sindroma guillain32

30
fafa SINDROMA GUILLAIN – BARRE ETIOLOGI Sampai saat ini penyebab pasti Sindrom Guillain Barre masih menjadi bahan perdebatan. Dengan melihat keadaan klinis yang mendahului penyakit ini banyak teori yang dikaitkan dengan penyakit ini seperti: 1. Infeksi: 50% dari penderita mengalami infeksi dalam waktu 10- 14 hari sebelum timbulnya gejala, biasanya pasien mengalami infeksi traktus respiratorius bagian atas atau gangguan gastrointestinal yang umumnya disebabkan oleh virus. Bisa juga terjadi pada pasien – pasien yang terinfeksi measles, mumps, rubella, varicella, Cytomegalo virus , Coxsackie virus, Echo virus, Ebstein barr virus, herpes simpleks, adeno virus, virus Influenza, hepatitis B, Mycoplasma, Salmonella, Campylobacter. 1,2,3,4,5,6) 2. Tindakan bedah: 5-10% kasus terjadi setelah tindakan pembedahan, juga setelah anestesi spinal atau epidural. 2,3,5,6) 1

Upload: jimmy-kusuma

Post on 20-Jan-2016

51 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SINDROMA GUILLAIN32

fafaSINDROMA GUILLAIN – BARRE

ETIOLOGI

Sampai saat ini penyebab pasti Sindrom Guillain Barre masih menjadi bahan

perdebatan. Dengan melihat keadaan klinis yang mendahului penyakit ini

banyak teori yang dikaitkan dengan penyakit ini seperti:

1. Infeksi:

50% dari penderita mengalami infeksi dalam waktu 10-14 hari sebelum

timbulnya gejala, biasanya pasien mengalami infeksi traktus

respiratorius bagian atas atau gangguan gastrointestinal yang

umumnya disebabkan oleh virus. Bisa juga terjadi pada pasien –

pasien yang terinfeksi measles, mumps, rubella, varicella, Cytomegalo

virus , Coxsackie virus, Echo virus, Ebstein barr virus, herpes

simpleks, adeno virus, virus Influenza, hepatitis B, Mycoplasma,

Salmonella, Campylobacter.1,2,3,4,5,6)

2. Tindakan bedah:

5-10% kasus terjadi setelah tindakan pembedahan, juga setelah

anestesi spinal atau epidural.2,3,5,6)

Gangguan otonom, terlihat pada 25% kasus, biasanya terjadi retensio urin

dengan distensi vesica urinaria, takikardi, tekanan darah yang tidak

beraturan.1,5)

Gejala sensoris biasanya tidak begitu berat bila dibanding dengan gejala

motorik, dan biasanya terdiri dari paresthesia pada kedua tungkai yang

kemudian menyebar ke ekstremitas atas. Juga dijumpai adanya rasa nyeri

tekan otot dan sensitivitas saraf terhadap tekanan.1,5)

1

Page 2: SINDROMA GUILLAIN32

Pada keadaan yang berat, bisa terjadi kegagalan respirasi sebagai

komplikasi yang utama, yang memerlukan tracheostomi dan bantuan

pernafasan.1,3,4,5)

Pada perjalanan penyakitnya terdapat 3 periode yaitu:

DIAGNOSIS

Kriteria diagnosa GBS yang ditetapkan oleh ad hoc committee of the National

Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS)

pada tahun 1978 yaitu:

1. Kelemahan progresif motorik ekstremitas atas dan atau bawah.

Kelemahan mungkin didahului oleh timbulnya kelemahan refleks

tendon dalam.

2. Tidak ada atau berkurangnya refleks tendon dalam.6)

Keadaan yang meragukan diagnosa yaitu:

1. Kelemahan yang tidak simetris dan menetap.

2. Disfungsi vesica urinaria dan usus yang menetap.

3. Didahului oleh timbulnya disfungsi vesica urinaria dan usus.

4. Pada LCS ditemukan leukosit mononuclear lebih dari 50 per mm3.

5. Adanya leukosit PMN pada LCS.

6. Adanya gejala neurologi yang nyata.6)

1. Antibiotic induced paralysis

Terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah minum obat.

