sindrom gawat nafas

19
Sindrom Gawat Nafas (SGN) Pada BBL KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul “Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Neonatus By “SA” Dengan Sindroma Gawat Nafas” Penulis membuat makalah ini berdasarkan sumber-sumber pustaka dan melakukan pengkajian kasus di COVIS. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: Ibu Rika Hardi, Amd Keb selaku pembimbing lapangan Ibu Widdefrita, SKM selaku pembimbing akademik Serta semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Penulis merasa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber bacaan yang bermanfaat dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Wassalam Padang, Februari 2009 Penulis BAB I PENDAHULUAN

Upload: sherly-gunawan-zhang

Post on 02-Jul-2015

2.268 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sindrom Gawat Nafas

Sindrom Gawat Nafas (SGN) Pada BBL

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya pada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul “Manajemen

Asuhan Kebidanan Pada Neonatus By “SA” Dengan Sindroma Gawat Nafas”

Penulis membuat makalah ini berdasarkan sumber-sumber pustaka dan melakukan

pengkajian kasus di COVIS.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

Ibu Rika Hardi, Amd Keb selaku pembimbing lapangan

Ibu Widdefrita, SKM selaku pembimbing akademik

Serta semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Penulis merasa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber bacaan

yang bermanfaat dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.

Wassalam

Padang, Februari 2009

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Periode setelah lahir merupakan awal kehidupan yang tidak menyenangkan bagi bayi.

Hal itu disebabkan oleh lingkungan kehidupan sebelumnya (intrauterus) dengan kehidupan

sekarang ( ekstrauterus ) yang sangat berbeda. Bayi yang dilahirkan prematur ataupun bayi yang

dilahirkan dengan penyulit/komplikasi, tentu proses adaptasi kehidupan tersebut menjadi lebih

sulit untuk dilaluinya. Bahkan sering kali menjadi pemicu timbulnya komplikasi lain yang

menyebabkan bayi tersebut tidak mampu melanjutkan kehidupan ke fase berikutnya

(meninggal). Bayi seperti ini yang disebut dengan istilah bayi resiko tinggi.(surasmi,dkk.2003)

Salah satu dari bayi resiko tinggi adalah bayi dengan sindroma gawat nafas (SGN/RDS).

Respiratory Distress Syndrome ( RDS ) didapatkan sekitar 5 -10% pada bayi kurang bulan, 50%

Page 2: Sindrom Gawat Nafas

pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian berhubungan

dengan umur gestasi dan berat badan. (www.google.com)

Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi yang lahir

dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu; 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan

jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup bulan. Insiden pada bayi prematur kulit putih

lebih tinggi dari pada kulit hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada perempuan

(nelson,1999). Selain itu kenaikan frekuensi juga sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu

yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu menderita

penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum. ( surasmi,dkk.2003 )

Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bayi resiko tinggi

( SGN ) dapat hidup dengan baik tanpa mengalami cacat. Hal ini terjadi jika ia dirawat di ruang

perawatan intensif neonatus, dengan tenaga perawat yang memiliki spesialisasi kealihan di

bidang tersebut.

B. TUJUAN

Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui teori serta

asuhan yang akan diberikan pada neonatus dengan resiko tinggi khususnya SGN

Sedangkan tujuan khusus dari makalah ini adalah:

Mengumpulkan data neonatus dengan SGN

Melakukan interpretasi data seperti mendiagnosa

Melakukan antisipasi masalah / diagnosa potensial

Melakukan tindakan segera jika diperlukan

Melakukan perencanaan

Melakukan pelaksaksanaan tindakan

Melakukan evaluasi dari pelaksaan yang telah dilakukan

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah:

Page 3: Sindrom Gawat Nafas

Kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar 60

x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal

pada saat inspirasi.

( Ngatisyah.2005 hal 23 )

Kumpulan gejala yang terdiri dari frekuensi nafas bayi lebih dari 60x/i atau kurang dari 30x/i dan

mungkin menunjukan satu atau lebih dari gejala tambahan gangguan nafas sebagai berikut:

- Bayi dengan sianosis sentral ( biru pada lidah dan bibir )

- Ada tarikan dinding dada

- Merintih

- Apnea ( nafas berhenti lebih dari 20 detik )

( PONED,2004 )

Istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus.

( Surasmi, asrining,dkk. 2003 hal 70 )

Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan perkembangan maturitas paru

( Whalley dan wong, 1995 )

Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat

(dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi

oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata

pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya

hyaline membran pada saat otopsi

( www.google.com )

Menurut Murray et.al (1988) disebut RDS apabila ditemukan adanya kerosakan paru secara

langsung dan tidak langsung, kerosakan paru ringan sampai sedang atau kerosakan yang berat

dan adanya disfungsi organ non pulmonar.

