung

seseorang setiap menitnya {curah jantung (cardiac output)} tidak mampu memenuhi

kebutuhan normal metabolisme tubuh.4

2. Alergi obat

Alergi obat adalah respon abnormal seseorang terhadap bahan obat atau metabolitnya

melalui reaksi hipersensitivitas yang terjadi selama atau setelah pemakaian obat. Gejala

klinis alergi obat dapat berupa gejala ringan samai berat, bervariasi dan tidak spesifik

untuk obat tertentu.5

Tabel 1. Klasifikasi alergi obat menurut gejala klinis.

4

Page 5: sindroma nefrotik.doc

Anafilaksis Edema laring, hipotensi, bronkospasme

Erupsi kulit Urtikaria/angioedema, pruritus, ruam

mukulopapular morbiliform, erupsi obat

fikstum, dermatitis kontak, vaskulitis, eritema

nodusum, eritema multiform, sindrom Stevens-

Johnson, nekrolisis epidermal toksis, dermatitis

eksfoliatif, reaksi fotosensitivitas.

Kelainan hematologik Anemia hemolitik, neutropenia, trombositopenia

Kelainan pulmonal Pneumonitis interstisialis/alveolar, edema paru,

fibrosis paru

Kelainan hepatik Reaksi kolesatatis, destruksi hepatoseluler

Kelainan renal Nefrtis interstisial, glomerulonefritis,

sindroma nefrotik

Penyakit serum

Demam obat

Vaskulitis sitemik

Limfadenopati

3. Gagal jantung kongestif

Gagal jantung kongestif adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa darah yang

adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Tanda serta gejala

penyakit gagal jantung dapat dibedakan berdasarkan bagian mana dari jantung itu yang

mengalami gangguan pemompaan darah. Gagal jantung sebelah kiri ; menyebabkan

pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak

nafas yang hebat. Sedangkan Gagal jantung sebelah kanan ; cenderung mengakibatkan

pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Sehingga hal ini

menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, perut (ascites) dan hati

(hepatomegali). Tanda lainnya adalah mual, muntah, keletihan, detak jantung cepat serta

sering buang air kecil (urin) dimalam hari (Nocturia). Manifestasi klinis dari gagal

jantung tidak hanya berupa edema tetapi juga terjadi penurunan tekanan perfusi ginjal

yang mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan

5

Page 6: sindroma nefrotik.doc

sekresi aldostoron, retensi natrium dan cairan serta peningkatan volume intravaskuler

kemudian pula dapat menyebabkan hepatomegali yang berakibat pada penurunan

katabolisme lemak yang dapat menyebabkan hiperkolesterolemia. Pada pemeriksaan

urinalisis kadang di temukan adanya proteinuira. 6

4. Sirosis hati

Merupakan penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan

pembentukan jaringan ikat disertai nodul sehingga menyebabkan kegagalan fungsi hati.

Kegagalan fungsi hati dapat menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunya barat

badan, kembung, dan mual, serta hiperkolesterolemia. Kulit tubuh di bagian  atas, muka,

dan lengan atas akan bisa timbul bercak mirip laba-laba (*spider nevi). Telapak tangan

bewarna merah (eritema palmaris), perut membuncit akibat penimbunan cairan secara

abnormal di rongga perut (asites). Pada pemeriksaan urinalisis kadang di temukan adanya

proteinuira.6

Tabel 2. Perbandingaan diagnosis kerja berdasarkan gejalanya.

N0 Gejala Sindroma

nefrotis

Glomerulusnefritis

akut

Gagal

jantung

Sirosis

hati

Alergi

obat

1 Bengkak pada mata + + - - +

2 Bengkak ekstremitas + - + + +

3 Hipercholesterolemia + - +/- + +

4 Proteinuria + + +/- +/- +

5 Hematuria + + - - +

6 Usia 4 tahun (anak-anak) + + +/- - +

7 Shifting dullnes (+) + + + + +

D. Diagnosis kerja

6

Page 7: sindroma nefrotik.doc

Sindroma nefrotik

Sindroma nefrotik bukan suatu penyakit tetapi merupakan manifestasi penyakit glomerular

yang berbeda dan banyak terjadi pada anak-anak yang dapat mengubah fungsi glomerulus

yang mengakibatkan kebocoran protein, sehingga protein keluar melalui ginjal secara massif.

