sindroma demensia.doc

25
1 Pendahuluan Latar Belakang Pembahasan tentang proses menua semakin sering muncul seiring dengan semakin bertambahnya populasi usia lanjut di berbagai belahan dunia. Penelitian-penelitian mengenai perubahan yang terkait usia merupakan area yang menarik dan penting belakangan ini. Berbagai aspek mengenai proses menua banyak dibahas seperti aspek sosial, psikologi, ekonomi, atau fisik. Telah banyak dikemukakan bahwa proses menua amat dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Usia kronologi yang diukur dengan tahun dan usia fisiologi yang diukur dengan kapasitas fungsional tidaklah seiring sejalan. Seseorang dapat terlihat lebih muda atau lebih tua dari umurnya, dan mungkin memiliki kapasitas fungsional yang lebih besar atau lebih kecil dari yang diperkirakan dimilikinya pada umur tertentu. Secara umum dapat dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan proses menua. Akibatnya penurunan kapasitas fungsional tersebut, orang berusia lanjut umumnya tidak berespon terhadap berbagai rangsangan internal atau eksternal, selektif yang dapat dilakukan oleh orang yang lebih muda. Menurunnya kapasitas untuk berespon terhadap lingkungan internal yang berubah cenderung membuat orang lanjut usia sulit untuk memelihara kestabilan status fisikawi dan kimiawi di dalam tubuh, atau

Upload: dirajufrie

Post on 06-Dec-2015

245 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sindroma Demensia.doc

1

Pendahuluan

Latar Belakang

Pembahasan tentang proses menua semakin sering muncul seiring dengan semakin

bertambahnya populasi usia lanjut di berbagai belahan dunia. Penelitian-penelitian mengenai

perubahan yang terkait usia merupakan area yang menarik dan penting belakangan ini.

Berbagai aspek mengenai proses menua banyak dibahas seperti aspek sosial, psikologi,

ekonomi, atau fisik. Telah banyak dikemukakan bahwa proses menua amat dipengaruhi oleh

interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Usia kronologi yang diukur dengan tahun dan

usia fisiologi yang diukur dengan kapasitas fungsional tidaklah seiring sejalan. Seseorang

dapat terlihat lebih muda atau lebih tua dari umurnya, dan mungkin memiliki kapasitas

fungsional yang lebih besar atau lebih kecil dari yang diperkirakan dimilikinya pada umur

tertentu.

Secara umum dapat dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas

fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan proses menua.

Akibatnya penurunan kapasitas fungsional tersebut, orang berusia lanjut umumnya tidak

berespon terhadap berbagai rangsangan internal atau eksternal, selektif yang dapat dilakukan

oleh orang yang lebih muda. Menurunnya kapasitas untuk berespon terhadap lingkungan

internal yang berubah cenderung membuat orang lanjut usia sulit untuk memelihara

kestabilan status fisikawi dan kimiawi di dalam tubuh, atau memelihara homeostatis tubuh.

Gangguan homeostatis tubuh menyebabkan disfungsi berbagai sistem organ lebih mungkin

terjadi dan juga toleransi terhadap obat-obat menurun.

Tujuan

Tujuan dibuat makalah ini adalah untuk menginformasikan kepada para pembaca

untuk mengetahui tentang anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working

dan differential diagnosis, gejala klinis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, penatalaksanaan

dan prognosis dari penyakit demensia.

Page 2: Sindroma Demensia.doc

2

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis yaitu tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pemeriksaan pasien, secara

langsung pada pasien atau secara tidak langsung melalui kelurga atau relasi terdekat. Tujuan

anamnesis adalah untuk mendapatkan informasi menyeluruh dari dari pasien yang

bersangkutan.1

Hal- hal yang bersangkutan dengan anamnesis yaitu:1

Identitas pasien

Meliputi nama,umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, 50% populasi berusia lebih

dari 85 tahun), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal

dan jam MRS, nomor register dan diagnosis medis.

Keluhan utama

Sering menjadi alasan pasien dan keluarga untuk meminta bantuan kesehatan adalah

penurunan daya ingat, perubahan kognitif dan kelumpuhan gerak ekstremitas.