( www.google.com )

Menurut Bernard et.al (1994) apabila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan

arteri pulmonal =18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri,

adanya kerosakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom

gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong suatu

RDS .

( www.google.com )

Page 4: Sindrom Gawat Nafas

B. ETIOLOGI

- Kelainan paru: pneumonia

- Kelainan jantung: penyakit jantung bawaan, disfungsi miokardium

- Kelainan susunan syaraf pusat akibat: Aspiksia, perdarahan otak

- Kelainan metabolik: hipoglikemia, asidosis metabolik

- Kelainan bedah: pneumotoraks, fistel trakheoesofageal, hernia diafragmatika

- Kelainan lain: sindrom Aspirasi mekonium, penyakit membran hialin

Bila menurut masa gestasi penyebab gangguan nafas adalah

- Pada bayi kurang bulan

a. penyakit membran hialin

b.pneumonia

c. asfiksia

d.kelainan atau malformasi kongenital

- Pada bayi cukup bulan

e. Sindrom Aspirasi Mekonium

f. pneumonia

g. asidosis

h. kelainan atau malformasi kongenital

Gangguan traktus respiratorius:

Hyaline Membrane Disease(HMD),

Berhubungan dengan kurangnya masa gestasi ( bayi prematur )

Transient Tachypnoe of the Newborn(TTN),

Paru-paru terisi cairan, sering terjadi pada bayi caesar karena dadanya tidak mengalami kompresi

oleh jalan lahir sehingga menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.

Infeksi(Pneumonia),

Sindroma Aspirasi,

Hipoplasia Paru,

Hipertensi pulmonal,

Page 5: Sindrom Gawat Nafas

Kelainan kongenital(Choanal Atresia, Hernia Diafragmatika, Pierre- robin syndrome),

Pleural Effusion,

Kelumpuhan saraf frenikus,

Luar traktus respiratoris:

kelainan jantung kongenital, kelainan metabolik, darah dan SSP

C. PATOFISIOLOGI

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli

masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding

thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan

kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan

fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal,

pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,

hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan

mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan

permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak

tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan

tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang

luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding

alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,

tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis

yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan

kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga

menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi

alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan

mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada

bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan

chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

D. MANIFESTASI KLINIS

Page 6: Sindrom Gawat Nafas

Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat

maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang

ditujukan.

Menurut Surasmi, dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :

1) Takhipneu (> 60 kali/menit)

2) Pernafasan dangkal

3) Mendengkur

4) Sianosis

5) Pucat

6) Kelelahan

7) Apneu dan pernafasan tidak teratur

8) Penurunan suhu tubuh

9) Retraksi suprasternal dan substernal

10) Pernafasan cuping hidung

E. KLASIFIKASI

Secara klinis gangguan nafas dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Gangguan nafas berat

b. Gangguan nafas sedang

c. Gangguan nafas ringan

Tabel 1. Klasifikasi Gangguan Nafas

Klasifikasi Frekuensi nafas Gejala tambahan

Gangguan nafas berat 60 kali/ menit

90 kali/ menit

<>

Dengan sianosis sentral dan

tarikan dinding dada atau

merintih saat ekspirasi

Dengan sianosis sentral atau

tarikan dinding dada atau

merintih saat ekspirasi

Dengan atau tanpa gejala

lain dari gangguan nafas

Gangguan nafas sedang 60-90 kali/ menit Dengan tarikan dinding

dada atau merintih saat

Page 7: Sindrom Gawat Nafas

> 90 kali/ menit ekspirasi tetapi tanpa

sianosis sentral

Tanpa tarikan dinding dada

atau merintih saat ekspirasi

atau sianosis sentral

Gangguan nafas ringan 60-90 kali/ menit Tanpa tarikan dinding dada

atau merintih saat ekspirasi

atau sianosis sentral

F. PEMERIKSAAN

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan

mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat,

hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara

nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan

pernapasan dalam.

Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari

penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi

meliputi:

1) Frekuensi nafas

Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda

lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis

metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan

insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada

hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.

2) Mekanika usaha pernafasan

Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding

dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke

atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha

pernafasan.

3) Warna kulit/membran mukosa

Page 8: Sindrom Gawat Nafas

Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled),

tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.

Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:

1) Frekuensi jantung dan tekanan darah

Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam,

hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.

2) Kualitas nadi

Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi

perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran

darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk

dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan pada pengisian kapiler

dapat dilakukan dengan cara:

(1) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)

(2) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan

jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak

kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.

3) Perfusi pada otak dan respirasi

Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada

iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang

dan dilatasi pupil.

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah ( untuk

mengetahui hipoglikemia ). Kalsim serum ( untuk menentukan hipokalsemia ), analisis gas darah

arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60 mmHg, peningkatan kadar kalium

darah, pemeriksaan sinar-X menunjukkan adanya atelektasis, lesitin/spingomielin rasio 2 :1

mengindikasikan bahwa paru sudah matur, pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol

meningkat pada usia kehamilan 33 minggu.