Ganguan pernafasan terjadi sebelum timbulnya kelemahan otot. Juga

sering terjadi ptosis dan internal ophthalmoplegia. Protein LCS

biasanya normal.8)

2. Polymyositis

2

Page 3: SINDROMA GUILLAIN32

Sering terjadi kelemahan pada leher dan tubuh,namun tidak dijumpai

adanya gangguan sensorik. Refleks biasanya normal tapi bisa sedikit

menurun. Tidak ditemukannya disfungsi otonom juga jarang

melibatkan saraf cranial. Sering dijumpai fenomena Raynauds dan

terjadi rash. Tidak ada kenaikan protein LCS. Pada EMG ditemukan

fibrilasi.8)

3. Vasculitis Neuropathy

Terjadi demam, gejala sensoris yang terjadi asimetris begitu juga

kelemahan yang terjadi asimetris. Jarang mengenai saraf cranial, tapi

bila mengenai saraf tersebut biasanya asimetris. Tidak ada kenaikan

protein dalam LCS.8)

4. Poliomyelitis

Kelemahan otot tidak simetris dan sering terdapat atrofi otot. Dijumpai

adanya demam tapi jarang terjadi gangguan sensorik. Pada LCS

ditemukan pleositosis.8)

5. Rabies

Ada demam dan gangguan sensoris biasanya unilateral. Otot kaki

lemas tetapi asimetris. Refleks pada tangan normal. Paresis bulbar

tipe spasme, asimetris dan terjadi hydrophobia. Sering terjadi

gangguan pernafasan dengan tipe pernafasan periodic, irregular. Pada

LCS ditemukan pleositosis.8)

TATALAKSANA PERAWATAN DAN PENGOBATAN

A. Perawatan

Perawatan yang baik dan intensif adalah hal yang paling penting dan

perlu mendapat perhatian khusus, sebab dengan perawatan yang

intensif dan fisioterapi yang baik, maka komplikasi dapat dikurangi

3

Page 4: SINDROMA GUILLAIN32

serta cacat dapat dibatasi dan kesembuhan diusahakan cepat

terjadi.1,2,3)

Perawatan khusus:

1. Pernafasan:

Walaupun pasien masih bernafas spontan, monitoring fungsi

respirasi dengan mengukur kapasitas vital secara regular sangat

penting untuk mengetahui progresivitas penyakit, kapasitas vital

lebih akurat memprediksi gagal nafas daripada analisa gas darah.

Pasien dengan kapasitas vital ,15ml/kg BB disertai peningkatan

PCO2 > 60%, penurunan PO2 < 70% mutlak perlu alat Bantu

nafas. Pasien ini harus dirawat di ICU.1,2,6)

2. Kardiovaskuler:

Monitoring yang ketat terhadap tekanan darah dan EKG sangat

penting karena gangguan fungsi otonom dapat mengakibatkan

timbulnya hipotensi atau hipertensi yang mendadak serta

gangguan irama jantung. Hipotensi dan hipertensi yang

berlangsung sementara tidak perlu diobati, tetapi hipotensi yang

menetap dan mengganggu perfusi ginjal dan otak harus diatasi

dengan pemberian cairan. Hipertensi yang diakibatkan oleh

peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat diberikan propanolol.

Gangguan irama jantung bisa berupa sinus takikardi, sinus

bradikardi, atrial flutter, atrial fibrilasi, bahkan sinus arrest.2,6)

3. Cairan, elektrolit, nutrisi:

Ileus paralitik tekadang ditemukan terutama pada fase akut

sehingga parenteral nutrisi perlu diberikan pada keadaan ini. Pada

sindrom ini juga sering terjadi gangguan sekresi ADH sehingga

perlu diperhatikan pemberian cairan dan elektrolit.2,

4

Page 5: SINDROMA GUILLAIN32

B. PENGOBATAN

Pengobatan meliputi:

imunologik seluler.2)

1. Plasma peresis

Digunakan pada fase akut. Prinsipnya yaitu pertukaran plasma

dan pemisahan komponen plasma yang mengandung antibodi –

antigen, kompleks immune secara kontinu dengan teknik

limfositoferesis. Hasil plasma peresis berhasil memperbaiki

gejala klinis secara cepat. Sebelum dilakukan plasma peresis

perlu dipertimbangkan derajat penyakit, umur, kondisi umum

pasien. Keberhasilan plasma peresis terutama pada usia muda

dan dilakukan pada fase progresif awal sebelum terjadi

kerusakan saraf tepi, yaitu pada awal 2 minggu timbulnya onset

dilakukan tiap hari selama 5 hari berturut-turut.2,9) Pergantian

plasma ini juga aman untuk anak – anak dan tanpa komplikasi

pada kehamilan. Kontra indikasi relatif tindakan ini adalah pada

penderita gagal hati, kelainan elektrolit yang berat, dan

perdarahan yang aktif.

5

Page 6: SINDROMA GUILLAIN32

BAB IPENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan

oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya

berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber

air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang

masih rendah. . Gambaran klinis demam tifoid seringkali tidak spesifik sehingga

dalam penegakan diagnosis diperlukan konfirmasi pemeriksaan laboratorium.