Sindroma nefrotik adalah suatu kondisi yang ditandai dengan proteinuria > 40 mg/m2/jam,

hiperlipidemia > 400 mg/dL, hipoalbuminemia < 2,5 g/dL, dan edema. Penyakit-penyakit ini

biasanya bersifat akut dan menetap. Sindroma nefrotik umumnya bisa dibagi menjadi etiologi

kongenital, primer (penyakit glomerular intrinsik pada ginjal yang tidak diketahui

penyebabnya dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik lain) dan sekunder (oleh etiologi

diluar ginjal/ penyakit sistemik lain yang berdampak pada ginjal). Sindroma nefrotik pada

anak dibagi menjadi sindroma nefrotik yang masih sensitif terhadap steroid (pada tipe

minimal change nephrotic syndrome) dan yang sudah resisten steroid (pada tipe sindroma

nefrotik primer yang lainnya). Ada berbagai macam lesi yang dapat ditemukan pada

sindroma nefrotik primer, yaitu :

1. Minimal chage nephrotic syndrome (MCNS), merupakan lesi yang paling sering

ditemukan pada 80% kasus. Glomerulus terrlihat normal atau menunjukan peningkatan

sel menangial dan matrix. Sindroma ini lebih sering mengenai anak laki-laki daripada

perempuan dengan rasio 2:1 dan 2/3 kasus berusia 2-6 tahun. Tidak ada tanda-tanda

sindroma nefrotik dan penyakit sistemik. Tidak ada hipokomplementemia tetapi kadang

ada gambaran nefritik berupa hematuria, azotemia dan hipertensi yang terjadi pada 10-

30% anak-anak, tetapi sifatnya ringan dan tidak menetap. Kurang lebih 95% anak dengan

minimal change disease sensitif dengan terapi kortikosteroid.

2. Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), merupakan 10% dari kasus sindroma

nefrotik, ciri khasnya adalah peningkatan difusi sel-sel mesangial dan matrix. Dapat

memberikan gejala berupa hematuria pada > 50% kasus dan hanya 20% yang sensitif

terhadap steroid. Gagal ginjal terdapat pada 50% penderita, dalam 5 tahun 20-30% akan

menjadi end stage renal disease (ESRD) dan dalam 10 tahun 60 akan menjadi ESRD.

3. Membranous nephropathy (MN), kasusnya jarang < 6% dari seluruh kasus sindroma

nefrotik anak, pada remaja 10-20% dari kasus sindronma nefrotik sedangkan pada

dewasa, sering 20-40% kasus.

7

Page 8: sindroma nefrotik.doc

4. Membranoproliferatif glomerulonephritis (MPGN), merupakan 10% kasus dari sindroma

nefrotik pada anak sebagian besar kasus terjadi pada usia 8-20 tahun dan 30% kasus

memiliki gejala yang mirip dengan GNA, yaitu berupa protein uria

minimal/asimptomatik, hematuria, hipertensi dan azotemia. Jarang terdapat remisi

spontan dan dalam 10 tahun 50% jadi ESRD.

5. Proliferasi mesangial, merupakan < 3% dari kasus sindroma nefrotik, terdapat proliferasi

mesangial dan segmental scar. Dapat memberikan gejala berupa hematuria mikroskopik

pada 90% kasus, hipertensi pada 50% kasus, 25 % mengalami penurunan fungsi ginjal,

35-70% memberikan respon yang buruk terhadap kortikosteroid. Prognosis masih baik

dan dapat terjadi remisi pontan dan 10% menjadi gagal ginjal.4,5,7

E. Etiologi

Secara garis besar etiologi sindroma nefrotik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital,

glomerulopati primer/idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya dan sekunder akibat

penyakit sistemik. Sindroma nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi

berusisa kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital dan mempunyai prognosis

buruk. Sindroma nefrotik umumnya bisa dibagi menjadi etiologi primer dan sekunder.