Riwayat penyakit sekarang

Pada anamnesis pasien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada

beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami bertingkah laku

aneh dan kacau. Pada tahap lanjut dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan bahwa pasien

menjadi tidak dapat mengatur buang air, tidak dapat mengurus keperluan dasar sehari-hari

atau mengenali anggota keluarga.

Riwayat penyakit terdahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus,

penyakit jantung, penggunaan obat-obat antiansietas, penggunaan obat-obat antikolinergik

dalam jangka waktu yang lama dan mengalami sindrom down yang pada suatu saat kemudian

menderita penyakit Alzheimer pada saat usia 40 tahun.

Riwayat penyakit keluarga

Page 3: Sindroma Demensia.doc

3

Penyakit demensia ditemukan hubungan sebab genetik yang jelas. Diperkirakan 10%-30%

dari pasien demensia menunjukkan tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit

demensia familia. Pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi

dan diabetes melitus diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat

mempercepat progresifnya penyakit.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neuropsikologis, pemeriksaan status fungsional dan pemeriksaan psikiatrik.

Pemeriksaan Penunjang2

Tes laboratorium pada pasien demensia tidak dilakukan dengan serta merta pada

semua kasus. Penyebab yang reversibel dan dapat diatasi seharusnya tidak boleh terlewat.

Pemeriksaan fungsi tiroid, kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit, dan VDRL

direkomendasikan untuk diperiksa secara rutin. Pemeriksaan tambahan yang perlu

dipertimbangkan adalah pungsi lumbal, fungsi hati, fungsi ginjal, pemeriksaan toksin di

urin/darah, dan Apolipoprotein E.

Pemeriksaan penunjang yang juga direkomendasikan adalah CT/MRI kepala.

Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi tumor primer atau sekunder, lokasi area infark,

hematoma subdural, dan memperkirakan adanya hidrosefalus bertekanan-normal atau

penyakit white matter yang luas. MRI dan CT juga dapat mendukung diagnosis penyakit

Alzheimer, terutama bila terdapat atrofi hipokampus selain adanya atrofi kortikal yang difus.

Abnormalitas white matter yang luas berkorelasi dengan demensia vaskular. Peran pencitraan

fungsional seperti single photon emission computed tomography (SPECT) dan positron

emission tomography (PET) scanning masih dalam penelitian. SPECT dan PET scanning

dapat menunjukkan hipoperfusi atau hipometabolisme temporal-parietal pada penyakit

Alzheimer dan hipoperfusi atau hipometabolisme frontotemporal pada FTD.

Page 4: Sindroma Demensia.doc

4

Sumber : diunduh dari http://medicalphysicsweb.org/cws/article/research/39906

Working Diagnosis

Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadap oleh negara – negara

maju, dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara – negara

berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin mengemukannya penyakit –

penyaktit degeneratif (yang beberapa diantaranya merupakan faktor resiko timbulnya

demensia serta makin meningkatnya usia harapan hdup hampir di seluruh belahan dunia.

Studi prevalensi menunjukkan bahwa di Amerika Serikat, pada populasi di atas umur 65

tahun, persentase orang dengan penyakit alzheimer (penyebab terbesar demensia) meningkat

dua kali lipat.2

Demensia dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu :

1. Demensia Alzheimer2

Penyakit Alzheimer adalah salah satu penyakit yang paling mematikan yang paling

umum dan paling ditakuti oleh para lansia. Penyakit ini menyerang sedikitnya 15 juta

orang diseluruh dunia dan merupakan penyebab kematian keenam pada lansia di

Amerika. Demensia tipe ini merupakan penyakit demensia terbanyak hingga

mencapai sekitar 50-80%. Penyakit ini secara perlahan merampas kecerdasan,

keawasan, dan bahkan kemampuan penderitanya untuk mengontrol fungsi tubuh

mereka dan akhirnya membunuh mereka. diperkirakan sekitar 4,5 juta orang Amerika

menderita Alzheimer dan pada tahun 2050 diproyeksikan sekitar 13,2 juta. Resikonya

meningkat dengan pesat seiring dengan usia; sehingga peningkatan usia hidup berarti

Page 5: Sindroma Demensia.doc

5

orang akan bertahan hidup sampai usia dimana resiko Alzheimer menjadi makin

besar.

Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:

Demensia yang ditegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan

pemeriksaan the mini-mental test, Blessed Demensia Scale atau pemeriksaan

sejenis dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis.

Defisit pada dua atau lebih area kognitif

Tidak ada gangguan kesadaran

Awitan antara umur 40 dan 90,umunya setelah umur 65 tahun

Tidak adanya kelainan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat

menyebabkan defisit progresif pada memori dan kognitif

Diagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh:

Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti afasia, apraksia, dan

agnosia.

Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku.

Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama,terutama bila sudah

dikonfirmasi secara neuropatologi.

Hasil laboratorium yang menunjukkan.

Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar.

Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG,seperti peningkatan

akivitas slow-wave.

Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan

terdokumentasi oleh pemeriksaan serial.

2. Demensia Fronto-temporal2,3

Dimensia frontotemporal dapat mencapai 25% dari seluruh demensia presinilis yang

disebabkan oleh atrofi otak. Penyakit ini terutama timbul antara usia 45 sampai 65

tahun. Setengahnya diturunkan(dominan autosomal, kromosom 17, lengan panjang).

Terdapat atrofi kortikal fokal disertai astrositosis dan badan inklus intraneural (badan

pick) pada sel-sel piramidalis yang masih normal. Disinhibisi (diantaranya

kekerasan), apati dan sedikit berbicara dengan keterampilan yang berhubungan ruang

serta ingatan yang relatif normal bisa membantu untuk membedakan secara klinis

penyakit ini dengan demensia Alzheimer. Perubahan kepribadian, disinhibisi,

Page 6: Sindroma Demensia.doc

6

peningkatan berat badan, atau obsesi terhadap makanan mengarah pada fronto-

temporal demensia (FTD), bukan penyakit Alzheimer.

3. Demensia Lewybody2

Demensia Lewy body adalah bentuk demensia dengan karakteristik Alzheimer dan

penyakit Parkinson. Demensia tipe ini mencapai kurang lebih 10-25% kasus

demensia. Gejala Demensia ini menyerupai penyakit lain, sehingga menantang untuk

mendiagnosis dengan benar. Gejala Demensia Lewy Body (LBD) dapat berbeda pada

awalnya. Kadang diawali dengan gangguan gerakan yang terlihat seperti Parkinson,

tapi kemudian mereka juga mengembangkan gejala demensia. Terkadang terdapat

gangguan memori yang tampak seperti Alzheimer pada awalnya, tapi mereka

kemudian mengembangkan halusinasi dan masalah perilaku lainnya. Diagnosis

demensia dengan Lewy body (DLB) dicurigai bila terdapat adanya gejala awal berupa

halusinasi visual, parkinsonisme, delirium (confusion), gangguan tidur (rapid-eye

movement) REM, atau sindrom Capgras, yaitu delusi bahwa seseorang yang dikenal

digantikan oleh penipu.

4. Demensia Multi-infark2,4

Demensia multi-infark adalah PMO kronis di mana ada indikasi deteriorasi

intermiten. Daripada awitan yang tersembunyi dan berbahaya serta kemajuan yang

sama terlihat pada demensia degeneratif primer tipe Alzheimer, awitan dari demensia

multi-infark secara khas bersifat mendadak dan jalannya selangkah demi selangkah

serta berfluktuasi. Defisit yang terlihat tergantung pada bagian otak yang rusak.

Fungsi-fungsi kognitif tertentu dapat dipengaruhi secara dini, sedangkan bagian

lainnya relatif tetap tidak rusak. Secara khusus, gangguan-gangguan pada memori,

pikiran abstrak, penilaian, kontrol impuls, dan gangguan kepribadian terlihat. Gejala-

gejala yang dihubungkan dengan sindrom demensia terlihat. Riwayat adanya strok

dengan progresi bertahap dan tidak teratur mengarah pada demensia multi-infark.