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan

karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat

luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat

sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus

kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai

penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang

sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di

Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di

daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000

penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita

yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.

6

Page 7: SINDROMA GUILLAIN32

BAB IIDEMAM TIFOID

A. Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid ( enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat

pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, khususnya sore

hingga malam hari yang disebabkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella

paratyphi.1

B. Epidemiologi Demam Tifoid

Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini

termasuk  penyakit menular. Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita

kelompok umur 5 – 30 tahun, laki – laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi.

Jarang pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Kelompok penyakit

menular ini merupakan penyakit-penyakit  yang mudah menular dan dapat

menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. 2,3

Di   Indones i a   demam   t i f o id   j a r ang d i j umpa i   s e ca r a ep idemik ,

t e t ap i l eb ih   s e r i ng  bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah,

dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah.

Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan. 2,3

Ada dua sumber penularan S. Typhi yaitu pasien dengan demam tifoid

dan yang lebih sering adalah pasien karier (pasien karier adalah orang yang

sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S. typhi d a l a m t i n j a

d a n a i r k e m i h s e l a m a l e b i h d a r i s a t u t a h u n ) . Di daerah endemik

transmisi terjadi melalui air yang tercemar. D i d e r a h n o n e n d e m i k

p e n y e b a r a n t e r j a d i m e l a l u i t i n j a . 2 , 3

C. Etiologi Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh

Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella

7

Page 8: SINDROMA GUILLAIN32

paratyphi. Salmonella adalah kuman gram negatif yang berflagela, tidak membentuk

spora, dan merupakan bakteri anaerob fakultatif yang memfermentasikan glukosa dan

mereduksi nitrat menjadi nitrit. S.typhi memiliki antigen H yang terletak pada flagela,

O yang terletak pada badan, dan K yang terletak pada envelope, serta komponen

endotoksin yang membentuk bagian luar dari dinding sel.2

Gambar 1. Bakteri Salmonella Typhi

8

Page 9: SINDROMA GUILLAIN32

Gambar 2. Daur hidup Salmonella Typhi dalam menginfeksi tubuh manusia4

D. Patogenesis Demam Tifoid

Masuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella parathypi

(S.Parathypi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang

terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos

masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas

humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel

(terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman

berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman

dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak

Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.3

9

Page 10: SINDROMA GUILLAIN32

Gambar 2. Patogenesis Demam Tifoid

Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat pada makrofag ini

masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang

asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikulo endothelial tubuh terutama di

hati dan limfa. Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian

berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam

sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan disertai

tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.3

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan

bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian

kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah

menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah

teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan

beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi

inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,

instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi.3

Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia

jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar

plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel

mononuklear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang

hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin

dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi

seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ

lainnya.3

E. Diagnosis Demam Tifoid

Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bias diberikan terapi

yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini

10

Page 11: SINDROMA GUILLAIN32

sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus

tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis. 4,5

Diagnosis tifoid karier dapat ditegakkan berdasarkan ditemukannya kuman

S.typhi pada biakan feses ataupun urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau

pada seseorang yang telah satu tahun paska demam tifoid. Saat ini, kultur

darah langsung yang diikuti dengan identifikasi mikrobiologi adalah standar emas

untuk mendiagnosa demam tifoid. 4,5

F. Manifestasi klinis Demam Tifoid

11

Page 12: SINDROMA GUILLAIN32

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang

timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga

gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi hingga kematian. 3,5

Secara umum gejala klinis penyakit ini pada minggu pertama ditemukan keluhan

dan ge j a l a   s e rupa  dengan  penyak i t i n f eks i aku t pada umumnya ,

ya i t u   demam,  nye r i   kepa l a ,  pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,

obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada

pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah

meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari hingga malam hari. Dalam

minggu kedua  ge j a l a -ge j a l a   men j ad i   l eb ih j e l a s be rupa   demam,

b r ad ika rd i a r e l a t i f ( b r ad ika rd i r e a l t i f ada l ah pen ingka t an suhu

1 ◦C t i dak d i i ku t i pen ingka t an denyu t nad i 8 ka l i pe rmen i t ) ,

l i dah  yang  berselaput ( kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor ) ,

hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen,

stupor, koma, delirium, atau psikosis. 3,5,6

Sekitar 10-15% pasien menjadi demam tifoid berat. Faktor yang mempengaruhi

keparahan meliputi durasi penyakit sebelum terapi, pilihan terapi antimikroba, tingkat

virulensi, ukuran inokulum, paparan sebelumnya atau vaksinasi, dan factor host

lain seperti jenis HLA, AIDS atau penekanan kekebalan lain, atau konsumsi antasida.7