Sindroma nefrotik primer disebabkan oleh penyakit glomerular intrinsik pada ginjal dan tidak

disebabkan penyakit sistemik. Ada berbagai macam lesi yang dapat ditemukan pada

sindroma nefrotik primer, yaitu :

6. Minimal chage nephrotic syndrome (MCNS)

7. Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS)

8. Membranous nephropathy (MN)

9. Membranoproliferatif glomerulonephritis (MPGN)

10. Proliferasi mesangial.

Sedangkan sindroma nefrotik sekunder disebabkan oleh etiologi diluar ginjal. Penyebab

sindroma nefrotik sekunder, mencakup :

1. Henoch-Schonlein purpura

2. Systemic lupus erythematosus

3. Dibetes melitus

4. Syphilis

8

Page 9: sindroma nefrotik.doc

5. HIV

6. Hepatitis B dan C

7. Malignansi

8. Vaskulitis

9. Paparan obat (heroin, merkuri,dll)4,6

F. Epidemiologi

Tingkat kejadian sindroma nefrotik 15 kali lebih banyak pada anak-anak daripada dewasa.

Tingkat kejadiannya adalah 2-3 : 100.000 anak pertahun. Anak laki-laki lebih banyak

menderita sindroma nefrotik dibanding peempuan (2:1). Sindroma nefrotik yang paling

banyak di derita oleh anak-anak adalah sindroma nefrotik primer yaitu sekitar 90 % yang

umumnya dialami anak berusia 2-6 tahun, yang 80% nya ditemukan minimal change

disease.4

G. Patofisiologi

Yang mendasari kelainan pada sindroma nefrotik adalah meningkatnya

permeabilitasnya dinding kapiler glomerulus, yang mengakibatkan protein uria masif dan

hipoalbuminemia. Penyebab meningkatnya permeabilitas ini tidak diketahui. Pada minimal

change disease, kemungkinan disfungsi T-cell menimbulkan perubahan dari cytokin, yang

menyebabkan kehilangan muatan negatif oleh glikoprotein didalam dinding kapiler

glomerulus. Pada focal segmental glomerulosclerosis, faktor plasma, mungkin yang

mengeluarkan limfosit, yang mungkin bertanggung jawab dalam meningkatkan permeabilitas

dinding kapiler.

Pada banyak kejadian, kehilangan protein yang masif mengakibatkan

hipoalbuminemia, yang dapat mengakibatkan penurunan tekanan onkotik plasma dan

transudat cairan intravaskular ke ruang intertisial. Penurunan volum intravaskular

mengurangi tekanan perfusi ginjal, penggiatan sistem RAA (renin-angiotensin-aldosteron),

yang merangsang penyerapan tubulus akan sodium. Penurunan volum intravaskular juga

merangsang pelepasan ADH (antidiuretik hormon), yang meningkatkan reabsorpsi air di

duktus koligens.

Teori ini tidak berlaku pada semua pasien dengan sindroma nefrotik karena beberapa

pasien sebenarnya memiliki peningkatan volum intravaskular dengan berkurangnya volum

9

Page 10: sindroma nefrotik.doc

plasma oleh renin dan aldosteron. Dalam keadaan nefrotik, tingkat serum lipid (kolesterol,

trigliserid) meningkat untuk 2 sebab, yaitu :

1. Hipoalbuminemia, merangsang sintesis protein hepar, termasuk sintesis oleh lipoprotein.

2. Dan lagi, berkurangnya katabolisme lipid, sebagai akibat dari penurunan level plasma

oleh lipoprotein lipase.4

H. Manifestasi klinis

Anak biasanya hadir dengan edema ringan, yang pada awalnya disekitar mata dan

ekstremitas bawah. Sindroma nefrotik pada awalnya dapat terjadi kesalahan diagnosis yaitu

sebagai penyakit alergi oleh karena bengkak periorbital yang berkurang disepanjang hari.

Bersamaan waktu, edema dapat menjadi menyeluruh, dengan berkembangnya asites, pleural

effusions dan edema genital. Anoreksia, nyeri pada abdomen dan diare biasa terjadi,

sedangkan hipertensi dan hematuria jarang terjadi.4

Proteinuria. Ekskresi protein yang berlebihan timbul akibat meningkatnya filtrasi

protein glomerulus akibat peningkatan permeabilitas membrana basalis glomerulus.