Demensia multi-infark umumnya terjadi pada pasien-pasien dengan faktor risiko

hipertensi, fibrilasi atrium, penyakit vaskular perifer, dan diabetes.

Differential Diagnosis

Page 7: Sindroma Demensia.doc

7

1. Penurunan Fungsi Kognitif2,5

Penurunan fungsi kognitif adalah menurun atau hilangnya daya mengingat,

daya menilai (intelektualitas), ketrampilan sosial (berbahasa, merawat diri, kecakapan

khusus dsb.), dan reaksi emosi. Penderita demensia memang tampak sehat namun

fungsi otak sebenarnya tidak lagi bekerja dengan baik. Sedang gangguan kognitif

ringan, menurut para ahli disebut Mild Cognitive Impairment (MCI). Gangguan

kognitif ini merupakan fase peralihan antara menua normal dengan demensia. Pada

fase ini, seseorang mempunyai keluhan penurunan fungsi memori yang mulai

mengganggu kehidupannya, namun aktivitas sehari-hari masih sanggup

dilaksanakannya. Secara umum fungsi kognitifnya masih baik, baik dari segi daya

nalar, penilaian, ketrampilan sosial, maupun berbahasa, sehingga belum dapat

dikatakan menderita demensia (pikun). Jika pada pemeriksaan didapati penurunan

fungsi memori dari yang semestinya untuk usianya, maka kondisi MCI bukan

fenomena yang normal. Sebagian dapat berkembang menjadi demensia dan sebagian

lagi dapat menetap. Oleh karena itu, penyandang MCI sebaiknya dievaluasi fungsi

kognitifnya secara berkala.

Dengan pemeriksaan berkala diharapkan dapat dipantau perkembangannya

sehingga dapat diketahui lebih dini bila ada tanda-tanda ke arah demensia. Pada usia

lanjut, dengan adanya penambahan usia keluhan mudah lupa secara subyektif

dianggap wajar. Tidak terjadi adanya gangguan kognitif yang mengarah kepada

demensia. Kondisi pra demensia ditandai dengan adanya gangguan kognitif pada usia

lanjut dengan ciri mudah lupa yang makin nyata dan mudah dikenali, terutama oleh

orang dekat. Mudah lupa masih dianggap sebagai unsur subyektif dan obyektif meski

ditemukan kinerja kognitif yang merendah, namun belum ada tanda-tanda demensia.

Jika terjadi berbagai jenis gangguan kognitif, terutama pada lanjut usia seperti mudah

lupa yang konsisten, maka tanda-tanda demensia mulai muncul. Disorientasi terutama

dalam hal waktu, gangguan pada kemampuan memberi pendapat dan pemecahan

masalah, gangguan dalam bermasyarakat, gangguan aktivitas di rumah dan minat

intelektual, serta gangguan dalam pemeliharaan diri mulai muncul secara jelas.

Pemberian obat anti demensia pada fase demensia dini dengan konsultasi pada dokter

akan lebih jelas manfaatnya dibandingkan demensia fase berat.

2. Sindrom Wernick-Korsakoff6

Page 8: Sindroma Demensia.doc

8

Sindrom ini adalah gangguan neurologis akibat kekurangan vit. B1 (Tiamin).

Terbagi menjadi 2 fase pada sindrom ini yaitu ensefalopatia wernick dan psikosis

korsakoff. Ensefalopatia wernick merupakan fase akut dari penyakit tersebut,

sedangkan psikosis korsakoff adalah kepanjangan kronis dari ensefalopatia wernick.

Sindrom ini umumnya terdapat pada pengguna alkohol kronis dan merupakan 30%

dari segala penyakit yang ada kaitannya dengan alkohol. Akan tetapi tidak menutup

kemungkinan sindrom ini dapat terjadi pada beberapa gangguan lainnya. Perubahan

patologis yang terjadi pada sindrom ini ialah lesi simetris pada bagian praventrikular

talamus, hipotalamus, korpud mamilare, substansia nigra periakueduktus, dan dasar

ventrikel IV.