Pada pengidap tifoid (karier) tidak menimbulkan gejala klinis dan 25% kasus

menyangkal bahwa pernah ada riwayat sakit demam tifoid. Pada beberapa penelitian

menyebutkan bahwa tifoid karier disertai dengan infeksi kronik traktus urinarius serta

terdapat peningkatan terjadinya karsinoma kandung empedu, karsinoma kolorektal

dan lain-lain. Sedangkan patofisiologi tifoid karier belum sepenuhnya diketahui. 3

G. Pemeriksaan Labortorium

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid

dibagi dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah perifer; (2) pemeriksaan

12

Page 13: SINDROMA GUILLAIN32

bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan

kuman secara molekuler.

(1) Pemeriksaan darah perifer

Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap dapat ditemukan

leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.

Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi s e k u n d e r . S e l a i n

i t u p u l a d a p a t d i t e m u k a n a n e m i a r i n g a n

d a n   t r o m b o s i t o p e n i a .   P a d a  pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat

terjadi aneosinofilia maupun limfepenia. Laju endap darah pada demam tifoid

dapat meningkat. Pemeriksaan SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan

kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak

memerlukan penanganan khusus.3

(2) Pemeriksaan bakteriologis

Kultur darah

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi

dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari

rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih

mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,

sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.3

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan

tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin

disebabkan beberapa hal sebagai berikut : 3

13

Page 14: SINDROMA GUILLAIN32

Te lah mendapa t t e r ap i   an t i b io t i k . B i l a   pa s i en s ebe lum

d i l akukan ku l t u r   da r ah t e l ah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman

dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.

Volume darah yang kurang ( diperlukan kurang lebih 5 cc darah ),

bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa  negatif. Darah yang

diambil sebaiknya  secara b e d s i d e l a n g s u n g d i m a s u k k a n

k e   d a l a m m e d i a   c a i r   e m p e d u (   o x g a l l   ) u n t u k    pertumbuhan

kuman.

Riwaya t   vaks ina s i .  Vaks ina s i d imasa   l ampau men imbu lkan

an t i body da l am da rah  pasien. Antibodi ( agluinin ) ini dapat menekan

bakteremia hingga biakan darah dapat negatif. S a a t   p e n g a m b i l a n   d a r a h

s e t e l a h m i n g g u p e r t a m a , d i m a n a p a d a s a a t   i t u a g g l u t i n i n

semakin meningkat.

Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media

yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat

minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu

pengambilan spesimen yang tidak tepat.7

Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas

yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7

hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak

praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam

pelayanan penderita. 7

(3) Uji serologi

UJI WIDAL

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi.

Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi

dengan antibodi yang disebut aglutinin.Antigen yang digunakan pada uji widal

adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.

Maksud uji widal adalah menentukan adanya aglutinin dalam

14

Page 15: SINDROMA GUILLAIN32

serum penderita tersangka demam tifoid. Akibat infeksi oleh S.typhi,

pasien membuat antibodi( aglutinin ) yaitu: 3

Aglutinin O, yaitu dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman)

Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela

kuman )

Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai

kuman)

Dar i ke t i ga agg lu t i n in t e r s ebu t hanya ag lu t i n in O dan H

yang d igunakan un tuk d i agnos i s demam tifoid. Makin tinggi titernya

makin besar kemungkinan menderita demam tifoid. P e m b e n t u k a n

a g g l u t i n i n m u l a i t e r j a d i p a d a   a k h i r m i n g g u

p e r t a m a   d e m a m   k e m u d i a n meningkat secara cepat dan mencapai

puncak pada minggu ke empat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada

fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan

aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap

dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara

9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukanlah pemeriksaan untuk menentukan

kesembuhan penyakit.3

Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal, yaitu:

15

Page 16: SINDROMA GUILLAIN32

Pengobatan dini dengan antibiotik, pemberian kortikosteroid

Gangguan pemben tukan an t i bod i . S a a t   p e n g a m b i l a n   d a r a h

Daerah   endemik a t au  non -endemik

R i w a y a t   v a k s i n a s i

Reaks i anamnes t i k , ya i t u pen ingka t an t i t e r ag lu t i n in

pada   i n f eks i bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu

atau vaksinasi.