Umumnya, protein plasma dengan BM rendah seperti albumin, IgG, dan transferin diekskresi

lebih mudah dibanding protein dengan BM yang lebih besar seperti lipoprotein, clearance

relatif plasma protein yang berbanding terbaliak dengan ukuran atau berat molekulnya

mencerminkan selektivitas proteinuria. 4,7

Hipoproteinemia. Penurunan konsentrasi protein serum, terutama protein dengan BM

rendah, secara primer merupakan konsekuensi kehilangan protein melalui kemih. Terdapat

sedikit reabsorpsi protein yang difiltrasi dengan peningkatan katabolisme protein dalam sel-

sel tubuli, dan peningkatan paradoksal konsentrasi serum beberapa protein dengan BM yang

besar, terutama α2-globulin, lipoprotein plasma terdapat dalam fraksi ini. Dengna demikian

kehilangan protein akibat peningkatan permeabilitas glomerulus hanya sebagian

diperhitungkan dalam jumlah akhir yang diekskresi dalam kemih. Konsentrasi kalsium

plasma dapat rendah sebagai konsekuensi penurunan kadar albumin, sebab hampir separuh

kalsium plasma terikat pada albumin, akan tetapi konsentrasi kalsium yang terionisasi akan

tetap normal. 4,7

Edema. Walaupun edema hampir selalu ditemukan untuk beberapa waktu dalam

perjalanan penyakit dan merupakan tanda yang mendominasi pola klinis, namun merupakan

10

Page 11: sindroma nefrotik.doc

tanda yang paling variabel diantara gambaran terpenting sindroma nefrotik. Merupakan

manifestasi sekunder yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor selain hipoproteinemia,

misalnya masukan cairan dan garam. Mekanisme pembentukan terdiri dari:

1. Penurunan tekanan koloid osmotik plasma

2. Penurunan nyata ekskresi natrium kemih

3. Retensi air

Hiperlidemia. Sebagian besar fraksi lipid plasma meningkat pada sindrom nefrotik.

Terdapat hubungan terbalik yang variabel antara derajat hiperlipidemi dengan penurunan

kadar albumin plasma. Hal ini mungkin dapat dijelaskan demikian, peningkatan konsentrasi

lipoprotein plasma mungkin karena berat molekulnya yang relatif tinggi, dengan konsekuensi

sedikitnya kehilangan melalui kemih, dibanding dalam albumin. Dan juga karena lipoprotein

mempengaruhi transpor lipid, maka peningkatannya dalam plasma juga mempengaruhi kadar

lipid. 4,7

I. Penatalaksanaan

Pengelolaan sindroma nefrotik terdiri dari terapi spesifik untuk mengobati kelainan dasar

ginjal atau penyakit penyebab, mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki

hipoalbuminemia serta mencegah dan mengatasi penyulit.

1. Medikamentosa

Proteinuria

Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan focal

segmental glomerulosclerosis sampai 40% pasien memberi respon yang baik terhadap

steroid dengan remisi yang lengkap. Terapi utama untuk SN adalah kortikosteroid.

Dosis prednison pada anak-anak adalah sebesar 60 mg/m2 luas permukaan tubuh atau

2 mg/ kg/BB/hari. Selama 4 minggu. Diikuti 40mg/m2 luas permukaan tubuh setiap 2

hari selama 4 minggu. Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi:

a. Remisi lengkap

- Proteinuria minimal (<200 mg/24jam)