Ensefalopatia wernick ditandai dengan tiba-tiba adanya gangguan

okulomotorik, ataksia serebeler, dan kekabural mental. Kelainan okulomotorik dapat

berupa nistagmus, kelumpuhan n. abdusen bilateral, kelumpuhan dalam

mengerlingkan mata, sampai pada oftalmoplegia total. Kadang-kadang terjadi ptosis,

kelainan pupil dan pendarahan retina. Nistagmus, pada keadaan ini bersifat tiga arah,

yaitu bilateral dan vertikal. Ataksia serebeler mengena pada badan dan tungkai.

Perubahan mental berupa disorientasi, gangguan atensi, mengantuk, dan kurang

tanggap terhadap lingkungan. Kadang-kadang terjadi stupor sampai koma.

Apabila tidak membaik dalam 2-4 hari, sindrom wernick akan berkembang

menjadi psikosis korsakoff. Psikosis korsakoff ditandai dengan amnesia retrograd

maupun anterograd, sedangkan fungsi intelek lain masih baik. Amnesia retrograd

dapat mencapai beberapa tahun sebelum samapi pada saat penetapan diagnosis.

Ingatan terhadap hal atau peristiwa yang telah lama terjadi relatif lebih baik. Pada

permulaan, timbulnya penyakit, konfabulasi berkurang. Apabila penyakit ini masih

dalam fase permulaan, dengan pemberian vit. B1 bisa membaik, tetapi 50% sembuh

tidak sempurna. Karena adanya ganggguan daya ingat, pasien sering memerlukan

perawatan. Lesi bilateral pada bagian medial lobus temporalis diduga sebagai

penyebab terjadinya amnesia retrograd.

Gejala Klinik2,5

Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan

kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita yang

dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas.

Page 9: Sindroma Demensia.doc

9

Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal,

mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif.

Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu

mereka atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut

dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan

berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa

khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga

merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum

mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh

orang tua mereka.

Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,

mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja

diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada

saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di

sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia

bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan

dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan

untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia

bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan

seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang

harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian

syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes

laboratorium.

Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin

mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan

tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah

laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para

anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku

(Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah

delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial,

ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-

hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal.

Page 10: Sindroma Demensia.doc

10

Epidemiologi2

Insidensi demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia. Setelah

usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap pertumbuhan usia lima

tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun

adalah 5,6%. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit

Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular. Dari seluruh penduduk

sentenarian di Jepang, 70% mengalami demensia dengan 76%-nya menderita penyakit

Alzheimer. Berbagai penelitian menunjukkan laju insidensi penyakit Alzheimer meningkat

secara eksponensial seiring bertambahnya umur,walaupun terjadi penurunan insidensi pada

usia 95 tahun yang diduga karena jumlah subyek di atas usia 90 tahun. Proporsi perempuan

yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi dibandingkan laki-laki (sekitar 2/3 pasien

adalah perempuan). Hal ini disebabkan perempuan memiliki harapan hidup lebih baik dan

bukan karena perempuan lebih mudah menderita penyakit ini. Tingkat pendidikan yang

rendah juga disebutkan berhubungan dengan risiko terjadinya penyakit Alzheimer.

Faktor-faktor risiko lain yang dari berbagai penelitian diketahui berhubungan dengan

penyakit Alzheimer adalah hiperetensi, diabetes melitus, dislipidemia, berbagai faktor risiko

timbulnya aterosklerosis dan gangguan sirkulasi pembuluh darah otak. Mutasi beberapa gen

familial penyakit Alzheimer pada kromosom 21, koromosim 14, dan kromosom 1 ditemukan

pada kurang dari 5% pasien dengan penyakit Alzheimer. Sementara riwayat keluarga dan

munculnya alel e4 dari Apolipoprotein E pada lebih dari 30% pasien dengan penyakit ini

mengindikasikan adanya faktor genetik yang berperan pada munculnya penyakit ini.