G. PENATALAKSANAAN

Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi

masalah kegawatan pernafasan meliputi :

Page 9: Sindrom Gawat Nafas

1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekwat.

2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.

3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.

4) Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.

5) Mencegah hipotermia.

6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekwat.

Penatalaksanaan secara umum :

a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak

dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %

Pantau selalu tanda vital

Jaga patensi jalan nafas

Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)

b. Jika bayi mengalami apneu

Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan

Lakukan penilaian lanjut

c. Bila terjadi kejang potong kejang

d. Segera periksa kadar gula darah

e. Pemberian nutrisi adekuat

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan

kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau

menajemen lanjut:

Gangguan nafas ringan

Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa

gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah

bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari

infeksi sistemik.

Gangguan nafas sedang

Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan o2

4-5 liter/menit dengan sungkup

Bayi jangan diberi minukm

Page 10: Sindrom Gawat Nafas

Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan

besar sepsis.

- Suhu aksiler <> 39˚C

- Air ketuban bercampur mekonium

- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam)

Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang

setelah 2 jam:

- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk

terapi kemungkinan besar seposis

- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut

diatas.

Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam

Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk

kemungkinan besar sepsis

Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang pipa

lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan

memakai salah satu cara pemberian minum

Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak

kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal

di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan

Gangguan nafas ringan

Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.

Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk

kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah

sakit rujukan.

Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah

satu cara alternatif pemberian minuman.

Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian

O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:

Page 11: Sindrom Gawat Nafas

- Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder

- Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru

- Fenobarbital

- Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen

- Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari

pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)

Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah

pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan

amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan )

H. TINDAKAN PENCEGAHAN

Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko tinggi

adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak

sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan

kelahiran bayi resiko tinggi, dan pada penatalaksanaan kelahiran dengan usia kehamilan 32

minggu atau kurang dianjurkan memberi dexametason atau betametason 48-72 jam sebelum

persalinan. Pemberian glukortikoid juga dianjurkan karana berfungsi meningkatkan

perkembangan paru janin.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan besar 60

x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal

pada saat inspirasi.

( Ngatisyah.2005 hal 23 )

Etiologinya:

Gangguan traktus respiratorius: Hyaline Membrane Disease(HMD), Transient Tachypnoe of the

Newborn(TTN), Infeksi(Pneumonia), Sindroma Aspirasi, Hipoplasia Paru, hip-ertensi pulmonal,

Page 12: Sindrom Gawat Nafas

kelainan kongenital(Choanal Atresia, Hernia Diafragmatika, Pierre- robin syndrome), Pleural

Effusion, kelumpuhan saraf frenikus, dll

Luar traktus respiratoris: kelainan jantung kongenital, kelainan metabolik, darah dan SSP

Manifestasi klinisnya Takhipneu (> 60 kali/menit), Pernafasan dangkal, Mendengkur, Sianosis,

Pucat, Kelelahan, Apneu dan pernafasan tidak teratur, Penurunan suhu tubuh, Retraksi

suprasternal dan substernal, Pernafasan cuping hidung

Penatalaksanaan meliputi :

1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekwat.

2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.

3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.

4) Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.

5) Mencegah hipotermia.

6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekwat.

B. SARAN

Saran yang dapat diberikan dari makalah ini adalah laksanakanlah penatalaksanaan yang sebaik-

baiknya pada neonatus dengan sindroma gawat nafas ini, sehingga pada akhirnya akan dapat

menurunkan angka kematian neonatus

- Bagi Mahasiswa

Dalam penetapan manajemen kebidanan diharapkan mahasiswa dapat melakukan pengkajian

yang lebih lengkap untuk mendapatkan hasil yang optimal dan mampu memberikan asuhan yang

kompeten bagi pasien. Mahasiswa juga diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang

diperolehnya selama proses pembelajaran di lapangan.

- Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan bimbingan yang seoptimal mungkin dari pendidik lapangan dalam membimbing

mahasiswa di lapangan dalam memberikan asuhan kebidanan dan keperawatan bagi pasien

sehingga mahasiswa dapat mengevaluasikan teori dan praktek yang telah diperolehnya.

- Bagi pasien dan keluarga

Diharapkan kepada klien agar menerapkan asuhan kebidanan yang telah diberikan baik berupa

tindakan pencegahan maupun dalam pelaksanaannya

DAFTAR PUSTAKA

FKUI .1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: EGC

Page 13: Sindrom Gawat Nafas

Ladewig,patricia,dkk.2006.Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir Edisi 5.Jakarta:

EGC

Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan

Bidan. Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI

Ngatisyah.2005.Perawatan Anak Sakit Edisi 2.Jakarta: EGC

Pelatihan PONED Komponen Neonatal 28-30 Oktober 2004)

Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

b