Faktor teknik , a k i b a t   a g l u t i n a s i   s i l a n g , strain salmonella yang

digunakan untuk suspensi antigen

TES TUBEX ®

Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana

dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna

untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan

antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella

serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya

mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu

beberapa menit.8

METODE ENZYME IMMUNOASSAY (EIA) DOT

Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM

dan IgG terhadap antigen OMP (outer membrane protein) S. typhi. Deteksi

terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan

deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan

infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid

yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat

membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-

M® yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi

dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan

pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.7,14

16

Page 17: SINDROMA GUILLAIN32

Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid

bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji

Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang

bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa

Typhidot-M® ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan

kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.7,14

METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)

Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak

antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap

antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang

sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis

adalah double antibody sandwich ELISA.2

PEMERIKSAAN DIPSTIK

Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana

dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan

menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai

pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol.

Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak

memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak

mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. Pemeriksaan ini juga sangat

dipengaruhi hasilnya oleh penggunaan antibiotik. 7,9

(4) Pemeriksaan kuman secara molekuler

Metode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang akurat adalah mendeteksi

DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S. typhi dalam darah dengan teknik

hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain

reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi. 7

Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi

risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila

prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam

spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam

spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya

17

Page 18: SINDROMA GUILLAIN32

yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari

spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat

ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian.7

Tifoid KarierPemantauan bakteri di dalam feses adalah salah satu pilihan untuk mendeteksi

adanya kuman S.Typhi. Selanjutnya, pengambilan sampel tinja secara rutin pasti akan

memakan biaya yang besar, memakan waktu yang lama, walaupun perkembangan

bakteri di dalam feses dapat menjadi salah satu cara pemantauan pemulihan demam

tifoid. Namun, salah studi mengatakan bahwa pada tifoid karie akan menghasilakan

antibody Vi yang lebih tinggi dalam waktu lama dibandingkan pasien demam tifoid

akut. 4

H. Diagnosis Banding Demam Tifoid

Paratifoid A, B, dan C, Infeksi virus dengue, malaria, influenza. 10,11

I. Komplikasi Demam tifoid

Komplikasi intestinal

perdarahan intestinal

Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum

terminalis) dapat terbentuk tukak / luka berbentuk lonjong dan memanjang

terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai

pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak

menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena

faktor luka perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan

koagulasi darah (KID) a t au gabungan kedua   f ak to r . Sek i t a r

25% pende r i t a demam   t i f o id dapa t menga l ami pe rda rahan

mino r yang t i dak membu tuhkan   t r ans fu s i   da r ah . Pe rda rahan

heba t dapa t t e r j ad i h ingga pa s i en menga l ami syok . 3 , 1 0

Perforasi usus

Terjadi pada sekitar 3 % dari penderita yang dirawat. Biasanya

timbul padaminggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu

18

Page 19: SINDROMA GUILLAIN32

pertama. Selain gejala umum demam t i fo id yang b i a sa t e r j ad i

maka pende r i t a demam t i f o id  denga pe ro ra s i menge luh nye r i

pe ru t yang heba t t e ru t ama d i dae r ah kuad ran kanan bawah

yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan

tanda-tanda ileus. Bisingusus melemah pada 50 % penderita dan pekak

hati terkadang tidak ditemukan karenaadanya udara bebas di abdomen.

Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun,

dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiridapat

menyokong adanya perforasi.3

Bi l a pada gamba ran   f o to po lo s abdomen   3 pos i s i

d i t emukan uda ra pada r o n g g a   p e r i t o n e u m ,   m a k a h a l

i n i m e r u p a k a n n i l a i y a n g c u k u p u n t u k

m e n e n t u k a n terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Beberapa

factor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur, lama

pengobatan, modalitas pengobatan, bertanya penyakit, dam mobilitas

penderita.3

Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman

S.typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan

anaerobik pada f l o r a u s u s . U m u m n y a d i b e r i k a n

a n t i b i o t i k s p e k t r u m l u a s d e n g a n   k o m b i n a s i

kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat

diberikan gentamisin / metronidazol. Cairan harus  diberikan dalam

jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric

tube. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat

perdarahan intestinal.3

ileus paralitik

pankreatitis

19

Page 20: SINDROMA GUILLAIN32

Komplikasi ekstra-intestinal 

K a r d i o v a s k u l a r : m i o k a r d i t i s

Hepatitis tifosa: dapat terjadi pada pasien dengan system imun yang kuarang

dan malnutrisi. Biasanya pada demam tifoid kenaikanenzim tranaminasse

tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membandaingkan

dengan hepatitis akibat virus)

T i f o i d t o k s i k

J. Tatalaksana Demam Tifoid Dan Tifoid Karier

Tatalakasana Demam Tifoid

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu : 3

Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercep

at penyem uhan.

D i e t   d a n   t e r a p i   p e n u n j a n g

( s i m p t o m a t i k   d a n   s u p o r t i f ) d e n g a n t u j u a n

mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.

Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah

penyebaran kuman.

20