Seseorang dengan riwayat keluarga pada anggota keluarga tingkat pertama mempunyai risiko

dua sampai tiga kali menderita penyakit Alzheimer, walaupun sebagaian besar pasien tidak

mempunyai riwayat keluarga yang positif. Walaupun alel e4 Apo E bukan penyebab

timbulnya demensia namun munculnya alel ini merupakan faktor utama yang mempermudah

seseorang menderita penyakit Alzheimer.

Etiologi7

Faktor resikonya adalah :

1. Bertambahnya usia

2. Trauma kepala

3. Depresi

Page 11: Sindroma Demensia.doc

11

4. Kerentanan genetik

Riwayat keluarga bisa didapat pada 30%-50% kasus. Bentuk familial yang jarang

berupa Alzheimer dengan onset di usia muda diturunkan dengan pola dominan autosomal

yang terbukti berhubungan dengan kromosom 21 dan pada sebagian kasus, dengan

kromosom 14. Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah

dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi

udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer.

Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah

spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya

ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan

dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang

diakibatkan oleh adanya peningkatan calsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi,

adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik.

Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan

bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran

faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai

pencetus faktor genetika.

Patobiologi dan Patogenesis2

Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik,

neurofibrillaru tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano

bodies. Plak neuritik mengandung b-amyloid ekstrasellular yang dikelilingi neuritis distrofik,

sementara plak difus (atau nonneuritik) adalah istilah yang kadang digunakan untuk deposisi

amyloid tanpa abnormalitas neuron. Deteksi adanya Apo E di dalam plak β-amyloid dan studi

mengenai ikatan high-avidity antara Apo E dengan β-amyloid menunjukkan bukti hubungan

antara amyloidogenesis dan Apo E. Plak neuritik juga mengandung protein komplemen,

mikroglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein fase akut, sehingga komponen

inflamasi juga diduga terliat pada patogenesis penyakit Alzheimer. Gen yang mengkode the

amyloidprecursor protein (APP) terletak pada kromosom 21, menunjukkan hubungan

potensial patologi penyakit Alzhimer dengna sindrom Down (trisomi-21), yang diderita oleh

semua pasien penyakit Alzheimer yang muncul pada usia 40 tahun.

Page 12: Sindroma Demensia.doc

12

Sumber : diunduh dari http://medicastore.com/penyakit/2002/Alzheimer.html pada tanggal 16 Desember 2013 pada pukul 16.00 WIB

Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung atau yang

terhiperfosforilasi pada pasangan filamen helix. Individu usia lanjut yang normal juga

diketahui mempunyai neurofibrillary tangles di beberapa lapisan hipokampus dan korteks

entorhinal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa demensia.

Neurofibrillary tangles ini tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga timbul pada

penyakit lain, seperti subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), demensia pugilistika, dan

parkinsonian dementia complex of Guam.

Pada dementia vaskular patologi yang dominan adalah adanya infark multipel dan

abnormalitas substansia alba. Infark jaringan otak yang terjadi pasca strok dapat

menyebabkan demensia bergantung pada volume total korteks yang rusak dan hemisfer mana

yang terkena. Umumnya demensia muncul pada strok yang mengenai beberapa bagian otak

atau hemisfer kiri otak. Sementara abnormalitas substansia alba biasanya terjadi berhubungan

denan infark lakunar. Abnormalitas substansia alba ini dapat ditemukan pada pemeriksaan

MRI pada daerah subkorteks bilateral, berupa gamaran hiperdens abnormal yang umumnya

tampak di beberapa tempat. Abnormlaitas substansia alba ini juga dapat timbul pada suatu

kelainan genetik yang dikenal sebagai cerebral autosomal dominant arteriopathy with

subaortical infarcts and leukoencephalopathy (CADASIL), yang secara klinis terjadi

demensia yang progresif yang muncul pada dekade kelima sampai keujuh kehidupan pada

beberapa anggota keluarga yang mempunya riwayat migren dan strok berulang tanpa

hipertensi.