- Albumin serum >3 g.dl

- Kolesterol serum <300 mg/dl

11

Page 12: sindroma nefrotik.doc

- Diuresis lancar dan edema hilang

b. Remisi parsial

- Proteinuria <3,5 g/hari

- Albumin serum >2,5 g/dl

- Kolesterol serum <350 mg/dl

- Diuresis kurang lancar dan masih edema

d. Resisten

- Klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah

pemberian kortikosteroid selama 4 bulan. 7,9

Pemberian kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67% kasus SN lesi minmal,

remisi lengkap atau parsial pada 50% SN nefropati membranosa dan 20-40% pada focal

glomerulosclerosis. Yang perlu diperhatikan, dalam jangka panjang pengguanaan

kortikosteroid memiliki efek samping. Antara lain: nekrosis aseptik, katarak,

osteoporosis, hipertensi, dan DM. Pada pasien yang tidak responsif terhadap

kortikosteroid, untuk mengurangi proteinuria digunakan terapi simptomatik dengan ACE

inhibitor, misal captopril atau enalapril dosis rendah dan dosis ditingkatkan setelah 2

minggu. Mekanisme kerjanya adalah ACE inhibitor mengurangi ultrafiltrasi protein

glomerulus, dengan menurunkan tekanan intrakapiler glomerulus dan memperbaiki size

selective barrier glomerulus. Efek antiproteinuria obat ini berlangsung lama (sekitar 2

bulan setelah penghentian).

ARB ternyata juga dapat memperbaiki proteinuri, karena menghambat inflamasi

dan fibrosis interstitium, menghambat pelepasan sitokin, faktor pertumbuhan, adesi

molekul akibat kerja angiotensin II lokal pada ginjal.

Kombinasi ACE inhibitor dan ARB memberi efek antiproteinuri yang lebih besar

pada glomerulonefritis primer, dibandingkan pemakaian ACEI atau ARB saja. Obat anti

inflamasi non steroid dapat digunakan pada pasien nefropati membranosa dan focal

segmented glomerulosclerosis, untu menurunkan sintesis PG. Hal ini menyebabkan

vasokonstriksi ginjal, penurunan kapiler glomerulus, area permukaan filtrasi dan

mengurangi proteinuria sampai 75 %.7,9

Hiperlipidemia

12

Page 13: sindroma nefrotik.doc

Hiperlipidemia pada SN mencakup tingginya kadar kolesterol, trigliserida, fosfolipid

dan asam lemak. Kadar kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat. Tetapi kadar

fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik,

dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Pada sebagian besar pasien, diet

saja tidak cukup. Jadi diperlukan obat penurun lipid, seperti probukol, asam nikotinat,

resin, derivat asam fibrik, dan statin (hidrosimetil glutaril ko-enzim A penghambat

reduktase. 7,9

Edema

Diuretic hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang

disertai diare, muntah atau hipovolemi. Pada edema sedang atau edema persisten,

dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kgBB/hari. Pemberian spironolakton

dapat ditambahkan, bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya

dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari. Bila edema menetap dengan pemberian diuretic,

dapat diberikan kombinasi diuretic dengan infus albumin. Pemberian infus albumin,

diikuti dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg intravena. Albumin biasanya

diberikan selanag sehari, untuk menjamin pergeseran cairan ke dalam vaskuler dan

untuk mencegah kelabihan cairan. Penderita yang mendapat infus albumin, harus

dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung. Asites refrakter yang disertai

dengan sesak napas atau kulit yang pecah, perlu dikeluarkan secara bertahap.7

Infeksi

Penderita SN sangat rentan mengalami infeksi. Umumnya diberi antibiotik penisilin

parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke-3, seperti sefotaksim atau

seftriakson selama 10-14 hari.7

Hipovolemia

Hipovolemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20

ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg BB.7

Tromboemboli

Pada SN dengan resiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli, dapat

dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol.7

13

Page 14: sindroma nefrotik.doc

2. Non-medikamentosa

Diet tinggi kalori dan tinggi protein, rendah garam dan lemak serta batasi cairan.

J. Pencegahan

Dapat dilakukan pencegahan terhadap etiologi sekunder sindroma nefrotik seperti tidak

menderita diabetes melitus, hepatitis virus, HIV, dll yang berhubungan dengan etiologi

sekunder sindroma nefrotik dan pencegahan terhadap komplikasi yang dapat ditimbulkan

oleh sindroma nefrotik.