Petanda anatomis pada fronto-temporal dementia (FTD) adalah terjadinya atrofi yang

jelas pada lobus temporal dana/ata frontal, yang dapat diliat pada pemeriksaan pencitraaan

Page 13: Sindroma Demensia.doc

13

saraf (neuroimaging) seperti MRI dan CT. Atofi yang terjadi terkadang sangat tidak simetris.

Secara mikroskopis selalu didapatkan glikolisis dan hilangnya neuron, serta pada beberapa

kasus terjadi pembengkakan dan penggelembungan neuron yang berisi cytoplasmic inclusion.

Sementara ada demensia dengan Lewy body, sesuai dengan namanya, gambaran

neuropatologinya adalah adanya Lewy body di seluruh korteks, amigdala, cingulated corteks,

dan substansia nigra. Lewy body adalah cytoplasmic inclsion intraneuron yang terwarnai

dengan periodic acid-Schiff (PAS) dan ubiquitin, yang terdiri dari neurofilamen lurus

sepanjang 7 sampai 20 nm yang dikelilingin material amorfik. Lewy body dikenali melalui

antigen terhadap protein neurofilamen yang terfosforilasi maupun yang tidak terosforilasi,

ubiquitin, dan orotein presinap yang disebut α-synuclein. Jika pada seorang demensia tidak

ditemukan gambaran patologis selain adanya Lewy body maka kondisi ini disebut diffuse

Lewy body disesase, semetara bila ditemukan juga plak amyloid dan neurofibrillary tangles

maka disebut varian Lewy body dari penyakit Alzheimer.

Defisit neurotransmiter utama pada penyakit Alzheimer, juga pada demensia tipe lain,

adalah sistem kolinergik. Walaupun sistem noradrenergik dan serotonin, somatostatin-like

reactivity, dan corticotropin releasing factor juga berpengaruh pada penyakit Azheimer,

defisit asetilkolin tetap menjadi proses utama penyakit dan menjadi target sebagian besar

terapi yang tersedia saat ini untuk penyakit Alzheimer.

Pengobatan2

Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan

patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya

memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.

1. Kolinesterase inhibitor.

Tacrine (tetrahydroaminoacridine), donepezil, rivastigmin, dan galantamin

adalah kolinesterasi inhibitor yang telah disetujui U.S Food and Drug Administration

(FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer. Efek farmakologik obat-obatan ini

adalah dengan menghambat enzim kolinesterase, dengan meningkatnya kadar

asetilkolin di jaringan otak. Dari keempat obat tersebut, tacrine saat ini jarang

digunakan karena efek sampingnya ke organ hati (hepatotoksik).

Donepezil dimulai pada dosis 5mg perhari,dan dosis dinaikkan menjadi 10 mg

perhari setelah satu bulan pemakaian. Dosis rivastagmin dinaikkan dari 15 mg dua

Page 14: Sindroma Demensia.doc

14

kali perhari menjadi 3mg dua kali perhari, kemudian 4,5 mg dua kali perhari, sampai

dosis maksimal 6mg dua kali sehari. Dosis dapat dinaikkan pada interval antara satu

sampai empat minggu; efek samping umumnya lebih minimal bila peningkatan

dosisnya dilakukan lebih lama. Sementara galantamin diberikan dengan dosis awal 4

mg dua kali perhari,untuk dinaikkan menjadi 8 mg dua kali perhari dan kemudian 12

mg perhari. Seperti rivastigmin, interval peningkatan dosis yang lebih lama akan

meminimalkan efek samping yang terjadi. Dosis harian efektif untuk masing-masing

obat adalah 5 sampai 10 mg untuk donepezil, 6 sampai 12 mg untuk rivastigmin, dan

16 sampai 24 mg untuk galantamin. Efek samping yang dapat timbul pada pemakaian

obat-obatan kolinesterase inhibitor ini antara lain adalah mual, muntah, dan diare

dapat pula timbul penurunan berat badan, insomnia, mimpi abnormal, kram otot,

bradikardia, sinkop, dan fatig. Efek-efek samping tersebut umumnya muncul saat

awal terapi dapat dikurangi bila interval peningkatan dosisnya diperpanjang dan dosis

rumatan diminimalkan. Efek samping pada gastrointestinal juga dapat diminimalkan

bila obat-obat tersebut diberikan bersamaan dengan makan. Penggunaan bersama-

sama lebih dari satu kolinesterase inhibitor pada saat yang bersamaan belum pernah

diteliti dan tidak dianjurkan. Kolinesterase inhibitor umumnya digunakan bersama-

sama dengan memantin dan vitamin E.

2. Antioksidan

Antioksidan yang telah diteliti dan memberikan hasil yang cukup baik adalah

alfa tokoferol (vitamin E). Pemberian vitamin E pada satu penelitian dapat

memperlambat progresi penyakit Alzheimer menjadi lebih berat. Vitamin E telah

banyak digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan penyakit Alzheimer

dan demensia tipe lain karena harganya murah dan dianggap aman. Dengan

mempertimbangkan stres oksidatif sebagai salah satu dasar proses menua yang terlibat

pada patofisiologi penyakit Alzheimer,ditambah hasil yang didapat pada beberapa

studi epidemiologis,vitamin E bahkan digunakan sebagai pencegahan primer

demensia pada individu dengan fungsi kognitif normal.

Namun suatu studi terakhir gagal membuktikan perbedaan efek terapi antara

vitamin E sebagai obat tunggal dan plasebo terhadap pencegahan penurunan fungsi

kognitif pada pasien-pasien dengan gangguan fungsi kognitif ringan. Efek terapi

vitamin E pada pasien demensia maupun gangguan kognitif ringan tampaknya hanya

bermanfaat bila dikombinasikan dengan kolinesterase inhibitor.2

Page 15: Sindroma Demensia.doc

15

3. Memantin

Obat yang saat ini juga telah disetujui oleh FDA sebagai terapi pada demensia

sedang dan berat adalah memantin,suatu antagonis N-metil-D-aspartat. Efek terapinya

diduga adalah melalui pengaruhnya pada glutaminergic excitotoxicity dan fungsi

neuron di hipokampus. Bila memantin ditambahkan pada pasien Alzheimer yang telah

mendapat kolinesterase inhibitor dosis tetap, didapatkan perbaikan fungsi kognitif,

berkurangnya penurunan status fungsional dan berkurangnya gejala perubahan

perilaku baru bila dibandingkan penambahan placebo.

Pencegahan2,7

Cara mencegah Alzheimer antara lain :

Makan makanan yang bergizi seperti makanan yang kaya dengan vitamin E, asam

lemak n-3, serta lemak tidak jenuh dan tidak terhidrogenisasi.

Sering melakukan latihan fisik dan berolahraga

Beberapa obat lain dapat digunakan sebagai pencegahan antara lain ginko biloba,

hipurzin A(suatu kolinesterase inhibitor), imunisasi/ vaksinasi terhadap amyloid, dan

beberapa pendekatan yang bersifat neuroprotektif.

Selalu berpikiran positif.

Menjaga pola hidup seperti tidak merokok.

Prognosis3

Dari pemeriksaan klinis penderita probable alzheimer menunjukkan bahwa nilai

prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu:

1. Derajat beratnya penyakit

2. Variabilitas gambaran klinis

3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin.

Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling

mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit alzheimer

mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan biasanya

meninggal dunia akibat infeksi sekunder.

Page 16: Sindroma Demensia.doc

16

Daftar Pustaka

1. Abdurrahman N, et al. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta:

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2005. h. 45-7

2. Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing. 2009. h. 837-44

3. Mansjoer A, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Ed 3. Jakarta: Fakultas

Kedokteran UI. 2003. h. 427-9

4. Townsend MC. Diagnosa pada psikiatri. Ed 3. Jakarta : EGC. 2004. h. 97

5. Mohr E. Clonidine treatment of alzheimer disease. Archive of Neurology. 2003

6. Joewana S. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. Ed 2.

Jakarta: EGC. 2005. h. 171-2

7. Rubenstein D, wayne D, bradley J. Kedokteran klinis. Ed 6. Jakarta: Erlangga. 2003. h. 95-8.