K. Prognosis

Anak dengan SN sensitif steroid menunjukkan 42 % penderita akan mengalami relaps setelah

dewasa. Umumnya SN dengan kelainan minimal (MCNS) yang sensitif dengan

kortikosteroid mempunyai prognosis yang baik, sedangkan SN bentuk Focal

Glomerulosclerosis, Membranopoliferatif glomerulonephritis mempunyai prognosis kurang

baik karena sering mengalami gagal ginjal. 7

L. Komplikasi

Komplikasi sindroma nefrotik dapat berupa gagal ginjal akut, hipertensi, hiperkoagubilitas

(trombosis vena renalis, emboli paru), peritonitis bakterialis spontan, malnutrisi, eksaserbasi

dengan imunisasi, toksisitas akibat steroid dan toksisitas akibat imunsupresi.4

Sindrom nefrotik yang tidak diobati, dapat menyebabkan berbagai komplikasi.

Seperti hipovolemia, hipertensi, hiperlipidemia, hiperkoagulapati, hipertensi, keterlambatan

pertumbuhan dan perkembangan, dan anemia. Kolesterol plasma total dan kadar kolesterol

low-density lipoprotein, mengalami peningkatan pada sebagian besar pasien. Penurunan

kandungan mineral tulang dan gangguan penambahan tinggi badan linear, tampak membaik

dengan menghentikan terapi imunosupresan.

Asites kronis jika tidak diobati menyebabkan dilatasi vena dinding abdominal.

Menyebabkan umbilical herni, rectal prolapsse, kesulitan bernafas, nyeri skrotum atau labia

dan anasarca. Yang paling penting, pasien beresiko tinggi mengalami infeksi berat, seperti

peritonitis primer, bakteremia, septikemia atau selulitis karena streptokokus pneumonia,

E.coli dan organisme klebsiella. Selain itu, penurunan fungsi kekebalan dapat mendahului

infeksi virus, seperti campak atau varisela.

14

Page 15: sindroma nefrotik.doc

Pada pasien dengan bentuk penyakit yang lebih progresif dan resisten dengan

pengobatan (20% dari sindrom nefrotik pada anak-anak), seperti focal segmental glomerular

sclerosis dan penyakit membrane-proliferatif, dapat terjadi peningkatan tekanan darah

persisten dan tidak terkendali. Perubahan-perubahan pada status cairan dapat menyebabkan

oliguria dan peningkatan blood urea nitrogen dan risiko thrombosis. Bahkan juga pada

mereka dengan glomeruli normal.

Hiperkoagulabilitas dapat terjadi akibat thrombositosis; peningkatan konsentrasi

plasma fibrinogen faktor V, VII, VIII dan X. Peningkatan koagulasi dapat menyebabkan

thrombosis vena renal dan vena dalam atau vena sinus pusat. Karenanya, menyebabkan

nekrosis dan kerusakan. Selain itu, perkembangan dan pertumbuhan mengalami

keterlambatan selama fase aktif nekrosis. Bagaimana pun, pertumbuhan normal secara tipikal

kembali berlangsung setelah penyakit sembuh. Sementara, pasien yang tidak mendapatkan

pengobatan berisiko tinggi mengalami anemia sebagai akibat hilangnya zat besi melalui urin.

Daftar Pustaka

1. G Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.h.149

2. Welsby, PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010.

15

Page 16: sindroma nefrotik.doc

3. Sudiono H, Iskandar I, Halim SL, Santoso R, Sinsanta. Patologi klinik urinalisis. Ed 2nd .

Jakarta: Bagian Patologi Klinik FK Ukrida; 2008.

4. Kliegman R, Nelson WE. Nelson textbook of pediatrics. Ed 18th.

USA:ELSEVIER.2007.h.2173-95.

5. Akib AAP, Takumansang DS, Sumadiono, S Cahaya D. Alergi obat. Buku ajar alergi

imonologi anak. Jakarta:Sagung Seto;2008.h.294-305.

6. Cohen EP. Nephrotic Syndrome Differential Diagnoses.15 sep 2011.www.

emedicine.medscape.com.22 Oktober 2011.

7. Sindroma nefrotik. Semijurnal farmasi & kedokteran ethical digest. No. 67, 7th ; 2009.

8. Kliegman R, B Richard E. Esensi pediatri Nelson. Ed 4th. Jakarta: EGC; 2010.h.749-51.

9. Wahidayat I. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid ke-2. Jakarta: FKUI; 2007. h. 832.

16